KEARIFAN LOKAL DESA CISADAP (1)

KEARIFAN LOKAL DESA CISADAP
ARTIKEL
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Tugas
Mata Kuliah Geografi Budaya

Disusun Oleh;
AJIS NURRAHMAT

112170067

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2014

Desa Cisadap adalah sebuah desa yang berada di Kecamatan
Ciamis Kabupaten Ciamis Jawa Barat, Desa Cisadap mempunyai beberapa
dusun yang diantaranya adalah :
1. Dusun Cisadap
2. Dusun Cibodas

3. Dusun Cibeunying
4. Dusun Cibungkul
5. Dusun Puncak Asih
6. Dusun Selaawi

Gambar 1. Citra Google Maps Desa Cisadap
Desa Cisadap mempunyai penduduk yang cukup banyak pada
masa modern ini, dan diantaranya mempunyai keragaman mata
pencaharian tetapi daerah ini di dominasi oleh petani dan pengrajin tahu.

Kondisi geografis wilayah Desa Cisadap di dominasi oleh dataran
rendah tetapi diantaranya ada juga beberapa bukit dan gunung. Pengairan
di Desa Cisadap cukup memadai karena dilalui oleh beberapa sungai yang
cukup besar sehingga mendukung untuk bercocok tanam. Ditengah-tengah
Desa Cisadap ini mempunyai satu lapangan yang cukup luas dan biasa
dijadikan tempat untuk berbagai acara, mulai dari acara formal sampai
dengan nonformal.

Gambar 2. Peta Topografi Desa Cisadap
Melihat dari segi geografis diatas, Desa Cisadap yang memiliki

titik tertinggi di Kecamatan Ciamis ini, dan daerah tersebut dijadikan
daerah pemakaman khusus untuk bupati-bupati Ciamis dan sebagian
lainnya adalah pemakaman orang yang disebut-sebut berketurunan darah

biru. Titik tertinggi pertama berada di sebelah selatan daerah Cisadap dan
dinamai dengan Puncak Raden Demang. Dinamai demikian karena diatas
puncaknya tersebut ada beberapa makam para raden / bupati Ciamis yang
merupakan keturunan darah biru. Titik tertinggi selanjutnya berada di
sebelah utara Cisadap, tepatnya persis di depan lapangan Cisadap dan
puncak tersebut dinamai Gunung Ardilaya, sama dengan Puncak Raden
Demang wilayah gunung ini pada puncaknya terdapat makam para bupati
dan yang uniknya di Gunung Ardilaya terdapat banyak sekali kalajengking
yang mendiami wilayah tersebut. Konon kalajengking-kalajengking yang
berada di tempat tersebut merupakan penjaga makam para bupati dan dari
pandangan itulah muncul sebuah kearifan lokal atau sebuah larangan yang
sering dikatakan oleh para sesepuh di Desa Cisadap, diantaranya ada yang
sering berkata “ulah maehan kalajengking di Ardilaya bisi kawalat”.
Perkataan sesepuh tersebut sangat dipatuhi oleh seluruh masyarakat Desa
Cisadap karena takut terjadi sesuatu yang tidak diinginkan. Kalau di lihat
dari segi logikanya memang benar kata para sesepuh Desa Cisadap, karena

mungkin maksud mereka adalah supaya kalajengking-kalajengking
tersebut tidak punah dan keseimbangan alam tetap terjaga.
Berangkat dari permasalahan diatas, ada lagi kearifan lokal yang
biasa terjadi di masyarakat setempat, misalnya apabila akan mengadakan
acara di lapangan Cisadap atau nama lainnya adalah lapangan Sutadinata
ini, maka acara tersebut tidak boleh membelakangi Gunung Ardilaya.
Sesepuh Desa Cisadap biasanya berkata “Mun ek nyieun acara atawa

nyieun panggung di lapaang Sutadinata, panggung na kudu nyanghareup
ka Ardilaya, ulah ditukangan ai luluhur mah bisi acarana diruksak ku
hujan”. Begitulah pepatah para sesepuh mengenai pengadaan acara di
lapangan tersebut. Melihat dari fakta-fakta yang ada, memmang benar
kenyataannya begitu apabila sebuah acara membelakangi Gunung
Ardilaya, maka biasanya hujan selalu turun.
Contoh kearifan lokal lainnya adalah di Dusun Cibodas yang
dimana sebagian besar masyarakatnya bekerja di sektor home industry
pengrajin tahu. Lepas dari masalah pekerjaan ada sesuatu yang biasa
dikatakan para sesepuh mengenai salah satu wilayah di Dusun Cibodas,
yaitu mengenai sebuah hutan kecil yang berada di pinggir desa. Namanya
adalah hutan Mumunggang, hutan tersebut masih jarang diinjak penduduk

karena ada beberapa sesepuh yang berkata “ulah ulin ka Mumunggang bisi
dipegat Aden-aden, komo mawa bedog mah kop tah di dahar ku Adenaden”. Kata sesepuh Cibodas “aden-aden” adalah sebuah hantu yang
mempunyai muka yang rata dan lubang hidung menghadap keatas yang
mempunyai suara sengau (ngirung). Melihat dari sisi logikanya para
sesepuh bermaksud menjaga hutan yang masih jarang dipijak itu, satusatunya wilayah yang masih perawan di Dusun Cibodas pada era tahun
90an. Tetapi pada saat ini wilayah tersebut sudah mulai dimasuki tangantangan jahil bahkan saking padatnya wilayah Cibodas dengan pabrikpabrik tahu dan rumah-rumah maka ada juga yang mendirikan rumah di
pinggiran hutan Mumunggang. Mungkin masyarakat ingin jauh dari

kebisingan pabrik tahu yang bekerja hamper 24 jam. Dampaknya adalah
hutan

Mumunggang

kini

tidak

mempunyai

cirri


khasnya

lagi.

Gambar 3. Peta Dusun Cibodas
Selain masalah hutan, Cibodas ini juga mempunyai satu sungai
yang cukup besar dan biasanya digunakan sebagai sumber pengairan
sawah dan adapula yang suka memancing ikan di sungai tersebut. Sungai
tersebut bernama Leuwi Meong. Mengenai Leuwi Meong ini juga ada salah
satu kearifan lokalnya, kalau kata para sesepuh sering berkata “Ulah
nguseup di Leuwi Meong timimiti bedug kaditu, mun arek mah isuk-isuk
wungkul”. Dilihat dari sisi logikanya mungkin para sesepuh bermaksud

menjaga ekosistem sungai tersebut, apabila ikan yang ada disana habis,
maka keseimbangan ekosistem tidak akan terjadi.

Gambar 4. Mumunggang
Mungkin itulah beberapa kearifan lokal yang terjadi di Desa
Cisadap, masih banyak kearifan lokal yang terdapat di Desa Cisadap. Ada

kearifan local yang masih berlanjut dari zaman dulu hingga zaman modern
ini, tapi ada juga kearifan local yang termakan waktu dan berubah seiring
perkembangan tekhnologi.