Introduction of Osdep1 Gene through Agrobacterium tumefaciens into Rice cv. Ciherang, Nipponbare, and Kasalath

INTRODUKSI GEN Osdep1 KE DALAM TANAMAN PADI
VARIETAS CIHERANG, NIPPONBARE, DAN KASALATH
MELALUI PERANTARA Agrobacterium tumefaciens

RUTH MADUMA DEWININGSIH SIANTURI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Introduksi Gen Osdep1 ke dalam
Tanaman Padi Varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath melalui Perantara
Agrobacterium tumefaciens adalah karya saya dengan komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan tercantum dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Agustus 2012


Ruth Maduma Dewiningsih Sianturi
P051090071

ABSTRACT
RUTH MADUMA DEWININGSIH SIANTURI. Introduction of Osdep1 Gene
through Agrobacterium tumefaciens into Rice cv. Ciherang, Nipponbare, and
Kasalath. Under direction of SUHARSONO and TRI JOKO SANTOSO.
Development of high yielding rice varieties can be performed through
Agrobacterium-mediated transformation techniques by inserting a gene that
regulates the characters related to high yield. DEP1 gene (dense and erect
panicle1) is a gene with single locus responsible for pleiotropy manner of three
important traits i.e. dense panicle, grain number per panicle and erect panicle. The
objective of this research was to introduce an Osdep1 gene into genome rice cv.
Nipponbare, Ciherang, and Kasalath by using Agrobacterium-mediated
transformation to obtain transgenic rice carrying the transgene. The vector used in
this research was Agrobacterium tumefaciens strain LBA-4404. Concentration of
higromycin antibiotic used for selecting agent was 50 mg/L, and acetosyringone
compound was added to the media that is equal to 100 µM. In vitro
Agrobacterium tumefaciens (OD600 = 0.3)-mediated transformation through

dropping the bacteria to rice immature embryo explants have been successfully
performed and produced three transgenic plants of Nipponbare. Meanwhile, in
planta transformation have produced two transgenic plants cv. Ciherang and three
transgenic plants cv. Kasalath. Inheritance analysis of T1 generation KasalathOsdep1-4 dan Kasalath-Osdep1-8 lines showed that the transgenic lines were not
chimeras. Molecular analysis should be performed to make sure that the T1
transgenic rice lines also carry the transgene.

Keywords: Agrobacterium tumefaciens, genetic transformation, Osdep1 gene,
rice (Oryza sativa).

RINGKASAN
RUTH MADUMA DEWININGSIH SIANTURI. Introduksi Gen Osdep1 ke
dalam Tanaman Padi Varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath Melalui
Perantara Agrobacterium tumefaciens. Dibimbing oleh SUHARSONO dan TRI
JOKO SANTOSO.
Upaya peningkatan produksi padi harus tetap dilakukan untuk
meningkatkan ketahanan pangan nasional sehingga tercipta swasembada pangan
yang berkelanjutan. Usaha pengembangan varietas dengan produktifitas tinggi
dapat dilakukan dengan teknik rekayasa genetika yaitu melalui transformasi
dengan vektor Agrobacterium tumefaciens yang dilakukan dengan cara

menyisipkan vektor plasmid yang mengandung gen yang meregulasi karakter
produktifitas tinggi. Gen dense erect panicle 1 (dep1) bertanggung jawab secara
pleiotropi terhadap tiga sifat penting yaitu malai rapat (dense panicle), jumlah biji
per malai (grain number per panicle) dan malai tegak (erect panicle). Ekspresi
berlebih atau over-ekspresi gen Osdep1 diharapkan dapat meningkatkan densitas
panikula, jumlah bulir per panikula dan panikula yang tegak sehingga
produktivitas tanaman padi meningkat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengintroduksikan gen Osdep1 ke dalam
tanaman padi varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath. Introduksi gen
Osdep1 dilakukan dengan 2 metode yaitu transformasi secara in planta
menggunakan eksplan skutelum (Supartana et al. 2005) dan transformasi secara in
vitro menggunakan eksplan embrio muda (Hiei & Komari 2006). Analisis PCR
dilakukan dengan menggunakan primer gen spesifik hpt (hygromycin phosphotransferase) yaitu primer forward (F): 5’-GATGCCTCCGCTCGAAGTAGCG-3’
dan primer reverse (R): 5’-GCATCTGCCGTGCACATG-3’. Elektroforesis hasil
PCR dilakukan pada 1% gel agarose dan dijalankan pada 80 volt selama 35 menit.
Pita-pita DNA hasil PCR di dalam gel agarosa divisualisasi dengan perangkat
Chemidoc gel system.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada transformasi secara in vitro
padi japonica (Nipponbare) mempunyai efisiensi transformasi lebih tinggi
daripada indica (Ciherang atau Kasalath). Eksplan yang berupa embrio muda dari

varietas Nipponbare dapat membentuk kalus dan beregenerasi di media seleksi.
Walaupun eksplan dapat membentuk kalus, tetapi kalus Ciherang dan Kasalath
tidak mampu beregenerasi untuk membentuk tunas. Hal ini menunjukkan bahwa
transformasi genetika pada padi indica masih mengalami kesulitan terutama dalam
kemampuan regenerasinya dan ini juga memperkuat dugaan selama ini bahwa
padi indica bersifat rekalsitran untuk ditransformasi. Transformasi dengan eksplan
embrio muda ini telah berhasil mendapatkan 9 tanaman putatif transgenik
Nipponbare, namun hanya 7 yang bertahan hidup dan 3 tanaman diantaranya
adalah positif PCR untuk gen hpt dengan efisiensi transformasi sebesar 1.56%.
Hasil transformasi secara in planta menunjukkan bahwa konsentrasi
higromisin 40 mg/L yang ditambahkan pada media MS (Murashige-Skoog) sudah
dapat membedakan tanaman transforman dan non-transforman pada varietas
Ciherang. Efisiensi transformasi menggunakan metode in planta dalam media
seleksi higromisin 40 mg/L adalah 2%, 0%, dan 3% masing-masing untuk varietas

Ciherang, Nipponbare dan Kasalath. Analisis pewarisan transgen dilakukan pada
galur padi transgenik generasi T1 Kasalath-Osdep1-4 dan Kasalath-Osdep1-8
yang ditanam pada media MS yang mengandung higromisin 40 mg/L dan 50
mg/L. Hasil uji pewarisan gen hpt melalui penanaman biji di media seleksi
menunjukkan bahwa gen tersebut diwariskan kepada generasi T1. Hal ini menjadi

bukti bahwa transgen hpt telah terintegrasi pada genom sel-sel meristem apikal
(biasanya belum terdiferensiasi) yang berkembang menjadi sel-sel reproduksi
yang selanjutnya diwariskan pada generasi berikutnya.

Kata kunci: Agrobacterium tumefaciens, gen Osdep1, padi (Oryza sativa),
transformasi genetik

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012
Hak cipta dilindungi Undang-undang
1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian,
penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah
b. Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar dari
IPB dan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi
dan Sumber Daya Genetika Pertanian (BB-Biogen)
2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB dan Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetika Pertanian (BBBiogen)


INTRODUKSI GEN Osdep1 KE DALAM TANAMAN PADI
VARIETAS CIHERANG, NIPPONBARE, DAN KASALATH
MELALUI PERANTARA Agrobacterium tumefaciens

RUTH MADUMA DEWININGSIH SIANTURI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Bioteknologi

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2012

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Aris Tjahjoleksono, DEA

Judul Tesis : Introduksi Gen Osdep1 ke dalam Tanaman Padi Varietas Ciherang,

Nipponbare, dan Kasalath melalui Perantara Agrobacterium
tumefaciens
Nama
: Ruth Maduma Dewiningsih Sianturi
NIM
: P051090071

Disetujui
Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA.
Ketua

Dr. Tri Joko Santoso, SP. MSi.
Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi/Mayor
Bioteknologi


Dekan Sekolah Pasca Sarjana

Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA.

Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc Agr.

Tanggal Ujian: 24 Juli 2012
Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah atas segala karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyusun tesis dengan judul “Introduksi Gen Osdep1 ke
dalam Tanaman Padi Varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath melalui Perantara
Agrobacterium tumefaciens”.

Terimakasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA, dan
Dr. Tri Joko Santoso, SP. M.Si, selaku komisi pembimbing yang telah
mengarahkan dan membimbing penulis baik dalam proses penelitian maupun

penulisan karya ilmiah ini. Ucapan terimakasih juga penulis ucapkan kepada
seluruh peneliti dan staf Laboratorium Biologi Molekular BB-Biogen Cimanggu
Bogor yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian ini. Terimakasih kepada Ibu Atmitri, Ibu Aniversari, Ibu Nur, Pak Heri,
Pak Umar, Pak Asep, dan seluruh BB-Biogen Family: Dewi Praptiwi, Falin
Fakhrina, Ibu Sesanti, Happy, Fina, Taufan, Obosh, Reza, mba Ida, Anggun, Ade,
Gitaw, Sekar, Rizki, Dina, Retno, Safia, Alifah yang telah memberikan semangat
dan keceriaan pada penulis.
Penulis juga mengucapkan terimakasih untuk keluarga tercinta, Mama dan
Papa atas kasih sayang, cinta, dukungan, nasihat, dan doa yang tak hentinya
dicurahkan kepada penulis. Terimakasih disampaikan untuk ibu Ridho Kurniaty,
Kak Ellya, teman-teman BTK 2009 dan 2010, teman-teman PBT 2008 dan 2009,
teman-teman Fitopatologi 2009, serta teman-teman guru sekolah minggu dan cool
DM GBI Gd. Lautan, teman-teman Wisma Flora, teman-teman GSP (Gita Swara
Pascasarjana) atas segala dukungan, ide, nasihat dan doanya. Semoga karya ilmiah
ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2012

Ruth Maduma Dewiningsih Sianturi


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Cirebon tanggal 2 November 1986 dari orang tua
terkasih pasangan bapak J. Sianturi S.AP dan ibu Linceria Sihombing S.Pd.
Penulis menyelesaikan jenjang pendidikan menengah umum tahun 2004 di SMA
Negeri 2 Cirebon dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan jenjang
pendidikan strata satu (S1) di program studi Pemuliaan Tanaman Fakultas
Pertanian Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto melalui PMDK. Selama
menempuh studi penulis pernah menjadi asisten praktikum Pemuliaan Tanaman
Terapan I, dan Rekayasa Genetika, dan pengurus HIMALITAN (Himpunan
Mahasiswa Pemuliaan Tanaman). Pada tahun 2009 penulis mengikuti seleksi
penerimaan mahasiswa Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan diterima sebagai
mahasiswa pada Program Studi Bioteknologi. Selama mengikuti program S2
penulis bergabung dalam GSP (Gita Swara Pascasarjana).

DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ........................................................................................ xii
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................ xiv
PENDAHULUAN
Latar Belakang ................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ............................................................................... 3
Manfaat Penelitian ............................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA
Padi .................................................................................................... 5
Perkembangan Transformasi Genetik pada Padi ............................... 6
Gen DEP1 .......................................................................................... 8
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu..............................................................................
Bahan .................................................................................................
Metode ...............................................................................................
Transformasi Genetik Secara In-vitro ....................................
Transformasi Genetik Secara In-planta ..................................
Analisis Amplifikasi Transgen pada Transforman ................
Isolasi DNA Genom Tanaman ..................................
Analisis PCR ..............................................................
Elektroforesis .............................................................
Analisis Pewarisan Gen hpt pada Tanaman Transgenik .........

11
11
11
11
14
15
15
16
16
17

HASIL DAN PEMBAHASAN
Transformasi Genetik secara In vitro ................................................ 19
Transformasi Genetik secara In planta .............................................. 24
SIMPULAN ................................................................................................. 29
SARAN ........................................................................................................ 29
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 31

DAFTAR TABEL
Halaman
1. Data luas lahan, produksi dan produktivitas padi nasional (20062011) ......................................................................................................... 1
2. Perbedaan morfologi padi indica, japonica, javanica ................................ 5
3. Jumlah eksplan yang membentuk kalus beregenerasi dari embrio
muda dari varietas padi Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath
yang diinfeksi oleh A. tumefaciens ............................................................ 19
4. Hasil transformasi secara in planta pada varietas Ciherang (C),
Nipponbare (N), dan Kasalath (K) ............................................................ 25
5. Jumlah tanaman positif PCR dan efisiensi transformasi secara in
planta padi Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath ..................................... 25
6. Uji toleransi kecambah padi varietas Kasalath nontransgenik dan
Kasalath-Osdep1 generasi T1 di media seleksi yang
mengandung higromisin 40 mg/L ............................................................. 26
7. Uji resistensi varietas Kasalath nontransgenik terhadap antibiotik
higromisin pada media yang mengandung 50 mg/L higromisin ............... 27
8. Hasil skrining galur-galur tanaman transgenik Kasalath-Osdep1
pada media mengandung 50 mg/L higromisin ........................................... 27

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Peta genetik DEP1 pada kromosom padi nomor 9 .................................. 2
2. Peta fisik daerah T-DNA dari plasmid pC1301-OsDep1 yang
membawa gen Osdep1 dan gen ketahanan terhadap antibiotik
Higromisin (HPT II) .................................................................................. 11
3. Embrio muda setelah diinfeksi Agrobacterium tumefaciens
dalam media ko-kultivasi .......................................................................... 19
4. Kalus yang ditumbuhkan di media yang mengandung 50 mg/L
higromisin ................................................................................................. 20
5. Regenerasi tunas dari kalus ....................................................................... 20
6. Tunas padi berakar .................................................................................... 21
7. Analisis integrasi gen hpt di dalam tanaman transgenik putatif
dengan PCR .............................................................................................. 22
8. Analisis PCR menggunakan primer spesifik gen hpt terhadap
tanaman padi varietas Ciherang hasil transformasi in planta ................... 24

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Stok dan komposisi media transformasi padi ............................................ 37
2. Komposisi media A200 untuk 1L ............................................................. 39
3. Komposisi media A201, A202, A203 ....................................................... 40
4. Komposisi media A204, A205 .................................................................. 41

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Beras merupakan bahan makanan pokok sebagian besar penduduk
Indonesia. Peningkatan jumlah penduduk tiap tahunnya menuntut peningkatan
ketersediaan beras. Produksi padi sawah Indonesia pada tahun 2009 meningkat
mencapai 6.32% dari tahun sebelumnya, namun produksi pada tahun 2011
menurun mencapai 1.08% dari tahun 2010 (Tabel 1). Untuk itu, peningkatan
produksi padi harus tetap dilakukan untuk meningkatkan ketahanan pangan
nasional dan mencapai swasembada pangan. Upaya yang perlu dilakukan untuk
meningkatkan

produksi

padi

nasional

antara

lain

dengan

melakukan

pengembangan varietas tanaman padi yang memiliki produktifitas tinggi dengan
ketahanan terhadap cekaman biotik dan abiotik. Peningkatan hasil produktifitas
dapat dilakukan melalui peningkatan produksi bulir padi per malai.
Tabel 1 Data luas lahan, produksi, dan produktivitas padi nasional (2006–2011)
Luas Panen
Produksi Padi
(ha)
Sawah Nasional (ton)
2006
11 786 430
54 454 937
2007
12 147 637
57 157 435
2008
12 327 425
60 325 925
2009
12 883 576
64 398 890
2010
13 253 450
66 469 394
2011
13 203 643
65 756 904
Sumber: Badan Pusat Statistik 2012
Tahun

Produktifitas Padi Sawah
Nasional (Ku/ha)
46.20
47.05
48.94
49.99
50.51
49.80

Laju Produksi
(%)
0.55
4.72
5.25
6.32
3.11
1.08

Pengembangan varietas dengan hasil produksi yang tinggi dapat dilakukan
dengan teknik pemuliaan tanaman konvensional dan teknik rekayasa genetika.
Teknik pemuliaan konvensional dilakukan dengan persilangan antara tetua jantan
dan betina yang memiliki sifat yang diinginkan, yang disebut dengan hibridisasi
(Nasir 2001), yang diikuti dengan seleksi terhadap karakter tanaman yang
diinginkan. Namun teknik persilangan ini masih memiliki kelemahan diantaranya
membutuhkan waktu yang lama dalam perakitan varietas baru, sehingga untuk
perbaikan genetik dibutuhkan rekayasa genetika. Rekayasa genetik dilakukan
dengan mengintroduksikan gen asing (transgen) yang diinginkan ke dalam genom

2

tanaman sehingga tanaman tersebut mengalami transformasi secara genetik, tanpa
mengubah sifat-sifat unggul yang sudah ada.
Gen yang memiliki fungsi dalam meningkatkan produksi padi telah
teridentifikasi diantaranya ialah gen Gn1a, EP2, dan DEP1 (Ashikari et al. 2005;
Zhu et al. 2009; Huang et al. 2009). Huang et al. (2009) berhasil mengisolasi gen
DEP1 yang terdapat pada kromosom 9 padi (Gambar 1). Gen DEP1 berperan
dalam menentukan kepadatan malai, jumlah bulir per panikula, dan ketegakan
panikula. Jumlah bulir pada tanaman padi transgenik DEP1 mencapai 40.9% lebih
banyak daripada tanaman padi kontrol (non-transgenik) (Huang et al. 2009).

Gambar 1 Peta genetik DEP1 pada kromosom padi nomor 9 (Huang et al. 2009).
Agrobacterium

tumefaciens

banyak

digunakan

untuk

melakukan

transformasi genetik pada berbagai tanaman, baik tanaman dikotil maupun
monokotil. Kelebihan dari teknik A. tumefaciens dibandingkan dengan metode
penembakan partikel adalah mampu memindahkan fragmen DNA berukuran
besar, memerlukan biaya relatif murah, relatif mudah dalam pengerjaannya, dan
ekspresi transgen di dalam tanaman transgenik lebih tinggi (Lee et al. 2010).
Proses introduksi gen dengan penembakan partikel seringkali menyebabkan
terjadinya kerusakan sel/jaringan yang ditembak sehingga terjadi peningkatan
kematian eksplan dan menurunkan daya regenerasi sel/jaringannya (Santoso et al.
2005).
Transformasi genetik pada tanaman padi melalui perantara A. tumefaciens
sudah banyak dilakukan, namun efisiensi transformasi pada tanaman padi
subspesies indica masih rendah. Keberhasilan transformasi genetik pada padi
dipengaruhi oleh kesesuaian antara strain A. tumefaciens dengan jenis maupun
varietas tanaman (Hiei et al. 1994; Smith & Hood 1995; Rahmawati 2006).
Supartana et al. (2005) mengembangkan metode transformasi genetik padi
melalui perantara A. tumefaciens secara in planta menggunakan eksplan skutelum,
serta Hiei dan Komari (2006) mengembangkan metode transformasi genetik padi

3

melalui perantara Agrobacterium tumefaciens menggunakan ekplan embrio muda.
Kedua metode tersebut telah diketahui menunjukkan efisiensi transformasi yang
cukup tinggi pada tanaman padi.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengintroduksi gen Osdep1 ke dalam genom
tanaman padi varietas Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath dengan bantuan A.
tumefaciens strain LBA-4404 sehingga memperoleh tanaman padi transgenik
yang membawa gen Osdep1.

Manfaat Penelitian
Tanaman padi transgenik yang mengandung gen Osdep1 diharapkan
mempunyai produktifitas yang tinggi sehingga dapat meningkatkan produksi padi
secara nasional.

4

5

TINJAUAN PUSTAKA
Padi
Padi merupakan makanan pokok sebagian besar penduduk Indonesia.
Tanaman padi berakar serabut, daun berbentuk lanset (sempit memanjang), urat
daun sejajar, memiliki pelepah daun, bunga tersusun sebagai bunga majemuk,
buah dan biji sulit dibedakan karena merupakan bulir (grain) (Hattori & Siwi
1986). Smith & Dilday (2002) menyatakan bahwa Oryza sativa terbagi menjadi
tiga subspesies yaitu japonica, indica, dan javanica. Padi indica ditanam dan
dikonsumsi secara luas di Indonesia. Padi subspesies indica umumnya memiliki
masa dormansi beberapa minggu. Sifat ini cocok untuk daerah basah tropik karena
suhu dan kelembaban sangat sesuai untuk perkecambahan (Yoshida 1981).
Perbedaan morfologi antara padi subspesies indica, japonica, dan javanica dapat
dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Perbedaan morfologi padi indica, japonica, dan javanica
Karakteristik
Daun
Warna daun
Butir padi

Bentuk lemma dan
palea
Jaringan
Kadar amilum

Indica
Lebar hingga
sempit
Hijau muda
Panjang hingga
pendek, ramping
dan sedikit rata
Tipis dan rambut
pendek
Lunak
23–31%

Japonica
Sempit

Javanica
Lebar dan kaku

Hijau tua
Pendek dan
membulat

Hijau muda
Panjang, lebar dan
tebal

Tebal dan rambut
panjang
Keras
10–20%

Rambut yang
panjang
Keras
20–25%

Sumber: Smith & Dilday (2002)

Morfologi suatu tanaman sangat berpengaruh terhadap produktivitasnya.
Pemahaman mengenai bentuk dan fungsi dari organ-organ tanaman padi
diperlukan untuk merancang tipe tanaman padi ideal. Organ-organ tanaman padi
terdiri atas: a) gabah terdiri atas biji yang terbungkus oleh sekam, b) akar yang
berfungsi sebagai penguat/penunjang tanaman untuk dapat tumbuh tegak,
menyerap hara dan air dari dalam tanah, c) daun dan tajuk, d) batang yang

6

berfungsi sebagai penopang tanaman, penyalur senyawa-senyawa kimia dan air
dalam tanaman, serta e) bunga padi (malai).
Padi dapat tumbuh pada berbagai tipe tanah, dalam keadaan tergenang atau
di lahan kering yang kelembabannya sesuai dengan kapasitas lapang. Suhu
optimum untuk pertumbuhan padi ialah sekitar 27 oC. Padi adalah tanaman hari
pendek (short day plant) dengan periodisitas cahaya optimal untuk pembungaan
10 jam. Penyinaran yang lama dapat memperlambat atau menghambat
pembungaan. Periodisitas kritis berkisar antara 12-24 jam tergantung pada
kultivar (Setiamihardja & Herawati 2000).
Tanaman padi subspesies japonica varietas Nipponbare sering digunakan
sebagai model penelitian bagi tanaman monokotil. Beberapa alasan yang
mendukung penggunaan tanaman tersebut antara lain ukuran genomnya relatif
kecil (430 Mbp), mudah ditransformasi dan memiliki nilai ekonomi yang tinggi
(Kolesnik et al. 2004). Genom padi diperkirakan mengandung 32 000 – 55 000
gen baik pada padi japonica (Nipponbare) maupun indica (Remelia 2008).
Informasi tersebut dapat digunakan untuk penelitian selanjutnya yaitu identifikasi
fungsi gen-gen padi (Greco et al. 2003).

Perkembangan Transformasi Genetik pada Padi
Padi merupakan makanan pokok bagi hampir setengah dari penduduk
dunia dan telah banyak digunakan sebagai sistem model tanaman untuk tanaman
monokotil. Secara garis besar terdapat dua teknik transfer gen yang telah berhasil
diterapkan, yaitu transfer gen secara langsung dan tidak langsung. Transfer gen
secara langsung misalnya dengan senyawa kimia polyethylene glycol (PEG), atau
penembakan DNA. Transfer gen secara tidak langsung menggunakan bantuan
bakteri tanah A. tumefaciens (Slamet-Loedin 1994). Secara alami A. tumefaciens
hanya menginfeksi tanaman dikotil sehingga keberhasilan transformasi dengan A.
tumefaciens pada awalnya hanya terbatas pada tanaman dikotil.
Keberhasilan transformasi genetik pada tanaman padi (monokotil)
menggunakan Agrobacterium pertama kali dilaporkan oleh Hiei et al. (1994).
Keberhasilan transformasi yang dilakukan oleh Hiei et al. (1994) menggunakan
vektor super biner pTOK233 yang disisipkan ke dalam A. tumefaciens virulen

7

biasa LBA 4404, dan vektor biner p1G121Hm yang disisipkan ke dalam A.
tumefaciens super virulen EHA101. Keberhasilan tersebut didukung dengan
penggunaan kalus embriogenik, penambahan senyawa asetosiringon dan kondisi
pH yang rendah untuk mengaktifkan gen-gen vir dari A. tumefaciens.
Penambahan asetosiringon dapat membantu keberhasilan transformasi
menggunakan vektor Agrobacterium tumefaciens pada tanaman monokotil seperti
tanaman padi. Senyawa ini diketahui berhasil menginduksi terekspresinya gen-gen
vir pada plasmid Ti (Hiei et al. 1994; Saharan et al. 2004; Rahmawati 2006).
Penambahan

asetosiringon

dapat

meningkatkan

keberhasilan

efisiensi

transformasi tanaman monokotil seperti pada tanaman tebu (Fitranty et al. 2003;
Wulandari 2005), tanaman jagung (Utomo 2005), dan tanaman Anggrek (Pambudi
2009). Penambahan asetosiringon sangat penting untuk transformasi tanaman padi
karena tanaman padi yang termasuk monokotil yang tidak menghasilkan senyawa
asetosiringon. Konsentrasi senyawa asetosiringon yang optimum dan umum
digunakan untuk transformasi genetik pada tanaman monokotil menggunakan
Agrobacterium adalah 100 µM (Fitranty et al. 2003).
Terdapat dua kelompok besar tanaman padi budidaya yaitu subspesies
indica dan japonica. Padi indica ditanam dan dikonsumsi secara luas di dunia
termasuk di Indonesia. Oleh karena itu transfer gen pada tanaman padi tidak
hanya terbatas pada kelompok japonica tetapi juga untuk padi varietas elit
kelompok indica. Informasi keberhasilan transformasi genetik pada padi indica
masih terbatas. Padi indica sulit ditransformasi karena umumnya sensitif terhadap
kultur jaringan dan kurang responsif jika ditransformasi (Maftuchah 2003; Lin &
Zhang 2005; Purnamaningsih 2006; Mulyaningsih et al. 2010).
Berbagai upaya dilakukan untuk meningkatkan efisiensi transformasi padi
indica antara lain dengan pemilihan jaringan sebagai material awal yang
digunakan. Ketepatan pemilihan jaringan/eksplan dan waktu transformasi dapat
mempengaruhi waktu yang diperlukan untuk mendapatkan tanaman transgenik
(Hiei & Komari 2006; Toki et al. 2006). Eksplan tersebut dapat berupa skutelum
benih yang membentuk kalus embriogenik (Rames et al. 2009), skutelum benih
secara in planta (Supartana et al. 2005), benih (Toki et al. 2006) dan embrio
zigotik muda (Hiei & Komari 2006). Eskplan berupa embrio zigotik muda

8

merupakan kumpulan sel meristem yang aktif membelah. Oleh karena itu, metode
transformasi menggunakan eksplan embrio zigotik muda merupakan teknik
transformasi yang baik untuk padi c(Mulyaningsih 2011). Transformasi secara in
planta menggunakan eksplan berupa skutelum benih yang dilakukan oleh
Supartana et al. (2005) dapat menghasilkan tanaman transgenik dalam waktu yang
singkat.
Saat ini berbagai kultivar tanaman padi telah berhasil ditransformasi
menggunakan Agrobacterium. Ashikari et al. (2005) mengintroduksikan gen yang
meregulasi sitokinin oksidase ke dalam padi indica varietas Habataki dan ke
dalam padi japonica varietas Koshihikari. Supartana et al. (2005) melakukan
transformasi secara in planta menggunakan Agrobacterium tumefaciens strain
LBA-4404 pada padi Koshihikari. Mulyaningsih et al. (2010) berhasil
mengintroduksikan gen regulator HD-Zip pada padi indica kultivar Batutegi dan
Kasalath. Gen HD-Zip merupakan salah satu faktor transkripsi yang terkait
dengan adaptasi perkembangan tanaman terhadap cekaman kekeringan. Gen
isopentenyltransferase (ipt) berhasil diintroduksikan ke dalam genom padi kultivar
Nipponbare (Wagiran et al. 2010). Isopentenyltransferase berperan sebagai
katalisator dalam jalur biosintesis sitokinin tanaman padi, sehingga memberikan
pengaruh terhadap tinggi tanaman, panjang malai, jumlah biji per malai pada
tanaman padi (Wagiran et al. 2010).

Gen DEP1
Peningkatan produksi tidak hanya dipengaruhi oleh tinggi tanaman dan
waktu pembungaan. Arsitektur malai padi juga memegang peranan penting dalam
peningkatan produksi, yaitu berpengaruh terhadap fotosintesis. Padi dengan malai
tegak memberikan aerasi CO2 yang baik dan meningkatkan penerimaan cahaya
yang menyebabkan fotosintesis dapat berjalan lebih efektif sehingga pengisian
bulir maksimal (Guo & Hong 2010; Piao et al. 2009).
Penelitian mengenai gen-gen yang berpengaruh terhadap peningkatan
produksi padi melalui perbaikan arsitektur malai sudah banyak dilakukan.

9

Perbaikan arsitektur malai tersebut meliputi panjang malai, jumlah cabang primer
per malai, ukuran bulir, rasio set biji, kepadatan malai, dan ketegakan malai.
Huang et al. (2009) berhasil mengklon gen DEP1 yang terdapat dalam
lokus DEP1. Lokus DEP1 merupakan lokus yang bertanggungjawab terhadap tiga
karakter tanaman padi, yaitu kepadatan malai, jumlah bulir per panikula, dan
ketegakan panikula.
Penelitian terkait karakter malai yang tegak pada tanaman padi telah
dilakukan, namun hasil yang diperoleh masih terbatas. Gen dominan dan resesif
diketahui berpengaruh terhadap karakter malai padi yang tegak. Alel dominan
yang terdapat pada lokus DEP1 merupakan mutasi gain-of-function yang
menyebabkan

pemotongan

phosphatidylethanolamine-binding

protein-like

domain protein, suatu protein pengontrol pergantian morfologis antara
pertumbuhan tunas dan struktur bunga pada tanaman. Efek alel tersebut
menyebabkan reduksi panjang internodus inflorensia, dan peningkatan jumlah
bulir per malai sehingga terjadi peningkatan hasil bulir padi. Dengan demikian
DEP1 (Dense and Erect Panicle 1) bertanggung jawab terhadap tiga bentuk
ekspresi yaitu densitas panikula, jumlah bulir per panikula yang tinggi dan
panikula yang tegak (Huang et al. 2009).
Selain gen DEP1, gen yang diidentifikasi terkait dengan peningkatan
jumlah bulir per malai dan sifat panikula yang tegak pada tanaman padi adalah
gen Gn1a dan EP2. Ashikari et al. (2005) melaporkan bahwa gen Gn1a
merupakan gen yang mengaktifkan enzim cytokine oxidase yang berperan dalam
mendegradasi fitohormon sitokinin sehingga merangsang pembentukan organ
reproduksi (malai). Jumlah bulir pada tanaman padi transforman Gn1a mencapai
21% lebih banyak daripada jumlah bulir pada tanaman padi kontrol
(nontransgenik).
Gen EP2 terletak pada kromosom padi nomor 7 dan diekspresikan pada
berkas pembuluh. Mutasi loss-of-function gen tersebut menyebabkan fenotip
malai tegak pada tanaman padi. Lokus EP2 merupakan lokus yang berperan
dalam mengkode protein EP2 yang terletak di retikulum endoplasma, namun
fungsi biokimiawinya belum diketahui (Zhu et al. 2009).

10

11

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Januari 2011 sampai dengan Maret
2012 di Laboratorium Biologi Molekular, Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB BIOGEN).

Bahan
Biji padi varietas Nipponbare, Kasalath, dan Ciherang digunakan sebagai
tanaman sasaran untuk transformasi genetik. Agrobacterium tumefaciens LBA4404 yang mengandung pC1301-Osdep1 (Santoso et al. 2010) digunakan untuk
melakukan transformasi materi genetik padi. pC1301-Osdep1 mengandung gen
Osdep1 (Huang et al. 2009) dibawah kendali p35SCaMV (Gambar 2). Primer
forward (F): 5’-GATGCCTCCGCTCGAAGTAGCG-3’ dan primer reverse (R):
5’-GCATCTGCCGTGCACATG-3’ digunakan untuk mendeteksi gen hpt dengan
PCR. Media kultur untuk proses transformasi padi disajikan pada lampiran 1, 2, 3,
dan 4.
RB

LB
NOS-pro

HPTII (KanR)

NOS-ter

OsDep1

CaMV35s pro

HindIII

Sal1

NOS-ter

BamH1

EcoR1

Gambar 2 Peta fisik daerah T-DNA dari plasmid pC1301-Osdep1 yang membawa
gen Osdep1 dan gen ketahanan terhadap antibiotik higromisin (HPTII)
(Santoso et al. 2010).

Metode
Penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu (1) transformasi genetik
secara in vitro, dan (2) transformasi genetik secara in planta.
1. Transformasi genetik secara in vitro
Transformasi genetik secara in vitro menggunakan bahan tanaman berupa

12

embrio muda dengan mengikuti prosedur Hiei dan Komari (2008). Transformasi
genetik secara in vitro dilakukan secara bertahap melalui: a) penanaman padi
sebagai sumber eksplan, b) Persiapan bakteri A. tumefaciens dan eksplan, c)
induksi kalus embriogenik, d) regenerasi kalus dan induksi perakaran, e)
aklimatisasi.
a. Penanaman padi sebagai sumber eksplan
Benih-benih padi dari tiga varietas Nipponbare, Kasalath, dan Ciherang
dikecambahkan pada cawan petri yang dilapisi dengan kertas saring [Advantec
Toyo] basah selama 2 minggu. Kecambah-kecambah padi kemudian dipindahkan
ke bak berisi tanah selama 2 minggu dan selanjutnya dipindah ke ember berisi
tanah dan dipelihara sampai menghasilkan biji belum masak yang akan digunakan
sebagai eksplan untuk transformasi. Eksplan yang digunakan adalah embrio muda
berumur 8-12 hari setelah penyerbukan (antesis).
b. Persiapan bakteri Agrobacterium tumefaciens dan eksplan
Satu koloni A. tumefaciens yang mengandung vektor pCambia1301Osdep1 [CambiaLabs] ditumbuhkan pada media YEP cair terdiri dari 10 g
BactoTMpepton [Difco], 5 g NaCl [Merck], 10 g bacto yeast extract [Difco] yang
mengandung antibiotik 75 mg/L karbenisilin [Sigma] dan 100 mg/L kanamisin
[Sigma] selama semalam pada inkubator bergoyang pada kecepatan 200 rpm
[Labline Shaker Orbit] dengan suhu 28 oC. Selanjutnya 500 µL dari kultur
tersebut ditumbuhkan pada media AB padat (0.5 g glukosa, 1.5 g BactoTMAgar
[Difco], 5 mL AB buffer, 5 mL AB salt) yang mengandung antibiotik karbenisilin
[Sigma] 75 mg/L dan kanamisin [Sigma] 100 mg/L, selama 3 hari pada suhu 28
o

C. Kultur Agrobacterium kemudian dilarutkan pada media ko-kultivasi cair, yaitu

media dasar R2 (100 mL R2 makro 1, 100 mL R2 makro 2, 10 mL FeNaEDTA, 1
mL R2 mikro, 25 mL vitamin R2) dengan penambahan 2.5 mg/L 2.4-D [Merck],
10 g/L glukosa, dan 100 µM asetosiringon [Sigma], dengan pH 5.2. Kerapatan
bakteri yang digunakan adalah 0.3 pada panjang gelombang 600 nm.
Persiapan eksplan embrio muda dimulai dari pemanenan biji padi yang
belum masak. Kulit biji dikuliti dan disterilisasi dengan 100 mL ethanol [Merck]
70% selama 10 detik, kemudian dipindahkan ke larutan sodium hipoklorit
[Bayclin] 0.78% yang telah ditetesi tween 20 (1 tetes per 50 mL). Selanjutnya

13

dikocok selama 5 menit dan larutannya dibuang. Biji dibilas dengan aquades steril
sebanyak 5 kali, dan dikeringkan menggunakan kertas saring pada cawan petri.
Padi steril dipencet menggunakan pinset untuk mengeluarkan embrionya, dan
ditanam di media kokultivasi (media A201, yaitu media dasar NB dengan
penambahan 2 mg/L 2.4D [Merck], 2 mg/L NAA [Sigma], 1 mg/L BAP [Sigma],
dan 19.62 mg/1 asetosiringon [Sigma] dalam 1 mL DMSO [Sigma], pH 5.2)
dengan skutela menghadap ke atas. Suspensi A. tumefaciens diteteskan pada
masing-masing embrio yang belum masak. Embrio yang diinfeksi A. tumefaciens
diinkubasi selama 7 hari pada suhu 25 oC dalam kondisi gelap.
c. Induksi kalus embriogenik
Setelah ko-kultivasi, tunas yang memanjang dibuang dari embrio dengan
menggunakan skalpel. Embrio dibersihkan dari media ko-kultivasi menggunakan
kertas saring steril yang ditempelkan pada Embrio. Embrio dipindahkan ke
medium induksi kalus dan diinkubasi selama 5 hari. Media induksi kalus (A202)
yang digunakan adalah media dasar NB dengan penambahan 1 mg/L 2.4D
[Merck], 1 mg/L NAA [Sigma], 0.2 mg/L BAP [Sigma], 250 mg/L cefotaxim
[Duchefa], dan 100 mg/L vankomisin [Calbiochem] dengan pH 5.8. Kalus
dipindahkan ke medium induksi kalus yang mengandung 50 mg/L higromisin
[Higromisin B, Roche] dengan pH 5.8 (A203) dan diinkubasi selama 3 minggu.
Kalus-kalus tahan dipindahkan ke medium yang sama dan diinkubasi selama 10
hari. Kalus-kalus yang tahan dan menunjukkan tanda-tanda embriogenik
dipindahkan ke media regenerasi dan dinkubasi selama 10 hari.
d. Regenerasi kalus dan induksi perakaran
Kalus yang embriogenik dipindahkan ke media regenerasi (A204) yaitu
media dasar MS dengan penambahan 2 mg/L kinetin [Sigma], 5 mg/L NAA
[Sigma], 250 mg/L cefotaksim [Duchefa], 100 mg/L vankomisin [Calbiochem],
dan 50 mg/L higromisin [Higromisin B, Sigma], dan ditempatkan di dalam ruang
kultur pada suhu 28 oC dengan penyinaran 1000 lux selama 16 jam tiap hari.
Kalus dipindahkan ke media regenerasi setiap 2 minggu hingga terbentuk tunas.
Tunas diakarkan dalam media perakaran (A205) yaitu media dasar MS dengan
penambahan 2 mg/L kinetin [Sigma], 1 mg/L NAA [Sigma], 250 mg/L
cefotaksim [Duchefa], 100 mg/L vankomisin [Calbiochem], dan 50 mg/L

14

higromisin [Higromisin B, Roche]. Inkubasi dalam media pengakaran dilakukan
selama dua minggu atau sampai dengan terbentuk akar. Planlet yang bertahan
hidup kemudian diaklimatisasi.
Efisiensi transformasi ditentukan berdasarkan perbandingan jumlah
tanaman transgenik yang dihasilkan terhadap jumlah eksplan awal.
e. Aklimatisasi
Planlet-planlet dibersihkan dari agar dengan air mengalir sebelum
diaklimatisasi. Aklimatisasi dilakukan secara bertahap dengan menanam planlet
selama satu minggu dalam tabung reaksi berdiameter 1.5 cm dan tinggi 15 cm
yang berisi 5 mL air dan selama dua minggu dalam bak plastik ukuran 44 cm x 34
cm x 15 cm yang berisi tanah sawah. Planlet yang berhasil bertahan hidup dalam
periode aklimatisasi selanjutnya dipindahkan ke dalam pot plastik dengan volume
10 L yang berisi tanah sawah.
2. Transformasi genetik secara in planta
Transformasi genetik secara in planta menggunakan bahan tanam berupa
skutelum dengan mengikuti prosedur Supartana et al. (2005). Transformasi
genetik secara in planta dilakukan secara bertahap melalui: a) kultur bakteri
Agrobcaterium tumefaciens, b) perkecambahan benih padi untuk transformasi, c)
inokulasi bakteri pada meristem apikal embrionik, d) pemeliharaan benih
berkecambah setelah inokulasi.
a. Kultur bakteri Agrobacterium tumefaciens
Bakteri A. tumefaciens dikulturkan pada media LB cair yang mengandung
antibiotik 100 mg/L kanamisin [Sigma] dan 75 mg/L karbenisilin [Sigma] dengan
digoyang pada kecepatan 200 rpm [Labline Shaker Orbit] pada suhu 28 oC selama
48 jam. Kultur bakteri kemudian dipanen dengan cara mengambil 1 mL suspensi
bakteri dan dimasukkan ke dalam tabung mikro [Axygen] 1.5 mL kemudian
disentrifus pada 5000 rpm [Himac CF 15R, suhu 4 oC] selama 1 menit. Endapan
bakteri kemudian diresuspensi dengan 1 mL air steril dan ditambahkan 100 µM
asetosiringon [Sigma]. Kerapatan suspensi bakteri yang digunakan adalah 0.3
pada panjang gelombang 600 nm. Kultur bakteri siap diinokulasikan ke benih
padi.

15

b. Perkecambahan benih padi untuk transformasi
Benih-benih padi dikuliti dan disterilisasi dengan 100 mL ethanol [Merck]
70% selama 1 menit dan 0.78% sodium hipoklorit [Bayclin] yang telah ditetesi
tween 20 (1 tetes per 50 mL) selama 15 menit kemudian dibilas dengan air steril 2
kali. Setelah steril, benih-benih padi kemudian direndam dalam air steril selama 2
hari pada suhu 20 oC. Selama perendaman, air diganti satu kali. Setelah 2 hari
perendaman, daerah sekitar embrio akan berwarna putih. Pada tahap ini, baik
bakal tunas atau akar tidak terlihat.
c. Inokulasi bakteri pada meristem apikal embrionik
Untuk menginokulasi bakteri pada meristem apikal embrionik dari benihbenih yang telah direndam maka bagian embrio yang nanti akan muncul sebagai
tunas ditusuk-tusuk dengan ujung jarum steril [General Care] yang sebelumnya
telah dicelupkan pada suspensi bakteri. Benih-benih yang telah diinokulasi
kemudian ditempatkan pada petridis [Pyrex] yang telah diberi kertas saring
[Advantec Tayo] basah dan diinkubasi pada ruang gelap selama 2-3 hari.
d. Pemeliharaan benih berkecambah setelah inokulasi
Benih yang telah berkecambah dipindahkan ke botol kultur yang
mengandung media ½ MS + 300 mg/L cefotaksim [Duchefa] ditambah agen
seleksi higromisin [Higromisin B, Roche] dengan konsentrasi 0 mg/L, 10 mg/L,
20 mg/L, 30 mg/L, dan 40 mg/L. Setelah berumur 7-9 hari, kecambah
diaklimatisasi ke media air selama 2 hari dan selanjutnya dipindah ke pot yang
mengandung media campuran tanah dan pupuk kandang. Tanaman T0 dipelihara
sampai dewasa dan menghasilkan benih. Selama pemeliharaan, tanaman
transforman secara in planta dianalisis PCR untuk mendeteksi integrasi dari gen.
Efisiensi transformasi dihitung berdasarkan perbandingan jumlah tanaman
transgenik terhadap jumlah eksplan.
Analisis Amplifikasi Transgen pada Transforman
Isolasi DNA Genom Tanaman. Isolasi DNA genom tanaman dilakukan
mengikuti metode Doyle dan Doyle (1991) yang dimodifikasi. Daun padi
sebanyak lebih kurang 0.5 gram digerus dengan bantuan nitrogen cair. Setelah itu
serbuk dimasukkan ke dalam tabung mikro [Axygen] 2 mL kemudian ditambahi

16

1000 µl bufer ekstraksi CTAB (Cetyl Trimethyl Ammonium Bromide). Campuran
diinkubasi di dalam penangas air [Stuart Scientific] pada suhu 65 oC selama 15
menit. Selama inkubasi campuran dibolak-balik setiap 5 menit sekali agar
homogen. Campuran ditambah dengan 100 µL Na-asetat dan 900 µL kloroform
isoamilalkohol (24:1) [Merck] ke dalam tabung mikro [Axygen], kemudian
dikocok hingga merata. Suspensi selanjutnya disentrifugasi dengan kecepatan 12
000 rpm (Himac CF 15R, suhu 4 oC)

selama 5 menit. Lapisan paling atas

dipindah ke tabung mikro [Axygen] baru sebanyak 350 µL kemudian
ditambahkan 35 µL Na-Asetat dan 256.6 µL isopropanol [Merck] (2/3 volume
supertanatan) dicampur perlahan. Campuran disentrifugasi pada kecepatan 12 000
rpm [Himac CF 15R, suhu 4 oC] selama 5 menit. Supernatan dibuang. Endapan
yang diperoleh ditambah dengan 200 µL etanol [Merck] 70%. Campuran
disentrifugasi kembali selama 5 menit pada kecepatan 12 000 rpm [Himac CF
15R, suhu 4 oC]. Endapan selanjutnya dikeringkan di dalam oven [Heraeus]
selama 10 menit. Endapan yang telah kering dilarutkan dalam larutan TE (Tris
base-Ethylene Diamine Tetraacetic Acid) yang mengandung RNase [Invitrogen]
sebanyak 50 µL dan diinkubasi [VWR Scientific] pada suhu 37 ˚C selama 30
menit.
Analisis PCR. Reaksi PCR [DNA Engine Tetrad 2] mempunyai total
volume 20 µL menggunakan PCR kit FastStart [Roche Diagnostics GmBh]
dengan konsentrasi akhir dari masing-masing komponen adalah sebagai berikut:
1x buffer PCR (100 mM Tris-HCl, 500 mM KCl, pH 8.3), 1.5 mM MgCl2 , 0.2
mM dNTP mix, 1 unit Taq DNA polymerase, 0.5 µM masing-masing primer hpt-F
dan hpt-R [FirstBase] dan 50 ng DNA cetakan.
Program amplifikasi PCR [DNA Engine Tetrad 2] adalah: denaturasi awal
pada suhu 94 ºC selama 5 menit sebanyak 1 siklus, dilanjutkan dengan 30 siklus
yang terdiri atas: denaturasi pada suhu 94 ºC selama 30 detik, penempelan primer
pada suhu 60 ºC selama 30 detik, pemanjangan primer pada suhu 72 oC selama 1
menit. Pemanjangan primer terakhir selama 5 menit pada suhu 72 oC.
Elektroforesis. Elektroforesis hasil PCR dilakukan pada 1% gel agarose
[Sigma]. Volume DNA hasil PCR yang dimasukkan ke dalam sumur gel agarose
sebanyak 10 µL ditambah dengan 2 µL loading dye. Gel elektroforesis dijalankan

17

pada 80 volt selama 35 menit [Biorad]. Gel direndam dengan Ethidium Bromida
[Merck] (0.5 mg/L) selama 5 menit kemudian direndam di air selama 5 menit.
Pita-pita DNA hasil elektroforesis divisualisasi dengan perangkat Chemidoc gel
system [Biorad].
Analisis Pewarisan Gen hpt pada Tanaman Transgenik
Tanaman T0 ditumbuhkan di rumah kaca dan dibiarkan melakukan
penyerbukan sendiri dengan menutup seluruh bunganya untuk menghindari
penyerbukan silang. Biji dari tanaman T0 disterilisasi dengan perendaman 1 menit
di dalam ethanol [Merck] 70% dan 15 menit di dalam 0.78% sodium hipoklorit
[Bayclin] yang mengandung 1 tetes tween 20 untuk setiap 50 mL, kemudian
dibilas 5 kali dengan air steril. Setelah dikeringkan di atas kertas saring [Advantec
Toyo], biji ditanam di media MS0 padat yang mengandung 40 mg/L dan 50 mg/L
higromisin [Higromisin B, Roche]. Tanaman atau kecambah yang tumbuh diamati
pada 14 hari setelah tanam. Kecambah dikelompokkan menjadi dua yaitu
kecambah yang resisten terhadap higromisin dapat hidup di media seleksi dan
kecambah yang sensitif terhadap higromisin tidak dapat hidup.

18

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Transformasi Genetik secara In vitro
Transformasi genetik padi dengan vektor Agrobacterium tumefaciens
secara in vitro telah dilakukan pada tanaman padi varietas Ciherang, Nipponbare,
Kasalath. Embrio muda yang diinfeksi dengan A. tumefaciens membentuk kalus
dan tunas (berkecambah) dalam waktu 7 hari setelah ditanam pada media kokultivasi (Gambar 3). Untuk menginduksi terbentuknya kalus, dilakukan
pemotongan tunas dari embrio yang berkecambah. Di dalam media induksi kalus,
embrio muda dari semua varietas padi dapat menghasilkan kalus. Namun tidak
semua kalus yang terbentuk ini dapat tumbuh pada media perbanyakan kalus yang
mengandung 50 mg/L higromisin.

Gambar 3

Embrio muda setelah diinfeksi Agrobacterium tumefaciens dalam
media ko-kultivasi.

Sebagian kalus dari varietas Ciherang dan Nipponbare dapat tumbuh di
media perbanyakan kalus yang mengandung agen seleksi antibiotik higromisin.
Namun, kalus yang lain khususnya dari varietas Kasalath mengalami kematian
(Tabel 3).
Tabel 3 Jumlah eksplan yang membentuk kalus dan beregenerasi dari embrio
muda dari varietas padi Ciherang, Nipponbare, dan Kasalath yang
diinfeksi oleh A. tumefaciens
Jumlah
Kalus
Kalus tahan
Kalus
embrio
yang
higromisin beregenerasi
muda
terbentuk
Ciherang
180
70
20 (11.11)
0
Nipponbare 192
110
33 (17.18)
11
Kasalath
159
68
0
0
Keterangan: angka dalam kurung menunjukkan persentase
Varietas

Jumlah
planlet
0
7
0

Jumlah
tanaman
transgenik
0
3
0

Efisiensi
transformasi
0
(1.56)
0

20

Agen seleksi higromisin dalam konsentrasi tertentu mampu menekan
pertumbuhan kalus padi nontransgenik. Antibiotik higromisin bekerja dengan cara
menghambat sintesis protein melalui gangguan translokasi yang menyebabkan
kesalahan translokasi pada ribosom 80s (Bashir et al. 2004). Kalus yang tahan
akan tumbuh normal dan mampu berproliferasi pada media yang mengandung
agen seleksi. Kalus yang dapat berproliferasi berwarna putih kekuningan,
sedangkan kalus yang tidak tahan pada media seleksi berwarna cokelat kehitaman
yang akhirnya mengalami kematian (Gambar 4).

(a)
(b)
Gambar 4 Kalus yang ditumbuhkan pada media yang mengandung 50 mg/L
higromisin. (a) kalus yang tahan, (b) kalus yang tidak tahan.
Padi Nipponbare menghasilkan persentase kalus yang tahan higromisin
paling tinggi (17.18%) dibandingkan dengan Ciherang (11.11%) dan Kasalath
(0%) (Tabel 3). Kalus-kalus yang tahan tersebut kemudian dipindahkan ke dalam
media regenerasi. Pada media regenerasi, kalus membentuk embrio somatik yang
berbentuk struktur globular. Regenerasi dimulai dengan terbentuknya bintik-bintik
hijau pada kalus (Gambar 5). Tidak semua kalus mampu membentuk bintik hijau.
Bintik hijau tersebut kemudian tumbuh menjadi tunas walaupun tidak semua
bintik hijau tumbuh menjadi tunas.

(b)
(a)
Gambar 5 Regenerasi tunas dari kalus. (a) embrio somatik, (b) tunas hasil
regenerasi dari embrio somatik.

21

Tunas yang tumbuh dan berkembang dengan baik mampu membentuk
akar pada media perakaran (Gambar 6). Tunas yang berakar telah berhasil
diaklimatisasi. Aklimatisasi dilakukan secara bertahap yaitu dengan menanam
tunas berakar pada media air selama 7 hari, kemudian dipindahkan ke media tanah
di tempat teduh selama 2 minggu dan kemudian dipindahkan ke rumah kaca.
Aklimatisasi dilakukan secara bertahap agar tanaman beradaptasi dengan
lingkungannya.

Gambar 6 Tunas padi berakar.
Transformasi genetik dengan menggunakan vektor Agrobacterium pada
padi japonika seperti Nipponbare sudah banyak dilaporkan dan memiliki efisiensi
transformasi yang tinggi. Akan tetapi informasi keberhasilan transformasi pada
padi indica seperti Ciherang dan Kasalath masih sangat terbatas. Padi indica sulit
ditransformasi karena regenerasi dari sel atau jaringan sangat sulit (Maftuchah
2003; Saharan et al. 2004; Lin & Zhang 2005; Purnamaningsih 2006;
Mulyaningsih et al. 2010).
Ge et al. (2006) menyatakan bahwa pembentukan kalus dan regenerasi
jaringan padi sangat tergantung pada beberapa faktor seperti genotipe tanaman,
tipe dan status fisiologi eksplan, komposisi dan konsentrasi garam, komponen
organik dan hormon pertumbuhan dalam media. Hormon pertumbuhan memegang
peranan penting pada tanaman monokotil termasuk serealia dalam kultur in vitro.
Konsentrasi hormon pertumbuhan pada media regenerasi sangat mempengaruhi
perkembangan kalus berdeferensiasi lanjut menjadi tunas (Mok et al. 1987; Cate
et al. 1988; Bhaskaran & Smith 1990).
Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang sudah ada, bahwa
transformasi genetik pada padi subspesies indica masih mengalami hambatan.

22

Dari tiga varietas yang diko-kultivasi dengan A. tumefaciens tidak satupun kalus
dari padi indica yang beregenerasi membentuk tunas, walaupun varietas Ciherang
menghasilkan jumlah kalus yang tahan higromisin sebesar 11.11% (Tabel 3).
Hanya kalus dari padi japonica (Nipponbare) yang menghasilkan tunas transgenik
putatif. Dari 11 tunas transgenik putatif yang berhasil diregenerasi, hanya 7 tunas
yang mampu membentuk tanaman transgenik putatif.
Analisis PCR terhadap 7 tanaman transgenik putatif menunjukkan bahwa
3 tanaman adalah transgenik yang mengandung gen hpt, sedangkan 4 tanaman
lainnya tidak mengandung transgen hpt (Gambar 7). Hasil PCR dengan primer
gen hpt diketahui adanya tanaman transgenik putatif yang tidak membawa gen
hpt. Hal ini kemungkinan terjadi kalus escape, dimana kalus lolos pada media
yang mengandung agen seleksi higromisin 50 mg/L tetapi tidak membawa gen
hpt. Lolosnya tanaman nontransgenik di media seleksi ini kemungkinan diduga
akibat terjadinya degradasi antibiotik higromisin dalam media seleksi yang
dipergunakan, dan tanaman terhindar dari agen seleksi karena tidak semua bagian
kalus terbenam di dalam media. Berdasarkan tanaman transgenik yang membawa
gen hpt, efisiensi transformasi genetik pada padi varietas Nipponbare adalah
1.56%.
M 1

1000 bp
650 bp
500 bp

2

3

4

5

6

7

8

9

P

500 bp

100 bp

Gambar 7 Analisis integrasi gen hpt di