Kendali Mutu Daun Sambiloto (Andrographis paniculata) Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan Pola secara Kemometrik

i

KENDALI MUTU DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata)
MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN TEKNIK
PENGENALAN POLA SECARA KEMOMETRIK

ANITA PURNAMASARI

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kendali Mutu Daun

Sambiloto (Andrographis paniculata) Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik
Pengenalan Pola Secara Kemometrik adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Anita Purnamasari
NIM G44090077

iv

v

ABSTRAK
ANITA PURNAMASARI. Kendali Mutu Daun Sambiloto (Andrographis
paniculata) Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan Pola Secara
Kemometrik. Dibimbing oleh RUDI HERYANTO dan YENI HERDIYENI.

Mutu tanaman obat sangat berpengaruh pada mutu produk obat. Untuk
menjaga mutu dan keamanan obat diperlukan analisis kendali mutu. Penelitian ini
bertujuan memanfaatkan pencitraan spektral sebagai metode untuk kendali mutu
daun sambiloto dengan melihat keragaman mutu berdasarkan umur tanaman dan
dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola (PCA dan PLSDA). Analisis
kromatografi lapis tipis menunjukkan perbedaan mutu senyawa aktif sambiloto
umur 1, 2, dan 3 bulan. Model standar dan polinomial terbaik menggunakan
estimasi Wiener adalah citra 97 warna dan 46 daun tanaman obat dan polinomial
orde 2. Nilai root mean square error (RMSE) dan goodness of fit coefficient
sebesar 15.21% dan 0.8079. Model PCA menghasilkan nilai PC1 98% dan PC2
1%. Analisis PLSDA menghasilkan 3 model, yaitu model umur 1 bulan (R2
kalibrasi= 0.8640, R2 prediksi= 0.8514, RMSE kalibrasi (RMSEC)= 0.1693,
RMSE prediksi (RMSEP)= 0.1821), 2 bulan (R2 kalibrasi= 0.7570, R2 prediksi=
0.7092, RMSEC= 0.2429, RMSEP= 0.2612), dan 3 bulan (R2 kalibrasi= 0.8167,
R2 prediksi= 0.7958, RMSEC= 0.1929, RMSEP= 0.2070).
Kata kunci: kendali mutu, PCA, pencitraan spektral, PLSDA, sambiloto

ABSTRACT
ANITA PURNAMASARI. Quality Control of Sambiloto Leaves Using Image
Processing and Pattern Recognition Technic with Chemometric. Supervised by

RUDI HERYANTO and YENI HERDIYENI.
Quality of medical plants affects the quality of medicine products. To keep
the quality and safety of medicines analysis on quality control is needed. This
work aims to use the spectral imaging as a method to quality control of sambiloto
leaves with various qualities based on age of plant and combined with pattern
recognition techniques (PCA and PLSDA). Thin layer chromatography analysis
showed different quality of active compounds in sambiloto at age 1, 2, and 3
months. The best standard model and polynomial using Wiener estimation was 97
colours and 46 herbal images and polynomial of order 2. Root mean square error
(RMSE) and goodness of fit coefficient values were of 15.21% and 0.8079,
respectively. PCA model gave PC1 98% and PC2 1%. PLSDA analysis gave 3
models, namely 1 month (R2 calibration= 0.8640, R2 prediction= 0.8514, RMSE of
calibration (RMSEC)= 0.1693, RMSE of prediction (RMSEP)= 0.1821), 2 month
(R2 calibration= 0.7570, R2 prediction= 0.7092, RMSEC= 0.2429, RMSEP=
0.2612), and 3 month (R2 calibration= 0.8167, R2 prediction= 0.7958, RMSEC=
0.1929, RMSEP= 0.2070).
Keyword: PCA, PLSDA, quality control, sambiloto, spectral imaging

vi


vii

KENDALI MUTU DAUN SAMBILOTO (Andrographis paniculata)
MENGGUNAKAN PENGOLAHAN CITRA DAN TEKNIK
PENGENALAN POLA SECARA KEMOMETRIK

ANITA PURNAMASARI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
Pada
Departemen Kimia

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013


viii

Kendali Mutu Daun Sambiloto (Andrographis paniculata)
Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan Pola
secara Kemometrik
Ani ta Pumamasari
G44090077

Judul Skripsi

Nama
NIM

Disetujui oleh

セ@

/

Rudi HervantQ(SSi, MSi

""
Pembimbing I

MKom

Diketahui oleh

Tanggal Lulus:

Jl t

NOV 2D13

ix

Judul Skripsi : Kendali Mutu Daun Sambiloto (Andrographis paniculata)
Menggunakan Pengolahan Citra dan Teknik Pengenalan Pola
secara Kemometrik
Nama
: Anita Purnamasari

NIM
: G44090077

Disetujui oleh

Rudi Heryanto, SSi, MSi
Pembimbing I

Dr Yeni Herdiyeni, SSi, MKom
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

x


xi

PRAKATA
Puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan laporan hasil penelitian yang berjudul Kendali Mutu
Daun Sambiloto (Andrographis paniculata) Menggunakan Pengolahan Citra dan
Teknik Pengenalan Pola secara Kemometrik sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Sains pada Departemen Kimia, Fakultas Matematika
dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Rudi Heryanto, SSi, MSi dan
Dr Yeni Herdiyeni, SSi, MKom selaku pembimbing atas arahan dan
bimbingannya. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada pihak-pihak
Laboratorium Kimia Analitik, antara lain Pak Eman, dan Bu Nunung serta pihakpihak Pusat Studi Biofarmaka (PSB), antara lain Mas Nio, Mas Endi, dan Mba Ina
atas bantuannya dalam teknis pelaksanaan penelitian. Terimakasih tidak lupa
penulis haturkan kepada Ibu, Ayah, Adik, dan keluarga atas doa dan semangatnya.
Teman seperjuangan penelitian yang selalu menyemangati dan membantu di
bidang teknis dan akademis, yaitu Yuthika, Nurul, Mariyan, Aji, Padjri, Nola,
Yeny, dan Ida Ayu.
Semoga laporan hasil penelitian ini dapat bermanfaat.


Bogor, Oktober 2013

Anita Purnamasari

vii

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN


1

METODE

2

Bahan dan Alat
Metode Penelitian
Penanaman dan Pemanenan Sambiloto (Yusron et al. 2005)
Pembuatan Serbuk Sambiloto
Analisis Kromatografi Lapis Tipis Sambiloto (Depkes RI 2008)
Pengambilan Citra Standar dan Sambiloto (Orava 2012)
Rekonstruksi Spektrum Reflektans (Shatilova 2008)
Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

2
2
3

3
3
3
4
5
6

Mutu Sambiloto berdasarkan Kromatografi Lapis Tipis
Estimasi Spektrum Reflektans dari Citra Daun Sambiloto
Pengklasifikasian Sambiloto Menggunakan Analisis PCA
Pembentukan Model Sambiloto Menggunakan PLSDA dan
Pengujian Model
SIMPULAN DAN SARAN

6
8
11
13
13
15

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

15
15
15

LAMPIRAN

17

RIWAYAT HIDUP

25

viii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Tiga tipe polinomial untuk rekonstruksi spektrum reflektans
Rancangan prediksi model PLSDA
Luas puncak noda yang dihasilkan ekstrak daun sambiloto 1, 2, dan 3
bulan
Nilai rerata RMSE dan GFC dari model standar (97 warna, 46 daun
tanaman obat, dan campuran 97 warna + 46 daun tanaman obat)
Nilai rerata RMSE dan GFC dari campuran standar 97 warna dan 46 daun
obat
Kriteria kebaikan model PLSDA
Persentase ketepatan antara nilai referensi dengan nilai perkiraan sambiloto
mutu 1, 2, dan 3 bulan

5
6
8
9
10
13
14

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Noda sambiloto pada pelat KLT pada λ 254 nm (a) 1 bulan, (b) 2 bulan, (c)
3 bulan, dan (d) standar andrografolida
Kromatogram daun sambiloto umur (a) 1 bulan, (b) 2 bulan,
(c) 3 bulan, dan (d) standar andrografolida
Perbandingan nilai rekonstrusi reflektans menggunakan orde 1, 2, dan 3
dengan nilai reflektans asli daun sambiloto
Nilai rekonstruksi spektrum reflektans sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan
Proporsi varians 7 komponen utama dengan perlakuan data asli dan
menghilangkan pencilan
Plot skor antara PC 1 dan PC 2 dengan perlakuan (A) data asli, (B) data
asli dengan menghilangkan pencilan, (C) baseline, normalisasi, derivatif,
dan menghilangkan pencilan, dan (D) normalisasi, derivatif, dan
menghilangkan pencilan

7
7
10
11
12
12

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Bagan alir penelitian
Bagan alir pengolahan citra digital
Predict Vs Reference PLSDA sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan
Nilai RMSE dan GFC dari model standar (97 warna, 46 daun tanaman
obat, dan campuran 97 warna + 46 daun tanaman obat)
Nilai RMSE dan GFC dari campuran standar 97 warna dan 46 daun obat
Kriteria kebaikan model PLSDA
Data prediksi sampel dengan model PLSDA sambiloto umur 1, 2, dan 3
bulan
Data standar 97 warna dan 23 jenis daun tanaman obat yang terdiri dari
daun muda dan daun tua

17
18
19
20
20
20
21
22

PENDAHULUAN
Tanaman obat digunakan oleh masyarakat sebagai alternatif penyembuhan
berbagai macam penyakit. Hal ini disebabkan tanaman obat mempunyai
kandungan senyawa aktif atau metabolit sekunder yang berkhasiat dapat
menyembuhkan penyakit (Adzkiya 2006). Selain itu, efek samping penggunaan
obat dari tanaman lebih rendah dibandingkan dengan obat sintetik dan khasiatnya
pun tidak kalah dari obat-obatan modern (Prapanza dan Marianto 2003).
Penggunaan obat-obatan herbal yang semakin berkembang di masyarakat,
mendorong perlu adanya upaya untuk mengendalikan mutu, khasiat, dan
keamanannya. Mutu tanaman obat dapat dilihat dari kandungan senyawa aktif
kimianya. Komposisi senyawa aktif ini tidak merata dalam tanaman.
Keanekaragaman komposisi ini dipengaruhi oleh kondisi tanah dan
lingkungannya (Singh et al. 2010). Keanekaragaman tersebut dapat memengaruhi
tingkat kestabilan dan keamanan produk obat. Oleh karena itu, untuk menjaga
kestabilan dan keamanan produk obat diperlukan analisis kendali mutu tanaman
obat.
Metode kendali mutu tanaman obat dapat menggunakan pendekatan analisis
sidik jari. Analisis ini menggunakan beberapa teknik kromatografi, yaitu
kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT),
kromatografi gas (KG), dan elektroforesis kapiler (Liang et al. 2004). Metode
spektroskopi juga dapat digunakan,yaitu dengan spektrofotometer inframerah
transformasi fourier (FTIR). Sim et al. (2004) telah menggunakan FTIR dan
metode kemometrik (analisis komponen utama (PCA) dan Simca) untuk
mengklasifikasikan Orthosiphon stamineus berdasarkan asal geografis dan
varietasnya dari kekhasan spektrum inframerah yang diperoleh. Metode
spektroskopi juga dapat menggunakan alat fotometer jinjing, seperti yang telah
dilakukan oleh Permana (2011) untuk kendali mutu sambiloto dengan
menggunakan teknik pengenalan pola secara kemometrik. Sebagai metode
alternatif kendali mutu tanaman obat dapat menggunakan teknik pengolahan citra.
Pengolahan citra adalah analisis sampel yang bersifat tidak merusak (nondestruktif) dengan pendekatan teknik warna (Shatilova 2008). Analisis ini
memiliki 2 pendekatan, yaitu pencitraan kimia dan pencitraan spektral. Pencitraan
kimia menggunakan jenis spektroskopi vibrasi (IR, NIR, dan Raman). Pencitraan
spektral diterapkan pada teknik spektroskopi optik (IR, Raman, fluoresense, dan
Ultraviolet (UV)) (Gowen 2007). Pendekatan pencitraan spektral telah dilakukan
oleh Shatilova (2008) untuk menentukan jumlah karotenoid dalam kulit ikan
Arctic charr yang didasarkan pada nilai merah-hijau-biru (RGB) kemudian
direkonstruksi menjadi reflektans dengan menggunakan model polinomial.
Analisis pencitraan kimia telah banyak diaplikasikan dalam analisis kendali mutu
suatu produk obat, tetapi alat yang digunakan tidak sederhana dan sulit
pengoperasiannya. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan pendekatan
pencitraan spektral dengan menggunakan kamera digital yang memiliki 3 saluran
warna (merah-hijau-biru) yang dapat mengevaluasi nilai spektral (Orava 2012).
Pada penelitian ini, pencitraan spektral akan diujicobakan pada salah satu
jenis tanaman obat, yaitu daun sambiloto (Andrographis paniculata). Mutu
tanaman sambiloto dilihat dari kandungan andrografolida. Andrografolida adalah

2

salah satu senyawa aktif terbesar yang terdapat dalam tanaman sambiloto dan
merupakan senyawa penciri sambiloto (Akowuah et al. 2006, Rao et al. 2004).
Prinsip analisis ini adalah objek yang terkena sinar dari lampu tungsten akan
ditangkap gambarnya menggunakan kamera digital. Penyinaran objek ini
menyebabkan sebagian sinar diserap dan dipantulkan. Sinar yang dipantulkan
akan ditangkap oleh lensa objektif pada kamera. Sinar tersebut akan diubah
menjadi muatan dan masuk ke dalam sensor kamera. Dalam sensor kamera,
muatan akan diubah menjadi tegangan sebagai sinyal listrik. Sinyal ini akan
diubah menjadi gambar digital dan diperoleh informasi nilai RGB. Nilai RGB
akan direkonstruksi menjadi spektrum reflektans dengan model polinomial. Hasil
spektrum reflektans digunakan untuk pendekatan jumlah senyawa andrografolida
dalam tanaman sambiloto dengan tingkat umur yang berbeda. Data spektrum
reflektans dari setiap sampel dikombinasikan dengan teknik pengenalan pola
yaitu, PCA dan analisis diferensial kuadrat terkecil parsial (PLSDA).
Penelitian ini bertujuan memanfaatkan metode pengolahan citra digital
untuk kendali mutu daun sambiloto dengan melihat keragaman mutu berdasarkan
umur tanaman yang berkorelasi dengan intensitas warna daun dan dikombinasikan
dengan teknik pengenalan pola kemometrik PCA dan PLSDA.

METODE
Bahan dan Alat
Alat-alat yang digunakan adalah kamera digital Canon 8 MP sebagai
penangkap citra, komputer, lampu tungsten 15 watt, spektrofometer UV-Vis fiber
optik USB 2000, syringe 100 µL, CAMAG TLC applicator Linomat 5, CAMAG
TLC scanner Reprostar 3, dan penguap putar. Bahan-bahan yang digunakan ialah
tanaman sambiloto, kotak karton ukuran 50×50×60 cm, karton putih, etanol 96%,
kloroform 96%, metanol 96%, silica gel F 254, dan akuades. Perangkat lunak
yang digunakan adalah Unscrambler 10.2, CAMAG winCATS versi 1.3.3, Image
J versi 1.4, dan MatLab.
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Kimia Analitik, Departemen Kimia
dan Laboratorium Spektroskopi, Departemen Fisika, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor; serta Pusat Studi Biofarmaka
Bogor; pada bulan Februari-Juli 2013.
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu penanaman dan
pemanenan sambiloto, pembuatan serbuk sambiloto, analisis kromatografi lapis
tipis sambiloto, pengambilan citra standar dan sambiloto, rekonstruksi spektrum
reflektans dan pengumpulan data, serta pengolahan data menggunakan perangkat
lunak Unscrambler versi 10.2.

3

Penanaman dan Pemanenan Sambiloto (Yusron et al. 2005)
Pembenihan dengan biji dilakukan dengan cara merendam biji terlebih
dahulu dan dikeringkan sebelum disemai. Penyemaian dilakukan pada bedeng
dengan media campuran tanah, pasir, dan pupuk kandang dengan perbandingan
1:1:1. Setelah 14 hari, tanaman ini akan berkecambah. Lalu tanaman dapat
dipanen pada tiga jangka waktu yang berbeda, yaitu saat berumur 1, 2, dan 3
bulan.
Pembuatan Serbuk Sambiloto
Sambiloto yang baru dipanen langsung disortir, kemudian dicuci sampai
bersih dengan menggunakan air bersih. Kemudian daun dikeringkan atau dijemur
menggunakan oven dengan suhu 38 ˚C. Setelah proses penjemuran bahan lalu
digiling. Serbuk sambiloto selanjutnya diayak menggunakan ayakan berukuran 40
mesh.
Analisis Kromatografi Lapis Tipis Sambiloto (Depkes RI 2008)
Serbuk sambiloto dari masing-masing umur ditimbang sebanyak 10 gram.
Kemudian serbuk dimaserasi selama 24 jam menggunakan 100 mL pelarut etanol
96%. Setelah proses maserasi, filtrat dari sampel diambil melalui proses
penyaringan. Pelarut dibuang menggunakan penguap putar. Sebanyak 0.1 gram
ekstrak etanol sambiloto, selanjutnya dilarutkan menggunakan 10 mL etanol 96%.
Lalu filtratnya diambil lagi melalui penyaringan. Filtrat dari setiap sampel
selanjutnya ditotolkan pada pelat silica gel F 254 menggunakan syiringe 100 µL
dibantu dengan CAMAG TLC applicator dengan lebar pita tiap sampel adalah 5
mm.
Eluen yang digunakan adalah kloroform dan metanol dengan perbandingan
9:1. Eluen dijenuhkan terlebih dahulu selama 1 jam di dalam bejana kromatografi.
Setelah proses penjenuhan, pelat yang telah berisi sampel dimasukkan ke dalam
bejana kromatografi untuk proses elusi. Pendekteksian noda dilakukan
menggunakan CAMAG TLC scanner Reprosatr 3 dengan lampu 254 nm. Foto
yang dihasilkan lalu diolah menggunakan Image J versi 1.4.
Pengambilan Citra Standar dan Sambiloto (Orava 2012)
Sampel daun sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan, 46 tanaman obat dan standar
97 warna (merah, hijau, biru, hitam, dan putih) diambil citranya menggunakan
kamera Canon 8 MP. Proses pengambilan citra tersebut dilakukan di dalam kotak
yang memiliki latar belakang putih dan pencahayaan menggunakan lampu
tungsten sebesar 15 watt. Jarak pengambilan citra diatur sebesar 50 cm dan sudut
pengambilan gambar 90˚ dari sumber cahaya. Citra standar 46 tanaman obat yang
diperoleh dilakukan praproses, yaitu dilakukan pemotongan secara manual pada
bagian tengah daun, sedangkan untuk 10 sampel sambiloto yang digunakan untuk
menentukan polinomial terbaik dilakukan pemotongan pada bagian bawah tulang
daun. Untuk praproses standar 97 warna dilakukan pemotongan citra dengan
ukuran 100 × 100. Praproses juga dilakukan pada citra sampel daun sambiloto tiap
umurnya, yaitu dengan memotong bagian bawah tulang daun dengan ukuran 700
× 500, kemudian di resize sebesar 20 × 20. Setelah dilakukan praproses pada
masing-masing sampel dan standar, kemudian diolah citranya untuk didapatkan
nilai RGB dari masing-masing sampel dan standar.

4

Standar 46 daun tanaman obat, 97 warna, dan 10 sampel sambiloto umur 3
bulan diukur nilai reflektans aslinya menggunakan spektrofotometer USB 2000.
Kisaran panjang gelombang yang digunakan adalah 400-700 nm dengan resolusi
0.02 nm, lalu dilakukan proses smoothing boxcar average 3. Sumber sinar yang
digunakan adalah lampu tungsten. Jarak pengukuran sampel 90˚ dari sumber
cahaya. Alat spektrofotometer USB 2000 dikalibrasi menggunakan kertas
berwarna putih. Hasil yang diperoleh kurva hubungan antara panjang gelombang
(sumbu X) dengan intensitas reflektans (sumbu Y).
Rekonstruksi Spektrum Reflektans (Shatilova 2008)
Untuk merekonstruksi spektrum reflektans terlebih dahulu dipilih model
standar terbaik. Model standar yang digunakan adalah standar 97 warna, 46
tanaman obat, dan 143 standar (terdiri dari standar 97 warna dan 46 tanaman
obat). Model-model ini diolah dengan metode estimasi Wiener dengan persamaan
sebagai berikut:
(1)
dengan:
X = matriks RGB dari kamera
Y = matriks reflektans
W= matriks transformasi
Estimasi matriks W secara eksplisit dapat direpresentasikan dengan rumus:
(2)
dan
adalah matriks korelasi. Matriks
didefinisikan dengan rumus:

dan

dapat

dengan:
r= nilai reflektans
v= nilai RGB dari citra
Metode ini dibutuhkan data latih dan data uji. Data latih terdiri atas standar
97 warna, 46 daun tanaman obat, dan 143 standar (standar 97 warna dan 46 daun
tanaman obat) yang telah diambil citra dan reflektans aslinya. Data uji terdiri atas
30 sampel daun sambiloto tiap umurnya. Setelah itu, data latih dibentuk matriks X
sebagai nilai RGB dan matriks Y sebagai nilai reflektans. Kedua matriks
ditransformasi membentuk matriks W. Matriks W dan nilai RGB dari sampel
sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan diproses menggunakan metode estimasi Wiener
untuk diperoleh rekonstruksi spektrum reflektansnya. Rekonstruksi spektrum
reflektans yang diperoleh dari masing-masing standar tersebut diukur nilai
Goodness of Fit Coefficient (GFC) dan kesalahannya (error) untuk menentukan
akurasi model standar yang dibentuk. Pengukuran nilai error ini menggunakan
root-mean-square-error (RMSE) dan GFC dapat dihitung dengan rumus:

5

dengan:
s = spektrum original
̃ = spektrum rekonstruksi
n = banyak channel spektrum


√∑



( )

(

̃

( )




)



dengan:
Rm (λj) = nilai reflektans dengan spektrofotometer pada panjang gelombang λj
Rr (λj) = nilai reflektans rekonstruksi dengan panjang gelombang λj
Setelah itu, dari model standar terbaik ditentukan model polinomial terbaik
yang digunakan. Model polinomial terbaik ini dilihat dari nilai GFC dan RMSE
dari orde 1, 2, dan 3. Orde terbaik digunakan untuk memperoleh nilai rekonstruksi
spektrum reflektans daun sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan. Tipe polinomial yang
digunakan ditunjukan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tiga tipe polinomial untuk rekonstruksi spektrum reflektans
Orde

Polinomial

1

RGB

2

R G B R2 G2 B2 RGB

3

R G B R2 G2 B2 RG RB GB RGB

Pengumpulan Data dan Pengolahan Data
Data yang digunakan adalah data reflektans sampel terekonstruksi dari
sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan dengan menggunakan sumber lampu tungsten
15 watt. Data selanjutnya dimasukkan ke dalam program Ms. Excel 2010. Data
dalam format excel 2010 kemudian dianalisis menggunakan metode multivariat
dilakukan dengan menggunakan peranti lunak Unscrambler 10.2.
Analisis PLSDA dilakukan dengan menggunakan nilai reflektans yang
diperoleh dari hasil pengolahan citra dan responnya dari setiap mutu umur daun
sambiloto. Y1, Y2, dan Y3 merupakan respon dari setiap mutu umur daun
sambiloto 1, 2, dan 3 bulan. Jika salah satu umur sambiloto diberikan respon
sebesar 1 maka sampel dengan umur lainnya akan diberikan nilai 0. Nilai-nilai ini
akan digunakan untuk membuat suatu model regresi. Rancangan pola PLSDA
dapat dilihat pada Tabel 2.

6

Tabel 2 Rancangan prediksi model PLSDA
Umur
(bulan)
1

2

3

Panjang gelombang
Ulangan
1
2
3
n
1
2
3
n
1
2
3
n

λ1

λ2

λ3

λ4

Respon
λn

Nilai reflektans

Nilai reflektans

Nilai reflektans

Y1

Y2

Y3

1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0

0
0
0
0
1
1
1
1
0
0
0
0

0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1

HASIL DAN PEMBAHASAN
Mutu Sambiloto berdasarkan Kromatografi Lapis Tipis
Analisis KLT dilakukan untuk melihat perbedaan mutu daun sambiloto
umur 1, 2, dan 3 bulan dari segi kimia. Perbedaan mutu ini ditunjukkan dengan
perbedaan kandungan senyawa aktif sambiloto tiap umurnya. Senyawa aktif pada
sambiloto adalah andrografolida. Menurut Farmakope (2008), nilai Rf
andrografolida sebesar 0.55, sedangkan hasil analisis menunjukkan nilai Rf
standar andrografolida sebesar 0.48 dan ekstrak sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan
berturut-turut memiliki nilai Rf 0.54, 0.51, dan 0.48. Nilai Rf ekstrak tersebut
masih mendekati standar sehingga ekstrak sambiloto tersebut diduga mengandung
senyawa andrografolida. Pola noda yang dihasilkan juga relatif sama.
Andrografolida merupakan salah satu jenis diterpena lakton dan penyebab rasa
pahit pada tanaman sambiloto (Prapanza dan Marianto 2003). Senyawa ini tidak
hanya sebagai komponen bioaktif, tetapi juga sebagai penciri dalam kendali mutu
produk sambiloto (Rosidah 2010).
Perbedaan konsentrasi andrografolida pada tiap umurnya dapat terlihat jelas
menggunakan foto pelat KLT yang diolah menggunakan image J. Perangkat lunak
ini dapat menghitung area dan piksel dari suatu gambar, membuat profil dari
densitogram dan garis kurva (Ferreria dan Rasband 2011). Noda andrografolida
terdeteksi pada lampu UV 254 nm yang ditunjukan pada Gambar 1.

7

Andrografolida

a

b

c

d

Gambar 1 Noda sambiloto pada pelat KLT pada λ 254 nm (a) 1 bulan,
(b) 2 bulan, (c) 3 bulan, dan (d) standar andrografolida
Pengolahan foto pelat KLT menggunakan image J mengubah noda menjadi
sebuah data dalam bentuk kromatogram. Dari kromatogram tersebut dapat dilihat
pola dan intensitas dari noda pada pelat KLT. Noda umur 1, 2, dan 3 bulan
memiliki pola noda yang sama. Hal ini menunjukkan jenis kandungan senyawa
pada daun sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan sama, namun yang membedakan
adalah intensitas dari kandungan tersebut. Intensitas ini menunjukkan perbedaan
konsentrasi senyawa yang terdapat pada tiap umurnya. Kromatogram yang
dihasilkan pada tiap umurnya dan standar andrografolida dapat dilihat pada
Gambar 2.
500

AU

400
300

1 bulan

200

2 bulan

100

3 bulan
standar

0
200

300

400

500

600

700

800

900

-100
Komponen Jarak

Gambar 2 Kromatogram daun sambiloto umur (a) 1 bulan, (b) 2 bulan,
(c) 3 bulan, dan (d) standar andrografolida

8

Tabel 3 Luas puncak noda yang dihasilkan ekstrak daun sambiloto 1, 2, dan 3 bulan
Sampel
umur 1 bulan
umur 2 bulan
umur 3 bulan
standar andrografolida

Rf

Luas puncak

0.54

7852

0.71

4635

0.51

9362

0.70

2717

0.48

11116

0.70

4719

0.48

4596

0.70

13905

Gambar 2 menampilkan grafik hubungan antara koordinat jarak dan
Arbitrary Unit (AU) pada masing-masing puncak daun sambiloto umur 1, 2, dan 3
bulan serta standar andrografolida. Nilai AU ini dapat menunjukkan konsentrasi
andrografolida pada daun sambiloto. Semakin tinggi nilai AU, maka semakin
besar konsentrasi senyawa yang diperoleh. Berdasarkan kromatogram, daun
sambiloto umur 3 bulan memiliki nilai AU yang lebih tinggi dibandingkan dengan
umur yang lainnya. Hal ini menunjukkan daun sambiloto umur 3 bulan memiliki
konsentrasi andrografolida yang paling tinggi dibandingkan umur lainnya. Hasil
ini juga dibuktikan dari nilai luas puncak yang diperoleh dari pengolahan image J
(Tabel 3). Luas puncak daun sambiloto mutu umur 3 bulan lebih tinggi
dibandingkan dengan mutu umur lainnya. Maka dari itu, hasil analisis KLT
membuktikan bahwa secara kimia terdapat perbedaan mutu daun sambiloto
dengan pendekatan umur daun sambiloto.

Estimasi Spektrum Reflektans dari Citra Daun Sambiloto
Spektrum reflektans daun sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan diperoleh
dengan mengubah citra daun sambiloto dengan menggunakan metode estimasi
Wiener. Metode ini terdiri atas matriks W, X, dan Y. Matriks W merupakan
matriks transformasi. Matriks X adalah matriks yang berisi nilai-nilai RGB dari
standar 97 warna (merah, hijau, biru, hitam, dan putih) dan 46 daun tanaman obat
(Lampiran 8). Matriks Y0 merupakan matriks yang berisi nilai-nilai reflektans dari
standar 97 warna dan 46 daun tanaman obat yang diukur menggunakan alat
spektrofotometer UV-Vis USB 2000. Sumber sinar yang digunakan adalah lampu
tungsten. Kisaran panjang gelombang yang digunakan adalah 400-700 nm dengan
resolusi 0.02 nm. Kisaran panjang gelombang tersebut dipilih karena disesuaikan
dengan proses pengambilan citra menggunakan kamera digital yang memiliki
kisaran panjang gelombang pada sinar tampak (400-700 nm). Reflektans masingmasing standar yang dihasilkan dilakukan proses smoothing dengan boxcar
average 3. Proses ini bertujuan untuk memperkecil ukuran data dengan
meminimalkan hilangnya informasi pada data. Untuk pengambilan citra data latih
(97 warna dan 46 daun tanaman obat) dan data uji (30 sampel sambiloto)
menggunakan kamera digital. Prinsip pengambilan citra dengan kamera digital
menggunakan prinsip spektroskopi.

9

Matriks X dan Y0 memiliki ukuran data sebesar 3×143 dan 515×143.
Matriks X yang berisi nilai RGB dibentuk model polinomial orde 1, 2, dan 3.
Kemudian matriks X masing-masing orde dan matriks Y0 digunakan untuk
memperoleh matriks W. Matriks W yang diperoleh memiliki ukuran sebesar
515×3. Matriks W akan digunakan untuk merekonstruksi reflektans dari citra
daun sambiloto. Hasil nilai rekonstruksi reflektans daun sambiloto membentuk
matriks Yr. Nilai rekonstruksi reflektans daun sambiloto (Yr) dibandingkan
dengan nilai reflektans daun sambiloto asli (Y0) untuk diukur nilai RMSE dan
GFCnya. Nilai root-mean-square-error (RMSE) dan Goodness of Fit Coefficient
(GFC) merupakan parameter penentu kebaikan dari model standar dan polinomial
yang akan digunakan. GFC merupakan parameter untuk melihat kesamaan pola
spektrum hasil rekonstruksi dengan spektrum aslinya. Nilai rerata RMSE dan
GFC yang diperoleh dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Nilai rerata RMSE dan GFC dari model standar 97 warna dan 46 daun
tanaman obat
RMSE

GFC

Perlakuan

Rerata

Nilai
maksimum

Nilai
minimum

Rerata

Nilai
maksimum

Nilai
minimum

97 warna + 46
daun obat

15.2083

26.234

8.747

0.8079

0.8384

0.7756

97 warna

49.2950

77.6647

40.5605

0.9464

0.9579

0.9407

46 daun obat

13.6580

17.8533

9.0705

0.7905

0.8109

0.7615

Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai GFC tertinggi pada model standar 97
warna saja sebesar 0.9464, namun nilai RMSEnya pun sangat tinggi sebesar
49.2950%. Hal ini disebabkan citra dari 97 warna kurang homogen pada tiap
pikselnya sehingga nilai RGB yang dihasilkan tidak sama tiap pikselnya. Untuk
nilai RMSE terkecil terdapat pada model standar 46 daun tanaman obat saja
sebesar 13.6580%, namun model ini tidak dapat digunakan untuk merekonstruksi
reflektans sambiloto karena rentang warna yang digunakan kurang luas. Maka
model standar yang digunakan untuk merekonstruksi reflektans sambiloto adalah
campuran 97 warna dan 46 daun tanaman obat. Model ini memiliki nilai RMSE
tidak terlalu besar yaitu 15.2083% dan GFC sebesar 0.8079. Selain itu, model ini
memiliki rentang warna yang lebih luas mulai dari warna merah, hijau, biru,
hitam, dan putih sehingga dapat mewakili warna-warna pada daun obat.
Model polinomial yang optimal untuk estimasi spektrum reflektans
ditentukan dari nilai rerata RMSE dan GFC dari model campuran standar 97
warna dan 46 daun tanaman obat. Nilai RMSE yang baik adalah mendekati 0,
sedangkan nilai GFC >= 0.9999 excellent, GFC >= 0.999 sangat baik, GFC >=
0.99 baik, dan GFC < 0.9 memuaskan (Mansouri et al. 2008). Hasil rerata RMSE
dan GFC yang diperoleh dari tiap-tiap model polinomial dapat dilihat pada Tabel
5.

10

Tabel 5 Nilai rerata RMSE dan GFC dari campuran standar 97 warna dan 46
daun obat
RMSE

GFC

Perlakuan

Rerata

Nilai
maksimum

Nilai
minimum

Rerata

Nilai
maksimum

Nilai
minimum

Orde 1

22.0790

38.7734

11.0051

0.9510

0.9636

0.9379

Orde 2

15.2083

26.234

8.747

0.8079

0.8384

0.7756

Orde 3

17.1040

29.7436

9.4837

0.8250

0.8557

0.7963

Tabel 5 menunjukkan orde 1 memiliki nilai GFC yang paling tinggi, tetapi
nilai RMSEnya pun besar sehingga dapat menurunkan kesamaan pola spektrum
yang terbentuk. Perbedaan nilai RMSE tiap ordenya sangat besar dibandingkan
perbedaan nilai GFCnya, sehingga nilai RMSE ini memiliki pengaruh yang lebih
besar terhadap pemilihan polinomial. Selain itu juga, nilai RMSE akan
berpengaruh terhadap kebaikan model untuk pengklasifikasian dengan
menggunakan teknik kemometrik, yaitu PCA dan PLSDA. Maka dari itu, model
polinomial terbaik yang dipilih adalah orde 2 dengan nilai RMSE dan GFC
sebesar 15.2083% dan 0.8079. Nilai rekonstruksi spektrum reflektans daun
sambiloto yang diperoleh menggunakan polinomial orde 2 memiliki kesamaan
pola spektrum dengan nilai spektrum reflektans asli daun sambiloto dibandingkan
orde 1 dan 3. Perbandingan pola spektrum tiap ordenya dan original dilihat pada
Gambar 3.
120

Reflektans

100
80
orde 1
60
orde 2
40

orde 3

20

original

0
400

450

500

550

600

650

700

Panjang gelombang (nm)

Gambar 3 Perbandingan nilai rekonstrusi reflektans menggunakan orde 1, 2,
dan 3 dengan nilai reflektans asli daun sambiloto
Hasil rekonstruksi reflektans menunjukkan mutu daun sambiloto umur 1
bulan memiliki nilai reflektans yang lebih tinggi dibandingkan umur 2 dan 3
bulan. Hal ini disebabkan kandungan senyawa aktif yang terdapat dalam daun
sambiloto pada umur 1 bulan masih rendah, sehingga menyebabkan daya
absorbans daun sambiloto terhadap radiasi yang diberikan juga rendah karena
absorbans berbanding lurus dengan konsentrasi senyawa yang dimiliki (Skoog et
al. 2004). Maka dari itu, sinar yang dipantulkan semakin tinggi karena sinar yang
tidak dapat diserap akan dipantulkan oleh sampel daun sambiloto. Menurut

11

Reflektans

Yusron (2005), konsentrasi andrografolida tertinggi yang terdapat pada sambiloto
umur 3-4 bulan setelah tanam pada saat 50% tanaman berbunga. Jika di bawah
umur 3 bulan, tanaman sambiloto masih dalam tahap pertumbuhan vegetatif dan
jika umur tanaman lebih dari 4 bulan, tanaman akan membentuk buah sehingga
kandungan senyawa aktifnya rendah. Perbedaan intensitas spektrum reflektans
terekonstruksi daun sambiloto yang dihasilkan sangat kecil sehingga diperlukan
teknik pengenalan pola untuk mengelompokan mutu sambiloto. Nilai reflektans
sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan dapat dilihat pada Gambar 4.
140
120
100
80
60
40
20
0

1 bulan
2 bulan
3 bulan
400

450

500

550

600

650

700

Panjang gelombang (nm)

Gambar 4 Nilai rekonstruksi spektrum reflektans sambiloto umur
1, 2, dan 3 bulan

Pengklasifikasian Sambiloto Menggunakan Analisis PCA
PCA digunakan untuk mereduksi data yang berukuran besar menjadi
komponen utama yang dapat mewakili struktur dan varians dalam data (Miller
dan Miller 2000). Metode ini digunakan untuk melakukan pengenalan pola
sehingga dapat mengelompokan tanaman berdasarkan pendekatan variasi umur,
walaupun data spektrum yang dihasilkan memiliki kemiripan tiap umurnya.
Data reflektans asli sambiloto hasil rekonstruksi memiliki matriks data
sebesar 90 × 515 yang artinya pada sampel sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan
dengan masing-masing 30 kali ulangan dengan jumlah panjang gelombang 515.
Data asli ini dianalisis dengan PCA dan diperoleh 7 buah PC dengan total varians
100% (PC1= 99%, PC2= 1%, PC3 sampai PC 7 0%). Kemudian data asli
dilakukan praproses yaitu menghilangkan pencilan sehingga diperoleh matriks
data sebesar 53 × 515 dan diperoleh total varians 99% (PC1= 98%, PC2= 1%,
PC3 hingga PC7 0%). Praproses selanjutnya, yaitu data asli dilakukan baseline,
normalisasi dan derivatif, serta menghilangkan pencilan sehingga matriks data
yang diperoleh sebesar 65 × 515. Hasil analisis PCA diperoleh total varians
sebesar 99% (PC1= 96%, PC2= 3%, PC3 hingga PC7 0%). Praproses terakhir
adalah data asli dilakukan normalisasi, derivatif, dan menghilangkan pencilan.
Hasil praproses tersebut diperoleh matriks sebesar 65 × 515 dan hasil PCA
diperoleh total varians sebesar 100% (PC1= 98%, PC2= 2%, PC3 sampai PC7
0%).
Berdasarkan hasil beberapa praproses menunjukkan bahwa nilai varians
PC1 paling besar dibandingkan PC lainnya karena PC1 digunakan untuk

12

memaksimalkan variasi data yang terproyeksi pada sumbu yang baru. Sedangkan
PC lainnya digunakan untuk memaksimalkan variasi residual yang tertinggal
dalam data setelah menghitung PC1 (Brereton 2003).

Gambar 5 Proporsi varians 7 komponen utama dengan perlakuan data asli dan
menghilangkan pencilan
Plot skor dibuat untuk melihat pola pemisahan sampel berdasarkan variasi
umur. Plot skor dibuat menggunakan nilai PC1 dan PC2. Plot skor menggunakan
dua buah PC pertama ini dilakukan karena kedua PC ini menggambarkan varians
terbesar dari data (Brereton 2003). Plot skor ini menunjukkan bahwa dengan dua
PC pertama sudah dapat memisahkan dan mengelompokan sambiloto berdasarkan
pendekatan umurnya.

(A)

(B)

(C)
(D)
Gambar 6 Plot skor antara PC 1 dan PC 2 dengan perlakuan (A) data asli, (B)
data asli dengan menghilangkan pencilan, (C) baseline, normalisasi,
derivatif, dan menghilangkan pencilan, dan (D) normalisasi, derivatif,
dan menghilangkan pencilan

13

Gambar 6 menunjukkan bahwa perlakuan B dapat memisahkan dan
mengelompokan sampel sambiloto berdasarkan variasi umur dengan baik
dibandingkan dengan perlakuan A. Perlakuan C dan D juga menghasilkan pola
pemisahan yang baik, namun model ini kurang baik untuk dijadikan model
prediksi pada PLSDA yang dilihat dari nilai R2 berturut-turut sebesar 0.2042 dan
0.3386. Hal ini disebabkan data banyak diberi perlakuan praproses, maka banyak
informasi data yang hilang. Oleh karena itu, model PCA yang terbaik adalah data
asli rekonstruksi reflektans sambiloto yang telah dihilangkan pencilannya. Sampel
sambiloto dengan umur yang sama saling mengelompok dan berdekatan karena
memiliki kemiripan nilai reflektans yang dimiliki.

Pembentukan Model Sambiloto Menggunakan PLSDA dan
Pengujian Model
PLSDA adalah salah satu teknik analisis kemometrik yang digunakan untuk
melakukan pengenalan pola dan membangun suatu model prediksi dari mutu
berdasarkan pendekatan umur tanam sampel sambiloto. PLSDA menggunakan
teknik pendekaan PCA, yaitu menggunakan dua buah matriks X dan matriks Y
(Brereton 2003). Matriks X adalah data asli yang berupa nilai rekonstruksi
reflektans sambiloto yang diperoleh dari pengolahan citra. Data asli yang
digunakan data yang telah dilakukan praproses (menghilangkan pencilan) dengan
ukuran matriks sebesar 53 × 515. Untuk matriks Y merupakan matriks respon
untuk tiap umur tanaman sambiloto dan matriks datanya sebesar 53 × 3. Salah
satu umur sambiloto diberi respon nilai 1, maka sampel dengan umur lainnya akan
diberi nilai respon 0. Dari kedua matriks tersebut dibuat model kalibrasi daun
sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan.
Dalam penelitian ini, untuk pembuatan model digunakan teknik validasi
silang. Untuk kebaikan model dalam PLSDA dapat dilihat dari nilai koefisien
determinasi (R2), galat kalibrasi akar rerata kuadrat (RMSEC) dan galat prediksi
akar rerata kuadrat (RMSEP). Parameter tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6 Kriteria kebaikan model PLSDA
Sampel

Kalibrasi

Prediksi

R2

RMSEC

R2

RMSEP

Umur 1 bulan

0.8640

0.1693

0.8514

0.1821

Umur 2 bulan

0.7570

0.2429

0.7092

0.2612

Umur 3 bulan

0.8167

0.1929

0.7958

0.2070

Nilai R2 kalibrasi dari model PLSDA diperoleh berkisar 0.7570 sampai
0.8640. Nilai R2 ini masih dapat dikategorikan cukup baik. Untuk nilai RMSEC
menghasilkan nilai yang mendekati 0. Kebaikan model ini dapat dilihat dari nilai
R2 mendekati 1 dan galat sangat kecil atau mendekati 0 (Brereton 2003). Maka dari
itu, model ini masih dapat dipercaya untuk dijadikan model prediksi tanaman
sambiloto.

14

Daun sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan dapat diprediksi dengan model
kalibrasi yang telah dibuat. Hal ini dapat dilihat dari nilai R2 dan RMSEP pada
Tabel 6. Nilai R2 dari model PLSDA diperoleh berkisar 0.7092 hingga 0.8514.
Nilai ini mendekati 1 yang menunjukan bahwa nilai perkiraan mendekati nilai
referensinya sehingga menghasilkan galat yang kecil. Hasil ini dapat dilihat pada
nilai RMSEP yang mendekati 0.
Model PLSDA tersebut digunakan untuk memprediksi dan
mengklasifikasikan sampel sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan. Sampel yang
digunakan adalah sampel yang tidak digunakan dalam pembentukan model.
Proses perlakuan sampel ini sama dengan sampel sambiloto yang digunakan
untuk pembuatan model PLSDA. Jumlah sampel yang diprediksi sebanyak 6
sampel daun tiap umurnya. Hasil rekonstruksi reflektans sambiloto dimasukkan
kedalam model PLSDA yang telah dibuat. Data prediksi sampel tiap umurnya
dapat dilihat pada Lampiran 7.
Persentase ketepatan antara nilai referensi dan nilai prediksi daun sambiloto
mutu 1, 2, dan 3 bulan dapat dilihat pada Tabel 7. Nilai prediksi tersebut diperoleh
dari model prediksi PLSDA yang telah dibuat sebelumnya. Tanda (√) menunjukan
bahwa sampel yang diprediksi memiliki nilai prediksi yang dekat dengan nilai
referensinya, yaitu mendekati 1, sedangkan tanda (x) menunjukkan makna yang
sebaliknya. Dari 6 sampel daun sambiloto yang diprediksi mutu umur 1 bulan
ketika diregresikan dengan model PLSDA sambiloto mutu umur 1 bulan terdapat
1 sampel yang memiliki nilai prediksi jauh dari nilai referensinya. Maka dari itu,
sampel daun sambiloto tersebut tidak masuk dalam mutu daun sambiloto umur 1
bulan, sehingga %ketepatan yang diperoleh sebesar 94.44%. Kesalahan prediksi
tersebut dapat terjadi karena faktor waktu pemanenan yang kurang tepat, dan
proses pengambilan citra yang kurang baik.
Tabel 7

Persentase ketepatan antara nilai referensi dengan nilai perkiraan
sambiloto mutu 1, 2, dan 3 bulan

Mutu sampel
(bulan)

1

1

1

1

1

1

2

2

2

2

2

2

3

3

3

3

3

3

Ketepatan
(%)

nilai referensi
Model PLSDA
1 bulan

Nilai
prediksi

1

1

1

1

1

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0











x

























Ketepatan
(%)

nilai referensi

2 bulan

Nilai
prediksi

0

0

0

0

0

0

1

1

1

1

1

1

0

0

0

0

0

0































x





Nilai
prediksi

94.44
Ketepatan
(%)

nilai referensi

3 bulan

94.44

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

1

1

1

1

1































x





94.44

15

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Metode pencitraan spektral yang dikombinasikan dengan teknik pengenalan
pola secara kemometrik (PCA dan PLSDA) sudah dapat membedakan keragaman
mutu daun sambiloto berdasarkan pendekatan umur 1, 2, dan 3 bulan. Model
standar dan polinomial terbaik menggunakan estimasi Wiener adalah 97 citra
warna dan 46 daun tanaman obat dengan menggunakan polinomial orde 2.
Kebaikan model rekonstruksi reflektans dilihat dari nilai RMSE dan Goodness of
Fit Coefficient (GFC) sebesar 15.21% dan 0.8079. Model PCA terbaik yang
digunakan adalah data asli dengan menghilangkan pencilan. Analisis PCA ini
menghasilkan nilai PC1 98% dan PC2 1%. Analisis PLSDA menghasilkan 3
model, yaitu model umur 1 bulan (R2 kalibrasi= 0.8640, R2 prediksi= 0.8514,
RMSEC= 0.1693, RMSEP= 0.1821), 2 bulan (R2 kalibrasi= 0.7570, R2 prediksi=
0.7092, RMSEC= 0.2429, RMSEP= 0.2612), dan 3 bulan (R2 kalibrasi= 0.8167,
R2 prediksi= 0.7958, RMSEC= 0.1929, RMSEP= 0.2070). Model ini berhasil
memprediksi mutu daun sambiloto dengan pendekatan umur tanaman.

Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dalam mengembangkan metode
pencitraan spektral menggunakan kamera digial. Pembuatan model standar untuk
estimasi spektrum reflektans diperlukan citra warna yang homogen dan alat
spektrofotometer yang lebih stabil untuk mengukur reflektans yang sebenarnya,
Selain itu, diperlukan pengoptimuman kondisi pengambilan citra yang baik.

DAFTAR PUSTAKA
Adzkiya MAZ. 2006. Pola akumulasi kurkuminoid rimpang induk temulawak
(Curcuma xanthorriza Roxb.) pada berbagai masa tanam dan perlakuan
budidaya tanam. [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Akowuah GA, Zhari I, Norhayati I, Mariam A. 2006. HPLC and
HPTLCdensiometric determination of andrographolides and antioxidant
potential of Andrographis paniculata. Journal of Food Composition and
Analysis 19:118-126.
Brereton RG. 2003. Chemometrics: Data Analysis for The Laboratory and
Chemical Plant. England: John Willey & Sons.
[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Farmakope Herbal
Indonesia Edisi Ke-1. Jakarta: Departemen kesehatan Republik Indonesia.

16

Ferreira TA, Rasband W. 2010. The ImageJ User Guide Version 1.45. Canada
(CA): McGill University.
Gowen AA, CP O’Donnell, PJ Cullen, SEJ Bell. 2008. Recent applications of
chemical imaging to pharmaceutical process monitoring and quality control.
European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics 69:10–22.
Liang YZ, Xie P, Chan K. 2004. Quality control of herbal medicines. Journal of
Chromatography 812:53-70.
Mansouri A, Tadeusz S, Jon YH, Yvon V. 2008. An Adaptive-PCA Algorithm
For Reflectance Estimation From Color Images. Perancis: University of
Burgundy, France.
Miller JC, Miller JN. 2000. Statistic and Chemometrics for Analytical Chemistry.
Ed ke-4. Harlow: Pearson education.
Orava J, Jussi P, Markku HK, Paula H, Atte von W. 2012. Temporal clustering of
minced meat by RGB- and spectral imaging. Journal of Food Engineering
112:112–116.
Permana D. 2011. Kendali mutu sambiloto (Andrographis paniculata)
menggunakan fotometer jinjing dan teknik pengenalan pola. [skripsi].
Bogor: Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor.
Prapanza I, Marianto LA. 2003. Khasiat dan manfaat sambiloto: Raja Pahit
Penakluk Aneka Penyakit. Jakarta: PT Agromedia pustaka.
Rao KY et al. 2004. Flavonoids and andrographolides from Andrographis
paniculata. Phytochemistry 65:2317-2321.
Rosidah I. 2010. Mikroenkapsulasi fraksi aktif dari herba sambiloto
(Andrographis paniculata Nees) yang berkhasiat sitotoksik dengan metode
semprot kering. [thesis]. Depok: Program Studi Ilmu Kefarmasian
Kekhususan Teknologi Farmasi.
Shatilova Y. 2008. Color image technique in fish research. [thesis]. Finland:
Department of Computer Science University of Joensuu.
Skoog DA, Donald MW, F James Holler, Stanley RC. 2004. Fundamentals of
Analytical Chemistry. Ed ke-8. Canada: Brooks Cole.
Sim CO, Hamdan MR, Ismail Z, Ahmad MN. 2004. Assessment of herbal
medicines by chemometrics-assisted interpretation of FTIR spectra. Journal
of Analytica Chimica Acta.
Singh SK, Jha SK, Chaudhary, Yadava RDS, Rai SB. 2010. Quality control of
herbal medicines by using spectroscopic techniques and multivariate
statistical analysis. Pharmaceut Biol 48:134-141.
Yusron M, Januwati M, Pribadi ER. 2005. Budidaya Tanaman Sambiloto. Bogor:
Balai Penelitian Obat dan Aromatika.

17

LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan alir penelitian
Bibit Sambiloto
Penanaman
Daun Sambiloto

Pemanenan

Umur 1 Bulan

Umur 2 Bulan

Umur 3 Bulan

Analisis

Ekstrak daun
sambiloto
Analisis
Kadar
andrografolida
(Depkes RI 2008)

Prediksi sampel
1, 2, dan 3

Pengambilan citra daun

Pengolahan citra daun

Pengumpulan data
reflektans

Analisis
PCA dan
PLSDA

18

Lampiran 2 Bagan alir pengolahan citra digital

Citra 97 warna
dan 46 tanaman
obat

Data Latih

[X] = nilai RGB
[Y] = spektra

Model polinomial

[X-1] × [Y]

Transformasi
matriks

Citra Daun
sambiloto
umur 1, 2,
dan 3 bulan

Data Uji

[X] × [W]

Rekonstruksi

[Y0]
[Yr]

Kesalahan
pengukuran

Model polinomial terbaik
(orde 1, 2, dan 3)

Matriks [W]

[Y0] = spektra
contoh daun
[X] = nilai RGB

[Yr] = Spektra daun
rekonstruksi

ΔE
RMSE

19

Lampiran 3 Predict Vs Reference PLSDA sambiloto umur 1, 2, dan 3 bulan

(a) 1 bulan

(b) 2 bulan

(c) 3 bulan

20

Lampiran 4

Nilai RMSE dan GFC dari model standar (97 warna, 46 daun
tanaman obat, dan campuran 97 warna + 46 daun tanaman obat)
97 warna + 46 daun obat

Sampel
Sambiloto 1
Sambiloto 2
Sambiloto 3
Sambiloto 4
Sambiloto 5
Sambiloto 6
Sambiloto 7
Sambiloto 8
Sambiloto 9
Sambiloto 10
Rerata

RMSE
11.7744
14.3924
10.6329
15.0205
10.6759
24.0192
11.0259
19.5609
8.7470
26.2340
15.2083

97 warna

GFC
0.7949
0.7889
0.7756
0.8036
0.8347
0.8384
0.8171
0.8136
0.8070
0.8054
0.8079

RMSE
40.5605
46.8352
43.9489
63.1532
42.4807
77.6647
42.6103
48.4936
42.2627
44.9401
49.2950

46 daun obat
GFC
0.9579
0.9506
0.9467
0.9500
0.9468
0.9407
0.9413
0.9413
0.9433
0.9452
0.9464

RMSE
12.7986
14.8087
11.8059
14.0031
11.1918
16.1478
11.4614
17.8533
9.0705
17.4394
13.6580

GFC
0.7775
0.7615
0.7711
0.7777
0.7929
0.7999
0.8101
0.7998
0.8109
0.8034
0.7905

Lampiran 5 Nilai RMSE dan GFC dari campuran standar 97 warna dan 46 daun
obat
Term 3
RMSE
GFC
18.4095
0.9636
20.2501
0.9579
14.3100
0.9540
21.7465
0.9589
18.5969
0.9607
38.7734
0.9440
15.8758
0.9446
26.6204
0.9438
11.0051
0.9418
35.2060
0.9379
22.0794
0.9507

Sampel
Sambiloto 1
Sambiloto 2
Sambiloto 3
Sambiloto 4
Sambiloto 5
Sambiloto 6
Sambiloto 7
Sambiloto 8
Sambiloto 9
Sambiloto 10
Rerata

Term 7
RMSE
GFC
11.7744
0.7949
14.3924
0.7889
10.6329
0.7756
15.0205
0.8036
10.6759
0.8347
24.0192
0.8384
11.0259
0.8171
19.5609
0.8136
8.7470
0.8070
26.2340
0.8054
15.2083
0.8079

Term 10
RMSE
GFC
13.4093
0.8207
16.2197
0.8123
11.4962
0.7963
17.2088
0.8216
12.9027
0.8533
27.5262
0.8557
11.6363
0.8298
21.4118
0.8262
9.4837
0.8158
29.7436
0.8148
17.1038
0.8246

Lampiran 6 Kriteria kebaikan model PLSDA
Perlakuan
Data
Asli
menghilangkan
pencilan

1 bulan

Kalibrasi
R
RMSEC
0.8640
0.1693

Prediksi
R
RMSEP
0.8514
0.1821

2 bulan

0.7570

0.2429

0.7092

0.2612

3 bulan

0.8167

0.1929

0.7958

0.207

1 bulan

0.7842

0.2242

0.7499

0.2475

2 bulan

0.3241

0.3714

0.2042

0.4005

3 bulan
1 bulan
2 bulan

0.7477
0.8952
0.7955

0.2418
0.1537
0.2038

0.7149
0.7859
0.3386

0.2599
0.2195
0.3679

3 bulan

0.9164

0.1398

0.7975

0.2202

Sampel
dan

Baseline, normalisasi,
derivatif,
dan
menghilangkan
pencilan
Normalisasi,
derivatif,
dan
menghilangkan
pencilan

2

2

21

Lampiran 7 Data prediksi sampel dengan model PLSDA sambiloto umur 1, 2,
dan 3 bulan
Model PLSDA

Sampel
1 bulan

2 bulan
1 bulan

3 bulan

1 bulan

2 bulan
2 bulan

3 bulan

1 bulan

3 bulan

2 bulan

Ulangan
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6
1
2
3
4
5
6

Nilai prediksi
0.8588
0.8163
0.7963
1.0654
0.7659
0.5623
0.1824
0.0429
0.2466
0.2213
-0.0175
0.0553
0.0663
0.0119
-0.2536
-0.3138
-0.0160
0.1814
0.2571
0.2407
0.3919
0.0109
0.2660
0.4771
0.8575
1.1735
0.9070
0.9587
1.0634
0.9018
-0.1737
-0.0193
0.2852
0.7523
0.1538
-0.4788
-0.1159
-0.0570
-0.1882
-0.0763
-0.0319
-0.0394
-0.0398
-0.2164
-0.1536
-0.1800
-0.0459
0.0429

Nilai referensi
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
1
1
1
1
1
1
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0

22

Lampiran 7 Data prediksi sampel dengan model PLSDA sambiloto umur 1, 2,
dan 3 bulan lanjutan
Model PLSDA

Sampel

Ulangan

Nilai prediksi

Nilai referensi

3 bulan

1
2
3
4
5
6

1.1074
1.0074
0.9684
0.5615
0.8622
1.2974

1
1
1
1
1
1

3 bulan

Lampiran 8 Data standar 97 warna dan23 jenis daun tanaman obat yang terdiri
dari daun muda dan daun tua

w1

w2

w3

w4

w5

w6

w7

w8

w9

w10

w11

w12

w13

w14

w15

w16

w17

w18

w19

w20

w21

w22

w23

w24

w25

w26

w27

w28

w29

w30

w31

w32

w33

w34

w35

w36

w37

w38

w39

w40

w41

w42

w43

w44

w45

w46

w47

w48

23

Lampiran 8 Data standar 97 warna dan23 jenis daun tanaman obat yang terdiri
dari daun muda dan daun tua lanjutan

w49

w50

w51

w52

w53

w54

w55

w56

w57

w58

w59

w60

w61

w62

w63

w64

w65

w66

w67

w68

w69

w70

w71

w72

w73

w74

w75

w76

w77

w78

w79

w80

w81

w82

w83

w84

w85

w86

w87

w88

w89

w90

w91

w92

w93

w94

w95

w96

w97

24

Lampiran 8 Data standar 97 warna dan23 jenis daun tanaman obat yang terdiri
dari daun muda dan daun tua lanjutan

Dudang
kayu (d1)

Dudang
kayu (d2)

Remak
daging (d3)

Remak daging
(d4)

Sambang
dara (d5)

Sambang
dara (d6)

Sirih (d7)

Sirih (d8)

Jinten (d9)

Jinten (d10)

Daun iler
(d11)

Daun iler
(d12)

Jeruk
lemon
(d13)

Jeruk
lemon
(d14)

Daun duduk
(d15)

Daun duduk
(d16)

Jawer
kotok
(d17)

Jawer
kotok
(d18)

Tabat
barito
(d23)

Tabat
barito
(d24)

Daun ungu Daun ungu
(d19)
(d20)

Bidani (d21)

Bidani (d22)

Alamanda
(d25)

Alamanda
(d26)

Jati belanda
(d27)

Jati belanda
(d28)

Landep
(d29)

Lsndep
(d30)

Sambiloto
(d31)

Sambiloto
(d32)

Landik (d33)

Landik (d34)

Salam
(d35)

salam
(d36)

Nona
makan
sirih (d37)

Nona
makan
sirih (d38)

Kejibeling
ungu (d39)

Kejibeling
ungu anda
rusa (d40)

Ganda
rusa (d