TUGAS ESTETIKA ANALISIS SEMIOTIK NOVEL B

(1)

TUGAS ESTETIKA

ANALISIS SEMIOTIK NOVEL BEKISAR

MERAH KARYA AHMAD TOHARI

Oleh:

Nur Widyawati Adie Sulistya

2115101146

4B

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Bahasa dan Seni

Universitas Negeri Jakarta

2014


(2)

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Kita hidup di dunia berkaitan dengan tanda dan diri kitapun bagian dari tanda itu sendiri. Tanda-tanda tersebut kemudian dimaknai sebagai wujud dalam memahami kehidupan. Manusia melalui kemampuan akalnya berupaya berinteraksi dengan menggunakan tanda sebagai alat untuk berbagai tujuan, salah satu tujuan tersebut adalah untuk berkomunikasi dengan orang lain sebagai bentuk adaptasi dengan lingkungan. Ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, setidaknya orang lain tersebut memahami maksud pesan kita, kurang kebih secara tepat. Supaya komunikasi dapat terlaksana, maka kita harus membuat pesan dalam bentuk tanda (bahasa, kata). Bahasa merupakan alat komunikasi yang terpenting dalam kehidupan manusia. Kata-kata yang dibentuk dalam bahasa diungkap melalui satu sistem perlambangan yang dapat dipahami secara lisan maupun tulisan. Semua ini terungkap dalam tuturan, gerak laku maupun perbuatan. Kadang-kala, lambang-lambang yang digunakan dalam bahasa agak sukar untuk dipahami sehingga memerlukan satu bentuk kajian melalui disiplin tertentu. Maka, disiplin inilah yang diterapkan melalui pendekatan semiotik. Ia adalah disiplin yang terbentuk dari hasil gabungan beberapa bidang ilmu lain termasuk antropologi, lingusitik, psikologi, sosiologi dan lain-lain.


(3)

Makalah ini merupakan tugas dari mata kuliah kajian fiksi dalam menganalisis sebuah novel berdasarkan semiotikanya. Untuk itu berikut rumusan masalah yang dibahas dalam isi makalah: 1. Apa Pengertian Semiotik?

2. Apa saja kajian semiotik yang terdapat dalam novel Bekisar Merah karya Ahmad Tohari? 3. Bagaimana keterkaitan semiotik yang dibuat oleh pengarang dengan kesesuaian cerita?

1.3 Tujuan

Tujuan dari makalah ini yaitu supaya mahasiswa mengetahui tentang semiotik dan dapat menganalisis sebuah novel dari unsure semiotiknya.


(4)

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Semiotik

Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Semieon merupakan istilah yang digunakan oleh orang Greek untuk merujuk kepada ilmu yang mengkaji sistem perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Inilah akar dari terbentuknya istilah semiotik, yaitu kajian sastra yang meneliti sistem perlambangan dan berhubung dengan tanggapan dalam karya. Semiotik juga dapat dikatakan sebuah disiplin ilmu umum yang mengkaji sistem perlambangan di setiap bidang kehidupan. Ia bukan saja merangkum sistem bahasa, tetapi juga merangkum lukisan, maupun pementasan drama. Oleh sebab itu kajian semiotik dapat diterapkan ke berbagai bidang ilmu dan boleh dijadikan asas kajian sebuah kebudayaan. Karena sosiologi dan linguistik merupakan bidang kajian yang mempunyai hubungan di antara satu sama lain, semiotik yang mengkaji sistem tanda dalam bahasa juga berupaya mengkaji wacana yang mencerminkan budaya dan pemikiran. Justru, yang menjadi perhatian semiotik adalah mengkaji dan mencari tanda-tanda dalam wacana serta menerangkan maksud daripada tanda-tanda tersebut dan mencari hubungannya dengan ciri-ciri tanda itu untuk mendapatkan makna signifikasinya

2.2 Sejarah Ringkas Semiotik

Semiotik adalah sains yang mengkaji sistem perlambangan telah ada sejak zaman Greek, yaitu; zaman Plato dan Aristotles. Kedua tokoh tersebut telah memulakan sebuah teori bahasa dan makna. Namun tidak lama selepas itu, teori ini dirasakan tidak wajar, lalu kegunaan dan keunggulannya mula menjadi lemah. Namun, pada abad ke 17, pendekatan semiotik mula


(5)

mendapat perhatian John Locke, seorang ahli falsafah Inggeris untuk menjelaskan doktrin perlambangan ketika itu. Kali ini, kemunculan pendekatan semiotik berangsur-angsur mendapat perhatian sehingga ia mula mendapat tempat di kalangan tokoh-tokoh yang terkemuka seperti Ferdinand de Saussure (1875-1913), seorang ahli linguistik Eropah dan Charles Sander Pierce (1839-1914), seorang ahli falsafah Amerika pada abad ke 19. Oleh karena semiotik merupakan gabungan dari disiplin-disiplin lain, maka selalu ada perkembangan mengenai disiplin ilmu ini sehingga ada pada saat ini yang telah dikenalkan melalui beberapa tokoh sebelumnya.

2.3 Teori Semiotik

A. C.S Peirce

Peirce mengemukakan semiotic sebagai teori segitiga makna atau triangle meaning yang terdiri dari tiga elemen utama, yakni tanda (sign), object, dan interpretan. Tanda adalah sesuatu yang berbentuk fisik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia dan merupakan sesuatu yang merujuk (merepresentasikan) hal lain di luar tanda itu sendiri. Tanda menurut Peirce terdiri dari Simbol (tanda yang muncul dari kesepakatan), Ikon (tanda yang muncul dari perwakilan fisik) dan Indeks (tanda yang muncul dari hubungan sebab-akibat). Sedangkan acuan tanda ini disebut objek. Objek atau acuan tanda adalah konteks sosial yang menjadi referensi dari tanda atau sesuatu yang dirujuk tanda. Hal yang terpenting dalam proses semiotik adalah bagaimana makna muncul dari sebuah tanda ketika tanda itu digunakan orang saat berkomunikasi.


(6)

Menurut Saussure, tanda terdiri dari: Bunyi-bunyian dan gambar, disebut signifier atau penanda, dan konsep-konsep dari bunyi-bunyian dan gambar, disebut signified. Dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Objek bagi Saussure disebut “referent”. Hampir serupa dengan Peirce yang mengistilahkan interpretant untuk signified dan object untuk signifier, bedanya Saussure memaknai “objek” sebagai referent dan menyebutkannya sebagai unsur tambahan dalam proses penandaan. Contoh: ketika orang menyebut kata “anjing” (signifier) dengan nada mengumpat maka hal tersebut merupakan tanda kesialan (signified). Begitulah, menurut Saussure, “Signifier dan signified merupakan kesatuan, tak dapat dipisahkan, seperti dua sisi dari sehelai kertas.” (Sobur, 2006).

C. Roland Barthes

Roland Barthes adalah penerus pemikiran Saussure. Saussure tertarik pada cara kompleks pembentukan kalimat dan cara bentuk-bentuk kalimat menentukan makna, tetapi kurang tertarik pada kenyataan bahwa kalimat yang sama bisa saja menyampaikan makna yang berbeda pada orang yang berbeda situasinya. Roland Barthes meneruskan pemikiran tersebut dengan menekankan interaksi antara teks dengan pengalaman personal dan kultural penggunanya, interaksi antara konvensi dalam teks dengan konvensi yang dialami dan diharapkan oleh penggunanya. Gagasan Barthes ini dikenal dengan “order of signification”, mencakup denotasi (makna sebenarnya sesuai kamus) dan konotasi (makna ganda yang lahir dari pengalaman kultural dan personal). Di sinilah titik perbedaan Saussure dan Barthes meskipun Barthes tetap mempergunakan istilah signifier-signified yang diusung Saussure. Barthes juga melihat aspek lain dari penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat. “Mitos” menurut Barthes


(7)

terletak pada tingkat kedua penandaan, jadi setelah terbentuk sistem sign-signifier-signified, tanda tersebut akan menjadi penanda baru yang kemudian memiliki petanda kedua dan membentuk tanda baru. Jadi, ketika suatu tanda yang memiliki makna konotasi kemudian berkembang menjadi makna denotasi, maka makna denotasi tersebut akan menjadi mitos.

Misalnya: Pohon beringin yang rindang dan lebat menimbulkan konotasi “keramat” karena dianggap sebagai hunian para makhluk halus. Konotasi “keramat” ini kemudian berkembang menjadi asumsi umum yang melekat pada simbol pohon beringin, sehingga pohon beringin yang keramat bukan lagi menjadi sebuah konotasi tapi berubah menjadi denotasi pada pemaknaan tingkat kedua. Pada tahap ini, “pohon beringin yang keramat” akhirnya dianggap sebagai sebuah Mitos.

D. Baudrillard

Baudrillard memperkenalkan teori simulasi. Di mana peristiwa yang tampil tidak mempunyai asal-usul yang jelas, tidak merujuk pada realitas yang sudah ada, tidak mempunyai sumber otoritas yang diketahui. Konsekuensinya, kata Baudrillard, kita hidup dalam apa yang disebutnya hiperrealitas (hyper-reality). Segala sesuatu merupakan tiruan, tepatnya tiruan dari tiruan, dan yang palsu tampaknya lebih nyata dari kenyataannya (Sobur, 2006). Sebuah iklan menampilkan seorang pria lemah yang kemudian menenggak sebutir pil multivitamin, seketika pria tersebut memiliki energi yang luar biasa, mampu mengerek sebuah truk, tentu hanya ‘mengada-ada’. Karena, mana mungkin hanya karena sebutir pil seseorang dapat berubah kuat luar biasa. Padahal iklan tersebut hanya ingin menyampaikan pesan produk sebagai multivitamin yang memberi asupan energi tambahan untuk beraktivitas sehari-hari agar tidak mudah capek. Namun, cerita iklan dibuat ‘luar biasa’ agar konsumen percaya. Inilah tipuan realitas atau


(8)

hiperealitas yang merupakan hasil konstruksi pembuat iklan. Barangkali kita masih teringat dengan kehidupan di sekitar kita seperti di pasar-pasar tradisional melihat atraksi seorang penjual obat yang memamerkan hiburan sulap kemudian mendemokan khasiat obat di hadapan penonton? Padahal sesungguhnya atraksi tersebut telah ‘direkayasa’ agar terlihat benar-benar manjur di hadapan penonton dan penonton tertarik untuk beramai-ramai membeli obatnya.

E. Jaques Derrida

Derrida terkenal dengan model semiotika Dekonstruksinya. Dekonstruksi, menurut Derrida, adalah sebagai alternatif untuk menolak segala keterbatasan penafsiran ataupun bentuk kesimpulan yang baku. Konsep Dekonstruksi yang dimulai dengan konsep demistifikasi, pembongkaran produk pikiran rasional yang percaya kepada kemurnian realitas—pada dasarnya dimaksudkan menghilangkan struktur pemahaman tanda-tanda (siginifier) melalui penyusunan konsep (signified). Dalam teori Grammatology, Derrida menemukan konsepsi tak pernah membangun arti tanda-tanda secara murni, karena semua tanda senantiasa sudah mengandung artikulasi lain (Subangun, 1994 dalam Sobur, 2006: 100). Dekonstruksi, pertama sekali, adalah usaha membalik secara terus-menerus hirarki oposisi biner dengan mempertaruhkan bahasa sebagai medannya. Dengan demikian, yang semula pusat, fondasi, prinsip, diplesetkan sehingga berada di pinggir, tidak lagi fondasi, dan tidak lagi prinsip. Strategi pembalikan ini dijalankan dalam kesementaraan dan ketidakstabilan yang permanen sehingga bisa dilanjutkan tanpa batas.

Sebuah gereja tua dengan arsitektur gothic di depan Istiqlal bisa merefleksikan banyak hal. Kegothicannya bisa merefleksikan ideologi abad pertengahan yang dikenal sebagai abad kegelapan. Seseorang bisa menafsirkan bahwa ajaran yang dihantarkan dalam gereja tersebut


(9)

cenderung ‘sesat’ atau menggiring jemaatnya pada hal-hal yang justru bertentangan dari moral-moral keagamaan yang seharusnya, misalnya mengadakan persembahan-persembahan berbau mistis di altar gereja, dan sebagainya.

Namun, Ke-gothic-an itu juga dapat ditafsirkan sebagai ‘klasik’ yang menandakan kemurnian dan kemuliaan ajarannya. Sesuatu yang klasik biasanya dianggap bernilai tinggi, ‘berpengalaman’, teruji zaman, sehingga lebih dipercaya daripada sesuatu yang sifatnya temporer.Di lain pihak, bentuk gereja yang menjulang langsing ke langit bisa ditafsirkan sebagai ‘fokus ke atas’ yang memiliki nilai spiritual yang amat tinggi. Gereja tersebut menawarkan kekhidmatan yang indah yang ‘mempertemukan’ jemaat dan Tuhan-nya secara khusuk, semata-mata demi Tuhan. Sebuah persembahan jiwa yang utuh dan istimewa.

Dekonstruksi membuka luas pemaknaan sebuah tanda, sehingga makna-makna dan ideologi baru mengalir tanpa henti dari tanda tersebut. Munculnya ideologi baru bersifat menyingkirkan (“menghancurkan” atau mendestruksi) makna sebelumnya, terus-menerus tanpa henti hingga menghasilkan puing-puing makna dan ideologi yang tak terbatas. Berbeda dari Baudrillard yang melihat tanda sebagai hasil konstruksi simulatif suatu realitas, Derrida lebih melihat tanda sebagai gunungan realitas yang menyembunyikan sejumlah ideologi yang membentuk atau dibentuk oleh makna tertentu. Makna-makna dan ideologi itu dibongkar melalui teknik dekonstruksi. Namun, baik Baurillard maupun Derrida sepakat bahwa di balik tanda tersembunyi ideologi yang membentuk makna tanda tersebut.

2.4 Analisis Novel Bekisar Merah Berdasarkan Semiotiknya Bab I


(10)

o Hujan di sore hari pohon-pohon kelapa di seberang lembahitu seperti perawan mandi basah; segar, penuh gairah, dan daya hidup. Pelepah pelepah yang kuyup adalah rambut basah yang tergerai dan jatuh di belahan punggung. Batang-batang yang ramping dan meliuk-liuk oleh embusan angin seperti tubuh semampai yang melenggang tenang dan penuh pesona. Ketika angin tiba-tiba bertiup lebih kencang pelepah-pelepah itu serempak terjulur sejajar satu arah, seperti tangan-tangan penari yang mengikuti irama hujan, seperti gadis-gadis tanggung berbanjar dan bergurau di bawah curah pancuran.

o Lukisan besar di seberang lembah mendadak mendapat pencahayaan yang kuat dan menjadikannya lebih hidup. Warna-warninya muncul lebih terang, matra ketiganya smakin jelas. Muncul pernik-pernik mutiara yang berasal dari pantulan sempurna cahaya matahari oleh dedaunan yang kuyup dan bergoyang. Dari balik bukit, di langit timur yang biru-kelabu, muncul lengkung pelangi. Alam menyelendangi anak-anak perawannya yang selesai mandi besar dengan kabut cahaya warna-warni.

o Suara beduk dari surau Eyang Mus sudah terdengar, sayup menyelinap ke hujan.Asar sudah lewat dan senja hampir tiba. Makin kecil saja kemungkinan Darsa bisa mengangkat niranya sore ini, karena belum juga tampak tanda-tanda cuaca akan berubah. Tanda suara beduk mengartikan hari sudah menjelang malam dan waktunya untuk menjalankan ibadah. Sehingga bila malam mulai dating tidak mungkn lagi bagi Darsa memanjat pohon untuk mengambil nira kelapa.

o Tubuh ramping Darsa dengan otot kuat dan seimbang serta pundak yang melengkung ke depan menandakan ia seorang penyadap yang selalu memanjat, memeluk pohon kelapa menggunakan kekuatan tangan sehingga membentuk tubuh dan otot yang kuat.

o Mata Lasi yang kaput, kulit kuning langsat, rambut yang hitam, berlesung pipimenandakan Lasi wanita cantik dan berketurunan Jepang


(11)

o Lasi yang merasa dingin masuk ke bilik tidur hendak mengambil kebaya. Kebaya disini merupakan gambaran bahwa sifat tradisional Lasi dalam berpakaian melekat pada dirinya. Dan pada umumnya memang masyarakat di desa berpakaian masih ke daerahan ataupun menggunakan kebaya.

o Tetapi Lasi yang merasa dingin masuk ke bilik tidur hendak mengambil kebaya. Dan Darsa mengikutinya, lalu mengunci pintu dari dalam. Keduanya tak keluar lagi. Ada seekor katak jantan menyusup ke sela dinding bambu, keluar melompat-lompat menempuh hujan dan bergabung dengan betina di kubangan yang menggenang. Pasangan-pasangan kodok bertunggangan dan kawin dalam air sambil terus mengeluarkan suaranya yang serak dan berat. Induk ayam di emper belakang merangkul semua anaknya ke balik sayap-sayapnya yang hangat. Udara memang sangat dingin. Wacana tersebut sebenarnya memaknai bahwa Darsa dan Lasi sedang bermesraan dan layaknya hubungan suami istri. Pengarang menggunakan semiotic melalui tingkah pasangan kodok dan ayam serta udara dingin yang mendukung semiotic itu. o Darsa pergi ke sumur untuk mengguyur tubuhnya. Sumur merupakan tempat untuk mengambil

air, mencuci dan mandi. Dan sumur umumnya banyak dijumpai di daerah pedesaan, bukan perkotaan. Disini Darsa menggunakan sumur untuk membersihkan diri (mandi)

o Lasi mandi besar lagi meski rambutnya belum sempat kering. Mandi besar maksudnya membersihkan badan beserta mencuci rambut

o Ketika tepat berada di tengahnya ia melihat setangkai pelepah pinang kuning tiba-tiba runduk lalu lepas dari batang dan melayang jatuh ke tanah. Pelepah itu terpuruk menimpa rumpun nanas liar. Di atas sana pelepah pinang itu meninggalkan mayang putih bersih dan masih setengah terbungkus selubung kelopak. Darsa merasa seakan baru melihat sebuah kematian. Mayang putih menyimbolkan bunga putih yang sering dijumpai di sekitar kuburan


(12)

o Banyak celoteh mengatakan bahwa Lasi yang berkulit putih dengan mata dan lekuk pipi yang khas itu sesungguhnya lebih pantas menjadi istri lurah daripada menjadi istri seorang penyadap. Umumnya gadis yang cantik dan sempurna fisiknya biasanya layak menjadi istri dari orang yang tinggi jabatan atau pangkatnya

o Mata para lelaki tiba-tiba menyala bila mereka memandang Lasi. Hal ini berarti meyakinkan bahwa Lasi itu memang gadis yang cantik sehingga mata mereka menyala (tidak mau melewatkan apa yang telah dilihatnya)

o Emak Lasi mempunyai nasihat yang jitu: segeralah mandi, menyisir rambut, dan merahkan bibir dengan mengunyah sirih. Kenakan kain kebaya yang terbaik lalu sambutlah suami di pintu dengan senyum. Wacana ini merupakan nasihat yang digunakan untuk menyambut suami dari kelelahannya setelah bekerja. Memerahkan bibir dengan sirih merupakan salah satu cara merias diri (pengganti lipstick). Menggunakan kebaya terbaik menunjukkan kecantikan dan kewanitaan. Dengan mandi, menyisir rambut, dan memerahkan bibir,serta berpakaian rapi merupakan persiapan diri menyenangkan hati suami, sehingga suami pun menjadi senang walaupun ia sudah letih dari pekerjaannya

o Beduk kembali terdengar dari surau Eyang Mus. Magrib. Pada saat seperti itu selalu ada yang ditunggu oleh Lasi; suara "hung", yaitu bunyi pongkor kosong yang ditiup suaminya dari ketinggian pohon kelapa. Untuk memberi aba-aba bahwa dia hampir pulang. Yang menjadi symbol dari wacana diatas yaitu suara ‘hung’ saat magrib sebagai penanda Darsa akan pulang o Lasi menegakkan kepala ketika terdengar suara "hung". Wajahnya yang semula

tegang, mencair. Kata mencair merupakan symbol suasana batin senang setelah mendengar suara hung yang ia anggap suaminya, Darsa akan segera pulang


(13)

o Mukri yang tiba-tiba datang dan mengatakan ada kodok lompat merupakan mitos yang juga dapat dikatakan proses semiotic menurut Roland Barthes. Kata ‘jatuh’ adalah hal yang pantang disebutkan bagi kalangan penyadap ketika ada yang jatuh dari pohon kelapa. Untuk itu masyarakat jadi tersugesti untuk mengucapkan kodok lompat saat kejadian itu terjadi pada mereka. Semiotik Kodok lompat ini menjadi penanda bahwa ada seorang penyadap yang jatuh dari pohon

o Ketika langit sedetik benderang terlihat awan hitam mulai menggantung. Lasi mengisak karena mendengar dari jauh suara burung hantu. Orang Karangsoga sering menghubungkan suara burung itu dengan kematian.

o Karangsoga, 1961, jam satu siang. Bel di sekolah desa itu berdering. Terdengar ramai para murid memberi salam bersama kepada guru. Sepuluhan anak lelaki dan perempuan keluar dari ruang kelas enam. Lepas dari pintu kelas mereka bersicepat menghambur ke halaman dan langsung diterpa terik matahari. Bel jam satu siang pertanda aktivitas di sekolah telah berakhir, dan mereka bergegas pulang

o Ketiga teman sekelas itu biasa menggoda Lasi, baik di dalam kelas apalagi di luarnya. Kini ketiganya cengir-cengir lagi dan Lasi menatap mereka dengan mata membulat penuh. Pipinya serta-merta merona. Ada ketegangan merentang titian pinang sebatang. Lasi menatap bulat dengan pipi merona menandakan Lasi marah

o "Lasi-pang, si Lasi anak Jepang," ujar yang satu sambil memonyongkan mulut dan menuding wajah Lasi. Seorang lagi menjulurkan lidah. Memonyongkan mulut, menuding wajah, menjulurkan lidah menyimbolkan bahwa mereka mengejek Lasi

o Matanya yang bulat dan jernih terus memandang Lasi yang masih berurai air mata. Lama-lama mata Kanjat ikut basah. Mata yang basah menunjukkan Kanjat ikut bersedih, menangis


(14)

o Gadis di Karangsoga yang menikah pada usia duapuluh menggambarkan social budaya masyarakat itu sendiri yang menikah di usia muda. Usia duapuluh dan belum menikah menjadi icon tersendiri bagi masyarakat itu.

o Di timur sinar matahari menyemburat dari balik bayangan bukit. Puncak-puncak pepohonan mulai tersapu sinar merah kekuningan. Dari sebuah sudut di Karangsoga pemandangan jauh ke selatan mencapai dataran rendah yang sangat luas. Wacana diatas menggambarkan suasana pagi dan cahaya matahari yang mulai menerangi daratan.

o Darsa mengangkat alis menandakan dia heran atau bahkan terkejut o Matahari hampir mencapai pucuk langit, Pertanda hari semakin siang

BAB 3

Pada bagian ketiga Novel Bekisar Merah karya achmad tohari mengandung semiotik yang dapat di analisis dan di telaah sebagai berikut :

sebuah sungai kecil yang bermula dari jaringan parit-parit alam di lereng gunung sebelah utara Karangsoga. Pada wilayah yang tinggi Kalirong lebih menyerupai jurang panjang dengan aliran air jernih di dasarnyanamun tak tampak dari atas karena tertutup semak paku-pakuan


(15)

Sungai Kecil Tanda dari Kalirong

Batu-batu besar, beberapa diantaranya sangat besar, teronggok diam seperti pengawal abadi yang merendam diri sepanjang masa dalam air jernih Kalirong.

pengawal abadi Tanda dari Batu-batu besar

Buahnya yang kecil dan bulat sering jatuh ke air oleh gerakan berbagai jenis burung yang sedang berpesta dalam kerimbunan daun pohon besar itu.Plang-plung suara buah beringin menimpa air.

Plang-plung suara buah beringin menimpa air --- Buahnya yang kecil dan bulat sering jatuh ke air

Seekor burung merah yang sangat mungil terbang-hinggap pada ranting beringin yang menjulur, menggantung hampir menyentuh air, menggoyang tangkai-tangkai benalu yang tumbuh di sana

menggantung hampir menyentuh air, menggoyang tangkai-tangkai benalu yang tumbuh di sana


(16)

Seekor burung merah yang sangat mungil terbang-hinggap pada ranting beringin yang menjulur

Kukira kamu memang salah. Kamu telah menyakiti istrimu. Kamu juga telah mengabaikan angger-angger, aturan Gusti dalam tata krama kehidupan.

"Sejak semula saya tidak ingin melakukan kesalahan ini. Sungguh, karena seperti yang sudah saya katakan, saya juga sudah bisa menduga apa akibatnya. Tetapi kesalahan itu benar-benar telah saya lakukan.

"Aku juga harus mengawini Sipah meskipun aku tak menghendakinya.

· gambar penderitaan

· melekat

· berahi

· mudah memikulnya.

· menunduk lesu

· Mengangguk-angguk

· Menunduk


(17)

BAB 4

Kata “Geisha” yang diperbincangkan oleh Bu Lanting dan Pak Handar beni menunjukkan perempuan yang cantik identik dengan pelacur khas Jepang hal ini mereka menyamakan kecantikan Haruko yang nantinya akan disamakan dengan Lasih dari fisiklinya.

“Ndak gitu. Untuk nyicipi seorang gadis Jepang, mudah. Aku punya uang. Namun untuk memboyong dia ke rumah ada halangan politis atau halangan tatakrama, atau smacam itu.”

Kalimat diatas dalam berkomunikasi, seseorang menggunakan tanda untuk mengirim makna tentang objek dan orang lain akan menginterpretasikan tanda tersebut. Maka tanda tersebut merupakan tanda kekuasaan pak Handarbeni yang dengan mudah menguasai segalanya dengan uang. Selanjutnya pada kalimat berikutnya, ‘halangan politis’ dan halangan ‘tata krama’ selanjutnya pada kata ngembari srengengemerupakan penandaan yaitu “mitos” yang menandai suatu masyarakat atau tokoh dari Pak Handarbeni. Hal ini mitos dari suku Jawa yang takut nantinya akan kualat. Konotasi dari ngembari srengenge yang salah satu bahasa jawa ini yang berkembang menjadi asumsi dari symbol ‘kualat’.

Tanda kata yang dipakai tokoh dalam membicarakan keturnan Jepang sebagai barang langka, benda-benda antik, atau bekisar. Hal ini menandakan bahwa langkanya itu diakibatan sedikitnya keturunan Jepang yang tinggal di Indonesia, dan lagi sangat cantik, bekisar berarti dalam hal ini menjadi peliharaan manis bagi hidung belang.

Tokoh handarbeni yang mengatakan dalam ucapannya ‘gagah-gagahan’ menunjukkan sebuah tanda bahwa hidupnya mengambil seorang perempuan cantik hanyalah untuk menjadi ajang pamer bagi teman-teman sejawatnya.


(18)

Menurt Zoest satu hal tanda kegilaan dalam seseorang, hal ini tergambar dalam tokoh Pak Handarbeni, ketika ia menceritakan peristiwa kebetulannya ketika zaman perang atau kontak senjata ia hanya menikmatinya seperti bermain petasan.

‘Mata lelaki 61 tahun itu menyala’ kalimat ini menandakan bahwa pak handarbeni seorang yang tua akan tetapi masih bernapsu besar. Hanya melihat photo saja ia sudah bergairah dibuktikan dengan hanya memandang photo matanya menyala-nyala.

Ketika Handarbeni mengamati tiga photo Lasih yang berukuran seluruh badan, setengah dan close up menandakan bahwa ia ingin jauh mengetahui fisik si Lasih, akan tetapi mengapa harus tiga photo dan berbagai ukuran. Hal ini telah mencerminkan bahwa Pak Handarbeni ini seorang yang teliti dalam memilih sesuati hal.

Keluguan dan kemalu-maluan photo Lasih menandakan bahwa Pak Handarbeni tertarik dengan gadis lugu, sebab juga dijelaskan oleh pencerita bahwa Pak Handarbeni ini tak sabar lagi untuk menemui Lasih, ketika melihat photonya yang cantik. Hal ini juga menunjukkan nafsu pria tua ini terhadap seorang gadis.

Bu Lanting sering membawa Lasih keluar, makan-makan di restoran dan belanja. Menandakan bahwa bu Lanting ini telah terbiasa untuk menjinakkan dalam artian seseorang yang akan dijualnya itu berbalas budi padanya hingga semua kemauan Bu Lanting nantinya akan terturuti oleh Lasih.

“Berkisarku sudah jinak dan betah di kota” hal ini sebuah ungkapan dan tanda bahwa ini kepuasan batin Bu Lanting yang telah berhasil membuat Lasih menjadi gadis yang berbeda dari sebelumnya, gadis yang tiak lugu lagi dan lebih santai.


(19)

“Kamu adalah anakku dan cantik” kalimat ini telah menandakan bahwa Bu Lanting memberi kenyamanan kepada Lasih agar ia semakin percaya diri, dan semakin mengakrabkan dirinya kepada Lasih.

Tanda peristiwa muncul ketika Lasih berada dalam kamar, ketika ia duduk di kamar seorang diri, Lasi merasa ada kerusuhan besar dalam hatinya. Hal ini menandakan ada yang berbeda kini dalam dirinya, ada sesuatu yang ia takutkan hingga hatinya hatinya merasa keruh dan bingung.

Tanda gerakan mata ketika lasi mendengar bel dan matanya terpaku, hal ini menandakan ia bertemu seseorang yang membuat ingatan dalam pikirannya bekerja keras. Matanya kaput, mata sakura. Hal ini menandakan bahwa Lasi memiliki mata serupa dengan mata seorang Jepang yang terkenal dengan bunga Sakura. Sebenarnya tak ada kaitan ketika kita membicarakan antara mata dan sakura. Sebab mata adalah alat indra sedangkan sakura adalah bunga yang khas dari jepang berwarna merah muda dan mempunyai kelopak berjumlah empat buah. Apakah kita mengkyalkan bahwa mata Lasi seperti itu. Ini merupakan tanda dari fisik tokoh yang menggambarkan matanya sipit seperti orang Jepang.

Sebuah tanda ketika Lasi memakai pakaian kimono, hal ini membuat Lasih diperbuat seperti layaknya gadis Jepang. Ada maksud tertentu dari seorang Bu Lanting yang merias Lasi dengan pakaian seperti itu.

Ada sebuah tanda kembali ditemukan ketika Lasi bertemu Kanjat, ia dengan mudah mengingat peristiwa semasa kecil hal ini menunjukkan hal itu atau peristiwa tersebut merupakan poeristiwa indah dalam hidup Lasi. Lalu ketika matanya memerah ingin berpisah hal ini menandakan adanya kesedihan yang teramat dalam antara mereka berdua, adanya kerinduan yang lama tak bertemu dan secepat itu berpisah. Sebuah tanda kisah yang romantis dapat kita


(20)

simpulkan saat pengarang memposisikan alur antara Lasi dan Kanjat pada episode itu. Dan senyumnya membuat Lasi memerah. Hal ini menandakan bahwa Lasi tersipu malu.

Semiotik penggambaran fisik selanjutnya ditemukan ketika Lasi bertemu dengan si tua Handarbeni, yang mempunyai wajah gemuk hampir membentuk bulatan. Tengkuk dan dagunya tebal. Hidungnya gemuk dan berminyak. Hal ini menandakan bahwa pak Handarbeni ialah berperawakan tidak menarik dan buruk. Seperti yang diceritakan kembali oleh pengarang ia seperti seorng guru tua. Wajah Lasi merona ini menandakan ia tersipu malu.

Ketika bertemu dengan Lasi sebuah peristiwa ang menandakan pak Han ini orang yang menggelikan dengan sikapnya yang seperti orang tua hidung belang, membuat pembaca merasa rengkuh melihat sikap dan gaya pak Han ini. Sikap Han terkekeh ketika bertemu dengan Bu Lanting menandakan ia sangat puas dengan Lasi.

Sejak pulang dari rumah Bu Lanting kanjat terus memikirkan Lasi hal ini bertanda ia telah jatuh hati dengan Lasi dan selalu berdebar dalam hatinya. Lalu percakapan antara Kanjat dan Prdi yang mengatakan’ terus terang aku sesungguhnya merasa kasihan, dan khawatir Lasi akan dijadikan perempuan nggak bener. Hal ini telah adanya kekuatan batin dan sesuatu hal aneh yang tidak dapat diterima logikanya oleh Kanjat. Sebab mana ada orang terlalu baik di kota Jakarta ini tanpa adanya imbalan tertentu apalagi orang seperti bu Lanting. Satu hal yang juga menjadi titik lemah Kanjat yaitu ketakutannya akan sesuatu hal dan tidak berani mengambil keputusan secara cepat agar Lasi selamat dari cengkraman Bu Lanting.

Andaikan saya adalah Mas Kanjat, saya takkan peduli dengan omongan orang Karangsoga. Kata-kata Pardi ini menandakan 2 pengertian, pertama hal itu berbentuk denotasi yaitu makna sebenarnya yang mana ia benar-benar mempunyai maksuduntuk menikah dengan


(21)

Lasi ataukah hanya makna konotasi sebaliknya dari denotasi yang bertujuan untuk membuat hati Kanjat ingin memiliki Lasi agar tidak ragu menjadikan Lasi sebagai istrinya.

Ada banyak tangan yang berhompim pa satu paling putih yaitu tangan Lasi, hal ini menandakan kenangan masa kecilnya dulu sulit untuk dilupakan apalagi peristiwa bersama Lasi dan mengartikan bahwa ternyata Kanjat dari dulu sudah mengagumi seorang Lasi.

BAB 5

Tanda berupa anggota badan di gambarkan oleh Lasih pada bab ke lima ini. Ketika ia lama terbaring di tempat tidur, akan tetapi tak kunjung dapat tidur. Hal ini menandakan kegelisahan dalam kecamuk hatinya. Ternyata dalam cerita selanjutnya ia memikirkan pemuda yaitu Kanjat. Dalam batin Lasi ini menggambarkan sebuah rasa cinta yang tumbuh seketika terhadap pemuda yang ditemuinya tadi. Tapi ia menemui dua orang lelaki yaitu itu salah seorangnya lagi pak Han, akan tetapi ini menandakan ia tiada tertarik terhadap Pak Han tersebut.

Tanda berupa bentuk rumah tergambar juga saat Lasi mengunjungi rumah Pak Han di Slipi.yang menceritakan kegagahan bangunan itu, lantainya yang putih, ruang kamarnya yang besar-besar, dapurnya mengkilap, dan ada kolam ikan, perabotnya jati, dengan bantalan tebal dan empuk.setiap kamar ada kamar mandi yang mewah. Penggambaran selanjutnya menandakan bahwa Pak Han ini merupakan orang yang kaya benar.

Tanda photo dalam rumah Pak Han yaitu sebuah photo Lasi yang di pajang di tembok rumahnya Pak Han dengan pakaian Kimono yang pernah ia pakai sebelumnya. Hal ini menandakan Lasi sudah di anggap istimewa oleh Pak Han,

Tanda peristiwa ketika Lasi mendengar kata-kata dari Bu lanting yang mengatakan bahwa Pak Han menyukainya dan menginnginkan ia menjadi istrinya. Hal itu membuat Lasi terbelalak,


(22)

sejenak terpana dan tiba-tiba sulit bernapas. Wajahnya pucat oleh guncangan yang mendadak menggoyahkan jiwanya, sepasang akisnya merapat. Lasi gelisah. Tetapi Bu koneng tak ambil peduli. Hal ini menandakan ada suatu keidak siapannya Lasi akan hal itu yang membuat hatinya bergemuruh kacau. Apalagi slanjtnya pengarang mengatakan ia menangis, hal ini membuat tokoh mendapat batin yang begitu keras dan mendapat pemikiran yang keras untuk memikirkan kehidupannya selanjutnya. Apalagi dengan sikap Bu Lanting yang acuh dna tak acuh seoalh ia tak peduli terhadap Lasi dan suatu pemaksaan kecil dengan buaian kesenangan materi yang akan diterima oleh Lasi. Seta rayuan mautnya agar Lasi ingin menikah dengan Pak Han.

Tnpa ekspresi muka Lasi ketika mendengar perkataan Bu Lanting, kerut-kerut di keningnya semakin jelas. Ini sebuah tanda kebingungan yang dialami oleh Lasi. Apalagi ketika membahas surat cerai yang menurut Bu Lanting sangat mudah. Hal ini menunjukkan apapun di dunia ini sangat mudah di urus apabila ada uang banyak. Menggambarkan persoalan hidup kekinian juga.

Sebuah tanda perasaan yang dialami oleh Lasi muncul ketika ia menangis untuk meminta surat-surat dari Darsa dan kemudian akan menikah dengan Pak Han ia teringat dengan Kanjat. Ini bertanda ada hati yang telah disimpannya untuk Kanjat. Dan tanda peristiwa lama yang cepat muncul dalam pikiran Lasi ketika sebuah peristiwa pengkhianatan kembali terbuai dalam perjalanan hidupnya tersebut.

BAB 6


(23)

Hal ini menandakan bahwa Lasi adalah benar-benar adalah seorang perempuan yang amat cantik. Sehingga setiap mata lelaki yang melihatnya akan sangat terkesima karena mengangumi kecantikan yang nyaris sempurn ayang dimiliki oleh Lasi.

Lasi bisa menjadi boneka cantik yang penurut, ia akan mendapat apa yang diinginkannya betul.

Menjadi boneka yang cantik dan penurut maksud Handarbeni disini adalah Lasi tetap menjadi istrinya yang cantik, yang selalu menuruti apa mau dari Handarbeni maka selagi Lasi dapat bersikap baik padanya, dia akan menuruti semua keinginan Lasi.

Handarbeni memanjakan Lasi sebagai seorang penggemar unggas menyayangi bekisarnya

Pada kalimat ini yang dimaksudkan sebagai penggemar unggas adalah Handarbeni dan yang dimaksudkan bekisar adalah Lasi. Yang mana Handarbeni sangat menyayangi dan tak ingin kehilangan Lasi sang Bekisar. Seperti yang kita ketahui, bekisar adalah unggas elok hasil kawi silang antara ayam huta dan ayam biasa. Sedangkan bekisar yaitu Lasi adalah hasil keturunan antara orang Jepang dan Indonesia, namun hasilnya sanagt sempurna yaitu Lasi. Karena kecantikan Lasi lah Handarbeni tidak ingin kehilangannya.

“ Ya, Las. kamu memang diperlukan Pak Han terutama untuk pajangan dan gengsi, “

Pajangan yang dimaksud adalah diri Lasiyah. Lasi dianggap sebagai pajangan karena sesungguhnya yang dibanggakan dari dirinya adalah kecantikannya yang bisa ditunjukkan kepada semua orangsehingga dapat menambah gengsi dari Handarbeni.

Kecuali beberapa anak. Mereka mengelilingi mobil Lasi, masinh-masing dengan mata membulat

Mata anak-anak membulat melihat mobil Lasi. Hal itu menandakan bahwa mobil Lasi tersebut sangat menarik perhatian anak-anak disitu. Biasanya hal yang menarik perhatian adalah


(24)

benda-benda yang mahal, dan jarang ditemukan di daerah itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa mobil Lasi sangat menatik perhatian karena harganya sangat mahal dan bagus.

Sangat jelas mereka mengambil jarak

Pada umumnya oaring-orang yang mengambil jarak keppada seseorang karena disebabkan oleh bebrapa hal. Dan pada penggalan yang berikutnya, dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang dahulu dekat dengan Lasi kini menjaga jarak karena telah merasa tidak pantas sebab kini Lasi telah berbeda kasta denagn mereka. Lasi kini telah menjadi orng kaya bukanlai Lasi yang mereka kenal dahulu.

Semua orang ingin memperlihatkan keakraban kepadanya dan wajah mereka cerah ketika diajak berbicara

Wajah mereka (orang-orang karangsoga) cerah ketika diajak berbicara oleh Lasi. Padahal mereka selalu memandang rendah Lasi, ketika Lasi masih sangat miskin, bahkan mengolok-olok Lasi ketika dia dikhianati oleh Darsa suaminya.

Mulut mbok Wiryaji tiba-tiba rasa terkunci

Hal ini menandakan bahwa mboknya tidak lagi merasa bisa berbicara seenaknya kepada Lasik arena kini Lasi tak lagi seperti dulu. Kini Lasi sudah sangat berbeda ketika dia telah menikah dengan orang kaya.

Kantong matanya menggantung dan tulang pipinya menonjol.

Kalimat ini menggambarkan keadaan eyang Mus. Hal ini menandakan bahwa eyang Mus tak lagi sesegar dan sesehat dahulu. Tubuhnya telah renta dan usia yang semakin senja telah berhasil menggerogoti tubuhnya.


(25)

Hal ini menandakan bahwa Lasi sangat terkejut mendengar pernyataan tentang Kanjat yang kini telah memiliki seseorang yang sedang dekat dengannya.

Wajah Lasi merah.

Wajah Lasi yang memerah ini menandakan bahwa ia malu karena segala sesuatu tentang dirinya yang terdahulu diketahui pasti oleh Pardi. Apalagi kektika kejadian dia melarikan diri dari Karangsoga dan minggat ke Jakarta.

Mata Pardi menyala ketika melihat pipi Lasi merona.

Melihat pipi Lasi yang merona karena malu, mata Pardi pun menyala. Pardi merasa menang karena dapat membuat Lasi merasa malu.

Kanjat mengerutkan kening.

Kanjat berusaha memahami kata-kata yang dimaksudkan oleh Lasi tentangnya.

BAB 7

Dia tidak berkutik di bawah ketiak istri pertamanya yang peyot dan nyinyir.

Hal ini menandakan bahwa Handarbeni sangat takut pada isttrinya. Istrinyalah yang berkuasa terhadap Handarbeni.

Mata Lasi menyala ketika melihat liontin de beers

Mata Lasi menyala, menandakan bahwa ia sangat terkesan dengan kalung yang kini ada di lehernya. Apalagi ketika mengingat kata-kata bu Lanting yang menyebutkan bahwa kalung tersebut asli.


(26)

Bibir Lasi gemetar setelah bu Lanting mengatakan kalung itu asli.

Hal itu ketika mengingat kata-kata bu Lanting yang menyebutkan bahwa kalung tersebut asli. Sebab setahunya, kalung yang asli harganya sangat tinggi.

BAB 8

Kamu sudah menerima Kalung dari Pak Bambung berarti imbalan bagi Lasi atau seperti Lasi sudah di bayar selama satu malam oleh Pak Bambung. Kalung sebagi imbalan menurut kami telah cocok sebagai simbol imbalan karena Lasi suka perhiasan itu

Sampah yang dicampakkan ke dalam keranjang berarti tak berarti lagi bagi pak Handarbeni sehingga dicamppakkan begitu saja.

Bekisar kesayangannya berarti seorang yang sangat cantik seperti bekisar yang dikyrung di sangkar emas (rumah mewah), sebagai pajangan karena Handarbeni seorang impoten.

Kamu akan makin Berkibar berarti ia akan makin kaya karena pak Bambung lebih kaya daripada Handabeni.

Si mata gatal artinya laki-laki yang suka menggoda perempuan.

Matanya menyapu sekeliling ruang tamu artinya ia manatap sekelilingnya. Lambang payung kehidupan berarti tempat berteduh

Kanjat terbatuk berarti terkejut karena disuruh menemui dan berbicara pada Lasi. Buah ejekan di kampung ini berarti bahan ejekan.

Ke sebuah rumah anggun berarti rumah Pak Bambung yang diberikan untuk Lasi. Bebek manila berarti julukan Bu Lanting

Agen tai kucing berarti julukan Bu Lanting sebagai agen yang menjual Lasi Bambung Bandot tua berarti julukan Bambung.


(27)

Tidak boleh ada matahari kembar atau dua pucuk kekuatan artinya tidak boleh ada dua orang yang memimpin.

Belantik kekuasaan berarti bawahan.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Semieon merupakan istilah yang digunakan oleh orang Greek untuk merujuk kepada ilmu yang mengkaji sistem perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Inilah akar dari terbentuknya istilah semiotik, yaitu kajian sastra yang meneliti sistem perlambangan dan berhubung dengan


(28)

tanggapan dalam karya. Semiotik juga dapat dikatakan sebuah disiplin ilmu umum yang mengkaji sistem perlambangan di setiap bidang kehidupan. Ia bukan saja merangkum sistem bahasa, tetapi juga merangkum lukisan, maupun pementasan drama. Oleh sebab itu kajian semiotik dapat diterapkan ke berbagai bidang ilmu dan boleh dijadikan asas kajian sebuah kebudayaan

DAFTAR PUSTAKA

Christomy, Tommy. 2004. Semiotika Budaya. Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, UI:Depok

Djoko Pradopo, Rachmat. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern, Yogyakarta: GamaMedia


(29)

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya Tohari, Ahmad. 2011. Bekisar Merah . Jakarta: Gramedia


(1)

benda yang mahal, dan jarang ditemukan di daerah itu. Jadi dapat disimpulkan bahwa mobil Lasi sangat menatik perhatian karena harganya sangat mahal dan bagus.

Sangat jelas mereka mengambil jarak

Pada umumnya oaring-orang yang mengambil jarak keppada seseorang karena disebabkan oleh bebrapa hal. Dan pada penggalan yang berikutnya, dapat disimpulkan bahwa orang-orang yang dahulu dekat dengan Lasi kini menjaga jarak karena telah merasa tidak pantas sebab kini Lasi telah berbeda kasta denagn mereka. Lasi kini telah menjadi orng kaya bukanlai Lasi yang mereka kenal dahulu.

Semua orang ingin memperlihatkan keakraban kepadanya dan wajah mereka cerah ketika diajak berbicara

Wajah mereka (orang-orang karangsoga) cerah ketika diajak berbicara oleh Lasi. Padahal mereka selalu memandang rendah Lasi, ketika Lasi masih sangat miskin, bahkan mengolok-olok Lasi ketika dia dikhianati oleh Darsa suaminya.

Mulut mbok Wiryaji tiba-tiba rasa terkunci

Hal ini menandakan bahwa mboknya tidak lagi merasa bisa berbicara seenaknya kepada Lasik arena kini Lasi tak lagi seperti dulu. Kini Lasi sudah sangat berbeda ketika dia telah menikah dengan orang kaya.

Kantong matanya menggantung dan tulang pipinya menonjol.

Kalimat ini menggambarkan keadaan eyang Mus. Hal ini menandakan bahwa eyang Mus tak lagi sesegar dan sesehat dahulu. Tubuhnya telah renta dan usia yang semakin senja telah berhasil menggerogoti tubuhnya.


(2)

Hal ini menandakan bahwa Lasi sangat terkejut mendengar pernyataan tentang Kanjat yang kini telah memiliki seseorang yang sedang dekat dengannya.

Wajah Lasi merah.

Wajah Lasi yang memerah ini menandakan bahwa ia malu karena segala sesuatu tentang dirinya yang terdahulu diketahui pasti oleh Pardi. Apalagi kektika kejadian dia melarikan diri dari Karangsoga dan minggat ke Jakarta.

Mata Pardi menyala ketika melihat pipi Lasi merona.

Melihat pipi Lasi yang merona karena malu, mata Pardi pun menyala. Pardi merasa menang karena dapat membuat Lasi merasa malu.

Kanjat mengerutkan kening.

Kanjat berusaha memahami kata-kata yang dimaksudkan oleh Lasi tentangnya.

BAB 7

Dia tidak berkutik di bawah ketiak istri pertamanya yang peyot dan nyinyir.

Hal ini menandakan bahwa Handarbeni sangat takut pada isttrinya. Istrinyalah yang berkuasa terhadap Handarbeni.

Mata Lasi menyala ketika melihat liontin de beers

Mata Lasi menyala, menandakan bahwa ia sangat terkesan dengan kalung yang kini ada di lehernya. Apalagi ketika mengingat kata-kata bu Lanting yang menyebutkan bahwa kalung tersebut asli.


(3)

Bibir Lasi gemetar setelah bu Lanting mengatakan kalung itu asli.

Hal itu ketika mengingat kata-kata bu Lanting yang menyebutkan bahwa kalung tersebut asli. Sebab setahunya, kalung yang asli harganya sangat tinggi.

BAB 8

Kamu sudah menerima Kalung dari Pak Bambung berarti imbalan bagi Lasi atau seperti Lasi sudah di bayar selama satu malam oleh Pak Bambung. Kalung sebagi imbalan menurut kami telah cocok sebagai simbol imbalan karena Lasi suka perhiasan itu

Sampah yang dicampakkan ke dalam keranjang berarti tak berarti lagi bagi pak Handarbeni sehingga dicamppakkan begitu saja.

Bekisar kesayangannya berarti seorang yang sangat cantik seperti bekisar yang dikyrung di sangkar emas (rumah mewah), sebagai pajangan karena Handarbeni seorang impoten.

Kamu akan makin Berkibar berarti ia akan makin kaya karena pak Bambung lebih kaya daripada Handabeni.

Si mata gatal artinya laki-laki yang suka menggoda perempuan.

Matanya menyapu sekeliling ruang tamu artinya ia manatap sekelilingnya. Lambang payung kehidupan berarti tempat berteduh

Kanjat terbatuk berarti terkejut karena disuruh menemui dan berbicara pada Lasi. Buah ejekan di kampung ini berarti bahan ejekan.

Ke sebuah rumah anggun berarti rumah Pak Bambung yang diberikan untuk Lasi. Bebek manila berarti julukan Bu Lanting

Agen tai kucing berarti julukan Bu Lanting sebagai agen yang menjual Lasi Bambung Bandot tua berarti julukan Bambung.


(4)

Tidak boleh ada matahari kembar atau dua pucuk kekuatan artinya tidak boleh ada dua orang yang memimpin.

Belantik kekuasaan berarti bawahan.

BAB III PENUTUP

Kesimpulan

Semiotika berasal dari kata Yunani: semeion, yang berarti tanda. Semieon merupakan istilah yang digunakan oleh orang Greek untuk merujuk kepada ilmu yang mengkaji sistem perlambangan atau sistem tanda dalam kehidupan manusia. Inilah akar dari terbentuknya istilah semiotik, yaitu kajian sastra yang meneliti sistem perlambangan dan berhubung dengan


(5)

tanggapan dalam karya. Semiotik juga dapat dikatakan sebuah disiplin ilmu umum yang mengkaji sistem perlambangan di setiap bidang kehidupan. Ia bukan saja merangkum sistem bahasa, tetapi juga merangkum lukisan, maupun pementasan drama. Oleh sebab itu kajian semiotik dapat diterapkan ke berbagai bidang ilmu dan boleh dijadikan asas kajian sebuah kebudayaan

DAFTAR PUSTAKA

Christomy, Tommy. 2004. Semiotika Budaya. Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Budaya, UI:Depok

Djoko Pradopo, Rachmat. 2002. Kritik Sastra Indonesia Modern, Yogyakarta: GamaMedia


(6)

Nurgiyantoro, Burhan. 1998. Teori Pengkajian Fiksi, Yogyakarta: Gajah Mada University Press

Sudjiman, Panuti. 1988. Memahami Cerita Rekaan. Jakarta: Pustaka Jaya Tohari, Ahmad. 2011. Bekisar Merah . Jakarta: Gramedia