PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANONITROFOS DAN PUPUK KIMIA DENGAN PENAMBAHAN BIOCHAR TERHADAP TOTAL FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA SELAMA PERTUMBUHAN JAGUNG
PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANONITROFOS DAN PUPUK KIMIA DENGAN PENAMBAHAN BIOCHAR
TERHADAP TOTAL FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA SELAMA PERTUMBUHAN JAGUNG
( S k r i p s i )
O l e h
D E S N A H E R A W A T I
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG 2015
(2)
ABSTRAK
PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANONITROFOS DAN PUPUK KIMIA DENGAN PENAMBAHAN BIOCHAR
TERHADAP TOTAL FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA SELAMA PERTUMBUHAN JAGUNG
Oleh Desna Herawati
Salah satu komoditi penting penghasil karbohidrat setelah padi adalah jagung (Zea mays L.). Permintaan jagung terus meningkat, namun permintaan tidak dapat mengimbangi hasil produksi jagung, salah satunya karena jagung banyak ditanam di Ultisol. Tanah Ultisol tergolong tanah yang memiliki tingkat kesuburan tanah yang rendah. Upaya yang dapat dilakukan untuk memperbaiki kesuburan tanah adalah mencari pupuk alternatif atau kombinasi antara pupuk organik dan pupuk anorganik dan biochar. Salah satu mikroba tanah yang memiliki banyak manfaat adalah Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), yang memiliki sejumlah pengaruh menguntungkan bagi tanaman yang terinfeksi. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui apakah kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dapat meningkatkan jumlah FMA pada pertanaman jagung di tanah Ultisol, (2) mengetahui apakah pengaruh penambahan biochar dapat
(3)
Desna Herawati meningkatkan jumlah FMA pada pertanaman jagung di tanah Ultisol, (3)
menentukan apakah terdapat interaksi antara kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah FMA pada pertanaman jagung di tanah Ultisol.
Rancangan perlakuan yang digunakan adalah rancangan faktorial yang diterapkan pada satuan percobaan menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK). Faktor pertama adalah kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan 5 level. Sedangkan faktor kedua adalah penambahan biochar dengan 2 level.
Homogenitas ragam data yang diperoleh diuji dengan Uji Bartlet dan aditivitas data diuji dengan Uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi maka data dianalisis dengan sidik ragam. Perbedaan nilai tengah perlakuan, diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Untuk mengetahui hubungan jumlah spora FMA dan persen infeksi FMA dengan sifat tanah dilakukan uji korelasi.
Hasil penelitian menunjukan bahwa jumlah spora FMA selama pertumbuhan jagung tidak dipengaruhi oleh perlakuan kombinasi pupuk Organonitrofos dan kimia, pemberian biochar, dan interaksi antara kombinasi pupuk dengan biochar.
(4)
PENGARUH PEMBERIAN KOMBINASI PUPUK ORGANONITROFOS DAN PUPUK KIMIA DENGAN PENAMBAHAN BIOCHAR
TERHADAP TOTAL FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA SELAMA PERTUMBUHAN JAGUNG
O l e h
D E S N A H E R A W A T I
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN
Pada
Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG
(5)
: PEITGARIJII PEilTBEruAN
fiOilIBIIIA$I
',,'
D*X'
,'
"'lq;trIIA,DDFI{lll1tIfE$#![B
n[$
Bf
QHAffTERflAEAP
TOItrL
FTJNGIIIIKOilZA
ANBI'SIflII"A
SBI"ITFIA PERTTIIiIBt}HATT.- ti
._, t.
,':.1
. i'.
.: .'
l
. ... " . .. : ..
::1. :.r
iir:, t:::.ir.:.. . ;.. r ir:j t. i.l
,',:
.,.,:r'rjrrin :r'; t'ltl
irii:4, ,|t.,
l:: "
t.'. '
' i'1' l-:,,
,i'r', .,,
\tr i
tii .]'
IiIENY.-DTUIUI
' ''ii: i .
'' "1
;ltornisi
Penrbtrnbtr4gDf.
,lr."ltlanla:(6)
o2g. rg.s605'1
002
iiijri.
i.i,
(7)
SURAT PERTIYATAAI\I
Sayayang bertanda tangan di bawah ini, menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul *PENGARUH PEMBERIAI{ KOMBINASI PUPIIK
ORGANOMTROFOS DAi\t PUPUK
KIMIA
DENGAFT PENAMBAHAN BIOCHAR TERITADAP TOTAL X'UNGI NilIKORIZA ARBUSKTJLA SELAMA PERTUMBUHAN JAGIING " merupakan hasil karya sendiri danbukan hasil karya orang lain. Semua hasil yang tertuang dalam skripsi ini telah
mengikuti kaidah penulisan karya ilmiah Universitas Lampung. Apabila
dikemudian hari terbukti bahwa skripsi ini merupakan hasil salinan atau dibuat oleh orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai dengan ketentuan
akademik yang berlaku.
Bandar Lampung, Desember 2015
I)esna Herawati NPM
Ltt4t2t0$9
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 17 Desember 1992 dan merupakan putri ke dua dari bapak Haerudin dan ibu Sari.
Perjalanan pendidikan penulis diawali di Sekolah Dasar Negeri 3 Kupang Teba Bandar Lampung dan diselesaikan pada tahun 2005. Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Negeri 16 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2008. Madrasah Aliyah Negeri 2 Bandar Lampung diselesaikan pada tahun 2011. Pada tahun 2011, penulis diterima sebagai mahasiswa Agroteknologi Fakultas
Pertanian Universitas lampung melalui jalur beasiswa BIDIK MISI. Pada tahun 2014 penulis melakukan Praktik Umum (PU) di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) di Lampung. Selanjutnya pada tahun 2015 penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata (KKN) di Kampung Astra Ksetra, Kecamatan Menggala, Kabupaten Tulang Bawang.
Selama tercatat sebagai mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Lampung, penulis pernah menjadi asisten dosen pada mata kuliah Fisiologi Tanaman pada tahun 2013/2014, mata kuliah Produksi Tanaman Perkebunan pada tahun 2014/2015 dan mata kuliah Dasar- Dasar Ilmu Tanah pada tahun 2014/2015. Selain itu penulis juga aktif dalam organisasi internal kampus yaitu sebagai Anggota Korps Muda BEM (KMB) VII BEM- Universitas periode 2011/2012,
(9)
Anggota Kementrian Sekretaris Kabinet BEM-Universitas periode 2012/ 2013, Anggota Dinas penelitian dan Pengembangan BEM FP Unila periode 2012/2013, Anggota Bidang Dana dan Usaha Jurusan Agroteknologi (PERMA AGT) periode 2012/2013. Selain aktif di organisasi internal penulis juga aktif di organisasi organisasi ekternal kampus yaitu Himpunan Mahasiswa Islam komisariat
Pertanian Unila sebagai Wakil Kabid Keperempuanan Komisariat Pertanian Unila periode 2013/2014 dan di HMI Cabang Bandar Lampung sebagai Bendahara Umum Kohati Cabang Bandar Lampung periode 2014/2015 serta Wakil
Bendahara Umum HMI Cabang Bandar Lampung periode 2014/2015. Selain itu panulis juga aktif di organisasi Paskibra Lampung sebagai Pengurus Dewan Alumni Paskibra Lampung.
(10)
Kupersembahkan karya ini sebagai tanda baktiku dan kasih sayangku kepada:
Kedua orang tuaku tercinta Bapak Haerudin dan Ibu Sari, kakakku Dendra Setiadi dan Aisyah Selvi, serta Kedua adikku
Haris Juliadi dan Hasrul Maryadi
Saudara- saudaraku, sahabat- sahabatku, dan almamater tercinta serta semua orang yang telah memberikan semangat dan
(11)
Kupersembahkan karya ini sebagai tanda baktiku dan kasih sayangku kepada:
Kedua orang tuaku tercinta Bapak Haerudin dan Ibu Sari, kakakku Dendra Setiadi dan Aisyah Selvi, serta Kedua adikku
Haris Juliadi dan Hasrul Maryadi
Saudara- saudaraku, sahabat- sahabatku, dan almamater tercinta serta semua orang yang telah memberikan semangat dan
(12)
Jadilah seseorang yang tetap sejuk di tempat panas Tetap manis ditempat yang begitu pahit Tetap merasa kecil meskipun telah menjadi besar
Tetap tenang di tengah badai yang begitu hebat.
Hormati dan hargai setiap impian yang kamu miliki
Karena dengan menghormati dan menghargai akan terbentuk semangat untuk mewujudkan impian menjadi kenyataan.
Bukan saat bahagia yang menjadikan kita bersyukur tapi dengan bersyukur akan menjadikan hidup kita bahagia.
(13)
SANWACANA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta nikmat yang tak terhingga sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi ini. Tak lupa salawat dan salam penulis sanjung agungkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW yang penulis nantikan syafaatnya di yaumil akhir kelak.
Dengan selesainya skripsi ini, penulis mengucapkan terima kasih yang setulus- tulusnya kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Dermiyati, M.Agr.Sc., selaku pembimbing pertama yang telah memberikan ide pemikiran, bimbingan, bantuan, nasihat, semangat, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi dari awal hingga akhir. 2. Dr. Ir. Maria Viva Rini, M.Sc., selaku pembimbing kedua yang telah
memberikan ide pemikiran, bimbingan, bantuan, nasihat, semangat, dan motivasi selama penelitian dan penyusunan skripsi dari awal hingga akhir. 3. Prof. Dr. Ir. Ainin Niswati, M. S., M.Agr.Sc., selaku penguji atas kritik dan
masukan yang diberikan untuk perbaikan skripsi ini.
4. Bapak Prof. Dr. Ir. F.X Susilo, M.S., selaku pembimbing akademik, atas segala bimbingannya selama penulis mengikuti kuliah.
5. Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Periode 2008- 2015 dan Bapak Prof. Dr. Ir. Irwan Sukri Banua, M.S. selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung Periode 2015- 2019.
6. Bapak Dr. Ir. Kuswanta F. Hidayat, M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
7. Kedua orang tua penulis tercinta, Bapak Herudin dan Ibu Sari yang telah memberikan dorongan moral dan material kepada penulis dengan cinta,
(14)
8. Kakak dan adik penulis tercinta Dendra Setiadi, Aisyah Selvi, Haris Juliadi, dan Hasrul Maryadi yang telah memberikan doa yang tulus, motivasi, semangat, perhatian, kasih sayang, dan berbagi canda tawa kepada penulis. 9. Staf laboratorium mikoriza Mbak Anggun, Mbak Retta dan Mbak Novri
yang membantu, memberi motivasi, dan semangat buat penulis.
10. Teman- teman satu tim penelitian di lapangan maupun di laboratorium: Adit, Putri, Bang Andi, Bang Robi, Bang Pandu, Lita, Rahmad, Mei, Usnaqul, Anggun dan Lugito.
11. Sahabat-sahabat terbaikku Musfiroh, Derta, Dera, Defika, Novalia, Wita, Andan, Sulistiana, Khaira, Rindy, Shilvie atas doa yang tulus, bantuan, semangat, harapan, dan nasihat yang diberikan.
12. Saudara-saudaraku di Himpunan Mahasiswa Islam Cabang Bandar Lampung dan Himpunana Mahasiswa Islam Komisariat Pertanian Unila yang telah berbagi ilmu, semangat, motivasi, dan kebersamaan dengan penulis.
13. Teman-teman jurusan Agroteknologi 2011 atas bantuannya terhadap penulis.
14. Almamater tercinta Universitas Lampung.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini berguna bagi para pembaca. Amin.
Bandar Lampung, Desember 2015 Penulis
(15)
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... viii
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1
1.2 Tujuan Penelitian ... 5
1.3 Landasan Teori ... 6
1.4 Kerangka pemikiran ... 10
1.5 Hipotesis ... 12
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 13
2.1 Klasifikasi dan Mofologi Tanaman Jagung ... 13
2.2 Syarat Tumbuh Jagung ... 15
2.3 Kombinasi Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik dan Dampak Aplikasinya terhadap Tanah dan Tanaman ... 16
2.4 Biochar dan Dampak Aplikasinya terhadap Tanah dan Tanaman ... 18
2.5 Fungi Mikoriza Arbuskula ... 19
2.5.1 Morfologi FMA ... 22
2.5.2 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Keberadaan spora FMA ... 23
III. BAHAN DAN METODE ... 27
3.1 Tempat Penelitian dan Waktu ... 27
3.2 Bahan dan Alat ... 27
3.3 Metode Penelitian ... 28
3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 29
3.4.1 Penyiapan Biochar ... 29
3.4.2 Pembuatan Petak PercobaandanPengolahan Lahan ... 30
(16)
3.4.3 Aplikasi Pupuk Organonitrofos, Pupuk Kimia
dan Biochar ... 31
3.4.4 Penanaman Jagung ... 31
3.4.5 Pengambilan Sampel Tanah dan Akar Tanaman Jagung ... 32
3.4.6 Analisis Sampel Tanah ... 32
3.4.7 Pengamatan ... 33
3.4.7.1 Variabel Pengamatan ... 33
3.4.7.2 Variabel Pendukung ... 35
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36
4.1 Hasil Penelitian ... 36
4.1.1 Jumlah Spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) ... 36
4.1.2 Uji korelasi antara Jumlah Spora FMA dengan C-Organik, N-Total, P-Tersedia, pH, Suhu, dan KadarAir pada saat Panen ... 42
4.1.3 Persen infeksi akar oleh FMA (%) ... 43
4.1.4 Uji Korelasi Persen Infeksi Akar dengan C-Organik,N-Total, P-Tersedia, pH, Suhu, dan Kadar Air pada saat Panen ... 45
4.2 Pembahasan ... 46
V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 51
5.1 Kesimpulan ... 51
5.2 Saran ... 51
PUSTAKA ACUAN ... 52 LAMPIRAN
(17)
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1. Hasil analisis kimia Tanah Ultisol Gedung Meneng, pupuk
Organonitrofos dan biochar. ... 33 2. Ringkasan analisis ragam pengaruh kombinasi pupuk
Organonitrofos dan kimia dengan penambahan Biochar terhadap pengamatan jumlah spora Fungi Mikoriza
Arbuskula (FMA). ... 36 3. Pengaruh kombinasi pupuk Organonitrofos dan kimia dengan
penambahan biochar terhadap pengamatan jumlah spora
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). ... 37 4. Jumlah jenis spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA)tanpa
perlakuanbiocharpadaberbagai dosis kombinasi pupuk Organonitrofos dan kimia pada saat tanaman jagung berumur
0, 15, 30, 60, dan 104 hari. ... 39 5. Jumlah jenis spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) yang
diberi perlakuan biochar pada berbagai dosis kombinasi pupuk Organonitrofos dan kimia pada saat tanaman jagung
berumur 15, 30, 60 dan 104 hari. ... 40 6. Hasil pengamatan jenis FMA terhadap pengaruh kombinasi
pupuk Organonitrofos dan kimia dengan penambahan
Biochar pada tanaman jagung. ... 41 7. Uji korelasi antara jumlah spora FMA dengan C-Organik,
N-Total, P-Tersedia, pH, Suhu, dan Kadar air tanah pada
saat panen (104 HST). ... 43 8. Ringkasan analisis ragam pengaruh kombinasi pupuk
Organonitrofos dankimia dengan penambahan Biochar
(18)
9. Pengaruh perlakuan biochar terhadap pengamatan persen infeksi akar oleh FMA (%)pada saat tanaman
jagung berumur 104 hari. ... 44 10. Uji korelasi antara persen infeksi akar dengan C-Organik,
N- Total, P- Tersedia, pH, Suhu dan Kadar air tanah pada
saat panen (104 HST). ... 45
11. Jenis spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) sebelum
diaplikasikan pupuk. ... 58 12. Pengaruh perlakuan kombinasi pupuk Organonitrofos
dan pupukkimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada saat tanaman
jagung berumur 15 hari. ... 59 13. Uji homogenitas pengaruh perlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada
saat tanaman jagung berumur 15 hari. ... 60 14. Analisis ragam pengaruh perlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi MikorizaArbuskula
(FMA) pada saat tanaman jagung berumur 15 hari. ... 60 15. Jenis spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada saat
tanaman jagung 15 hari. ... 61 16. Pengaruh perlakuan kombinasi pupuk Organonitrofos dan
pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora FungiMikoriza Arbuskula (FMA) pada saat tanaman
jagung berumur 30 hari. ... 62 17. Uji homogenitas populasi pengaruh perlakuan kombinasi
pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula
(FMA) pada saat tanaman jagung berumur 30 hari. ... 63 18. Analisis ragam pengaruh perlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula
(FMA) pada saat tanaman jagung berumur30 hari. ... 63 19. Jenis spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada
(19)
v
20. Pengaruh perlakuan kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada saat tanaman
jagung berumur 60 hari. ... 65 21. Uji homogenitas populasi pengaruh perlakuan kombinasi
pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula
(FMA) pada saat tanaman jagung berumur 60 hari. ... 66 22. Analisis ragam pengaruh perlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula
(FMA) pada saat tanaman jagung berumur 60 hari. ... 66 23. Jenis spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada
saat tanaman jagung 60 hari. ... 67 24. Pengaruh perlakuan kombinasi pupuk Organonitrofos
dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada saat
tanaman jagung berumur 104 hari. ... 68 25. Uji homogenitas pengaruh perlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula
(FMA) pada saat tanaman jagung berumur 104 hari. ... 69 26. Analisis ragam pengaruh perlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada
saat tanaman jagung berumur 104 hari. ... 69 27. Jenis spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) pada saat
tanaman jagung 104 hari. ... 70 28. Pengaruh perlakuan kombinasi pupuk Organonitrofos
dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap persen infeksi akar oleh FMApada saat tanaman jagung
berumur 60 hari. ... 71 29. Uji homogenitas pengaruh perlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap persen infeksi akar oleh FMA pada saat
(20)
30. Analisis ragam pengaruh perlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap persen infeksi akar oleh FMApada saat tanaman
jagung berumur 60 hari. ... 72 31. Pengaruh perlakuan kombinasi pupuk Organonitrofos dan
pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap persen infeksi akar oleh FMApada saat tanaman jagung berumur
104 hari. ... 73 32. Uji homogenitas pengaruh perlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap persen infeksi akar oleh FMApada saat
tanaman jagung berumur 104 hari. ... 74 33. Analisis ragam pengaruh perlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap persen infeksi akar oleh FMA pada
saat tanaman jagung berumur 104 hari. ... 74 34. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1)
dengan suhu tanah pada saat tanaman jagung berumur
15 hari. ... 75 35. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1)
dengan kadar air pada saat tanaman jagung berumur
15 hari. ... 75 36. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1)
dengan suhu tanah pada saat tanaman jagung berumur
30 hari. ... 75 37. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1)
dengan kadar air pada saat tanaman jagung berumur
30 hari. ... 76 38. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1)
dengan suhu tanah pada saat tanaman jagung berumur
60 hari. ... 76 39. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1)
dengan kadar air pada saat tanaman jagung berumur
60 hari. ... 76 40. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1)
dengan suhu tanah pada saat tanaman jagung berumur
(21)
vii
41. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1) dengan kadar air pada saat tanaman jagung berumur
104 hari. ... 77 42. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1)
dengan P-tersedia pada saat tanaman jagung berumur
104 hari. ... 77 43. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1)
dengan C-Organik pada saat tanaman jagung berumur
104 hari. ... 77 44. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1)
dengan N-Total pada saat tanaman jagung berumur
104 hari. ... 77 45. Uji korelasi antara jumlah spora FMA (spora 100 g tanah -1)
dengan pH pada saat tanaman jagung berumur 104 hari. ... 78 46. Uji korelasi antara persen infeksi akar oleh FMA (%) dengan
suhu tanah pada saat tanaman jagung berumur 60 hari. ... 78 47. Uji korelasi antara persen infeksi akar oleh FMA (%) dengan
kadar air pada saat tanaman jagung berumur 60 hari... 78 48. Uji korelasi antara persen infeksi akar oleh FMA (%) dengan
suhu tanah pada saat tanaman jagung berumur 104 hari. ... 78 49. Uji korelasi antara persen infeksi akar oleh FMA (%) dengan
kadar air pada saat tanaman jagung berumur 104 hari. ... 79 50. Uji korelasi antara persen infeksi akar oleh FMA (%) dengan
P-tersedia pada saat tanaman jagung berumur 104 hari. ... 79 51. Uji korelasi antara persen infeksi akar oleh FMA (%) dengan
C-Organik pada saat tanaman jagung berumur 104 hari. ... 79 52. Uji korelasi antara persen infeksi akar oleh FMA (%) dengan
N-Total pada saat tanaman jagung berumur 104 hari. ... 79 53. Suhu tanah di lapangperlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan kimia dengan penambahan biochar pada
tanah Ultisol saat 60 dan 104 HST. ... 80 54. Hasil analisis kimia tanah perlakuan kombinasi pupuk
Organonitrofos dan kimia dengan penambahan Biochar pada
(22)
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang dan Masalah
Tanaman jagung (Zea mays L) merupakan salah satu komoditi yang sangat penting setelah padi, karena jagung merupakan salah satu tanaman pangan penghasil karbohidrat. Saat ini permintaan jagung terus meningkat baik untuk bahan makanan maupun pakan ternak, sedangkan peningkatan produksi tidak diimbangi dengan kebutuhan tersebut. Produksi jagung rata-rata di Lampung hanya mencapai 5,08 t ha-1 dalam lima tahun terakhir (BPS, 2014).
Salah satu kendala yang menyebabkan rendahnya produksi jagung di Lampung yaitu lahan yang digunakan merupakan jenis tanah Ultisol. Penelitian Taufik dkk. (2010) menunjukkan bahwa produksi jagung di lahan Ultisol sangat rendah dan hasil biji jagung pipilan kering tertinggi 5,07 t ha-1. Hasil jagung pada tanah Ultisol jauh lebih rendah dari hasil produksi PT BISI Internasional, Tbk yang mencapai 9,1 t ha-1 pipilan kering jagung.
Rendahnya produksi jagung pada tanah Ultisol disebabkan tanah Ultisol tergolong tanah yang mengalami pelapukan lanjut sehingga tergolong tanah tua yang
memiliki kesuburan tanah yang rendah. Menurut Subagyo dkk. (2004), tanah Ultisol mempunyai sebaran yang sangat luas, meliputi hampir 25% dari total daratan Indonesia. Tanah Ultisol dicirikan oleh penampang tanah yang dalam,
(23)
2
disertai dengan kenaikan fraksi liat seiring dengan kedalaman tanah. Kesuburan alami tanah Ultisol umumnya terdapat pada horizon A dengan kandungan bahan organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor dan kalium yang sering kahat, reaksi tanah yang masam hingga sangat masam, serta kejenuhan aluminium yang tinggi merupakan sifat-sifat tanah Ultisol yang sering menghambat
pertumbuhan tanaman (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Upaya untuk meningkatkan produksi jagung adalah dengan memperbaiki kesuburan tanah melalui pemupukan. Salah satu upaya yang dilakukan adalah mencari pupuk alternatif atau kombinasi antara pupuk organik dan pupuk anorganik (pupuk kimia). Sirappa dan Razak (2010) menyatakan bahwa penggunaan pupuk tunggal NPK yang dikombinasikan dengan pupuk kandang dengan takaran 300 kg Urea, 200 kg SP-36, 50 kg KCl dan 2 ton pupuk kandang ha-1 mampu memberikan rata- rata hasil pipilan kering jagung 8,71 t ha-1.
Nugroho dkk. (2012) memformulasikan pupuk organik baru yang dikenal dengan pupuk Organonitrofos. Pupuk Organonitrofos merupakan pupuk organik formula baru yang terbuat dari 70-80 % kotoran sapi segar dan 20-30 % limbah padat industri Monosodium Glumate (MSG) yang diinokulasi dengan mikroorganisme penambat N (Azotobacter sp. dan Azospirillum sp.) dan pelarut P (Aspergillus niger dan Pseudomonas fluorescens).
Pemanfaatan limbah cair Monosodium Glutamat (MSG) telah lama dilakukan oleh masyarakat sebagai pupuk untuk tanaman pangan. Limbah cair merupakan hasil pembuangan dari pembuatan MSG atau penyedap masakan yang mempunyai kandungan nitrogen yang cukup tinggi dan kandungan C-organik yang cukup
(24)
(3,23% dan 5,47%). Kandungan mineral tersebut dapat menjadikan limbah MSG tersebut dapat digunakan sebagai pupuk yang sangat bermanfaat bagi tanaman dan berkualitas tinggi (Azzahrawani, 2010). Tingginya bahan organik di dalam tanah dapat meningkatkan kesuburan tanah baik secara fisik, kimia maupun biologi tanah yang akan mempengaruhi tingkat kesuburan tanah. Semakin tinggi
kandungan dan masukan bahan organik ke dalam tanah maka akan meningkatkan kandungan C- Organik tanah yang diikuti dengan peningkatan aktivitas
mikroorganisme tanah sehingga memberi peningkatan terhadap populasi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).
Selain pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia, salah satu bahan pembenah tanah yang dapat digunakan untuk memperbaiki sifat tanah Ultisol adalah biochar. Biochar merupakan butiran halus dari arang kayu yang berpori (porous), bila digunakan sebagai suatu pembenah tanah maka dapat mengurangi jumlah CO2
dari udara dengan cara mengikatnya ke dalam tanah. Biochar juga menyediakan habitat bagi mikroorganisme tanah, namun biochar tidak dikonsumsi oleh mikroorganisme tanah. Biochar yang diaplikasikan dapat tinggal dalam tanah selama ratusan atau bahkan ribuan tahun. Dalam jangka panjang biochar tidak mengganggu keseimbangan karbon-nitrogen, namun bisa menahan dan
menjadikan air dan nutrisi lebih tersedia bagi tanaman. Bila digunakan sebagai pembenah tanah bersama pupuk organik dan inorganik, biochar dapat
meningkatkan produktivitas, serta retensi dan ketersediaan hara bagi tanaman (Gani, 2009).
(25)
4
Salah satu mikroorganisme tanah yang bermanfaat dan bersimbiosis dengan tanaman adalah Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA). Simbiosis ini saling
menguntungkan karena fungi mendapatkan senyawa organik karbon dari tanaman inangnya dan fungi melalui hifa ekstraradikal berperan dalam menyerap unsur hara terutama unsur hara yang tidak mobil di dalam tanah seperti P. Hifa tersebut dapat membantu tanaman menyerap air dari tanah yang jauh lebih efisien
dibandingkan rambut akar. Selain membantu tanaman dalam menyerap unsur hara dan air, hifa FMA yang berkembang di dalam tanah secara langsung dapat memperbaiki sifat fisik tanah melalui perbaikan agregat tanah. Hifa ekternal yang mencapai 30 meter gram-1 tanah mampu mengikat partikel- partikel tanah menjadi berukuran besar dan membentuk satu kesatuan agregat mikro yang stabil.
Thomas dkk. (1993) menyatakan bahwa FMA pada tanaman bawang di tanah bertekstur lempung liat berpasir secara nyata menyebabkan agregat tanah menjadi lebih baik, lebih berpori, dan memiliki permeabilitas yang tinggi namun tetap memiliki kemampuan memegang air yang cukup untuk menjaga kelembaban tanah dengan kemampuan ini simbiosis tanaman dengan FMA dapat
meningkatkan stabilitas tanah.
Ruiz dkk. (1994) menjelaskan bahwa FMA dapat ditemukan pada sebagian besar tanah dan pada umumnya tidak memiliki inang yang spesifik, namun hubungan FMA dengan tanaman inang erat sekali dalam struktur dan fisiologi. Efisiensi hubungan keduanya sangat dipengaruhi oleh perbedaan spesies dan kondisi
lingkungan. Kondisi ini akan mempengaruhi populasi dan jenis FMA. Lebih jauh Gupta dan Mukerji (2000) menyatakan bahwa populasi dan spesies FMA
(26)
suhu, pH tanah, struktur tanah, konsentrasi logam berat, kandungan fosfor dan nitrogen, keberadaan mikroorganisme lainnya, aplikasi pemupukan dan pestisida. Hasil penelitian Hayman (1975) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk kimia dalam jangka panjang dapat menurunkan populasi dan keanekaragaman spora FMA. Namun, pemberian pupuk organik dapat meningkatkan keanekaragaman spora FMA dalam tanah (Harinikumar dkk., 1990). Warner (1984) juga
menambahkan bahwa peranan bahan organik dalam tanah sangat penting untuk ketahanan dan perkembangbiakan fungi FMA dalam tanah. Oleh karena itu perlu dipelajari apakah kombinasi pupuk dengan penambahan biochar pada pertanaman jagung dapat mempengaruhi keberadaan FMA di dalam tanah.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab masalah yang dirumuskan dalam pertanyaan sebagai berikut
1. Apakah kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dapat meningkatkan jumlah FMA pada pertanaman jagung di tanah Ultisol ? 2. Apakah penambahan biochar dapat meningkatkan jumlah FMA pada
pertanaman jagung di tanah Ultisol ?
3. Apakah terdapat interaksi antara kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah FMA pada pertanaman jagung di tanah Ultisol ?
1.2 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah, penelitian ini bertujuan:
1. Untuk mengetahui apakah kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dapat meningkatkan jumlah FMA pada pertanaman jagung di tanah Ultisol.
(27)
6
2. Untuk mengetahui apakah pengaruh penambahan biochar dapat meningkatkan jumlah FMA pada pertanaman jagung di tanah Ultisol. 3. Untuk menentukan apakah terdapat interaksi antara kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah FMA pada pertanaman jagung di tanah Ultisol.
1.3 Landasan Teori
Dalam rangka menyusun penjelasan teoretis terhadap pertanyaan yang telah dikemukakan, maka digunakan landasan teori sebagai berikut.
Jenis tanah Ultisol dicirikan dengan adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya serap air, meningkatkan aliran permukaan dan erosi tanah. Erosi merupakan salah satu kendala fisik yang merugikan karena dapat mengurangi kesuburan tanah. Perbaikan kesuburan tanah dapat dilakukan dengan pemberian bahan anorganik, pupuk organik serta biochar ke dalam tanah (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Pupuk anorganik adalah pupuk sintetis yang dibuat oleh industri atau pabrik. Namun untuk mendapatkan pupuk anorganik di pasaran sangat sulit karena kondisi yang langka dan harga yang melambung tinggi (Agromedia, 2010). Selain itu, penggunaan pupuk anorganik yang secara terus menerus dapat berdampak buruk bagi tanah yaitu salah satunya mikroorganisme dalam tanah mati (Lestari, 2009). Mengatasi hal tersebut maka digunakan pupuk organik yaitu pupuk Organonitrofos.
(28)
Nugroho dkk. (2011) merancang sebuah pupuk organik baru yaitu Organonitrofos yang merupakan pupuk alternatif berbasis bahan organik. Pupuk tersebut terbuat dari kotoran sapi segar yang dikombinasikan dengan bahan mineral berupa batuan fosfat serta melibatkan mikroba penambat N (Azotobacter sp. dan Azospirillum sp.) dan pelarut P (Aspergillus niger dan Pseudomonas fluorescens) untuk dapat mensuplai kebutuhan unsur hara N dan P. Lumbanraja dkk. (2013) melakukan reformulasi pupuk Organonitrofos karena kurang tersedianya batuan fosfat dengan kandungan P tinggi di Selagalinggai. Sebagai gantinya digunakan limbah padat industri Monosodium Glutamat yang memiliki kandungan P tinggi sebagai sumber fosfor. Menurut Nugroho (2012), prototype pupuk Organonitrofos ini mengandung C-organik 14, 93%, N-organik 2,63%, P- total 4,91 dan P-terlarut 1,66%.
Hasil penelitian Yusnaini (2009) menjelaskan bahwa pertanaman jagung yang diberi pupuk organik dan anorganik dapat memperbaiki sifat biologis tanah diantaranya melalui peningkatan populasi dan keragaman spora FMA. Selain penggunaan pupuk anorganik dan pupuk organik untuk meningkatkan kesuburan tanah digunakan juga bahan pembenah tanah. Salah satu bahan pembenah tanah yang dapat digunakan adalah biochar. Menurut Gani (2009), penggunaan biochar dapat meningkatkan kualitas tanah karena dapat mengatasi tanaman yang miskin hara, kekurangan bahan organik, dan kekurangan air. Menurut Bambang (2012), penambahan biochar ke tanah meningkatkan ketersediaan kation utama fosfor, total N, dan kapasitas tukar kation (KTK) yang pada akhirnya meningkatkan hasil karena dapat mengurangi resiko pencucian hara khususnya kalium. Peningkatan ketersediaan hara tanah dapat meningkatkan kinerja tanaman inang dan
(29)
8
meningkatkan konsentrasi nutrisi jaringan untuk meningkatkan tingkat kolonisasi akar tanaman inang oleh FMA (Ishii dan Kadoya, 1994).
Atmojo (2003) menjelaskan bahwa penambahan bahan organik ke dalam tanah menyebabkan aktivitas dan populasi mikroorganisme dalam tanah meningkat, terutama yang berkaitan dengan aktivitas dekomposisi dan mineralisasi bahan organik. Beberapa mikroorganisme yang beperan dalam mineralisasi dan
dekomposisi bahan organik adalah fungi, bakteri dan aktinomicetes. Bakteri yang mendekomposisi bahan organik melepaskan polisakarida yang bertindak sebagai agen pengikat tanah. Fungi berupa hifa maupun polisakarida keduanya terlibat dalam proses agregasi tanah. Pemberian bahan organik dapat meningkatkan porositas tanah sehingga mengurangi penghalang mekanik bagi pertumbuhan hifa akibatnya hifa dapat terus tumbuh mendekati akar tanaman dan menginfeksinya. Fungi mikoriza arbuskula merupakan fungi obligat yang paling banyak
bersimbiosis dengan jenis tanaman inang. Perkembangan kolonisasi FMA dimulai dengan pembentukan suatu apresorium pada permukaan akar oleh hifa eksternal yang berasal dari spora yang berkecambah. Apresorium tersebut masuk ke dalam akar melalui celah antar epidermis, kemudian membentuk hifa
interseluler di sepanjang epidermis akar. Setelah proses itu berlangsung,
kemudian jaringan dalam korteks akar terbentuk arbuskula dan vesikel. Vesikel merupakan suatu struktur berbentuk lonjong dan bulat, mengandung cairan lemak, dan berfungsi sebagai organ penyimpan makanan atau berkembang menjadi klamidospora yang berfungsi sebagai organ reproduksi dan struktur tahan. Vesikel selain dibentuk secara interseluler ada juga secara intraseluler.
(30)
Pembentukan vesikel diawali dengan adanya perkembangan sitoplsama hifa yang menjadi lebih padat, multinukleat dan mengandung partikel lipid dan glikogen (Mosse, 1991).
Semakin tinggi terbentuknya koloni akar maka akan meningkatkan terbentuknya spora FMA. Struktur FMA yang berperan dalam kelangsungan simbiosis dengan tanaman inang adalah hifa intraseluler, hifa interseluler, arbuskula, dan vesikul yang terdapat dalam sel korteks akar. Pada sistem perakaran yang terinfeksi FMA akan muncul hifa eksternal yang menyebar di sekitar rizosfer dan berfungsi
sebagai alat absorbsi unsur hara. Hifa ekternal ini berfungsi untuk memperluas sistem perakaran tanaman yang digunakan untuk menyerap hara dan air di dalam tanah serta mampu melarutkan fosfat dalam tanah yang semula berada dalam bentuk yang tidak dapat diserap oleh akar tanaman (Brundrett dkk., 1996). Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Hifa FMA akan masuk ke dalam akar menembus atau melalui celah antar sel epidermis, kemudian apresorium akan tersebar baik inter maupun intraseluler di dalam korteks sepanjang akar. Setelah proses tersebut berlangsung barulah terbentuk arbuskula, vesikel dan akhirnya spora ( Mosse, 1991).
Manfaat hubungan mutualistik FMA dengan tanaman yaitu meningkatkan
pertumbuhan tanaman melalui salah satunya meningkatkan serapan hara P. Pada kondisi kahat fosfor, tanaman bermikoriza mampu memanfaatkan sumber fosfor yang tidak tersedia melalui peningkatan laju pelarutan fosfor anorganik yang tidak larut dan hidrolisis fosfor organik menjadi fosfor anorganik larut yang diserap oleh tanaman dengan bantuan enzim fosfatase (Rainiyati, 2007).
(31)
10
Perkembangan hifa di luar akar akan menghasilkan enzim fosfatase yang berfungsi melarutkan P tak tersedia menjadi P tersedia yang dapat diserap oleh hifa dan akar. Sejak berasosiasi dengan akar tanaman, mikoriza akan terus berkembang dan selama itu pula membantu penyerapan unsur hara yang
diperlukan tanaman. Jumlah spora FMA yang meningkat menyebabkan infeksi dan simbiosis FMA semakin baik sehingga pertumbuhan tanaman akan semakin baik juga. Jika tanaman sudah memiliki sistem perakaran yang baik dan
penyerapan unsur hara juga berjalan dengan baik, maka tanaman jagung akan tumbuh dengan baik dan diharapkan produksinya lebih tinggi. Jumlah koloni akar FMA terbanyak terdapat pada tanah yang ditanami dengan tanaman inang
(Suhardi, 1989).
1.4 Kerangka pemikiran
Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, berikut ini disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan teoretis terhadap perumusan masalah: Tanah Ultisol merupakan tanah yang berwarna merah kuning yang sudah mengalami proses hancuran iklim lanjut. Tanah Ultisol memiliki ciri adanya akumulasi liat pada horizon bawah permukaan sehingga mengurangi daya serap air dan meningkatkan aliran permukaan. Hal ini mengakibatkan terjadinya erosi dan dapat mengurangi kesuburan tanah.
Pupuk Organonitrofos dengan pengkayaan mikroorganisme tanah dapat menjadi alternatif pupuk organik yang dapat mempengaruhi sifat fisik, kimia dan biologi pada tanah Ultisol. Hasil penelitian Rini (2003) menunjukkan bahwa penambahan pupuk organik dengan pupuk kimia berpengaruh nyata terhadap jumlah spora
(32)
FMA; pada perlakuan 100 % kotoran ayam (B1) sebesar 80 spora, dan 75% kotoran ayam + 25 % pupuk kimia (K4) sebesar 74 spora, yang tidak berbeda
dengan 50 % kotoran ayam + 50 % pupuk kimia (K2) sebesar 67 spora. Hal ini
menunjukkan semakin tinggi dosis bahan organik (kotoran ayam) maka populasi FMA semakin meningkat.
Fungi mikoriza arbuskula membentuk simbiosis mutualisme dengan tanaman. Fungi dapat memenuhi kebutuhan hidupnya (karbohidrat) dari akar tanaman inang dan tanaman inang mendapatkan unsur hara untuk keperluan pertumbuhannya, melalui hifa ektraradikal yang berperan dalam memperluas sistem serapan hara terutama unsur hara P. Prinsip kerja dari mikoriza adalah menginfeksi sistem perakaran tanaman inang dan memproduksi jalinan hifa secara intensif sehingga tanaman yang mengandung mikoriza akan mampu meningkatkan kapasitas penyerapan unsur hara dalam tanah, khususnya unsur hara fosfor karena unsur hara fosfor bersifat tidak mobil di dalam tanah.
Selain menggunakan pupuk organik dan kimia, digunakan juga biochar yang berfungsi sebagai pembenah tanah dan meningkatkan pertumbuhan tanaman karena dapat membantu meningkatkan kebutuhan hara. Penambahan biochar dapat meningkatkan ketersediaan hara tanah dengan mempengaruhi sifat fisik. Penambahan biochar dapat meningkatkan pH tanah. Oleh karena itu, perubahan pH dapat mendorong peningkatan jumlah spora FMA. pH berpengaruh langsung terhadap aktifitas enzim yang berperan dalam perkecambahan. pH optimum untuk perkecambahan tergantung pada adaptasi dari FMA terhadap lingkungan misalnya terhadap suhu optimum dan juga tergantung kepada jenis FMA.
(33)
12
Perlakuan kombinasi pupuk kimia dan pupuk Organonitrofos dengan penambahan biochar memberikan perbedaan dalam peningkatan kolonisasi FMA. Perbedaan dalam peningkatan kolonisasi FMA disebabkan oleh pemberian pupuk kimia, seperti halnya keberadaan fosfor tanah sangat mempengaruhi jumlah spora yang dihasilkan. Kandungan fosfor yang tinggi didalam tanah maupun pada media buatan akan menghambat terbentuknya koloni FMA pada akar dan pada akhirnya akan mengurangi jumlah spora FMA di dalam tanah. Dengan adanya kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia serta penambahan biochar diharapkan dapat memperbaiki kondisi biologi tanah menjadi kondusif untuk pertumbuhan biota tanah sehingga dapat meningkatkan populasi FMA di dalam tanah. 1.5 Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut:
1. Kombinasi pupuk Organonitrofos dan pupuk kimia meningkatkan total populasi FMA dibandingkan pupuk tunggal maupun kontrol.
2. Pemberian biochar 5000 kg ha-1 meningkatkan total populasi FMA. 3. Terdapat interaksi antara pemberian kombinasi pupuk organonitrofos dan
(34)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Klasifikasi dan Mofologi Tanaman Jagung
Menurut Samadi dan Cahyono (1996), tanaman jagung diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae (Tumbuhan )
Divisi : Magnoliophyta (Tumbuhan berbunga) Kelas : Liliopsida (berkeping satu / monokotil) Sub Kelas : Commelinidae
Ordo : Poales
Famili : Poaceae (suku rumput- rumputan) Genus : Zea
Spesies : Zea mays L.
Jagung merupakan tanaman semusim. Samadi dan Cahyono (1996) menjelaskan bahwa satu siklus hidup tanaman jagung diselesaikan dalam 80- 150 hari. Paruh pertama dari siklus merupakan tahap pertumbuhan vegetatif dan paruh kedua untuk tahap pertumbuhan generatif. Tinggi tanaman jagung sangat bervariasi, meskipun tanaman jagung umumnya memiliki ketinggian antara 1 m sampai 3 m. Ada varietas yang dapat mencapai tinggi 6 m. Tinggi tanaman bisa diukur dari permukaan tanah hingga ruas teratas sebelum bunga jantan. Jagung mempunyai
(35)
14
tiga macam akar serabut yaitu pertama akar seminal yang yang merupakan akar yang berkembang dari radikula dan embrio, kedua akar adventif merupakan akar yang semula berkembang dari buku diujung mesokotil dan berkembang menjadi serabut akar tebal, dan ketiga akar penyangga yang merupaka akar adventif yang muncul pada dua atau tiga buku di atas permukaan tanah. Perkembangan akar jagung bergantung pada varietas, pengolahan tanah, fisik tanah, kimia tanah, keadaan air tanah, dan pemupukan. Pemupukan nitrogen dengan takaran berbeda menyebabkan perbedaan perkembangan sistem perakaran jagung (Smith dkk., 1995).
Batang jagung tegak dan mudah terlihat. Terdapat mutan yang batangnya tidak tumbuh pesat sehingga tanaman berbentuk roset. Ruas batang terbungkus pelepah daun yang muncul dari buku. Batang jagung kokoh namun tidak banyak
mengandung lignin (Samadi dan Cahyono, 1996).
Helai daun sempurna bentuknya memanjang antar pelepah dan helai daun terdapat ligula, tulang daun sejajar dengan ibu tulang daun. Permukaan daun ada yang licin dan ada yang berambut. Stoma pada daun jagung berbentuk halter, yang khas dimiliki famili Poaceae. Setiap stoma dikelilingi sel- sel epidermis berbentuk kipas. Struktur ini berperan penting dalam respon tanaman menanggapi defisit air pada sel- sel daun (Samadi dan Cahyono, 1996).
Jagung memiliki bunga jantan dan bunga betina yang terpisah dalam satu tanaman. Bunga jantan tumbuh di bagian pucuk tanaman, berupa karangan bunga. Bunga betina tersusun dalam tongkol. Tongkol tumbuh dari buku, diantara batang dan pelepah daun. Pada umumnya, satu tanaman hanya dapat
(36)
menghasilkan satu tongkol produkif meskipun memiliki sejumlah bunga betina. Bunga jantan jagung cenderung siap untuk penyerbukaan 2- 5 hari lebih dini daripada bunga betinanya (Samadi dan Cahyono, 1996).
2.2 Syarat Tumbuh Jagung
Tanaman jagung mudah untuk dibudidayakan dan cocok untuk iklim di Indonesia. Tanaman jagung tidak menuntut persyaratan lingkungan yang terlalu ketat.
Namun untuk pertumbuhan optimalnya, jagung menghendaki persyaratan lingkungan yang harus dipenuhi antara lain menghendaki penyinaran matahari penuh, suhu optimal 21-34 0 C, pH antara 5,6- 7,2, dan membutuhkan air yang cukup terutama pada saat awal pertumbuhannya yaitu pada stadia pembungaan dan pengisian biji (Najiyati dan Danarti, 1999).
Menurut AAK (1993), untuk tanaman jagung kemiringan tanah yang baik kurang dari 8%. Untuk daerah yang tingkat kemiringan lebih dari 8 %, sebaiknya
dilakukan pembentukan teras. Menurut Rukmana (1998), tanaman jagung dapat tumbuh di dataran rendah sampai dataran tinggi (pegunungan). Jagung hibrida memiliki ketinggian sekitar 1.000 m atau lebih dari permukaan air laut (dp1). Jagung yang ditanam di daerah dengan ketinggian kurang dari 800 m dan ditanam dengan ketinggian antara 800 m sampai 1.200 m dari permukaan air laut dapat berproduksi dengan baik. Keadaan tinggi tempat erat kaitannya dengan suhu udara, kelembaban, dan intensitas penyinaran matahari. Semuanya itu akan saling mempengaruhi terhadap keadaan fisiologis tanaman jagung. Setiap kenaikan 100 m, suhu akan turun sekitar setengah sampai satu derajat celcius. Suhu dan
(37)
16
2.3 Kombinasi Pupuk Organik dan Pupuk Anorganik dan Dampak Aplikasinya terhadap Tanah dan Tanaman
Nutrisi tanaman dalam bentuk pupuk organik pada dasarnya sudah memberikan hasil yang baik namun belum maksimal. Misalnya, pupuk kandang mempunyai kandungan N yang berfluktuasi (naik-turun), hal ini tergantung dari makanan hewan yang menghasilkan pupuk tersebut. Untuk itu diperlukan tambahan pupuk non organik yang terukur misal pupuk Urea yang memberikan hasil yang
maksimal. Keseimbangan pemberian kedua pupuk akan menghasilkan tanaman yang lebih baik. Kelompok pupuk organik : (1) pupuk kandang (fermentasi kotoran hewan seperti sapi, kambing, dan ayam); (2) pupuk hijau ( dari kelompok kacang- kacangan); (3) pupuk kascing (dari kotoran cacing); (4) kompos daun (fermentasi dari sampah daun); (5) pupuk organik konsentrat padat Green Farm, Subur Ijo, NPK organik Novelgro; (6) pupuk organik konsentrat cair (Wide Spectrum, Nungtulo, Green Source) (Hartanto, 2007).
Pupuk organik merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah, yang mempunyai peran sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk bersatu menjadi agregat tanah, sehingga bahan organik penting dalam pembentukan struktur tanah. Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap struktur tanah sangat berkaitan dengan tekstur tanah yang diperlakukan. Bahkan pupuk organik dapat mengubah tanah yang semula tidak berstruktur (pejal) dapat membentuk struktur yang baik atau remah, dengan derajat struktur yang sedang hingga kuat.
Mekanisme pembentukan agregat tanah oleh adanya peran pupuk organik salah satunya yaitu meningkatkan populasi mikroorganisme tanah diantaranya jamur dan actinomycetes dengan melalui pengikatan secara fisik butir- butir primer oleh
(38)
miselia jamur dan actinomycetes, maka akan terbentuk agregat walaupun tanpa adanya fraksi lempung (Atmojo, 2003).
Pupuk organik- anorganik adalah campuran pupuk organik dan pupuk anorganik (kimia). Hal ini dilakukan karena harga pupuk kimia yang melambung tinggi dan pencemaran lingkungan akibat penggunaan pupuk kimia yang berlebihan. Petani dapat menyiapkan sendiri pupuk organik- anorganik dengan tujuan mengurangi biaya produksi. Pemupukan dengan cara kombinasi akan memberikan
keuntungan antara lain : (1) menambah kandungan hara yang tersedia dan siap diserap tanaman selama periode pertumbuhan tanaman; (2) menyediakan semua unsur hara dalam jumlah yang seimbang dengan demikian akan memperbaiki persentase penyerapan hara oleh tanaman yang ditambahkan dalam bentuk pupuk; (3) mencegah kehilangan hara karena bahan organik mempunyai kapasitas
pertukaran ion yang tinggi; (4) membantu dalam mempertahankan kandungan bahan organik tanah pada aras tertentu sehingga mempunyai pengaruh yang baik terhadap sifat fisik tanah dan status kesuburan tanah; (5) residu bahan organik akan berpengaruh baik pada pertanaman berikutnya maupun dalam
mempertahankan produktivitas tanah; dan (6) membantu dalam mempertahankan keseimbangan ekologi tanah sehingga kesehatan tanah dan kesehatan tanaman dapat lebih baik (Sutanto, 2002).
Penelitian Hayati (2010) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik berpengaruh nyata terhadap berat basah berangkasan tanaman dan terdapat interaksi yang nyata di antara kedua faktor tersebut terhadap berat berangkasan basah tanaman selada. Pemberian pupuk anorganik 1000 kg ha-1
(39)
18
memberikan berat berangkasan basah tanaman selada lebih baik jika diikuti dengan pemberian pupuk organik kandang 15 ton ha-1 .
Penelitian Minardi (2014) menunjukkan bahwa pemberian pupuk organik dan pupuk anorganik (75: 25 %) mampu meningkatkan kesuburan tanah pada lahan sawah dan berpengaruh nyata terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman jagung yang meliputi tinggi tanaman, berat segar dan kering brangkasan, berat tongkol dan panjang tongkol per tanaman. Selain itu penelitian Minardi (2009)
menunjukkan bahwa pemberian campuran pupuk organik meningkatkan N- total, N- tersedia, KPK, dan pH H2O.
2.4 Biochar dan Dampak Aplikasinya terhadap Tanah dan Tanaman
Biochar merupakan butiran halus substansi arang kayu yang porous, yang bila digunakan sebagai pembenah tanah dapat mengurangi CO2 di udara. Biochar
berpotensi untuk memperbaiki kesuburan tanah. Manfaat biochar terletak pada dua sifat utamanya, yaitu afinitas tinggi terhadap hara dan persisten dalam tanah. Kedua sifat ini dapat digunakan untuk menyelesaikan beberapa masalah penting pertanian seperti kerusakan tanah, keamanan pangan, polusi air oleh agrokimia, dan perubahan iklim (Gani, 2009). Selain itu, biochar yang diberikan ke dalam tanah dapat meningkatkan fiksasi N di dalam tanah (Rondon dkk., 2007). Pencucian N dapat dikurangi secara signifikan dengan pemberian biochar ke dalam media tanam, sehingga N tersedia baik bagi tanaman tidak mengalami kekurangan. Penelitian Komarayati (2011) menunjukkan bahwa pemberian biochar pada tanaman anakan mengkudu meningkatkan tinggi, diameter batang, dan jumlah daun.
(40)
Menurut Gani (2009), pemberian biochar ke dalam tanah meningkatkan ketersediaan P dan total N yang berpengaruh terhadap produksi tanaman. Tingginya ketersediaan hara bagi tanaman merupakan hasil dari bertambahnya nutrisi secara langsung dari biochar, meningkatnya retensi hara, dan perubahan dinamika mikroba tanah. Keuntungan jangka panjangnya bagi ketersediaan hara berhubungan dengan stabilisasi karbon organik yang lebih tinggi seiring dengan pembebasan hara yang lebih lambat dibanding bahan organik yang biasa
digunakan
2.5 Fungi Mikoriza Arbuskula
Menurut Brundrett (1996), mikoriza merupakan suatu bentuk simbiosis
mutualistik antara jamur dan akar tanaman. Sedangkan menurut Subiksa (2002), mikoriza merupakan bentuk asosiasi simbiotik antara akar tumbuhan tingkat tinggi dan miselium fungi tertentu. Berdasarkan stuktur tubuh dan cara infeksinya terhadap tanaman inang, mikoriza dapat dikelompokan menjadi 2 kelompok besar yaitu ektomikoriza dan endomikoriza. Namun ada juga yang menggolongkan menjadi 3 kelompok dengan menambah jenis ketiga yaitu peralihan dari 2 bentuk tersebut yang disebut ektendomikoriza.
Pola asosiasi antara fungi dengan akar tanaman inang menyebabakan terjadinya perbedaan morfologi akar antara ektomikoriza dngan endomikoriza. Pada
ektomikoriza, jalinan hifa fungi membentuk “hartig net” dan mantel dipermukaan akar, sedangkan pada endomikoriza jaringan hifa membentuk struktur yang khas berbentuk oval yang disebut vesikel dan sistem percabangan hifa yang disebut
(41)
20
arbuskular sehingga endomikoriza disebut juga Mikoriza Vaskular Arbuskular (MVA) (Fakura, 1988).
Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) merupakan fungi obligat yang banyak bersimbiosis dengan tanaman inang. Hubungan antara FMA dengan tanaman inang merupakan hubungan mutualistik (saling menguntungkan) karena tanaman inang memberi makanan kepada fungi, sebaliknya tanaman inang mendapatkan unsur hara dari fungi (Suhardi, 1989).
Mikoriza Vaskular Arbuskular telah berganti nama mejadi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA), hal ini dikarenakan tidak semua genus FMA yang brasosiasi dengan akar tanaman membentuk vesikula. Ciri utama Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) adalah terdapat arbuskula didalam korteks akar. Awalnya fungi tumbuh diantara sel- sel korteks, kemudian menembus dinding sel inang dan berkembang di dalam sel (Brundrett dkk., 1996) (Gambar 1).
(42)
FMA mengalami beberapa tingkat perkembangan. Perkembangan simbiosis mikoriza bisa berasal dari spora. Pada tingkat asimbiotik, spora berkecambah dan FMA menunjukkan perkembangan hifa yang masih terbatas karena tidak adanya tanaman inang. Akan tetapi dengan adanya eksudat akar, fungi bergeser ke tingkat prasimbiotik yang dicirikan oleh percabangan hifa yang ektensif. Setelah hifa bercabang, fungi melakukan kontak dengan akar tanaman melalui
pembentukan apresorium sebelum hifa memenetrasi epidermis akar, selanjutnya diikuti oleh kolonisasi simbiotik terhadap jaringan korteks akar dan pembentukan arbuskula intraselluler (seperti pohon dengan struktur percabangan yang banyak) (Smith dkk., 1997). Arbuskular hanya hidup 4-15 hari dan setelah tereduksi sel inang kembali ke fungsi normal. Proses pembentukan dan degenerasi arbuskular dapat berlangsung simultan di dalam akar. Pada saat pembentukan arbuskular atau sesaat sesudah pembentukan arbuskular beberapa FMA membentuk vesikular interselluler dan intraselluler. Vesikular adalah hifa apikal atau interkalari yang membesar, mengandung lipid dan menyimpan organ fungi. Fungi FMA
membentuk spora dorman (resting spore) pada hifa ekternal. Diameter spora tersebut tergantung pada spesies fungi dan dapat berkisar dari 15 sampai 800 µm. Pembentukan spora pada akar dapat berlangsung cepat pada beberapa spesies FMA, 3-4 minggu setelah akar diinfeksi, tetapi ada juga yang membutuhkan waktu sampai 6 bulan. Spesies fungi, tanaman inang, dan kondisi tanah dan lingkungan mempengaruhi waktu sporulasi. Sporulasi adalah suatu proses yang dinamis dimana pada waktu yang bersamaan dapat berlangsung pembentukan dan germinasi spora. Spora dan hifa adalah struktur reproduktif dari FMA, namun
(43)
22
spora dapat survive beberapa tahun di dalam tanah tetapi hifa hanya survive selama 2-4 minggu (Sieverding, 1991).
2.5.1 Morfologi FMA
FMA membentuk organ-organ khusus dan mempunyai perakaran yang spesifik. Organ khusus tersebut adalah arbuskula, vesikel dan spora (Pattimahu, 2004). 1. Vesikel
Vesikular merupakan struktur fungi yang berasal dari pembengkakan hifa internal secara terminal dan interkalar, kebanyakan berbentuk bulat telur, dan berisi banyak senyawa lemak sehingga merupakan organ penyimpanan cadangan makanan dan pada kondisi tertentu dapat berperan sebagai spora atau alat untuk mempertahankan kehidupan fungi. Tipe FMA vesikular memiliki fungsi yang paling menonjol dari tipe fungi mikoriza lainnya. Hal ini dimungkinkan karena kemampuannya dalam berasosiasi dengan hampir 90 % jenis tanaman, sehingga dapat digunakan secara luas untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman (Pattimahu, 2004).
2. Arbuskula
Fungi ini dalam akar membentuk struktur khusus yang disebut arbuskula. Arbuskula merupakan hifa bercabang halus yang dibentuk oleh percabangan dikotomi yang berulang-ulang sehingga menyerupai pohon dari dalam sel inang. Arbuskula merupakan percabangan dari hifa masuk kedalam sel tanaman inang. Masuknya hara ini ke dalam sel tanaman inang diikuti oleh peningkatan sitoplasma, pembentukan organ baru, pembengkokan inti sel,
(44)
peningkatan respirasi dan aktivitas enzim. Hifa intraseluler yang telah mencapai sel korteks yang lebih dalam letaknya akan menembus dinding sel dan membentuk sistem percabangan hifa yang kompleks, tampak seperti pohon kecil yang mempunyai cabang-cabang yang disebut arbuskula.
Arbuskula berperan dua arah, yaitu antara simbion fungi dan tanaman inang. Arbuskula memiliki fungsi sebagai tempat pertukaran metabolit antara fungi dan tanaman. Adanya arbuskula sangat penting untuk mengidentifikasi bahwa telah terjadinya infeksi pada akar (Suhardi, 1989).
3. Spora
Spora terbentuk pada ujung hifa eksternal. Spora ini dapat dibentuk secara tunggal, berkelompok atau di dalam sporokarp tergantung pada jenis funginya. Perkecambahan spora sangat sensitif tergantung kandungan logam berat di dalam tanah dan juga kandungan Al. Kandungan Mn juga mempengaruhi pertumbuhan miselium. Spora dapat hidup di dalam tanah beberapa bulan sampai beberapa tahun. Namun untuk perkembangan FMA memerlukan tanaman inang. Spora dapat disimpan dalam waktu yang lama sebelum digunakan lagi (Mosse, 1991).
2.5.2 Faktor Lingkungan yang Mempengaruhi Keberadaan Spora FMA
1. Sinar
Peningkatan intensitas sinar biasanya meningkatkan kolonisasi, panjang hari juga meningkatkan kolonisasi akar. Penyinaran dengan periode 12 jam atau lebih mungkin lebih penting dari pada intensitas sinar yang besar dengan
(45)
24
periode penyinaran yang pendek di dalam meningkatkan kolonisasi akar, tetapi dengan panjang hari penyinaran yang sesuai, peningkatan intensitas sinar dapat meningkatkan kolonisasi. Nampaknya intensitas sinar yang rendah akan mengurangi kolonisasi akar namun pengaruhnya terhadap produksi spora kurang begitu nyata (Suhardi, 1989).
2. Suhu
Suhu berpengaruh terhadap infeksi yakni pada perkembangan spora, penetrasi hifa pada sel akar dan perkembangan pada korteks akar, selain itu suhu juga berpengaruh pada ketahanan dan simbiosis. Semakin tinggi suhu semakin besar terbentuknya kolonisasi dan meningkatnya produksi spora. Schenk dan Schroder (1974) menyatakan bahwa suhu terbaik untuk perkembangan arbuskula yakni pada suhu 30oC tetapi untuk koloni miselia terbaik berada pada suhu 28–34oC, sedangkan perkembangan bagi vesikel pada suhu 35oC. 3. Kandungan air tanah
Kandungan air tanah dapat berpengaruh secara langsung atau tidak langsung terhadap infeksi dan pertumbuhan FMA. Pengaruh secara langsung hifa FMA dapat memperbaiki dan meningkatkan kapasitas serapan air. Sedangkan pengaruh tidak langsung karena adanya miselia eksternal menyebabkan fungi mikoriza efektif dalam mengagregasi butir-butir tanah, kemampuan tanah menyerap air meningkat. Penjenuhan air tanah yang lama berpotensi mengurangi pertumbuhan dan infeksi fungi mikoriza karena kondisi yang anaerob (Dewi, 2007).
(46)
Menurut Dewi (2007), beberapa dugaan mengapa mikoriza tahan terhadap kekeringan diantaranya adalah :
a. Adanya FMA mengakibatkan resistensi akar terhadap gerakan air menurun sehingga transfer air ke akar meningkat.
b. Tanaman kahat P lebih peka terhadap kekeringan, adanya FMA
menyebabakan status P tanaman meningkat sehingga menyebabkan daya tahan terhadap kekeringan meningkat pula.
c. Pengaruh tidak langsung karena adanya miselium eksternal menyebabkan FMA efektif di dalam mengagregasi butir- butir tanah sehingga
kemampuan tanah menyimpan air meningkat. 4. pH Tanah
Fungi mikoriza umumnya lebih tahan terhadap perubahan pH tanah. Meskipun demikian, adaptasi masing-masing spesies fungi mikoriza terhadap pH tanah berbeda-beda, karena pH tanah mempengaruhi perkecambahan, perkembangan dan peran mikoriza terhadap pertumbuhan tanaman. pH optimum untuk perkembangan fungi mikoriza berbeda-beda tergantung pada adaptasi fungi mikoriza terhadap lingkungan. Misalnya Glomus mosseae biasanya pada tanah alkali dapat berkecambah dengan baik pada air atau pada soil extract agar pada pH 6-9. Spora Gigaspora coralloidea dan Gigaspora heterogama dari jenis yang lebih tahan asam dapat berkecambah dengan baik pada pH 4-6. Glomus epigaeum perkecambahannya lebih baik pada pH 6-8 (Suhardi, 1989).
(47)
26
5. Bahan organik
Bahan organik merupakan salah satu komponen dalam tanah yang penting disamping air dan udara. Jumlah spora FMA berhubungan erat dengan
kandungan bahan organik dalam tanah. Jumlah maksimum spora ditemukan pada tanah-tanah yang mengandung bahan organik 1-2% sedangkan pada tanah-tanah berbahan organik kurang dari 0,5% kandungan spora sangat rendah (Pujianto, 2001).
6. Logam berat dan unsur lain
Adanya logam berat dalam larutan tanah dapat mempengaruhi perkembangan mikoriza. Beberapa spesies mikoriza arbuskula diketahui mampu beradaptasi dengan tanah yang tercemar seng (Zn), tetapi sebagian besar spesies mikoriza peka terhadap kandungan Zn yang tinggi. Pada beberapa penelitian lain diketahui pula strain-strain fungi mikoriza tertentu toleran terhadap kandungan Mn, Al, dan Na yang tinggi (Janouskuva., 2006).
(48)
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung pada September 2014 sampai Januari 2015. Identifikasi jumlah spora FMA dan persen infeksi akar oleh FMA dilakukan di Laboratorium Produksi Perkebunan, Jurusan Agroteknologi, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung, Bandar Lampung.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan adalah benih jagung Bisi 18, biochar sekam padi, pupuk Organonitrofos, pupuk urea, SP-36, KCl, serta bahan-bahan kimia untuk identifikasi jumlah spora dan persen infeksi akar oleh FMA ( larutan KOH 10%, larutan HCl 2%, larutan gliserin 86%, Trypan Blue 0,05%, larutan melzer (larutkan 100 g Chloral hydrate, 1,5 g Iodine, dan (5 g KI (potassium iodine) dilarutkan dengan 100 ml distilled water), air, aquades, sampel tanah, dan akar tanaman).
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini untuk pengambilan contoh tanah di lapang adalah bor tanah, cangkul, alat untuk mengukur soil temperature, kantung plastik, dan alat tulis. Alat-alat yang digunakan di laboratorium adalah saringan mikro bertingkat (250 µm, 150 µm dan 45 µm), botol film, gelas beker, cawan
(49)
28
petri, waterbath, botol semprot, mikroskop, pinset mikro, cover glass, saringan, kaca preparat, dan skapel.
3.3 Metode Penelitian
Rancangan perlakuan yang digunakan adalah rancangan faktorial yang diterapkan pada satuan percobaan menurut Rancangan Acak Kelompok (RAK)
Faktor pertama adalah kombinasi pupuk organonitrofos dan pupuk kimia dengan 5 level:
P0 = Tanpa pupuk (kontrol)
P1 = 100% pupuk kimia (600 kg Urea ha-1, 250 kg SP-36 ha-1 dan 200
kg KCl ha-1) + 0% pupuk Organonitrofos
P2 = 75% pupuk kimia (450 kg Urea ha-1, 187,5 kg SP-36 ha-1 dan 150
kg KCl ha-1)+ 25% pupuk Organonitrofos (1.250 kg ha-1)
P3 = 50% pupuk kimia (300 kg Urea ha-1, 125 kg SP-36 ha-1 dan 100 kg
KCl ha-1) + 50% pupuk Organonitrofos (2.500 kg ha-1)
P4 = 25% pupuk kimia (150 kg Urea ha-1, 62,5 kg SP-36 ha-1 dan 50 kg
KCl ha-1) + 75% pupuk Organonitrofos (3.750 kg ha-1)
P5 = 0 % pupuk kimia+ 100% pupuk Organonitrofos (5.000 kg ha-1)
Faktor kedua adalah penambahan biochar dengan 2 level: B0 = 0% biochar (0 kg ha-1)
B1 = 100% biochar (5.000 kg ha-1)
Dari dua faktor tersebut diperoleh 12 kombinasi perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali. Homogenitas ragam data yang diperoleh diuji dengan Uji Bartlet dan
(50)
aditivitas data diuji dengan Uji Tukey. Jika asumsi terpenuhi (dengan antar perlakuan homogen dan data bersifat menambah) maka data dianalisis dengan sidik ragam. Perbedaan nilai tengah perlakuan, diuji dengan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%. Untuk mengetahui hubungan jumlah spora FMA dan persen infeksi FMA dengan sifat tanah dilakukan uji korelasi.
3.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Penyiapan Biochar
Biochar yang digunakan berasal dari sekam padi. Pembuatan biochar dilaksanakan di Kebun Percobaan Taman Bogo, Lampung Timur. Biochar dihasilkan melalui proses pirolisis arang sekam. Pembakaran biochar menggunakan pirolisator (Gambar 2).
Gambar 2. Pirolisator untuk pembakaran sekam padi.
Sekam padi dimasukkan ke dalam pirolisator sebanyak ⅓ bagian pirolisator.
Kemudian dimasukan pipa rongga ke dalam pirolisator dan diletakan di bagian
⅓ Pirolisator
¾ Pirolisator Sekam Sekam
Padi Padi
…
. .
Pipa rongga
(51)
30
tengah pirolisator. Selanjutnya dimasukkan kembali sekam hingga sekam memenuhi ¾ bagian pirolisator. Setelah itu ke dalam pipa rongga tersebut dimasukkan arang kayu atau bonggol jagung yang telah membara atau telah dibakar. Rongga tersebut digunakan agar pembakaran dapat berlangsung merata. Selanjutnya pirolisator ditutup dengan rapat. Apabila asap mulai keluar melalui cerobong, berarti pembakaran sudah berjalan dengan baik. Setelah 4 jam dan sudah tidak mengeluarkan banyak asap lagi, arang yang telah terbakar secara tidak sempurna dikeluarkan dan langsung disemprot air agar tidak menjadi abu atau terjadi pembakaran sempurna (Nurida, 2012). Selanjutnya arang dijemur dan setelah itu diayak dengan ayakan yang memiliki diameter 2 mm.
3.4.2 Pembuatan Petak Percobaan dan Pengolahan Lahan
50 cm K1
K2
K3
Gambar 3. Tata letak satuan percobaan Keterangan: P0 = Kontrol
P1 = 100% Pupuk Kimia + 0% Pupuk Organonitrofos
P2 = 75 % Pupuk Kimia + 25% Pupuk Organonitrofos
P3 = 50% Pupuk Kimia + 50% Pupuk Organonitrofos
P4 = 25% Pupuk Kimia + 75% Pupuk Organonitrofos
P5 = 0% Pupuk Kimia + 100% Pupuk Organonitrofos
B0 = 0% biochar
P0 B1 P4 B0 P2 B1 P5 B1 P5 B0 P1 B1 P4 B1 P1 B0 P0 B0 P3 B0 P2 B1 P3 B1 P2 B1 P4 B0 P5 B0 P1 B0 P0 B1 P3 B1 P1 B1 P4 B1 P0 B0 P5 B1 P2 B0 P1 B0 P5 B1 P4 B1 P5 B0 P0 B0 P3 B0 P4 B0 P3 B1 P2 B0 @ P2 B0 P0 B1 P3 B1 P1 B1
(52)
Penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengolahan lahan terlebih dahulu. Pada lahan percobaan dilakukan pengukuran lahan yang kemudian dilanjutkan dengan mencangkul membersihkan seluruh gulma yang terdapat di lahan percobaan. Setelah itu dibuat petakan sebanyak 36 petak untuk ulangan satu, dua, dan tiga dengan ukuran 2 x 3 m per petak. Jarak antarpetak pecobaan 50 cm. (Gambar 3).
3.4.3 Aplikasi Pupuk Organonitrofos, Pupuk Kimia dan Biochar
Aplikasi pupuk Organonitrofos, biochar dilakukan 1 minggu sebelum tanam. Pupuk Organonitrofos dan biochar dicampurkan langsung dengan tanah kemudian diaduk hingga merata. Aplikasi dilakukan sesuai dosis perlakuan masing –
masing. Sedangkan pupuk kimia (KCl dan SP36 ) dan ½ dosis urea diberikan 1 minggu setelah benih jagung ditanam (sesuai perlakuan masing-masing). Aplikasi urea kedua (sisa ½ dosis) dilakukan pada saat vegetatif maksimum (saat malai mulai keluar). Pemupukan kimia dilakukan dengan cara ditugal.
3.4.4 Penanaman Jagung
Jagung ditanaman dengan jarak tanam 70 cm x 25 cm. Penanaman jagung dilakukan dengan memasukkan dua benih jagung ke dalam setiap lubang tanaman. Selanjutnya dilakukan penjarangan tanaman 6 hari setelah tanam, sehingga tersisa satu tanaman yang tumbuh sehat. Apabila dalam waktu 6 hari setelah tanam ada yang tidak tumbuh maka akan dilakukan penyulaman.
(53)
32
3.4.5 Pengambilan Sampel Tanah dan Akar Tanaman Jagung
Pengambilan sampel tanah untuk pengamatan jumlah spora FMA dilakukan 5 kali. Sampel tanah diambil pada saat awal (sebelum perlakuan), 15 hari setelah tanam (HST), 30 hari setelah tanam (HST), 60 hari setelah tanam (HST) dan 104 hari setelah tanam (HST). Sedangkan sampel akar diambil pada saat tanaman berumur 60 HST dan 104 HST. Sampel tanah dan akar tanaman jagung diambil dari 4 titik yaitu diantara pertanaman jagung baris ke 2 dan baris ke 3 kemudian dikompositkan. Pengambilan sampel tanah untuk analisis sifat kimia dilakukan 2 kali yaitu pada saat sebelum tanam (setelah tanah diolah) dan saat panen.
Pengambilan sampel tanah untuk analisis kimia dengan menggunakan bor pada kedalaman 0-20 cm.
3.4.6 Analisis Sampel Tanah
Analisis sampel tanah dilakukan untuk menentukan C-organik tanah (metode Walkley and Black), N-total tanah (metode Kjeldahl), pH tanah (metode Elektrode), P-tersedia dan kadar air tanah (%) di Laboratorium Ilmu Tanah, Fakutas Pertanian, Universitas Lampung, sedangkan pengukuran suhu tanah dilaksanakan di lokasi percobaan dengan menggunakan alat soil temperature tester. Hasil analisis awal disajikan pada Tabel 1.
(54)
Tabel 1. Hasil analisis kimia Tanah Ultisol Gedung Meneng, pupuk Organonitrofos dan biochar.
Jenis Analisis Tanah Organonitrofos Biochar pH (H2O) 6,47 (AM) 5,69 (AM) 7,9 (AA)
P- Total (%) - 5,58 (ST) -
C-Organik (%) 1,76 (R) 9,52 (ST) 14,65 (ST) N-Total (%) 0,28 (S) 1,13 (ST) 0,76 (ST) P-Tersedia Bray I (ppm) 6,9 (R) 26,83 (ST)
Sumber kriteria : balittanah.litbang.deptan.go.id (2005).
Keterangan: AM= agak masam, AA= agak alkalis, ST= sangat tinggi, R= rendah, S= Sedang
3.4.7 Pengamatan
3.4.7.1Variabel Pengamatan
Variabel utama yang diamati adalah jumlah spora FMA yang dilakukan pada saat awal (sebelum perlakuan), 15 hari setelah tanam (HST), 30 hari setelah tanam (HST), 60 hari setelah tanam (HST) dan 104 hari setelah tanam (HST). Persen infeksi akar tanaman jagung pada 60 hari setelah tanam (HST) dan 104 hari setelah tanam (HST).
1. Jumlah Spora Fungi Mikoriza Arbuskula
Spora FMA diisolasi dengan cara penyaringan basah (wet seiving) menurut metode Brundrett dkk. (1996). Setiap perlakuan diambil 100 gram sampel tanah dimasukkan ke dalam wadah kemudian ditambahkan air sebanyak 1000 ml, kemudian diaduk selama kurang lebih 1 menit supaya spora- spora yang terperangkap di antara partikel tanah terbebaskan. Suspensi selanjutnya
dituangkan pada saringan mikro dengan ukuran 250 µm, 150 µm dan 45 µm yang disusun secara bertingkat dengan ukuran yang lebih kecil berada pada bagian bawah. Hal yang sama diulang sebanyak 5 kali sehingga spora yang berada dalam
(55)
34
tanah terbebaskan. Spora- spora yang tertahan pada masing- masing saringan selanjutnya dipindahkan ke dalam cawan petri, untuk selanjutnya diamati di bawah mikroskop. Jumlah spora dihitung secara manual berdasarkan bentuk dan warna spora dengan mengamati spora yang dikumpulkan dalam cawan petri di bawah mikroskop strereo.
2. Infeksi Akar Jagung oleh Fungi Mikoriza Arbuskula
Persen infeksi akar oleh fungi mikoriza arbuskula dihitung dengan metode
pewarnaan akar. Sampel akar diambil secara acak dari tanah pertanaman jagung ± 1g/sampel kemudian akar dipotong sepanjang 2 cm. Sampel akar dicuci sampai bersih dan dimasukkan ke dalam botol film. Botol yang telah terisi sampel diisi dengan larutan KOH 10% sampai seluruh akar terendam dan dikukus dalam water bath dengan suhu ±800C selama 20 menit untuk membersihkan sel dari
sitoplasma. Setelah itu larutan KOH dibuang dan akar dicuci bersih dengan air. Sampel akar kemudian direndam dalam larutan HCl 1% dan dikukus lagi selama ±15 menit. Selanjutnya larutan HCl dibuang dan akarnya siap untuk diwarnai dengan merendamnya dengan larutan trypan blue 0,05 % (0,5 g trypan blue + 450 ml glycerol+ 500 ml akuades + 50 ml HCl 1%), kemudian akar dikukus selama 10 menit dengan suhu ±80oC. Setelah itu akar diletakkan di atas preparat untuk diamati di bawah mikroskop majemuk dengan pembesaran 100 kali. Jika akar telah terinfeksi, akan dilihat dengan tanda adanya struktur pembentuk mikoriza (hifa, visikel, dan arbuskula) pada jaringan akar.
(56)
Rumus yang digunakan untuk menghitung persen infeksi akar oleh fungi mikoriza arbuskula sebagai berikut:
Tingkat infeksinya menurut The Instate of Mycorrhizal Research and
Development, USDA Forest Service, Athena, Georgia (Setiadi, 1992) sebagai berikut:
1. Kelas 1 bila terinfeksi FMA sebesar 0- 5% tergolong sangat rendah 2. Kelas 2 bila terinfeksi FMA sebesar 6- 25% tergolong rendah 3. Kelas 3 bila terinfeksi FMA sebesar 26- 50% tergolong sedang 4. Kelas 4 bila terinfeksi FMA sebesar 51- 75% tergolong tinggi
5. Kelas 5 bila terinfeksi FMA sebesar 76- 100% tergolong sangat tinggi 3.4.7.2 Variabel Pendukung
Variabel pendukung yang diamati pada awal dan akhir penelitian adalah C-organik tanah, N-total tanah,P-tersedia, pH tanah, suhu tanah, dan kadar air tanah.
(57)
54
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan hal- hal sebagai berikut: 1. Jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) tidak dipengaruhi oleh
perlakuan kombinasi pupuk Organonitrofos dan kimia pada 15, 30, 60, 104 (HST).
2. Jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) tidak dipengaruhi oleh perlakuan biochar pada 15, 30, 60, 104 (HST).
3. Tidak terdapat interaksi antara pengaruh kombinasi pupuk Organonitrofos dan kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan yang sama yaitu pemberian kombinasi pupuk Organonitrofos dan kimia dengan penambahan biochar namun perlu dilakukan pengurangan dosis pupuk P untuk tanaman jagung sehingga P-tersedia di dalam tanah berkurang.
(58)
PUSTAKA ACUAN
Aksi Agraris Kanisius. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 134 hlm.
Agromedia. 2010. Kondisi Kelangkaan Pupuk Subsidi di Pasaran. Mei. Diakses pada 26 Agustus 2014. http://www.agromedia.go.id. Indonesia.
Atmojo, S. W. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan . Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Azzahrawani, E. 2010. Kualitas Pupuk Cair dari Limbah Monosodium Glutamat (MSG) dengan Penambahan Sumber Hara Organik Tepung Tulang dan Guano Yang Difermentasi dan Tanpa Fermentasi dengan Isi Rumen Sapi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 hlm.
Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. 2001. Peluang Agribisnis Arang Sekam. Jakarta. Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. http://www.
[email protected]. Diakses pada 30 Desember 2015.
Bambang, S. A. 2012. Si Hitam Biochar yang Multiguna. PT. Perkebunan Nusantara X (Persero). Surabaya.
BPS Indonesia. 2014. Produksi Jagung di Lampung. Badan Pusat Statistika. Jakarta.
Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, and Maljezuk. 1996. Working with Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR Monograph 32. 374 +x p. Dewi, I.R. 2007. Peran, Prospek dan Kendala dalam Pemanfaatan Endomikoriza.
Makalah Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Fakura, M.Y. 1988. Mikoriza Teori dan Penggunaan dalam Praktek. Pusat antar Universitas IPB dan Sumberdaya Informasi IPB. 123 hlm.
Gani, A. 2009. Biochar Penyelamat Lingkungan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 31: 15-16.
(59)
53
Gundale, M. J and Deluca. 2006. Temperature and source material influence ecological attributes of Ponderosa pine and Douglas-fir charcoal. For Ecol Manag. 231:86–93.
Gupta, R and K. G. Mukerji. 2000. The Growth of VAM Fungi Under Stress Consditions. In Micorrhizal Biology. Kluer Academic/ Plenum Publishers. New York, Boston, Dordrecht, London, Moscow.
Harinikumar, K.M, D.J. Bagyaraj, and B. Mallesha. 1990. Effect of intercropping and organic soil amendments on native V A mycorrhizal fungi in an oxisol. Arid Soil Res. Rehabil. 4: 193-198.
Hartanto, Y.2007. Keseimbangan Penggunaan Pupuk Organik dan Non Organik. http://www.godongijo.com/index2.php?task=fullart&PID=35. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.
Hayati, E. 2010. Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap Kandungan Logam Berat dalam Tanah dan Jaringan Tanaman Selada. J. Floratek 5: 113- 123.
Hayman, D.S. 1975. The occurrence of mycorrhiza in crops as affected by soil fertility In: F. Sanders, B. Mosse and P. Tinker. (Eds.). Endomycorrhizas. Academic Press. London, pp. 495-509.
Ishii T., K. Kadoya . 1994. Effects of charcoal as a soil conditioner on citrus growth and vesicular–arbuscular mycorrhizal development. J. Jpn Soc Hortic Sci 63:529–535.
Janouskova, M. 2006. “Potensial contribution of arbuscular mycorrhiza to
cadmium immobili sation in soil”. Chemosphere 65 (11): 1959 - 1965.
Komarayati. S., dan E. Santoso. 2011. Arang dan cuka kayu : Produk HHBK untuk stimulan pertumbuhan mengkudu (Morinda citrifolia). J. Penelitian Hasil Hutan 29 (2): 155-178.
Lestari, A. P. 2009. Pengembangan pertanian berkelanjutan Melalui subtitusi pupuk anorganik dengan pupuk organik. J. Agronomi 13 (1) : 38- 44. Lukitanigdyah, D. L. 2013. Tingkat persen infeksi propagul mikoriza vesicular
arbuskular indigenus asal Desa Pangpong Kec. Labang Kab. Bangkalan Madura pada perakaran tanaman padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max) dan tanaman gulma rumput teki (Cyperus rotundus). Paper Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Hal 1- 12.
Listyowati, M. S., S. Yusnaini, M. V. Rini, dan M.A.S. Aif. 2013. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa Bagas terhadap Populasi Fungi Mikoriza Arbuskula pada Perkebunan Tebu. J. Agrotropika18(1): 16-20
(1)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan hal- hal sebagai berikut:
1. Jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) tidak dipengaruhi oleh perlakuan kombinasi pupuk Organonitrofos dan kimia pada 15, 30, 60, 104 (HST).
2. Jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) tidak dipengaruhi oleh perlakuan biochar pada 15, 30, 60, 104 (HST).
3. Tidak terdapat interaksi antara pengaruh kombinasi pupuk Organonitrofos dan kimia dengan penambahan biochar terhadap jumlah spora Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA).
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan yang sama yaitu pemberian kombinasi pupuk Organonitrofos dan kimia dengan penambahan biochar namun perlu dilakukan pengurangan dosis pupuk P untuk tanaman jagung sehingga P-tersedia di dalam tanah berkurang.
(2)
PUSTAKA ACUAN
Aksi Agraris Kanisius. 1993. Teknik Bercocok Tanam Jagung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 134 hlm.
Agromedia. 2010. Kondisi Kelangkaan Pupuk Subsidi di Pasaran. Mei. Diakses pada 26 Agustus 2014. http://www.agromedia.go.id. Indonesia.
Atmojo, S. W. 2003. Peranan Bahan Organik terhadap Kesuburan Tanah dan . Upaya Pengelolaannya. Pidato Pengukuhan Guru Besar Ilmu Kesuburan Tanah. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Azzahrawani, E. 2010. Kualitas Pupuk Cair dari Limbah Monosodium Glutamat (MSG) dengan Penambahan Sumber Hara Organik Tepung Tulang dan Guano Yang Difermentasi dan Tanpa Fermentasi dengan Isi Rumen Sapi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 41 hlm.
Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. 2001. Peluang Agribisnis Arang Sekam. Jakarta. Balai Penelitian Pascapanen Pertanian. http://www.
[email protected]. Diakses pada 30 Desember 2015.
Bambang, S. A. 2012. Si Hitam Biochar yang Multiguna. PT. Perkebunan Nusantara X (Persero). Surabaya.
BPS Indonesia. 2014. Produksi Jagung di Lampung. Badan Pusat Statistika. Jakarta.
Brundrett, M., N. Bougher, B. Dell, T. Grove, and Maljezuk. 1996. Working with
Mycorrhizas in Forestry and Agriculture. ACIAR Monograph 32. 374 +x p.
Dewi, I.R. 2007. Peran, Prospek dan Kendala dalam Pemanfaatan Endomikoriza. Makalah Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran. Jatinangor.
Fakura, M.Y. 1988. Mikoriza Teori dan Penggunaan dalam Praktek. Pusat antar Universitas IPB dan Sumberdaya Informasi IPB. 123 hlm.
Gani, A. 2009. Biochar Penyelamat Lingkungan. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 31: 15-16.
(3)
Gundale, M. J and Deluca. 2006. Temperature and source material influence ecological attributes of Ponderosa pine and Douglas-fir charcoal. For Ecol
Manag. 231:86–93.
Gupta, R and K. G. Mukerji. 2000. The Growth of VAM Fungi Under Stress Consditions. In Micorrhizal Biology. Kluer Academic/ Plenum Publishers. New York, Boston, Dordrecht, London, Moscow.
Harinikumar, K.M, D.J. Bagyaraj, and B. Mallesha. 1990. Effect of intercropping and organic soil amendments on native V A mycorrhizal fungi in an oxisol.
Arid Soil Res. Rehabil. 4: 193-198.
Hartanto, Y.2007. Keseimbangan Penggunaan Pupuk Organik dan Non Organik. http://www.godongijo.com/index2.php?task=fullart&PID=35. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.
Hayati, E. 2010. Pengaruh Pupuk Organik dan Anorganik Terhadap Kandungan Logam Berat dalam Tanah dan Jaringan Tanaman Selada. J. Floratek 5: 113- 123.
Hayman, D.S. 1975. The occurrence of mycorrhiza in crops as affected by soil fertility In: F. Sanders, B. Mosse and P. Tinker. (Eds.). Endomycorrhizas. Academic Press. London, pp. 495-509.
Ishii T., K. Kadoya . 1994. Effects of charcoal as a soil conditioner on citrus growth and vesicular–arbuscular mycorrhizal development. J. Jpn Soc Hortic Sci 63:529–535.
Janouskova, M. 2006. “Potensial contribution of arbuscular mycorrhiza to
cadmium immobili sation in soil”.Chemosphere 65 (11): 1959 - 1965.
Komarayati. S., dan E. Santoso. 2011. Arang dan cuka kayu : Produk HHBK untuk stimulan pertumbuhan mengkudu (Morinda citrifolia). J. Penelitian
Hasil Hutan 29 (2): 155-178.
Lestari, A. P. 2009. Pengembangan pertanian berkelanjutan Melalui subtitusi pupuk anorganik dengan pupuk organik. J. Agronomi 13 (1) : 38- 44. Lukitanigdyah, D. L. 2013. Tingkat persen infeksi propagul mikoriza vesicular
arbuskular indigenus asal Desa Pangpong Kec. Labang Kab. Bangkalan Madura pada perakaran tanaman padi (Oryza sativa), kedelai (Glycine max) dan tanaman gulma rumput teki (Cyperus rotundus). Paper Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Hal 1- 12.
Listyowati, M. S., S. Yusnaini, M. V. Rini, dan M.A.S. Aif. 2013. Pengaruh Sistem Olah Tanah dan Pemberian Mulsa Bagas terhadap Populasi Fungi Mikoriza Arbuskula pada Perkebunan Tebu. J. Agrotropika18(1): 16-20
(4)
Lumbanraja, J., Dermiyati, S. Triyono, dan H. Ismono. 2013. Pemasyarakatan Aplikasi Pupuk Organik Rakitan Baru Organonitrofos di Kelompok Tani dan Pemberdayaan Kewirausahaan Kelompok Tani di Kabupaten Lampung Selatan. Proposal Hi- Link. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Minardi, S., J. Winarno, dan A. H. N. Abdilah. 2009. Efek Perimbangan Pupuk
Organik dan Pupuk Anorganik terhadap Sifat Kimia Tanah Andisol Tawangmangu dan Hasil Tanaman Wortel ( Daucus carota L.). J. Ilmu
Tanah dan Agroklimatologi 6 (2).
Minardi, S., S. Hartati dan Pardono. 2014. Imbangan Pupuk Organik dan Anorganik Pengaruhnya terhadap Hara Pembatas dan Kesuburan Tanah Lahan Sawah Bekas Galian C pada Hasil Jagung (Zea Mays L.). J. Ilmu
Tanah dan Agroklimatologi 11 (2). Hlm 122- 129.
Mosse, B. 1991. Mycorrhiza in a sustainable agriculture. Biologi Agriculture Horticulture 3:191- 209.
Muzzakir. 2011. Hubungan antara Cendawan Mikoriza Arbuskular Indigenous dan Sifat Kimia Tanah di Lahan Kritis Tanjung Alai Sumatera Barat. J. Solum 8 (2): 53- 57.
Najiati, S. Dan Danarti. 1999. Palawija Budidaya dan Analisis Usaha Tani. Penebar Swadaya. Jakarta. 116 hlm.
Nugroho, S.G., Dermiyati, J. Lumbanraja, S. Triyono, dan H. Ismono. 2012. Optimum Ratio of Fresh Manure and Grain of Phosphate Rock Mixture in a Formulated Compost for Organomieral NP Fertilizer. J. Trop. Soil 17 (2) : 121-128.
Nugroho, S.G., Dermiyati, J. Lumbanraja, S. Triyono, H. Ismono, dan A. P. Jatmiko. 2011. Perakitan Pupuk Alternatif Organomineral NP
(Organonitrofos) Berbasis Sumberdaya Lokal dan Pengalihan Teknologi Produksi ke Swasta dan Kelompok Tani. Proposal Penelitian Unggulan Strategis Nasional. Universitas Lampung. Bandar Lampung. Hal 6- 10. Pattimahu, D. V. 2004. Restorasi Lahan Kritis Pasca Tambah Sesuai Kaidah
Ekologi. Makalah Mata Kuliah Falsafah Sains, Sekolah Pasca Sarjana, IPB.
Bogor.
Prasetyo,B. H. dan D.A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik, Potensi, dan Teknologi Pengelolaan Tanah Ultisol Untuk Pengembangan Pertanian Lahan Kering di Indonesia. J. Litbang Pertanian 25(2): 39- 47.
Pujianto. 2001. Pemanfaatan Jasad Mikro, Jamur Mikoriza dan Bakteri dalam Sistem Pertanian Berkelanjutan di Indonesia: Tinjauan dari Persepektif Falsafah Sains Program Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor.
(5)
Rainiyati. 2007. Status dan keanekaragaman cendawan mikoriza arbuskula (CMA) pisang raja nangkavdan potensi pemanfaatan untuk penigkatan produksi pisang asal kultur jaringan di kabupaten merangin. Jambi. Disertasi. Pascasarjana IPB. Bogor. 140p.
Rini, A. 2003. Pengaruh Pemberian Berkelanjutan Bahan Organik dan Pupuk Kimia pada Tanah Ultisol Taman Bogo terhadap Efektivitas Mikoriza Vasikular Arbuskular di Pertanaman Jagung (Zea mays L.). Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 49 hlm.
Rini, M V. 2011. Populasi fungi mikoriza arbuskula pada beberapa kebun kelapa sawit di Lampung Timur. Dalam prosiding seminar nasional dan rapat tahunan Dekan, Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, hal 377-383. 23-25 Mei 2011.
Rondon, M.A., J. Lehmann, J. Ramirez, dan M. Hurtado. 2007. Biological Nitrogen Fixation by Common Beans (Phaseolus vulgaris L.) Increases with Bio-char additions.Biology and Fertility Soils 43: 699-708.
Ruiz- Lozano, J. M, R. Azcon, dan M. Gomez. 1994. Effects of Arbuskular Mycorrhizal Glomus Spesies on Drought Tolerance: Physiological and Nutritional Plant Responses. Applied and Enviromental Microbiology 61: 456- 460.
Rukmana, R. 1998. Usaha Tani Jagung. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 112 hlm. Samadi dan Cahyono. 1996. Budibaya Jagung.http://blogku-agroteknologi.
blogspot. com/2011/07/budidaya-jagung.html. Diakses pada tanggal 5 Oktober 2014.
Sancayaningsih, R. P. 2005. The effects of single and dual inoculations of arbusscula mycorrhizal fungi on ploant growth and est and mdh iszyme profiles of maize roots (Zea mays L.) grown of limited growth media. Disertsi. Universitas Gadja Mada, Yogyakarta.
Schenck, N.C, dan N.V. Schroder. 1974. Temperature Respone of Endogone Micorrhiza on Soybean Roots. Mycology: 600-605.
Setiadi, et al. 1992. Petunjuk Laboratorium Mikrobiologi Tanah Hutan. Pusat
Antar Universitas Bioteknologi Kehutanan.Direktorat Perguruan Tinggi
Swasta. Jakarta.
Sieverding, E. 1991. Veskular- Arbuskular Mycorrhizza Management in Tropical Agrosystem. Deutsche Gesellschaft fur Technische Zusammenarbeit (GTZ) GmbH, Eschborn. 367 pp.
Sirappa dan N. Razak. 2010. Peningkatan produktivitas jagung melalui pemberian pupuk N, P, K dan pupuk kandang pada lahan kering di Maluku. Prosoding
(6)
Smith, S.E & D.J. Read. 1997. Mycorhizae Simbiosis. Second edition. Academic Press Ammoccout brace and Company Publisher. New York, pp : 120 -160. Smith, M. E., C.A. Miles, and J. Van Beem. 1995. Genetic improvement of maize for nitrogen use efficiency. In Maize research for stress environment p. 39- 43.
Subagyo, H., N. Suharta dan A. Siswanto. 2004. Tanah- Tanah Pertanian
Indonesia dalam Sumberdaya Lahan di Indonesia dan Pengelolaannya. Pusat Penelitian Tanah Agroklimat. 58 hlm.
Subiksa. 2002. Pemanfaatan mikoriza untuk penanggulangan lahan kritis.
http://www.suarakarya.com//. Diakses pada tanggal 30 September 2010. 13
hlm.
Suhardi. 1989. Mikoriza Vaskular Arbuskular. Pedoman Kuliah. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik ; Pemasyarakatan dan
Pengembangannya. Penerbit Kanisius. Jakarta. 219 hlm.
Taufik. S., Suprapto, dan H. Widiyono. 2010. Uji daya hasil pendahuluan jagung hibrida di lahan ultisol dengan input rendah. J. Akta Agrosia 13 (1): 70-76. Thomas, R. S., R. L. Franson, and G. J. Bethlenfalvay. 1993. Separation of
Arbuscular Mycorrhizal Fungus and Root Effect on Soil Agregation. Soil Sciety of American Journal. 57: 77- 81.
Warisno. 1998. Budi Daya Jagung Hibrida. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.
Warner, A. 1984. Colonization of organic matter by vesicular –arbuscular mycorrhizal fungi. Trans. Br. Mycol. Soc.82: 352-354.
Wibowo, Y. S. 2013. Pengaruh Sistem Olah Tanah pada Lahan Alang- Alang
(Imperata cilindrica) terhadap Biomassa Karbon Mikroorganisme Tanah
yang ditanami Kedelai (Glycine max L) Musim Kedua. Skripsi. Universitas Lampung. Bandar Lampung. 57 hlm.
Widyastuti. 2008. Fungi Mikoriza Arbuskula di Hutan Jati.
http://www.rimbawan.com/APHI0611/KUMPULAN_TULISAN /2008/Februari/untuk BULETIN-APHI_mikoriza (10 Mei 2008). 11p. Diakses pada tanggal 11 Agustus 2015 pukul 20.15 WIB.
Yusnaini, S. 2009. Keberadaan Mikoriza Vesikular Arbuskular pada Pertanaman Jagung yang diberi Pupuk Organik dan Inorganik Jangka Panjang. J. Tanah