Tugas 01 Etika Rekayasa Tri Kastama Ap

(1)

Tugas :

Etika Rekayasa

Oleh :

Tri Kastama Aprianto

F 111 12 167

FAKULTAS TEKNIK

JURUSAN SIPIL (S-1)

UNIVERSITAS TADULAKO


(2)

DAFTAR ISI

A. Latar Belakang (1)

B. Tujuan Permasalahan (2)

C. Isi (2)

1. Definisi Etika Rekayasa (2)

2. Etika (3)

3. Rekayasa, Teknologi, dan Kebudayaan (6)

4. Kesadaran Rekayasawan Terhadap Keselamatan (7)

5. Sanksi Pelanggaran Kode Etik (7)

6. Masalah Etika Profesi (8)

7. Kaidah Pokok Etika Profesi (8)

8. Penutup (9)

D. Kesimpulan (10)


(3)

A. LATAR BELAKANG

Di dalam kehidupan kita sehari-hari, teknologi telah mempermudah pekerjaan kita, mulai penyediaan energy sampai dengan pemenuhan kebutuhan ringan sehari hari. Kehadiran sebagai teknologi disarankann telah merubah kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang terkadang juga mempengaruhi tata niali yang telah ada. Kehadiran teknologi kontrasepsi dan cloning misalnya; telah menimbulkan dilemma moral didalam masyarakat, demikian juga kehadiran penyakit sapi gila yang meresahkan masyarakat internasional ada yang memduga sebagi akibat pecan ternak hasil rekayasa ( genetika ).

Dibalik kelahiran suatu teknologi, hadir sosok rekyasawan yang kreati, inovatif, dan selalu memcari pemecahan suatu masalah yang hadir didalam masyarakatnya. Secara tidak langsung, perubahan tata nilai di dalam masyarakatsangat tergantung antara lain kepada sukap moral seorang rekayasawan.

Kepedulian etis di kalangan rekayasawan baru lahir pada abad ke – 19. Etika rekayasa dipahami sebagai daftar atau rumusan anjuran-anjuran resmi dalam bentuk kode,petunjuk, dan opini dari organisasi-organisasi profesi. Telaah implikasi rekayasa bagi umum baru dimulai pada tahun 1970-an dan etika rekayasa pun menjadi kajian interdisipliner yang melibatkan teori filsafat, ilmu social, hukum, dan bisnis. Selanjutnya, artikel-artikel tentang etika rekayasa dalam arti luas baru diterbitkan pada tahun 1981-an terutama oleh bussines and professional ethics journal ( Martin & Schinzinger, 1994).

Perhatian terhadap etika rekayasa boleh dikatakan terlambat, hal ini terejadi karena masyarakat menganggap rekayasawan sebagai alat produksi saja, bukan sebagai seorang pengambil keputusan yang bertanggung jawab. Saat ini sebagai masyarakkat telah memahami bahwa proses dan produk kerekayasaan (teknologi) merupakan hasil dari kreativitas personal. Juga telah disadari bahwa nilai moral, prilaku dan kemampuan sang rekayasawan akan sangat memmpengaruhi nilai kreasinya; semakin bauk nilai moral seorang rekayasawan, biasanya semakin tinggi nilai keselamatan penggunaan hasil rekayasanya.


(4)

Berangkat dari kesadaran tersebut di atas, etika rekayasa menjadi hal yang penting dan perlu selalu di kaji oleh seorang rekayasawan agar memahami batas-batas tanggung jawabnya. Dengan studi etika rekayasa seorang rekayasawan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan penalaran agar lebih efektif didalam mencari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan moral. Jadi tujuan etika rekayasa adalah untuk meningkatkan otonomi moral, yaitu kemampuan untuk berpikir secara rasional tentang isu-isu moral berlandaskan kaidah-kaidah moral yang berlaku ( Martin & Schinzinger, 1994).

B. TUJUAN PERMASALAHAN

1. Untuk dapat mengatur dan mengontrol permasalahan jassa konstruksi. 2. Dapat menempatkan diri sebagai mana tempatnya pada ke profesionalan

seorang dalam bekerja.

3. Dapat menciptakan moral yang baik sebagai suatu system nilai bagaimana kita harus hidup.

C. ISI

1. Definisi Etika Rekayasa

Etika rekayasa bisa didefinisikan sebagai berikut .

a. Studi tentang soal-soal dan keputusan moral yang menghadan individu dan organisasi yang terlibat suatu rekayasa.

b. Studi yentang pertanyaan-pertanyaan yang erat berkaitan satu sama lain tentang perilaku moral, karakter, cita-cita, dan hubungan orang-orang dan organisasi-organisasi yang terlibat dalam pengembangan teknologi ( Martin & Schinzinger, 1994).

Jadi, jelas obyek studi rekayasa adalah permasalahan moral yang berkaitan erat dengan ke rekayasaan. Rekayasa pada kenyataan lebih banyak berlangsung di dalam perusahaan-perusahaan yang mencari keuntungan, dan perusahaan-perusahaan dimaksud tertanam didalam struktur


(5)

masyarakat ddan peraturan pemerintah yang rumit, sehinggga permasalahan atau aspek-aspek moral di dalam rekayasa menjadi semakin kompleks.

2. Etika

Kata etika berasal dari bahasa yunani ethos yang secara sempit berarti aturan atau tindakan susila (Runes, 1981). Kata ethos diperkirakan telah dikenal paling tidak sejak 5 abad SM ( sebelum Masehi ) dan telah ditulis oleh filosof yunani seperti Aristoteles, Plato dan Sokrates. Menurut para filosof yunani saat itu, ethos memiliki arti prilaku atau adat istiadat (Bourke, 1966). Seseorang dikatakan baik atau buruk bukanlah dilandaskan atas satu tindakannya saja, melainkan atas pola dasar tindakannya secara umum. Jika arti ethos adalah prilaku adat istiadat maka dapat di tafsirkan bahwa hal ini sudah dikenal jauh lebih lama lagi sesuai kitab-kitab kuno yang ada pada abad ke – 25 SM yang menjadi dassar ajaran etika Khong Fu Cu (Sugiantono, 1998).

Etika diartikan Pula sebagai filsafat moral yang berkkaitan dengan studi tentang tindakan baik ataupun buruk manusia didalam mencapaiii kebahagiaannya. Apa yang dibicarakan di dalam etika adalah tindakan manusia, yaitu tentang kualitas baikatau buruk atau niali-nilai tindakan manusia untuk mencapai kebahagiaan serta tentang kearifannya dalama bertindak ( Bourke, 1966).

Pendekatan studi etika ada dua, yaitu : pendekatan teoritis yang berkaitan dengan analisis psikologi dan sosiologi, dan pendekatan praktis yang lebih cendrung membicarakan pentunjuk tentang etika daripada alasan-alasan teoritis tentang etika, sehingga etika pun dapat dipisahkan menjadi dua bagian, yaitu dengan yang berkaitan dengan nilai (axiology) dan yang berkaitan dengan keharusan (obligasi atau deontology).

Strike & Soltis (1985), mengemukakan dua tipe teori tentang etika, yaitu; teori konsekuen (Consequentialist Theory) dan teori Nir-konsekuen (Noncosequentialist theory).


(6)

 Teori konsekuen yang dipelopori oleh filsofof Inggris Jeremy Bentham (1748-1832) dan Jhon Stuart Mill (1806 – 1873), menyatakan bahwa masalah bermoral atau tidak, ditentukan berdasarkan konsekuensi teindakan tersebut. Didalam teori ini, untuk memilih apakah mengerjakan pilihan A atau B, dibutuhkan pengetahuan tentang set konsekuensi pekerjaan A atau B, serta pengetahuan tentang set kosekuensi yang terbaik.  Teori Nir-konsekuen, dipelopori oleh filosof Jerman Immanuel

Khan (1724 – 1804), memiliki ide moral hampir sama dengan tepa selira di jawa yang dapat di terjemahhkan sbagai berikut; perlakukanlah orang lain seperti mereka memperlakukanmu. Di dalam kehidupan sehari-hari sering dinyatakan kedalam nasehat-nasehat, missal; jika tidak mau di tipu janganlah menipu; jika tidak mau kecurian janganlah mencuri, sehingga hukum moral yang diajukan bersifat universal dan berlaku untuk semua orang tanpa pengecualian.

Pembagiann etika yang lain adalah berdasarkan tujuan akhir yang ingin dicapai oleh manusia baik sebagai individu, sebagai anggota keluarga ataupun sebagai warga Negara, sehingga dikenal etika individu, etika keluarga, dan etika Negara. Tujuan akhir individu tentu saja tidak selalu idebtik dengan tujuan akhir suatu Negara (Bourke, 1966).

Dari uraian diatas daptb dirasakan bahwa pemahaman etika sangatb tergantung motivasi manusia, baik secara individu maupun kelompok. Salah satu teori menyatakan bahwa motivasi seseorang tergantung pada tingkat kebutuhan (needs). Maslow (1954; di dalam Papalia dan Olds, 1985: 309) mengorganisasikan kebutuhan manusia dalam bentuk piramida yang dikenal sebagai Hirarki Kebutuhan Maslow (Gambar.1 ). Di dalam piramida Maslow, lapis bawah meggambarkan kebutuhan paling mendasar manusia, yaitu kebutuhan fisik yang meliputi makan minum, sandang dan papan. Setelah hal tersebut


(7)

dipenuhimaka kebutuhannya akan meningkat ke lapis atasnya, demikian seterusnya.


(8)

3. Rekayasa, Teknologi dan Kebudayaan

Rekayasa adalah padan kata dari engineering yang selama ini kita kenal dangan kata Teknik. Arti kata teknik itu sendiri adalah penerapan sains untuk kesejahtraan umat manusia (Zen, 1981: 10). Martin & Schinzinger (1994: 17) memperrsempit definisi itu, sehingga rekayasa adalah penerapan ilmu pengetahuan dalam penggunaan sumber daya alam demi manfaat masyarakat dan umat manusia; sedangkan rekayasawan adlah mereka yang menciptakan produk atau proses-proses untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (pangan, papan , dan sandang), dengan akibat tambahan, meningkatkan kemuddahan, kekuatan dan keindahan didalam kehidupan manusia sehari-hari.

Teknologi, batasan teknologi sangatlah bervariasi. Oleh Ogburn (1971; di dalam The Liang Gie, 1996) disampaikan bahwa teknologi bagaikan sebuah puncak gunung es. Sedikit di antara kita mampu melihat dari semua sisinya; demikian masing-masing dari kita mungkin mempunyai suatu pengertian yang terbatas tentang sifat dasarnya.

Di dalam proses globalisasi yang cendrung menghentak kea rah industrialisasi, penguasaan dan pengembangan teknologi dianggap sangat penting, agar mampu bersaing dalam hal menghasilkan produk berkualitas lebih baiik, lebih murah, aman atau resikonya kecil serta ramah lingkungan (Soehendro, 1996). Perkembangan teknologi dan sains dianggap sinonim dengan pembentukan kebudayaan modern, sebaliknya budaya piker modern yang ilmiah akan menumbuh suburkan sains dan teknologi modern.

Kebudayaan, ada yang mengartikan secara sempit sam dengan kesenian, namun di ain pihak mengartikannya sebagai pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya dan yang bisa dicetuskannya setelah melalui proses belajar. Unsure-unsur Universal dari kebudayaaan mmenurut koentjaraningrat (1976) adalah :

a. Sistem religi dan upacara keagamaan b. System dan oraganisasi kemasyarakatan c. System pengetahuan

d. Bahasa e. Kesenian

f. System mata pencaharian hidup g. System teknologi dan peralatan


(9)

Urutan unsure tersebut diatas secara garis besar juga menunjukan ketahanannya terhadap perubahan. Semakinn ke bawah, semakin mudah unsure kebudayaan tersebut beruah.

Dari batasan-batasan di atas dapat direntangkan benang merah antara rekayasa, teknologi dan kebudayaan. Etika pun akan tumbuh sejajar dengan kebudayaan, dan sosok kebudayaan akan sangat tergantung antara lain cara pandang manusianya tentang alam tempat huniannya.

4. Kesadaran Rekayasawan terhadap keselamatan

Membicarakan keselamatan harus diawali dengan pengertian tentang keselaamatan atau aman itu sendiri. Sesuatu ( alat, prosedur) adlah aman bagi seseorang atau kelompok orang jika seseorang atau kelompok orang tersebut mengetahui resiko (penggunaannya) menurut perinsip-prinsip nilai yang sudah mapan; sedangkan resiko adalah kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan atau sesuatu yang merugikan.

Seorang rekayasawan harus selalu memasukkan factor keselamatan di dalam rancangannya. Oleh karena itu identifikasi resiko suatu produk sangat di perlukan demikian pula kejelasan dari tujuan produk itu sendiri. Untuk mengurangi factor resiko, uji keselamatan bagi suatu produk harus dilaksanakan sebelum suatu produk tersebut masuk manufaktur. Setelah manufaktur pun produk itu juga harus selalu di pantau keselamatan pengggunaannya. Produk rekayasa yang baik akan selalu disertai dengan prossedur penyelammatan di saat menghadapi resiko uang tak diduga sebelumnya.

5. Sanksi Pelangaran kode Etik a. Sanksi Moral

b. Sanksi dikeluarkan dari organissi

Kode etik profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah di bahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norm-norma kebentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah system norma atau aturan yang tertulis secara jelas dan tegas dan terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan


(10)

apa yang salah dan perbuatan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang professional.

6. Masalah Etika Profesi  Kasus Penyuapan

Saling member hadiah merupakan interaksi maupun berbagai ikatan antar manusia. Rasa cinta seorang suami kepada isterinya, orang tua kepadda anaknya, mauun sebaliknya diantaranya diungkapkan dengan memberi hadiah. Eratnya persahabatan dan persaudaraan juga diekspresikan dengan member hadiah. Demikian pula peghargaan terhadap sebuah capaian prestasi ataupun untuk pengakuan kualitas seorang ditunjukan dengan member hadiah.

Namun, memberi sesuatu termasuk hadiah dalam sejarah tidak hanya sebagai indikasi eratnya ikatan antar manusia maupun pengakuan sebuah prestasi, tetapi juga konotasi-konotasi lain yang tidak selalu positif. Misalnya , hadiah sering identik dengan budaya menjilat. Seorang yang ingin mendapatkan perhatian lebih dari atasan demi perjalanan karir bisa menjilat dengan memberi hadiah.

Hadiah juga sering digunakan untuk melicinkan suatu urisan tertentu, misalnya kemudahan untuk menempuh birokrasi urusan tertentu seseorang harus memberikan hadiah. Hadiah juga sangat sering digunakan untuk membebaskan seorang dari jeratan hukum. Pada kasus-kasus yang terakhir ini, hadaiah lebih bermakna suap. Karena itu banyak orang menyusahkan orang lain dengan hadiah.

7. Kaidah Pokok Etika Rekayasa

Di dalam menjalankan tugas profesionalnya seorang rekayasawan wajib : a. Menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan dan kesejahtraan

masyarakat,

b. Memberikan jasa-jasa profesi hanya pada bidang-bidang yang sesuai dengan kompetisinya,

c. Memberikan pernyataan-pernyataan kepada umum henya secara objektif dan jujur,

d. Bertindak sebagai pelaku yang jujur dan terpercaya terhadap pemberi kerja ataupun klien, dan menghindarkan diri dari konflik-konflik kepentingan,

e. Meningkatkan reputasi profesionalnya melalui unjuk kerja yang baik, dan bukan melalui persaingan secara curang,


(11)

f. Berprilaku terhormat, bertanggung jawab, etis dan taat aturan untuk meningkatkan kehormatan, reputasi dan kemanfaatan profesi,

g. Secara terus-menerus meningkatkan kemampuan profesionalnya sepanjang karir dan member kesempatan engineers di bawah bimbingan untuk mengembangkan kemampuan professional.

8. Penutup

Apa yang telah disampaikan merupakan suatu bahan renungan sebagai wacana peningkatan otonomi moral. Dan pada pembahasan ini dapat berguna sebagai acuan tentang bagaimana sehharusnya seorang Engineering / Rekayasawan dapat bertindak dan menjadi seorang yang hebat dalam pekerjaannya. Sehingga kelak kita menjadi sarjana (Teknik) yang berbudi dan budiman yang sarjana atau dengan kata lain menjadi rekayasawan yang berbudi dan budiman rekayasawan.

D. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas saya dapat menyimpulkan bahwa untuk menjadi seorang Engineering/ rekayasawan yang Profesional, kita harus belajar cara ber Etika yang benar agar dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Dengan dapat menempatkan diri dimana semestinya kita berada. Yang utama adalah dimana kita mempunyai tujuan, melalui proses, dan mendapatkan hasilnya/ penyelesainanya. Jangan pernah berhenti dari proses, sebab prose situ adalah tahap pembelajaran terhadapa individu kita.


(12)

Daftar Pustaka

1) Anonymous. Engineering Ethics. http;//ethics.tamu.edu/ethics/essays/ brouchure.htm

2) Bourke, V.J. 1966. Ethics, A Texbook in Moral Philoshopy. The Macmillan Company, New York.497 p.

3) Koentjaraningrat. 1976. Kebudayaan, mentalitet dan pembangunan. P.T. Gramedia. 142 halaman.

4) Kuhre, W. L.1995. Sertikasi ISO 14001 : Sistem MAnajemen Lingkungan. Prenhallindo, Jakarta. 369 halaman.


(1)

dipenuhimaka kebutuhannya akan meningkat ke lapis atasnya, demikian seterusnya.


(2)

3. Rekayasa, Teknologi dan Kebudayaan

Rekayasa adalah padan kata dari engineering yang selama ini kita kenal dangan kata Teknik. Arti kata teknik itu sendiri adalah penerapan sains untuk kesejahtraan umat manusia (Zen, 1981: 10). Martin & Schinzinger (1994: 17) memperrsempit definisi itu, sehingga rekayasa adalah penerapan ilmu pengetahuan dalam penggunaan sumber daya alam demi manfaat masyarakat dan umat manusia; sedangkan rekayasawan adlah mereka yang menciptakan produk atau proses-proses untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia (pangan, papan , dan sandang), dengan akibat tambahan, meningkatkan kemuddahan, kekuatan dan keindahan didalam kehidupan manusia sehari-hari.

Teknologi, batasan teknologi sangatlah bervariasi. Oleh Ogburn (1971; di dalam The Liang Gie, 1996) disampaikan bahwa teknologi bagaikan sebuah puncak gunung es. Sedikit di antara kita mampu melihat dari semua sisinya; demikian masing-masing dari kita mungkin mempunyai suatu pengertian yang terbatas tentang sifat dasarnya.

Di dalam proses globalisasi yang cendrung menghentak kea rah industrialisasi, penguasaan dan pengembangan teknologi dianggap sangat penting, agar mampu bersaing dalam hal menghasilkan produk berkualitas lebih baiik, lebih murah, aman atau resikonya kecil serta ramah lingkungan (Soehendro, 1996). Perkembangan teknologi dan sains dianggap sinonim dengan pembentukan kebudayaan modern, sebaliknya budaya piker modern yang ilmiah akan menumbuh suburkan sains dan teknologi modern.

Kebudayaan, ada yang mengartikan secara sempit sam dengan kesenian, namun di ain pihak mengartikannya sebagai pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya dan yang bisa dicetuskannya setelah melalui proses belajar. Unsure-unsur Universal dari kebudayaaan mmenurut koentjaraningrat (1976) adalah :

a. Sistem religi dan upacara keagamaan b. System dan oraganisasi kemasyarakatan c. System pengetahuan

d. Bahasa e. Kesenian

f. System mata pencaharian hidup g. System teknologi dan peralatan


(3)

Urutan unsure tersebut diatas secara garis besar juga menunjukan ketahanannya terhadap perubahan. Semakinn ke bawah, semakin mudah unsure kebudayaan tersebut beruah.

Dari batasan-batasan di atas dapat direntangkan benang merah antara rekayasa, teknologi dan kebudayaan. Etika pun akan tumbuh sejajar dengan kebudayaan, dan sosok kebudayaan akan sangat tergantung antara lain cara pandang manusianya tentang alam tempat huniannya.

4. Kesadaran Rekayasawan terhadap keselamatan

Membicarakan keselamatan harus diawali dengan pengertian tentang keselaamatan atau aman itu sendiri. Sesuatu ( alat, prosedur) adlah aman bagi seseorang atau kelompok orang jika seseorang atau kelompok orang tersebut mengetahui resiko (penggunaannya) menurut perinsip-prinsip nilai yang sudah mapan; sedangkan resiko adalah kemungkinan terjadinya sesuatu yang tidak diharapkan atau sesuatu yang merugikan.

Seorang rekayasawan harus selalu memasukkan factor keselamatan di dalam rancangannya. Oleh karena itu identifikasi resiko suatu produk sangat di perlukan demikian pula kejelasan dari tujuan produk itu sendiri. Untuk mengurangi factor resiko, uji keselamatan bagi suatu produk harus dilaksanakan sebelum suatu produk tersebut masuk manufaktur. Setelah manufaktur pun produk itu juga harus selalu di pantau keselamatan pengggunaannya. Produk rekayasa yang baik akan selalu disertai dengan prossedur penyelammatan di saat menghadapi resiko uang tak diduga sebelumnya.

5. Sanksi Pelangaran kode Etik a. Sanksi Moral

b. Sanksi dikeluarkan dari organissi

Kode etik profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah di bahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih memperjelas, mempertegas dan merinci norm-norma kebentuk yang lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi adalah system norma atau aturan yang tertulis secara jelas dan tegas dan terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang benar dan


(4)

apa yang salah dan perbuatan apa yang boleh dilakukan dan yang tidak boleh dilakukan oleh seorang professional.

6. Masalah Etika Profesi  Kasus Penyuapan

Saling member hadiah merupakan interaksi maupun berbagai ikatan antar manusia. Rasa cinta seorang suami kepada isterinya, orang tua kepadda anaknya, mauun sebaliknya diantaranya diungkapkan dengan memberi hadiah. Eratnya persahabatan dan persaudaraan juga diekspresikan dengan member hadiah. Demikian pula peghargaan terhadap sebuah capaian prestasi ataupun untuk pengakuan kualitas seorang ditunjukan dengan member hadiah.

Namun, memberi sesuatu termasuk hadiah dalam sejarah tidak hanya sebagai indikasi eratnya ikatan antar manusia maupun pengakuan sebuah prestasi, tetapi juga konotasi-konotasi lain yang tidak selalu positif. Misalnya , hadiah sering identik dengan budaya menjilat. Seorang yang ingin mendapatkan perhatian lebih dari atasan demi perjalanan karir bisa menjilat dengan memberi hadiah.

Hadiah juga sering digunakan untuk melicinkan suatu urisan tertentu, misalnya kemudahan untuk menempuh birokrasi urusan tertentu seseorang harus memberikan hadiah. Hadiah juga sangat sering digunakan untuk membebaskan seorang dari jeratan hukum. Pada kasus-kasus yang terakhir ini, hadaiah lebih bermakna suap. Karena itu banyak orang menyusahkan orang lain dengan hadiah.

7. Kaidah Pokok Etika Rekayasa

Di dalam menjalankan tugas profesionalnya seorang rekayasawan wajib : a. Menjunjung tinggi keselamatan, kesehatan dan kesejahtraan

masyarakat,

b. Memberikan jasa-jasa profesi hanya pada bidang-bidang yang sesuai dengan kompetisinya,

c. Memberikan pernyataan-pernyataan kepada umum henya secara objektif dan jujur,

d. Bertindak sebagai pelaku yang jujur dan terpercaya terhadap pemberi kerja ataupun klien, dan menghindarkan diri dari konflik-konflik kepentingan,

e. Meningkatkan reputasi profesionalnya melalui unjuk kerja yang baik, dan bukan melalui persaingan secara curang,


(5)

f. Berprilaku terhormat, bertanggung jawab, etis dan taat aturan untuk meningkatkan kehormatan, reputasi dan kemanfaatan profesi,

g. Secara terus-menerus meningkatkan kemampuan profesionalnya sepanjang karir dan member kesempatan engineers di bawah bimbingan untuk mengembangkan kemampuan professional.

8. Penutup

Apa yang telah disampaikan merupakan suatu bahan renungan sebagai wacana peningkatan otonomi moral. Dan pada pembahasan ini dapat berguna sebagai acuan tentang bagaimana sehharusnya seorang Engineering / Rekayasawan dapat bertindak dan menjadi seorang yang hebat dalam pekerjaannya. Sehingga kelak kita menjadi sarjana (Teknik) yang berbudi dan budiman yang sarjana atau dengan kata lain menjadi rekayasawan yang berbudi dan budiman rekayasawan.

D. Kesimpulan

Dari penjelasan di atas saya dapat menyimpulkan bahwa untuk menjadi seorang Engineering/ rekayasawan yang Profesional, kita harus belajar cara ber Etika yang benar agar dapat membedakan mana yang salah dan mana yang benar. Dengan dapat menempatkan diri dimana semestinya kita berada. Yang utama adalah dimana kita mempunyai tujuan, melalui proses, dan mendapatkan hasilnya/ penyelesainanya. Jangan pernah berhenti dari proses, sebab prose situ adalah tahap pembelajaran terhadapa individu kita.


(6)

Daftar Pustaka

1) Anonymous. Engineering Ethics. http;//ethics.tamu.edu/ethics/essays/ brouchure.htm

2) Bourke, V.J. 1966. Ethics, A Texbook in Moral Philoshopy. The Macmillan Company, New York.497 p.

3) Koentjaraningrat. 1976. Kebudayaan, mentalitet dan pembangunan. P.T. Gramedia. 142 halaman.

4) Kuhre, W. L.1995. Sertikasi ISO 14001 : Sistem MAnajemen Lingkungan. Prenhallindo, Jakarta. 369 halaman.