Edisi 3, Volume 3, Tahun 2015
2 pekerja kehilangan mata pencaharian yang
berarti pula permulaan masa pengangguran dengan segala akibatnya, sehingga untuk
menjamin kepastian dan ketentraman hidup tenaga kerja, seharusnya tidak ada pemutusan
hubungan
kerja. Akan
tetapi dalam
kenyataannya membuktikan bahwa pemutusan hubungan
kerja tidak
dapat dicegah
seluruhnya
1
. Pemutusan
Hubungan Kerja
merupakan suatu hal yang sangat ditakuti oleh karyawan. Hal ini dikarenakan carut marutnya
kondisi perekonomian yang berdampak pada banyak perusahaan yang harus gulung tikar,
dan tentu saja berdampak pada pemutusan hubungan kerja yang dilakukan secara sepihak
oleh
perusahaan. Kondisi
inilah yang
menyebabkan orang yang bekerja pada waktu itu
selalu dibayangi
kekhawatiran dan
kecemasan, kapan
giliran dirinya
diberhentikan dari pekerjaan yang menjadi penopang hidup keluarganya.
Umar kasim juga mengemukakan bahwa pemutusan hubungan kerja merupakan
isu yang sensitif, pengusaha seharusnya bijaksana
dalam melakukan
pemutusan hubungan kerja PHK, karena PHK dapat
menurunkan kesejahteraan masyarakat, rakyat kehilangan pekerjaan, bahkan lebih gawat lagi
PHK dapat mengakibatkan pengangguran. Istilah pemutusan hubungan kerja PHK
adalah
sebuah momok
bagi pekerja,
mengingat sangat banyak sekali dampak dan akibat yang ditimbulkannya, tidak hanya bagi
pekerja itu sendiri bahkan ini seperti efek domino yang saling berkaitan satu sama lain
dan merambah kesektor kehidupan masyarakat lainnya. Jadi, pemerintah, pengusaha, pekerja
dan serikatnya sebaiknya mengupayakan agar jangan sampai terjadi pemutusan hubungan
kerja
2
. Selanjutnya
perusahaan sering
mengalami kesulitan
dalam melakukan
kebijakan PHK. Hal ini disebabkan kebijakan PHK diartikan sebagai kebijakan yang tidak
1
Umar kasim. Hubungan kerja dan pemutusan hubungan kerja
, Informasi hukum Vol. 2 Tahun 2004. Hlm. 26
2
Umar kasim. Op cit. hlm. 39
memperhatikan karyawan. Pada dasarnya kebijakan PHK oleh perusahaan tidak serta
merta merupakan kebijakan yang merugikan karyawan. Permasalahan PHK ini sebenarnya
dapat dilihat dari 2 konteks yaitu konteks pemahaman yang baik terhadap regulasi dan
konteks manajemen modern dalam kebijakan PHK tersebut. Dua hal tersebut diatas sangat
penting untuk menghindari perselisihan yang dapat merugikan bagi kedua belah pihak, baik
perusahaan maupun pihak pekerja.
Berdasar hal-hal yang dikemukakan diatas, penulis tertarik untuk mengkaji dalam
bentu k sebuah Skripsi dengan judul “
Tinjauan Yuridis Pemutusan Hubungan Kerja PHK
Secara Sepihak Oleh Perusahaan Menurut Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka masalah yang
dikaji dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana
proses pelaksanaan
pemutusan hubungan
kerja yang
dilakukan oleh perusahaan? 2.
Bagamanakah tanggung
jawab perusahaan terhadap tenaga kerja yang
telah diPHK?
II. PEMBAHASAN
A. Pengertian Hubungan Kerja
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud
dengan hubungan kerja adalah hubungan antara
pengusaha dengan
pekerjaburuh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai
unsur pekerjaan, upah, dan perintah.
Dari defenisi tersebut dapat dipahami bahwa hubungan kerja dapat terjadi akibat
adanya perjanjian kerja baik perjanjian itu dibuat secara tertulis maupun secara lisan.
Menurut
pasal 1
point 14
UU Ketenagakerjaan, yang dimaksud dengan
perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerjaburuh dengan pengusaha atau pemberi
kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan kewajiban para pihak. Sahnya perjanjian
harus memenuhi syarat yang diatur secara khusus dalam UU Ketenagakerjaan, pada
Edisi 3, Volume 3, Tahun 2015
3 Pasal 52 ayat 1 UUK menyebutkan 4 dasar
perjanjian kerja, yaitu:
1. kesepakatan kedua belah pihak;
2. kemampuan
atau kecakapan
melakukan perbuatan hukum; 3.
adanya pekerjaan yang diperjanjikan; dan
4. pekerjaan yang diperjanjikan tidak
bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-
undangan yang berlaku.
Syarat 1 dan 2 disebut sebagai syarat subjektif yang apabila tidak dipenuhi maka
perjanjian yang telah dibuat dapat dimintakan pembatalannya kepada pihak yang berwenang.
Sedangkan syarat 3 dan 4 apabila tidak terpenuhi maka perjanjian tersebut batal demi
hukum, tidak sah sama sekali.
B. Pengertian Pemutusan Hubungan
Kerja PHK
Menurut UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, yang dimaksud
dengan pemutusan hubungan kerja adalah pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal
tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerjaburuh dan
pengusaha.
Berdasarkan ketentuan
UU Ketengakerjaan tersebut, maka dapat dipahami
bahwa PHK merupakan opsi terakhir dalam penyelamatan
sebuah perusahaan.
UU Ketenagakerjaan sendiri mengatur bahwa
perusahaan tidak boleh seenakanya saja memPHK
karyawannya, terkecuali
karyawanpekerja yang bersangkutan telah terbukti melakukan pelanggaran berat dan
dinyatakan oleh pengadilan bahwa sipekerja dimaksud telah melakukan kesalahan berat
yang mana putusan pengadilan dimaksud telah memiliki kekuatan hukum yang tetap.
Pemutusan hubungan kerja yang terjadi karena adanya perselisihan, keadaan ini akan
membawa dampak terhadap kedua belah pihak, terlebih bagi pekerja yang dipandang
dari sudut ekonomis mempunyai kedudukan yang lemah jika dibandingkan dengan pihak
pengusaha. Karena pemutusan hubungan kerja bagi pihak buruh akan memberi pengaruh
psikologis, ekonomis, dan finansial sebab: a.
Dengan adanya pemutusan hubungan kerja, buruh telah kehilangan mata
pencaharian. b.
Untuk mencari pekerjaan yang baru sebagai penggantinya, harus banyak
mengeluarkan biaya. c.
Kehilangan biaya hidup untuk diri dan keluarganya
sebelum mendapat
pekerjaan yang
baru sebagai
penggantinya
3
. Sehubungan
dengan akibat
yang ditimbulkan
dengan adanya
pemutusan hubungan kerja khususnya bagi buruh dan
keluarganya Imam Soepomo berpendapat bahwa, pemutusan hubungan kerja bagi buruh
merupakan
permulaan dari
segala pengakhiran, permulaan dari berakhirnya
mempunyai pekerjaan,
permulaan dari
berakhirnya kemampuan membiayai keperluan hidup sehari-hari keluarganya, permulaan dari
berakhirnya kemampuan
menyekolahkan anak-anak dan sebagainya.
4
C. Jenis-jenis Pemutusan Hubungan