HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PESERTA DIDIK DI MTs MUHAMMADIYAH 1 NATAR LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015

(1)

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PESERTA DIDIK DI MTs

MUHAMMADIYAH 1 NATAR LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN

2014/2015 (Skripsi)

Oleh

DEFFY ARIYANTI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PESERTA DIDIK DI MTs

MUHAMMADIYAH 1 NATAR LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN

2014/2015

Tujuan penelitian ini untuk menjelaskan hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat kepercayaan diri peserta didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan tahun pelajaran 2014/2015. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif korelasional. Dengan populasi berjumlah 171 orang siswa yang dijadikan sampel berjumlah 34 orang siswa. Analisis data menggunakan Chi Kuadrat dan teknik pengumpulan data menggunakan angket dan teknik penunjang yaitu wawancara dan dokumentasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan hubungan yang cukup nyata dan positif antara pola asuh orang tua dengan tingkat kepercayaan diri peserta didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan. Oleh karena itu diharapkan baik sekolah maupun orang tua dapat memberikan perhatian yang maksimal terhadap proses perkembangan prestasi dan kepercayaan diri anak.


(3)

HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT KEPERCAYAAN DIRI PESERTA DIDIK DI MTs

MUHAMMADIYAH 1 NATAR LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN

2014/2015 Oleh

DEFFY ARIYANTI Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar SARJANA PENDIDIKAN

Pada

Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis bernama Deffy Ariyanti, dilahirkan di Natar Lampung Selatan pada tanggal 19 maret 1993, anak pertama dari tiga bersaudara, putri dari Bapak Suhaji (Alm) dan Ibu Sukarmi.

Pendidikan formal yang pernah ditempuh oleh penulis antara lain: 1. 1998-1999 TK Aisyah Natar Lampung Selatan

2. 2000-2006 SD Negeri 4 Natar Lampung Selatan

3. 2006-2009 MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan

4. 2009-2011 SMA PLUS Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan

Kemudian pada tahun 2011 penulis diterima sebagai Mahasiswa Universitas Lampung, pada Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan melalui jalur PMPAP.


(8)

MOTTO

Jangan pernah lari dari masalah tapi hadapi setiap

masalah dengan ketenangan dan kesabaran


(9)

Persembahan

Puji syukur kehadiran Allah SWT yang selalu memberikan

limpahan rahmat dan karunia-Nya. Dengan kerendahan hati

kupersembahkan karya kecilku ini kepada:

Kupersembahkan karya ini untuk keluarga besarku yang sangat

berharga dalam hidupku kedua orang tua ku yang tercinta yang

telah mengasuh, membesarkan, membimbing, mendidik dan

selalu berdoa untuk keberhasilanku.


(10)

SANWACANA Bismillaahirrahmaanirrahim,

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul

“HUBUNGAN POLA ASUH ORANG TUA DENGAN TINGKAT

KEPERCAYAAN DIRI PESERTA DIDIK DI MTs MUHAMMADIYAH 1 NATAR LAMPUNG SELATAN TAHUN PELAJARAN 2014/2015”. Skripsi ini dibuat guna memenuhi syarat untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada berbagai pihak atas segala bantuan baik berupa pemikiran, fasilitas, motivasi dan lain-lain demi terselenggaranya penulisan skripsi ini dari awal sampai akhir terutama kepada Bapak Drs. Holilulloh, M.Si., selaku pembimbing Akademik sekaligus pembimbing I dan Bapak Hermi Yanzi, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Program Studi PPKn, sekaligus pembimbing II, serta ucapan terimakasih kepada:


(11)

1. Bapak Dr. Hi. Bujang Rahman, M.Si., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

2. Bapak Dr. Abdurrahman, M.Si. selaku Wakil Dekan Bidang Akademik dan Kerja Sama Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

3. Bapak Drs. Buchori Asyik, M.Si., selaku Wakil Dekan Bidang Umum Keuangan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung; 4. Bapak Dr. Muhammad Fuad, M.Hum. selaku Wakil Dekan Bidang

Kemahasiswaan dan Alumni Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung;

5. Bapak Drs. Zulkarnain, M.Si., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung;

6. Bapak Drs. Berchah Pitoewas, M.H. selaku pembahas I. dan Bapak Tubagus Ali R.P.K., S.Pd., M.Pd., selaku pembahas II terima kasih atas saran dan masukannya;

7. Ibu Dr. Adelina Hasyim M.Pd, Bapak Dr. Irawan Suntoro M.S, Bapak M. Mona adha, S.Pd., M.Pd., Bapak Tubagus Ali Puja Kusuma, S,Pd., M.Pd dan Bapak Rohman, S.Pd., M.Pd. serta Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Lampung terimakasih atas segala ilmu yang telah diberikan, saran, masukan serta segala bantuan yang diberikan;


(12)

8. Kepala MTs Muhammadiyah 1 Natar, serta seluruh Guru dan Staf Tata Usaha yang telah membantu penulis selama melakukan penelitian;

9. Teristimewa Kedua orang tuaku tercinta yang telah membesarkanku dengan penuh kasih sayang dan menunggu keberhasilan ku, sembah sujud ananda, kalian adalah tujuan hidupku;

10. Adek ku tercinta Dwi Indah Lestari, Hendra Mustofa dan seluruh keluarga besarku terimakasih atas doa, senyum, air mata, bahagia, dukungan, kasih sayang yang telah diberikan dan semua pengorbanan kalian untukku yang tiada terkira benilaianya dari segi apapun untukku;

11.Terimakasih untuk Muharifin yang selalu membantu dan memberikan dukungan selama ini;

12.Sahabat terbaikku Musdalifah, Rika, Diah, Niken, Viana, Amel dan seluruh keluarga besar Pkn 2011 yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu;

13.Keluarga KKN PPL 2011 Donna, Iyay Fikri, Iqbal, Abeth, shella, Herlinda, Gesti, Wayan, Kak Adit, dan seluruh keluarga besar SMPN 1 Pematang Sawa;

14.Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini;

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan penyajiannya. Akhirnya penulis berharap semoga dengan kesederhanaanya skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bandar Lampung, Juli 2015 Penulis

Deffy Ariyanti NPM: 1113032005


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Hasil Pengamatan Tentang Tingkat Kepercayan Diri Siswa Kelas VIII MTs Muhammadiyah I Natar ... 7 Tabel 2. Jumlah Siswa Kelas VIII MTs Muhammadiyah 1 Natar ... 31 Tabel 3. Jumlah dan Sebaran Sampel Siswa Kelas VIII MTs

Muhammadiyah 1 Natar ... 32 Tabel 4. Distribusi hasil uji coba angket dari 10 responden di luar populasi tahun

pelajaran 2014/2015 untuk item ganjil (x)………. 48

Tabel 5. Distribusi hasil uji coba angket dari 10 responden di luar populasi tahun pelajaran 2014/2015 untuk item genap (y)………. 49 Tabel 6. Tabel kerja untuk mencari korelasi antara item ganjil (x) dan item genap

(y) dari hasil uji coba angket 10 orang diluar responden…………... 50 Tabel 7. Jumlah siswa MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun

Pelajaran 2014/2015……… 56

Tabel 8. Keadaan guru dan pegawai MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015……… 56 Tabel 9. Ruang MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran

2014/2015……… 57

Tabel 10. Data mata pelajaran MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015………. 58 Tabel 11. Distribusi frekuensi pola asuh orang tua……… 59


(14)

Tabel 12. Distribusi frekuensi kepercayaan diri siswa………... 60 Tabel 13. Jumlah responden hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat

kepercayaan diri peserta didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar

Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015……… 61

Tabel 14. Daftar kontigensi perolehan data hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat kepercayaan diri peserta didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015……… 63


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman


(16)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN RIWAYAT HIDUP ... v

HALAMAN MOTTO ... vi

HALAMAN PERSEMBAHAN ... vii

SANWACANA ... viii

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... x

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 8

C. Pembatasan Masalah ... 9

D. Rumusan Masalah ... 9

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 9

1. Tujuan Penelitian ... 9

2. Kegunaan Penelitian ... 10

F. Ruang Lingkup ... 10

1. Ruang Lingkup Ilmu Penelitian ... 10

2. Ruang Lingkup Objek Penelitian ... 11

3. Ruang Lingkup Subjek Penelitian ... 11

4. Ruang Lingkup Wilayah Penelitian ... 11

5. Ruang Lingkup Waktu Penelitian ... 11

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Kepercayaan Diri ... 12

1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja ... 12

a. Pengertian Kepercayaan Diri ... 12

b. Pengertian Anak Usia Remaja... 14

2. Perlunya Kepercayaan Diri ... 16

3. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kepercayaan Diri ... 16

4. Indikator Kepercayaan Diri ... 18

B. Pola Asuh Anak ... 19

1. Pengertian Pola Asuh Anak ... 19

2. Peran Orang Tua dalam Mengasuh Anak ... 21


(17)

a. Pola Asuh Otoriter ... 23

b. Pola Asuh Demokratis ... 24

c. Pola Asuh Permisif ... 25

4. Fungsi Pola Asuh Orang Tua ... 27

C. Kerangka Pikir ... 28

III. METODOLOGI PENELITIAN A. Metode Penelitian... 30

B. Populasi dan Sampel... 31

1. Populasi ... 31

2. Sampel ... 32

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 33

1. Variabel Penelitian ... 33

2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 33

a. pola asuh anak ... 33

b. kepercayaan diri ... 34

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

a. Teknik Pokok ... 36

1. Metode Angket ... 36

b. Teknik Penunjang ... 37

1. Wawancara ... 37

2. Tekhnik Dekumentasi ... 37

E. Uji Validitas dan Reliabilitas ... 37

1. Uji Validitas ... 37

2. Uji Reliabilitas ... 38

F. Teknik Analisis Data... 39

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Langkah-langkah Penelitian ... 43

B. Pelaksanaan Uji Coba Angket ... 46

C. Pelaksanaan Uji Coba Angket ... 47

D. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 52

E. Deskriptif Data ... 58

F. Pembahasan ... 67

V. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan... 73

B. Saran... 74 DAFTAR PUSTAKA


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

1. Rencana Judul Skripsi

2. Surat Keterangan Pembantu Dekan 1 3. Surat Izin Penelitian Pendahuluan

4. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Pendahuluan 5. Surat Izin Penelitian

6. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Dari Kepala Sekolah MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan

7. Angket Penelitian 8. Lembar Konsultasi 9. Distribusi skor angket


(19)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keluarga merupakan koloni terkecil di dalam masyarakat dan dari keluargalah akan tercipta pribadi-pribadi tertentu yang akan membaur dalam satu masyarakat. Lingkungan keluarga seringkali disebut sebagai lingkungan pendidikan informal yang mempengaruhi berbagai aspek perkembangan anak. Adakalanya ini berlangsung melalui ucapan-ucapan, perintah-perintah yang diberikan secara langsung untuk menunjukkan apa yang seharusnya diperlihatkan atau dilakukan anak. Adakalanya orang tua bersikap atau bertindak sebagai patokan, sebagai contoh agar ditiru dan apa yang ditiru akan meresap dalam dirinya. Dan menjadi bagian dari kebiasaan bersikap dan bertingkah laku atau bagian dari kepribadiannya. Orang tua menjadi faktor terpenting dalam menanamkan dasar kepribadian tersebut yang turut menentukan corak dan gambaran kepribadian seseorang setelah dewasa.

Melihat fenomena yang ada sekarang ini, tampak beberapa karakteristik yang mengindikasikan betapa remaja saat ini banyak yang mengalami kurang percaya diri. Beberapa karakteristik tersebut antara lain: memiliki motivasi yang rendah


(20)

2

untuk berkompetisi, rendahnya motivasi siswa untuk mengembangkan diri dan motivasi untuk belajar, kepribadian yang cenderung labil, senang meniru dan tidak mentaati tata tertib sekolah. Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pembentukan kepercayaan diri remaja, antara lain adalah interaksi di dalam keluarga, sekolah dan masyarakat. Interaksi dalam keluarga salah satunya terwujud dalam bentuk proses pengasuhan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya.

World Health Organization menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja (Sarwono, 2012:11-13). Berdasarkan tinjauan teori perkembangan, usia remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan yang cepat, seperti perkembangan fisik, perubahan fundamental dalam aspek kognitif, emosi, sosial, dan pencapaian. Remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu ke waktu dan mereka berusaha menyesuaikan perilaku baru dari fase-fase perkembangan sebelumnya (Soetjiningsih, 2004). Remaja sering mengalami permasalahan karena pribadinya yang masih labil dan belum terbentuk secara matang. Beberapa remaja tampaknya memiliki kepercayaan diri yang baik sehingga mampu mengurangi masalah-masalah kehidupan tanpa rasa cemas yang berlebihan. Kurangnya kepercayaan diri akan menyebabkan seseorang tidak dapat memecahkan masalah yang rumit sehingga dapat menimbulkan frustasi.

Rasa percaya diri adalah keyakinan seseorang akan kemampuan yang dimiliki untuk menampilkan prilaku tertentu atau untuk mencapai target tertentu. Dengan kata lain, kepercayaan diri adalah bagaimana kita merasakan tentang diri kita sendiri, dan perilaku kita akan merefleksikannya tanpa kita sadari. Kepercayaan


(21)

3

diri bukan merupakan bakat (bawaan), melainkan kualitas mental, artinya: kepercayaan diri merupakan pencapaian yang dihasilkan dari proses pendidikan atau pemberdayaan. Kepercayaan diri dapat dilatih atau dibiasakan oleh faktor lingkungan, terutama orang tua dan guru. Anak yang penuh percaya diri akan memiliki sifat-sifat antara lain: lebih independen, tidak terlalu tergantung orang, mampu memikul tanggung jawab yang diberikan, bisa menghargai diri dan usahanya sendiri, tidak mudah mengalami rasa frustasi, mampu menerima tantangan atau tugas baru, memiliki emosi yang lebih hidup tetapi tetap stabil, mudah berkomunikasi dan membantu orang lain. Pada sisi lain, anak yang memiliki percaya diri yang rendah atau kurang, akan memiliki sifat dan perilaku antara lain: tidak mau mencoba suatu hal yang baru, merasa tidak dicintai dan tidak diinginkan, punya kecenderungan melempar kesalahan pada orang lain, memiliki emosi yang kaku dan disembunyikan, mudah mengalami rasa frustasi dan tertekan, meremehkan bakat dan kemampuannya sendiri, serta mudah terpengaruh orang lain.

Dari sini tampak jelas bahwa kepercayaan diri merupakan hal yang sangat penting apabila seseorang ingin melakukan interaksi dan komunikasi dengan lingkungan sosialnya, karena sebelumnya satu dengan yang lainnya adalah orang asing yang berbeda karakter dan latar belakang serta masing-masing pihak pasti memiliki kekurangan dan kelebihan. Dalam upaya menumbuhkan rasa percaya diri keluarga memegang peranan penting. Pendidikan keluarga dipengaruhi oleh pola asuh orang tua. Pola asuh orang tua secara harfiah mempunyai maksud pola interaksi antara orang tua dan anak. Pola interaksi ini meliputi, bagaimana sikap atau perilaku orang tua saat berhubungan dengan anak. Bagaimana sikap atau


(22)

4

perilaku orang tua dalam menerapkan aturan, mengajarkan nilai atau norma, memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukkan sikap dan perilaku yang baik sehingga dijadikan contoh atau model bagi anaknya. Anak secara kontinyu berkembang baik secara fisik maupun secara psikis untuk memenuhi kebutuhannya. Kebutuhan anak dapat terpenuhi apabila orang tua dalam memberi pengasuhan dapat mengerti, memahami, menerima dan memperlakukan anak sesuai dengan tingkat perkembangan psikis anak, disamping menyediakan fasilitas bagi pertumbuhan fisiknya. Hubungan orang tua dengan anak ditentukan oleh sikap, perasaan dan keinginan terhadap anaknya. Sikap tersebut diwujudkan dalam pola asuh orang tua di dalam keluarga.

Orang tua memiliki cara dan pola tersendiri dalam mengasuh dan membimbing anak. Cara dan pola tersebut tentu akan berbeda antara satu keluarga dengan keluarga yang lainnya. Pola asuh orang tua merupakan gambaran tentang sikap dan perilaku orang tua dan anak dalam berinteraksi, berkomunikasi selama mengadakan kegiatan pengasuhan. Dalam kegiatan memberikan pengasuhan ini, orang tua akan memberikan perhatian, peraturan, disiplin, hadiah dan hukuman, serta tanggapan terhadap keinginan anaknya. Sikap, perilaku, dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya yang kemudian semua itu secara sadar atau tidak sadar akan diresapi kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya.

Pola asuh orang tua tentang tumbuh kembang, sangat membantu anak mencapai dan melewati pertumbuhan dan perkembangan sesuai tingkatan usianya dengan normal. Dengan lebih mengetahui tentang tumbuh kembang anak diharapkan


(23)

5

pertumbuhan dan perkembangan anaknya lebih maksimal sehingga kedepannya akan menghasilkan penerus generasi yang lebih baik. Apabila seorang anak telah mampu mencapai tingkat kedewasaannya yang sempurna, ia akan mampu mengekspresikan segala kemampuan atau potensi yang berkembang pada dirinya baik dalam kehidupan di rumah, di sekolah, maupun di masyarakat.

Namun Faktanya Pada Siswa di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015 terlihat adanya perbedaan antara anak yang satu dengan yang lainnya dalam hal bersikap dan bertutur kata sesuai dengan tingkat kepercayaan diri yang dimiliki. Sebagian diantaranya masih cenderung tidak percaya diri dalam melakukan komunikasi dan berinteraksi dengan lingkungan sosialnya.

Remaja mempunyai kecenderungan yang berbeda-beda dalam bersikap dan berperilaku sesuai dengan tingkat kedewasaan dan kepercayaan diri yang mereka capai. Tercapainya kepercayaan diri pada anak usia remaja juga dapat dilihat dari bagaimana mereka dapat berinteraksi dengan orang lain. Di lingkungan tempat tinggalnya, hal itu dapat ditunjukan dengan cara mereka bersosialisasi dan berinteraksi dengan orang lain.

Dari keterangan di atas dapat kita ketahui bahwa pola perilaku antara anak yang satu dengan yang lainnya di lingkungan sosial mempunyai perbedaan sesuai dengan pencapaian tingkat kepercayaan diri mereka masing-masing. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam pola asuh yang mereka peroleh di lingkungan keluarga.


(24)

6

Setiap orang tua tidak ingin mengalami hambatan dalam proses pembentukan kepribadian yang matang pada anaknya. Akan tetapi, karena sebagai alasan seperti kesibukan, faktor ekonomi, kondisi sosial, konflik dalam keluarga, atau kurangnya pegetahuan membuat orang tua tidak memperhatikan dan mempersiapkan cara mengarahkan dan mendidik anak dengan baik. Oleh karena faktor-faktor tersebut, terdapat perbedaan pola asuh antara orang tua yang satu dengan yang lainnya. Kunci pertama dalam mengarahkan pendidikan dan membentuk mental anak terletak pada peranan orang tuanya, sehingga baik buruk budi pekerti dan tingkat kepercayaan diri itu sebagian besar tergantung kepada budi pekerti orang tuanya.

Kemudian dari hasil observasi dan wawancara dengan beberapa siswa di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan menunjukkan tingkat kepercayaan diri yang kurang. Siswa kurang percaya diri dalam melakukan diskusi, siswa kurang percaya diri dalam menyampaikan pendapat didepan kelas, siswa tidak berani berargumen didalam kelas. hilangnya rasa percaya diri membuat diri siswa kurang termotivasi untuk maju, malas-malasan atau setengah hati dalam proses belajar dan mengembangkan kemampuannya. Akibatnya adalah siswa akan sering gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas atau tanggung jawab (tidak optimal), tidak bisa mendemonstrasikan kemampuan berbicara dan kemampuan mendengarkan yang meyakinkan. Kurangnya percaya diri akan menghambat pengembangan potensi diri. Jadi orang yang kurang percaya diri akan menjadi seseorang yang pesimis dalam menghadapi tantangan, takut dan ragu-ragu untuk menyampaikan gagasan, serta bimbang dalam menentukan pilihan dan sering membanding-bandingkan dirinya dengan orang lain.


(25)

7

Fakta tentang tingkat kepercayaan diri anak juga dapat penulis sajikan dalam tabel hasil pengamatan, sebagai berikut :

Tabel 1.1. Hasil Pengamatan Tentang Tingkat Kepercayan Diri Siswa Kelas VIII MTs Muhammadiyah I Natar

No Aspek yang diamati Kuat Sedang Lemah

1. Kemampuan berkomunikasi dengan

teman

2. Berinteraksi dengan lingkungan

3. Keberanian dan mengemukakan

pendapat

4. Kemampuan menerima tantangan atau

tugas baru

Sumber: MTs Muhammadiyah I Natar

Tabel diatas menunjukan bahwa tingkat kepercayaan diri anak masih kurang, hal ini terlihat di dalam proses pembelajaran dan cara berkomunikasi dilingkungan sekolah, kemampuan berkomunikasi dengan teman dan kemampuan menerima tantangan atau tugas baru memiliki tingkatan sedang. Kemudian berinteraksi dengan lingkungan serta keberanian dan mengemukakan pendapat memiliki tingkatan lemah dari sini tampak jelas bahwa siswa masih memiliki tingkat percaya diri yang rendah.

Adapun faktor-faktor yang diduga menjadi penyebab rendahnya tingkat kepercayaan diri anak tersebut diantaranya adalah (1) faktor lingkungan keluarga, keadaan lingkungan keluarga sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang, (2) faktor lingkungan sekolah, sekolah memberikan


(26)

8

ruang kepada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya kepada teman sebayanya.

Pentingnya percaya diri bagi anak usia sekolah merupakan modal utama untuk mencapai kesuksesan dalam hal apapun. Rasa percaya diri bisa diartikan sebagai keberanian dalam diri sehingga seseorang mampu melakukan sesuatu yang dianggapnya benar. Siswa yang memiliki kepercayaan diri bagus, mereka memiliki perasaan positif terhadap dirinya, punya keyakinan yang kuat atas dirinya dan punya pengetahuan akurat terhadap kemampuan yang dimiliki sehingga mereka mampu mengembangkan pengetahuan dan talenta yang mereka miliki. Orang yang punya kepercayaan diri bagus bukanlah orang yang hanya merasa mampu melainkan adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya mampu berdasarkan pengalaman dan perhitungannya.

Berdasarkan pada permasalahan di atas penulis tertarik mengadakan penelitian ini dengan tujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan pola asuh anak oleh orang tua dengan tingkat kepercayaan diri anak usia remaja yang diberi judul

“Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Kepercayaan Diri Peserta

Didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015”.

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka identifikasi masalah dalam penelitian ini:


(27)

9

2. Terdapat pebedaan sikap dan tutur kata, sebagai indikasi kepercayaan diri siswa.

3. Tingkat kepercayaan diri siswa sangat mempengaruhi aktivitas pembelajaran.

C. Pembatasan Masalah

Berdasarkan pada identifikasi masalah di atas maka pada penelitian ini hanya dibatasi pada masalah “Pola Asuh Orang Tua Dan Tingkat Kepercayaan Diri Peserta Didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015”.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah, dan pembatasan masalah yang dibahas dalam penelitian ini, maka masalah dirumuskan sebagai berikut: apakah ada hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat kepercayaan diri peserta didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015?

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis “Apakah ada Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Tingkat Kepercayaan Diri Peserta Didik Di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015”.


(28)

10

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dari penelitian ini adalah :

a. Kegunaan Teoritis

Secara teoritis penelitian ini berguna untuk mengembangkan konsep dalam pendidikan kewarganegaraan, terkait aspek pembinaan/pola asuh orang tua dan aspek psikologis anak didalam berinteraksi dengan lingkungan.

b. Kegunaan Praktis

Secara praktis penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut :

1. Sebagai bahan informasi dan pertimbangan bagi orang tua dan seluruh anggota keluarga dalam menerapkan pembinaan dan pengembangan diri pada anak. 2. Memberikan masukan bagi para guru dalam menerapkan pembelajaran yang

mampu membangun tingkat kepercayaan diri anak terhadap lingkungan. F. Ruang Lingkup

Ruang lingkup pendidikan ini terdiri dari:

1. Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini termasuk dalam ruang lingkup ilmu pendidikan, khususnya pada Pendidikan Kewarganegaraan yang mengkaji pembentukan kepribadian siswa melalui pola asuh dan perwujudannya dalam bentuk kepercayaan diri siswa.


(29)

11

2. Ruang Lingkup Objek

Objek dari penelitian ini adalah hubungan pola asuh anak oleh orang tua dengan tingkat kepercayaan diri anak usia remaja.

3. Ruang Lingkup Subjek

Subjek dari penelitian ini adalah siswa di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015.

4. Ruang Lingkup Wilayah

Wilayah penelitian ini dilaksanakan di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan.

5. Ruang Lingkup Waktu

Penelitian ini dilakukan sejak dikeluarkannya surat izin penelitian tanggal 14 oktober 2014 sampai dengan 31 Maret 2015 oleh Dekan Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.


(30)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kepercayaan Diri

1. Pengertian Kepercayaan Diri Anak Usia Remaja a. Pengertian Kepercayaan Diri

Salah satu aspek kepribadian yang menunjukkan sumber daya manusia yang berkualitas adalah tingkat kepercayaan diri seseorang. Percaya diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang sangat penting dalam kehidupan. Orang yang percaya diri yakin atas kemampuan mereka sendiri serta memiliki penghargaan yang realistis, bahkan ketika harapan mereka tidak terwujud, mereka tetap berpikiran positif dan dapat menerimanya.

Menurut Thantaway (2005:87), percaya diri adalah kondisi mental atau psikologis diri seseorang yang memberikan keyakinan kuat pada dirinya untuk berbuat. Orang yang tidak percaya diri memiliki konsep diri negatif, kurang percaya dalam kemampuannya, karena itu sering menutup diri.


(31)

13

Menurut Lauster (2002:4) kepercayaan diri sebagai suatu sikap atau perasaan yakin akan kemampuan diri sendiri sehingga seseorang tidak terpengaruh oleh orang lain.

Menurut Angelis (2003:10) Rasa percaya diri adalah mempunyai keyakinan pada kemampuan-kemampuan yang dimiliki, keyakinan pada suatu maksud atau tujuan dalam kehidupan dan percaya bahwa dengan akal budi bisa melaksanakan apa yang diinginkan, direncanakan dan diharapkan.

Lebih lanjut Centi (2003:9) menyatakan bahwa kepercayaan diri (self

confidence) adalah suatu perasaan atau sikap tidak perlu membandingkan

diri dengan orang lain, karena telah merasa cukup aman dan tahu apa yang dibutuhkan di dalam hidup ini.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang kepercayaan diri di atas, maka dapat dinyatakan bahwa yang dimaksud kepercayaan diri adalah kondisi mental atau psikologis seseorang, dimana individu dapat mengevaluasi keseluruhan dari dirinya dengan perasaan positif yang ada dalam diri seseorang yang berupa keyakinan dan kepercayaan terhadap kemampuan dan potensi yang dimilikinya, serta dengan kemampuan dan potensinya tersebut dia merasa mampu untuk mengerjakan segala tugasnya dengan baik dan untuk meraih tujuan hidupnya.


(32)

14

b. Pengertian Anak Usia Remaja

Selanjutnya akan diuraikan pendapat para ahli tentang pengertian remaja. Pengertian remaja menurut WHO (World Health Organization ), adalah suatu masa di mana :

1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukkan tanda- tanda seksual sekunder sampai saat ia mencapai pematangan seksual. 2. Individu mengalami psikologi dan pola identifikasi dari kanak-kanak

menjadi dewasa.

3. Terjadi peralihan dan ketergantungan sosial ekonomi yang penuh dengan keadaan yang relatif lebih mandiri.

WHO menetapkan batas usia 10-20 tahun sebagai batasan usia remaja. Dengan membagi menjadi 2 bagian dimana remaja awal pada usia 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun (Sarwono, 2010, 11-12).

Definisi remaja untuk masyarakat Indonesia mendekati batasan PBB tentang pemuda adalah kurun usia 15-24 tahun dan belum menikah untuk remaja Indonesia dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut: a. Usia 11 tahun adalah di mana pada umumnya tanda-tanda seksual

sekunder mulai tampak (kriteria fisik)

b. Masyarakat Indonesia, usia 11 tahun tidak diperlakukan lagi seperti anak-anak baik menurut adat maupun agama (kriteria sosial)

c. Pada usia 21 tahun mulai ada tanda-tanda penyempurnaan perkembangan jiwa, seperti tercapainya identitas diri, tercapainya fase genital dari perkembangan psikoseksual dan tercapainya puncak perkembangan kognitif maupun moral (kriteria psikososiologi)

d. Batas usia 24 tahun merupakan batas maksimal, yaitu untuk memberi peluang bagi mereka yang sampai batas usia tersebut masih menggantungkan diri pada orang tua, belum mempunyai hak-hak penuh sebagai orang dewasa (secara adat/tradisi). Status perkawinan sangat menentukan karena arti perkawinan masih sangat penting di masyarakat kita secara menyeluruh. Seseorang yang sudah menikah pada usia berapa pun dianggap dan diperlakukan sebagai orang dewasa penuh baik secara hukum maupun dalam kehidupan masyarakat dan keluarga. Karena itu remaja dibatasi khusus untuk yang belum menikah. (Hurlock, 2006, 92-93).


(33)

15

Menurut Hurlock (dalam Mohammad Ali, 2008:9) menyatakan bahwa remaja dalam arti adolescence (Inggris) berasal dari bahasa latin

adolescere yang artinya tumbuh kearah kematangan. Kematangan di sini

tidak hanya berarti kematangan fisik, tetapi terutama kematangan sosial-psikologis.

Menurut Piaget (Hurlock,2004) yang menyatakan bahwa secara psikologis, remaja adalah suatu usia dimana individu menjadi terintegrasi kedalam masyarakat dewasa, suatu usia dimana anak tidak merasa bahwa dirinya berada dibawah tingkat orang yang lebih tua melainkan merasa sama,atau paling tidak sejajar.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang kepercayaan diri dan pengertian remaja di atas maka yang dimaksud kepercayaan diri anak usia remaja dalam penelitian ini adalah sikap atau tingkah laku individu dengan kondisi mental dan kematangan psikologis seseorang, dimana individu dapat mengevaluasi keseluruhan dari dirinya dengan perasaan positif yang ada dalam dirinya yang berupa keyakinan dan kepercayaan terhadap kemampuan dan potensi yang dimilikinya, serta merasa mampu untuk mengerjakan segala tugasnya dengan baik dan untuk meraih tujuan hidupnya. Indikator kepercayaan diri dalam penelitian ini adalah mampu berinteraksi dengan lingkungan, memiliki tanggung jawab, berani bertanya dan menyampaikan pendapat.


(34)

16

2. Perlunya Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri penting dalam membentuk individu yang berciri keunggulan. Kepercayaan diri penting karena alasan:

a. Sikap percaya diri dapat membuat seseorang menjadi bersemangat untuk melakukan sesuatu yang ia merasa bisa dan dapat berprestasi dalam bidang yang ditekuninya.

b. Orang yang percaya diri akan mengetahui kemampuan dan kelemahannya, sehingga ia merasa nyaman dengan keadaan dirinya. Karena ia merasa nyaman dan menghargai dirinya, ia dapat menerima kritikan dari orang lain, bisa mengakui keberhasilan orang lain, dan tidak perlu membangga-banggakan apa yang telah dilakukan atau apa yang dimilikinya.

c. Orang yang percaya diri akan termotifasi untuk maju selalu bersemangat dalam setiap tindakan yang dilakukan.

3. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kepercayaan diri

Pada prinsipnya semua orang adalah baik, semua berhak mendapatkan penghidupan yang layak penuh dengan kebahagiaan. Tentu semua dijalankan dengan bekerja keras dan menanamkan kepercayaan diri, orang yang mempunyai kepercayaan diri yang bagus, mereka memiliki perasaan positif terhadap dirinya, punya keyakinan yang kuat atas dirinya dan punya pengetahuan akurat terhadap kemampuan yang dimiliki. Orang yang punya kepercayaan diri bagus bukanlah orang yang merasa mampu


(35)

17

(tetapi sebetulnya tidak mampu) melainkan adalah orang yang mengetahui bahwa dirinya mampu berdasarkan pengalaman dan perhitungannya.

Menurut Hakim (2002:121) faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri pada seseorang sebagai berikut:

a. Lingkungan Keluarga

Keadaan lingkungan keluarga sangat mempengaruhi pembentukan awal rasa percaya diri pada seseorang. Rasa percaya diri merupakan suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang ada pada dirinya dan diwujudkan dalam tingkah laku sehari-hari.

b. Pendidikan Formal

Sekolah bisa dikatakan sebagai lingkungan kedua bagi anak, dimana sekolah merupakan lingkungan yang paling berperan bagi anak setelah lingkungan keluarga dirumah. Sekolah memberikan ruang pada anak untuk mengekspresikan rasa percaya dirinya terhadap teman-teman sebayanya.

c. Pendidikan Non Formal

Salah satu modal utama untuk bisa menjadi seseorang dengan kepribadian yang penuh rasa percaya diri adalah memiliki kelebihan tertentu yang berarti bagi diri sendiri dan orang lain. Rasa percaya diri akan menjadi lebih mantap jika seseorang memiliki suatu kelebihan yang membuat orang lain merasa kagum. Kemampuan atau keterampilan dalam bidang tertentu bisa didapatkan melalui pendidikan non formal. Secara formal dapat digambarkan bahwa rasa percaya diri


(36)

18

merupakan gabungan dari pandangan positif diri sendiri dan rasa aman.

Faktor-faktor yang mempengaruhi rasa percaya diri yang lain menurut Angelis (2003:4) adalah sebagai berikut:

1. Kemampuan pribadi: Rasa percaya diri hanya timbul pada saat seseorang mengerjakan sesuatu yang memang mampu dilakukan. 2. Keberhasilan seseorang: Keberhasilan seseorang ketika mendapatkan

apa yang selama ini diharapkan dan cita-citakan akan menperkuat timbulnya rasa percaya diri.

3. Keinginan: Ketika seseorang menghendaki sesuatu maka orang tersebut akan belajar dari kesalahan yang telah diperbuat untuk mendapatkannya.

4. Tekat yang kuat: Rasa percaya diri yang datang ketika seseorang memiliki tekat yang kuat untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

4. Indikator kepercayaan diri

Afiatin dan Martaniah (2000:67-69) merumuskan beberapa aspek dari Lauster dan Guilford yang menjadi ciri maupun indikator dari kepercayaan diri yaitu :

1. Individu merasa kuat terhadap tindakan yang dilakukan. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan tehadap kekuatan, kemampuan, dan ketrampilan yang dimiliki. Ia merasa optimis, cukup ambisius, tidak selalu memerlukan bantuan orang lain, sanggup bekerja keras, mampu menghadapi tugas dengan baik dan bekerja secara efektif serta bertanggung jawab atas keputusan dan perbuatannya.

2. Individu merasa diterima oleh kelompoknya. Hal ini dilandasi oleh adanya keyakinan terhadap kemampuannya dalam berhubungan sosial. Ia merasa bahwa kelompoknya atau orang lain menyukainya,


(37)

19

aktif menghadapi keadaan lingkungan, berani mengemukakan kehendak atau ide‐idenya secara bertanggung jawab dan tidak mementingkan diri sendiri.

3. Individu memiliki ketenangan sikap. Hal ini didasari oleh adanya keyakinan terhadap kekuatan dan kemampuannya. Ia bersikap tenang, tidak mudah gugup, cukup toleran terhadap berbagai macam situasi. Berdasarkan uraian diatas, maka dalam penelitian ini penulis membagi indikator kepercayaan diri menjadi tiga macam, yaitu:

a. Mampu berinteraksi dengan lingkungan b. Memiliki tanggung jawab

c. Berani bertanya dan menyampaikan pendapat

B. Pola Asuh Anak

1. Pengertian Pola Asuh Anak

Pola asuh adalah tata sikap atau prilaku yang digunakan orang tua untuk mendidik atau merawat anaknya. Menurut Hurlock (2005: 44), pola asuh orang tua adalah interaksi aturan, norma, tata nilai yang berlaku pada masyarakat dalam mendidik dan merawat anak-anaknya.

Poerwadarminta dalam darmayati (2007: 14), menyatakan pola asuh orang tua adalah gambaran, tata cara atau perbuatan yang dilakukan orang tua (ibu/bapak atau wali), dalam menjaga, mendidik serta merawat anaknya. Disamping lingkungan sosial yang dimiliki oleh seorang anak, pola asuh


(38)

20

orang tua akan turut menentukan terbentuknya sikap dan watak anak dalam menjalani hidupnya.

Pola asuh orang tua dapat pula merupakan interaksi sosial awal yang berguna untuk mengenalkan anak pada peraturan, norma dan tata nilai yang berlaku pada masyarakat disekitar anak (hermawan, 2005: 62).

Shochib dalam daryati (2007: 16), pola asuh orang tua dalam membantu anak untuk mengembangkan diri adalah upaya orang tua yang diaktualisasikan dalam penataan lingkungan fisik, lingkungan sosial internal dan eksternal, pendidikan internal dan eksternal, dialog dengan anak-anaknya, suasana psikologis, sosiobudaya, prilaku yang ditampilkan saat terjadinya pertemuan dengan anak-anak, kontrol terhadap prilaku anak-anak, dan menentukan nilai-nilai moral sebagai dasar berprilaku dan yang diupayakan kepada anak-anak.

Berdasarkan beberapa pengertian tentang pola asuh orang tua diatas, dapat dinyatakan bahwa pola asuh adalah cara atau sikap yang dilakukan orang tua dalam mendidik dan merawat anaknya dalam membentuk sikap dan watak anak serta mengenalkan norma dan tata nilai yang berlaku serta pola pemikiran atau psikologis anak. Oleh sebab itu, setiap orang tua diharapkan dapat menerapkan atau cara sistem pola asuh yang tepat dalam mendidik, membesarkan dan merawat anak-anaknya.


(39)

21

2. Peran orang tua dalam mengasuh anak

Menurut M. Syahlan Syafei (2002: 8-12), anak merupakan hal yang sangat berharga dimata siapapun, khususnya orang tua. Anak adalah hubungan perekat di dalam keluarga, sehingga dapat dikatakan anak memiliki nilai yang tak terhingga. Banyak fenomena membuktikan orang tua rela berkorban demi keberhasilan anaknya. Tidak jarang ditemukan orang tua yang menghabiskan waktu, sibuk bekerja semata-mata hanya untuk kepentingan anak. Ditinjau dari sisi psikologis, kebutuhan anak bukan hanya sebatas kebutuhan materi semata, anak juga membutuhkan kasih sayang dan perhatian dari orang terdekatnya, khususnya orang tua. Realitanya, banyak anak yang kurang mendapatkan kebutuhan afeksi (kasih sayang), disebabkan orang tua sibuk mencari uang demi untuk memperbaiki perekonomian keluarga. Perbedaan prinsip inilah yang terakadang membuat dilema dalam hubungan orang tua dan anak menjadi semakin lemah, perhatian dan kasih sayang merupakan kebutuhan mendasar bagi anak.

Lingkungan rumah disamping berfungsi sebagai tempat berlindung, juga berfungsi sebagai tampat untuk memenuhi kebutuhan hidup seseorang, seperti kebutuhan bergaul, kebutuhan rasa aman, kebutuhan mengaktualisasikan diri, dan sebagai wahana untuk mengasuh anak hingga dewasa. Dengan kata lain, lingkungan keluarga memiliki andil besar dalam perkembangan psikologis anak.

Kedekatan hubungan antara orang tua dengan anak tentu saja akan berpengaruh secara emosional. Anak akan merasa dibutuhkan dan berharga


(40)

22

dalam keluarga, apabila orang tua memberikan perhatiannya kepada anak. Anak akan menganggap bahwa keluarga merupakan bagian dari dirinya yang sangat dibutuhkan dalam segala hal. Sebaliknya, hubungan yang kurang harmonis antara orang tua dan anak akan berdampak buruk terhadap perkembangan anak. Tidak jarang anak terjerumus ke hal-hal negatif dengan alasan orang tua kurang memberikan perhatian kepada anak.

Berdasarkan uraian diatas maka dapat dinyatakan bahwa peran orang tua sangat dibutuhkan dalam perkembangan psikologis anak. Perhatian dan kedekatan orang tua sangat mempengaruhi keberhasilan anak dalam mencapai apa yang diinginkan. Orang tua merupakan pemberi motivasi terbesar bagi anak sehingga diharapakan orang tua dapat memberikan perhatian dan kasih sayang sepenuhnya kepada anak. Kedekatan antara orang tua dan anak memiliki makna dan peran yang sagat penting dalam setiap aspek kehidupan keluarga. Oleh karena itu, kualitas dan kuantitas pertemuan antar anggota keluarga perlu ditingkatkan dengan tujuan untuk membangun keutuhan hubungan orang tua dan anak.

3. Jenis Pola Asuh Anak

Menurut Baumrind dalam (Dariyono, 2004: 44-47), pola asuh terbagi menjadi tiga jenis yaitu: otoriter, permisif dan demokratis. Berikut penjelasan singkat masing-masing pola asuh tersebut:


(41)

23

a. Pola Asuh Otoriter

Ciri dari pola asuh otoriter adalah menekankan segala aturan orang tua harus ditaati oleh anak. Orang tua bertindak semena-mena tanpa dapat dikontrol oleh anak. Anak harus menurut dan tidak boleh membantah terhadap apa yang diperintah oleh orang tua. Sikap demikian ini bisa didasari oleh adanya sikap penolakan pada diri anak yang ditunjukkan terhadap perintah orang tua atau penerimaan orang tua terhadap sikap atau prilaku anak, namun disini orang tua terlalu tinggi memberi tuntutan kepada anaknya atau dengan kata lain sangat menekan prilaku serta keinginan anak dalam mengikuti kehendaknya pribadi.

Pada pola asuh otoriter, anak diperlakukan seperti robot, sehingga ia kurang inisiatif, merasa takut salah, tidak percaya diri, pencemas, rendah diri dan minder dalam pergaulan. Akan tetapi di sisi lain anak bisa memberontak menjadi nakal atau melarikan diri dari kenyataan, misalnya dengan menggunakan narkoba.

Berdasarkan ciri-ciri pola asuh otoriter di atas, dapat disimpulkan bahwa pada pola asuh otoriter, orang tua terlalu memberi tuntutan pada anak, dan anak tidak diberi kesempatan untuk membantah atau mengajukan pilihan lain. Pola asuh ini dapat didasari penolakan orang tua atau atas dasar penerimaan tetapi anak diberi tuntutan yang melebihi kemampuannya. Pola asuh ini akan cenderung membentuk anak rendah diri, cemas, kurang inisiatif dan minder dalam pergaulan. Namun pada sisi lain anak dapat terlihat sebagai anak penurut dan patuh pada orang tua, namun


(42)

kadang-24

kadang bisa menjadi pemberontak, nakal, dan melarikan diri dari kenyataan dengan menggunakan zat-zat terlarang.

Pola asuh otoriter dapat berlatar belakang penolakan terhadap anak, dicirikan oleh adanya tuntutan orang tua yang terlalu tinggi dan tidak realistis. Selain itu pola asuh otoriter juga dapat berlatar belakang penerimaan terhadap anak, dicikan oleh adanya tuntutan orang yang sangat tinggi dan kadang-kadang kurang rasional, namun didasari oleh keinginan orang tua.

b. Pola Asuh Demokratis

Pada pola asuh ini kedudukan orang tua dengan anak dianggap sejajar. Suatu keputusan diambil bersama dengan mempertimbangkan kedua belah pihak. Dalam hal ini diberi kebebasan yang bertanggung jawab, artinya apa yang dilakukan anak tetap akan harus dibawah pengawasan orang tua dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral. Orang tua dan anak tidak dapat berbuat semena-mena. Anak diberikan kepercayaan dan dilatih untuk bertanggung jawab atas segala tindakannya.

Pengaruh pola asuh demokratis adalah anak akan menjadi seorang individu yang mempercayai orang lain, tidak takut untuk berinisiatif, tidak takut akan membuat kesalahan. Dengan demikian rasa percaya diri pada anak akan menjadi berkembang dengan baik, dan anak memiliki rasa tanggung jawab terhadap tindakan-tindakannya, tidak munafik, serta jujur. Namun akibat negatifnya anak bisa merongrong kewibawaan orang


(43)

25

tua. Dalam kenyataannya, pola asuh tersebut di atas tidak diterapkan secara kaku, artinya orang tua tidak menerapkan salah satu pola asuh tersebut secara terus menerus tetapi pola asuh tersebut diterapkan secara fleksibel, luwes dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang berlangsung saat itu. Pola asuh yang demikian disebut sebagai pola asuh yang situasional.

Pola asuh demokratis dicirikan oleh adanya hubungan timbal balik orang tua-anak dan saling pengertian antar keduanya. Orang tua dan anak memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan. Pola ini berlatar belakang penerimaan terhadap anak.

c. Pola Asuh Permisif (Serba Boleh)

Pada sikap yang serba boleh, anak dapat berbuat sekehendak hatinya tanpa ada control dari orang tua. Sikap ini dapat disebabkan antara lain karena orang tua terlalu sayang terhadap anak, proteksi yang berlebihan, terlalu memanjakan anak, sehingga apapun yang dilakukan oleh anak akan diterima orang tua. Tetapi sebaliknya, sikap tersebut juga dapat disebabkan karena sikap penolakan orang tua, sehingga apapun yang dilakukan anak dibiarkan oleh orang tua. Karena tidak adanya pengarahan dari orang tua maka anak tidak dapat mengerti mana yang sebaiknya dilakukan dan mana yang harus ditinggalkan.

Pengaruh pola asuh permisif adalah anak tidak memiliki rasa tanggung jawab dan biasanya akan sulit dikendalikan. Anak yang diasuh dengan


(44)

26

pola ini biasanya sering menentang kehendak orang tua dan dalam masyarakat prilakunya menjadi liar, dikarenakan orang tua tidak melarang apapun yang dilakukan anak atau bisa juga didasari penerimaan berlebihan sehingga orang tua terlalu memanjakan anak. Sebagai akibatnya kepercayaan diri anak akan menjadi goyah dan cenderung melawan norma-norma dimasyarakat.

Berkenaan dengan uraian mengenai pola asuh permisif di atas, dapat disimpulkan bahwa pada pola asuh permisif, anak cenderung dibiarkan. Orang tua tidak melarang apapun yang dilakukan oleh anak. Pola asuh ini didasari penolakan orang tua atau bisa juga didasari oleh penerimaan yang berlebihan, sehingga orang tua terlaku memanjakan anaknya. Pola asuh permisif ini akan membentuk anak yang cenderung liar dan suka melawan norma-norma dimasyarakat dan sulit dikendalikan.

Pola asuh permisif biasanya dilakukan dengan memanjakan anak, anak tidak diberi tuntutan dan tanggung jawab, kalaupun ada tuntutan dari orang tua standarnya sangat rendah. Orang tua tidak mengarah perilaku anak. Segala keinginan anak disetujui orang tua. Pola ini berlatar belakang penerimaan terhadap anak. Selain itu pola asuh permisif juga dilakukan dengan mengabaikan anak. Dicirikan dengan tidak adanya perhatian orang tua terhadap anak dan tidak juga ada hukuman. Pola ini berlatar belakang penolakan terhadap anak.


(45)

27

4. Fungsi Pola Asuh Orang Tua

Dalam pengasuhan anak orang tua memiliki metode pola asuh karena orang tua menginginkan anaknya yang mempunyi kepribadian yang baik dan dapat diandalkan orang tua. Dalam pola asuh ada beberapa fungsi dari pengasuhan itu sendiri, menurut G. Tembong (2003:25) ada lima fungsi dari pengasuhan yaitu:

1. Pembentukan kepribadian yang baik, kuat dan tangguh 2. Pembentukan karakter anak

3. Agar anak memiliki budi pekerti yang baik

4. Melahirkan anak yang berkualitas tidak tergantung dengan orang tua dan juga orang lain

5. Dapat menjadi warga masyarakat yang baik dan taat pada peraturan adat yang berlaku di masyarakat

Dari lima fungsi pola pengasuhan dapat disimpulkan bahwa secara tidak langsung pola pengasuhan anak sangat berhubungan dengan kepribadian anak karena proses pengasuhan dimana bayi akan mendasari kepribadian anak dimasa kanak-kanak akan mendasari kepribadian dimasa remajanya dan seterusnya. Dengan demikian tampaklah bahwa kepribadian seseorang dimasa dewasa tidak dapat dipisahkan begitu saja, dari proses pengasuhan diri fase sebelumnya. Selain itu dalam pengasuhan anak langsung terbentuknya karakter anak yang baik maupun tidak baik. Orang tua juga menginginkan anaknya menjadi orang yang berguna bagi orang lain dan menjadi masyarakat yang baik dapat mematuhi peraturan-peraturan yang berlaku dimasyarkat.


(46)

28

C. Kerangka Pikir

Hasil belajar siswa dipengaruhi oleh beberapa hal, salah satunya adalah kepercayaan diri, baik kepercayaan diri di lingkungan rumah maupun di lingkungan sekolah. Satu hal yang dapat dikatakan ketika seorang siswa kurang percaya diri disekolah, pertumbuan dan perkembangan potensi dan prestasinya akan terhambat. Terhambatnya potensi dan prestasi itu disebabkan oleh konsentrasi belajarnya yang terganggu karena banyak masalah dalam dirinya. Kurangnya rasa percaya diri membuat diri siswa kurang termotivasi untuk maju, malas-malasan atau setengah hati dalam proses belajar dan mengembangkan kemampuannya. Akibatnya adalah siswa akan sering gagal dalam menyempurnakan tugas-tugas atau tanggung jawab.

Sebaliknya siswa yang memiliki kepercayaan diri bagus, mereka memiliki perasaan positif terhadap dirinya, punya keyakinan yang kuat atas dirinya. Sehingga potensi dan prestasinya akan tumbuh dan berkembang secara optimal. Oleh karena itu kepercayaan diri yang diterapkan dengan baik di rumah maupun di sekolah akan memberi andil bagi pertumbuhan dan perkembangan prestasi siswa. Kepercayaan diri di sekolah dan di rumah akan mendorong, memotivasi dan memaksa para siswa bersaing meraih prestasi.

Sikap percaya diri tidak terbentuk dengan sendirinya dan tidak terbentuk dalam waktu yang singkat, namun melalui proses yang panjang.


(47)

29

Diperlukan pembinaan dan tempaan yang terus menerus sejak dini. Kepercayaan diri terwujud melalui pembinaan sejak dini, sejak usia muda, dimulai dari lingkungan keluarga, melalui pendidikan yang tertanam sejak usia muda yang semakin lama semakin menyatu dalam dirinya dengan bertambahnya usia.

Pola asuh anak oleh orang tua akan berhubungan dengan kepercayaan diri anak. Karena masing-masing bentuk pola asuh tersebut memiliki perbedaan satu sama lain, sehingga ketika pendidikan kepercayaan diri diberikan melalui pola asuh tersebut akan menghasilkan karakter kepercayaan diri yang berbeda pula.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara pola asuh orang tua dengan tingkat kepercayaan diri peserta didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada bagan kerangka pemikiran sebagai berikut:

Gambar 1. Bagan Kerangka Pikir Pola Asuh Anak Oleh Orang Tua

(Variable X) 1. Pola Asuh Otoriter 2. Pola Asuh Demokratis 3. Pola Asuh Permisif

Kepercayaan diri anak (variable Y) 1. Mampu berinteraksi

dengan lingkungan 2. Memiliki tanggung

jawab

3. Berani bertanya dan menyampaikan pendapat


(48)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Deskriptif Korelasional yaitu penelitian yang diarahkan untuk menjelaskan hubungan antara dua variabel variabel bebas dengan variabel terikat (Notoatmodjo, 2005). Metode Deskriptif Korelasional yaitu dimana suatu metode penelitian bertujuan menggambarkan secara tepat keadaan tertentu dalam kehidupan masyarakat. Metode deskriptif adalah suatu penyelidikan yang bertujuan untuk menggambarkan atau menunjukkan keadaan seseorang, lembaga atau masyarakat tertentu pada masa sekarang ini berdasarkan pada faktor-faktor yang nampak saja (surface faktor) di dalam situasi yang diselidikinya.


(49)

31

B. Populasi dan Sampel 1. Populasi

Menurut arikunto (2002 : 112), populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang diperoleh berdasarkan ciri-ciri yang diduga dari sampel (sebagian dari individu yang akan diselidiki) yang hendak digeneralisasikan atau dianalisa secara umum. Menurut nazir (2004 : 77), populasi merupakan kumpulan dari individu-individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan.

Berdasarkan pengertian diatas maka populasi dalam penelitian ini adalah siswa kelas VIII di MTs Muhammadiyah 1 Natar

Tabel 2.1. Jumlah Siswa Kelas VIII MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015

No. Kelas

Jumlah Kelas

jumlah Laki-laki Perempuan

1. Kelas VIII A 21 24 45

2. Kelas VIII B 19 23 42

3. Kelas VIII C 22 22 44

4. Kelas VIII D 20 20 40

JUMLAH 82 89 171

Sumber : MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015


(50)

32

2. Sampel

Menurut arikunto (2002 : 117), sampel adalah sebagian individu yang di selidiki diambil dari populasi atau dapat juga dikatakan sampel merupakan bagian dari populasi. Menurut Nazir (2004), survey sampel merupakan satu prosedur dimana hanya sebagian dari populasi saja yang diambil dan digunakan untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari populasi.

Pengambilan sampel dalam penelitian ini mengikuti ketentuan Arikunto (2002: 124), yaitu apabila subjeknya kurang dari 100 maka dapat diambil semua sebagai sampel penelitian. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15% atau 20-25% atau lebih. Berdasarkan pendapat di atas, karena populasi dalam penelitian ini lebih dari seratus, maka sampel yang diambil adalah 20% dari jumlah siswa kelas VIII. Tabel 2.2. Jumlah dan Sebaran Sampel Siswa Kelas VIII MTs

Muhammadiyah 1 Natar

No Kelas Perhitungan

1 VIII A 45 x 20% = 9

2 VIII B 42 x 20% = 8.4

3 VIII C 44 x 20% = 8.8

4 VIII D 40 x 20% = 8

Jumlah 171 x 20% = 34


(51)

33

C. Variabel Penelitian dan Definisi Operasioanal

1. Variable Penelitian

Variable dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Variable bebas atau variabel independen (disimbolkan dengan variable X), sebagai faktor yang menyebabkan suatu pengaruh. Dalam penelitian ini variable bebas adalah pola asuh orang tua.

b. Variable terikat atau variable dependen (disimbolkan dengan variable Y), yaitu faktor yang diakibatkan oleh pengaruh variable bebas. Dalam penelitian ini variable terikat adalah kepercayaan diri anak usia remaja. 2. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel

Definisi operasioanal ini dimaksudkan untuk menghindari kesalah pahaman mengenai data yang akan dikumpulkan dan menghindari kesesatan dalam menentukan alat pengukuran data serta berfungsi untuk mengetahui bagaimana suatu variable akan diukur. Definisi operasional dalam penelitian ini adalah:

a. Pola Asuh Anak

Pola asuh orang tua adalah cara atau sikap yang dilakukan orang tua dalam mendidik dan merawat anaknya dalam membentuk sikap dan watak anak serta mengenalkan norma dan tata nilai yang berlaku serta pola pemikiran dan psikologis anak.


(52)

34

Indikator pola asuh anak oleh orang tua yang digunakan dalam penelitian ini dikelompokkan ke dalam tiga tipe pola asuh, yaitu:

(1) Pola asuh otoriter, dengan indikator yaitu adanya tuntutan oang tua yang terlalu tinggi dan tidak realistis, kurang rasional dan keinginan anak didasarkan pada keinginan orang tua.

(2) Pola asuh demokratis, dengan indikator yaitu adanya hubungan timbal balik orang tua anak dan saling pengertian antar keduanya. Orang tua dan anak memiliki hak yang sama dalam pengambilan keputusan. Pola ini berlatar belakang penerimaan terhadap anak.

(3) Pola asuh permisif, dengan indikator orang tua memanjakan anak, anak tidak diberi tuntutan dan tanggung jawab, kalaupun ada tuntutan dari orang tua standarnya sangat rendah. Orang tua tidak mengarahkan perilaku anak. Segala keinginan anak disetujui orang tua dan orang tua mengabaikan anak atau tidak adanya perhatian orang tua terhadap anak dan tidak juga ada hukuman.

b.Kepercayaan Diri

Kepercayaan diri dalam penelitian ini adalah sikap atau tingkah laku Peserta Didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015 yang mempunyai keyakinan yang positif serta kepercayaan terhadap kemampuannya untuk dapat menjalankan


(53)

35

kewajibannya untuk belajar, baik belajar di sekolah maupun belajar di rumah. Indikator keperyaan diri dalam penelitian ini adalah

(1) Mampu berinteraksi dengan lingkungan (2) Memiliki tanggung jawab

(3) Berani bertanya dan menyampikan pendapat

Indikator-indikator tersebut memiliki sejumlah pertanyaan dengan tiga pilihan jawaban dengan skor yang berbeda-beda, yaitu skor 3 untuk jawaban A, skor 2 untuk jawaban B, dan skor 1 untuk jawaban C. Berdasarkan jawaban yang diberikan siswa maka dapat disusun kategorinya, yaitu kuat, sedang, dan lemah.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini ada dua sumber data yang diguakan, yaitu:

a. Data primer, yaitu data yang terpenting dalam penelitian ini menyangkut variable yang akan diteliti. Dalam penelitian ini data primer yang diambil yaitu data hasil penelitian dari hasil wawancara dan penyebaran angket hubungan pola asuh orang tua yaitu pola asuh otoriter, demokrasi dan permisif dengan kepercayaan diri tinggi , sedang dan rendah siswa MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan.


(54)

36

b. Data sekunder, yaitu suatu data yang mendukung data primer, data tersebut mencakup diantaranya data dari guru BK, tentang lokasi penelitian, dan data lain-lain yang mendukung masalah penelitian. Selain kedua sumber di atas, dalam penelitian ini teknik yang digunakan dalam pengumpulan data menggunakan dua teknik, yaitu teknik pokok dan teknik penunjang.

a. Teknik Pokok 1. Teknik Angket

Teknik pokok yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket, angket adalah sejumlah pertanyaan yang diajukan responden dengan maksud untuk menjaring data dan informasi dari responden yang bersangkutan mengenai pola asuh orang tua dengan kepercayaan diri peserta didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan.

Dalam angket ini berisikan tentang pertanyaan-pertanyaan yang berhubungan dengan hubungan pola asuh orang tua dengan kepercayaan diri anak usia remaja yaitu: bentuk pola asuh orang tua, kepercayaan pada diri sendiri. Untuk mendapatkan data dalam penelitian ini, penulis menggunakan angket yang telah disediakan alternatif jawabannya.


(55)

37

b. Teknik Penunjang 1. Wawancara

Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara penanya atau pewawancara dengan responden dengan menggunakan alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara). Dalam penelitian yang diwawancarai yaitu guru BK dan siswa untuk mendapatkan data yang akurat untuk menunjang penelitian ini.

2. Teknik Dokumentasi

Tekhnik dokumentasi, yaitu suatu pengambilan data yang diperoleh dari informasi-nformasi dan dokumen-dokumen dari sumber dokumentasi BK yang digunakan untuk mendukung keterangan-keterangan ataupun fakta-fakta yang berhubungan dengan objek penelitian.

E. Uji Validitas dan Reliabilitas

Uji persyaratan instrumen dilakukan dengan uji coba angket untuk mengetahui validitas dan reliabilitas setiap item atau butir pertanyaan yang diajukan kepada responden.

1. Uji Validitas

Dalam menentukan validitas diadakan melalui control langsung terhadap teori-teori yang melahirkan indikator-indikator yang dipakai.


(56)

38

Validitas yang digunakan yaitu logical validiti dengan cara judgement yaitu dengan mengkonsultasikan kepada dosen pembimbing yang ada dilingkungan Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan FKIP Unila. Berdasarkan konsultasi tersebut diadakan revisi atau perbaikan sesuai dengan keperluan.

2. Uji Reliabilitas

Suatu alat ukur dikatakan reliable apabila test tersebut, menunjukan hasil-hasil yang tetap dan mantap. Serta untuk suatu alat ukur yang digunakan, diadakan uji coba terlebih dahulu. Uji coba angket dengan tekhnik belah dua dengan langkah sebagai berikut:

a. Menyebarkan angket kepada 10 orang diluar responden

b. Hasil uji coba, dikelompokkan kedalam item ganjil dan item genap

c. Hasil item ganjil dan item genap di korelasikan. Dengan rumus product moment, yaitu:

keterangan:

: Hubungan Variabel X Dan Y X : Variabel Bebas

Y : Variabel Terikat: rxy


(57)

39

N : Jumlah Responden

Untuk mengetahui koefisien reliabilitas seluruh item soal digunakan rumus Spearman Brown, sebagai berikut:

Keterangan:

Rxy: koefisien reliabilitas seluruh tes

Rgg: koefisien korelasi item ganjil dan genap instrument

Hasil analisis kemudian dibandingkan dengan tingkat reliabilitas dengan kriteria sebagai berikut:

0,09 1,00 = reliabilitas tinggi 0,50 0,89 = reliabilitas sedang 0,00 0,49 = reliabilitas rendah

F. Teknik Analisis Data

Dalam penelitian ini analisis data dilakukan setelah data terkumpul yaitu dengan mengidentifikasikan data, menyeleksi dan selanjutnya klasifikasi data kemudian menyusun data. Adapun tekniknya sebagai berikut:

Keterangan: I = Interval

NT = Jumlah skor tertinggi NR = Jumlah skor terendah


(58)

40

K = Jumlah alternatif angket

Untuk mengetahui derajat keeratan hubungan dapat dilihat pada kriteria keeratan hubungan, sebagai berikut:

0,90-1,00 : Hubungan sangat tinggi 0,50-0,89 : Hubungan tinggi

0,21-0,49 : Hubungan sedang 0,00-0,20 : Hubungan rendah (Sutrisno Hadi, 1989 :273)

Selanjutnya data akan diuji dengan menggunakan rumus Koefisien

Korelasi, hal ini dilakukan untuk mengetahui keeratan hubungan yaitu:

keterangan :

x2 : Chi Kuadrat

: Jumlah baris

: Jumlah kolom

Oij : Banyaknya data yang diharapkan (Sudjana, 1996 :280)


(59)

41

a. Jika x2 hitung lebih besar atau sama dengan x2 table dengan taraf signifikan 5 % maka hipotesis diterima.

b. Jika x2 hitung lebih kecil atau sama dengan x2 table dengan taraf signifikan 5 % maka hipotesis ditolak.

Selanjutnya data akan diuji dengan menggunakan rumus koefisien korelasi, hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat kepercayaan diri Peserta Didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan, yaitu:

C =

Keterangan :

C : Koefisien kontigensi x2 : Chi kuadrat

n : Jumlah sampel (Sudjana, 1996 :280)

Agar harga C yang diperoleh dapat digunakan untuk menilai derajat asosiasi untuk faktor-faktor, maka harga C dibandingkan dengan koefisien kontigensi maksimum yang bisa terjadi. Harga C maksimum dapat dihitung dengan rumus


(60)

42

Keterangan :

C maks : Koefisien kontigensi maksimum

M : Harga minimum antara banyak baris dan kolom dengan kriteria uji hubungan “makin dekat harga C pada C maks, makin besar


(61)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian khususnya analisis data dan pengujian hasil pengolahan data telah diuraikan pada bagian terdahulu tentang hasil dan pembahasan, maka penulis akan menarik kesimpulan.

Adanya hubungan yang nyata antara pola asuh orang tua dengan kepercayaan diri peserta didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015. Dapat diketahui bahwa sebagian responden menunjukkan bahwa pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap kepercayaan diri siswa, dimana semakin baik pola asuh orang tua yang diberikan kepada anak maka akan baik pula kepercayaan diri anak. Karena anak akan melihat dan meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Karena orang tua adalah tauladan dan panutan anak dalam keluarga.


(62)

74

B. Saran

Setelah penulis menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil kesimpulan hasil penelitian maka penulis memberikan saran-saran:

1. Sekolah sebagai lembaga pendidikan hendaknya memberikan pengarahan kepada siswanya dengan bantuan dari guru sehingga dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi siswa-siswa itu sendiri untuk meningkatkan kepercayaan dirinya dengan cara melatih berbicara didepan kelas kepada setiap siswa dan bertanggung jawab dengan tugas yang di berikan guru.

2. Para orang tua, hendaknya memperhatikan pola asuh yang di berikan kepada anaknya sehingga dapat menjadi contoh atau tauladan bagi anak-anaknya dalam setiap perilaku di kehidupan sehari-hari terutama dalam lingkungan keluarga sehingga anak dapat mencontoh perilaku yang positif dari orang tua dan diterapkan di kehidupan sehari-sehari. 3. Sebagai seorang anak, para siswa hendaknya lebih terbuka kepada

orang tua bukan berusaha untuk menjauh karena komunikasi yang baik antara anak dan orang tua akan mempererat kasih sayang anak dengan orang tua dan orang tua lebih mengetahui apa saja kebutuhan atau keinginan anak.


(63)

DAFTAR PUSTAKA

Sarlito Wirawan Sarwono. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Thantaway. 2005. Bimbingan dan Konseling. Jakart: Erlangga.

Lauster, peter. 2002. Tes Kepribadian. (Terjemahan Cecilia, G Sumekto). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Angelis, 2003. Rahasia Membangun Kepercaya Diri (Terjemahan Rita Wiryadi). Jakart: Binarupa Aksara.

Centi, P.J. 2002. Mengapa Rendah Diri. Jogjakarta: Pustaka Belajar.

Sarlito Wirawan Sarwono. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hurlock. 2006. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga

Hurlock, Mohammad Ali. 2008. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan

Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Pieget, Hurlock.2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Hakim. T. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Purwa Suara. Afiatin, T. & Martianah, 2000. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui

Konseling Kelompok. Jurnal psikologika, No. 6/ 67-79.

Hurlock. 2005. Perkembangan Anak. (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Poerwadarminta, Darmayai. 2007. Pola Asuh Orang Tua. Jakarta: Rineka Cipta. Hermawan. 2005. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis dengan Kepribadian.

Jakarta: Purwa Suara.

Shochib, Daryati. 2007. Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta.


(64)

Syahlan Syafei. 2002. Peran Orang Tua Dalam Mengasuh Anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Baumrind, Dariyono. 2004. Jenis Pola Asuh Anak. Jakarta: Galia Indonesia. Tembong, G. 2003. Pola Pengasuhan Ideal. Jakarta: Alex Media.

Ali, Mohammad & Mohammad Asrori. 2008. Psikologi Remaja ( Perkembangan

Peserta Didik). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Tarmizi Ramadhan. (2010). Pola Asuh Orang Tua Dalam Mengarahkan Perilaku

Anak. Diambil dari:

http://tarmizi.wordpress.com/2009/01/26/pola-asuh-orang-tua-dalam-mengarahkan-perilaku-anak/. Diakses tanggal 14 Januari 2010.

Prawita Sari. Psikologi Remaja 20 Nov 2009 http : //. Duniapsikologi.dagdigdug. Com. 2008/pengertian emosi.

Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Hadi, Sutrisno. 1989. Metodologi Research. Djogjakarta; yayasan Penerbit

Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Sudjana. 1996. Metode Startistika. Bandung: Tarsito.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Bina Aksara.


(1)

41

a. Jika x2 hitung lebih besar atau sama dengan x2 table dengan taraf signifikan 5 % maka hipotesis diterima.

b. Jika x2 hitung lebih kecil atau sama dengan x2 table dengan taraf signifikan 5 % maka hipotesis ditolak.

Selanjutnya data akan diuji dengan menggunakan rumus koefisien korelasi, hal ini dilakukan untuk mengetahui hubungan pola asuh orang tua dengan tingkat kepercayaan diri Peserta Didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan, yaitu:

C =

Keterangan :

C : Koefisien kontigensi x2 : Chi kuadrat

n : Jumlah sampel

(Sudjana, 1996 :280)

Agar harga C yang diperoleh dapat digunakan untuk menilai derajat asosiasi untuk faktor-faktor, maka harga C dibandingkan dengan koefisien kontigensi maksimum yang bisa terjadi. Harga C maksimum dapat dihitung dengan rumus


(2)

42

Keterangan :

C maks : Koefisien kontigensi maksimum

M : Harga minimum antara banyak baris dan kolom dengan

kriteria uji hubungan “makin dekat harga C pada C maks, makin besar derajat asosiasi antara faktor” (Sutrisno Hadi, 1989 :317).


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian khususnya analisis data dan pengujian hasil pengolahan data telah diuraikan pada bagian terdahulu tentang hasil dan pembahasan, maka penulis akan menarik kesimpulan.

Adanya hubungan yang nyata antara pola asuh orang tua dengan kepercayaan diri peserta didik di MTs Muhammadiyah 1 Natar Lampung Selatan Tahun Pelajaran 2014/2015. Dapat diketahui bahwa sebagian responden menunjukkan bahwa pola asuh orang tua sangat berpengaruh terhadap kepercayaan diri siswa, dimana semakin baik pola asuh orang tua yang diberikan kepada anak maka akan baik pula kepercayaan diri anak. Karena anak akan melihat dan meniru apa yang dilakukan oleh kedua orang tuanya. Karena orang tua adalah tauladan dan panutan anak dalam keluarga.


(4)

74

B. Saran

Setelah penulis menyelesaikan penelitian, membahas dan mengambil kesimpulan hasil penelitian maka penulis memberikan saran-saran:

1. Sekolah sebagai lembaga pendidikan hendaknya memberikan pengarahan kepada siswanya dengan bantuan dari guru sehingga dapat menciptakan kondisi yang kondusif bagi siswa-siswa itu sendiri untuk meningkatkan kepercayaan dirinya dengan cara melatih berbicara didepan kelas kepada setiap siswa dan bertanggung jawab dengan tugas yang di berikan guru.

2. Para orang tua, hendaknya memperhatikan pola asuh yang di berikan kepada anaknya sehingga dapat menjadi contoh atau tauladan bagi anak-anaknya dalam setiap perilaku di kehidupan sehari-hari terutama dalam lingkungan keluarga sehingga anak dapat mencontoh perilaku yang positif dari orang tua dan diterapkan di kehidupan sehari-sehari. 3. Sebagai seorang anak, para siswa hendaknya lebih terbuka kepada

orang tua bukan berusaha untuk menjauh karena komunikasi yang baik antara anak dan orang tua akan mempererat kasih sayang anak dengan orang tua dan orang tua lebih mengetahui apa saja kebutuhan atau keinginan anak.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Sarlito Wirawan Sarwono. 2012. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Thantaway. 2005. Bimbingan dan Konseling. Jakart: Erlangga.

Lauster, peter. 2002. Tes Kepribadian. (Terjemahan Cecilia, G Sumekto). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Angelis, 2003. Rahasia Membangun Kepercaya Diri (Terjemahan Rita Wiryadi). Jakart: Binarupa Aksara.

Centi, P.J. 2002. Mengapa Rendah Diri. Jogjakarta: Pustaka Belajar.

Sarlito Wirawan Sarwono. 2010. Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Hurlock. 2006. Perkembangan Anak. Jakarta: Erlangga

Hurlock, Mohammad Ali. 2008. Psikologi Perkembangan; Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan. Jakarta: Erlangga.

Pieget, Hurlock.2004. Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta: PT. Rineka Cipta

Hakim. T. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Purwa Suara. Afiatin, T. & Martianah, 2000. Peningkatan Kepercayaan Diri Remaja Melalui

Konseling Kelompok. Jurnal psikologika, No. 6/ 67-79.

Hurlock. 2005. Perkembangan Anak. (Terjemahan). Jakarta: Erlangga.

Poerwadarminta, Darmayai. 2007. Pola Asuh Orang Tua. Jakarta: Rineka Cipta. Hermawan. 2005. Hubungan Antara Pola Asuh Demokratis dengan Kepribadian.

Jakarta: Purwa Suara.

Shochib, Daryati. 2007. Pola Asuh Orang Tua Dalam Membantu Disiplin Diri. Jakarta: Rineka Cipta.


(6)

Syahlan Syafei. 2002. Peran Orang Tua Dalam Mengasuh Anak. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Baumrind, Dariyono. 2004. Jenis Pola Asuh Anak. Jakarta: Galia Indonesia. Tembong, G. 2003. Pola Pengasuhan Ideal. Jakarta: Alex Media.

Ali, Mohammad & Mohammad Asrori. 2008. Psikologi Remaja ( Perkembangan Peserta Didik). Jakarta: PT Bumi Aksara.

Tarmizi Ramadhan. (2010). Pola Asuh Orang Tua Dalam Mengarahkan Perilaku Anak. Diambil dari: http://tarmizi.wordpress.com/2009/01/26/pola-asuh-orang-tua-dalam-mengarahkan-perilaku-anak/. Diakses tanggal 14 Januari 2010.

Prawita Sari. Psikologi Remaja 20 Nov 2009 http : //. Duniapsikologi.dagdigdug. Com. 2008/pengertian emosi.

Notoatmodjo, 2005. Metodologi Penelitian. Edisi Revisi. Jakarta: Rineka Cipta. Hadi, Sutrisno. 1989. Metodologi Research. Djogjakarta; yayasan Penerbit

Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Sudjana. 1996. Metode Startistika. Bandung: Tarsito.

Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian. Jakarta: Bina Aksara.