Analisis Eksistensi Kearifan Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi Gorontalo

ANALISIS EKSISTENSI KEARIFAN LOKAL HUYULA
DESA BONGOIME PROVINSI GORONTALO

FARIS BUDIMAN ANNAS

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKUTLAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Kearifan
Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi Gorontalo adalah benar karya saya
denganarahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Faris Budiman Annas
NIM I34090041

Analisis Eksistensi Kearifan Lokal Huyula Desa Bongoime Provinsi Gorontalo
Kearifan lokal masyarakat memegang peranan penting dalam pengelolaan sumberdaya
alam. Pentingnya kearifan lokal masayarakat dilihat dari proses interaksi masyarakat yang sejak
beberapa generasi telah hidup dari pengelolaan sumber daya alam (Sirait 2005). Ketersediaan,
kelestarian dan keberlanjutan sumberdaya alam ditentukan oleh adanya faktor kearifan sebagai
manifestasi akal masyarakat lokal yang tersembunyi dan diyakini sebagai sesuatu yang benar,
dirasakan bersama, serta merupakan sesuatu yang baik dan berguna bagi kehidupannya..
Pentingnya mengkaji kearifan lokal terutama di bidang pertanian, merupakan isu penting
di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia. Sejarah nusantara membuktikan bahwa
negara ini kaya akan kearifan lokal bidang pertanian dan pengolahan bahan makanan. Huyula
sebagai salah satu bentuk kearifan lokal di Gorontalo merupakan nilai-nilai yang terdapat
dimasyarakat yang melandasi sistem gotong royong. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
eksistensi kearifan lokal Huyula di dalam masyarakat Gorontalo.
Huyula merupakan kerjasama sosial tanpa pamrih yang sejak dahulu dipraktekkan oleh
para luluhur dan merupakan sistem ekonomi yang terkoordinir maupun secara sukarela. Pada

masyarakat Desa Bongoime, nilai-nilai Huyula diterapkan oleh masyarakat dalam berbagai aspek
kehidupan. Nilai-nilai Huyula diwujudkan dalam berbagai kegiatan misalnya dalam kerja bakti
pembersihan lingkungan pedesaan, pembuatan jalan, kematian, pembersihan saluran irigasi
maupun kegiatan pertanian. Nilai-nilai Huyula sebagai suatu bentuk kearifan lokal di Desa
Bongoime merupakan salah satu solusi yang membantu petani dalam kaitannya dengan
pengelolaan sumberdaya pertanian padi sawah. Dalam pengelolaan sumber daya pertanian
khususnya pertanian padi sawah di Desa Bongoime nilai-nilai Huyula terbagi menjadi dua wujud
yaitu kegiatan Huyula dan Ti’ayoKearifan lokal ini pernah dialami oleh masyarakat pada periode
sebelum reformasi. Namun saat ini, Huyula dalam pengolahan lahan dan penanaman telah
berubah menjadi sistem upah.
Masyarakat Desa Bongoime secara umum memiliki pengetahuan, sikap dan perilaku
yang tinggi terhadap Huyula, meskipun Huyula dalam pertanian saat ini hanya diterapkan dalam
pembersihan saluran irigasi. Pengetahuan petani terhadap Huyula berhubungan nyata dengan
sikap dan perilaku petani. Faktor usia dan intensitas penyuluhan berhubungan dengan
pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Semakin tinggi usia petani maka
semakin tinggi pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula. Hal ini pun sama terjadi
terhadap intensitas penyuluhan petani, yaitu semakin tinggi intensitas penyuluhan petani maka
semakin tinggi pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula.
 


ABSTRAK
FARIS BUDIMAN ANNAS. Analisis Eksistensi Kearifan Lokal Huyula Desa
Bongoime Provinsi Gorontalo. Dibimbing oleh EKAWATI SRI WAHYUNI.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis eksistensi kearifan lokal
Huyula diukur dengan pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula
dan hubungannya dengan faktor internal dan eksternal petani. Sampel penelitian
ini adalah warga Desa Bongoime yang berprofesi sebagai petani padi sawah.
Penelitian ini menggunakan data kuantitatif dilengkapi dengan data kualitatif.
Penelitian ini diuji dengan menggunakan uji korelasi Rank Spearman dengan taraf
nyata 0.05. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Huyula merupakan nilai-nilai
gotong royong yang terdapat di masyarakat. Petani memiliki pengetahuan, sikap
dan perilaku yang tinggi terhadap Huyula meskpun dalam penerapannya Huyula
hanya terdapat pada pembersihan saluran irigasi. Terdapat hubungan antara
pengetahuan, sikap dan perilaku petani terhadap Huyula dengan usia dan
intensitas penyuluhan petani sehingga usia dan intensitas penyuluhan petani
berpengaruh terhadap eksistensi Huyula.
Kata kunci: Huyula, eksistensi, faktor internal, faktor eksternal.

ABSTRACT
FARIS BUDIMAN ANNAS. Existence Analysis of Local Wisdom Huyula in

Bongoime Village Gorontalo Province. Supervised by EKAWATI SRI WAHYUNI.
This study aims to analyze the existence of local wisdom Huyula measured
by knowledge, attitudes and behavior of farmers to Huyula and its relationship
with the internal and external factors farmers. The sample was Bongoime
villagers who work as rice farmers. This study uses quantitative data with
qualitative data furnished. This study tested using Spearman rank correlation test
with significance level 0.05 level. Results of this study indicate that Huyula is a
values contained in the mutual aid society. Farmers have the high knowledge,
attitude and behavior towards Huyula although in practice only in the cleaning of
irrigation channels. There is a relationship between knowledge, attitudes and
behavior of farmers toward Huyula. There are two variabel like age and extention
intensity that affects the existence Huyula.
Keywords: Huyula, existence, internal factors, external factors.

ANALISIS EKSISTENSI KEARIFAN LOKAL HUYULA DESA
BONGOIME PROVINSI GORONTALO

FARIS BUDIMAN ANNAS

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan
Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT
FAKUTLAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Eksistensi Kearifan Lokal Huyula Desa Bongoime
Provinsi Gorontalo
Nama

: Faris Budiman Annas

NIM


: I34090041

Disetujui oleh

Dr Ir Ekawati Sri Wahyuni MA
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Soeryo Adiwibowo MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
kearifan lokal, dengan judul Analisis Eksistensi Kearifan Lokal Huyula Desa
Bongoime Provinsi Gorontalo.

Ucapan terima kasih dan hormat penulis sampaikan kepada Dr. Ekawati
Sri Wahyuni selaku dosen pembimbing, yang telah banyak memberikan arahan,
masukan, saran dan sabar membimbing penulis dalam menyelesaikan laporan ini.
Ucapan terimakasih juga penulis sampaikan kepada, orang tua tercinta, serta
Ayyub Shabir dan Farah Fatimah Zahra, adik tersayang, dan kakak tercinta
Annisa Nur Aisyah Annas yang telah memberikan dukungan, doa dan semangat
selama penulisan. Tak lupa juga kepada teman-teman SKPM 46 khususnya, Mona
Inayah Pratiwi, Carlae J, Fadil, Gilang, Arif, Yandra, Indra, Rizka A, Tyas, Shitta,
Linda, Elbie, Mono, Ikbal, Beha, Randy Ilyas, KPM Jantan. Penulis juga
mengucapkan terima kasih atas bantuan, saran dan semangat yang diberikan oleh
senior dan dukungan dari adek-adek KPM 47 dan KPM 48, serta pihak-pihak
yang mendukung, memotivasi serta membantu penulis dalam menyelesaikan
laporan ini.Semoga laporan skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Mei 2013
Faris Budiman Annas

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN



Latar Belakang



Perumusan Masalah




Tujuan Penelitian



Manfaat Penelitian



TINJAUAN PUSTAKA



Konsep Kearifan Lokal



Bentuk-bentuk Kearifan Lokal




Eksistensi kearifan lokal Huyula



Konsep Pengetahuan, Sikap dan Perilaku



Penyuluhan Pertanian



Kerangka Pemikiran



Hipotesis Penelitian




Definisi Operasional



METODE

11 

Lokasi dan Waktu

11 

Teknik Pengumpulan Data

11 

Teknik Pengolahan data

12 

PROFIL DESA BONGOIME

17 

Sejarah Desa

17 

Kondisi Geografis

17 

Kondisi Demografi

18 

Sarana dan Prasarana

19 

Mata Pencaharian

20 

Struktur Sosial Masyarakat

20 

Gambaran Umum Responden

20 

Karakteristik Responden menurut Usia

21 

Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendidikan

22 

Karakteristik Responden menurut Tingkat Pendapatan

22 

Karakteristik Responden Menurut Luas Lahan

22 

Karakteristik Responden Menurut Pekerjaan Non Pertanian dan Pertanian23 
BENTUK-BENTUK KEARIFAN LOKAL HUYULA

25 

Nilai-nilai Huyula dalam Pertanian

25 

Peran Panggoba dalam Kegiatan Pertanian Petani

28 

PENGETAHUAN, SIKAP DAN PERILAKU PETANI TERHADAP HUYULA
29 
Pengetahuan Petani Terhadap Huyula

29 

Sikap Petani Terhadap Huyula

30 

Perilaku Petani Terhadap Huyula

33 

Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Petani Terhadap Huyula
36 
HUBUNGAN FAKTOR INTERNAL DAN EKSTERNAL TERHADAP
HUYULA
38 
Hubungan Usia Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Huyula Petani39 
Hubungan Tingkat pendidikan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Huyula Petani
42 
Hubungan Luas Lahan Garapan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Huyula Petani
43 
Hubungan Pekerjaan non pertanian Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Huyula Petani
45 
Hubungan Intensitas Penyuluhan Terhadap Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Huyula Petani
46 
SIMPULAN DAN SARAN

49 

Simpulan

49 

Saran

49 

DAFTAR PUSTAKA

51 

RIWAYAT HIDUP

52 

DAFTAR TABEL



1 Bentuk-bentuk Kearifan Lokal
2 Jumlah dan presentase penduduk berdasarkan kelompok umur

18 

3 Presentase penduduk berdasarkan tingkat pendidikan

19 

4 Jumlah umur dan presentase penduduk berdasarkan jenis pekerjaan 20 
5 Karakteristik Petani

21 

6 Perbedaan sistem kerja Ti’ayo dan Huyula

27 

7 Jumlah Responden menurut respon terhadap pertanyaan
pengetahuan Huyula
8

mengenai
30 

Jumlah responden menurut respon terhadap pertanyaan mengenai
sikap tentang Huyula
31 

9 Jumlah Responden menurut respon terhadap pertanyaan mengenai
perilaku tentang Huyula.
34 
10 Hasil pengujian hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku
petani terhadap Huyula.
37 
11

Hubungan antara usia terhadap pengetahuan, sikap dan perilaku
Huyula petani
39 

12

Hubungan tingkat pendapatan terhadap pengetahuan, sikap dan
perilaku Huyula petani
41 

13 Hasil pengujian hubungan antara tingkat pendidikan terhadap
pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani
43 
14 Hasil pengujian hubungan antara luas lahan garapan terhadap
pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani .
44 
15 Hasil pengujian hubungan antara pekerjaan non pertanian terhadap
pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula
45 
16

Hasil pengujian hubungan antara intensitas penyuluhan terhadap
pengetahuan, sikap dan perilaku Huyula petani
46 

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka

Pemikiran


2 Persentase jumlah petani berdasarkan pengetahun terhadapHuyula
29
3 Persentase
31 

jumlah

petani

berdasarkan

sikap

terhadap

Huyula.

4 Persentase jumlah petani berdasarkan perilaku terhadap Huyula.
34 

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Peta Desa
Kuisioner Penelitian
Kerangka Sampling
Uji Statistik
Dokumentasi

59
60
66
70
72

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara agraris dengan masyarakatnya yang sebagian
besar bermata pencaharian sebagai petani. Sejak 1945, pertanian di Indonesia
umumnya masih bersifat subsisten atau tradisional, mereka melakukan usaha
pertanian dengan mengandalkan pengetahuan yang mereka miliki.Pengetahuan
tersebut diperoleh secara turun-temurun melalui tradisi ataupun komunikasi
verbal.
Pemerintah sebagai pihak yang juga bertanggung jawab mengembangkan
masyarakat pertanian di Indonesia telah menciptakan berbagai kebijakan pertanian
melalui penyuluhan oleh lembaga-lembaga pertanian, namun cukup disayangkan
karena teknologi pertanian yang disampaikan oleh penyuluhan tersebut cukup
sulit diterapkan oleh petani. Hal ini dikarenakan kemampuan adopsi petani yang
rendah dalam menerima hal-hal baru, selain itu petani juga memiliki pengetahuan
lokal dalam pengelolaan sumberdaya pertanian. Pengetahuan lokal tersebut biasa
juga disebut sebagai kearifan lokal yang dimiliki oleh suatu masyarakat.
Dewasa ini kesadaran akan perlunya kearifan lokal mendapat perhatian
yang lebih besar dari para ilmuwan dipicu oleh wacana global tentang kegagalan
pembangunan dinegara-negara dunia ketiga. Hal ini dikarenakan oleh semakin
merosotnya kualitas lingkungan alam akibat semakin cepatnya kepunahan
pengetahuan-pengetahuan yang menjadi basis adaptasi berbagai komunitas lokal.
Selain itu, perlunya penguatan terhadap kebutuhan akan jatidiri di tengah arus
globalisasi perlu ditingkatkan (Ahimsa 2008)
Terdapat dua poin penting dalam kearifan lokal, yakni pengetahuan dan
praktek yang tidak lain adalah pola interaksi dan pola tindakan. Pengetahuan
dapat disamakan dengan knowledge yang dapat diperoleh dari berbagai sumber
seperti media massa ataupun cerita orang lain sehingga mudah dilupakan,
sedangkan pengalaman lebih bersifat permanen terutama karena ia berkaitan
dengan pengalaman langsung dalam perjalanan hidup manusia (Sairin 2006)
Kearifan lokal masyarakat memegang peranan penting dalam pengelolaan
sumberdaya alam. Pentingnya kearifan lokal masayarakat dilihat dari proses
interaksi masyarakat yang sejak beberapa generasi telah hidup dari pengelolaan
sumber daya alam (Sirait 2005). Ketersediaan, kelestarian dan keberlanjutan
sumberdaya alam ditentukan oleh adanya faktor kearifan sebagai manifestasi akal
masyarakat lokal yang tersembunyi dan diyakini sebagai sesuatu yang benar,
dirasakan bersama, serta merupakan sesuatu yang baik dan berguna bagi
kehidupannya..
Pentingnya mengkaji kearifan lokal terutama di bidang pertanian,
merupakan isu penting di negara yang sedang berkembang seperti Indonesia.
Sejarah nusantara membuktikan bahwa negara ini kaya akan kearifan lokal bidang
pertanian dan pengolahan bahan makanan. Huyula sebagai salah satu bentuk
kearifan lokal di Gorontalo merupakan nilai-nilai yang terdapat dimasyarakat
yang melandasi sistem gotong royong. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
eksistensi kearifan lokal Huyula di dalam masyarakat Gorontalo.

2
Perumusan Masalah
Masalah yang ada dalam penelitian ini adalah: bagaimana eksistensi
kearifan lokal Huyula? Masalah umum tersebut diperinci dengan masalah khusus:
1. Bagaimana bentuk-bentuk kearifan lokal Huyula dalam dalam pengelolaan
sumberdaya pertanian padi sawah yang terdapat pada masyarakat petani ?
2. Bagaimana eksistensi kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya
pertanian padi sawah yang diukur dari aspek pengetahuan, sikap, dan perilaku
petani?
3. Bagaimana hubungan faktor internal dan eksternal petani terhadap eksistensi
kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya pertanian padi sawah ?
Tujuan Penelitian
1. Mendeskripsikan bentuk-bentuk kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan
sumberdaya pertanian sawah yang terdapat pada kelompok tani.
2. Menganalisis eksistensi kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya
pertanian sawah yang diukur dari aspek pengetahuan, sikap, dan perilaku
petani.
3. Menganalisis hubungan faktor internal dan eksternal petani terhadap eksistensi
kearifan lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya pertanian padi sawah.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengantar atau
sebagaipengenalan lebih lanjut mengenai kearifan lokal Huyula dalam
pengelolaan sumberdaya pertanian sawah. Melalui penelitian ini, terdapat juga
beberapa hal yang ingin penulis sumbangkan pada berbagai pihak, yaitu:
1.
Akademisi, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi peneliti
yang ingin mengkaji lebih lanjut mengenai eksistensi kearifan lokal
Huyula dalam pengelolaan pertanian sawah.
2.
Masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberi dampak positif bagi
masyarakat, khususnya untuk memahami fenomena eksistensi kearifan
lokal Huyula dalam pengelolaan pertanian sawah.
3.
Pemerintah, penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan atau
dijadikan bahan pertimbangan bagi para pengambil kebijakan (pemerintah)
dalam perencanaan, mengambil keputusan dan membuat kebijakan dalam
hal pembangunan pertanian yang memperhatikan aspek kearifan lokal di
pedesaan.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Kearifan Lokal
Menurut Keraf (2002) dalam bukunya “ Etika Lingkungan “, bahwa
kearifan lokal atau kearifan tradisional adalah semua bentuk pengetahuan,
keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang
menuntun perilaku manusia di dalam kehidupan komunitas ekologis. Hal ini
diperkuat oleh Ridwan (2007), yang menyatakan bahwa kearifan lokal merupakan
pengetahuan lokal yang didasarkan pada nilai-nilai budaya lokal.Kearifan lokal
dapat dirasakan melalui kehidupan sehari-hari masyarakat karena akhir dari
sedimentasi kearifan lokal adalah tradisi.Kearifan lokal dapat menjadi energi
potensial untuk mengembangkan lingkungan mereka untuk menjadi beradab.
Kearifan lokal adalah hasil dari respon yang sama dengan kondisi lingkungan
sekitar mereka.
Penjelasan lain juga dikemukakan oleh Ostorm yang dikutip oleh Sirait
(2005) yang menjelaskan bahwa kearifan lokal adalah semua bentuk pengetahuan,
keyakinan, pemahaman, atau wawasan serta adat dan kebiasaan yang diwujudkan
dalam kebijaksanaan berdasarkan nilai dan norma budaya yang dimiliki oleh
masyarakatnya, sebagai suatu kekuatan dan kemampuan potensial yang menuntun
perilaku masyarakat dalam kehidupan komunitasnya. Kearifan lokal atau sering
disebut sebagai local wisdom, menurut Ridwan (2007), secara etimologi dapat
dipahami sebagai usaha manusia dengan menggunakan akal budinya (kognisi) dan
bersikap terhadap suatu peristiwa yang terjadi dalam ruang tertentu sebagai
sebuah kebijaksanaan. Lebih spesifik lagi kearifan lokal ini menunjuk pada ruang
interaksi terbatas dengan sistem nilai yang terbatas pula.Sebagai ruang interaksi
yang sudah didesain sedemikan rupa yang didalamnya melibatkan suatu pola-pola
hubungan antara manusia dengan manusia atau manusia dengan lingkungan
fisiknya.Pola interaksi yang sudah terdesain tersebut disebut setting yang
merupakan sebuah ruang interaksi tempat seseorang dapat menyusun hubunganhubungan face to face dalam lingkungannya. Sebuah setting kehidupan yang
sudah terbentuk secara langsung akan memproduksi nilai-nilai. Nilai-nilai tersebut
yang akan menjadi landasan hubungan mereka atau menjadi acuan tingkah laku
mereka.
Kearifan lokal diwujudkan melalui cara-cara tersendiri dan unik yang diatur
didalam norma-norma budaya didalam ritual dan tradisi masyarakat. Kearifankearifan tersebut diwariskan oleh leluhur mereka yang mempengaruhi pola
pengetahuan (pemahaman), sikap, dan perilaku masyarakat, dan bersifat mengikat
semua komponen masyarakatnya, hal tersebut dikemukakan oleh Puspawardoyo
yang dikutip oleh Sirait (2005),. Pemahaman menurut Babcock dalam Aulia
(2012) menyatakan bahwa kearifan lokal adalah kumpulan pengetahuan dan cara
berfikir yang berakar dalam kebudayaan suatu kelompok manusia, yang
merupakan hasil pengamatan selama kurun waktu yang lama.
Bentuk-bentuk Kearifan Lokal
Menurut Sirtha (2003)
sebagaimana dikutip oleh Sartini (2004),
menjelaskan bahwa bentuk-bentuk kearifan lokal dalam masyarakat dapat berupa

4
nilai, norma, etika, kepercayaan, adat-istiadat, hukum adat, dan aturan-aturan
khusus.Bentuk yang bermacam-macam ini mengakibatkan fungsi kearifan lokal
menjadi bermacam-macam pula. Fungsi tersebut antara lain adalah
1. Kearifan lokal berfungsi untuk konservasi dan pelestarian sumberdaya
alam.
2. Kearifan lokal berfungsi untuk mengembangkan sumber daya manusia
3. Berfungsi sebagai pengembangan kebudayaan dan ilmu pengetahuan
4. Berfungsi sebagai petuah, kepercayaan, sastra dan pantangan.
Tabel1 Bentuk-bentuk Kearifan Lokal
Bentuk Kearifan
Lokal
Nilai-nilai

Suku /
Masyarakat
Kampung
Masyarakat
Ciburuk, Desa Sunda
Kandangsapi,
(Tirsa 2012)
Kecamatan
Cijaku,
Kabupaten
Lebak, Provinsi
Banten.

Etika

Pantai
Soka, Masyarakat
Desa
Antap, Bali
Kecamatan
(Farhan 2012)
Selemadeg,
Kabupaten
Tabanan,
Provinsi Bali.

Adat-istiadat

Hukum
(sanksi )

Daerah

Kasus di Desa
Adat Tenganan
Pageringsingan,
Kabupaten
Karangasem,
Bali.
adat Kasus di Desa
Adat Tenganan
Pageringsingan,
Kabupaten
Karangasem,
Bali.

Masyarakat
Bali
(Kamasan
2003)

Masyarakat
Bali
(Kamasan
2003)

Contoh
Sawen merupakan
penanda kayu
yang ditancapkan
pada tumpukan
hasil panen. Hal
tersebut
menandakan
bahwa hasil panen
tersebut ada
pemiliknya
Penggunaanalat
Bubu Bambu atau
penggunaan alat
tangkap ikan
secara tradisional
yang berbentuk
perangkap tidak
merusak
lingkungan pantai
dan membuat
pantai kotor.
Perayaan nyepi
dalam keseharian
dan ketaatan
terhadap terhadap
aturan adat
setempat
awig-awig yang
mengatur tentang
larangan
menebang hutan
secara
sembarangan.

5
Hal tersebut dikuatkan oleh penjelasan (Ridwan 2007) bahwa masyarakat
di Indonesia khususnya, kearifan lokal dapat ditemukan dalam bentuk nyanyian,
pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab kuno yang melekat dalam
perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan
hidup masyarakat yang telah berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal
akan tercermin dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat
tertentu. Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang
biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat diamati melalui
sikap dan perilaku mereka sehari-hari.
Bentuk-bentuk kearifan lokal menurut teori Sirtha (2003) seperti nilai,
etika, adat istiadat, hukum adat dan kepercayaan dapat dilihat dari pada Tabel.1 di
atas.Kearifan lokal dalam bentuk nilai-nilai terdapat pada kampung Ciburuk,
Banten. Masyarakat pada kampung tersebut menerapkan nilai-nilai yang dianggap
penting, contohnya adalah Sawen.Bentuk kearifan lokal ini merupakan penanda
kayu yang ditancapkan pada tumpukan hasil panen. Hal tersebut menandakan
bahwa hasil panen tersebut ada pemiliknya dan tidak boleh diambil oleh pihak
lain. Kearifan lokal ini membentuk rasa saling menghargai dan menumbuhkan
rasa saling percaya di antarasesama (Tirsa 2012).
Kearifan lokal dalam bentuk etika dapat dilihat pada masyarakat di Desa
Antap Kabupaten Tabanan Bali. Masyarakat di daerah ini menjunjung etika
terhadap lingkungan.Misalnya, dalam hal penangkapan ikan, masyarakat nelayan
menggunakan alat Bubu Bambu atau penggunaan alat tangkap ikan secara
tradisional yang berbentuk perangkap, alat ini tidak merusak lingkungan pantai
dan membuat pantai kotor (Farhan 2012), sehingga keasrian dan keindahan pantai
tetap terjaga sehingga dapat meningkatkan jumah wisatawan ke pantai tersebut.
Bentuk kearifan lokal yang dicerminkan dalam adat istiadat dapat
diamati pada masyarakat di Desa Adat Tenganan, Bali. Masyarakat pada
kampung ini menerapkan filosofi nyepi dalam kehidupan sehari-hari. Perayaan
nyepi dalam keseharian dan ketaatan terhadap terhadap aturan adat setempat.
Berbeda dengan desa lainnya pada saat Hari Raya nyepi yang tidak
diperbolehkan keluar rumah sedangkan di Desa Tenganan warganya
diperbolehkan keluar rumah. Dalam masyarakat Desa Adat Tenganan,
pelaksanaan kehidupan keagamaan diatur oleh adat seperti upacara-upacara
keagamaan. Dengan pengaturan dari adat, warga mempersiapkan keperluan
untuk pelaksanaan suatu upacara (Kamasan 2003).
Kearifan lokal dalam bentuk hukum adat juga dapat diamati pada
masyarakat di Desa Adat Tenganan Pageringsingan, Kabupaten Karangasem,
Bali.Masyarakat ini menerapkan awig-awig yang mengatur tentang larangan
menebang hutan secara sembarangan (Kamasan 2003). Peraturan adat di desa
ini sangatlah ketat, bagi yang melanggar akan dikenakan sanksi. Rasa patuh
terhadap awig-awig didasari oleh kesadaran tentang arti penting pengendalian
diri dan bukan karena takut terhadap hukuman.
Bentuk kearifan lokal yang diwujudkan dalam kepercayaan terdapat pada
masyarakat di Desa Karang peninggal, Ciamis. Masyarakat di kampung ini
menerapkan Budaya pamali yang menjadi norma adat seperti pelestarian
rumah adat, pelarangan penguburan mayat, pelarangan pembuatan sumur dan
pelestarian hutan keramat (Aulia 2012). Budaya pamali telah menjadi turun
temurun dalam masyarakat tersebut dan diturunkan melalui cerita-

6
cerita.Masyarakat di kampung ini patuh dan taat terhadap budaya tersebut,
sehingga kearifan lokal tersebut tidak hanya sekedar kepercayaan melainkan
diterapkan juga dalam kehidupan sehari-hari.
Eksistensi kearifan lokal Huyula
Huyula merupakan sistem tolong-menolong antara angota-anggota
masyarakat, untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan bersama yang
didasarkan pada solidaritas sosial melalui ikatan kepentingan bersama yang
didasarkan pada solidaritas sosial melalui ikatan keluarga, tetangga dan kerabat
(Hatu 2011).Eksistensi kearifan lokal pada masyarakat tidak bersifat kaku dan
terhenti melainkan dapat berubah karena mengalami perkembangan atau
kemunduran. Hal ini terjadi pada perkembangan kearifan lokal yang berupa tradisi
gotong royong (basesiru) pada masyarakat petani di Pulau Lombok, dalam
kegiatan usahatani, kearifan lokal ini mulai ditinggalkan petani karena dinilai
kurang efektif dan efisien serta memerlukan biaya yang lebih tinggi dibandingkan
dengan bentuk kerja sama yang lain seperti kerjasama tenaga balas tenaga dan
sistem upahan. Kerja sama siruwales merupakan bentuk modifikasi kerja sama
gotong royong (basesiru) dalam kegiatan usahatani jagung. Kearifan lokal
tersebut (basesiru) dalam pengelolaan usaha tani sudah berkembang, merupakan
dampak atas keterdedahan petani terhadap informasi inovasi dan komersialisasi
usaha tani.
Konsep Pengetahuan, Sikap dan Perilaku
Menurut Notoatmojdo (2003) menjelaskan bahwa pengetahuan adalah
merupakan hasil dari “Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan
terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca indra manusia,
yiatu : indra penglihatan, pendengaranm penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar
pengetahuan manusia diperolah melalui pendidikan, pengalaman orang lain,
media massa maupun lingkungan . Pengetahuan merupakan domain yang sangat
penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan diperlukan sebagai
dukungan dalam menumbuhkan rasa percaya diri maupun sikap dan perilaku
setiap hari, sehingga dapat dikatakan bahwa pengetahuan merupakan fakta yang
mendukung tindakan seseorang . Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih
tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek Manifestasi sikap itu
tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku tertutup. Perilaku adalah tindakan atau aktivitas dari manusia itu sendiri
yang mempunyai bentangan yang sangat luas antara lain : berjalan, berbicara,
menangis, tertawa, bekerja, kuliah, menulis, membaca, dan sebagainya. Dari
uraian ini dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud perilaku manusia adalah
semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik yang diamati langsung, maupun yang
tidak dapat diamati oleh pihak luar
Menurut Van den Ban dan Hawkins (1996) menjelaskan bahwa sikap dapat
didefinisikan sebagai perasaan, pikiran, dan kecendrungan seseorang yang kurang
lebih bersifat permanen mengenai aspek-aspek tertentu dalam lingkungannya.
Komponen-komponen sikap adalah pengetahuan, perasaan-perasaan dan
kecendrungan untuk bertindak. Lebih mudahnya, sikap adalah kecondongan

7
evaluative terhadap suatu objek yang memiliki konsekuensi yakni bagaimana
seseorang berhadapan dengan objek-objek sikap. Tekanannya pada kebanyakan
penelitian dewasa ini adalah perasaan atau emosi.
Penyuluhan Pertanian
Menurut Van den Ban dan Hawkins (1996) penyuluhan merupakan
keterlibatan seseorang untuk melakukan informasi secara sadar dengan tujuan
membantu sesamanya memberikan pendapat sehingga bias membuat keputusan
yang benar. Menurut Soemodiwirjo (1941) bahwa pada usaha-usaha untuk
memajukan ekonomi dan keadaan sosial rakyat, maka selalu harus diperhatikan
bahwa kegiatan penyuluhan pertanian adalah kegiatan pendidikan. Menurut Alwi
(1958) penyuluhan pertanian adalah suatu usaha untuk memberi pengajaran,
pendidikan dan bimbingan pada petani buat mempertinggi kecerdasan mereka
umumnya, pengetahuan tehknik pertanian khususnya, membangkitkan kerjasama
serta giat menolong diri sendiri sehingga dapat menghasilkan cukup untuk
memenuhi kebutuhan hidup yang layak.
Padmanagara (1984) mengartikan penyuluhan pertanian sebagai sistem
pendidikan di luar sekolah (non-formal) untuk para petani dan keluarganya (ibu
tani, pemuda tani) dengan tujuan agar mereka mampu, sanggup, dan berswadaya
memperbaiki/meningkatkan kesejahteraannya sendiri serta masyarakatnya. Cruz
(1961) merumuskan bahwa penyuluhan pertanian adalah pendidikan untuk orang
dewasa, yang bertujuan untuk menginstruksikan dan mengajak petani untuk
mengadopsi teknik-teknik terbaik dalam kegiatan pertanian dan peternakan, dan
secara lebih jauh bermanfaat untuk mengubah pola pikir mereka untuk menerima
ide-ide dan metode baru dan mengembangkan inisiatif dalam peningkatan
pengetahuan dan perilaku mereka.
Kerangka Pemikiran
Kearifan lokal masyarakat memegang peranan penting dalam pengelolaan
sumberdaya alam. Pentingnya kearifan masyarakat lokal dilihat dari proses
interaksi masyarakat yang sejak beberapa generasi telah hidup dari pengelolaan
sumber daya alam. Penerapan kearifan lokal dalam pemanfaatan sumberdaya
pertanian dapat dilakukan dengan mengimplementasikan nilai-nilai, etika, adat
istiadat, hukum adat dan kepercayaan.Bentuk-bentuk tersebut dapat memberikan
manfaat dari segi ekologi, sosial, dan ekonomi.Kerangka penelitian baru di bawah
ini berusaha melihat eksistensi kearifan lokal Huyula yang dimiliki masyarakat
dalam pengelolaan sumberdaya pertanian.
Perwujudan kearifan lokal dalam bentuk-bentuk seperti nilai-nilai, etika,
adat istiadat, hukum adat dan kepercayaan dapat dilihat dari pengimplementasian
kearifan lokal tersebut.Pengimplementasian kearifan lokal dapat diukur dari aspek
pengetahuan, sikap dan perilaku masyarakat. Hal tersebut menimbulkan
pertanyaan penelitian yang pertama, yaitu: Bagaimana bentuk-bentuk kearifan
lokal Huyula dalam pengelolaan sumberdaya pertanian sawah yang terdapat
pada masyarakat petani ?
Kearifan lokal dapat mempengaruhi pola pemahaman, sikap, dan perilaku
masyarakat, yang bersifat mengikat semua komponen masyarakatnya. Kearifan

8
lokall biasanya diwujudkann dengan cara
c
tersend
diri dan uniik yang diaatur dalam
rituall dan traddisi masyaarakat . Hal
H
ini menimbulkan
m
n pertanyaaan, yaitu
:Baggaimana ek
ksistensi keaarifan lokaal Huyula dalam
d
penggelolaan sumberdaya
pertaanian sawaah dilihat dari
d aspek pengetahua
p
an, sikap, dan
d perilak
ku petani?
Terdapatt faktor-fakktor yang beerhubungan eksistensi kearifan
k
lokkal Huyula.
Faktoor internal petani sepeert umur, tiingkat pend
dapatan, tingkat pendiddikan, luas
lahann garapan dan
d pekerjaaan non peertanian dap
pat mempenngaruhi penngetahuan,
sikapp dan perilaaku petani terhadap
t
H
Huyula.
Selaain itu kelem
mbagaan peenyuluhan,
seperrti kegiataan-kegiatan penyuluhaan dan atu
uran-aturann dalam ppenyuluhan
terseebut juga dapat
d
mem
mpengaruhi pengetahu
uan, sikap dan perilaaku petani
terhaadap Huyulaa. Hal ini menimbulka
m
an pertanyaaan penelitiaan yang kettiga, yaitu:
Bagaaimana hu
ubungan faktor ek
ksternal da
an internaal petani terhadap
penggetahuan, sikap,
s
dan perilaku
p
peetani mengenai Huyulla?

: Berhhubungan
G
Gambar1
Keerangka Pem
mikiran

Hipotessis Penelitia
an
1
1.
2
2.
3
3.
4
4.

d penelitiaan ini adalaah:
Hipotesiis yang dapaat diambil dari
Diduga semakin
s
tinnggi (umur) petani mak
ka tingkat peengetahuan, sikap dan
perilaku terhadap Huyula
H
semaakin tinggi.
Diduga semakin tinggi tinngkat pend
didikan peetani makka tingkat
pengetahhuan, sikap dan perilakku terhadap Huyula sem
makin tinggii.
Diduga semakin tinggi tinngkat pend
dapatan petani makka tingkat
pengetahhuan, sikap dan perilakku terhadap Huyula sem
makin tinggii.
Diduga semakin tinggi luaas lahan garapan petani
p
makka tingkat
makin tinggii.
pengetahhuan, sikap dan perilakku terhadap Huyula sem

9
5. Diduga semakin tinggi intensitas penyuluhan petani maka tingkat
pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula semakin tinggi.
6. Diduga semakin tinggikuantitas petani yang memiliki pekerjaan non
pertanian maka tingkat pengetahuan, sikap dan perilaku terhadap Huyula
petani semakin rendah.

Definisi Operasional
1. Usia adalah lamanya seseorang hidup yang dihitung semenjak ia lahir
hingga penelitian ini dilakukan dalam satuan tahun. Dalam penelitian ini
usia petani, dibagi menjadi tiga kategori:
a. Muda (18-30 tahun), diberi kode 1
b. Dewasa (31-50 tahun), diberi kode 2
c. Tua (> 50 tahun), diberi kode 3
2. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan formal terakhir yang pernah
ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan dibedakan dengan
menggunakan skala ordinal yaitu:
a. Lulus SD/sederajat
:rendah, diberi kode 1
b. Lulus SMP/sederajat
:sedang, diberi kode 2
c. Lulus SMA/Perguruan Tinggi/sederajat :tinggi, diberi kode 3
3. Luas Lahan Garapan adalah luas lahan yang digarap (dikerjakan) oleh
petani, dihitung dengan satuan Ha atau m2.
a. Rendah (jika nilai luas lahan total berada di bawah rata-rata luas lahan
responden) diberi kode 1
b. Sedang (rata-rata luas lahan responden sama dengan rata-rata luas
lahan responden) diberi kode 2
c. Tinggi (jika nilai luas lahan total diatas rata-rata luas lahan responden)
diberi kode 3
4. Status Petani adalah identitas yang melekat pada responden berkaitan
dengan kegiatan pengolahan lahan sawah yang dilakukan. Status petani
diukur menggunakan skala nominal, yaitu :
a. Petani Pemilik adalah petani yang memiliki sejumlah lahan pertanian
denga luas tertentu. Kategeri ini diberi kode 1
b. Petani Penggarap adalah petani yang tidak memiliki lahan melakukan
penggarapan atau pengelolaan terhadap sejumlah lahan tertentu.
Kategori ini diberi kode diberi kode 2
c. Petani pemilik dan penggarap adalah petani yang memiliki sejumlah
lahan dengan luas tertentu dan menggarap sejumlah sejumlah lahan
milik petani lain. Kategori ini diberi kode 3
5. Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara
keseluruhan dari hasil pertanian yang dijual dalam setahun terakhir,
ditambah dengan penghasilan sampingan (non pertanian) yang diperoleh
dalam setiap bulan, yang dibagi berdasarkan kategori:
a. Rendah (jika nilai penghasilan total berada di bawah rata-rata
pendapatan responden), diberi kode 1

10
b. Sedang (jika nilai penghasilan total diatas rata-rata pendapatan
responden), diberi kode 2
c. Tinggi (jika nilai penghasilan total diatas rata-rata pendapatan
responden) diberi kode 3
6. Intensitas penyuluhan adalah keterlibatan petani kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi penyuluhan. Untuk
mengukur intensitas penyuluhan digunakan skala likert, yaitu sebagai
berikut ;
7. Pekerjaan non pertanian adalah pekerjaan yang dimiliki petani selain
pengelolaan usaha pertanian.
a. Tidak memiliki pekerjaan non pertanian, diberi kode 1
b. Memiliki pekerjaan non pertanian, diberi kode 2
8. Pengetahuan petani adalah pengetahuan yang diketahui oleh petani setelah
mengalami, menyaksikan, mengamati atau diajarkan, dan berkaitan
dengan kearifan lokal Huyula.
9. Sikap petani adalah pandangan-pandangan atau perasaan disertai
kecendrungan untuk bertindak terhadap kearifan lokal Huyula.
10. Perilaku Petani adalah manifestasi dari sikap, aktivitas atau kegiatan yang
dilakukan petani dalam hubungannya dengan kearifan lokal Huyula.

11

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian Eksistensi kearifan lokal ini dilakukan di Desa Bongoime,
Kecamatan Tilong Kabila. Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo.Lokasi
tersebut dipilih secara purposive dengan dua pertimbangan utama sebagai berikut:
(1) Desa Bongoime memiliki masyarakat petani yang menerapkan Huyula dalam
pengelolaan sumber daya pertanian.
(2) Menurut rekomendasi penyuluh pertanian, Desa Bongoime termasuk desa
binaan dalam program penyuluhan pertanian BP3K Kec. Tilongkabila.
Penelitian dilaksanakan dalam waktu enam bulan kegiatan penelitian
meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, perbaikan proposal,
pengambilan data lapangan, pengolahan dan analisis data, penulisan draft skripsi,
uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.

Teknik Pengumpulan Data
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh warga Desa Bongoime,
KecamatanTilongkabila, Kabupaten Bone Bolango.Responden dari penelitian ini
adalah warga Desa Bongoime yang berprofesi sebagai petani padi sawah.
Terdapat enam kelompok tani, yang setiap kelompok tani terdiri dari minimal 23
orang dan maksimal 30 orang. Kerangka sampling dalam penelitian ini adalah
gabungan dari enam kelompok tani, sehingga kerangka sampling terdiri dari 176
petani padi sawah. Teknik pengambilan sampel dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut: setiap kelompok tani tersebut diambil tujuh sampel petani secara acak,
sehingga diperoleh 42 sampel petani padi sawah.Metode pengambilan sampel
acak sederhana dilakukan secara manual menggunakan sistem pengocokan.
Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer kuantitatif diperoleh dari wawancara terstruktur
kepada responden dengan menggunakan instrumen berupa kuesioner yang terdiri
dari pertanyaan tertutup, yaitu pertanyaan yang sudah disertai alternatif
jawabannyadan pertanyaan terbuka untuk diisi oleh responden sendiri, untuk
menggali data kualitatif. Selain itu, pengumpulan data penelitian ini juga
dilakukan melalui wawancara mendalam dengan beberapa tokoh
masyarakatseperti kepala desa, pangggoba, penyuluh pertanian, dan ketua
kelompok tani untuk mengkaji eksistensi kearifan lokal Huyula.Data sekunder
dikumpulkan melalui kajian dokumen terhadap sumber-sumber sekunder di kantor
pemerintahan desa, serta berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini,
yakni buku, tesis, skripsi, jurnal penelitian dan situs internet.

12
Teknik Peengolahan data
Setelah seluruh
s
dataa terkumpuul, langkah berikutnya
b
yang haruss dilakukan
adalaah pengodeean data berrdasarkan definisi
d
operasional yaang ada. Penngokodean
data dilakukaan pada sooftware Miicrosoft exccel. Setelahh dikode, selanjutan
dilakkukan data screening atau pembbersihan daata, pada taahap ini seeluruh data
diverrifikasi kem
mbali jika terdapat
t
keesalahan daalam penulisan atau pengkodean
data.Selanjutnyaa, data yangg sudah dikkode kemud
dian dipindahkan ke SSPSS untuk
diolaah menjadi tabel
t
frekueensi dan diuj
uji hubungan
nnya.
D
Data
yang diperoleh
dianaalisis secarra deskripttif analitis diperkuat dengan data
d
kualitaatif, untuk
mengggambarkann karakteriistik individu (khalay
yak). Selannjutnya hassil analisis
diinterpretasikann untuk mem
mperoleh suuatu kesimp
pulan.
Uji koreelasi Rank Spearman digunakan
n untuk meelihat hubunngan yang
b
ordinal, seeperti untukk menguji
nyataa antar vaariabel denggan data berbentuk
hubuungan antarrakarakteristtik individuu seperti tin
ngkat pendaapatan (skaala ordinal)
denggan tingkaat dengan tingkat pengetahuaan, sikap dan periilaku(skala
ordinnal).Hubunggan antaraffaktor interrnal dan eksternal
e
teerhadap penngetahuan,
sikapp dan perilaaku Huyulaa petanidiujji dengan uji
u korelasi Rank Speaarman. Uji
korellasi Rank Spearman
S
d
digunakan
u
untuk
menentukan huubungan anttara kedua
variaabel (variabbel independden dan vaariabel depeenden) yangg ada pada penelitian
ini, yaitu
y
menguuji hubungaan antara ussia, tingkat pendapatann, tingkat ppendidikan,
luas lahan garappan, pekerjaaan non pertanian, dan
n intensitas penyuluhaan terhadap
tingkkat pengetahhuan, sikapp dan perilaaku yang berkenaan
b
d
dengan
keaarifan lokal
Huyuula. Korelassi dapat meenghasilkann angka possitif (+) dann negatif (-). Korelasi
posittif menunjuukkan hubunngan yang searah antaara dua variiabel yang ddiuji, yang
berarrti semakin besar variaabel bebas (variabel in
ndependen)) maka sem
makin besar
pula variabel terikat (vaariabel deppenden). Sementara
S
itu, korelaasi negatif
menuunjukkan huubungan yaang tidak seearah, yang berarti jikaa variabel bbebas besar
makaa variabel teerikat menjaadi kecil.
Rumus koorelasi Rankk Spearman adalah sebaagai berikutt:

Dimana:
ρ atau rs : koefisien korelasi
k
speaarman rank
minan
di : determ
n : jumlahh data atau sampel
s
Klasifikassi keeratan hubungan dijelaskan oleh Guilfo
ford (dalam
m Rakhmat,
1997) sebaagai berikutt:
0-0.199 huubungan sanngat lemah//sangat rend
dah
0.200 – 0.399 hubunggan lemah/rrendah
0.400 – 0.599 hubunggan yang seedang/cukup
p berarti
0.600 – 0.799 hubunggan yang kuuat
0.800 - 1.0000 hubunggan sangat tiinggi/sangaat kuat, dapaat diandalkaan
Tingkat kessalahan yanng digunakkan dalam penelitian ini adalah sebesar 5
T
perseen atau padaa taraf nyatta α 0.05, yaang berarti memiliki tingkat keperrcayaan 95
perseen. Nilai prrobabilitas (P) yang diperoleh
d
daari hasil penngujian dibbandingkan
denggan taraf nyaata untuk menentukan
m
apakah hub
bungan antaara variabel nyata atau

13
tidak. Bila nilai P lebih kecil dari taraf nyata α 0.05 maka hipotesis diterima,
terdapat hubungan nyata, dan nilai koefisien korelasi γs digunakan untuk melihat
keeratan hubungan antara dua variabel. Sebaliknya bila nilai P lebih besar dari
taraf nyata α 0.05 maka hipotesis tidak diterima, yang berarti tidak terdapat
hubungan nyata dan nilai koefisien korelasi γs diabaikan.
Pengkategorian suatu variabel menjadi kategori sedang atau rendah diukur
berdasarkan nilai maksimum dan minimum dari data lapang. Nilai maksimum
dilihat dari skor tertinggi responden dan nilai minimum dilihat dari skor terendah
responden. Berdasarkan skor tersebut, kemudian dibuat interval kelas untuk
menentukan rentang skor setiap katergori variabel. Rumus interval kelas yaitu
sebagai berikut ;
Interval Kelas = Skor Maksimum-Skor Minimum/ Jumlah Kelas
Berdasarkan interval kelas tersebut dibuat beberapa kelas menurut rentang skor
dan jumlah kelas. Setelah kategori variabel diperoleh selanjutnya dilakukan
pengkodean kategori variabel. Hasil pengkodean variabel tersebut selanjutnya
diolah dengan software SPSS untuk diuji hubungannya. Perhitungan skor setiap
variabel diuraikan dibawah ini ;
1. Luas Lahan Garapan adalah luas lahan yang digarap (dikerjakan) oleh petani,
dihitung dengan satuan Ha atau m2.
a. Rendah (jika nilai luas lahan total berada di bawah rata-rata luas lahan
responden) diberi kode 1
b. Sedang (rata-rata luas lahan responden sama dengan rata-rata luas lahan
responden) diberi kode 2
c. Tinggi (jika nilai luas lahan total diatas rata-rata luas lahan responden)
diberi kode 3
2. Tingkat pendapatan responden adalah jumlah penghasilan secara keseluruhan
dari hasil pertanian yang dijual dalam setahun terakhir, ditambah dengan
penghasilan sampingan (non pertanian) yang diperoleh dalam setiap bulan,
yang dibagi berdasarkan kategori:
a. Rendah (jika nilai penghasilan total berada di bawah rata-rata pendapatan
responden), diberi kode 1
b. Sedang (jika nilai penghasilan total diatas rata-rata pendapatan responden),
diberi kode 2
c. Tinggi (jika nilai penghasilan total diatas rata-rata pendapatan responden)
diberi kode 3
3. Intensitas penyuluhan adalah keterlibatan petani kegiatan-kegiatan yang
diselenggarakan oleh lembaga-lembaga atau organisasi penyuluhan. Untuk
mengukur intensitas penyuluhan digunakan skala likert, yaitu sebagai berikut
;
a. Tidak pernah diberi skor 1
b. Pernah diberi skor 2
c. Jarang diberi skor 3
d. Sering diberi skor 4
e. Sangat Sering diberi skor 5

14
Terdapat
total
tujuh
pertanyaan
untuk
mengukur
intensitas
penyuluhan.Berdasarkan data lapangan, diperoleh skor minimum dan
maksimum sebagai berikut;
Skor minimum = 12
Skor maksimum = 27
Interval Kelas = Skor Maksimum-Skor Minimum/Jumlah Kelas
= (27-12) / 2
= 15/2=7,5=8
a. Intensitas penyuluhan rendah = 12-19( kode 1)
b. Intensitas penyuluhan tinggi = 20-27 (kode 2)
4. Pengetahuan petani adalah pengetahuan yang diketahui oleh petani setelah
mengalami, menyaksikan, mengamati atau diajarkan, dan berkaitan dengan
kearifan lokal Huyula.
a. Jika petani menjawab Tidak, diberi skor 1
b. Jika petani menjawab Ya, diberi skor 2
Berdasarkan data lapangan, diperoleh skor minimum dan maksimum sebagai
berikut;
Skor minimum = 6
Skor maksimum = 10
Interval kelas = Skor Maksimum-Skor Minimum/Jumlah Kelas
=(10-6)/2=4/2=2
a. Pengetahuan rendah = 6-8 (kode 1)
b. Pengetahuan tinggi = 9-10 (kode 2)
5. Sikap petani adalah pandangan-pandangan atau perasaan disertai
kecendrungan untuk bertindak terhadap kearifan lokal Huyula.
a. Sangat tidak setuju diberi skor 1
b. Tidak setuju diberi skor 2
c. Setuju diberi skor 3
d. Sangat setuju diberi skor 4
Berdasarkan data lapangan, diperoleh skor minimum dan maksimum sebagai
berikut;
Skor terendah = 4
Skor tertinggi = 13
Interval kelas = Skor Maksimum-Skor Minimum/Jumlah Kelas
=(13-4)/2=9/2=4,5=5
a. Sikap negatif/rendah = 4-8 ( kode 1)
b. Sikap positif/tinggi = 9-13(kode 2)
6. Perilaku Petani adalah manifestasi dari sikap, aktivitas atau kegiatan yang
dilakukan petani dalam hubungannya dengan kearifan lokal Huyula.
a. Tidak pernah diberi skor 1
b. Pernah diberi skor 2
c. Jarang diberi skor 3
d. Sering diberi skor 4
e. Sangat Sering diberi skor 5
Berdasarkan data lapangan, diperoleh skor minimum dan maksimum
sebagaiberikut;
Skor minimal = 4
Skor maksimum = 8

15
Interval Kelas= Skor Maksimum-Skor Minimum/Jumlah Kelas
= (8-4)/2= 4/2= 2
Berdasarkan interval diatas, maka perilaku petani dibuat menjadi dua
tingkatan yaitu
a. Perilaku Rendah = 4-6 (kode1)
b. Perilaku Tinggi = 7-8 (kode2)

16

17

PROFIL DESA BONGOIME
Sejarah Desa
Berdirinya Desa Bongoime berkaitan erat dengan sejarah terbentuknya
daratan Kabila yang berlangsung 5000 tahun silam. Pada saat itu seluruh dataran
Gorontalo masih digenangi air yang merupakan lautan belaka, daratan yang
terlihat pada saat itu hanyalah dua buah gunung kecil yakni Tilongkabila dan
Boliyohuto yang seolah–olah dua pulau yang pada saat itu kedua gunung tersebut
telah didiami manusia. Pada waktu itu Pembolohuludu anak dari Puluwandi pada
tahun 1272 membongkar batu bata besar yang mengepang pelabuhan Gorontalo
sekarang ini, maka air yang tergenang merupakan lautan itu mulai mengalir ke
laut dan berangsur-angsur surut.
Pada awalnya bertemu kedua raja yang bernama Mbui Bungale dari timur
dan Mbui Bintela dari barat kemudian mereka menemukan seorang putri yang
bernama Tolangohula, lalu putri ini diberikan dengan Utaeya sampai desa Poowo,
sedangkan Desa Bongoime pada saat itu masih merupakan pesisir pantai, sehingga
raja pergi ke pantai dengan maksud untuk mencari air, dan mereka menemukan
sebuah sumur tetapi tidak ada timba, lalu mereka dapatkan dalam bahasa
Gorontalo (bongo) sehingga tempat itu langsung diberi nama Bongoime yang
artinya “Bongo pilolime” . Demikianlah tentang terjadinya dan terbentuknya
nama Desa Bongoime.
Berabad-abad lamanya air mengalir kelaut dan akhirnya munculah dataran
yang pertama ialah daerah yang bernama Bangio sampai Biloluludu yang
sekarang ini kecamatan Suwawa. Selanjutnya, muncul daerah yang disebut
dengan Wangeya di Kabila, daerah Talumopatu di Tapa, daerah Huntulobohu di
telaga, daerah Dehuwalolo di limboto dan terakhir muncul dataran Kecamatan
Tilong Kabila termasuk di dalamnya Desa Bongoime. Proses perkembangan
wilayah pada saat itu hanyalah menurut air yang surut.
Kondisi Geografis
Secara geografis Desa Bongoime terletak di Kecamatan Tilongkabila,
Kabupaten BoneBolango Provinsi Gorontalo, dengan ketinggian േ 50 mdl dan
memiliki curah hujan yang rendah. Desa ini memiliki luas wilayah sebesar 1900
Ha . Potensi lahan pertanian di Desa Bongoime terdiri dari lahan sawah dan lahan
kering. Lahan sawah terdiri dari 115,7 Ha dan lahan kering sebesar 119,25 Ha.
Secara administratif desa ini terdiri dari empat dusun, yaitu Dusun I, Dusun II,
Dusun III, dan Dusun IV. Peta Desa Bongoime Kecamatan Tilongkabila dapat
dilihat pada lampiran 1.
Batas wilayah desa ini adalah sebagai berikut :
a. Utara : Berbatasan dengan Desa Tamboo
b. Selatan : Berbatasan dengan Desa Poowo
c. Barat : Berbatasan dengan Toto Utara
d. Timur : Berbatasan dengan Desa Tunggulo dan BongoHulawa

18
Secara biofisik lahan di Desa Bongoime memiliki tingkat keluasan
tanah (PH) sebesar 5-6 (Netral), tingkat kemiringan tanah 0-15 % dan ketinggian
tempat (DPL) : 0-600 mDPL. Berdasakan kondisi biofisik tersebut, Desa
Bongoime memiliki potensi yang tinggi dalam pengembangan usahan pertanian
jagung dan padi sawah.
Kondisi Demografi
Desa Bongoime memiliki jumlah penduduk sebesar 2.284 jiwa.
Jumlah penduduk laki-laki sebesar 1.141 jiwa dan jumlah penduduk perempuan
sebesar 1.143 jiwa. kepala keluarga 657 jiwa. Dilihat dari sebaran umur,
persebaran jumlah penduduk berdasarkan kelompok umur hampir merata,
kelompok umur dengan jumlah penduduk yang tertinggi terdapat pada kelompok
umur 6-10 tahun, dan kelompok umur dengan jumlah penduduk terendah terdapat
pada kelompok umur 56-60 tahun. Berikut jumlah umur dan presentase penduduk
berdasarkan kelompok umur secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Jumlah dan presentase penduduk berdasarkan kelompok umur
Kelompok Umur

Jumlah

0-5
6-10
11-15
16-20
21-25
16-30
31-35
36-40
41-45
46-50
51-55
56-60
60 keatas
Jumlah

205
253
216
226
157
154
169
215
182
128
158
82
169
2284

%
8.90
11.00
9.40
9.80
6.80
6.70
7.30
9.40
7.90
5.60
6.90
3.50
7.30
100.00

Sumber : Kantor Desa Bongoime 2012

Kondisi warga Desa Bongoime yang mengenyam bangku pendidikan
dikelompokkan menjadi tingkatan yaitu belum tamat SD, tamat SD, tamat SMP,
tamat SMA dan lulus Diploma/Sarjana