Genetic transformation of rice using rhizobium and agrobacterium and functional analysis of OsHox6 Gene

(1)

i

TRANSFORMASI GENETIKA PADI DENGAN

PERANTARA RHIZOBIUM DAN AGROBACTERIUM

DAN ANALISIS PERANAN GEN OsHox6

SYAMSIDAH RAHMAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Transformasi Genetika Padi dengan Perantara Rhizobium dan Agrobacterium dan Analisis Peranan Gen

OsHox6 adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Januari 2012

Syamsidah Rahmawati


(4)

(5)

ABSTRACT

SYAMSIDAH RAHMAWATI. Genetic Transformation of Rice using

Rhizobium and Agrobacterium and Functional Analysis of OsHox6 Gene. Under direction of SUHARSONO, DIDY SOPANDIE, and INEZ HORTENSE SLAMET-LOEDIN

Rice (Oryza sativa) is not only the most important crop in the world, but also a model plant for functional genomic studies. Genetic transformation is a routine technique for transferring important traits into plants including rice genome and for gene function analysis. Agrobacterium transformation technique is the most commonly used for genetic transformation of plants. However, the complexity of patents landscape surrounds this technology restricts its use for agricultural development in developing countries. In this study, the effectiveness of Rhizobium transformation techniques were evaluated in three rice cultivars Ciherang, Nipponbare, and Rojolele, and compared to Agrobacterium. Six-day old callus induced from immature embryos were co-cultivated with Rhizobium leguminosarum ANU845 and Agrobacterium tumefaciens LBA288 both carrying the plasmid pCAMBIA 5106. pCAMBIA 5106 is a cointegrative vector. The T-DNA contained an hpt gene and a GUSPlus each controlled by the CaMV 35S promoter. This study showed that the Rhizobium could transfer genes into rice genome as efficient as that of Agrobacterium based on evaluation on transformation efficiency, transgene expression, copy number, segregation pattern, and plant growth and fertility. Drought is one of abiotic factors that inhibit rice growth and production. A number of genes responsible for drought tolerance have been identified, isolated and tested in different plant species. However, none of these genes was effective in the fields. In this study, a drought inducible gene, OsHox6, was selected to be studied further. Bioinformatics analysis of OsHox6 promoter sequences indicated that the OsHox6 promoter contains cis-regulatory elements important to drought and ABA responses. Temporal and spatial expression patterns of GUSPlus gene fused to OsHox6 promoter through histochemical visualization of GUSPlus in transgenic plant of Ciherang and Nipponbare showed that promoter activity was increased during dehydrated condition in vegetative and generative organs, although the expression was relatively low. Promoter activity was higher in meristematic tissues. Transgenic rice plants containing an extra copy of OsHox6 genes controlled by

OsLEA3 promoter were obtained. Four transgenic of IR64 lines (I.19, I.23, I.33, and I.40) containing an extra copy of OsHox6 gene were more tolerant to drought condition, showing higher survival rate compare to wild type plants. It is anticipated that the increase in the survival rate was associated with the expression level of OsHox6 gene. Thus, the expression of OsHox6 gene will be further evaluated. The growths of transgenic rice plants were similar to its wild type counterpart. Further studies are needed to understand the modulation of drought tolerant by the OsHox6 gene.

Key words: Drought stress, transcription factor,HD-Zip, OsHox6, OsLEA3, rice,

Rhizobium leguminosarum ANU845, Agrobacterium tumefaciens, survival rate


(6)

(7)

RINGKASAN

SYAMSIDAH RAHMAWATI. Transformasi Genetika Padi dengan

Perantara Rhizobium dan Agrobacterium dan Analisis Peranan Gen OsHox6. Dibimbing oleh SUHARSONO, DIDY SOPANDIE, dan INEZ HORTENSE SLAMET-LOEDIN

Padi merupakan tanaman yang sangat penting, salah satu makanan pokok penduduk dunia dan tanaman model untuk penelitian functional genomic. Transformasi genetik merupakan teknik yang rutin digunakan saat ini untuk mentransfer berbagai sifat penting pada tanaman termasuk padi dan untuk analisis fungsi gen. Teknik transformasi Agrobacterium merupakan teknik transformasi yang paling umum digunakan karena besar kemungkinan untuk mendapatkan tanaman dengan salinan gen tunggal. Namun, teknik ini telah dipatenkan sehingga perlu agen transformasi alternatif yang memiliki kemampuan transfer gen seperti Agrobacterium. Penggunaan bakteri selain Agrobacterium sebagai agen transformasi genetik memungkinkan untuk dilakukan dengan melibatkan T-DNA dan gen-gen virulen dari plasmid Ti yang telah dimodifikasi. Efektifitas teknik transformasi Rhizobium dievaluasi pada tiga kultivar padi, Ciherang (Indica), Nipponbare (Japonica), dan Rojolele (Javanica), dibandingkan dengan

Agrobacterium. Kalus umur 6 hari yang diinduksi dari embrio padi masak susu (immature) dikokultivasi dengan Rhizobium leguminosarum bv trifolii ANU845 dan Agrobacterium tumefaciens LBA288 yang membawa plasmid pCAMBIA 5106. Plasmid pCAMBIA 5106 ini mengandung satu set minimal gen virulen dan T-DNA yang penting dalam proses transfer gen. Didalam T-DNA terdapat gen

GUSPlus dan gen hpt masing-masing dikendalikan oleh promoter CaMV 35S. Efisiensi transformasi (jumlah tanaman PCR positif hpt dibagi jumlah kalus yang diinokulasi) bervariasi antara 1,14 hingga 12,05% tergantung pada genotipe dan bakteri yang digunakan. Efisiensi transformasi dan regenerasi tertinggi (12,05% dan 59,38%) diperoleh pada Ciherang yang ditransformasi dengan R. leguminosarum. Hampir semua tanaman transgenik yang diperoleh baik hasil transformasi dengan Agrobacterium maupun Rhizobium secara morfologi normal dan fertil. Integrasi, ekspresi dan pola pewarisan gen, dibuktikan dengan analisis molekuler dan genetik pada tanaman T0 dan T1

Kekeringan adalah salah satu faktor abiotik yang menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman padi. Sejumlah gen yang bertanggungjawab pada sifat toleran kekeringan telah diidentifikasi, namun belum ada dari gen-gen tersebut yang efektif di lapangan. Oleh karena itu, penelitian tentang analisis fungsi gen yang diduga terlibat dalam mekanisme toleran kekeringan dan bagaimana mekanisme kerjanya pada level molekul aktif diteliti saat ini. Di dalam penelitian ini, fungsi gen OsHox6 yang diduga berperan penting dalam menentukan sifat toleran kekeringan pada tanaman padi dipelajari. OsHox6 merupakan anggota famili protein homeodomain leucine zipper (HD-Zip) sub-famili I yang menyandikan faktor transkripsi unik pada tumbuhan. Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa ekspresi gen OsHox6 diregulasi pada level transkripsi oleh ketersediaan air. Analisis bioinformatik sekuen promoter OsHox6 , menunjukkan bahwa efektifitas

Rhizobium leguminosarum dalam melakukan transfer gen mirip dengan A. tumefaciens.


(8)

mengindikasikan bahwa promoter OsHox6 mengandung elemen responsif terhadap ABA dan elemen cis-regulatory responsif terhadap kekeringan. TATA box yang umum dijumpai di derah promoter tanaman, berdasarkan hasil analisis sekuen promoter OsHox6, tidak ditemukan. Hasil analisis pola ekspressi temporal dan spasial promoter gen OsHox6 melalui visualisasi gen GUSPlus secara histokimia pada jaringan tanaman transgenik Ciherang dan Nipponbare menunjukkan bahwa aktivitas promoter ini meningkat saat kekeringan pada organ vegetatif (batang, daun, dan akar) dan generatif (bunga). Aktivitas promoter lebih kuat pada daerah dimana terdapat jaringan meristem yang aktif membelah.

Untuk mempelajari peranan gen OsHox6 dalam merespon kekeringan, digunakan tanaman padi transgenik mengandung gen OsHox6 yang dikendalikan oleh promoter OsLEA3 untuk meningkatkan ekspresi gen OsHox6. Empat galur padi transgenik mengandung ekstra salinan gen OsHox6 (IR64 I.19, I.23, I.33, dan I.40) lebih tahan pada kondisi kekeringan pada fase vegetatif, ditunjukkan oleh persentase recovery yang lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman kontrol tipe liarnya (IR64). Diduga peningkatan persentase recovery berhubungan dengan tingkat ekspresi gen OsHox6. Oleh karena itu konfirmasi ekspresi gen OsHox6 akan dilakukan. Penampilan morfologi (tinggi tanaman) padi hasil transformasi dengan gen OsHox6 yang dikendalikan oleh promoter OsLEA3 tidak berbeda dengan tanaman padi tipe liarnya. Karena aktivitas promoter OsHox6 lebih tinggi pada daerah akar lateral, maka diduga OsHox6 penting dalam pembentukan akar lateral. Oleh karena itu penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengamati morfologi akar tanaman transgenik yang mengoverekspresikan OsHox6.

Kata Kunci: Cekaman kekeringan, faktor transkripsi, HD-Zip, OsHox6,

OsLEA3, padi, Rhizobium leguminosarum ANU845,


(9)

Hak cipta milik IPB, tahun 2012 Hak dilindungi undang-undang

Dilarang mengutip sebahagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(10)

(11)

TRANSFORMASI GENETIKA PADI DENGAN

PERANTARA RHIZOBIUM DAN AGROBACTERIUM

DAN ANALISIS PERANAN GEN OsHox6

SYAMSIDAH RAHMAWATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Departemen Biologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012


(12)

Penguji pada ujian tertutup : 1. Dr. Ir. Miftahuddin, M.Si 2. Dr. Ir. Utut Widyastuti, M.Sc Penguji pada ujian terbuka : 1. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc 2. Dr. Ir. Buang Abdullah, M.Sc


(13)

Judul : Transformasi Genetika Padi dengan Perantara Rhizobium dan Agrobacterium dan Analisis Peranan Gen OsHox6

Nama Mahasiswa : Syamsidah Rahmawati

NRP : G361060111

Program Studi : Biologi

Disetujui, Komisi Pembimbing

Ketua

Prof. Dr. Ir. Suharsono, DEA

Dr. Ir. Inez Hortense Slamet-Loedin

Anggota Anggota

Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr

Diketahui,

Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dedy Duryadi Solihin, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr


(14)

(15)

PRAKATA

Segala puji bagi Allah yang telah memberikan kenikmatan yang sangat banyak serta kemudahan-kemudahan, sehingga penulis dapat menyelesaikan disertasi ini. Penulis sangat beruntung mendapat kesempatan untuk melakukan penelitian Transformasi Genetika Padi dengan Perantara Rhizobium dan

Agrobacterium dan Analisis Peranan Gen OsHox6. Penelitian ini merupakan penelitian yang sangat menarik bagi penulis karena memberikan wawasan baru tentang adanya teknik transformasi alternatif bagi tanaman dengan menggunakan bakteri selain Agrobacterium dan bagaimana mempelajari fungsi suatu gen. Penelitian ini akan sangat bermanfaat untuk mendukung karier penulis sebagai peneliti di masa mendatang.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada Prof. Suharsono, Prof. Didy Sopandie, dan Dr. Inez Hortense Slamet-Loedin atas kesediannya membimbing penulis dalam melakukan penelitian ini. Ucapan terimakasih disampaikan kepada Kepala Puslit Bioteknologi LIPI yang telah memberikan izin untuk melanjutkan studi pada program S3, kepada Kementrian Riset dan Teknologi dan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia yang telah memberikan beasiswa kepada penulis selama pendidikan berlangsung, kepada Dekan Sekolah Pascasarjana dan Ketua Departemen Biologi IPB yang telah memberi kesempatan untuk mengikuti pendidikan S3 di Sekolah Pascasarjana Departemen Biologi IPB. Kepada Dr. Satya Nugroho dan Dr. Amy Estiati atas izin peggunaan fasilitas di Lab. Biologi Molekuler Puslit Bioteknologi LIPI. Kepada keluarga besar di Bogor dan di Medan saya ucapkan terimakasih atas semua dukungan dan doa sehingga penulis tetap bersemangat dalam menyelesaikan disertasi ini. Juga kepada semua teman dari lab “Padi” Puslit Bioteknologi LIPI, angkatan 2006 Pascasarjana IPB atas semua dukungan, bantuan, serta doanya saya ucapkan terimakasih.

Semoga Disertasi ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Bogor, Januari 2012


(16)

(17)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan Tapanuli Utara tanggal 8 April 1969, anak sulung dari Bapak Saman dan Ibu Amijah Porman Marpaung. Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara Medan, lulus pada tahun 1992. Pada tahun 1997 penulis mendapatkan kesempatan mengikuti program S2 LINK Institut Teknologi Bandung dengan University of New South Wales Australia melalui program Beasiswa STAID yang dikoordinir oleh Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), lulus tahun 1999. Pada tahun 2006, penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan S3 di Sekolah Pascasarjana IPB, Departemen Biologi dengan beasiswa dari Kementrian Riset dan Teknologi pada tahun pertama dan kedua, dan kemudian Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia pada tahun ke tiga dan ke empat.

Penulis bekerja sebagai staf peneliti di Pusat Penelitian Bioteknologi sejak tahun 1993 pada bidang konservasi benih, kemudian sejak tahun 1996 pindah ke bidang biologi molekuler hingga sekarang. Penulis terlibat dalam kegiatan penelitian padi sejak tahun 1999 hingga sekarang terutama untuk transformasi genetika padi untuk memperbaiki sifat toleran padi terhadap cekaman biotik dan abiotik.

Selama mengikuti program S3, penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti training mengenai “Rice:Research to Production” di International Rice Research Institute (IRRI) Filipina selama 3 minggu pada tahun 2008. Topik penelitian untuk Disertasi adalah Transformasi Genetika Padi dengan Perantara Rhizobium dan Agrobacterium dan Analisis Peranan Gen OsHox6. Comparative analysis of rice transformation using Agrobacterium tumefaciens and Rhizobium leguminosarum yang merupakan bagian dari Disertasi ini telah dipublikasi di Indonesian Journal of Biotechnology Volume 15 No. 1 Juni 2010.


(18)

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

Daftar Tabel ... iii

Daftar Gambar ... v

Daftar Lampiran ... . vii

I. PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 5

Manfaat Penelitian ... 5

Ruang Lingkup Penelitian ... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA Padi Sebagai Tanaman Penting ... 9

Cekaman Kekeringan ... 10

Mekanisme Toleran Kekeringan pada Tanaman ... 11

Identifikasi Gen yang Terlibat dalam Mekanisme Toleran Kekeringan ... 12

Faktor Transkripsi ... 13

HD-Zip ... 16

Analisis Fungsi Gen ... 18

Transformasi Genetika Tanaman ... 21

III. ANALISIS KOMPARATIF TRANSFORMASI GENETIK PADI MENGGUNAKAN AGROBACTERIUM TUMEFACIENS DAN RHIZOBIUM LEGUMINOSARUM Abstrak ... 27

Abstract ... 27

Pendahuluan ... 28

Bahan dan Metode ... 29

Hasil ... 33

Pembahasan ... 38


(20)

ii

IV. ANALSIS REGULASI PROMOTER OsHox6 PADA

TANAMAN PADI

Abstrak ... 41

Abstract ... 41

Pendahuluan ... 42

Bahan dan Metode ... 43

Hasil ... 48

Pembahasan ... 56

Simpulan ... 58

V. OVEREKSPRESI GEN OsHox6 PADA TANAMAN PADI Abstrak ... 59

Abstract ... 59

Pendahuluan ... 60

Bahan dan Metode ... 62

Hasil ... 65

Pembahasan ... 70

Simpulan ... 72

VI. PEMBAHASAN UMUM Rhizobium Sebagai Agen Tranformasi Genetik Alternatif... 73

Pendekatan Reverse Genetic untuk Mempelajari Fungsi Gen OsHox6... 75

Upaya Lebih Lanjut Analisis Fungsi Gen OsHox6 pada Tanaman Padi... 77

VII. SIMPULAN UMUM DAN SARAN SIMPULAN UMUM... 79

SARAN ... 79

DAFTAR PUSTAKA ... 81


(21)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Gen yang terlibat dalam respon terhadap cekaman kekeringan

dan fungsinya... 14 2 Contoh faktor transkripsi tanaman dan peranannya dalam respon

kekeringan... 15 3 Subfamili HD-Zip dan fungsinya... 18 4 Media yang digunakan untuk transformasi tiga varietas padi

(Ciherang, Nipponbare, dan Rojolele)... 32 5 Efisiensi transformasi tiga varietas padi hasil transformasi

dengan Rhizobium leguminosarum dan Agrobacterium

tumefaciens... 34 6 Ekspresi GUS dan HPT pada tiga varietas padi hasil

transformasi dengan Rhizobium leguminosarum dan Agrobacterium tumefaciens berdasarkan uji GUS dan

higromisin pada daun... 35 7 Prakiraan jumlah gen hpt pada galur tanaman transgenik

terpilih hasil transformasi dengan Agrobacterium (A) dan

Rhizobium (R)... 37 8 Segregasi gen hpt pada populasi tanaman T1 galur terpilih... 37

9 Pertumbuhan dan fertilitas beberapa galur transgenik terpilih

hasil transformasi dengan Rhizobium dan Agrobacterium... 38 10 Kandidat cis-acting element responsif kekeringan dan ABA

pada 1 kb daerah promoter OsHox6... 50 11 Segregasi gen hpt pada populasi tanaman T1 Ciherang dan IR64

yang ditransformasi dengan gen OsHox6 yang dikendalikan oleh promoter OsLEA3... 67 12 Tingkat recovery tanaman transgenik pada kondisi

kekeringan... 69 13 Perbandingan antara transformasi menggunakan bantuan A.


(22)

(23)

v

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Diagram alur penelitian... 7 2 Skema struktur protein unik dari setiap subfamili HD-Zip... 18 3 T-DNA di dalam pCAMBIA 5106... 31 4 Amplifikasi fragmen gen hpt tanaman transgenik terpilih hasil

transformasi dengan A. tumefaciens atau R. leguminosarum

pembawa plasmid pCAMBIA 5106... 34 5 Daun tanaman padi transgenik yang mengekspresikan β

-glucuronidase dan higromisin fosfotransferase ... 35 6 Contoh hasil hibridisasi Southern... 36 7 Penampilan morfologi Niponbare, Ciherang, dan Rojolele hasil

transformasi dengan A. tumefaciens LBA288 (pCAMBIA5106)

and R. leguminosarum (pCAMBIA5106)... 38 8 Skema proses kloning untuk pembentukan fusi promoter OsHox6

dengan gen pelapor GUSPlus ... 46 9 Posisi elemen cis-acting responsif kekeringan pada daerah promoter

OsHox6... 50 10 Hasil pensejajaran sekuen kandidat promoter OsHox6 yang diisolasi

dari padi Ciherang dengan sekuen acuan dari Nipponbare... 51 11 Contoh hasil PCR menggunakan primer spesifik untuk gen hpt... 52 12 Ekspresi GUSPlus pada berbagai organ tanaman padi cv Ciherang

dan Nipponbarehasil transformasi dengan gen GUSPlus yang

dikontrol oleh promoter terinduksi kekeringan OsHOx6 dan promoter konstitutif CaMV 35S pada saat ada atau tidak ada induksi

kekeringan... 54 13 Pola ekspresi GUSPlus yang dikontrol oleh promoter OsHox6 pada

berbagai organ tanaman... 55 14 Penampang melintang dan membujur bagian buku batang padi yang

telah di uji GUS... 56 15 T-DNA di dalam pCAMBIA 1301H OsHox6... 65 16 Tahapan kultur jaringan untuk menghasilkan tanaman padi varietas

Ciherang atau IR64 yang mengandung OsLEA3::OsHox6 ... 68 17 Hasil hibridisasi Southern DNA tanaman IR64 yang ditransformasi

dengan gen OsHox6... 69 18 Recovery tanaman transgenik galur IR64 tahan higromisin

mengandung 1 salinan gen hasil transformasi dengan gen OsHox6

yang dikendalikan oleh promoter OsLEA3... 71 19 Tinggi tanaman beberapa galur toleran kekeringan... 70


(24)

(25)

vii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Media Kultur Jaringan... 99 2 Media Bakteri... 106 3 Larutan Yoshida ... 107


(26)

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Padi (Oryza sativa L.) merupakan komoditas strategis, makanan pokok penduduk Indonesia dan penduduk di berbagai belahan dunia terutama Asia, Timur Tengah dan Amerika Latin. Selain sebagai makanan pokok, padi juga merupakan tanaman model untuk kelompok monokotil, karena dibandingkan dengan tanaman lain dari kelompok monokotil, padi memiliki ukuran genom yang relatif kecil (430 Mb), umur relatif singkat, menyerbuk sendiri, diploid sehingga memudahkan dalam melakukan analisis genom (http://www.patentlens. net/daisy/RiceGenome/3649/3593.html

Kekeringan adalah salah satu faktor utama penghambat produksi tanaman termasuk padi. Kekeringan menurunkan produksi tanaman dengan menghambat pertumbuhan dan fotosintesis (Shou et al. 2004). Menurunnya produksi akibat kekeringan berdampak pada peningkatan harga produk pertanian dan

memperburuk kemiskinan

). Meskipun variasi ukuran genom dan ploidi pada tanaman monokotil sangat besar, genom padi dan tanaman monokotil lainnya sangat konservatif baik dalam hal sekuen dari gen yang ada, juga dalam urutan gen atau “synteni”. Sehingga informasi yang ada pada genom tanaman padi dapat digunakan sebagai acuan untuk mempelajari genom tanaman monokotil lainnya.

tahun terakhir dan prediksi 50 tahun ke depan menggunakan model perubahan iklim global mengindikasikan bahwa kekeringan akan semakin sering terjadi (Naylor et al. 2007). Kekeringan dapat terjadi kapan saja selama fase pertumbuhan padi, namun yang paling merugikan adalah kekeringan yang terjadi pada fase generatif. Perakitan padi toleran kekeringan sangat penting untuk mengantisipasi perubahan iklim yang ekstrim. Upaya untuk mempelajari sifat toleran kekeringan pada level molekul sangat aktif dilakukan di seluruh dunia untuk membantu mengungkap mekanisme molekuler tanaman pada kondisi kekurangan air. Pemahaman ini sangat membantu upaya perakitan padi toleran kekeringan di masa mendatang.


(27)

2

Sifat toleran kekeringan sangat kompleks, dikendalikan oleh banyak gen (multigenik) yang tersebar di banyak lokus dan diwariskan secara kuantitatif (Valliyodan & Nguyen 2006; Fleury et al. 2010; Lang & Buu 2010). Selain itu tanaman memiliki mekanisme yang berbeda (escape, penghindaran atau avoidance, atau toleran) dalam merespon kekeringan (Levit 1972). Tanaman escape kekeringan dengan mempersingkat siklus hidupnya. Sebahagian tanaman menghindari kekeringan dengan meningkatkan penyerapan air dan meminimalkan kehilangan air. Tanaman toleran kekeringan melibatkan mekanisme osmotic adjustment, antioksidan, dan ketahanan desikasi. Namun bagaimana mekanisme molekuler tanaman dalam merespon dan beradaptasi terhadap kekeringan belum sepenuhnya dimengerti.

Berbagai pendekatan telah diupayakan untuk mempercepat pengungkapan mekanisme toleran kekeringan pada level molekuler. Sejumlah gen terinduksi kekeringan telah berhasil diidentifikasi pada level transkripsi menggunakan analisis microarray pada tanaman model Arabidopsis dan padi (Seki et al. 2001; Seki et al. 2002; Rabbani et al. 2003; Zhou et al. 2007), namun belum semua fungsi gen berhasil diungkapkan. Analisis fungsional genomik sangat penting dilakukan untuk memahami lebih lanjut fungsi gen terkait dan bagaimana mekanisme pengaturannya pada level molekuler.

Berdasarkan pengaturan ekspresi gen, Yamaguchi-Shinozaki dan Shinozaki (1993a) mengelompokkan gen-gen yang terlibat dalam mekanisme toleran kekeringan ke dalam dua kelompok utama, yaitu kelompok yang ekspresinya bergantung pada ABA (ABA dependent) dan tidak bergantung pada ABA (ABA-independen). Berdasarkan peran atau fungsi proteinnya maka Shinozaki et al. (2003) mengelompokkan gen-gen yang terlibat dalam mekanisme toleran kekeringan pada dua kelompok utama, protein fungsional (seperti osmoprotektan, LEA, transporter, chaperon) dan protein regulator (misalnya faktor transkripsi dan protein kinase). Yang et al. (2010) membagi gen responsif kekeringan berdasarkan fungsi biologisnya ke dalam 3 kelompok; yaitu yang berperan dalam (1) regulasi transkripsi, (2) post-transkripsi RNA atau fosforilasi protein, dan (3) metabolisme osmoprotektan atau molekul chaperon. Selain itu masih ada kelompok gen yang belum diketahui fungsinya (Bhatnagar-Mathur et al. 2008).


(28)

3

Oleh karena kompleksnya sifat toleran kekeringan, penyisipan satu gen yang memiliki fungsi tunggal tidak cukup untuk mengembalikan fungsi sel dan membuat tanaman lebih toleran kekeringan (Bohnert et al. 1995; Mitra 2001). Untuk mengatasi hal tersebut akhir-akhir ini penelitian lebih diarahkan pada penggunaan faktor transkripsi yang bertanggungjawab pada sifat toleran kekeringan. Faktor transkripsi berperan dalam mengatur ekspresi gen-gen lain melalui pengikatan spesifik antara protein faktor transkripsi dengan elemen cis-acting promoter gen target. Sejumlah faktor transkripsi terinduksi kekeringan pada tanaman telah berhasil diungkap. Secara umum faktor transkripsi yang responsif terhadap kekeringan tersebut dikelompokkan ke dalam beberapa famili seperti AP2/ERF, bZIP, NAC, MYB, MYC, Cys2His2 zinc finger dan WRKY (Vinocur & Altman 2005; Bartels & Sunkar 2005; Shinozaki & Yamaguchi-Shinozaki 2007).

Setelah sekuen genom padi dan Arabidopsis berhasil diungkap, faktor transkripsi yang ada pada tanaman padi dan Arabidopsis dapat diidentifikasi (Seki et al. 2002; Shinozaki & Yamaguchi-Shinozaki 2007; Agalou et al. 2008). Berbagai teknik reverse genetik telah dikembangkan untuk mempelajari fungsi faktor transkripsi. Secara umum teknik reverse genetik ini dibagi ke dalam 2 pendekatan, yaitu overekspresi dan knockout (Zhang 2003). Selain itu analisis promoter yang difusikan dengan gen pelapor digunakan untuk mempelajari mekanisme regulasi proses transkripsi gen pada level molekuler dan aktivitas promoter secara spasial dan temporal (Hiwatashi & Fukuda 2000; Xiao & Xue 2001; Johannesson et al. 2003; Itoh et al. 2008).

HD-Zip adalah salah satu faktor transkripsi yang unik ditemukan pada tanaman, dikenali dengan adanya homeodomain yang penting untuk pengikatan DNA dan motif leucin zipper yang membantu proses dimerisasi protein. Proses dimerisasi protein diperlukan untuk membantu proses pengikatan DNA. HD-Zip merupakan suatu famili faktor transkripsi yang besar yang dibagi ke dalam IV sub-famili berdasarkan kespesifikan pengikatan DNA oleh homeodomain, struktur dan fungsi gen, dan adanya motif lain (Ariel et al. 2007). HD-Zip memiliki fungsi yang sangat beragam. Ekspresi Gen HD-Zip sub-famili I dan II di pengaruhi faktor eksternal termasuk kekeringan dan berperan dalam adaptasi


(29)

4

perkembangan tanaman pada saat terjadi cekaman (Olsson et al. 2004; Dezar et al. 2005a; Agalou et al. 2008). Faktor transkripsi HD-Zip di tanaman padi baru diteliti beberapa tahun belakangan ini. Informasi tentang fungsi dan mekanisme regulasinya masih sangat terbatas. Dari 31 gen HD-Zip sub-famili I,II, dan III yang ada pada padi, baru 2 yang dipelajari fungsinya, yaitu OsHox1 dan OsHox4. OsHox1 berperan dalam differensiasi jaringan pembuluh (Scarpella et al. 2000), sedangkan OsHox4 berperan dalam pemanjangan dan pembesaran sel pembuluh (Agalou et al. 2008).

Pada penelitian ini fungsi gen faktor transkripsi OsHox6 yang diisolasi dari tanaman padi dipelajari. Gen OsHox6, merupakan anggota HD-Zip sub-famili I, dilaporkan meningkat ekspresinya pada saat kekeringan (Purwantomo 2007; Agalou et al. 2008), sehingga diduga berperan penting dalam menentukan sifat toleran kekeringan. Untuk mempelajari lebih lanjut fungsi gen OsHox6 dalam adaptasi toleran kekeringan, aktivitas native promoter OsHox6 yang difusikan dengan gen GUSPlus diamati pada tanaman padi saat kekeringan. Kekeringan meningkatkan ekspresi gen OsHox6 pada berbagai organ (batang, akar, daun, dan bunga) tanaman padi, namun ekspresinya rendah. Oleh karena itu pada percobaan tahap berikutnya dilakukan penambahan jumlah salinan gen OsHox6 yang dikendalikan oleh promoter terinduksi kekeringan OsLEA3 untuk meningkatkan ekspresi gen OsHox6 padi pada kondisi kekeringan. Sebelumnya, Xiao et al. (2007) melaporkan bahwa OsLEA3 menunjukkan aktivitas yang tinggi pada kondisi kekurangan air. Selanjutnya toleransi tanaman padi yang mengandung tambahan gen OsHox6 terhadap kekeringan dievaluasi.

Selanjutnya untuk mendukung kegiatan analisis fungsi gen, pengembangan teknik transformasi menggunakan Rhizobium sebagai upaya untuk menyediakan teknik transformasi alternatif untuk tanaman khususnya padi akan di pelajari. Teknik yang umum digunakan saat ini untuk mengintroduksi gen pada tanaman, khususnya padi, adalah menggunakan transformasi Agrobacterium. Teknik ini memiliki keunggulan dimana kemungkinan untuk menghasilkan satu salinan gen lebih besar dan dapat digunakan untuk mentransformasi berbagai tanaman termasuk dari kelompok dikotil dan monokotil. Namun, teknik ini telah


(30)

5

dipatenkan yang mana dapat menjadi ganjalan bila produk akan dipasarkan. Oleh karena itu perlu diupayakan teknik transformasi alternatif.

Broothaerts et al. (2005) melaporkan bahwa sejumlah bakteri yang berasosiasi dengan tumbuhan, jika dilengkapi dengan gen-gen virulen dan T-DNA dari plasmid Ti mampu mentransfer T-DNA ke dalam genom tanaman. Bakteri Sinorhizobium meliloti, Rhizobium sp dan Mesorhizobium loti mengandung plasmid Ti dari Agrobacterium dapat mentransfer T-DNA ke dalam genom padi, tembakau dan Arabidopsis dengan efisiensi transformasi yang bervariasi antara 1-40% tergantung pada spesies dan pengujian yang digunakan. Evaluasi efektititas bakteri selain Agrobacterium dalam mentransfer gen ke dalam genom tanaman dibandingkan dengan A. tumefaciens belum pernah dilakukan. Informasi ini penting sebagai langkah awal dalam upaya pengembangan transformasi genetik menggunakan bakteri selain Agrobacterium. Selanjutnya perubahan faktor yang mempengaruhi keberhasilan transformasi diharapkan dapat meningkatkan efisiensi transformasi di masa mendatang.

Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk;

1. Mengevaluasi efektifitas sistem transformasi Rhizobium pada tanaman padi dibandingkan dengan sistem transformasi Agrobacterium,

2. Menjelaskan regulasi gen OsHox6 melalui studi bioinformatik promoter gen OsHox6 serta analisis pola ekspresinya pada tanaman padi transgenik yang mengandung fusi promoter OsHox6 dengan gen penyandi β-glucuronidase, dan

3. Menjelaskan peranan faktor transkripsi OsHox6 pada tanaman transgenik mengandung ekstra salinan gen OsHox6 pada kondisi kekeringan.

Manfaat Penelitian

1. Teknik transformasi alternatif perlu ada selain untuk menghindari kendala paten juga untuk meningkatkan efisiensi transformasi tanaman yang sulit di transformasi dengan Agrobacterium.


(31)

6

2. Informasi tentang peranan gen OsHox6 dalam mekanisme toleran kekeringan tanaman padi penting untuk diketahui dalam upaya mencari gen-gen potensial untuk toleran kekeringan.

3. Promoter terinduksi kekeringan dapat digunakan untuk mengendalikan ekspresi gen-gen penting terkait toleran kekeringan.

4. Padi toleran kekeringan sangat diperlukan untuk antisipasi fluktuasi iklim ekstrim (kemarau panjang) yang semakin sering terjadi akibat pemanasan global yang mengakibatkan gagal panen di daerah utama padi sawah yang rawan kekeringan.

Ruang Lingkup Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian di atas, maka penelitian ini dibagi dalam 3 tahap percobaan. Pada tahap awal dilakukan penelitian pendahuluan dengan topik “Analisis komparatif transformasi genetik padi menggunakan Agrobacterium tumefaciens dan Rhizobium leguminosarum”. Untuk mengevaluasi keefektifan teknik transformasi Rhizobium dibandingkan dengan transformasi Agrobacterium pada tanaman padi, maka pengamatan difokuskan pada efisiensi regenerasi dan transformasi masing-masing sistem, ekspresi gen, kecenderungan jumlah salinan gen, pola pewarisan gen, dan pertumbuhan dan kesuburan (fertilitas) tanaman yang dihasilkan oleh kedua sistem transformasi ini. Pada tahap berikutnya dilakukan isolasi dan konstruksi vektor yang mengandung promoter OsHox6 yang difusikan dengan gen GUSPlus. Selanjutnya vector ini ditransformasikan ke dalam genom tanaman padi. Aktivitas promoter OsHox6 diamati pada tanaman padi yang mengandung promoter OsHox6 yang difusikan dengan gen GUSPlus pada kondisi air terbatas (kekeringan) atau tidak kekurangan air (normal). Selanjutnya, pengamatan dilakukan pada organ vegetatif (batang, akar, daun) dan generatif (bunga). Untuk mengamati jaringan yang mengakumulasikan GUSPlus dilakukan irisan secara melintang dan membujur.

Percobaan tahap berikutnya dilakukan penambahan jumlah salinan gen OsHox6 yang dikendalikan oleh promoter terinduksi kekeringan OsLEA3 untuk meningkatkan ekspresi gen OsHox6 pada kondisi kekeringan. Selanjutnya


(32)

7

ketahanan tanaman padi yang mengandung tambahan gen OsHox6 terhadap kekeringan dievaluasi. Seluruh kegiatan penelitian dalam disertasi ini dirangkum dalam alur penelitian yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Diagram alur penelitian

Pembentukan populasi tanaman mengandung OsHox6P:: GUSPlus

Pembentukan populasi tanaman mengandung OsLEA3P:: OsHox6 Isolasi Promoter OsHox6 dan konstruksi vektor pCAMBIA1305.1

OsHox6P::GUSPlus Studi transformasi padi

Ciherang, Rojolele dan Nipponbare dengan

Rhizobium dan Agrobacterium

Evaluasi efektifitas transformasi

Analisis ekspresi gen yang dikendalikan oleh promoter OsHox6

Evaluasi tingkat toleransi tanaman padi mengandung ekstra gen OsHox6 pada kondisi kekeringan


(33)

(34)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Padi Sebagai Tanaman Penting

Padi tergolong ke dalam genus Oryza, sub-famili Oryzoideae, famili Poaceae kelas monocotyledoneae. Padi yang dibudidayakan tergolong ke dalam 2 spesies, yaitu Oryza sativa L. umum ditanam di Asia dan Oryza glaberrima Steud atau disebut juga padi Afrika. Dari kedua spesies tersebut O. sativa adalah yang paling banyak dibudidayakan. O. sativa diperkirakan terdiri dari sedikitnya 140,000 varietas dan secara umum dikelompokkan ke dalam 3 grup atau sub-spesies; yaitu Indica, Japonica dan Javanica (Tropical Japonica).

Padi merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi sangat penting, makanan pokok lebih dari separuh penduduk dunia. Berdasarkan nilai ekonomi tanaman pangan secara global tahun 2005-2009, padi menempati urutan teratas dibandingkan dengan tanaman pangan penting lainnya (jagung, gandum, kentang, singkong dan sorghum), sedangkan berdasarkan jumlah produksi, padi menempati urutan kedua setelah jagung (FAOSTAT urutan pertama dari 7 komoditas pangan utama baik dari segi produksi maupun nilai ekonomi (FAOSTAT 2009; B

Selain sebagai makanan pokok, padi juga merupakan tanaman model untuk kelompok monokotil. Sebagai tanaman model padi memiliki ukuran genom yang relatif kecil (∼430 Mb), umur relatif singkat, dan jumlah set kromosom sederhana

(diploid)

sehingga memudahkan dalam analisis sekuen genom. Selanjutnya tersedianya protokol transformasi genetika tanaman padi dengan efisiensi tinggi (Hiei et al. 1994; Hiei & Komari 2006), peta fisik dan genetika dengan kepadatan tinggi (Harushima et al. 1998; Temnykh et al. 2001; McCouch et al. 2002), dan kenyataan bahwa antara tanaman sereal memiliki derajat ‘synteni’ yang tinggi, menjadikan padi sebagai organisme yang unik untuk mempelajari fisiologi, biologi pertumbuhan dan perkembangan, serta genetika dan evolusi tumbuhan.

Tahun 2002 sekuen lengkap genom padi berhasil diungkap dan dipublikasi (Goff et al. 2002; Yu et al. 2002), sebagai langkah awal dari upaya pemahaman tentang biologi padi pada level molekuler. Rice Annotation Project (2007)


(35)

10

memprediksi padi mengandung ∼32.000 gen. Jumlah ini lebih sedikit dibandingkan dengan prediksi sebelumnya (30-50 ribu gen) oleh Goff et al. (2002). Sebanyak 28.469 cDNA utuh telah berhasil disekuen dan berdasarkan pencarian BLASTN dan BLASTX menunjukkan bahwa 75,86% diantaranya merupakan gen yang menyandikan protein yang mirip dengan data yang ada dipangkalan data (Rice Full-Length cDNA Consortium 2003). Sisanya, masih belum dipelajari. Oleh karena itu tugas berikutnya adalah mempelajari fungsi dari gen-gen tersebut.

Cekaman Kekeringan

Kekeringan adalah salah satu faktor yang menghambat pertumbuhan dan produksi tanaman termasuk padi. Kekeringan menyebabkan kerugian ekonomi yang nyata (Kalsim 2007). Kerugian akibat kekeringan ditaksir mencapai milyaran rupiah setiap tahunnya. Kerugian akibat kekeringan sangat bergantung pada genotipe yang digunakan, fase pertumbuhan dimana kekeringan terjadi, dan lama serta tingkat keparahan kekeringan (Setter et al. 1995). Fase generatif merupakan fase yang sangat sensitif terhadap kekeringan (Yue et al. 2006). Kekeringan yang terjadi pada fase generatif dapat menyebabkan berkurangnya jumlah malai dan hasil, bahkan dapat mengakibatkan puso.

Dalam beberapa tahun terakhir kasus kekeringan semakin sering terjadi akibat adanya perubahan iklim yang disebabkan oleh pemanasan global. Menurut prediksi menggunakan model perubahan iklim global berdasarkan data iklim dan produksi padi di Jawa dan bali 25 tahun terakhir mengindikasikan bahwa kekeringan akan semakin sering terjadi 50 tahun ke depan (Naylor et al. 2007). Oleh karena itu perakitan padi toleran kekeringan sangat penting untuk mengantisipasi fluktuasi iklim yang ekstrim.

Untuk dapat merakit padi toleran kekeringan diperlukan pemahaman yang komprehensif tentang mekanisme pengaturan sifat toleran kekeringan pada tanaman. Oleh karena itu kajian tentang mekanisme pengaturan sifat toleran kekeringan pada level molekuler sangat penting dilakukan. Data hasil kajian yang telah berhasil diperoleh hingga saat ini dapat dijadikan sebagai dasar di dalam upaya memahami sifat toleran kekeringan pada tanaman padi, dan juga pada


(36)

11

tanaman sereal lainnya. Tanaman toleran kekeringan adalah tanaman yang mampu hidup, tumbuh, dan memberikan hasil yang memuaskan pada kondisi air terbatas (Turner 1979, diacu dalam Fleury et al. 2010). Padi toleran kekeringan yang ideal adalah padi yang dalam kondisi tercekam kekeringan memberikan hasil yang tinggi dibandingkan padi lainnya (Fukai & Cooper 1995) atau memberikan hasil stabil dan mampu bertahan pada kondisi kekeringan (Price et al. 2002).

Mekanisme Toleran Kekeringan pada Tanaman

Tanaman tidak seperti makhluk hidup lain yang dapat bergerak atau berlari menghindar dari bahaya yang mengancam dirinya. Oleh karena itu untuk mengatasi cekaman lingkungan yang tidak menguntungkan, tanaman mengembangkan suatu mekanisme toleransi (Levit 1980; Mundree et al. 2002). Setiap tanaman memiliki kemampuan ini dengan derajat yang berbeda beda. Kemampuan tanaman dalam mengatasi cekaman lingkungan sangat dipengaruhi oleh mekanisme yang dimiliki tumbuhan untuk menghindari atau mengatasi cekaman yang dihadapinya dan tingkat keparahan cekaman.

Untuk dapat mengatasi cekaman lingkungan, tanaman memberikan tanggapan dan adaptasi melalui perubahan morfologi, fisiologi, biokimia dan perkembangan, termasuk menginduksi ekspresi gen dan sintesis sejumlah protein (Takahashi et al. 2000). Tanaman yang berada di bawah cekaman menunjukkan perubahan pada aktivitas enzim daun, akumulasi mRNA, fotosintesis, kandungan karbohidrat dan asam amino (Foyer et al. 1998).

Secara umum mekanisme yang dikembangkan oleh tumbuhan untuk mengatasi cekaman lingkungan (kekeringan) dikelompokkan ke dalam tiga kelompok (Levit 1980; Chaves et al. 2003), yaitu escape, penghindaran (avoidance), dan toleran. Mekanisme adaptasi tanaman ini tidak saling terpisah. Suatu tanaman dapat menggabungkan berbagai mekanisme yang berbeda untuk proses adaptasi terhadap cekaman (Ludlow 1989, diacu dalam Chavez et al. 2003).


(37)

12

Identifikasi Gen yang Terlibat dalam Mekanisme Toleran Kekeringan Salah satu kunci utama dalam pemuliaan tanaman toleran kekeringan adalah mengetahui gen-gen yang mengendalikan sifat toleran kekeringan. Diduga ada ratusan gen yang terlibat dalam mekanisme toleran kekeringan. Berbagai pendekatan telah dilakukan untuk mengidentifikasi gen responsif kekeringan, diantaranya adalah substractive hybridization (Ouvrard et al. 1996; Deokar et al. 2011), differential display RT-PCR (Medini et al. 2009), cDNA AFLP (Gao et al. 2009), dan DNA microarray (Seki et al. 2001; Seki et al. 2002; Rabbani et al. 2003; Lorenz et al. 2011).

Seki et al. (2001) mengamati 1300 gen Arabidopsis menggunakan cDNA microarray dan menemukan 40 gen terinduksi kekeringan, 14 diantaranya sudah pernah dilaporkan sebelumnya (rd29A/cor78, cor15a, kin1, kin2, rd17/cor47, erd10, dan rd20), sedangkan 30 sisanya belum diketahui fungsinya. Kemudian Seki et al. (2002) mengamati 7000 gen Arabidopsis lainnya dan menemukan 277 gen terinduksi kekeringan. Sebanyak 128 diantaranya ekspresinya hanya terinduksi oleh kekeringan, sedangkan sisanya diinduksi oleh kekeringan, salinitas, dan ABA. Rabbani et al. (2003) mengamati 1700 cDNA tanaman padi menggunakan cDNA microarray dan menemukan 67 gen terinduksi kekeringan, sebahagian diantaranya belum diketahui fungsinya. Akhir-akhir ini Gao et al. (2009) membandingkan ekspresi gen terinduksi kekeringan pada padi sawah dan padi gogo. Dari hasil kajian tersebut ditemukan bahwa ada 57 gen yang secara spesifik diekspresikan pada padi gogo dan 38 gen yang secara spesifik diekspresikan pada padi sawah mengindikasikan adanya ekspresi gen yang berbeda antara padi gogo dan padi sawah.

Berdasarkan pengaturan ekspresinya Shinozaki dan Yamaguchi-Shinozaki (1997) membagi gen terinduksi kekeringan ke dalam dua kelompok, yaitu yang ekspresinya diinduksi oleh ABA (ABA-dependent) dan tidak diinduksi ABA (ABA-independent). Berdasarkan fungsinya, Shinozaki dan Yamaguchi-Shinozaki (2007) membagi produk dari gen-gen ini ke dalam 2 grup, yaitu: protein fungsional dan protein regulator. Protein fungsional meliputi protein yang berperan dalam merespon kekeringan misalnya protein yang berperan sebagai protease, water channel atau transporter, enzim detoksifikasi, protein faktor


(38)

13

makromolekul, (LEA protein dan Chaperon), dan enzim kunci untuk biosintesa osmolit (prolin, gula). Protein regulator meliputi protein yang mengatur ekspresi gen lain, misalnya faktor transkripsi, protein kinase, dan protein yang mengatur biosintesa ABA. Menurut Cushman dan Bohnert (2000) setidaknya ada 8 kelompok gen responsif kekeringan berdasarkan fungsi gennya, yaitu yang berperan dalam sintesa osmoprotektan, reactive oxygen spesies (ROS), protein stres, ion atau proton transporter, protein yang mengendalikan status air sel, komponen sinyal, kontrol transkripsi, dan pengaturan pertumbuhan. Beberapa gen yang berperan dalam mekanisme toleran kekeringan disajikan pada Tabel 1.

Pada masa awal pengembangan tanaman toleran kekeringan, pendekatan yang digunakan adalah memanfaatkan atau meningkatkan ekspresi satu gen dengan fungsi tunggal seperti osmoprotektan, protein LEA, atau heat shock protein. Tanaman yang dihasilkan, berdasarkan pengamatan di Laboratorium atau di rumah kaca, memiliki ketahanan yang lebih baik dari tetuanya. Namun, hingga saat ini belum ada tanaman toleran kekeringan hasil rekayasa genetika yang telah berhasil dilepas secara komersial.

Karena kompleksnya sifat toleran kekeringan yang melibatkan banyak gen penting, rekayasa satu enzim atau protein kelihatannya tidak cukup untuk membantu tanaman menghadapi kondisi cekaman kekeringan (Nakashima & Yamaguchi-Shinozaki 2005; Bhatnagar-Mathur et al. 2008). Oleh karena itu akhir-akhir ini pengembangan padi toleran kekeringan dengan pendekatan rekayasa genetika diarahkan pada penggunaan faktor transkripsi yang mengendalikan sekaligus beberapa gen terkait toleran kekeringan (Bhatnagar-Mathur et al. 2008).

Faktor Transkripsi

Faktor transkripsi, disebut juga faktor pengikat sekuen DNA tertentu (sequence-specific DNA-binding factor), adalah suatu protein yang menempel pada urutan DNA tertentu dan mengatur proses transkripsi satu atau lebih gen. Sejak sekuen lengkap genom beberapa tanaman berhasil diungkap, faktor transkripsi dapat diidentifikasi dengan lebih mudah menggunakan kajian


(39)

14

Tabel 1 Gen yang terlibat dalam respon terhadap cekaman kekeringan dan fungsinya

Kelompok/ Fungsi

Kemungkinan mekanisme

Produk Gen

Osmo protektan Penyesuaian osmotic (osmotic adjustment); perlindungan atau stabilisasi membrane/ protein, pemusnah reactive (OH-)

•Asam amino (prolin, ektoin)

•Senyawa dimetil sulfonium (glisin betain, DMSP)

•Polyol (mannitol, D-ononitol, sorbitol)

•Gula (sucrose, trehalose, fruktan)

•Dadc (Capel et al. 2004),

ectABC (Nakayama et al. 2000), AtP5CS (Yamada

et al. 2005)

CMO (Shirasawa et al. 2006)

mtlD (Karakas et al. 1997), IMT1 (Sheveleva

et al. 1997)

OtsA, OtsB (Garg et al. 2002)

Reactive oxygen scavengers

Detoksifikasi spesies oksigen reaktif (ROS)

• Enzim (catalase, Fe/Mn superoxide dismutase, askorbat peroksidase, enzim siklus glutation, glutathione S-transferase, glutation peroksidase, gamma-glutamilsistein sintetase, alternative oksidase)

• Non enzim (askorbat, flavon, karotenoid, antosianin)

chlCU/ZN SOD (Chatzidimitriadou et al. 2009), PpAPX (Li et al. 2009), SOD, APX (Lu et al. 2010), Eltayeb et al. 2007)

Protein stres Stabilisasi protein, stabilisasi membrane, chaperon

Protein LEA (late embryogenesis abundant ); mis. dehidrin

HaDhn1,2 (Cellier et al. 1998), OsLEA3-1 (Xiao

et al. 2007) Status air Tingkah laku stomata,

pengaturan jumlah AQP pada tonoplas dan membrane plasma

Aquaporin atau lubang (channel) air

OsPIP2-2 (Guo et al. 2006)

Komponen sinyal

Transduksi sinyal yang dimediasi oleh sensor Ca 2+

Homolog histidin kinase (AtRR1/2), MAP kinase (PsMAPK, HOG), Ca /

fosforilasi

2+

SNF1/kinase, protein fosfatase (ABI1/2), system sinyal CAN/B,Ca

dependent protein kinase,

2+

inositol kinase sensor (SOS3),

OsMPK5 (Xiong & Yang 2003), OsSIK1 (Ouyang

et al. 2010).

Kontrol transkripsi

Pengaktifan transkripsi

Faktor transkripsi famili: APETELA2 (AP2), bZIP, zinc-finger, MYB, MYC, NAC,HD-Zip

OsDREB1 (Ito et al. 2006)

OsbZIP23 (Xiang et al. 2008)

WRKY11 (Wu et al. 2009),

OsMyb4 (Mattana et al. 2005)

SNAC1 (Hu et al. 2006)

•Hahb4 (Dezar et al. 2005a) Pengatur pertumbuh an Perubahan homeostasis hormon

Mengubah jalur biosintesis atau level konjugat ABA, sitokinin dan/atau brassinosteroid

ARR4 and ARR5 (Miyata

et al. 1998)


(40)

15

bioinformatik. Konsorsium faktor transkripsi tanaman, menggunakan data dari 50 spesies tanaman, memperkirakan tanaman mengandung ribuan faktor transkripsi yang dibagi ke dalam 58 famili berdasarkan struktur dari domain penempelannya (binding domain) (Zhang et al. 2011). Jumlah ini diperkirakan akan meningkat dimasa mendatang seiring dengan bertambahnya spesies tanaman yang dipelajari. Setiap tanaman memiliki komposisi faktor transkripsi yang berbeda. Arabidopsis, misalnya, diprediksi mengandung 2023 faktor transkripsi yang dikelompokkan ke dalam 58 famili. Sementara padi Japonica dan Indica diprediksi masing-masing mengandung 2438 dan 1943 faktor transkripsi yang dikelompokkan kedalam 56 famili. Setiap famili memiliki anggota yang bervariasi jumlahnya mulai dari puluhan hingga ribuan anggota dan baru sedikit yang sudah dipelajari. Dari 58 famili faktor transkripsi yang ada pada tanaman beberapa dilaporkan terkait dengan toleran kekeringan, yaitu famili AP2/ERF, C2H2 Zinc finger, NF-YA, bZip, NAC, MYB, WRKY, dan HD-Zip. Beberapa contoh anggota dari masing-masing famili dan fungsi yang diperankan terkait dengan toleran kekeringan disajikan pada Tabel 2.

Tabel 2 Contoh faktor transkripsi tanaman dan peranannya dalam respon kekeringan

Family Gen Mekanisme Pustaka

AP2/ERF DREB

CBF4 HARDY GmERF3 SHN1/WIN1

Biosintesa osmoprotectan, protein LEA, & pengaturan pertumbuhan

Pengaturan pertumbuhan Meningkatkan efisiensi penggunaan air (WUE) Biosintesa osmoprotektan Biosintesa lapisan lilin

Ito et al. 2006;

Lopato & Langridge 2011 Haake et al. 2002 Karaba et al. 2007 Zhang et al. 2009 Aharoni et al. 2004 C2H2 Zinc

Finger

dst Pengaturan stomata Huang et al. 2009 WRKY BhWRKY1 Signaling oligosakarida famili

rafinosa

Wang et al. 2009 NF-YA NFYA5 Pengaturan stomata Li et al. 2008,

Cominelli et al. 2010

MYB MYB96

AtMYB60

Pengaturan lapisan lilin kutikula

Pengaturan stomata

Seo et al. 2011 Cominelli et al. 2005

NAC SNAC

ONAC045

Pengaturan stomata Hu et al. 2006 Zheng et al. 2009

bZip PtrABF Scavenging ROS Huang et al. 2010

HD-Zip Hahb4 Pengaturan perpanjangan sel atau pertumbuhan


(41)

16

HD-Zip

HD-Zip atau homeodomain leucin zipper protein adalah faktor transkripsi yang unik pada tumbuhan. Protein HD-Zip memiliki ciri yang unik yaitu adanya homeodomain (HD) dan leucin zipper motif yang penting untuk proses pembentukan protein dimer. Homo ataupun heterodimerisasi protein diperlukan dalam proses pengikatan DNA. Faktor transkripsi HD-Zip ditemukan pada berbagai tumbuhan, mulai dari tumbuhan tingkat rendah lumut (Sakakibara et al. 2001), paku (Aso et al. 1999), hingga tumbuhan tingkat tinggi poplar (Populus tricocarpa) (Robischon et al. 2011), dari kelas monokotil seperti padi (Agalou et al. 2008) dan jagung (Whipple et al. 2011), maupun dikotil misalnya Arabidopsis (Henriksson et al. 2005), bunga matahari (Manavella et al. 2008), dan tumbuhan gurun Craterostigma plantagineum (Deng et al. 2002), tanaman C3 padi dan tanaman C4 jagung.

Pusat bioinformatik China memprediksi secara total ada 1419 gen dari famili HD-Zip pada tanaman yang sudah diidentifikasi (http://planttfdb.cbi. pku.edu.cn/

Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya pada berbagai tanaman menunjukkan gen HD-Zip memiliki fungsi yang sangat beragam (Tabel 3). Beberapa protein HD-Zip yang terkenal adalah GLABRA dari sub-famili IV dan PHABULOSA, CORONA dan REVOLUTA dari sub-famili III. Gen GLABRA penting dalam pembentukan trikoma (Rerie et al. 1994), sedangkan gen REVOLUTA, PHABULOSA dan CORONA berperan dalam perkembangan daun, jaringan pembuluh dan inisiasi jaringan meristem (Prigge et al. 2005). Akhir-akhir ini gen dari faktor transkripsi HD-Zip khususnya sub-famili I dan II banyak dipelajari terkait respon kekeringan. Pada tanaman gurun yang sangat ). Pada Arabidopsis thaliana, misalnya, terdapat 56 gen HD-Zip, kemudian pada bunga matahari ada 15, sedangkan pada padi Indica dan pada padi Japonica secara berturut-turut adalah 46 dan 61 (Zhang et al. 2011). Gen HD-Zip ini dibagi kedalam empat sub-famili (I-IV) berdasarkan empat kriteria, yaitu; (1) konservasi domain HD-Zip yang menggambarkan spesifisitas pengikatan DNA, (2) struktur gen, (3) motif conserved tambahan, dan (4) berdasarkan fungsinya (Ariel et al. 2007). Perbedaan struktur protein dari masing-masing sub-famili diilustrasikan pada Gambar 2.


(42)

17

toleran kekeringan Craterostigma plantagineum telah diisolasi 5 gen HD-Zip (CpHB3, 4, 5, 6, 7) responsif kekeringan (Deng et al. 2002). Sebelumnya, Frank et al. (1998) telah mengisolasi 2 gen HD-Zip (CpHB1 & 2) responsif kekeringan dari spesies yang sama. Namun, belum ada laporan lebih lanjut mengenai fungsi atau mekanisme toleran yang diperankan oleh masing gen HD-Zip ini dalam merespon kekeringan. Pada Arabidopsis 26 gen HD-Zip dari sub-famili I dan II telah berhasil diisolasi. Empat (AtHB5, 6, 7, dan 12) diantaranya responsif terhadap kekeringan. Kekeringan menurunkan ekspresi gen AtHB5 dan 6, dan sebaliknya meningkatkan ekspresi gen AtHB7 dan 12 (Ariel et al. 2007). Overekspresi gen AtHB7 dan 12 mengakibatkan tanaman menjadi lebih pendek karena panjang sel berkurang (Hjellstrom et al. 2003; Olsson et al. 2004), namun belum membuktikan bahwa gen AtHB7 dan 12 meningkatkan ketahanan terhadap kekeringan. Penelitian yang menunjukkan bahwa gen HD-Zip meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekurangan air dilaporkan oleh Dezar et al. (2005a) menggunakan gen Hahb-4 (HD-Zip sub-famili I) bunga matahari. Overekspresi Hahb-4 dengan promoter CaMV35S menyebabkan tanaman lebih toleran kekeringan dengan tingkat survival yang lebih tinggi dari tetuanya. Hal ini menunjukkan potensi pemanfaatan gen HD-Zip dalam perakitan tanaman toleran kekeringan di masa mendatang.

Pada tanaman padi gen HD-Zip baru dipelajari beberapa tahun terakhir ini. Hasil analisis in silico terhadap sekuen utuh genom padi yang dilakukan oleh Agalou et al. (2008) berhasil mengidentifikasi 26 gen HD-Zip sub-famili I dan II. Delapan (yaitu OsHox4, 6, 11, 19, 20, 22, 24, dan 27) dari 26 gen HD-Zip tersebut responsif kekeringan pada dua varitas padi Zhensan97 (padi sawah sensitif kekeringan) dan IRAT109 (padi gogo toleran kekeringan) berdasarkan hasil analisis ekspresi menggunakan real-time PCR. Overekspresi OsHox4 menggunakan promoter CaMV35S pada tanaman Arabidopsis dan padi meningkatkan ketahanan tanaman terhadap kekeringan. Namun, tanaman menjadi kerdil akibat ukuran sel yang pendek dan steril (Agalou et al. 2008). Hal ini mengindikasikan bahwa OsHox4 berperan dalam pemanjangan sel. Fungsi gen responsif kekeringan OsHox lainnya belum diketahui, sehingga analisis fungsi gen OsHox masih perlu dilakukan.


(43)

18

Gambar 2 Skema struktur protein unik dari setiap sub-famili HD-Zip. HD homeodomain, LZ leucin zipper, CPSCE asam amino konservatif Cys, Pro, Ser, Cys, Glu dengan sandi satu huruf, domain MEKHLA asam amino konservatif Met, Glu, Lys, His, Leu, Ala ,

N-term consensus ujung-N, SAD START-adjacent domain,

START (steroidogenic acute regulatory protein-related lipid transfer ( Ariel et al. 2007).

Tabel 3 Sub-famili HD-Zip dan fungsinya

Sub-famili Fungsi

HD-Zip I Respon terhadap cekaman abiotik , respon terdap ABA, de-etiolasi, sinyal cahaya biru

HD-Zip II Respon terhadap keadaan pencahayaan,toleran naungan (Shade avoidance), respon terhadap auxin

HD-Zip III Embriogenesis, pengaturan meristem, inisiasi organ lateral, polaritas daun, perkembangan jaringan pembuluh, transport auxin

HD-Zip IV Differensiasi sel epidermis, akumulasi antosianin, perkembangan akar, pembentukan trikom

Sumber: Ariel et al. 2007

Analisis Fungsi Gen

Tujuan jangka panjang dari proyek sekuensing genom adalah diketahuinya fungsi setiap gen yang ada di dalam genom dan bagaimana interaksinya dengan gen lain. Data ini sangat penting dalam memahami biologi tanaman pada level molekuler dan untuk memuliakan tanaman pada masa mendatang. Secara umum ada 2 pendekatan untuk melakukan analisis fungsi gen, yaitu dengan pendekatan forward dan reverse genetic (Peters et al. 2003). Forward genetic adalah pendekatan yang digunakan untuk mengidentifikasi gen yang bertanggung jawab menentukan fenotipe tertentu dalam suatu organisme. Sebaliknya reverse genetic meliputi pendekatan yang digunakan untuk mengetahui fenotipe dari suatu gen tertentu.


(44)

19

Forward genetic secara umum dilakukan untuk mengindentifikasi gen atau mutasi gen yang menentukan fenotipe mutan yang spesifik. Fenotipe mutan yang spesifik menjadi bahan dasar kajian dari forward genetic. Tanaman mutan diperoleh dari hasil mutasi alam atau mutasi buatan. Mutasi alam terjadi sangat jarang dan kemungkinannya sangat kecil sehingga untuk mendapatkan populasi mutan yang besar diperlukan induksi mutasi. Ada beberapa pendekatan yang digunakan untuk menginduksi mutasi pada tanaman, yaitu dengan menggunakan senyawa kimia (mis. EMS, NaN3

Secara ringkas tahapan yang dilakukan untuk mengidentifikasi gen menggunakan teknik map-based cloning atau disebut juga positional cloning adalah; (1) membuat populasi mapping yang besar dengan menyilangkan tanaman mutan dengan tipe liarnya, (2) mengidentifikasi marka yang bertautan (linkage) erat dengan gen target, (3) mengidentifikasi pustaka YAC (yeast artificial chromosom) atau BAC (bacterial artificial chromosom) yang berhibridisasi dengan pelacak marka, (4) membuat atau mencari marker baru dari YAC atau BAC (biasanya sekuen dari ujung klon) yang berkosegregasi dengan gen target, (5) skrining ulang (jika diperlukan) dari klon YAC atau BAC yang berbeda untuk memperoleh marker yang berkosegregasi dengan gen target, (6) mengidentifikasi kandidat gen dari klon BAC atau YAC yang berkosegregasi dengan gen target, (7) melakukan komplementasi genetika, dengan transformasi kandidat gen ke

), radiasi ion (mis. sinar gamma), transformasi T-DNA atau dengan penyisipan transposon (Ramachandran & Sundaresan 2001; Walden 2002; Kim et al. 2006; Al-Qurainy & Khan 2009; Suprasanna et al. 2009). Identifikasi gen dari mutan hasil induksi dengan senyawa kimia atau iradiasi sinar gamma membutuhkan proses yang panjang dan memerlukan waktu dan tenaga yang banyak karena harus menggunakan teknik map-based cloning (Peters et al. 2003). Sebaliknya, identifikasi gen pada mutan yang diperoleh dengan transformasi T-DNA dan penyisipan transposon lebih mudah dan cepat dengan menggunakan sequen yang ada pada daerah T-DNA atau transposon sebagai pelacak. Namun, keberhasilan insersi T-DNA dan transposon biasanya tergantung pada genotipe tanaman yang digunakan dan hanya dapat dilakukan pada tanaman dimana sistem transformasinya sudah dikuasai dengan baik (Gepts et al. 2008).


(45)

20

tanaman mutan, untuk memulihkan fenotipe tipe liar, dan terakhir (8) menyekuen gen dan mengidentifikasi sekuen untuk menentukan fungsinya (McClean 1998).

Saat ini banyak teknik yang dikembangkan untuk memudahkan identifikasi gen pada tanaman menggunakan pendekatan insertional mutagenesis. Beberapa dari teknik tersebut adalah T-DNA tagging, transposon tagging, retrotransposon tagging, activation tagging, dan entrapmen tagging. Masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan (Jeon & An 2001; Ramachandran & Sundaresan 2001). DNA tagging atau gene tagging secara sederhana dapat diartikan sebagai penandaan atau pelabelan gen sehingga mudah dilacak. Pada dasarnya tahapan yang dilakukan untuk mengidentifikasi gen pada mutan hasil insertional mutagenesis adalah sama meskipun teknik insertional mutagenesis yang dipilih berbeda. Tahapan yang dilakukan meliputi (1) pembentukan populasi mutan yang besar menggunakan teknik transformasi tanaman, (2) karakterisasi molekuler mutan untuk mencari galur-galur dengan satu salinan, (3) penapisan galur mutan stabil dengan teknik PCR, (4) penapisan galur stabil dengan fenotipe yang diharapkan, (5) isolasi sekuen DNA yang mengapit daerah yang diberi label (mis. dengan thermal asymmetric interlaced (TAIL) PCR, adapter-ligated PCR, inverse PCR, atau plasmid rescue), (6) Sekuensing DNA yang mengapit daerah yang diberi label dan identifikasi sekuen untuk menentukan fungsinya dengan studi bioinformatik (Vandenbusschea et al. 2003).

Pendekatan reverse genetic memanfaatkan data yang ada di pangkalan data hasil proyek sekuen genom, EST, atau transcript profiling. Reverse genetic dimulai dengan pemilihan gen target kemudian melihat pengaruh yang ditimbulkan terhadap fenotipenya akibat perubahan yang dibuat pada gennya. Secara umum pendekatan yang digunakan untuk mempelajari fungsi gen secara reverse genetika terdiri dari beberapa percobaan; (1) menghilangkan fungsi (loss of function) gen target, (2) meningkatkan fungsi (gain of function) gen target, (3)

tracking dan (4) kajian ekspresi

Percobaan untuk menghilangkan fungsi suatu gen melibatkan pembuatan atau manipulasi DNA secara in vitro dengan teknik tertentu sehingga gen tersebut menjadi tidak fungsional. Dalam menghilangkan fungsi suatu gen dikenal istilah


(46)

21

knockout dan silencing gen. Knockout gen menghilangkan fungsi gen dengan mengubah suatu sekuen gen menjadi tidak aktif sedangkan silencing gen menghilangkan fungsi gen dengan menghambat proses transkripsinya (Thorneycroft et al. 2001). Knockout dapat dilakukan diantaranya dengan insersi T-DNA atau transposon (Thorneycroft et al. 2001), sedangkan silencing dapat dilakukan dengan teknik RNAi (Kusaba 2004). Konstruk gen dari hasil modifikasi ditransformasikan kembali ke dalam genom tanaman untuk melihat pengaruhnya pada fenotipe yang dikendalikan.

Kegiatan meningkatkan fungsi (gain of function) suatu gen adalah kebalikan dari loss of function. Kegiatan ini biasanya diparalelkan dengan loss of function untuk mendapatkan data atau hasil yang lebih komprehensif. Prosesnya sama seperti loss of function hanya konstruknya dirancang untuk meningkatkan fungsi gen. Umumnya dengan menambah ekstra salinan gen disertai dengan penggunakan promoter yang lebih kuat (Lloyd 2003; Cho & Hong 2006)

Tracking dilakukan untuk menggali informasi tentang lokalisasi dan interaksi protein terkait. Salah satu cara untuk melakukan ini adalah menggabungkan sekuen gen aslinya dengan gen pelapor misalnya green fluorescent protein (GFP) yang memudahkan visualisasi produk modifikasi genetika dalam sel atau jaringan tanaman (Boulin et al. 2006; Ko et al. 2007).

Kajian ekspresi bertujuan mengetahui dimana dan kapan protein tertentu dihasilkan. Dalam melakukan penelitian ekspressi gen, promoter gen target difusikan dengan suatu gen pelapor (mis. gus, atau GFP) dan ditransformasikan kembali ke dalam sistem tanaman. Expresi gen kemudian diamati pada berbagai sel atau jaringan, pada tahap pertumbuhan tertentu, atau pada kondisi lingkungan tertentu (Boulin et al. 2006; Ko et al. 2007).

Transformasi Genetika Tanaman

Transformasi genetika tanaman adalah salah satu teknik yang sangat penting dalam penelitian biologi molekuler dan pemuliaan tanaman. Transformasi genetika memungkinkan pemindahan dan penyisipan satu atau beberapa DNA/gen dari berbagai sumber (bakteri, fungi, hewan dan tumbuhan) ke dalam suatu genom tanaman. Teknik transformasi genetika pada tanaman secara umum dibagi ke


(47)

22

dalam 2 kelompok, yaitu teknik transformasi langsung (penembakan DNA, elektroporasi, mikroinjeksi, dan PEG), dan dengan bantuan bakteri Agrobacterium

(Jahne et al. 1995; Komari et al. 1998; Tzfira & Citovsky 2006). Teknik transformasi secara langsung dapat diaplikasikan pada berbagai jenis tanaman, namun cenderung menyisipkan gen dengan jumlah salinan banyak pada satu lokus

(Dai et al. 2001). Hal ini menyebabkan tingginya DNA rearrangement (penyusunan kembali) atau pembungkaman gen, sehingga dapat menimbulkan kesalahan dalam interpretasi data (Kohli et al. 1998; Reddy et al. 2003). Transformasi Agrobacterium merupakan teknik yang paling umum digunakan saat ini, karena memiliki kelebihan antara lain tidak memerlukan peralatan yang mahal, dapat diaplikasikan secara luas baik pada kelompok tanaman dikotil maupun monokotil, pola integrasi DNA lebih mudah diprediksi dan yang paling penting adalah kemungkinan untuk mendapatkan tanaman dengan satu salinan gen sangat tinggi (Roy et al. 2000; Dai et al. 2001). Tanaman homozigot dengan satu salinan gen sangat penting didalam pemuliaan tanaman dan kajian fungsi gen karena tanaman dianggap sudah stabil dan lebih mudah dalam interpretasi datanya.

Secara alami Agrobacterium tumefaciens adalah bakteri patogen tanah yang dapat menyebabkan penyakit tumor pada tumbuhan dari kelas dikotiledoneae. Dalam sistematika mikroorganisme Agrobacterium diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom

Phylum

Class

Ordo

Famili

Genus : Agrobacterium

Tumor disebabkan oleh suatu plasmid Agrobacterium yang sangat besar yang kemudian disebut dengan plasmid Ti (Tumor inducing). Plasmid Ti mengandung T-DNA yang diapit oleh 23 pasang sekuen basa berulang dan satu set gen virulen (virA, virB, virC, virD, virE, virG, dan virH) yang diperlukan


(48)

23

untuk mengangkut T-DNA dari sel bakteri dan menyisipkannya ke dalam genom tanaman. T-DNA mengandung gen penyandi senyawa opine (octopin, nopalin, atau leucinopin) yang diperlukan oleh Agrobacterium dan gen penyandi hormon pertumbuhan tanaman yang mengakibatkan pertumbuhan sel tidak terkendali dan membentuk tumor. Proses transfer gen oleh Agrobacterium sudah banyak diulas sebelumnya diantaranya oleh Sheng dan Citovsky (1996) dan Tinland (1996).

Hasil penelitian sebelumnya yang menunjukkan bahwa T-DNA dapat dipisahkan secara fisik dari gen virulen menjadi dua plasmid yang terpisah yang kemudian dikenal dengan sistim biner (Hoekema et al. 1984). Sifat onkogenik tetap terpelihara selama kedua plasmid berada di dalam Agrobacterium yang sama. Selanjutnya setiap DNA asing yang disisipkan ke dalam T-DNA dapat ditransfer ke dalam sel tanaman. Hal ini sangat menguntungkan karena plasmid lebih kecil dan mudah dimanipulasi. Selanjutnya onkogen dapat dihilangkan dari T-DNA agar tanaman tumbuh normal, dan situs restriksi unik ditambahkan untuk memudahkan penyisipan gen asing (Riva et al. 1998; Lee & Gelvin 2008).

Transformasi Agrobacterium kemudian digunakan secara luas pada tanaman dikotil, namun tidak pada monokotil karena tanaman dari kelompok ini bukan inang dari Agrobacterium. Keberhasilan transformasi dari kelompok monokotil pertama kali dilaporkan oleh Hiei et al. (1994) pada tanaman padi Japonica kultivar Tsukinohikasi, Asanohikari, dan Koshihikari. Dari berbagai eksplan yang diuji, kalus embriogenik dari skutellum umur tiga hari adalah bahan yang paling sesuai untuk infeksi Agrobacterium. Kalus diko-kultivasi dengan A. tumefaciens strain LBA4404 dan EHA101, masing-masing mengandung plasmid pTOK233 atau pIG121Hm, selama tiga hari pada media mengandung 100 µM asetosyringon. Plasmid pTOK233 dan pIG121Hm masing-masing mengandung gen penanda gus dan penyeleksi hpt. Hasil analisis berdasarkan gen β-glucuronidase (gus) dan gen penyeleksi hygromycin phosphotransferase (hpt) pada tanaman transgenik R1 dan R2 menunjukkan integrasi, ekspresi, dan pewarisan gen yang stabil (Hiei & Komari 1996). Meskipun efisiensi transformasi Agrobacterium masih dianggap rendah pada saat itu dan sulit untuk padi Indica, penelitian ini telah menginspirasi peneliti untuk meningkatkan efisiensi transformasi pada tanaman padi. Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transformasi pada tanaman banyak


(49)

24

dipelajari, diantaranya pengaruh genotipe tanaman, strain Agrobacterium, plasmid, senyawa penginduksi gen virulen (vir), komposisi media, dan jaringan yang digunakan (Opabode 2006). Faktor lain yang juga penting menentukan keberhasilan transformasi tanaman adalah perlakuan osmotik pada eksplan, lama ko-kultivasi, kerapatan A. tumefaciens, pengeringan eksplan, perlakuan antinekrotik, suhu selama ko-kultivasi, penambahan surfaktan, media inokulasi dan ko-kultur, antibiotik dan agen penyeleksi yang digunakan. Saat ini transformasi tanaman padi Japonica sangat mudah dilakukan dengan efisiensi transformasi yang tinggi. Selanjutnya protokol transformasi untuk tanaman padi Indica juga sudah tersedia (Toki 1997; Saharan et al. 2004; Lin & Zhang 2005; Hiei & Komari 2006). Sejumlah sifat agronomi penting telah ditransformasi ke dalam genom tanaman padi dengan bantuan Agrobacterium untuk meningkatkan ketahanan cekaman biotik dan abiotik, dan meningkatkan kualitas nutrisinya (Roy et al. 2000).

Higga saat ini Agrobacterium masih dianggap sebagai satu-satunya genus bakteri yang mampu melakukan transfer gen ke dalam genom tanaman dan digunakan secara luas pada tanaman termasuk padi. Namun, kebanyakan teknologi yang terlibat di dalamnya dilindungi oleh paten di berbagai belahan dunia, yang kebanyakan dipegang oleh perusahaan multi nasional. Hal ini dapat menjadi kendala dalam pemanfaatan teknik ini untuk pemuliaan tanaman (Jambresic 2005), sehingga ada upaya untuk mencari bakteri alternatif selain Agrobacterium.

Adanya kenyataan bahwa gen virulen dan T-DNA yang terlibat dalam transfer gen tidak dipatenkan kemudian dimanfaatkan untuk merekayasa bakteri selain Agrobacterium untuk digunakan sebagai agen transfer gen. Ide ini pertama kali direalisasikan oleh Broothaerts et al. (2005) yang merekayasa bakteri dari golongan Rhizobia agar dapat dimanfaatkan sebagai agen transfer gen. Bakteri yang tergolong ke dalam kelompok Rhizobia adalah bakteri tanah yang sudah lama dikenal berasosiasi dengan tanaman membentuk bintil akar yang penting untuk proses fiksasi nitrogen dari udara (Weir 2011). Contoh bakteri yang tergolong ke dalam kelompok Rhizobia adalah Rhizobium, Mesorhizobium,


(50)

25

Ensifer/Shinorhizobium, dan Bradyrhizobium. Semua masuk dalam famili Rhizobiaceae.

Proses transfer gen yang terjadi pada Rhizobia hasil rekayasa adalah dengan melibatkan gen virulen dan T-DNA dari Agrobacterium (Broothaerts et al. 2005). Ti plasmid dimodifikasi sehingga lebih mudah dimobilisasikan ke berbagai genus Rhizobia termasuk Rhizobium, Sinorhizobium dan Mesorhizobium. Bakteri ini kemudian diuji dengan mentransformasikannya ke tiga tanaman model dari latar belakang genetika yang berbeda, yaitu padi, tembakau dan Arabidopsis. Ketiga spesies ini mampu melakukan transfer gen pada ketiga tanaman model meskipun dengan efisiensi yang rendah. Efisiensi transformasi padi dengan S. meliloti hanya 0.6% berdasarkan uji GUS dibandingkan dengan 50-80% menggunakan Agrobacterium. Optimasi transformasi dengan memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan transformasi pada tanaman perlu dilakukan untuk meningkatkan efisiensi transformasi tanaman dengan bantuan Rhizobia. Frekuensi yang rendah transformasi Agrobacterium pada beberapa spesies atau kultivar yang sulit, secara perlahan dapat ditingkatkan dengan manipulasi pada 20 tahun yang lalu (Gelvin 2005). Hingga saat ini informasi tentang penggunaan bakteri selain Agrobacterium sebagai agen transfer masih sangat terbatas.


(51)

III. ANALISIS KOMPARATIF TRANSFORMASI GENETIKA

PADI MENGGUNAKAN AGROBACTERIUM

TUMEFACIENS DAN RHIZOBIUM LEGUMINOSARUM

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan teknik transformasi Rhizobium dengan teknik transformasi yang paling banyak digunakan saat ini, yaitu transformasi Agrobacterium, pada tiga kultivar padi Ciherang (Indica), Nipponbare (Japonica), and Rojolele (Javanica). Kalus umur 6 hari yang diinduksi dari embrio padi masak susu (immature) diko-kultivasi dengan Rhizobium leguminosarum bv trifolii ANU845 dan Agrobacterium tumefaciens LBA288 yang membawa plasmid pCAMBIA 5106. Plasmid pCAMBIA 5106 ini mengandung satu set minimal gen virulen dan T-DNA yang penting dalam proses transfer gen. Didalam T-DNA terdapat gen GUSPlus dan gen hpt masing-masing dikendalikan oleh promoter CaMV 35S. Hasil penelitian menunjukkan bahwa efisiensi transformasi (jumlah tanaman PCR positif hpt dibagi jumlah kalus yang diinokulasi) bervariasi antara 1,14 hingga 12,05% tergantung pada genotipe dan bakteri yang digunakan. Efisiensi transformasi dan regenerasi tertinggi (12,05% dan 59,38%) diperoleh pada Ciherang yang ditransformasi dengan R. leguminosarum. Hampir semua tanaman transgenik yang diperoleh baik hasil transformasi dengan Agrobacterium maupun Rhizobium secara morfologi normal dan fertil. Integrasi, ekspresi dan pola pewarisan gen dibuktikan dengan analisis molekuler dan genetika pada tanaman T0 dan T1.

Kata Kunci: Rhizobium leguminosarum, padi, embrio padi masak susu, Agrobacterium tumefaciens

Abstract

This study was aimed to study the effectiveness of Rhizobium transformation system compared to the most widely used Agrobacterium mediated transformation system on three rice cultivars, Ciherang (Indica), Nipponbare (Japonica), and Rojolele (Javanica). Six day old calli induced from immature embryos were inoculated with Rhizobium leguminosarum bv trifolii ANU845 and Agrobacterium tumefaciens LBA288 that harbored with pCAMBIA 5106. pCAMBIA 5106 is a cointegrate plasmid that contains a minimum set of transfer machinery genes and had a GUSPlus and an hpt gene driven by 35S CaMV promoter in the T-DNA. The results showed that the transformation frequencies (number of PCR positive plants per number of calli inoculated) ranging from 1,14 to 12.05 % depend on the genotype and transfer agent used. The highest transformation and regeneration frequency (12.05% and 59.38% respectively) was obtained in Ciherang transformed with R. leguminosarum. Most of the transgenic rice obtained by Rhizobium transformation were normal in morphology and fertile similar to those obtained by Agrobacterium transformation. Integration, expression and inheritance of transgenes were demonstrated by molecular and genetic analysis in T0 and T1 generations.

Keywords: Rhizobium leguminosarum, rice, immature embryos, Agrobacterium tumefaciens


(52)

28

Pendahuluan

Transformasi Agrobacterium adalah teknik yang paling banyak digunakan saat ini karena memberikan peluang yang tinggi untuk memperoleh tanaman dengan salinan gen tunggal. Tanaman transgenik yang memiliki satu salinan gen sangat penting untuk memudahkan analisis fungsi gen. Namun, metode transformasi dengan Agrobacterium pada tanaman dilindungi oleh ratusan paten di berbagai belahan dunia (Rodriguez & Nottenburg 2003; Chilton 2005; Nottenburg & Rodriguez 2007). Paten-paten ini umumnya dipegang oleh perusahaan multinasional, sehingga menghambat pemanfaatan teknologi ini untuk pengembangan pertanian terutama bagi negara-negara berkembang. Oleh karena itu, untuk menghindari paten pada metode transformasi Agrobacterium, penggunaan bakteri selain Agrobacterium akan sangat membantu upaya perbaikan genetika tanaman di masa mendatang.

Keberhasilan penggunaan bakteri selain Agrobacterium (Rhizobium spp NGR234, Shinorhizobium meliloti, dan Mesorhizobium loti) sebagai agen transformasi untuk pertama kalinya dilaporkan oleh Broothaerts et al. (2005) pada tanaman model Arabidopsis thaliana, tembakau, dan padi dengan efisiensi transformasi yang rendah. Wendt et al. (2010) melaporkan keberhasilan ketiga Rhizobia ini melakukan transfer gen pada tanaman kentang dengan efisiensi transformasi bervariasi antara 1,86-5,85%. Rhizobia sudah lama dikenal berinteraksi dengan tanaman. Rhizobia adalah sekelompok bakteri tanah yang membentuk suatu simbiosis mutualisme berupa nodul atau bintil akar untuk mengikat nitrogen (N2) bebas dari udara dan mengubahnya menjadi ammonia

(NH4) dan ion nitrat (NO3-)yang berguna untuk tanaman. Bakteri simbiotik ini

telah direkayasa untuk membuat mereka mampu melakukan transfer gen.

Proses transfer gen pada Rhizobia terjadi dengan memanfaatkan sekelompok gen virulen dari plasmid extrakromosom Ti (Tumor-inducing) yang telah dimodifikasi. Gen-gen virulen ini berperan penting dalam proses penyisipan T-DNA ke dalam inti sel tanaman. Spesies Rhizobia hasil modifikasi genetika ini mampu melakukan transfer gen pada ketiga tanaman model yang digunakan, meskipun efisiensi transformasinya rendah. Efisiensi transformasi padi


(53)

29

menggunakan S. meliloti, misalnya, hanya 0,6% (dibandingkan dengan 50-80% dengan Agrobacterium). Perbaikan faktor–faktor yang mempengaruhi keberhasilan transfer dan integrasi T-DNA ke dalam genom tanaman, seperti: eksplan, vektor-plasmid, strain bakteri, senyawa fenolik sintetik penginduksi gen virulen, komposisi media kultur, eliminasi bakteri pasca infeksi, dan pengeringan eksplan (Roy et al. 2000; Opabode 2006), mungkin dapat meningkatkan efisiensi transformasi. Efisiensi transformasi Agrobacterium yang rendah pada banyak jenis tanaman yang sulit ditransformasi meningkat secara substansial selama 20 tahun terakhir dengan memanipulasi faktor-faktor tersebut (Gelvin 2005).

Pada penelitian ini dua sistim transformasi, yaitu Agrobacterium dan Rhizobium, dibandingkan. Penelitian ini dimaksudkan untuk mengevaluasi efisiensi Rhizobium dalam mentransfer gen ke dalam genom tanaman padi dan membandingkannya dengan Agrobacterium tumefaciens. Untuk tujuan tersebut penelitian ini difokuskan pada efisiensi regenerasi dan transformasi masing-masing sistem, ekspresi gen target, kecenderungan jumlah salinan gen, pola pewarisan gen, dan penampilan morfologi dan fertilitas tanaman.

Bahan dan Metode

Bahan Tanaman dan Induksi Kalus

Benih padi varietas Ciherang, Rojolele, dan Nipponbare ditanam di rumah kaca. Kalus berumur enam hari yang diinduksi dari embrio padi masak susu (10-12 hari setelah antesis) digunakan untuk bahan transformasi. Benih dikupas dan disterilisasi dengan 70% etanol selama satu menit dilanjutkan dengan 2,5% larutan natrium klorida (NaClO) yang mengandung setetes Tween 20 selama 15 menit. Benih kemudian dicuci beberapa kali dengan air steril untuk menghilangkan larutan NaClO. Embrio dikeluarkan dengan menekan benih menggunakan pinset steril dalam laminar, selanjutnya ditanam pada media induksi kalus (Tabel 4) dan disimpan pada kondisi gelap selama 6 hari.


(54)

30

Strain Bakteri dan Plasmid

Agrobacterium tumefaciens LBA288 (pCAMBIA5106), Rhizobium leguminosarum bv trifolii ANU845 (pCAMBIA5106), dan Agrobacterium tumefaciens LBA288 (pCAMBIA0105), diperoleh dari CAMBIA Australia. Agrobacterium tumefaciens strain LBA288 adalah strain avirulen yang tidak memiliki plasmid Ti. Plasmid pCAMBIA0105 adalah plasmid biner yang memiliki gen GUSPlus dan hpt di dalam T-DNA. Agrobacterium tumefaciens LBA288 membawa vektor pCAMBIA0105 digunakan sebagai kontrol negatif untuk transfer DNA. Plasmid pCAMBIA 5106 adalah plasmid cointegratif yang memiliki satu set minimum gen vir dan T-DNA. Pada daerah T-DNA terdapat gen pelapor GUSPlus yang memiliki intron, dan gen penyeleksi hpt (Gambar 3).

Transformasi dan Regenerasi

Transformasi dan regenerasi kalus Ciherang dilakukan mengikuti Hiei dan Komari (2006) dengan beberapa modifikasi. Sedangkan transformasi dan regenerasi Rojolele dan Nipponbare dilakukan seperti yang dijelaskan oleh Slamet-Loedin et al. (1996) dan Hiei et al. (1994) dengan beberapa modifikasi. Agrobacterium atau Rhizobium dibiakkan selama 3 hari pada media LB atau YM yang mengandung antibiotik rifampisin 20 mgL-1 dan kanamisin 50 mgL-1, pada suhu 28 oC. Bakteri disuspensi dalam media infeksi R2 yang mengandung 0,5 mM acetosyringone hingga mencapai OD600 0,275. Setiap kalus ditetesi 5μl

suspensi bakteri selanjutnya disimpan pada kondisi gelap. Enam hari kemudian kalus dipindahkan ke media seleksi yang sesuai mengandung higromisin 50 mgL-1 dan antibiotik cefotaksim 100 mgL-1 dan timentin 150 mgL-1 (Tabel 4). Kalus tahan higromisin diregenerasikan pada media regenerasi yang sesuai (Tabel 4). Planlet dipindahkan ke media ½MS yang diperkaya dengan 1 mgL-1 NAA untuk memperbaiki perakaran.

Uji GUS

Uji histokimia GUS pada kalus 6-hari setelah ko-kultivasi dan daun tanaman transgenik dilakukan seperti yang dijelaskan sebelumnya oleh Hiei et al. (1994).


(1)

Media Regenerasi RNM Ciherang

Media Dasar N6 +CEH

+Prolin +Glutamin +Maltose +NAA +BA

+Agarose Type I

500 500 300 30 1 3 4

mg/L mg/L mg/L g/L mg/L mg/L g/L

pH 5.8 Media Pertumbuhan

Plantlet

Media Dasar ½ MS +Sukrosa

+NAA +Hygromisin +Phytagel

10 1 30 2,5

g/L mg/L mg/L g/L


(2)

LARUTAN STOK MEDIA DASAR NB N6-Macro I KNO

(NH

3 4)2SO

KH

4 2PO

MgSO

4 4.7H2

28.3

O

4.63 4.00 1.85

g/L g/L g/L g/L N6-Macro II CaCl2.2H2O 1.66 g/L

B5-Vitamins Myo-inositol Thiamine-HCl Nicotinic Acid Pyridoxine HCl

10 1.00 0.100 0.100

g/L g/L g/L g/L

MS-FeNaEDTA FeNaEDTA 3.67 g/L

B5-Micro MnSO4.H2

KI

O H3BO

ZnSO

3 4.7H2

CuSO

O Na

4

2MoO4.2H2

CoCl

O

2.6H2

1000

O

75 300 200 2.5 25 2.5

mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml

LARUTAN STOK MEDIA DASAR R2 R2-Macro I KNO

(NH

3 4)2SO

NaH

4 2PO4.H2

MgSO

O

4.7H2

40.0

O

3.30 3.12 2.46

g/L g/L g/L g/L R2-Macro II CaCl2.2H2O 1.46 g/L

R2-Vitamins Thiamine-HCl 0.040 g/L R2-FeNaEDTA FeSO4.7H2

Na

O

2EDTA.2H2

1.25

O 0.177

g/L R2-Micro MnSO4.H2

H

O

3BO

ZnSO

3 4.7H2

CuSO

O

4.5H2

Na

O

2MoO4.2H2

160

O

283 220 19.5 12.5

mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml


(3)

MS-Macro I KNO NH 3 4NO KH 3 2PO MgSO 4 4.7H2

19.0 O 16.5 1.70 3.70 g/L g/L g/L g/L MS-Macro II CaCl2.2H2O 4.40 g/L

LS-Vitamins Myo-inositol Thiamine-HCl

10 0.040

g/L g/L

MS-FeNaEDTA FeNaEDTA 3.67 g/L

MS-Micro MnSO4.H2

KI

O H3BO

ZnSO

3 4.7H2

CuSO

O

4.5H2

Na

O

2MoO4.2H2

CoCl

O

2.6H2

1690 O 83 620 860 2.5 25 2.5 mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml

LARUTAN STOK MEDIA DASAR MS MS-Macro I KNO

NH 3 4NO KH 3 2PO MgSO 4 4.7H2

19.0 O 16.5 1.70 3.70 g/L g/L g/L g/L MS-Macro II CaCl2.2H2O 4.40 g/L

B5-Vitamins Myo-inositol Thiamine-HCl Nicotinic Acid Pyridoxine HCl 10 1.00 0.100 0.100 g/L g/L g/L g/L

MS-FeNaEDTA FeNaEDTA 3.67 g/L

MS-Micro MnSO4.H2

KI

O H3BO

ZnSO

3 4.7H2

CuSO

O

4.5H2

Na

O

2MoO4.2H2

CoCl

O

2.6H2

1690 O 83 620 860 2.5 25 2.5 mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml


(4)

LARUTAN STOK MEDIA DASAR N6

N6-Major 1 KNO3 141.5 g/L

N6-Major 2 MgSO4.7H2

(NH

O

4)2SO

18.5

4 46.3

g/L g/L

N6-Major 3 KH2PO4 40 g/L

N6-Major 4 CaCl2.2H2O 16.6 g/L

B5-Minor 1 FeSO4.7H2

Na

O

2

2.78

EDTA 3.73

g/L g/L B5-Minor 2 MnSO4.4H2

ZnSO

O

4.7H2

H

O

3BO

1

3

0.2 0.3

g/L g/L g/L

B5-Minor 3 KI 0.075 g/L

B5-Minor 4 CuSO4.5H2

Na

O

2MoO4.2H2

CoCl

O

2.6H2

0.0025 O

0.025 0.0025

g/L g/L g/L B5-Vitamins Thiamine

Pyridoxine Nicotinic Acid Myo-inositol

200 20 20 2000

mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml mg/100 ml


(5)

Media Bakteri YM Mannitol

Yeast Extract K2HPO

KH

4 2PO

NaCl

4

MgSO4.7H2

Bacto Agar O

10 400 25 100 25 50 15

g/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L g/L

pH 6.8 LB Tryptone

Yeast Extract NaCl

Bacto Agar

10 5 5 15

g/L g/L g/L g/L


(6)

Lampiran 3

Larutan Yoshida (Modifikasi)

Stock Bahan g 1L-1 g 10L-1 Original Yoshida 1

2 3 (a) (b) 4 5 6 (a) (b) (c) (d) (e) 7 or 8 9 10

NH4NO

K

3 2SO

KH

4 2PO

K

4 2HPO

CaCl

4 2. 6H2

MgSO 0

4.7H2O

Minor Nutrients MnCl2.4H2

(NH

0

4) 6. Mo7O24.4H2

H

O

3BO

ZnSO

3 4.7H2

CuSO

O

4.5H2O

FeNaEDTA* FeSO4

91.4

(made fresh)

97.8 29.0 8.0 175 324

1.5 0.074 0.93 0.035 0.03 10.5 2.5

914 978 290 80 1750 3240

15.0 0.74 9.34 0.35 0.31

25.0

Same 714 g / 10L

NaH2PO4.2H2  403 g /10L

O = CaCl2

Same

= 886g/10L

Same Same Same Same Same -- --

FeCl3.6H2

Citric acid (mono-hydrate) =119 g/10L

O = 77g/10L

*to be replaced regularly

1.25ml each stock solution per 1 culture solution pH 4.5 with nitric acid

For modified Yoshida : Stock no. 6 a, b, c, d, and e are dissolve separately (may be in dilute H2SO4

For Original Yoshida : Stock no. 6 a, b, c, d, e, 9 and 10 are dissolve separately ; then combine with 500 ml of Conc. H

); then combine and make up the 10 litre volume with distilled water

2SO4. Make up the 10 litre volume with distilled water