Pemanfaatan Pellet Indigofera sp. pada Kambing Perah Peranakan Etawah dan Saanen di Peternakan Bangun Karso Farm
PEMANFAATAN PELLET Indigofera sp. PADA KAMBING
PERAH PERANAKAN ETAWAH DAN SAANEN
DI PETERNAKAN BANGUN KARSO FARM
SKRIPSI
TITIS ANUGRAHENI PUTRI APDINI
DEPARTEMEN ILMU NUTRSI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
i
RINGKASAN
Titis Anugraheni Putri Apdini. D24070179. Pemanfaatan Pellet Indigofera sp.
pada Kambing Perah Peranakan Etawah dan Saanen di Peternakan Bangun
Karso Farm. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr
Peternakan kambing perah merupakan sektor usaha yang menunjang produksi
susu nasional. Salah satu permasalahan pakan yang terjadi di Peternakan Bangun
Karso Farm adalah kurang terpenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Pakan yang diberikan
yaitu rumput lapang dan konsentrat dengan rasio 60% : 40%. Setelah dilakukan
analisis proksimat diketahui bahwa kandungan protein kasar, lemak kasar, dan serat
kasar dari total ransum di peternakan tersebut sebesar 12,76%, 2,35%, dan 32,01%
secara berurutan, sehingga kurang mencukupi kebutuhan nutrien kambing untuk
produksi susu optimal. Salah satu bahan pakan sumber protein adalah legum
Indigofera sp. yang memiliki kandungan protein mencapai 25,66%. Daun Indigofera
sp. yang diolah menjadi pellet memiliki daya simpan lebih lama dan memudahkan
proses transportasi pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian pellet Indigofera sp. dalam ransum kambing perah terhadap konsumsi
pakan serta produksi susu kambing PE dan saanen di peternakan Bangun Karso
Farm, Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Sebanyak 7 ekor kambing perah terdiri dari 4 ekor kambing saanen laktasi
ke-3 dan 3 ekor kambing PE (peranakan etawah) laktasi ke-2 dipilih untuk menerima
2 macam perlakuan ransum yaitu P0 (60% rumput lapang + 40% konsentrat) dan P1
(60% rumput lapang + 40% pellet Indigofera sp.). Masa adaptasi dilakukan selama 7
hari kemudian pemeliharaan dilakukan selama 30 hari dan dilakukan pencatatan
konsumsi pakan serta produksi susu total harian. Pada 7 hari terakhir masa
pemeliharaan dilakukan koleksi sampel feses untuk mengukur kecernaan pakan
dengan metode Acid Insolubke Ash (AIA). Sampel susu diambil untuk diuji
komposisinya menggunakan milkotester. Seluruh data tersebut dianalisis secara
deskriptif.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering ransum P0
maupun P1 lebih tinggi 4% bobot badan kambing perah. Konsumsi protein kambing
PE dan saanen yang diberi ransum P1 lebih tinggi dibandingkan ransum P0.
Kecernaan bahan kering ransum P1 lebih tinggi dari ransum P0, karena ransum P1
mengandung serat kasar yang lebih rendah dibandingkan ransum P0. Pellet
Indigofera sp. yang terdapat dalam ransum P1 lebih mudah dicerna dibandingkan
ransum P0. Produksi susu kambing PE dan saanen yang diberi ransum P1 lebih
tinggi dari kambing perah yang diberi ransum P0. Kualitas pellet Indigofera sp.
dalam ransum kambing perah tidak hanya dilihat dari tingkat konsumsi, nilai
kecernaan, dan produksi susu melainkan juga seberapa efisien nutrien yang terdapat
dalam pakan dapat dimanfaatkan oleh kambing perah untuk produksi menjadi susu.
Berdasarkan rasio pemanfaatan nutrien pakan terhadap produksi susu dapat dilihat
bahwa nutrien ransum P1 lebih efisien untuk digunakan dalam proses sintesis susu
kambing. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa pemanfaatan pellet
ii
Indigofera sp. dalam ransum kambing perah dapat memperbaiki manajemen pakan
harian kambing PE laktasi ke-2 dan kambing saanen laktasi ke-3 di peternakan
Bangun Karso Farm yang dilihat dari tingkat peningkatan kecernaan pakan, produksi
susu, dan rasio pemanfaatan nutrien pakan.
Kata kunci: pellet Indigofera sp., kambing perah, kecernaan AIA, produksi susu,
efisiensi nutrien.
iii
ABSTRACT
Utilization of Indigofera sp. Pellet for Etawah Crossbred and Saanen Does
in Bangun Karso Farm
Apdini, T. A. P., D.A. Astuti, and L. Abdullah
Aim of study was evaluating the effect of Indigofera sp. pellet in ration of
dairy goat toward feed consumption, dry matter digestibility and milk production of
Etawah Crossbred and Saanen does. The research was conducted from May till July
2011 at Bangun Karso Farm, Babakan Palasari, Cijeruk, Bogor. There were 7 does
consist of 3 Etawah Crossbred does (2nd lactating period) and 4 Saanen does (3rd
lactating period) which were treated by 2 types of ration, such as P0 (60% of field
grass + 40% of concentrate) and P1 (60% of field grass + 40% of Indigofera sp.
pellet). The data that had been collected were analyzed descriptively. The result
showed that dry matter consumption was higher than 4% of body weight, whereas
protein intake of P1 was higher than P0. Based on AIA (Acid Insoluble Ash)
Method, dry matter digestibility of P1 was higher than P0. Milk production was
higher in both of Etawah Crossbred and Saanen does which were fed by P1. The
utilization of Indigofera sp. pellet was more efficient to be converted into milk
nutrients/quality. It was described from the ratio between nutrient of feed and
nutrient of the milk. Thus Indigofera sp. pellet could improve the quality of ration for
both saanen and PE dairy goats.
Keywords: Indigofera sp. pellet, dairy goat, AIA digestibility, milk production,
efficiency of nutrient
iv
Lembar Pernyataan
PEMANFAATAN PELLET Indigofera sp. PADA KAMBING
PERAH PERANAKAN ETAWAH DAN SAANEN
DI PETERNAKAN BANGUN KARSO FARM
TITIS ANUGRAHENI PUTRI APDINI
D24070179
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
Meperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRSI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
v
Judul
Nama
NIM
: Pemanfaatan Pellet Indigofera sp. pada Kambing Perah Peranakan
Etawah dan Saanen di Peternakan Bangun Karso Farm
: Titis Anugraheni Putri Apdini
: D24070179
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS)
(Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr)
NIP: 19611005 198503 2 001
NIP: 19670107 199103 1 003
Mengetahui
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Agr)
NIP: 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian : 16 September 2011
Tanggal Lulus :
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Agustus 1990 di Ponorogo, Jawa Timur.
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Susanto
(Alm) dan Ibu Suprapti. Awal pendidikan dasar penulis ditempuh pada tahun 1995 di
Sekolah Dasar Negeri Sekaran 02 Ponorogo dan diselesaikan pada tahun 2001.
Pendidikan lanjutan tingkat pertama diawali pada tahun 2001 di Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama Negeri 1 Ponorogo dan diselesaikan pada tahun 2004. Penulis
melanjutkan jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Madiun. Pada
tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Mask IPB (USMI) di Fakultas Peternakan dan pada tingkat dua memasuki
masa perkuliahan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan.
Pada tingkat pertama penulis aktif sebagai anggota UKM Tae Kwon Do IPB
dan Dewan Gedung A3, Asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama IPB sebagai Wakil
Lurah. Penulis aktif di International Association of student in Agricultural and
Related Science (IAAS) Local Committee IPB dan menjabat sebagai Ketua pada
periode 2009/2010. Penulis bersama rekan satu tim pernah mendapat dana hibah dari
DIKTI untuk PKM bidang Kewirausahaan yang berjudul “Fortifikasi Tepung
Bayam dalam Pembuatan Permen Susu sebagai Pangan Sehat untuk Anak”
pada tahun 2009 dan PKM bidang Pengabdian Masyarakat yang berjudul
“Sosialisasi Pengolahan Limbah Padi Terpadu di Desa Cikarawang, Kab.
Bogor, Jawa Barat” pada tahun 2010 sehingga terpilih menjadi peserta Pekan
Ilmiah Mahasiswa Nasional XXIII di Universitas Mahasaraswati, Denpasar, Bali.
Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis,
Fakultas Kedokteran Hewan pada tahun 2011.
Penulis berkesempatan menjadi penyaji makalah yang berjudul “The Benefit
of Sapindus rarak to Reduce Methane Emission in Ruminant” dalam International
Agricultural Student Symposium di Universitas Putra Malaysia. Penulis menerima
Beasiswa Unggulan dari Kemendiknas sebagai delegasi dalam The 53 rd IAAS World
Congress di Mexico dan beasiswa Eurasia2 dari Erasmus Mundus untuk Exchange
Program ke Czech University of Life Science, Prague. Penulis juga terpilh sebagai
Mahasiswa Berprestasi Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2010 dan 2011.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunai-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi berjudul Pemberian Pellet Indigofera sp. terhadap
Pemanfaatan Nutrien dan Produksi Susu Kambing Saanen dan PE di Peternakan
Bangun Karso Farm. Skripsi ini merupakan syarat memperoleh gelar sarjana
peternakan.
Skripsi ini ditulis berdasarkan pengamatan studi kasus manajemen pemberian
pakan kambing saanen dan PE di Peternakan Bangun Karso Farm sejak bulan Mei
sampai bulan Juli 2011. Hasil sampel kemudian dianalisis di Laboratorium Nutrisi
Ternak Perah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Peternakan kambing
perah merupakan sektor penunjang kebutuhan susu segar nasional, oleh karena itu
produksi susu kambing perlu ditingkatkan. Faktor utama penunjang produksi susu
kambing adalah pakan. Selama ini manajemen pakan di peternakan kambing perah
masih dilakukan secara tradisional sehingga kecukupan nutrisi ternak kurang
terpenuhi. Salah satu bahan pakan dengan komposisi nutrisi berkualitas adalah legum
Indigofera sp. Pengolahan daun Indigofera sp. menjadi pellet akan mempermudah
proses transportasi dan meningkatkan umur simpan pakan. Penelitian ini dirancang
untuk mengetahui pengaruh pemberian pellet Indigofera sp. dalam ransum kambing
saanen dan PE terhadap konsumsi pakan, nilai kecernaan, dan produksi susu.
Penulis memahami bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi.
Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan diaplikasikan dengan baik.
Bogor, September 2011
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...............................................................................................
ii
ABSTRACT ..................................................................................................
iv
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
v
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
vi
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xii
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................................
Perumusan Masalah ...........................................................................
Tujuan ...............................................................................................
1
2
3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
4
Indigofera sp ......................................................................................
Pellet Indigofera sp. ...........................................................................
Kambing Perah di Indonesia ...................................................
Kambing Peranakan Etawah (PE) ...........................................
Kambing Saanen ................................................................................
Susu Kambing....................................................................................
Kecernaan Nutrien .............................................................................
Metabolisme Nutrien..........................................................................
Sintesis Susu ......................................................................................
Biosintesis Protein Susu ..........................................................
Biosintesis Lemak Susu ..........................................................
Biosintesis Laktosa Susu.........................................................
4
5
8
9
9
10
12
13
14
15
16
16
MATERI DAN METODE .............................................................................
18
Lokasi dan Waktu ..............................................................................
Materi ................................................................................................
Metode...............................................................................................
Rancangan Percobaan .............................................................
Perlakuan................................................................................
Prosedur .............................................................................................
Persiapan ................................................................................
Pemeliharaan ..........................................................................
Koleksi Sampel Feses .............................................................
Peubah yang Diamati .........................................................................
Konsumsi Pakan (kg/ekor/hari) ...............................................
18
18
18
18
19
20
20
20
21
21
21
ix
Kecernaan dengan Metode AIA
(Van Keulen dan Young, 1977) ..............................................
Produksi Susu (liter/ekor/hari) dan Komposisi Susu ................
Efisiensi Pemanfaatan Ransum terhadap
Komposisi Susu ......................................................................
22
22
23
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
24
Gambaran Umum Peternakan .............................................................
Hasil Pengamatan ..............................................................................
Pembahasan .......................................................................................
Kecernaan bahan Kering .........................................................
Produksi Susu .........................................................................
Komposisi Susu ......................................................................
Efisiensi Pemanfaatan ransum terhadap
Komposisi Susu Kambing .......................................................
24
25
25
28
30
34
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
39
Kesimpulan ........................................................................................
Saran..................................................................................................
39
39
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
41
36
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Komposisi Nutrien dan Asam Amino
Pellet Indigofera sp. Ukuran 5 mm............................................................
7
2. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa
Berbagai Fase Produksi.............................................................................
8
3. Komposisi Susu Kambing .........................................................................
11
4. Komposisi Nutrien Bahan Pakan Penelitian ..............................................
19
5. Susunan Ransum Penelitian dan Perhitungan
Komposisi Nutrien Ransum (%BK) ..........................................................
20
6. Konsumsi Bahan Kering Ransum Kambing PE dan Saanen
dihitung dari 4% Bobot Badan Awal .........................................................
21
7. Perhitungan Analisis Deskriptif Parameter yang Diamati ..........................
25
8. Rataan Konsumsi Nutrien Kambing PE dan Saanen
pada Setiap Perlakuan ...............................................................................
28
9. Bobot Badan Kambing Perah Sebelum dan Setelah Pemeliharaan .............
37
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Legum Indigofera sp .................................................................................
4
2. Pellet Indigofera sp. Diameter 5mm ..........................................................
7
3. Model Estimasi Kurva Laktasi Kambing Saanen
Tanpa Dikawinkan ....................................................................................
10
4. Sistem Perkandangan di Bangun Karso Farm (a) dan
Kambing Saanen yang Mengonsumsi Pellet Indigofera sp ........................
24
5. Kecernaan Bahan Kering Ransum P0 dan P1 pada Tiap
Kambing Perah .........................................................................................
29
6. Rataan Produksi Susu Kambing Saanen dan PE yang
Mendapat Perlakuan P0 dan P1 .................................................................
31
7. Produksi Susu Harian Kambing PE yang Mendapat Perlakuan
P0 dan P1 Selama Pemeliharaan ...............................................................
33
8. Produksi Susu Harian Kambing Saanen yang Mendapat
Perlakuan P0 dan P1Selama Pemeliharaan ................................................
33
9. Efisiensi Pemanfaatan Nutrien Ransum untuk
Produksi dan Komposisi Susu ...................................................................
36
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi ternak kambing di Indonesia terus mengalami peningkatan dari
tahun 2000 sebanyak 12.566.000 ekor menjadi 16.821.000 ekor pada tahun 2010
(BPS, 2011). Usaha peternakan kambing di Indonesia kini berkembang menjadi
usaha ternak dwiguna yaitu penghasil daging dan susu. Pemenuhan kebutuhan susu
masyarakat Indonesia yang masih kurang dipenuhi dari sektor peternakan sapi perah
kini dapat disuplai dari usaha kambing perah, meskipun masyarakat Indonesia masih
belum banyak mengonsumsi susu kambing. Alasan utama masyarakat Indonesia
mengapa kurang menyukai susu kambing adalah aroma susu kambing, oleh karena
itu perlu diterapkan Good Farming Practices untuk menjaga kebersihan kandang dan
ternak. Pengemasan susu kambing setelah diperah harus segera dilakukan untuk
mencegah kontaminasi.
Harga susu kambing di Peternakan Bangun Karso Farm, Kec.Cijeruk,
Kab.Bogor yaitu Rp 25.000,- per liter. Harga susu kambing di peternakan kambing
perah lain di Kab.Bogor bisa mencapai Rp 35.000,00 bahkan Rp 100.000,- per liter.
Biaya pakan merupakan faktor utama yang menentukan harga susu kambing, selain
itu saat ini susu kambing dijadikan sebagai pangan fungsional untuk pengobatan
alternatif sehingga harga jualnya lebih tinggi dibandingkan harga susu sapi.
Di Indonesia kambing yang dikembangkan sebagai penghasil susu adalah
kambing peranakan etawah (PE) dan kambing saanen. Kambing PE merupakan hasil
persilangan kambing lokal dengan kambing etawah yang diperkenalkan Pemerintah
Hindia Belanda sejak tahun 1908 dan dimanfaatkan sebagai sumber daging dan susu.
Produksi susu kambing PE berkisar antara 0,45-2,2 liter/hari (Sodiq dan Abidin,
2008). Kambing saanen berasal dari Swiss dan kini telah banyak dikembangkan
sebagai penghasil susu di Indonesia karena produksi susunya mencapai 3,8
liter/ekor/hari (Erlangga, 2011).
Pengembangan usaha kambing perah harus didukung dengan ketersediaan
pakan yang cukup, karena pakan akan mempengaruhi kualitas dan produksi susu
kambing. Permasalahan yang terjadi di peternakan kambing perah pada umumnya
adalah manajemen pakan yang dilakukan secara tradisional sehingga peternak kurang
memperhatikan kecukupan nutrisi kambing perah seperti pemenuhan energi, protein,
1
dan air. Kekurangan zat makanan selain dapat berpengaruh langsung terhadap
penurunan produksi susu juga dapat mempengaruhi performa ternak, apabila
dibiarkan dalam jangka waktu lama sehingga mengakibatkan umur produksi ternak
menjadi pendek.
Pemanfaatan Indigofera sp. sebagai hijauan pakan sumber protein adalah
salah satu cara memenuhi kebutuhan nutrisi kambing perah. Daun Indigofera sp.
mengandung protein kasar 27,9%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor
0,18%. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk melihat pemanfaatan
Indigofera sp. sebagai pakan ternak menyatakan bahwa kecernaan protein kasar
Indigofera sp. yang diuji secara in vitro mencapai 90,64% (Suharlina, 2010). Hal
terebut menunjukkan bahwa kandungan protein pada daun Indigofera sp. berpotensi
untuk digunakan sebagai pakan sumber protein. Selain itu, penelitian Tarigan (2009)
memperlihatkan bahwa nilai kecernaan bahan kering daun Indigofera sp. yang
diberikan pada kambing Boerka sebanyak 45% dari total ransum adalah 60,07%.
Tanaman Indigofera sp. merupakan legum pohon yang dapat dipanen setiap
60 hari sehingga kontinuitas persediaan pakan terjamin. Pemberian daun Indigofera
sp. dapat diberikan langsung dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan.
Pengolahan daun Indigofera sp. dalam bentuk pellet akan mempermudah proses
distribusi dan meningkatkan umur simpan pakan tanpa mengubah komposisi zat
makanan. Potensi Indigofera sp. sebagai bahan pakan ternak diharapkan mampu
memperbaiki kualitas nutrisi pakan kambing perah sehingga dapat meningkatkan
produksi susu kambing nasional. Oleh karena itu diperlukan adanya penelitian untuk
mengetahui pemanfaatan pellet Indigofera sp. terhadap produksi dan komposisi susu
kambing perah.
Perumusan Masalah
Kualitas pakan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi produktivitas
susu kambing. Peternakan kambing perah yang mulai dikembangkan di Indonesia
untuk memenuhi kebutuhan susu selama ini masih melakukan manajemen pakan
secara tradisional sehingga kebutuhan nutrisi ternak kurang diperhatikan. Contoh
kasus di Peternakan Kambing Perah Bangun Karsa Farm di Desa Babakan Palasari,
Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang masih memberikan pakan
tanpa memperhitungkan kebutuhan nutrien ternak. Pakan yang diberikan yaitu
2
rumput lapang dan konsentrat dengan rasio 60% : 40%. Setelah dilakukan analisis
proksimat terhadap ransum yang diberikan dapat diketahui bahwa kandungan protein
kasar, lemak kasar, dan serat kasar dari total ransum di peternakan tersebut sebesar
12,76%, 2,35%, dan 32,01% secara berurutan. Kandungan zat makanan dalam
ransum tersebut kurang mencukupi kebutuhan nutrisi kambing. Selain itu peternak
juga tidak memberikan air secara ad libitum sehingga kurang menunjang produksi
susu optimal kambing perah.
Indigofera sp. merupakan hijauan pakan sumber protein. Karakteristik
tanaman Indigofera sp. yang dapat tumbuh di daerah tropis dan dapat dimanfaatkan
setelah mencapai umur potong 60 hari menunjukkan potensi legum ini untuk
dijadikan pakan ternak. Daun Indigofera sp. dapat diberikan dalam bentuk segar
maupun setelah mengalami proses pengolahan menjadi pellet. Pakan dalam bentuk
pellet akan mempermudah transportasi serta meningkatkan umur simpan pakan.
Beberapa penelitian telah mengkaji pemanfaatan daun Indigofera sp. untuk pekan
ternak baik dengan metode in vitro maupun in vivo. Sejauh ini, penelitian tersebut
hanya melihat aspek kecernaan pakan saja, sehingga diperlukan penelitian lebih
lanjut untuk mengkaji pemberian Indigofera sp. dalam ransum kambing perah
terhadap pemanfaatan nutrien dan produksi serta komposisi susu kambing perah.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pellet
Indigofera sp. dalam ransum kambing perah terhadap konsumsi pakan, kecernaan
pakan, produksi serta komposisi susu kambing PE dan saanen di peternakan Bangun
Karso Farm, Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Indigofera sp.
Indigofera sp. merupakan tanaman dari kelompok kacang-kacangan (family
Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di
Benua Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Utara, sekitar tahun 1900 Indigofera sp.
dibawa ke Indonesia oleh bangsa Eropa, serta terus berkembang secara luas (Tjelele,
2006). Berdasarkan penelitian Hassen et al. (2006) menggunakan beberapa spesies
Indigofera sp antara lain I. amorphoides, I. arrecta, I. brevicalyx, I. coerulea, I.
costata, I. cryptantha, I. spicata, I. trita, I. vicioides diketahui bahwa tanaman ini
berpotensi digunakan sebagai tanaman pakan sekaligus sebagai tanaman pelindung
karena mampu memperbaiki kondisi tanah penggembalaan yang mengalami over
grazing dan erosi. Beberapa spesies seperti I. arrecata Hochst. Ex A. Rich., I.
suffruticosa Mill. dan I. tinctoria L., dimanfaatkan sebagai pewarna, pakan ternak,
pelindung tanaman pangan, pelindung tanah dari erosi dan sebagai tanaman hias
(Schrire, 2005).
Gambar 1. Legum Indigofera sp.
Produktivitas Indigofera sp. mencapai 2,6 ton bahan kering/ha/panen (Hassen
et al., 2008). Hal yang mempengaruhi produktivitas Indigofera sp. antara lain waktu
pemanenan dan pemupukan. Produksi Indigofera sp. mencapai 4.096 kg bahan
kering/ha saat dipanen pada hari ke-88 (Abdullah dan Suharlina, 2010). Abdullah
(2010) menyatakan produksi bahan kering Indigofera sp. dapat mencapai 6,8 ton/ha
dengan perlakuan pupuk daun dosis 30 g/10 liter. Hasil penelitian Budhie (2010)
menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik cair baik dari sumber urin kambing PE
4
maupun pupuk komersial dapat memperbaiki pertumbuhan dan produksi Indigofera
sp.
Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan
nitrogen, fosfor dan kalsium. Indigofera sp. sangat baik dimanfaatkan sebagai
hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 27,9%, serat kasar 15,25%,
kalsium 0,22% dan fosfor 0,18%. Legum Indigofera sp. memiliki kandungan protein
yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas
(Hassen et al., 2007). Tarigan (2009) menyebutkan bahwa kandungan protein kasar,
kalsium, dan fosfor semakin menurun seiring dengan meningkatnya interval
pemotongan, sedangkan kandungan bahan organik, NDF, ADF semakin tinggi
dengan meningkatnya interval pemotongan.
Kualitas biologi hijauan dapat dilihat dari koefisien cerna bahan kering
(KCBK), bahan organik (KCBO), dan protein kasar (KCPK) yang diukur secara in
vitro. Koefisien cerna in vitro bahan kering Indigofera sp. berkisar antara 68,2173,15%, koefisien cerna bahan organik berkisar antara 65,33-70,64%, sedangkan
koefisien cerna protein kasar mencapai 90,64% (Suharlina, 2010). Pemanfaatan serat
kasar sebagai sumber energi bagi ruminan dapat dilihat dari kandungan VFA total
Indigofera sp. berkisar 135,54-157,06 mM (Jovintry, 2011). Peningkatan konsentrasi
VFA mencerminkan tingginya kualitas hijauan Indigofera sp.
Potensi daun Indigofera sp. sebagai pakan kambing telah diteliti oleh Tarigan
(2009). Pemberian Indigofera sp. sebanyak 45% dari total ransum kambing Boerka
memperlihatkan nilai KCBK sebesar 60,07%, KCBO 62,53%, dan KCPK 69,80%
(Tarigan, 2009). Indigofera sp. adalah hijauan dengan kandungan serat kasar rendah
dengan nilai kecernaan NDF sebesar 52,13% dan nilai kecernaan ADF sebesar
55,26% (Tarigan, 2009).
Pellet Indigofera sp.
Ransum bentuk pellet merupakan ransum yang terdiri dari bahan-bahan baku
yang diolah melalui proses mekanik, yaitu dipadatkan dan ditekan oleh roller dan
die, sehingga membentuk silinder atau batangan kecil. Dozier (2001) menyatakan
bahwa ransum dalam bentuk pellet dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi dalam
pakan, mempermudah penanganan sehingga menurunkan biaya produksi dan
5
mengurangi penyusutan. Pengolahan hijauan menjadi pellet dapat meningkatkan
konsumsi pakan karena pellet merupakan pakan yang telah mengalami proses
pemotongan dan penggilingan sehingga ukuran partikel berkurang. Semakin panjang
ukuran pakan maka waktu retensi pakan dalam rumen akan meningkat sehingga
ternak cenderung akan mengurangi konsumsi pakan. Pakan berbentuk pellet
mengalami proses pemotongan, penggilingan, dan pemadatan. Hijauan yang digiling
akan meningkatkan luas permukaan pakan sehingga menyediakan media bagi
mikroba rumen lebih banyak dan degradasi pakan akan meningkat (Rappeti dan
Bava, 2008). Pakan dalam bentuk pellet menyediakan komposisi nutrien yang lebih
lengkap bagi ternak karena diformulasi dari campuran beberapa bahan pakan. Proses
pemanasan memicu timbulnya gelatinisasi pati yang membantu pengikatan partikel
dalam pembentukan pellet, hal ini dapat meningkatkan kecernaan pati (Cheeke,
2005).
Berbagai bahan pakan ternak baik biji-bijian maupun hijauan dapat dibentuk
menjadi pellet sehingga memiliki komposisi bahan yang lebih padat dan tidak
mengubah kandungan bahannya. Salah satu hijauan yang berpotensi diproses
menjadi pellet adalah Indigofera sp. yang akan digunakan sebagai pakan sumber
protein karena memiliki kandungan protein kasar sebanyak 25,66% (Abdullah,
2010). Pellet dibuat dari daun Indigofera sp. yang dikeringkan setelah panen di
bawah sinar matahari hingga kadar air mencapai 14%. Selanjutnya dilakukan
penggilingan sampai daun menjadi tepung yang akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan pellet. Pellet Indigofera sp. memerlukan ruang setengah kali lebih kecil
per satuan berat tertentu sehingga lebih efisien dalam hal pengangkutan dan
penyimpanan. Nilai rataan Pellet Durability Index sebesar 94,95% menunjukkan
bahwa pellet daun Indigofera sp. memiliki kualitas baik sehingga tidak mudah
hancur. Pellet Indigofera sp. yang disimpan hingga 60 hari menunjukkan kualitas
fisik yang relatif konstan atau tidak berubah sehingga pellet Indigofera sp. dapat
disimpan dalam waktu dua bulan (Sholihah, 2011).
6
Gambar 2. Pellet Indigofera sp. Diameter 5 mm
Pembuatan pellet Indigofera sp. juga dapat dicampur dengan bahan pakan
lain seperti jerami jagung dan jagung giling. Hasil penelitian Handayany (2010)
menunjukkan bahwa pellet campuran 75% jerami jagung + 20% legum Indigofera
sp. + 5% jagung giling dengan ukuran die 8 mm memiliki kualitas fisik dan
komposisi kimia paling baik. Komposisi nutrien daun Indigofera sp. setelah
mengalami proses pelleting tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Nutrien dan Asam Amino Pellet Indigofera sp. Ukuran 5 mm
Nutrien
Bahan kering
Komposisi (% BK)
88,11
Abu
6,41
Protein kasar
25,66
Serat kasar
14
Lemak kasar
2,9
Beta-N
39,14
Asam amino
Asam aspartat
Asam glutamat
Serin
Glisin
Histidin
Arginin
Treonin
Alanin
Prolin
Tyrosin
Valin
Metionin
Iso-leusin
Leusin
0,150
0,300
0,150
0,055
0,030
0,100
0,045
0,065
0,055
0,080
0,070
0,040
0,065
0,130
7
Lysin
0,035
Sumber: Abdullah, 2010
Kambing Perah di Indonesia
Kambing termasuk dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas
Mammalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae, subfamili Caprinae, genus Capra, dan
spesies Carpa hicrus (Ensminger, 2002). Populasi kambing di Indonesia sebanyak
16.821.000 ekor (BPS, 2010). Populasi kambing perah di Indonesia dari tahun 2005
sampai 2007 meningkat sebanyak 3.375.000 ekor dan akan terus meningkat karena
kambing perah kini dikembangkan menjadi sektor usaha dwiguna yaitu penghasil
daging dan susu. Faktor utama yang menentukan produksi susu kambing adalah
pakan, oleh karena itu peternak sebaiknya dapat mencukupi kebutuhan pakan untuk
menunjang kebutuhan nutrien kambing perah yang berbeda pada setiap fase produksi
seperti yang ditunjukkan Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa pada Berbagai Fase Produksi
Fase Produksi
Konsumsi bahan kering
(% bobot badan)
Kebutuhan nutrien harian
Protein kasar
TDN
(% BK)
(% BK)
7
53
Hidup pokok
1,8 – 2,4
Awal kebuntingan
2,4 – 3,0
9 – 10
53
Akhir kebuntingan
2,4 – 3,0
13 – 14
53
Laktasi
2,8 – 4,6
12 – 17
53 – 66
Sumber: Rashid, 2008
Bagian tubuh yang membedakan antara kambing perah dan jenis kambing
lain adalah ambingnya. Ambing kambing perah memiliki ukuran yang lebih besar
untuk menunjang produksi susu. Pertumbuhan ukuran ambing dimulai pada masa
pubertas karena pertumbuhan sistem ductus akibat pengaruh hormonal. Ambing akan
semakin membesar seiring dengan pertambahan umur kebuntingan akibat
pertumbuhan alveolus yang sangat pesat. Jaringan lemak digantikan oleh sel sekresi
yang akan memproduksi susu. Pada masa laktasi ukuran ambing sudah tidak
mengalami pertambahan tetapi sudah dapat menghasilkan susu.
Kambing perah di dunia dikelompokkan berdasarkan daerah asalnya, sifatsifat produksinya, dan karakteristiknya sebagai penghasil susu. Beberapa jenis
8
kambing perah yang banyak dikembangkan di dunia antara lain kambing jamnapari
dari India, kambing alpin, toggenburg, dan saanen dari Swiss,
kambing anglo
Nubian dari Afrika. Jenis kambing perah yang telah dibudidayakan di Indonesia
adalah kambing saanen dan kambing peranakan etawah (Sarwono, 2008).
Kambing Peranakan Etawah (PE)
Bangsa kambing peranakan etawah merupakan hasil persilangan dari
kambing kacang (tipe pedaging) dengan kambing etawah. Kambing peranakan
etawah (PE) memiliki bentuk fisik mirip kambing etawah, jika bentuk fisiknya lebih
mirip kambing kacang dan ukuran badannya lebih kecil dari kambing PE, maka
disebut
kambing
bligon,
gumbolo,
atau
jawa
randu
(Sarwono,
2002).
Karakteristiknya yaitu telinga panjang menggantung dengan warna bulu hitam atau
merah dengan putih. Bobot badan jantan sekitar 40-45 kg sedangkan bobot badan
betina sekitar 32 kg (Susilorini et al., 2009). Kambing PE mampu beranak 3 kali per
dua tahun. Anaknya bervariasi antara 1-4 ekor per kelahiran atau rata-rata 2 ekor per
kelahiran.
Produksi susu kambing PE berkisar antara 0,5-2,5 liter/hari/ekor dengan masa
laktasi 7-10 bulan (Sarwono, 2002). Penelitian Asminaya (2007) menunjukkan
konsumsi bahan kering dan produksi susu kambing PE laktasi ke-2 adalah 1346
g/ekor/hari dan 1,2 liter/ekor/hari secara berturut-turut, sedangkan komposisi susu
kambing PE yaitu : berat jenis 1,0276 kg/m3; protein 3,43%; laktosa 6,42%; lemak
5,56%. Penelitian Astuti et al. (2003) menunjukkan bahwa produksi susu kambing
PE yang diberi limbah tempe terfermentasi mencapai 1.544 g/ekor/hari dengan
kandungan protein 67,51 g/hari, laktosa 57,76 g/hari, dan lemak 58,50 g/hari.
Kambing Saanen
Kambing saanen berasal dari dataran Eropa, yaitu lembah Saanen,
Switzerland. Kambing ini termasuk tipe perah dengan ciri-ciri: warna bulu putih atau
krem pucat/muda; pada umumnya warna di daerah hidung, telinga, dan ambing
belang (hitam/krem-putih); telinga relatif tegak sehingga dahi terlihat lebar
(Mulyono, 2005). Kambing saanen jantan dapat mempunyai berat rata-rata 90 kg dan
tinggi 90 cm, sedangkan betina mempunyai berat rata-rata 60 kg dan tinggi 80 cm.
Produksi susu kambing saanen betina mencapai 3,8 liter/hari/ekor (Erlangga, 2011).
9
Susu kambing saanen memiliki kandungan protein 3,35%, lemak 3,69%, dan laktosa
3,13% (Ruhimat, 2003).
Susu Kambing
Kambing perah dapat memproduksi susu sebanyak 3000-4500 lb atau 347521 galon tiap laktasi. Kambing PE dapat menghasilkan susu 0,8-2,5 liter per hari.
(Kusuma dan Irmansah, 2009). Panjang masa laktasi PE rata-rata 156 hari selama
setahun (Sodiq dan Abidin, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
susu kambing antara lain: 1) bobot badan induk; 2) umur induk; 3) ukuran ambing;
4) jumlah anak; 5) nutrisi pakan; 6) suhu lingkungan; dan 4) penyakit (Ensminger,
2002). Produksi susu kambing masih dapat ditingkatkan dengan manajemen yang
baik, seperti pemberian pakan tambahan dan bibit yang berkualitas (Atabany, 2002).
Produksi susu kambing akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya
periode laktasi, mulai dari laktasi ke-1 sampai ke-4. Puncak produksi susu terjadi
antara minggu ke-2 sampai minggu ke-4 pada setiap periode laktasi (Macciota et al.,
2008).
Produksi susu (kg)
──── WD
- - - - - - CL
▲ hasil pengamatan
Periode laktasi (bulan)
Gambar 3. Model Estimasi Kurva Laktasi Kambing Saanen tanpa Dikawinkan
Sumber: Takma et al., 2009
10
Susu kambing lebih berwarna putih dibanding susu sapi karena tidak
mengandung karoten. Perbedaan utama antara susu sapi dan susu kambing adalah
kandungan butiran lemak (fat globule) susu kambing yang lebih kecil dibandingkan
dengan susu sapi (Ensminger, 2002). Kandungan lemak susu sangat sensitif terhadap
perubahan asupan nutrisi. Kandungan protein susu hanya dapat sedikit dimodifikasi
karena sangat dipengaruhi oleh polimorfisme lokus αS 1-casein, sedangkan
konsentrasi laktosa, mineral, dan komponen solid lainnya dalam susu dipengaruhi
langsung oleh zat makanan yang dikonsumsi ternak (Pulina et al., 2008). Komposisi
susu kambing terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Susu Kambing
Komposisi
Bahan kering (%)
Jumlah
15,56-17,76
Sumber
Hertaviani (2009)
Lemak (%)
5.97-7,12
Hertaviani (2009)
Protein (%)
4,15-5,0
Hertaviani (2009)
BKTL (%)
9,62-10,01
Hertaviani (2009)
Berat jenis (kg/m3)
1.030-1,035
Hertaviani (2009)
Laktoferin (mg/l)
42,62-46,10
Hertaviani (2009)
6,64-6,69
Hertaviani (2009)
Laktosa (%)
4,8
Pulina dan Nudda (2004)
Energi (kkal/l)
650
Pulina dan Nudda (2004)
Kalsium (mg/l)
134
Pulina dan Nudda (2004)
Fe (%)
0,07
Fosfor (%)
0,27
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
pH
Vitamin A (iu/gram)
39
Vitamin B (μg/100mg)
68
Riboflavin (μg/100mg)
210
Vitamin C (mg asam askorbat/100ml)
2
Vitamin D (iu/gram)
0,7
Kolesterol (mg/100ml)
12
11
Kecernaan Nutrien
McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa zat makanan yang tercerna dapat
dihitung dengan mengukur selisih zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan
zat makanan yang tersisa dalam feses. Pengukuran kecernaan dapat dilakukan secara
langsung pada ternak (in vivo) maupun tidak langsung di laboratorium (in vitro) dan
melalui metode kantong nilon (in sacco). Beberapa faktor yang memengaruhi tingkat
kecernaan antara lain komposisi pakan, formulasi ransum, teknik pengolahan pakan,
suplementasi enzim, jenis ternak, dan tingkat konsumsi ternak.
Pengukuran kecernaan ternak ruminansia secara langsung (in vivo) dilakukan
melalui koleksi feses total yang lebih mudah dilakukan pada ternak jantan karena
saluran ekskresi feses (rektum) berjauhan dari saluran uretra. Ternak ditempatkan
dalam kandang individu sehingga dapat diukur jumlah pakan yang dikonsumsi dan
feses yang diekskresikan. Tingkat kecernaan pakan dapat dihitung dengan rumus
berikut (Cheeke, 2005):
% Kecernaan =
Pakan yang dikonsumsi – Jumlah feses
Pakan yang dikonsumsi
x 100%
Sebelum melakukan koleksi feses, ternak harus beradaptasi terhadap pakan
yang diberikan untuk memastikan kestabilan mikroflora dalam saluran pencernaan
terhadap perlakuan pakan dan menghilangkan residu pakan yang diberikan
sebelumnya. Adaptasi selama 10-14 hari dilakukan untuk memaksimalkan tingkat
konsumsi pakan. Metode koleksi feses dibagi menjadi dua yaitu koleksi total feses
dan koleksi sampel feses. Koleksi total dilakukan dengan mengumpulkan seluruh
feses yang dikeluarkan ternak pada waktu yang sama setiap harinya. Astuti et al.
(2000) menyatakan kecernaan bahan kering ransum yang terdiri dari hijauan
(Penisetum purpureum) dan konsentrat dengan metode koleksi total pada kambing
PE laktasi berkisar antara 65-70%, sedangkan kecernaan protein sebesar 52-56% dan
kecernaan energi berkisar antara 57-68%.
Pengukuran kecernaan di tingkat lapang dapat dilakukan dengan metoda Acid
Insoluble Ash (AIA). Koleksi sampel feses dilakukan dengan mengambil feses
langsung dari rektum untuk menjaga sampel dari kontaminasi. Panjang waktu koleksi
feses adalah 4-12 hari (Rymer, 2000). Hasil koleksi sampel feses kemudian dianalisis
12
dengan metode Acid Insoluble Ash (AIA) secara kualitatif untuk menghitung
kecernaan bahan kering ransum (Van Keulen dan Young, 1977). Kadar abu sampel
feses dan pakan dianalisis dengan tanur (suhu 600oC) yang dilanjutkan dengan
perendaman pada asam kuat atau basa kuat dan kemudian diabukan kembali. Selisih
kadar abu sebelum dan sesudah pencucian adalah indikator abu yang tak terlarut
dalam asam, yang dapat digunakan sebagai bagian yang tak tercerna.
Hasil analisis metode AIA sama dengan pengukuran kecernaan nutrien
menggunakan metode koleksi total, akan tetapi metode ini lebih praktis diterapkan.
Beberapa keunggulan lain dari metode AIA yaitu lebih nyaman dan murah untuk
diaplikasikan dibandingkan dengan metode total koleksi feses pada ternak yang
digembalakan (Faichney, 1975; Fahey dan Jung, 1983; Merchen, 1993). Thonney et
al. (1985) melaporkan bahwa hasil perhitungan kecernaan bahan kering pakan silase
menggunakan metode AIA mirip dengan hasil estimasi kecernaan menggunakan
metode total koleksi.
Metabolisme Nutrien
Tyler dan Ensminger (2006) menyatakan bahwa hal utama yang menjadi ciri
khas sistem pencernaan ruminansia adalah perutnya. Ruminansia memiliki 4 bagian
perut yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Rumen merupakan lambung
dengan ukuran terbesar, semakin dewasa seekor ternak maka ukuran rumen akan
meningkat dan papillae rumen yang berfungsi untuk membantu penyerapan nutrien
yang telah difermentasi oleh mikroba juga bertambah. Omasum memiliki jaringan
untuk membantu pencernaan, sedangkan abomasum juga membantu pencernaan
yang bekerja hampir mirip dengan kinerja lambung pada hewan monogastrik.
Mikroba rumen akan mencerna karbohidrat menjadi karbondioksida dan
Volatile Fatty Acid (VFA) yang produk akhirnya terdiri dari propionat, asetat, dan
butirat. VFA tersebut akan diserap di dinding rumen untuk menyuplai kebutuhan
energi bagi ruminansia. Lemak akan dicerna oleh mikroba rumen serta di usus
menjadi asam lemak dan gliserol. Gliserol akan diubah menjadi propionat,
sedangkan asam lemak rantai panjang akan menuju usus halus untuk diserap (Tyler
dan Ensminger, 2006).
Sebagian besar protein pakan dimetabolisme oleh mikroba dan menyatu
menjadi protein mikroba. Proses degradasi protein menghasilkan ammonia yang
13
akan diserap melalui dinding rumen sebagai prekursor nitrogen untuk sintesis protein
mikroba (Tyler dan Ensminger, 2006). Amonia yang dihasilkan dalam rumen akan
diserap melalui dinding rumen dan bersama asam amino yang diserap dari usus halus
akan memasuki aliran darah untuk selanjutnya dibawa ke hati, ginjal, otot dan
kelenjar susu. Ketersediaan karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi untuk
perombakan protein. Karbohidrat yang seimbang di rumen mendorong pembentukan
propionat sehingga mengurangi kebutuhan asam amino untuk glukoneogenesis dan
meningkatkan ketersediaan asam amino untuk diserap dalam usus yang akan
digunakan dalam sinesis susu. Pulina et al. (2008) menyatakan bahwa suplementasi
karbohidrat dalam pakan sebagai sumber energi dapat meningkatkan penggunaan
nitrogen dan membantu sintesis protein mikroba. Selain itu, konsentrasi anti nutrisi
seperti tannin terkondensasi dalam pakan dapat mengurangi aktivitas mikroba rumen
dan kecernaan asam amino di usus.
Senyawa yang telah diserap akan diedarkan oleh darah ke organ target yaitu
hati, otot, jaringan adipose, dan kelenjar susu. Asam propionat diubah menjadi
glukosa untuk cadangan glukosa hati dan untuk keperluan pembentukan glikogen
otot, lemak jaringan adiposa serta lemak dan laktosa susu. Asam butirat sebagian
kecil akan dimetabolis menjadi keton untuk keperluan otot, jaringan adipose dan
kelenjar susu, sedangkan asetat dibutuhkan untuk pembentukan lemak otot, jaringan
adipose dan lemak susu. Asam lemak yang telah diserap melalui sel mukosa usus
halus akan diubah menjadi trigliserida kemudian dilepas ke sistem portal untuk
ditranspor ke seluruh jaringan yang membutuhkan (Drackley, 1999).
Sintesis Susu
Substrat utama yang diekstraksi dari darah oleh kelenjar susu ternak laktasi
adalah glukosa, asam amino, asam lemak, dan mineral. Biosintesis komponen susu
berlangsung di tempat yang berbeda dalam sel. Biosintesis laktosa terjadi di
membran golgi, protein disintesis dalam sel sekresi kelenjar susu yang mengandung
mitokondria mengikuti pengkodean genetik begitu juga biosintesis beberapa
prekursor asam lemak terjadi di tempat yang sama. Biosintesis asam lemak, gliserol
dan komponen intermediet lainnya terjadi di sitosol, sedangkan biosintesis trigliserol
di dekat retikulum endoplasmik. Komponen lain seperti mineral masuk ke dalam sel
melalui transport aktif dan pasif (Akers, 2002).
14
Selama proses biosintesis susu, keterlibatan faktor hormon sangat penting.
Hormon prolaktin dilepaskan oleh pituitary anterior setelah induk partus mengambil
peran dalam memproduksi susu. Selain itu hormon oksitosin juga berperan dalam
milk let down yang membantu keluarnya susu dari puting pada saat pemerahan
maupun menyusui (Delaval, 2008).
Biosintesis Protein Susu
Protein susu terdiri dari dua fraksi utama yaitu kasein (αS1, αS2, β dan κ) dan
whey (α-laktoalbumin dan β–laktoglbulin). Susu kambing mengandung kasein
sebanyak 80% dari total protein. Biosintesis kasein terjadi di sel sekresi yang
dipengaruhi agen eksternal yaitu hormon (progesteron, glukokortikoid, prolaktin, dan
insulin) sebagai pengirim sinyal transduksi ke nukleus sehingga gen kasein
mengalami transkripsi menjadi mRNA. Molekul mRNA yang telah matang akan
mengalami translasi menjadi molekul tunggal kasein kemudian ditransfer ke
retikulum endoplasma untuk modifikasi post-translasi. Kasein lebih banyak
mengandung prolin, glutamat, dan glutamin, namun sedikit mengandung glisin dan
aspartat. Kalsium dan fofat dalam jumlah banyak diperlukan supaya bentuk kasein
stabil (Greppi et al., 2008).
Sejak mekanisme polimorfisme kasein dan whey teridentifikasi, pada dekade
terakhir polimorfisme protein diapliaksikan terhadap karakter molekular dan
biokimia untuk meningkatkan performa ternak dan kualitas susu melalui mekanisme
genetik. Polimorfisme berkaitan dengan varian generik dan modifikasi saat posttranslasi tergantung pada lokasi dari rangkaian asam amino (Greppi et al., 2008).
Peningkatan protein susu juga dapat dilakukan melalui modifikasi pakan. Beberapa
studi melaporkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan terhadap protein susu sapi
yang diberi pakan dengan kandungan protein kasar tinggi, hal tersebut disebabkan
oleh protein pakan tergolong dalam protein yang tidak dapat didegradasi di rumen
sehingga akan lebih baik apabila suplementasi protein diberikan dalam bentuk NonProtein Nitrogen (NPN) atau pakan sumber protein yang mudah terdegradasi. Selain
itu bahan pakan dari limbah mengandung protein yang sulit dicerna sehingga ternak
tidak dapat memanfaatkan asam amino yang terkandung dalam bahan tersebut
(Schingoethe, 1996).
15
Biosintesis Lemak Susu
Sebagian besar lemak susu terdapat dalam bentuk trigliserida yang disintesis
dari bahan-bahan yang diserap dari darah yakni glukosa, asetat, asam βhidroksibutirat, lipoprotein, asam palmitat, serta asam-asam lemak rantai pendek.
Pada ruminansia asetat dan β-hidroksibutirat akan disintesis menjadi asam lemak
oleh enzim asetil-CoA karboksilase dan fatty acid synthetase (FAS). Sebagian asam
lemak yang lain disintesis dari mobilisasi cadangan lemak tubuh dengan proporsi
bervariasi menurut fase laktasi (Chilliard et al., 2000).
Lemak pakan akan dirombak dalam rumen menjadi trigliserida, fosfolipid,
dan glikolipid selanjutnya akan mengalami lipolisis dan hidrogenasi. Trigliserida
akan mengalami proses lipolisis oleh enzim lipase dari mikroba mejadi asam lemak
bebas (FFA) dan gliserol. FFA juga dihasilkan melalui proses hidrolisis dari
galaktolipid dan fosfolipid. Gliserol kemudian akan diubah menjadi asam propionat
sebagai prekursor dalam sintesis lemak susu (Mele et al., 2008). Proses hidrogenasi
mengubah asam oleat, linoleat, dan linolenat menjadi asam steara dan sejumlah kecil
asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap trans. Hasil akhir lipolisis dan
hidrogenasi berupa asam lemak rantai pendek akan diserap oleh dinding rumen dan
asam lemak rantai panjang masuk ke abomasums, kemudian bercampur dengan
digesta dan mengalir ke usus halus. Emulsi lemak terjadi di usus halus dengan
bantuan garam empedu dan enzim lipase menghasilkan lemak tercerna berupa misel
yang stabil. Misel ini berdifusi melalui sel mukosa usus halus untuk diserap
kemudian diubah menjadi trigliserida kemudian ditranspor ke seluruh jaringan yang
membutuhkan (Drackley, 1999). Konsentrasi lemak susu dipengaruhi oleh beberapa
faktor nutrisi antara lain: (i) konsentrasi, konsumsi, dan sumber karbohidrat bukan
serat; (ii) ukuran partikel pakan; (iii) penggunaan probiotik; (iv) jumlah, bentuk fisik,
dan komposisi asam lemak dalam pakan; (v) ketersediaan prekursor trans-10, cis-12
asam linoleat terkonjugasi yang dapat menurunkan kadar lemak (Pulina et al., 2008).
Biosintesis Laktosa Susu
Sebanyak 80% glukosa dari plasma darah digunakan untuk sintesis laktosa, di
mana 50-60% diubah menjadi galaktosa dahulu. Sintesis laktosa dari prekursor UDPglaktosa dan glukosa yang masuk ke membran golgi dari sitoplasma dengan osmotik
aktif (Neville, 1998). Reaksi pembentukan laktosa dapat adalah sebagai berikut :
16
ATP + glukosa
Glukosa-6P
Heksokinase
Phospoglucomutase
UTP + Glukosa–1P
UDP-Glucose Puryphosporylase
UDP-Glukosa
UDP-Galactose 4-epimerase
UDP-Galaktosa+
Glukosa
Lactose synthesase
Glukosa-6P +ADP
Glukosa-1P
UDP-Glukosa+PP
UDP-Galaktosa
Laktosa + UDP
Peningkatan propionat dari hasil fermentasi pakan di rumen akan
meningkatkan glukogenesis di hati dan sekresi insulin. Glukosa adalah prekursor
sintesis laktosa. Peningkatan sintesis laktosa dan transport laktosa di dalam alveoli
ambing diikuti oleh peningkatan air sehingga produksi susu juga men
PERAH PERANAKAN ETAWAH DAN SAANEN
DI PETERNAKAN BANGUN KARSO FARM
SKRIPSI
TITIS ANUGRAHENI PUTRI APDINI
DEPARTEMEN ILMU NUTRSI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
i
RINGKASAN
Titis Anugraheni Putri Apdini. D24070179. Pemanfaatan Pellet Indigofera sp.
pada Kambing Perah Peranakan Etawah dan Saanen di Peternakan Bangun
Karso Farm. Skripsi. Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS
Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr
Peternakan kambing perah merupakan sektor usaha yang menunjang produksi
susu nasional. Salah satu permasalahan pakan yang terjadi di Peternakan Bangun
Karso Farm adalah kurang terpenuhi kebutuhan nutrisi ternak. Pakan yang diberikan
yaitu rumput lapang dan konsentrat dengan rasio 60% : 40%. Setelah dilakukan
analisis proksimat diketahui bahwa kandungan protein kasar, lemak kasar, dan serat
kasar dari total ransum di peternakan tersebut sebesar 12,76%, 2,35%, dan 32,01%
secara berurutan, sehingga kurang mencukupi kebutuhan nutrien kambing untuk
produksi susu optimal. Salah satu bahan pakan sumber protein adalah legum
Indigofera sp. yang memiliki kandungan protein mencapai 25,66%. Daun Indigofera
sp. yang diolah menjadi pellet memiliki daya simpan lebih lama dan memudahkan
proses transportasi pakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh
pemberian pellet Indigofera sp. dalam ransum kambing perah terhadap konsumsi
pakan serta produksi susu kambing PE dan saanen di peternakan Bangun Karso
Farm, Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
Sebanyak 7 ekor kambing perah terdiri dari 4 ekor kambing saanen laktasi
ke-3 dan 3 ekor kambing PE (peranakan etawah) laktasi ke-2 dipilih untuk menerima
2 macam perlakuan ransum yaitu P0 (60% rumput lapang + 40% konsentrat) dan P1
(60% rumput lapang + 40% pellet Indigofera sp.). Masa adaptasi dilakukan selama 7
hari kemudian pemeliharaan dilakukan selama 30 hari dan dilakukan pencatatan
konsumsi pakan serta produksi susu total harian. Pada 7 hari terakhir masa
pemeliharaan dilakukan koleksi sampel feses untuk mengukur kecernaan pakan
dengan metode Acid Insolubke Ash (AIA). Sampel susu diambil untuk diuji
komposisinya menggunakan milkotester. Seluruh data tersebut dianalisis secara
deskriptif.
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa konsumsi bahan kering ransum P0
maupun P1 lebih tinggi 4% bobot badan kambing perah. Konsumsi protein kambing
PE dan saanen yang diberi ransum P1 lebih tinggi dibandingkan ransum P0.
Kecernaan bahan kering ransum P1 lebih tinggi dari ransum P0, karena ransum P1
mengandung serat kasar yang lebih rendah dibandingkan ransum P0. Pellet
Indigofera sp. yang terdapat dalam ransum P1 lebih mudah dicerna dibandingkan
ransum P0. Produksi susu kambing PE dan saanen yang diberi ransum P1 lebih
tinggi dari kambing perah yang diberi ransum P0. Kualitas pellet Indigofera sp.
dalam ransum kambing perah tidak hanya dilihat dari tingkat konsumsi, nilai
kecernaan, dan produksi susu melainkan juga seberapa efisien nutrien yang terdapat
dalam pakan dapat dimanfaatkan oleh kambing perah untuk produksi menjadi susu.
Berdasarkan rasio pemanfaatan nutrien pakan terhadap produksi susu dapat dilihat
bahwa nutrien ransum P1 lebih efisien untuk digunakan dalam proses sintesis susu
kambing. Hasil pengamatan di lapang menunjukkan bahwa pemanfaatan pellet
ii
Indigofera sp. dalam ransum kambing perah dapat memperbaiki manajemen pakan
harian kambing PE laktasi ke-2 dan kambing saanen laktasi ke-3 di peternakan
Bangun Karso Farm yang dilihat dari tingkat peningkatan kecernaan pakan, produksi
susu, dan rasio pemanfaatan nutrien pakan.
Kata kunci: pellet Indigofera sp., kambing perah, kecernaan AIA, produksi susu,
efisiensi nutrien.
iii
ABSTRACT
Utilization of Indigofera sp. Pellet for Etawah Crossbred and Saanen Does
in Bangun Karso Farm
Apdini, T. A. P., D.A. Astuti, and L. Abdullah
Aim of study was evaluating the effect of Indigofera sp. pellet in ration of
dairy goat toward feed consumption, dry matter digestibility and milk production of
Etawah Crossbred and Saanen does. The research was conducted from May till July
2011 at Bangun Karso Farm, Babakan Palasari, Cijeruk, Bogor. There were 7 does
consist of 3 Etawah Crossbred does (2nd lactating period) and 4 Saanen does (3rd
lactating period) which were treated by 2 types of ration, such as P0 (60% of field
grass + 40% of concentrate) and P1 (60% of field grass + 40% of Indigofera sp.
pellet). The data that had been collected were analyzed descriptively. The result
showed that dry matter consumption was higher than 4% of body weight, whereas
protein intake of P1 was higher than P0. Based on AIA (Acid Insoluble Ash)
Method, dry matter digestibility of P1 was higher than P0. Milk production was
higher in both of Etawah Crossbred and Saanen does which were fed by P1. The
utilization of Indigofera sp. pellet was more efficient to be converted into milk
nutrients/quality. It was described from the ratio between nutrient of feed and
nutrient of the milk. Thus Indigofera sp. pellet could improve the quality of ration for
both saanen and PE dairy goats.
Keywords: Indigofera sp. pellet, dairy goat, AIA digestibility, milk production,
efficiency of nutrient
iv
Lembar Pernyataan
PEMANFAATAN PELLET Indigofera sp. PADA KAMBING
PERAH PERANAKAN ETAWAH DAN SAANEN
DI PETERNAKAN BANGUN KARSO FARM
TITIS ANUGRAHENI PUTRI APDINI
D24070179
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
Meperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN ILMU NUTRSI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
v
Judul
Nama
NIM
: Pemanfaatan Pellet Indigofera sp. pada Kambing Perah Peranakan
Etawah dan Saanen di Peternakan Bangun Karso Farm
: Titis Anugraheni Putri Apdini
: D24070179
Menyetujui,
Pembimbing Utama,
Pembimbing Anggota,
(Prof. Dr. Ir. Dewi Apri Astuti, MS)
(Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr)
NIP: 19611005 198503 2 001
NIP: 19670107 199103 1 003
Mengetahui
Ketua Departemen
Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan
(Dr. Ir. Idat Galih Permana, MSc. Agr)
NIP: 19670506 199103 1 001
Tanggal Ujian : 16 September 2011
Tanggal Lulus :
vi
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 13 Agustus 1990 di Ponorogo, Jawa Timur.
Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Agus Susanto
(Alm) dan Ibu Suprapti. Awal pendidikan dasar penulis ditempuh pada tahun 1995 di
Sekolah Dasar Negeri Sekaran 02 Ponorogo dan diselesaikan pada tahun 2001.
Pendidikan lanjutan tingkat pertama diawali pada tahun 2001 di Sekolah Lanjutan
Tingkat Pertama Negeri 1 Ponorogo dan diselesaikan pada tahun 2004. Penulis
melanjutkan jenjang pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Madiun. Pada
tahun 2007 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Mask IPB (USMI) di Fakultas Peternakan dan pada tingkat dua memasuki
masa perkuliahan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan.
Pada tingkat pertama penulis aktif sebagai anggota UKM Tae Kwon Do IPB
dan Dewan Gedung A3, Asrama Putri Tingkat Persiapan Bersama IPB sebagai Wakil
Lurah. Penulis aktif di International Association of student in Agricultural and
Related Science (IAAS) Local Committee IPB dan menjabat sebagai Ketua pada
periode 2009/2010. Penulis bersama rekan satu tim pernah mendapat dana hibah dari
DIKTI untuk PKM bidang Kewirausahaan yang berjudul “Fortifikasi Tepung
Bayam dalam Pembuatan Permen Susu sebagai Pangan Sehat untuk Anak”
pada tahun 2009 dan PKM bidang Pengabdian Masyarakat yang berjudul
“Sosialisasi Pengolahan Limbah Padi Terpadu di Desa Cikarawang, Kab.
Bogor, Jawa Barat” pada tahun 2010 sehingga terpilih menjadi peserta Pekan
Ilmiah Mahasiswa Nasional XXIII di Universitas Mahasaraswati, Denpasar, Bali.
Penulis juga menjadi asisten mata kuliah Pengelolaan Kesehatan Ternak Tropis,
Fakultas Kedokteran Hewan pada tahun 2011.
Penulis berkesempatan menjadi penyaji makalah yang berjudul “The Benefit
of Sapindus rarak to Reduce Methane Emission in Ruminant” dalam International
Agricultural Student Symposium di Universitas Putra Malaysia. Penulis menerima
Beasiswa Unggulan dari Kemendiknas sebagai delegasi dalam The 53 rd IAAS World
Congress di Mexico dan beasiswa Eurasia2 dari Erasmus Mundus untuk Exchange
Program ke Czech University of Life Science, Prague. Penulis juga terpilh sebagai
Mahasiswa Berprestasi Fakultas Peternakan IPB pada tahun 2010 dan 2011.
vii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunai-Nya sehingga penulis mampu menyelesaikan
penelitian dan penulisan skripsi berjudul Pemberian Pellet Indigofera sp. terhadap
Pemanfaatan Nutrien dan Produksi Susu Kambing Saanen dan PE di Peternakan
Bangun Karso Farm. Skripsi ini merupakan syarat memperoleh gelar sarjana
peternakan.
Skripsi ini ditulis berdasarkan pengamatan studi kasus manajemen pemberian
pakan kambing saanen dan PE di Peternakan Bangun Karso Farm sejak bulan Mei
sampai bulan Juli 2011. Hasil sampel kemudian dianalisis di Laboratorium Nutrisi
Ternak Perah, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Peternakan kambing
perah merupakan sektor penunjang kebutuhan susu segar nasional, oleh karena itu
produksi susu kambing perlu ditingkatkan. Faktor utama penunjang produksi susu
kambing adalah pakan. Selama ini manajemen pakan di peternakan kambing perah
masih dilakukan secara tradisional sehingga kecukupan nutrisi ternak kurang
terpenuhi. Salah satu bahan pakan dengan komposisi nutrisi berkualitas adalah legum
Indigofera sp. Pengolahan daun Indigofera sp. menjadi pellet akan mempermudah
proses transportasi dan meningkatkan umur simpan pakan. Penelitian ini dirancang
untuk mengetahui pengaruh pemberian pellet Indigofera sp. dalam ransum kambing
saanen dan PE terhadap konsumsi pakan, nilai kecernaan, dan produksi susu.
Penulis memahami bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi
ini. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan skripsi.
Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat dan diaplikasikan dengan baik.
Bogor, September 2011
Penulis
viii
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ...............................................................................................
ii
ABSTRACT ..................................................................................................
iv
LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................
v
LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................
vi
RIWAYAT HIDUP .......................................................................................
vii
DAFTAR ISI .................................................................................................
ix
DAFTAR TABEL .........................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................
xii
PENDAHULUAN .........................................................................................
1
Latar Belakang ...................................................................................
Perumusan Masalah ...........................................................................
Tujuan ...............................................................................................
1
2
3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................
4
Indigofera sp ......................................................................................
Pellet Indigofera sp. ...........................................................................
Kambing Perah di Indonesia ...................................................
Kambing Peranakan Etawah (PE) ...........................................
Kambing Saanen ................................................................................
Susu Kambing....................................................................................
Kecernaan Nutrien .............................................................................
Metabolisme Nutrien..........................................................................
Sintesis Susu ......................................................................................
Biosintesis Protein Susu ..........................................................
Biosintesis Lemak Susu ..........................................................
Biosintesis Laktosa Susu.........................................................
4
5
8
9
9
10
12
13
14
15
16
16
MATERI DAN METODE .............................................................................
18
Lokasi dan Waktu ..............................................................................
Materi ................................................................................................
Metode...............................................................................................
Rancangan Percobaan .............................................................
Perlakuan................................................................................
Prosedur .............................................................................................
Persiapan ................................................................................
Pemeliharaan ..........................................................................
Koleksi Sampel Feses .............................................................
Peubah yang Diamati .........................................................................
Konsumsi Pakan (kg/ekor/hari) ...............................................
18
18
18
18
19
20
20
20
21
21
21
ix
Kecernaan dengan Metode AIA
(Van Keulen dan Young, 1977) ..............................................
Produksi Susu (liter/ekor/hari) dan Komposisi Susu ................
Efisiensi Pemanfaatan Ransum terhadap
Komposisi Susu ......................................................................
22
22
23
HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................................
24
Gambaran Umum Peternakan .............................................................
Hasil Pengamatan ..............................................................................
Pembahasan .......................................................................................
Kecernaan bahan Kering .........................................................
Produksi Susu .........................................................................
Komposisi Susu ......................................................................
Efisiensi Pemanfaatan ransum terhadap
Komposisi Susu Kambing .......................................................
24
25
25
28
30
34
KESIMPULAN DAN SARAN ......................................................................
39
Kesimpulan ........................................................................................
Saran..................................................................................................
39
39
UCAPAN TERIMA KASIH .........................................................................
40
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
41
36
x
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Komposisi Nutrien dan Asam Amino
Pellet Indigofera sp. Ukuran 5 mm............................................................
7
2. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa
Berbagai Fase Produksi.............................................................................
8
3. Komposisi Susu Kambing .........................................................................
11
4. Komposisi Nutrien Bahan Pakan Penelitian ..............................................
19
5. Susunan Ransum Penelitian dan Perhitungan
Komposisi Nutrien Ransum (%BK) ..........................................................
20
6. Konsumsi Bahan Kering Ransum Kambing PE dan Saanen
dihitung dari 4% Bobot Badan Awal .........................................................
21
7. Perhitungan Analisis Deskriptif Parameter yang Diamati ..........................
25
8. Rataan Konsumsi Nutrien Kambing PE dan Saanen
pada Setiap Perlakuan ...............................................................................
28
9. Bobot Badan Kambing Perah Sebelum dan Setelah Pemeliharaan .............
37
xi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Legum Indigofera sp .................................................................................
4
2. Pellet Indigofera sp. Diameter 5mm ..........................................................
7
3. Model Estimasi Kurva Laktasi Kambing Saanen
Tanpa Dikawinkan ....................................................................................
10
4. Sistem Perkandangan di Bangun Karso Farm (a) dan
Kambing Saanen yang Mengonsumsi Pellet Indigofera sp ........................
24
5. Kecernaan Bahan Kering Ransum P0 dan P1 pada Tiap
Kambing Perah .........................................................................................
29
6. Rataan Produksi Susu Kambing Saanen dan PE yang
Mendapat Perlakuan P0 dan P1 .................................................................
31
7. Produksi Susu Harian Kambing PE yang Mendapat Perlakuan
P0 dan P1 Selama Pemeliharaan ...............................................................
33
8. Produksi Susu Harian Kambing Saanen yang Mendapat
Perlakuan P0 dan P1Selama Pemeliharaan ................................................
33
9. Efisiensi Pemanfaatan Nutrien Ransum untuk
Produksi dan Komposisi Susu ...................................................................
36
xii
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Populasi ternak kambing di Indonesia terus mengalami peningkatan dari
tahun 2000 sebanyak 12.566.000 ekor menjadi 16.821.000 ekor pada tahun 2010
(BPS, 2011). Usaha peternakan kambing di Indonesia kini berkembang menjadi
usaha ternak dwiguna yaitu penghasil daging dan susu. Pemenuhan kebutuhan susu
masyarakat Indonesia yang masih kurang dipenuhi dari sektor peternakan sapi perah
kini dapat disuplai dari usaha kambing perah, meskipun masyarakat Indonesia masih
belum banyak mengonsumsi susu kambing. Alasan utama masyarakat Indonesia
mengapa kurang menyukai susu kambing adalah aroma susu kambing, oleh karena
itu perlu diterapkan Good Farming Practices untuk menjaga kebersihan kandang dan
ternak. Pengemasan susu kambing setelah diperah harus segera dilakukan untuk
mencegah kontaminasi.
Harga susu kambing di Peternakan Bangun Karso Farm, Kec.Cijeruk,
Kab.Bogor yaitu Rp 25.000,- per liter. Harga susu kambing di peternakan kambing
perah lain di Kab.Bogor bisa mencapai Rp 35.000,00 bahkan Rp 100.000,- per liter.
Biaya pakan merupakan faktor utama yang menentukan harga susu kambing, selain
itu saat ini susu kambing dijadikan sebagai pangan fungsional untuk pengobatan
alternatif sehingga harga jualnya lebih tinggi dibandingkan harga susu sapi.
Di Indonesia kambing yang dikembangkan sebagai penghasil susu adalah
kambing peranakan etawah (PE) dan kambing saanen. Kambing PE merupakan hasil
persilangan kambing lokal dengan kambing etawah yang diperkenalkan Pemerintah
Hindia Belanda sejak tahun 1908 dan dimanfaatkan sebagai sumber daging dan susu.
Produksi susu kambing PE berkisar antara 0,45-2,2 liter/hari (Sodiq dan Abidin,
2008). Kambing saanen berasal dari Swiss dan kini telah banyak dikembangkan
sebagai penghasil susu di Indonesia karena produksi susunya mencapai 3,8
liter/ekor/hari (Erlangga, 2011).
Pengembangan usaha kambing perah harus didukung dengan ketersediaan
pakan yang cukup, karena pakan akan mempengaruhi kualitas dan produksi susu
kambing. Permasalahan yang terjadi di peternakan kambing perah pada umumnya
adalah manajemen pakan yang dilakukan secara tradisional sehingga peternak kurang
memperhatikan kecukupan nutrisi kambing perah seperti pemenuhan energi, protein,
1
dan air. Kekurangan zat makanan selain dapat berpengaruh langsung terhadap
penurunan produksi susu juga dapat mempengaruhi performa ternak, apabila
dibiarkan dalam jangka waktu lama sehingga mengakibatkan umur produksi ternak
menjadi pendek.
Pemanfaatan Indigofera sp. sebagai hijauan pakan sumber protein adalah
salah satu cara memenuhi kebutuhan nutrisi kambing perah. Daun Indigofera sp.
mengandung protein kasar 27,9%, serat kasar 15,25%, kalsium 0,22% dan fosfor
0,18%. Beberapa penelitian yang telah dilakukan untuk melihat pemanfaatan
Indigofera sp. sebagai pakan ternak menyatakan bahwa kecernaan protein kasar
Indigofera sp. yang diuji secara in vitro mencapai 90,64% (Suharlina, 2010). Hal
terebut menunjukkan bahwa kandungan protein pada daun Indigofera sp. berpotensi
untuk digunakan sebagai pakan sumber protein. Selain itu, penelitian Tarigan (2009)
memperlihatkan bahwa nilai kecernaan bahan kering daun Indigofera sp. yang
diberikan pada kambing Boerka sebanyak 45% dari total ransum adalah 60,07%.
Tanaman Indigofera sp. merupakan legum pohon yang dapat dipanen setiap
60 hari sehingga kontinuitas persediaan pakan terjamin. Pemberian daun Indigofera
sp. dapat diberikan langsung dalam bentuk segar maupun dalam bentuk olahan.
Pengolahan daun Indigofera sp. dalam bentuk pellet akan mempermudah proses
distribusi dan meningkatkan umur simpan pakan tanpa mengubah komposisi zat
makanan. Potensi Indigofera sp. sebagai bahan pakan ternak diharapkan mampu
memperbaiki kualitas nutrisi pakan kambing perah sehingga dapat meningkatkan
produksi susu kambing nasional. Oleh karena itu diperlukan adanya penelitian untuk
mengetahui pemanfaatan pellet Indigofera sp. terhadap produksi dan komposisi susu
kambing perah.
Perumusan Masalah
Kualitas pakan merupakan salah satu faktor yang memengaruhi produktivitas
susu kambing. Peternakan kambing perah yang mulai dikembangkan di Indonesia
untuk memenuhi kebutuhan susu selama ini masih melakukan manajemen pakan
secara tradisional sehingga kebutuhan nutrisi ternak kurang diperhatikan. Contoh
kasus di Peternakan Kambing Perah Bangun Karsa Farm di Desa Babakan Palasari,
Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang masih memberikan pakan
tanpa memperhitungkan kebutuhan nutrien ternak. Pakan yang diberikan yaitu
2
rumput lapang dan konsentrat dengan rasio 60% : 40%. Setelah dilakukan analisis
proksimat terhadap ransum yang diberikan dapat diketahui bahwa kandungan protein
kasar, lemak kasar, dan serat kasar dari total ransum di peternakan tersebut sebesar
12,76%, 2,35%, dan 32,01% secara berurutan. Kandungan zat makanan dalam
ransum tersebut kurang mencukupi kebutuhan nutrisi kambing. Selain itu peternak
juga tidak memberikan air secara ad libitum sehingga kurang menunjang produksi
susu optimal kambing perah.
Indigofera sp. merupakan hijauan pakan sumber protein. Karakteristik
tanaman Indigofera sp. yang dapat tumbuh di daerah tropis dan dapat dimanfaatkan
setelah mencapai umur potong 60 hari menunjukkan potensi legum ini untuk
dijadikan pakan ternak. Daun Indigofera sp. dapat diberikan dalam bentuk segar
maupun setelah mengalami proses pengolahan menjadi pellet. Pakan dalam bentuk
pellet akan mempermudah transportasi serta meningkatkan umur simpan pakan.
Beberapa penelitian telah mengkaji pemanfaatan daun Indigofera sp. untuk pekan
ternak baik dengan metode in vitro maupun in vivo. Sejauh ini, penelitian tersebut
hanya melihat aspek kecernaan pakan saja, sehingga diperlukan penelitian lebih
lanjut untuk mengkaji pemberian Indigofera sp. dalam ransum kambing perah
terhadap pemanfaatan nutrien dan produksi serta komposisi susu kambing perah.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian pellet
Indigofera sp. dalam ransum kambing perah terhadap konsumsi pakan, kecernaan
pakan, produksi serta komposisi susu kambing PE dan saanen di peternakan Bangun
Karso Farm, Babakan Palasari, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor.
3
TINJAUAN PUSTAKA
Indigofera sp.
Indigofera sp. merupakan tanaman dari kelompok kacang-kacangan (family
Fabaceae) dengan genus Indigofera dan memiliki 700 spesies yang tersebar di
Benua Afrika, Asia, Australia, dan Amerika Utara, sekitar tahun 1900 Indigofera sp.
dibawa ke Indonesia oleh bangsa Eropa, serta terus berkembang secara luas (Tjelele,
2006). Berdasarkan penelitian Hassen et al. (2006) menggunakan beberapa spesies
Indigofera sp antara lain I. amorphoides, I. arrecta, I. brevicalyx, I. coerulea, I.
costata, I. cryptantha, I. spicata, I. trita, I. vicioides diketahui bahwa tanaman ini
berpotensi digunakan sebagai tanaman pakan sekaligus sebagai tanaman pelindung
karena mampu memperbaiki kondisi tanah penggembalaan yang mengalami over
grazing dan erosi. Beberapa spesies seperti I. arrecata Hochst. Ex A. Rich., I.
suffruticosa Mill. dan I. tinctoria L., dimanfaatkan sebagai pewarna, pakan ternak,
pelindung tanaman pangan, pelindung tanah dari erosi dan sebagai tanaman hias
(Schrire, 2005).
Gambar 1. Legum Indigofera sp.
Produktivitas Indigofera sp. mencapai 2,6 ton bahan kering/ha/panen (Hassen
et al., 2008). Hal yang mempengaruhi produktivitas Indigofera sp. antara lain waktu
pemanenan dan pemupukan. Produksi Indigofera sp. mencapai 4.096 kg bahan
kering/ha saat dipanen pada hari ke-88 (Abdullah dan Suharlina, 2010). Abdullah
(2010) menyatakan produksi bahan kering Indigofera sp. dapat mencapai 6,8 ton/ha
dengan perlakuan pupuk daun dosis 30 g/10 liter. Hasil penelitian Budhie (2010)
menunjukkan bahwa aplikasi pupuk organik cair baik dari sumber urin kambing PE
4
maupun pupuk komersial dapat memperbaiki pertumbuhan dan produksi Indigofera
sp.
Tanaman ini dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak yang kaya akan
nitrogen, fosfor dan kalsium. Indigofera sp. sangat baik dimanfaatkan sebagai
hijauan pakan ternak dan mengandung protein kasar 27,9%, serat kasar 15,25%,
kalsium 0,22% dan fosfor 0,18%. Legum Indigofera sp. memiliki kandungan protein
yang tinggi, toleran terhadap musim kering, genangan air dan tahan terhadap salinitas
(Hassen et al., 2007). Tarigan (2009) menyebutkan bahwa kandungan protein kasar,
kalsium, dan fosfor semakin menurun seiring dengan meningkatnya interval
pemotongan, sedangkan kandungan bahan organik, NDF, ADF semakin tinggi
dengan meningkatnya interval pemotongan.
Kualitas biologi hijauan dapat dilihat dari koefisien cerna bahan kering
(KCBK), bahan organik (KCBO), dan protein kasar (KCPK) yang diukur secara in
vitro. Koefisien cerna in vitro bahan kering Indigofera sp. berkisar antara 68,2173,15%, koefisien cerna bahan organik berkisar antara 65,33-70,64%, sedangkan
koefisien cerna protein kasar mencapai 90,64% (Suharlina, 2010). Pemanfaatan serat
kasar sebagai sumber energi bagi ruminan dapat dilihat dari kandungan VFA total
Indigofera sp. berkisar 135,54-157,06 mM (Jovintry, 2011). Peningkatan konsentrasi
VFA mencerminkan tingginya kualitas hijauan Indigofera sp.
Potensi daun Indigofera sp. sebagai pakan kambing telah diteliti oleh Tarigan
(2009). Pemberian Indigofera sp. sebanyak 45% dari total ransum kambing Boerka
memperlihatkan nilai KCBK sebesar 60,07%, KCBO 62,53%, dan KCPK 69,80%
(Tarigan, 2009). Indigofera sp. adalah hijauan dengan kandungan serat kasar rendah
dengan nilai kecernaan NDF sebesar 52,13% dan nilai kecernaan ADF sebesar
55,26% (Tarigan, 2009).
Pellet Indigofera sp.
Ransum bentuk pellet merupakan ransum yang terdiri dari bahan-bahan baku
yang diolah melalui proses mekanik, yaitu dipadatkan dan ditekan oleh roller dan
die, sehingga membentuk silinder atau batangan kecil. Dozier (2001) menyatakan
bahwa ransum dalam bentuk pellet dapat meningkatkan ketersediaan nutrisi dalam
pakan, mempermudah penanganan sehingga menurunkan biaya produksi dan
5
mengurangi penyusutan. Pengolahan hijauan menjadi pellet dapat meningkatkan
konsumsi pakan karena pellet merupakan pakan yang telah mengalami proses
pemotongan dan penggilingan sehingga ukuran partikel berkurang. Semakin panjang
ukuran pakan maka waktu retensi pakan dalam rumen akan meningkat sehingga
ternak cenderung akan mengurangi konsumsi pakan. Pakan berbentuk pellet
mengalami proses pemotongan, penggilingan, dan pemadatan. Hijauan yang digiling
akan meningkatkan luas permukaan pakan sehingga menyediakan media bagi
mikroba rumen lebih banyak dan degradasi pakan akan meningkat (Rappeti dan
Bava, 2008). Pakan dalam bentuk pellet menyediakan komposisi nutrien yang lebih
lengkap bagi ternak karena diformulasi dari campuran beberapa bahan pakan. Proses
pemanasan memicu timbulnya gelatinisasi pati yang membantu pengikatan partikel
dalam pembentukan pellet, hal ini dapat meningkatkan kecernaan pati (Cheeke,
2005).
Berbagai bahan pakan ternak baik biji-bijian maupun hijauan dapat dibentuk
menjadi pellet sehingga memiliki komposisi bahan yang lebih padat dan tidak
mengubah kandungan bahannya. Salah satu hijauan yang berpotensi diproses
menjadi pellet adalah Indigofera sp. yang akan digunakan sebagai pakan sumber
protein karena memiliki kandungan protein kasar sebanyak 25,66% (Abdullah,
2010). Pellet dibuat dari daun Indigofera sp. yang dikeringkan setelah panen di
bawah sinar matahari hingga kadar air mencapai 14%. Selanjutnya dilakukan
penggilingan sampai daun menjadi tepung yang akan digunakan sebagai bahan baku
pembuatan pellet. Pellet Indigofera sp. memerlukan ruang setengah kali lebih kecil
per satuan berat tertentu sehingga lebih efisien dalam hal pengangkutan dan
penyimpanan. Nilai rataan Pellet Durability Index sebesar 94,95% menunjukkan
bahwa pellet daun Indigofera sp. memiliki kualitas baik sehingga tidak mudah
hancur. Pellet Indigofera sp. yang disimpan hingga 60 hari menunjukkan kualitas
fisik yang relatif konstan atau tidak berubah sehingga pellet Indigofera sp. dapat
disimpan dalam waktu dua bulan (Sholihah, 2011).
6
Gambar 2. Pellet Indigofera sp. Diameter 5 mm
Pembuatan pellet Indigofera sp. juga dapat dicampur dengan bahan pakan
lain seperti jerami jagung dan jagung giling. Hasil penelitian Handayany (2010)
menunjukkan bahwa pellet campuran 75% jerami jagung + 20% legum Indigofera
sp. + 5% jagung giling dengan ukuran die 8 mm memiliki kualitas fisik dan
komposisi kimia paling baik. Komposisi nutrien daun Indigofera sp. setelah
mengalami proses pelleting tersaji dalam Tabel 1.
Tabel 1. Komposisi Nutrien dan Asam Amino Pellet Indigofera sp. Ukuran 5 mm
Nutrien
Bahan kering
Komposisi (% BK)
88,11
Abu
6,41
Protein kasar
25,66
Serat kasar
14
Lemak kasar
2,9
Beta-N
39,14
Asam amino
Asam aspartat
Asam glutamat
Serin
Glisin
Histidin
Arginin
Treonin
Alanin
Prolin
Tyrosin
Valin
Metionin
Iso-leusin
Leusin
0,150
0,300
0,150
0,055
0,030
0,100
0,045
0,065
0,055
0,080
0,070
0,040
0,065
0,130
7
Lysin
0,035
Sumber: Abdullah, 2010
Kambing Perah di Indonesia
Kambing termasuk dalam kingdom Animalia, filum Chordata, kelas
Mammalia, ordo Artiodactyla, famili Bovidae, subfamili Caprinae, genus Capra, dan
spesies Carpa hicrus (Ensminger, 2002). Populasi kambing di Indonesia sebanyak
16.821.000 ekor (BPS, 2010). Populasi kambing perah di Indonesia dari tahun 2005
sampai 2007 meningkat sebanyak 3.375.000 ekor dan akan terus meningkat karena
kambing perah kini dikembangkan menjadi sektor usaha dwiguna yaitu penghasil
daging dan susu. Faktor utama yang menentukan produksi susu kambing adalah
pakan, oleh karena itu peternak sebaiknya dapat mencukupi kebutuhan pakan untuk
menunjang kebutuhan nutrien kambing perah yang berbeda pada setiap fase produksi
seperti yang ditunjukkan Tabel 2.
Tabel 2. Kebutuhan Nutrien Kambing Perah Dewasa pada Berbagai Fase Produksi
Fase Produksi
Konsumsi bahan kering
(% bobot badan)
Kebutuhan nutrien harian
Protein kasar
TDN
(% BK)
(% BK)
7
53
Hidup pokok
1,8 – 2,4
Awal kebuntingan
2,4 – 3,0
9 – 10
53
Akhir kebuntingan
2,4 – 3,0
13 – 14
53
Laktasi
2,8 – 4,6
12 – 17
53 – 66
Sumber: Rashid, 2008
Bagian tubuh yang membedakan antara kambing perah dan jenis kambing
lain adalah ambingnya. Ambing kambing perah memiliki ukuran yang lebih besar
untuk menunjang produksi susu. Pertumbuhan ukuran ambing dimulai pada masa
pubertas karena pertumbuhan sistem ductus akibat pengaruh hormonal. Ambing akan
semakin membesar seiring dengan pertambahan umur kebuntingan akibat
pertumbuhan alveolus yang sangat pesat. Jaringan lemak digantikan oleh sel sekresi
yang akan memproduksi susu. Pada masa laktasi ukuran ambing sudah tidak
mengalami pertambahan tetapi sudah dapat menghasilkan susu.
Kambing perah di dunia dikelompokkan berdasarkan daerah asalnya, sifatsifat produksinya, dan karakteristiknya sebagai penghasil susu. Beberapa jenis
8
kambing perah yang banyak dikembangkan di dunia antara lain kambing jamnapari
dari India, kambing alpin, toggenburg, dan saanen dari Swiss,
kambing anglo
Nubian dari Afrika. Jenis kambing perah yang telah dibudidayakan di Indonesia
adalah kambing saanen dan kambing peranakan etawah (Sarwono, 2008).
Kambing Peranakan Etawah (PE)
Bangsa kambing peranakan etawah merupakan hasil persilangan dari
kambing kacang (tipe pedaging) dengan kambing etawah. Kambing peranakan
etawah (PE) memiliki bentuk fisik mirip kambing etawah, jika bentuk fisiknya lebih
mirip kambing kacang dan ukuran badannya lebih kecil dari kambing PE, maka
disebut
kambing
bligon,
gumbolo,
atau
jawa
randu
(Sarwono,
2002).
Karakteristiknya yaitu telinga panjang menggantung dengan warna bulu hitam atau
merah dengan putih. Bobot badan jantan sekitar 40-45 kg sedangkan bobot badan
betina sekitar 32 kg (Susilorini et al., 2009). Kambing PE mampu beranak 3 kali per
dua tahun. Anaknya bervariasi antara 1-4 ekor per kelahiran atau rata-rata 2 ekor per
kelahiran.
Produksi susu kambing PE berkisar antara 0,5-2,5 liter/hari/ekor dengan masa
laktasi 7-10 bulan (Sarwono, 2002). Penelitian Asminaya (2007) menunjukkan
konsumsi bahan kering dan produksi susu kambing PE laktasi ke-2 adalah 1346
g/ekor/hari dan 1,2 liter/ekor/hari secara berturut-turut, sedangkan komposisi susu
kambing PE yaitu : berat jenis 1,0276 kg/m3; protein 3,43%; laktosa 6,42%; lemak
5,56%. Penelitian Astuti et al. (2003) menunjukkan bahwa produksi susu kambing
PE yang diberi limbah tempe terfermentasi mencapai 1.544 g/ekor/hari dengan
kandungan protein 67,51 g/hari, laktosa 57,76 g/hari, dan lemak 58,50 g/hari.
Kambing Saanen
Kambing saanen berasal dari dataran Eropa, yaitu lembah Saanen,
Switzerland. Kambing ini termasuk tipe perah dengan ciri-ciri: warna bulu putih atau
krem pucat/muda; pada umumnya warna di daerah hidung, telinga, dan ambing
belang (hitam/krem-putih); telinga relatif tegak sehingga dahi terlihat lebar
(Mulyono, 2005). Kambing saanen jantan dapat mempunyai berat rata-rata 90 kg dan
tinggi 90 cm, sedangkan betina mempunyai berat rata-rata 60 kg dan tinggi 80 cm.
Produksi susu kambing saanen betina mencapai 3,8 liter/hari/ekor (Erlangga, 2011).
9
Susu kambing saanen memiliki kandungan protein 3,35%, lemak 3,69%, dan laktosa
3,13% (Ruhimat, 2003).
Susu Kambing
Kambing perah dapat memproduksi susu sebanyak 3000-4500 lb atau 347521 galon tiap laktasi. Kambing PE dapat menghasilkan susu 0,8-2,5 liter per hari.
(Kusuma dan Irmansah, 2009). Panjang masa laktasi PE rata-rata 156 hari selama
setahun (Sodiq dan Abidin, 2008). Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas
susu kambing antara lain: 1) bobot badan induk; 2) umur induk; 3) ukuran ambing;
4) jumlah anak; 5) nutrisi pakan; 6) suhu lingkungan; dan 4) penyakit (Ensminger,
2002). Produksi susu kambing masih dapat ditingkatkan dengan manajemen yang
baik, seperti pemberian pakan tambahan dan bibit yang berkualitas (Atabany, 2002).
Produksi susu kambing akan mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya
periode laktasi, mulai dari laktasi ke-1 sampai ke-4. Puncak produksi susu terjadi
antara minggu ke-2 sampai minggu ke-4 pada setiap periode laktasi (Macciota et al.,
2008).
Produksi susu (kg)
──── WD
- - - - - - CL
▲ hasil pengamatan
Periode laktasi (bulan)
Gambar 3. Model Estimasi Kurva Laktasi Kambing Saanen tanpa Dikawinkan
Sumber: Takma et al., 2009
10
Susu kambing lebih berwarna putih dibanding susu sapi karena tidak
mengandung karoten. Perbedaan utama antara susu sapi dan susu kambing adalah
kandungan butiran lemak (fat globule) susu kambing yang lebih kecil dibandingkan
dengan susu sapi (Ensminger, 2002). Kandungan lemak susu sangat sensitif terhadap
perubahan asupan nutrisi. Kandungan protein susu hanya dapat sedikit dimodifikasi
karena sangat dipengaruhi oleh polimorfisme lokus αS 1-casein, sedangkan
konsentrasi laktosa, mineral, dan komponen solid lainnya dalam susu dipengaruhi
langsung oleh zat makanan yang dikonsumsi ternak (Pulina et al., 2008). Komposisi
susu kambing terdapat pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Susu Kambing
Komposisi
Bahan kering (%)
Jumlah
15,56-17,76
Sumber
Hertaviani (2009)
Lemak (%)
5.97-7,12
Hertaviani (2009)
Protein (%)
4,15-5,0
Hertaviani (2009)
BKTL (%)
9,62-10,01
Hertaviani (2009)
Berat jenis (kg/m3)
1.030-1,035
Hertaviani (2009)
Laktoferin (mg/l)
42,62-46,10
Hertaviani (2009)
6,64-6,69
Hertaviani (2009)
Laktosa (%)
4,8
Pulina dan Nudda (2004)
Energi (kkal/l)
650
Pulina dan Nudda (2004)
Kalsium (mg/l)
134
Pulina dan Nudda (2004)
Fe (%)
0,07
Fosfor (%)
0,27
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
American Dairy Goat
Association (2002)
pH
Vitamin A (iu/gram)
39
Vitamin B (μg/100mg)
68
Riboflavin (μg/100mg)
210
Vitamin C (mg asam askorbat/100ml)
2
Vitamin D (iu/gram)
0,7
Kolesterol (mg/100ml)
12
11
Kecernaan Nutrien
McDonald et al. (2002) menyatakan bahwa zat makanan yang tercerna dapat
dihitung dengan mengukur selisih zat makanan yang dikonsumsi dikurangi dengan
zat makanan yang tersisa dalam feses. Pengukuran kecernaan dapat dilakukan secara
langsung pada ternak (in vivo) maupun tidak langsung di laboratorium (in vitro) dan
melalui metode kantong nilon (in sacco). Beberapa faktor yang memengaruhi tingkat
kecernaan antara lain komposisi pakan, formulasi ransum, teknik pengolahan pakan,
suplementasi enzim, jenis ternak, dan tingkat konsumsi ternak.
Pengukuran kecernaan ternak ruminansia secara langsung (in vivo) dilakukan
melalui koleksi feses total yang lebih mudah dilakukan pada ternak jantan karena
saluran ekskresi feses (rektum) berjauhan dari saluran uretra. Ternak ditempatkan
dalam kandang individu sehingga dapat diukur jumlah pakan yang dikonsumsi dan
feses yang diekskresikan. Tingkat kecernaan pakan dapat dihitung dengan rumus
berikut (Cheeke, 2005):
% Kecernaan =
Pakan yang dikonsumsi – Jumlah feses
Pakan yang dikonsumsi
x 100%
Sebelum melakukan koleksi feses, ternak harus beradaptasi terhadap pakan
yang diberikan untuk memastikan kestabilan mikroflora dalam saluran pencernaan
terhadap perlakuan pakan dan menghilangkan residu pakan yang diberikan
sebelumnya. Adaptasi selama 10-14 hari dilakukan untuk memaksimalkan tingkat
konsumsi pakan. Metode koleksi feses dibagi menjadi dua yaitu koleksi total feses
dan koleksi sampel feses. Koleksi total dilakukan dengan mengumpulkan seluruh
feses yang dikeluarkan ternak pada waktu yang sama setiap harinya. Astuti et al.
(2000) menyatakan kecernaan bahan kering ransum yang terdiri dari hijauan
(Penisetum purpureum) dan konsentrat dengan metode koleksi total pada kambing
PE laktasi berkisar antara 65-70%, sedangkan kecernaan protein sebesar 52-56% dan
kecernaan energi berkisar antara 57-68%.
Pengukuran kecernaan di tingkat lapang dapat dilakukan dengan metoda Acid
Insoluble Ash (AIA). Koleksi sampel feses dilakukan dengan mengambil feses
langsung dari rektum untuk menjaga sampel dari kontaminasi. Panjang waktu koleksi
feses adalah 4-12 hari (Rymer, 2000). Hasil koleksi sampel feses kemudian dianalisis
12
dengan metode Acid Insoluble Ash (AIA) secara kualitatif untuk menghitung
kecernaan bahan kering ransum (Van Keulen dan Young, 1977). Kadar abu sampel
feses dan pakan dianalisis dengan tanur (suhu 600oC) yang dilanjutkan dengan
perendaman pada asam kuat atau basa kuat dan kemudian diabukan kembali. Selisih
kadar abu sebelum dan sesudah pencucian adalah indikator abu yang tak terlarut
dalam asam, yang dapat digunakan sebagai bagian yang tak tercerna.
Hasil analisis metode AIA sama dengan pengukuran kecernaan nutrien
menggunakan metode koleksi total, akan tetapi metode ini lebih praktis diterapkan.
Beberapa keunggulan lain dari metode AIA yaitu lebih nyaman dan murah untuk
diaplikasikan dibandingkan dengan metode total koleksi feses pada ternak yang
digembalakan (Faichney, 1975; Fahey dan Jung, 1983; Merchen, 1993). Thonney et
al. (1985) melaporkan bahwa hasil perhitungan kecernaan bahan kering pakan silase
menggunakan metode AIA mirip dengan hasil estimasi kecernaan menggunakan
metode total koleksi.
Metabolisme Nutrien
Tyler dan Ensminger (2006) menyatakan bahwa hal utama yang menjadi ciri
khas sistem pencernaan ruminansia adalah perutnya. Ruminansia memiliki 4 bagian
perut yaitu rumen, retikulum, omasum, dan abomasum. Rumen merupakan lambung
dengan ukuran terbesar, semakin dewasa seekor ternak maka ukuran rumen akan
meningkat dan papillae rumen yang berfungsi untuk membantu penyerapan nutrien
yang telah difermentasi oleh mikroba juga bertambah. Omasum memiliki jaringan
untuk membantu pencernaan, sedangkan abomasum juga membantu pencernaan
yang bekerja hampir mirip dengan kinerja lambung pada hewan monogastrik.
Mikroba rumen akan mencerna karbohidrat menjadi karbondioksida dan
Volatile Fatty Acid (VFA) yang produk akhirnya terdiri dari propionat, asetat, dan
butirat. VFA tersebut akan diserap di dinding rumen untuk menyuplai kebutuhan
energi bagi ruminansia. Lemak akan dicerna oleh mikroba rumen serta di usus
menjadi asam lemak dan gliserol. Gliserol akan diubah menjadi propionat,
sedangkan asam lemak rantai panjang akan menuju usus halus untuk diserap (Tyler
dan Ensminger, 2006).
Sebagian besar protein pakan dimetabolisme oleh mikroba dan menyatu
menjadi protein mikroba. Proses degradasi protein menghasilkan ammonia yang
13
akan diserap melalui dinding rumen sebagai prekursor nitrogen untuk sintesis protein
mikroba (Tyler dan Ensminger, 2006). Amonia yang dihasilkan dalam rumen akan
diserap melalui dinding rumen dan bersama asam amino yang diserap dari usus halus
akan memasuki aliran darah untuk selanjutnya dibawa ke hati, ginjal, otot dan
kelenjar susu. Ketersediaan karbohidrat dibutuhkan sebagai sumber energi untuk
perombakan protein. Karbohidrat yang seimbang di rumen mendorong pembentukan
propionat sehingga mengurangi kebutuhan asam amino untuk glukoneogenesis dan
meningkatkan ketersediaan asam amino untuk diserap dalam usus yang akan
digunakan dalam sinesis susu. Pulina et al. (2008) menyatakan bahwa suplementasi
karbohidrat dalam pakan sebagai sumber energi dapat meningkatkan penggunaan
nitrogen dan membantu sintesis protein mikroba. Selain itu, konsentrasi anti nutrisi
seperti tannin terkondensasi dalam pakan dapat mengurangi aktivitas mikroba rumen
dan kecernaan asam amino di usus.
Senyawa yang telah diserap akan diedarkan oleh darah ke organ target yaitu
hati, otot, jaringan adipose, dan kelenjar susu. Asam propionat diubah menjadi
glukosa untuk cadangan glukosa hati dan untuk keperluan pembentukan glikogen
otot, lemak jaringan adiposa serta lemak dan laktosa susu. Asam butirat sebagian
kecil akan dimetabolis menjadi keton untuk keperluan otot, jaringan adipose dan
kelenjar susu, sedangkan asetat dibutuhkan untuk pembentukan lemak otot, jaringan
adipose dan lemak susu. Asam lemak yang telah diserap melalui sel mukosa usus
halus akan diubah menjadi trigliserida kemudian dilepas ke sistem portal untuk
ditranspor ke seluruh jaringan yang membutuhkan (Drackley, 1999).
Sintesis Susu
Substrat utama yang diekstraksi dari darah oleh kelenjar susu ternak laktasi
adalah glukosa, asam amino, asam lemak, dan mineral. Biosintesis komponen susu
berlangsung di tempat yang berbeda dalam sel. Biosintesis laktosa terjadi di
membran golgi, protein disintesis dalam sel sekresi kelenjar susu yang mengandung
mitokondria mengikuti pengkodean genetik begitu juga biosintesis beberapa
prekursor asam lemak terjadi di tempat yang sama. Biosintesis asam lemak, gliserol
dan komponen intermediet lainnya terjadi di sitosol, sedangkan biosintesis trigliserol
di dekat retikulum endoplasmik. Komponen lain seperti mineral masuk ke dalam sel
melalui transport aktif dan pasif (Akers, 2002).
14
Selama proses biosintesis susu, keterlibatan faktor hormon sangat penting.
Hormon prolaktin dilepaskan oleh pituitary anterior setelah induk partus mengambil
peran dalam memproduksi susu. Selain itu hormon oksitosin juga berperan dalam
milk let down yang membantu keluarnya susu dari puting pada saat pemerahan
maupun menyusui (Delaval, 2008).
Biosintesis Protein Susu
Protein susu terdiri dari dua fraksi utama yaitu kasein (αS1, αS2, β dan κ) dan
whey (α-laktoalbumin dan β–laktoglbulin). Susu kambing mengandung kasein
sebanyak 80% dari total protein. Biosintesis kasein terjadi di sel sekresi yang
dipengaruhi agen eksternal yaitu hormon (progesteron, glukokortikoid, prolaktin, dan
insulin) sebagai pengirim sinyal transduksi ke nukleus sehingga gen kasein
mengalami transkripsi menjadi mRNA. Molekul mRNA yang telah matang akan
mengalami translasi menjadi molekul tunggal kasein kemudian ditransfer ke
retikulum endoplasma untuk modifikasi post-translasi. Kasein lebih banyak
mengandung prolin, glutamat, dan glutamin, namun sedikit mengandung glisin dan
aspartat. Kalsium dan fofat dalam jumlah banyak diperlukan supaya bentuk kasein
stabil (Greppi et al., 2008).
Sejak mekanisme polimorfisme kasein dan whey teridentifikasi, pada dekade
terakhir polimorfisme protein diapliaksikan terhadap karakter molekular dan
biokimia untuk meningkatkan performa ternak dan kualitas susu melalui mekanisme
genetik. Polimorfisme berkaitan dengan varian generik dan modifikasi saat posttranslasi tergantung pada lokasi dari rangkaian asam amino (Greppi et al., 2008).
Peningkatan protein susu juga dapat dilakukan melalui modifikasi pakan. Beberapa
studi melaporkan bahwa tidak ada perbedaan signifikan terhadap protein susu sapi
yang diberi pakan dengan kandungan protein kasar tinggi, hal tersebut disebabkan
oleh protein pakan tergolong dalam protein yang tidak dapat didegradasi di rumen
sehingga akan lebih baik apabila suplementasi protein diberikan dalam bentuk NonProtein Nitrogen (NPN) atau pakan sumber protein yang mudah terdegradasi. Selain
itu bahan pakan dari limbah mengandung protein yang sulit dicerna sehingga ternak
tidak dapat memanfaatkan asam amino yang terkandung dalam bahan tersebut
(Schingoethe, 1996).
15
Biosintesis Lemak Susu
Sebagian besar lemak susu terdapat dalam bentuk trigliserida yang disintesis
dari bahan-bahan yang diserap dari darah yakni glukosa, asetat, asam βhidroksibutirat, lipoprotein, asam palmitat, serta asam-asam lemak rantai pendek.
Pada ruminansia asetat dan β-hidroksibutirat akan disintesis menjadi asam lemak
oleh enzim asetil-CoA karboksilase dan fatty acid synthetase (FAS). Sebagian asam
lemak yang lain disintesis dari mobilisasi cadangan lemak tubuh dengan proporsi
bervariasi menurut fase laktasi (Chilliard et al., 2000).
Lemak pakan akan dirombak dalam rumen menjadi trigliserida, fosfolipid,
dan glikolipid selanjutnya akan mengalami lipolisis dan hidrogenasi. Trigliserida
akan mengalami proses lipolisis oleh enzim lipase dari mikroba mejadi asam lemak
bebas (FFA) dan gliserol. FFA juga dihasilkan melalui proses hidrolisis dari
galaktolipid dan fosfolipid. Gliserol kemudian akan diubah menjadi asam propionat
sebagai prekursor dalam sintesis lemak susu (Mele et al., 2008). Proses hidrogenasi
mengubah asam oleat, linoleat, dan linolenat menjadi asam steara dan sejumlah kecil
asam lemak tidak jenuh dengan ikatan rangkap trans. Hasil akhir lipolisis dan
hidrogenasi berupa asam lemak rantai pendek akan diserap oleh dinding rumen dan
asam lemak rantai panjang masuk ke abomasums, kemudian bercampur dengan
digesta dan mengalir ke usus halus. Emulsi lemak terjadi di usus halus dengan
bantuan garam empedu dan enzim lipase menghasilkan lemak tercerna berupa misel
yang stabil. Misel ini berdifusi melalui sel mukosa usus halus untuk diserap
kemudian diubah menjadi trigliserida kemudian ditranspor ke seluruh jaringan yang
membutuhkan (Drackley, 1999). Konsentrasi lemak susu dipengaruhi oleh beberapa
faktor nutrisi antara lain: (i) konsentrasi, konsumsi, dan sumber karbohidrat bukan
serat; (ii) ukuran partikel pakan; (iii) penggunaan probiotik; (iv) jumlah, bentuk fisik,
dan komposisi asam lemak dalam pakan; (v) ketersediaan prekursor trans-10, cis-12
asam linoleat terkonjugasi yang dapat menurunkan kadar lemak (Pulina et al., 2008).
Biosintesis Laktosa Susu
Sebanyak 80% glukosa dari plasma darah digunakan untuk sintesis laktosa, di
mana 50-60% diubah menjadi galaktosa dahulu. Sintesis laktosa dari prekursor UDPglaktosa dan glukosa yang masuk ke membran golgi dari sitoplasma dengan osmotik
aktif (Neville, 1998). Reaksi pembentukan laktosa dapat adalah sebagai berikut :
16
ATP + glukosa
Glukosa-6P
Heksokinase
Phospoglucomutase
UTP + Glukosa–1P
UDP-Glucose Puryphosporylase
UDP-Glukosa
UDP-Galactose 4-epimerase
UDP-Galaktosa+
Glukosa
Lactose synthesase
Glukosa-6P +ADP
Glukosa-1P
UDP-Glukosa+PP
UDP-Galaktosa
Laktosa + UDP
Peningkatan propionat dari hasil fermentasi pakan di rumen akan
meningkatkan glukogenesis di hati dan sekresi insulin. Glukosa adalah prekursor
sintesis laktosa. Peningkatan sintesis laktosa dan transport laktosa di dalam alveoli
ambing diikuti oleh peningkatan air sehingga produksi susu juga men