Djazuli, Fikih Siyasah Implementasi Kemaslahan Umat Islam

asasun yang berarti dasar, basis dan pondasi. Secara terminologi asas adalah dasar atau sesuatu yang menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat”. 21 A. Djazuli menye- butkan ada beberapa asas yang harus dilindungi dan dijamin dalam wadah Undang-Undang Perbankan Syariah. Asas-asas yang dimaksud adalah : a. Asas Ridha’iyyah rela sama rela ; b. Asas Maslahat Manfaat ; c. Asas A’dalalah Keadilan ; d. Asas Ta’awwun Saling Menguntungkan. 22 Fathurrahman Djamil, mengemukakan enam asas, yaitu “asas kebebasan, asas persamaan 21 Gemala Dewi 2, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2013, hlm. 30. 22

A. Djazuli, Fikih Siyasah Implementasi Kemaslahan Umat Islam

dalam Rambu-rambu Syariah, Kencana, Jakarta, 2008, hlm. 207-208. atau kesetaraan, asas keadilan, asas kerelaan, asas kejujuran dan kebenaran, dan asas tertulis”. 23 Gemala Dewi, et.al., mengatakan bahwa : asas utama yang mendasari setiap perbuatan manusia, termasuk perbuatan muamalat, yaitu asas ilahiah atau asas tauhid. 24 Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Islam KHES dinyatakan, bahwa akad dilakukan berdasarkan atas asas : Ikhtiyari Sukarela; Amanah Menepati Janji; Ikhtiyati Kehati-hatian; Luzum Tidak berubah; Ta’awwun Saling menguntungkan; Taswiyah kese- taraan; Transparansi; Kemampuan ; 23 Fathurrahman Djamil, dalam Mariam Darus Badrulzaman, et.al., Op. Cit., hlm. 249-251. 24 Gemala Dewi, Wirdyaningsih, dan Yeni Salma Barlinti, Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Cetakan ke empat, Kencana Prenada Media Group, Kerjasama dengan Badan Penerbit Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Jakarta, 2013, hlm. 30. Taisir Kemudahan ; Itikad Baik ; Sebab yang halal. Kamal Khir, Lokesh Gupta dan Bala Shanmugam menge- mukakan tiga prinsip yang mendasar pada akad syariah, yaitu : 25 a. The principle of justice : ensures that neither party to a contract may exploit the other. Hence the riba is strictly prohibited. b. The principle of trans- parency : those concerned must share all avaiable information. Withholding crucial information which has bearing on the transaction could render the contract invalid. Further- more, contracts involving a hih degree of gharar are strictly prohibited. The objective is to prevent transactions that lead to dispute and lack of trust. c. The principle of ‘maslaha’ : means the common interest supported by the spirit of syariah and not by a specific text. On the basis of maslaha, 25 Kamal Khir, Lokesh Gupta dan Bala Shanmugam, Islamic Banking A Practical Perspective, Pearson Malaysia Sdn BHd, 2008, hlm. 43. a particular form of transaction may be exempled from the general rule if it has been shown to be in common practice to facilitate business. Prinsipasas yang terkait dengan hukum akad syariah yang dirangkum dari pendapat Gemala Dewi, Abdul Ghofur Anshori, Burhanuddin Susanto dan Agus Yudha Hernoko adalah sebagai berikut : 26 a. Ibadah asas diniatkan Ibadah. 27 26 Gemala Dewi 2, Op. Cit., hlm. 42. Hal yang sama dibahas oleh Abdul Ghofur Anshori, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media, Yogyakarta, 2000; Burhanuddin Susanto., Hukum Kontrak Syariah, BPFE, Yogyakarta, 2009. Periksa juga Trisadini P. Usanti, Prinsip Kehati- hatian Pada Transaksi Perbankan, Airlangga University Press, Surabaya, 2013, hlm. 129-135. Abd. Shomad 3, “Teori Hukum Islam”.Materi Kuliah, Program Doktor Ilmu Hukum, Universitas Airlangga Surabaya. 2014. 27 Gemala Dewi menggunakan asas Ilahiah bahwa kegiatan muamalah termasuk perbuatan perikatan tidak akan Hakikat kehidupan manusia adalah untuk beribadah kepada Allah QS. Adz-Dzariyat 51 : 56. Keyakinan terhadap unsur Ketuhanan dalam aspek ibadah, merupakan hal yang prinsip dalam hukum Islam. Keyakinan ini harus diwujudkan melalui amalan niat aqidah sebelum memulai perbuatan. Selain aqidah, suatu perbuatan akan bernilai ibadah apabila sesuia dengan hukum syara’. Keberadaan prinsip inilah yang menjadi perbedaan mendasar antara hukum kontrakakad syariah dengan kontrak lainnya. b. Hurriyah at- Ta’uqud Kebebasan Berkontrak. Prinsip Hurriyah at- Ta’uqud merupakan wujud dari kebebasan pernah lepas dari nilai-nilai ketauhidan sehingga manusia memiliki tanggung jawab kepada masyarakat, tanggung jawab pada pihak kedua, tanggung jawab pada diri sendiri dan tanggung jawab pada Allah SWT. berkontrak. Ruang lingkup kebebasan berkontrak dapat berupa : 1. Menentukan obyek perjan- jian; 2. Menentukan bentuk perjan- jiannya; 3. Mengajukan syarat-syarat dalam merumuskan hak dan kewajiban; 4. Menentukan pihak yang bertransaksi ; 5. Menentukan cara penyelesaian apabila terjadi perselisihansengketa. 28 Dasar hukum kebebasan ber- kontrak yang mengikat ialah : “ kaum muslimin itu setia kepada syarat-syarat yang mereka buat, kecuali syarat mengharamkan yang halal dan menghalalkan yang haram” HR Tirmidzi, Tabrani dan Baihaqi. “ Kaum muslimin harus memenuhi syarat- 28 Trisadini P. Usanti, Op. Cit., hlm. 130. syarat yang mereka sepakati, selama masih berada dalam lingkup kebenaran” HR Bukhori. 29 Menurut Agus Yudha Hernoko, asas kebebasan berkontrak menempatkan para pihak yang berkontrak dalam posisi yang setara, yang proporsional. Asas ini tidak menempatkan para pihak untuk saling berhadapan, 29 Makna dalam hadist ini sama dengan makna pada Pasal 1338 BW, Pasal 1320 BW, Pasal 1335 BW dan Pasal 1337 BW, bahwa perjanjian yang dibuat secara sah dalam arti memenuhi syarat keabsahan perjanjian sebagaimana diatur pada Pasal 1320 BW berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya. Hal ini merupakan perwujudan dari asas pacta sunt servanda. Bedanya untuk keabsahan perjanjian syariah instrumen causa, di samping tidak boleh bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan, ketertiban umum, causanya tidak boleh bertentangan dengan syariah. Dalam arti perjanjian itu sah menurut BW tetapi belum tentu sah menurut syariah pabila causanya bertentang dengan syariah. menjatuhkan dan mematikan sebagai lawan kontrak, justru sebaliknya asas ini menempatkan para pihak sebagai mitra kontrak dalam pertukaran kepentingan mereka. 30 c. Al Musawah Persamaan. Para pihak mempunyai kedudukan bargaining position yang sama, sehingga dalam menentukan term and condition dari suatu akad, setiap pihak mempunyai kesetaraan atau kedudukan yang seimbang. 31 d. At-Tawazun Keseimbangan Prinsip keseimbangan dalam akad terkait dengan pembagian hak dan kewajiban. Misal adanya hak untuk mendapatkan keuntungan dalam investasi, berarti harus disertai dengan kewajiban menanggung risiko. Menurut 30 Agus Yudha Hernoko 3, “ Azas Proporsionalitas Dalam Kontrak Komersial”, Disertasi, 2007, hlm. 121. 31 Ibid. Agus Yudha Hernoko, dalam asas proporsionalitas tidak mempermasalahkan keseimbangan kesamaan hasil secara sistematis, namun lebih menekankan proporsi pembagian hak dan kewajiban di antara para pihak yang berlangsung secara layak dan patut fair and reasonableness. 32 e. Maslahah Kemaslahatan. Akad yang dibuat para pihak harus bertujuan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi mereka dan tidak boleh menimbulkan kerugian mudharat atau keadaan yang memberatkan masyaqqah. Maslahat dalam Islam meliputi dimensi kehidupan dunia dan akhirat. Untuk menjamin tercapainya kemasalahatan maka kaidah fiqih yang berlaku : “Apabila hukum sara’ 32 Agus Yudha Hernoko 3, Op. Cit., hlm. 93. dilaksanakan maka pastilah tercipta kemaslahatan”. Namun apabila dalam pelaksanaan akad ternyata terjadi suatu perbuatan melawan hukum sehingga menimbulkan kemudharatan pihak lain, maka kaidah fiqih yang berlaku adalah sebagai berikut : “Segala apa yang menyebabkan terjadinya kumu- dharatan bahaya maka hukumnya haram. 33 f. Al Amanah Kepercayaan. Amanah merupakan bentuk kepercayaan yang timbul karena adanya itikad baik dari masing-masing pihak untuk mengadakan akad. Dalam hukum akad syariah, terdapat bentuk akad yang bersifat amanah. Amanah dapat diartikan kepercayaan kepada pihak lain 33 Burhanuddin Susanto 2, Op. Cit., hlm. 44. untuk menjalin kerja sama. 34 Asas kepercayaan dapat berlaku baik dalam akad yang bersifat tijarah maupun tabarru ’. Dalam akad tijarah, misalnya kepercayaan shahibul maal kepada mudharib untuk menjalankan usaha melalui akad mudharabah. Sedangkan akad yang bersifat tabarru’ misalnya memberikan keper- cayaan kepada orang lain untuk memelihara barang titipan melalui akad wadiah. Dasar hukumnya adalah Firman Allah yang menyatakan bahwa : - “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyam- paikan amanat kepada yang berhak menerim anya” QS, An-Nisa 4 : 58 ; - “Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya” QS. Al Baqaroh 2 : 283; 34 Trisadini P. Usanti, Op. Cit., hlm. 133. - “Wahai orang -orang yang beriman Janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat yang dipercayakan kepadamu, sedang kamu mengetahui ” QS. Al- Anfal 8 : 27. Surat An-Anfal ini tercantum pada perjanjian pembiayaan di perbankan syariah sebagai dasar bahwa hubungan antara bank syariah dan nasabah didasarkan pada amanah sehingga harus dijaga amanah tersebut. g. Al Adalah Keadilan Pelaksanaan prinsip keadilan dalam suatu akad menuntut para pihak untuk melakukan yang benar dalam pengungkapan kehendak dan keadaan, memenuhi semua kewajibannya. Akad harus senantiasa mendatangkan keuntungan yang adil dan seimbang, serta tidak boleh mendatangkan kerugian bagi salah satu pihak. 35 Para pihak yang penyusunan akad, wajib berpegang teguh pada prinsip keadilan. Demikian juga dikemukakan Agus Yudha Hernoko, bahwa hakekat kontrakakad adalah perwujudan pertukaran hak dan kewajiban berlangsung secara propor- sional. 36 Hal ini sesuai dengan Firman Allah : “Hai orang -orang yang beriman, hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan kebenaran karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap suatu kaum, membuat kamu cenderung untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil itu lebih dekat 35 Abdul Ghofur Anshori 2 , Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, Citra Media, Yogyakarta, 2006, hlm. 27. 36 Agus Yudha Hernoko 3, Op. Cit., hlm. 87 kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” QS.Maidah 5 : 8 h. Al Ridha Kerelaan. Prinsip ini menyatakan bahwa segala transaksi yang dilakukan harus atas dasar kerelaan antara setiap pihak, harus didasarkan pada kesepakatan bebas dari para pihak dan tidak boleh ada unsur paksaan, tekanan, penipuan, dan mis-statemen. Dasar hukum asas kerelaan dalam akad terdapat dalam QS An-Nisa 4 : 29, yang artinya “Hai orang -orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang bathil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha Penyanyang kepadamu” . Kata “suka sama suka” menunjukkan bahwa dalam hal membuat akad, khususnya di lapangan perniagaan harus senantiasa didasarkan pada asas kerelaan atau kesepakatan para pihak secara bebas. 37 i. Al-Kitabah Asas Tertulis. Setiap perjanjian hendaknya dibuat secara tertulis, lebih berkaitan demi kepentingan pembuktian jika dikemudian hari terjadi sengketa. Dalam QS Al- Baqarah 2 : 282-283, mengisyaratkan agar akad yang dilakukan benar-benar berada dalam kebaikan bagi semua pihak. Bahkan juga di dalam pembuatan akad hendaknya juga disertai dengan adanya saksi- saksi syahadah, rahn jaminan untuk kasus tertentu dan prinsip tanggung jawab individu. 38 Perjanjian yang dibuat secara 37 Abdul Ghofur Anshori

2, Op. Cit., hlm. 27.