Aktivitas fisik dan konsumsi energi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk
AKTIVITAS FISIK DAN KONSUMSI ENERGI
MINUMAN BERKALORI PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
GEMUK DAN TIDAK GEMUK
SILVIA MAWARTI PERDANA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(2)
ABSTRACT
Silvia Mawarti Perdana. Physical Activity and Intake of Energy from Calorie Beverages among Overweight and Non-overweight Males and Females. Supervised by Hardinsyah and Dodik Briawan.
The objective of this research was to study physical activity level (PAL) and energy intake from calorie beverages (EICB) of overweight (OW) and non-overweight (NOW) males and females. The research was carried out throught analyzing a data set of THIRST (The Indonesian Regional Hydration Study) collected in 2008 and 2009 by applying a cross sectional study design among 606 adolescents (male and female aged 15-18 years) and 594 adults (male and female aged 25-55 years) in North Jakarta, West Bandung, Surabaya, Malang, Makasar, and Malino. Data processing and analysis were conducted in Bogor in Maret-July 2011.
Since the prevalence of OW in adolescent is small (13.5%), the analysis was combined for both adolescent and adults, regardless the age goups. The results showed that the prevalence of OW was 31.8%, which is higher among female (35.5%) than male (27.9%). The mean BMI for overall subjects was 23.0 ± 4.9 (kg/m2), among female and male was 23.5 ± 5.2 (kg/m2) and 22.5 ± 4.6 (kg/m2) respectively, and among OW and NOW was 29.1 ± 3.9 (kg/m2) and 20.6 ± 2.7 (kg/m2) respectively. The mean PAL for overall subjects was 1.65 ± 0.19, among female and male was 1.62 ± 0.16 and 1.69 ± 0.21 respectively; and among OW and NOW was 1.60 ± 0.16 and 1.67 ± 0.19 respectively. The mean intake of EICB was 439 ± 394 kcal/day, among female and male was 409 ± 367 kcal/day and 471 ± 420 kcal/day respectively, and among OW and NOW was 395 ± 360 kcal/day and 477 ± 408 kcal/day respectively. The five types of calorie beverages most consumed by OW and NOW were the same, namely unpacked tea, unpacked coffee, unpacked juice, packed milk and unpacked yoghurt. There was significant correlation between PAL and BMI, but not for EICB and BMI, which more likely explained by the low energy adequacy level (84.3%) among subjects and the weaknesses of the cross sectional study design. This implies that increasing physical activity and limiting energy adequacy level is important to prevent overweight. Further studies with better design are required in this field in Indonesia.
Keywords : Physical activity, Calorie beverages, Male, Female, Overweight, Non-overweight
(3)
RINGKASAN
Silvia Mawarti Perdana. Aktivitas Fisik dan Konsumsi Energi Minuman Berkalori pada Laki-laki dan Perempuan Gemuk dan Tidak Gemuk. (Dibimbing oleh Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dan Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN).
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji aktivitas fisik dan konsumsi energi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk (1) mengetahui prevalensi laki-laki dan perempuan gemuk, (2) menganalisis tingkat aktivitas fisik pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk, (3) menganalisis kontribusi energi dari minuman berkalori terhadap total asupan energi pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk, (4) menganalisis jenis dan jumlah konsumsi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk, (5) menganalisis hubungan aktivitas fisik dan asupan energi dari minuman berkalori dengan status gizi pada laki-laki dan perempuan, (6) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada laki-laki dan perempuan.
Penelitian ini menggunakan data dasar hasil penelitian Kebiasaan Minum Remaja di Dua Wilayah Ekologi pada tahun 2009 yang dilaksanakan oleh tim
THIRST-The Indonesian Regional Hydration Study (Hardinsyah dkk 2010). Oleh karena itu, disain dan pengumpulan penelitian ini secara keseluruhan mengacu penelitian tersebut (cross sectional study). Wilayah penelitian ini terdiri dari 6 lokasi yaitu Jakarta Utara, Bandung Barat, Surabaya, Malang, Makasar dan Malino. Pengumpulan data penelitian dilakukan tahun 2008 dan 2009. Pengolahan, analisis, dan interpretasi data dilakukan pada bulan Maret-Juli 2011 di Bogor, Jawa Barat. Subyek pada penelitian ini adalah kelompok remaja laki dan perempuan) berusia 15-18 tahun sebanyak 606 orang dan dewasa (laki- (laki-laki dan perempuan) berusia 25-55 tahun sebanyak 594 orang yang bermukim di lokasi penelitian.
Prevalensi subyek remaja dan dewasa gemuk adalah 31.8%. Subyek laki-laki gemuk 27.9% dan perempuan gemuk 35.5%. Prevalensi remaja gemuk adalah 13.5% sedangkan dewasa gemuk 50.5%; ini menjadi alasan penelitian tidak membandingkan hasil antara remaja dan dewasa. Nilai IMT (Indeks Massa Tubuh) rata-rata pada keseluruhan subyek adalah 23.0 ± 4.9 (kg/m2), pada laki-laki dan perempuan adalah 22.5 ± 4.6 (kg/m2) dan 23.5 ± 5.2 (kg/m2), sedangkan pada subyek gemuk dan tidak dan tidak gemuk adalah 29.1 ± 3.9 (kg/m2) dan 20.6 ± 2.7 (kg/m2). Nilai PAL (Physical Activity Level) rata-rata pada keseluruhan subyek adalah 1.65 ± 0.19, pada laki-laki dan perempuan adalah 1.69 ± 0.21 dan 1.62 ± 0.16, sedangkan pada subyek gemuk dan tidak dan tidak gemuk adalah 1.60 ± 0.16 dan 1.67 ± 0.19. Persentase subyek gemuk dengan aktifitas berat (3.6%) lebih rendah dibandingkan subyek tidak gemuk (5.5%). Kontribusi energi minuman berkalori terhadap total konsumsi energi pada subyek gemuk dan tidak gemuk melebihi 10%. Sumbangan energi minuman berkalori pada laki-laki gemuk dan tidak gemuk adalah 444 ± 373 kkal (21.9%) dan 458 ± 439 kkal (21.8%) dari total asupan energi sehari, sedangkan pada perempuan gemuk dan tidak gemuk adalah 358 ± 348 kkal (20.2%) dan 497 ± 372 kkal (26.9%).
Jenis minuman berkalori yang memberikan kontribusi energi tertinggi terhadap total asupan energi pada subyek gemuk adalah teh tanpa kemasan, kopi tanpa kemasan, jus/sari buah tanpa kemasan, susu kemasan, dan yoghurt kemasan. Sementara itu, pada subyek tidak gemuk adalah teh tanpa kemasan, susu kemasan, kopi tanpa kemasan, jus/sari buah tanpa kemasan, dan yoghurt kemasan.
(4)
Aktivitas fisik memiliki hubungan yang nyata dan negatif dengan status gizi pada laki-laki dan perempuan (p<0.05 dan r=-0.160). Konsumsi minuman berkalori tidak memiliki hubungan yang nyata dengan status gizi pada laki-laki dan perempuan (p>0.05 dan r=-0.036). Hal ini disebabkan oleh tingkat konsumsi energi subyek yang pada umumnya masih rendah (84.3%) dan kelemahan disain
cross sectional study. Hasil uji regresi logistik menunjukkan bahwa status gizi (gemuk dan tidak gemuk) dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, tingkat konsumsi energi dan aktifitas fisik (p<0.1).
Sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya, aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur dapat mencegah obesitas. Perlu diadakan program peningkatan aktivitas fisik oleh untuk mengurangi risiko kegemukan di masyarakat. Pengaturan tingkat konsumsi energi oleh konsumen juga dapat menjadi cara mengurangi risiko kegemukan. Diperlukan penelitian lebih lanjut dengan disain yang lebih baik untuk mengkaji lebih lanjut hubungan konsumsi minuman berkalori dengan kegemukan di Indonesia termasuk pada golongan ekonomi menengah ke atas yang tingkat konsumsi energinya sudah melebihi 100%.
. .
(5)
AKTIVITAS FISIK DAN KONSUMSI ENERGI
MINUMAN BERKALORI PADA LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN
GEMUK DAN TIDAK GEMUK
SILVIA MAWARTI PERDANA
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
(6)
Judul Skripsi : Aktivitas Fisik dan Konsumsi Energi Minuman Berkalori pada Laki-laki dan Perempuan Gemuk dan Tidak Gemuk
Nama : Silvia Mawarti Perdana
NIM : I14070107
Disetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN NIP. 19590807 198303 1 001 NIP. 19660701 199002 1 001
Diketahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
(7)
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulisan skripsi yang berjudul “Aktivitas Fisik dan Konsumsi Energi Minuman Berkalori pada Laki-laki dan Perempuan Gemuk dan Tidak Gemuk” dilakukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dan Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen pembimbing skripsi atas arahan, masukan, kritikan, dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi; dr. Mira Dewi, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan dr. Yekti Hartanti Effendi selaku dosen penguji skripsi atas saran yang diberikan; Muhtar Fauzi, Faiz Nur Hanum, Gustam, dan Ni Made Putria Sukma Febriyani selaku pembahas seminar; dan Tim THIRST-The Indonesian Regional Hydration Study yang diketuai oleh Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS yang telah memberikan izin untuk menggunakan data dasar hasil penelitian Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi Berbeda.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Pemerintah Provinsi Jambi atas bantuan beasiswa yang diberikan selama menjalani pendidikan di IPB; orangtua, adik, dan Diki Sunaryo yang telah memberikan do’a, nasehat, semangat dan kasih sayang; serta semua pihak yang telah membantu dan tidak dapat disebutkan satu-persatu. Kritik dan saran membangun sangat diharapkan, semoga skripsi ini bermanfaat bagi piahak yang memerlukannya.
Bogor, Agustus 2011
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, puteri pasangan Bapak M.Efendi dan Ibu Fatmawati. Penulis dilahirkan di Jambi pada tanggal 11 November 1989. Pendidikan penulis ditempuh pada tahun 1995 sampai 2001 di SD Negeri 101 Muara Bungo dan pada tahun 2001 sampai 2004 di SMP Negeri I Muara Bungo. Pada tahun 2004 sampai 2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri I Muara Bungo.
Pada tahun 2007, melalui jalur Beasiswa Utusan Daerah (BUD) Provinsi Jambi penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor. Setelah melalui Tingkat Persiapan Bersama (TPB), penulis mengikuti pendidikan di Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan, salah satunya kegiatan Program Kreativitas Mahasiswa pada tahun 2009 dan Seminar Gizi Nasional yang diadakan pada tahun 2010.
Penulis pernah menjadi asisten praktikum Mata Kuliah Ilmu Gizi Dasar dan Sosiologi Umum pada tahun ajaran 2010/2011. Pada tahun 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kelurahan Balumbang Jaya, Kota Bogor, Jawa Barat. Pada bulan Februari 2011 penulis juga melaksanakan
(9)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... xi
DAFTAR LAMPIRAN ...xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1
Tujuan dan Kegunaan ... 2
TINJAUAN PUSTAKA Remaja dan Dewasa ... 4
Status Gizi ... 6
Faktor Risiko Kegemukan ... 8
Aktivitas Fisik ...10
Konsumsi Pangan dan Asupan Energi ...11
Asupan energi dari makanan...11
Asupan energi dari minuman berkalori ...12
Minuman Berkalori dan Kegemukan ...17
KERANGKA PEMIKIRAN ...18
METODE Disain, Tempat dan Waktu ...20
Jumlah dan Cara Penarikan Subyek ...20
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ...21
Pengolahan dan Analisis Data ...21
Definisi Operasional ...24
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Subyek ...26
Status Gizi ...28
Aktivitas Fisik ...29
Asupan Energi Minuman Berkalori ...30
Konsumsi Minuman Berkalori ...32
Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi ...38
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ...40
Saran ...40
DAFTAR PUSTAKA ...42
(10)
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Kategori status gizi berdasarkan IMT ... 6
2 Kekuatan bukti faktor risiko kegemukan ... 9
3 Klasifikasi dan jenis minuman berdasarkan CODEX ... 14
4 Kategori minuman menurut BPOM... 16
5 Aspek, cakupan, data, dan metode yang digunakan dalam penelitian ... 21
6 Standar penilaian status gizi remaja berdasarkan IMT menurut umur .... 21
7 Kategori status gizi berdasarkan nilai IMT ... 22
8 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL ... 23
9 Oxford Equation untuk estimasi AKE remaja berdasarkan EBM ... 23
10 Oxford Equation untuk estimasi AKE dewasa berdasarkan EBM ... 24
11 Sebaran subyek gemuk dan tidak gemuk berdasarkan karakteristik individu dan keluarga ... 26
12 Sebaran subyek laki-laki dan perempuan berdasarkan karakteristik individu dan keluarga ... 27
13 Sebaran subyek gemuk dan tidak gemuk berdasarkan tingkat aktivitas fisik ... 30
14 Sebaran subyek laki-laki dan perempuan berdasarkan tingkat aktivitas fisik ... 30
15 Kontribusi energi minuman berkalori terhadap total asupan energi pada subyek gemuk dan tidak gemuk ... 31
16 Kontribusi energi minuman berkalori terhadap total asupan energi pada subyek laki-laki dan perempuan ... 32
17 Sebaran subyek gemuk dan tidak gemuk berdasarkan kebiasaan minum minuman berkalori... 32
18 Sebaran subyek laki-laki dan perempuan berdasarkan kebiasaan minum minuman berkalori... 33
19 Jumlah konsumsi minuman berkalori (mL/hari) ... 34
20 Kontribusi energi minuman berkalori pada subyek gemuk dan tidak gemuk ... 35
21 Kontribusi energi minuman berkalori pada subyek laki-laki dan perempuan ... 36
22 Konsumsi gula pada laki-laki dan perempuan ... 38
22 Hasil uji regresi logistik faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi pada laki-laki dan perempuan ... 39
(11)
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1 Kerangka pemikiran aktivitas fisik dan konsumsi energi minuman
berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk ... 19 2 Sebaran subyek laki-laki dan perempuan berdasarkan status gizi ... 29
(12)
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman 1 Peubah dan data yang digunakan dari kuesioner THIRST ...46 2 Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk laki-laki dan perempuan ...47 3 Kandungan energi dan zat gizi makro dari tiap merk dan
jenis minuman berkalori ...48 4 Jenis minuman berkalori berdasarkan jumlah subyek gemuk
dan tidak gemuk yang mengkonsumsi ...51 5 Jenis minuman berkalori berdasarkan jumlah subyek laki-laki
dan perempuan yang mengkonsumsi ...55 6 Konsumsi gula dalam minuman berkalori pada laki-laki dan
perempuan ...61 7 Asupan energi dari penambahan gula dalam minuman
berkalori pada laki-laki dan perempuan ...61 8 Hasil uji t antara umur subyek gemuk dan tidak gemuk ...62 9 Hasil uji t antara besar keluarga subyek gemuk dan tidak
gemuk ...62 10 Hasil uji t antara pengeluaran minuman subyek gemuk dan
tidak gemuk ...62 11 Hasil uji t antara pengeluaran rumah tangga subyek gemuk
dan tidak gemuk ...63 12 Hasil uji t antara Indeks Massa Tubuh laki-laki dan
perempuan ...63 13 Hasil uji t antara tingkat aktivitas fisik subyek gemuk dan
tidak gemuk ...63 14 Hasil uji t antara tingkat aktivitas fisik laki-laki dan
perempuan ...64 15 Hasil uji t antara konsumsi energi minuman berkalori
subyek gemuk dan tidak gemuk ...64 16 Hasil uji t antara konsumsi energi minuman berkalori
laki-laki dan perempuan ...64 17 Hasil uji t antara konsumsi gula subyek gemuk dan tidak
gemuk ...65 18 Hasil uji t antara konsumsi gula laki-laki dan perempuan ...65 19 Hasil uji korelasi Pearson hubungan aktivitas fisik dengan
status gizi pada laki-laki dan perempuan ...65 20 Hasil uji korelasi Pearson hubungan konsumsi energi
minuman berkalori dengan status gizi pada laki-laki dan
(13)
PENDAHULUAN
Latar BelakangIndonesia saat ini dihadapkan pada masalah gizi ganda, disatu pihak masih banyak penduduk Indonesia yang menghadapi risiko kesehatan akibat kekurangan zat gizi, seperti GAKI, AGB, KVA dan KEP, dilain pihak sudah semakin banyak penduduk yang menghadapi risiko kesehatan akibat gizi lebih. Masalah gizi ganda ini perlu mendapat penanganan yang serius mengingat masalah gizi ini, baik yang kekurangan atau pun kelebihan zat gizi akan berdampak terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Kualitas SDM sangat penting dalam menentukan keberhasilan pembangunan (Hardinsyah et al 2001).
Beberapa tahun terakhir, kejadian gizi lebih atau gemuk (overweight) pada remaja dan dewasa di Indonesia semakin meningkat terutama di daerah perkotaan. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) (2010) prevalensi nasional kegemukan di Indonesia pada kelompok usia di atas 15 tahun sudah mencapai 19.1%. Dewasa ini masyarakat belum menyadari sepenuhnya bahaya kegemukan, bahkan ada yang memandangnya sebagai lambang kemakmuran (Khomsan 2002). Laju kejadian kegemukan meningkat bersamaan dengan munculnya faktor risiko kardiovaskular (sindrom metabolik) (James 2008; WHO 2007). Selain itu kegemukan dapat menurunkan ekspektansi hidup karena meningkatkan laju mortalitas(Mann & Stewart 2007).
Kegemukan merupakan kondisi kompleks yang merupakan kombinasi dari beberapa faktor, seperti genetik, budaya, perilaku, dan lingkungan. Penyebab utama dari terjadinya kegemukan adalah kelebihan asupan energi yang tidak sesuai dengan pengeluaran energi dalam jangka panjang (Riccardi et al 2004; Swinburn et al 2004; Dehghan et al 2005). Kecenderungan kegemukan lebih sering terjadi pada individu yang memiliki gaya hidup dengan tingkat aktifitas ringan serta mengkonsumsi pangan tinggi kalori serta rendah zat gizi mikro (WHO 2000; Popkin et al 2002; Swinburn et al 2004; Speiser et al 2005; James 2008).
Menurut Riskesdas (2007) persentase penduduk yang berumur lebih dari 10 rahun dengan aktifitas fisik ringan adalah 48.2%. Hal ini menunjukkan bahwa hampir separuh dari remaja dan dewasa Indonesia kurang melakukan aktivitas fisik sehari-hari. Kecenderungan kegemukan juga termasuk kecenderungan kebiasaan makan yang kurang sehat, seperti makan di luar rumah dan mengkonsumsi cemilan yang sering bersamaan dengan meningkatnya konsumsi
(14)
minuman berkalori (DiMeglio & Mattes 2000; Schulze et al 2004; Swinburn et al
2004; Vartanian et al 2007; Collison et al 2010).
Pada umumnya manusia memiliki preferensi tinggi terhadap substansi yang memiliki rasa manis. Akhir-akhir ini terdapat perhatian penting mengenai potensi asupan tinggi gula dalam minuman berkalori dan jus buah dalam kontribusinya terhadap peningkatan risiko kegemukan (Mann & Stewart 2007). Penilaian konsumsi pangan pada remaja dan dewasa Meksiko menunjukkan bahwa konsumsi minuman berkalori menyumbang 20.1% dan 22.3% dari asupan energi (Barquera et al 2008). Remaja dan dewasa mengkonsumsi minuman berkalori lebih tinggi dibandingkan golongan umur lainnya. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang dilakukan oleh Bleich et al (2009) yang menunjukkan bahwa pada tahun 1999-2004 dua pertiga orang dewasa (63%) (muda dan madya) mengkonsumsi minuman bergula dan memperoleh sumbangan energi dari minuman tersebut 293 kkal tiap harinya. Sementara itu, konsumsi gula pada pria ditemukan lebih tinggi dibandingkan pada wanita (Yabanci et al 2010).
Kegemukan yang diukur dengan Indeks Massa Tubuh bukan hanya disebabkan oleh konsumsi energi makanan yang berlebih tetapi juga dapat disebabkan oleh konsumsi energi minuman berkalori (berkemasan atau tidak berkemasan) yang turut berkontribusi pada total asupan energi seseorang. Pengabaian terhadap sumbangan energi dari minuman tersebut berisiko meningkatkan kegemukan. Penelitian ini penting dilakukan untuk menganalisis aktivitas fisik dan konsumsi energi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk mengingat belum terdapat penelitian berskala besar di Indonesia yang meneliti hal tersebut.
Tujuan dan Kegunaan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengkaji aktivitas fisik dan konsumsi energi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk. Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk :
(1) Mengetahui prevalensi laki-laki dan perempuan gemuk,
(2) Menganalisis tingkat aktivitas fisik pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk,
(3) Menganalisis kontribusi energi dari minuman berkalori terhadap total asupan energi pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk,
(4) Menganalisis jenis dan jumlah konsumsi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk,
(15)
(5) Menganalisis hubungan aktivitas fisik dan asupan energi dari minuman berkalori dengan status gizi pada laki-laki dan perempuan,
(6) Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi (gemuk dan tidak gemuk).
Penelitian ini diharapkan dapat menyediakan informasi bagi berbagai pihak, seperti konsumen, pemerintah, industri, dan peneliti.
(16)
TINJAUAN PUSTAKA
Remaja dan DewasaMasa remaja adalah tahap terjadinya pertumbuhan yang sangat cepat dan transisi dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dan dari ketergantungan menuju kemandirian dalam hidup bermasyarakat. Periode kehidupan ini sering luput dari perhatian nutritionists, padahal pertumbuhan dan perkembangan pada masa ini memiliki dampak penting pada kesehatan di masa dewasa. Remaja mengalami pertambahan berat badan 50% dari berat badan mereka saat dewasa, lebih dari 20% dari tinggi badan mereka saat dewasa, dan 50% dari rangka mereka saat dewasa (Mann & Stewart 2007).
Ciri-ciri yang spesifik pada usia remaja adalah pertumbuhan yang cepat, perubahan emosional, dan perubahan sosial. Wahlquist (1997) menegaskan bahwa dibandingkan fase anak-anak, pada fase remaja seseorang mengalami perubahan pada karakteristik fisik, psikis, aturan sosial, dan tanggung jawab. Satu hal yang penting akibat perubahan tersebut adalah kontrol yang berlebihan terhadap pola konsumsi makanan dan minuman ke arah yang kurang baik.
Remaja belum sepenuhnya matang, baik secara fisik, kognitif, dan psikososial. Dalam masa pencarian identitas ini remaja cepat sekali terpengaruh oleh lingkungan. Lebih jauh, kebiasaan makan dan minum pada remaja dipengaruhi oleh keluarga, teman, dan media (terutama iklan di televisi). Teman (akrab) sebaya berpengaruh besar pada remaja, dalam hal memilih jenis makanan. Ketidakpatuhan terhadap teman dikhawatirkan dapat menyebabkan dirinya “terkucil” dan akan merusak rasa percaya diri (Mann & Stewart 2007).
Mann & Stewart (2007) mengatakan bahwa pada kenyataannya, remaja wanita sering sekali mengalami masalah gizi. Remaja pria memiliki perilaku makan dalam porsi besar untuk memenuhi kebutuhan energi dan protein mereka. Pada masa ini terjadi pemilihan pola makan yang salah dan meningkatnya konsumsi energi yang tinggi yang berasal dari minuman berkalori. Remaja memiliki beberapa masalah gizi, diantaranya adalah kekurangan gizi,
underweight, anorexia nervosa, membatasi asupan makanan, obesitas dan diabetes, defisiensi zat besi dan anemia, dan defisiensi lainnya (kalsium, vit D, iodium, vit A, asam folat, dan seng).
Masa remaja adalah masa perubahan sikap dan perilaku dalam memilih makanan dan minuman, yang turut dipengaruhi teman sebaya dan lingkungan. Berbeda dengan balita, pada usia ini remaja mengontrol makan dan minum,
(17)
artinya remaja dapat melakukan sendiri pilihannya akan makanan dan minuman dan kemandirian dalam mengelola dan menggunakan uang jajan. Perilaku makan bagi sebagian besar remaja menjadi fashion atau ideologi. Kebiasaan makan remaja sering menyimpang dari perilaku makan yang dianjurkan orangtua mereka, diantaranya melewatkan sarapan pagi, sering mengkonsumsi soft drinks, minuman berkalori, dan jus buah dibandingkan air putih, sering mengkonsumsi cemilan, dan meningkatnya konsumsi fast foods.
Remaja tidak setiap hari makan buah dan sayur, sementara kudapan asin dan manis (70%) dimakan beberapa kali (sepertiga dari mereka) setiap hari. Salah satu masalah serius adalah konsumsi makanan olahan, seperti yang ditayangkan dalam iklan televisi, secara berlebihan. Makanan ini terlalu banyak mengandung gula serta lemak. Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut (Mann & Stewart 2007).
Anak dan remaja berisiko mengalami kegemukan dan obes. Penelitian menunjukkan bahwa 6-15% anak usia sekolah dan 20-30% remaja mengalami
overweight. Obesitas yang terjadi pada anak dapat menjadi faktor predisposisi obesitas pada usia selanjutnya. Studi menunjukkkan bahwa lebih dari 26% obes pada bayi dan anak masih akan menjadi obes 20 tahun yang akan datang (Mann & Stewart 2007).
Hurlock (2004) menyatakan bahwa istilah dewasa (adult) berasal dari bahasa latin adultus yang berarti telah tumbuh menjadi kekuatan dan ukuran yang sempurna atau telah menjadi dewasa. Secara psikologis orang dewasa adalah individu yang telah menyelesaikan pertumbuhan fisiknya. Selain itu orang dewasa telah siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.
Masa dewasa dibagi menjadi tiga fase, yaitu masa dewasa dini, masa dewasa madya, dan masa dewasa lanjut. Masa dewasa dini dimulai pada umur 18 tahun hingga 40 tahun, saat terjadi perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan reproduktif. Masa dewasa dini merupakan periode penyesuaian diri terhadap pola-pola kehidupan baru dan harapan-harapan sosial baru. Masa dewasa madya dimulai pada umur 40 hingga 60 tahun, yakni saat menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada setiap orang. Masa dewasa madya, dilihat dari sudut posisi usia dan terjadinya perubahan fisik maupun psikologis, memiliki banyak kesamaan
(18)
dengan masa remaja. Secara fisik, pada masa remaja terjadi perubahan yang demikian pesat (menuju ke arah kesempurnaan/kemajuan) yang berpengaruh pada kondisi psikologisnya, sedangkan masa dewasa madya juga mengalami perubahan kondisi fisik, namun dalam pengertian terjadi penurunan/kemunduran, yang juga akan mempengaruhi kondisi psikologisnya. Kemudian masa dewasa lanjut dimulai pada umur 60 tahun keatas hingga kematian, saat kemampuan fisik dan psikologis cepat menurun (Hurlock 2004).
Bleich et al (2009) menunjukkan bahwa pada tahun 1999-2004 dua pertiga orang dewasa (63%) (muda dan madya) mengkonsumsi minuman berkalori. Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa konsumsi minuman berkalori memiliki hubungan dengan epidemik kegemukan. Hal ini terlihat dari meningkatnya asupan energi yang berasal dari soft drink dan minuman dengan rasa buah sejak tahun 1977 sampai 2001 menjadi 135% yang diikuti dengan berlipat gandanya prevalensi kegemukan. Hellert dan Kersting (2004) menyebutkan bahwa minuman yang dikonsumsi dalam jumlah tertinggi oleh dewasa di Jerman meliputi jus, soft drinks, dan susu, sedangkan teh dan kopi dikonsumsi dalam jumlah sedikit.
Status Gizi
Status gizi seseorang dapat dinilai dengan berbagai cara. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan salah satu indikator penilaian status gizi, khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. Status gizi dibedakan menjadi kurus, normal, dan gemuk (WHO 2007). Epidemik kegemukan mulai dibicarakan pada tahun 1980 dan mulai menjadi masalah kesehatan masyarakat pada tahun 1997 (James 2008). Klasifikasi terhadap status gizi didasarkan pada Indeks Massa Tubuh (IMT). Perhitungan ini dilakukan dengan cara membagi berat badan (kilogram) dengan hasil kuadrat tinggi badan (meter). Berikut merupakan kategori status gizi berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang dikeluarkan oleh WHO (2007)
Tabel 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT Status gizi IMT (kg/m2)
Underweight <18.5
Normal 18.5-24.9
Overweight ≥25.0
Pra-obes 25.0-29.9
Obesitas ≥30.0
Obesitas kelas I 30.0-34.9 Obesitas kelas II 35.0-39.9 Obesitas kelas III ≥40.0
(19)
Kegemukan digambarkan sebagai keadaan dimana asupan energi melebihi pengeluaran sehingga energi yang berlebih disimpan dalam bentuk jaringan adiposa (energi yang disimpan = asupan energi yang berasal dari makanan atau minuman–energi yang dikeluarkan). Pengeluaran energi dari dalam tubuh digunakan untuk laju metabolisme basal, aktivitas fisik, dan TEF (Thermal Energy Food) (Mann & Stewart 2007).
Energi basal adalah energi yang digunakan untuk pemeliharaan dasar seluruh sel tubuh, seperti sintesis protein, metabolisme otak, keseimbangan ion, kontraksi jantung, sistem pencernaan, dan kerja otot. Jenis kelamin, umur, berat badan, kondisi fisik, iklim, dan status hormonal mempengaruhi laju metabolisme basal. Energi untuk aktivitas fisik adalah energi yang dibutuhkan untuk kerja otot dan sejumlah kecil energi yang digunakan untuk laju jantung dan pernapasan selama aktivitas. Energi yang dikeluarkan untuk aktivitas fisik tergantung pada ukuran tubuh, durasi aktivitas, dan jenis aktivitas. TEF (Thermal Energy Food)
adalah produksi panas yang dihasilkan dari ingesti, digesti, dan absorpsi (Mann & Stewart 2007).
Prevalensi kegemukan mulai meningkat sejak 20-30 tahun yang lalu. Kegemukan menjadi masalah kesehatan utama pada remaja dan dewasa baik di negara yang sedang berkembang maupun negara maju (Hamaideh et al 2010). Alasan terjadinya kegemukan pada remaja belum ditemukan dengan jelas, tetapi terdapat beberapa faktor yang berpengaruh didalamnya, seperti genetik, lingkungan, dan perilaku. Faktor-faktor di atas termasuk riwayat keluarga, kebiasaan makan yang tidak sehat, meningkatnya konsumsi makanan dan minuman tinggi kalori, rendahnya aktivitas fisik, gaya hidup pasif, meningkatnya tingkat stres, tingkat pendidikan orangtua, waktu tidur, pendapatan keluarga, dan karakteristik lain seperti umur dan jenis kelamin (Hamaideh et al 2010). Wymelbeke et al (2004) dalam penelitian meta-analisisnya mengatakan bahwa diet, khususnya konsumsi minuman, dan aktivitas fisik mendapat perhatian khusus sebagai faktor yang berpengaruh terhadap kegemukan. Total asupan energi berjumlah lebih tinggi jika energi dikonsumsi dalam bentuk cairan dibandingkan dikonsumsi dalam bentuk padat.
Berdasarkan Riskesdas (2010) prevalensi penduduk dewasa (usia diatas 18 tahun) mengalami kegemukan adalah 16.6% pada laki-laki dan 26.9% pada perempuan. Penelitian yang telah dilakukan oleh Yabanci et al (2010) di Turki menemukan bahwa prevalensi overweight pada pria dewasa adalah 41%,
(20)
sedangkan pada wanita dewasa 28.3%. Prevalensi obesitas pada pria dewasa adalah 8.3%, sedangkan pada wanita dewasa 10.9%. Kebiasaan makan dan asupan gizi memiliki pengaruh terhadap risiko kegemukan. Peningkatan konsumsi pangan yang memiliki kandungan energi, lemak, dan gula yang tinggi diduga merupakan alasan utama terjadinya kegemukan.
Faktor Risiko Kegemukan
Laju kegemukan meningkat dalam beberapa dekade terakhir. Selain faktor genetik yang menyebabkan terjadinya kegemukan, faktor lingkungan dan gaya hidup juga menjadi determinan penting dalam menyebabkan timbulnya epidemik kegemukan. Review yang dilakukan oleh James (2008) menunjukkan bahwa dua penyebab utama kegemukan adalah pola makan yang salah dan kurangnya aktivitas fisik.
Kegemukan merupakan refleksi dari ketidakseimbangan antara konsumsi energi dan pengeluaran energi. Penyebab kegemukan bersifat exogenous dan
endogenous. Exogenous adalah konsumsi energi yang berlebihan dan
endogenous yang berarti adanya gangguan metabolik di dalam tubuh. Misalnya, adanya tumor pada hipotalamus sehingga penderita mengalami hiperphagia atau nafsu makan berlebihan (Khomsan 2002).
Asupan makanan tinggi energi yang berlebih (tinggi lemak atau gula bebas atau keduanya) meningkatkan risiko kelebihan akumulasi lemak. Akhir-akhir ini terdapat perhatian penting mengenai potensi asupan tinggi gula dalam minuman berkalori dan jus buah dalam kontribusinya terhadap peningkatan risiko kegemukan pada anak (Mann & Stewart 2007).
Penurunan laju aktivitas fisik juga turut memainkan peranan penting dalam meningkatkan laju kegemukan. Asupan tinggi makanan padat energi yang biasanya memiliki sedikit kandungan mikronutrien merupakan faktor risiko terjadinya kegemukan. Makanan padat energi memiliki kandungan tinggi lemak dan gula serta lebih mudah dikonsumsi dibandingkan makanan lain. Tingginya asupan gula, minuman ringan yang ditambah gula, sirup dan jus buah juga menjadi faktor penyebab terjadinya kegemukan. Lingkungan menyediakan dukungan sosial bagi asupan makanan dan berkontribusi terhadap kelebihan asupan makanan. Berikut merupakan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kenaikan berat badan dan kegemukan menurut WHO (2003)
(21)
Tabel 2 Tingkat bukti (level of evidence) faktor-faktor yang mempengaruhi kegemukan Tingkat bukti Penurunan risiko Peningkatan risiko Sangat kuat Aktivitas fisik yang teratur
Asupan serat yang tinggi
Gaya hidup sedentary (duduk terus menerus)
Asupan tinggi makanan padat energi dan kurang mikronutrien Kuat Lingkungan rumah dan sekolah
yang mendukung pemilihan makanan yang sehat bagi anak
ASI
Pemasaran makanan padat energi dan fast food
Asupan tinggi jus buah dan minuman ringan yang dimaniskan
Kondisi sosial ekonomi yang buruk
Sedang Makanan ber-indeks glikemik rendah (kandungan protein dalam makanan)
Porsi makan besar
Gaya hidup mengkonsumsi makanan di luar rumah
Pola makan yang salah Lemah Meningkatnya frekuensi makan Meningkatnya konsumsi alkohol Kegemukan dipengaruhi oleh beberapa faktor yang bersifat kompleks. Menurut Wahlqvist (1997), konsumsi makanan dan pengeluaran energi dapat mempengaruhi kegemukan secara langsung, sedangkan umur, jenis kelamin, keturunan, stres, keadaan sosial-ekonomi, gaya hidup, iklim, dan obat-obatan merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi kegemukan secara tidak langsung. Faktor-faktor risiko kegemukan antara lain umur, jenis kelamin, pengeluaran minuman, besar keluarga, dan pengeluaran rumah tangga.
Kejadian kegemukan meningkat pada usia dewasa, mencapai puncaknya pada usia 40 pertengahan dan awal 50 untuk pria serta akhir 50 dan awal 60 untuk wanita (Khomsan 2002). Jenis kelamin merupakan faktor internal yang menentukan kebutuhan gizi sehingga terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan status gizi. Perempuan lebih rentan mengalami peningkatan simpanan lemak (Gibson 1990). Janghorbani et al (2007) menyatakan bahwa tingginya prevalesi kegemukan pada perempuan dibandingkan dengan laki-laki karena adanya perbedaan tingkat aktivitas fisik dan asupan energi pada laki-laki dan perempuan. Penelitian lain menunjukkan bahwa perempuan cenderung mengkonsumsi sumber karbohidrat yang banyak pada masa pubertas, sedangkan laki-laki cenderung mengkonsumsi makanan kaya protein. Di daerah tertentu bisa saja laki-laki lebih banyak yang gemuk dibanding perempuan, hal ini disebabkan oleh kebiasaan santai dalam penggunaan waktu senggang pada laki-laki lebih besar dibandingkan dengan perempuan (WHO 2000; Proper et al
2006).
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, anak, dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan
(22)
sumberdaya yang sama. Besar keluarga berhubungan dengan jumlah makanan yang harus disediakan. Makin sedikit jumlah anggota keluarga, semakin mudah terpenuhi kebutuhan makan seluruh anggota keluarga. Sebaliknya, apabila jumlah anggota keluarga banyak dan pendapatan terbatas, maka makanan yang tersedia tidak mencukupi. Besar keluarga dan distribusinya diantara anggota keluarga mempengaruhi konsumsi zat gizi di dalam suatu keluarga. Pendapatan rumah tangga dan belanja pangan akan menurun sejalan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga (Prihartini 1996; Sanjur 1982).
Pengeluaran rumah tangga yang salah satunya digunakan untuk pangan paralel dengan pendapatan rumah tangga. Pendapatan keluarga adalah jumlah semua hasil perolehan yang didapat oleh anggota keluarga dalam bentuk uang sebagai hasil pekerjaan yang dinyatakan dalam pendapatan per kapita. Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dan lain-lain (Hardinsyah 1997). Semakin tinggi pendapatan akan semakin berisiko terhadap kejadian kegemukan (Erem et al 2004).
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik didefinisikan sebagai segala bentuk gerak tubuh yang disebabkan oleh pergerakan otot dan rangka yang membutuhkan energi. Aktivitas fisik dapat membantu memelihara keseimbangan energi dan mencegah terjadinya kegemukan. Aktivitas fisik merupakan bentuk multidimensional yang kompleks dari perilaku manusia yang meliputi perpindahan tubuh, mulai dari perasaan gelisah sampai lari maraton. Aktivitas fisik tidak memiliki sinonim dengan pengeluaran energi. Aktivitas fisik merupakan bentuk perilaku, sedangkan pengeluaran energi merupakan output dari perilaku tersebut (Gibney
et al 2008).
Tingkat aktivitas fisik yang rendah juga menjadi faktor penting dalam penambahan berat badan. Hal ini terjadi karena perubahan gaya hidup (tidak sempat berolahraga, memiliki pekerjaan yang dilakukan dengan duduk terus menerus, dan memiliki anak), penuaan, dan mengidap suatu penyakit. Urbanisasi, kemakmuran, dan modernisasi gaya hidup menimbulkan perubahan pada pola aktivitas fisik. Gaya hidup modern membuat berkurangnya aktivitas fisik sehari-hari (Mann & Stewart 2007).
Aktivitas fisik merupakan salah satu bentuk penggunaan energi dalam tubuh. Oleh karena itu, berkurangnya aktivitas fisik akibat dari kehidupan yang
(23)
makin modern dengan kemajuan teknologi mutakhir akan menimbulkan
kegemukan (Thomas 2003). Rissanen et al (2003) menyatakan bahwa
rendahnya aktivitas fisik merupakan faktor paling dominan terhadap terjadinya kegemukan. Sebagai contoh, kegemukan tidak terjadi pada para atlet yang aktif, sedangkan para atlet yang berhenti melakukan latihan olahraga lebih sering mengalami kenaikan berat badan dan kegemukan.
Hasil penelitian Ottevaere et al (2011) menunjukkan bahwa peningkatan prevalensi kegemukan merupakan hasil ketidakseimbangan antara asupan energi dan pengeluaran energi. Kegemukan dapat disebabkan oleh gaya hidup yang tidak sehat, seperti diet yang tinggi lemak dan karbohidrat dan rendahnya tingkat aktivitas fisik yang dimiliki pada saat anak-anak sampai menjadi dewasa. Penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh HBSC (Health Behaviour in School-aged Children) study menyebutkan bahwa hanya 12–42% remaja berumur 13 tahun dan 8-37% remaja 15 tahun yang memiliki aktivitas sedang hingga berat sedikitnya 60 menit per hari.
Sebanyak 25% remaja berumur 11-15 tahun di Barat Daya dan Barat Laut Inggris melakukan 60 menit aktivitas sedang hingga berat per hari dan 23.7% dari seluruh remaja memiliki status gizi overweight atau obes. Remaja yang memiliki tingkat aktivitas sedang hingga berat yang rendah memiliki konsekuensi mengalami masalah kesehatan masyarakat, salah satunya kelebihan berat badan (Boyle et al 2010).
Creber et al (2010) membuktikan bahwa pada penduduk Peru (bertempat tinggal di pedesaan, perkotaan, dan desa-kota) dengan tingkat aktivitas fisik rendah memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami overweight (41.7%) dan obesitas (24.8%) dibandingkan penduduk dengan tingkat aktivitas fisik sedang atau tinggi, yang masing-masing 35.4% dan 16.1%. Hal ini didukung pula oleh penelitian yang dilakukan oleh Li (2010) bahwa gaya hidup berupa aktivitas fisik yang cukup dapat mengubah predisposisi genetik dari kegemukan. Aktivitas fisik yang dilakukan secara teratur berhubungan dengan penurunan predisposisi genetik dari kegemukan sebanyak 40%.
Konsumsi Pangan dan Asupan Energi Asupan energi dari makanan
Suhardjo (1989) menyatakan bahwa terdapat tiga faktor yang mempengaruhi konsumsi makanan dan minuman, yaitu: (1) karakteristik individu, seperti usia, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, pengetahuan gizi, dan
(24)
kesehatan; (2) karakteristik makanan atau minuman, seperti rasa, rupa, tekstur, harga, tipe makanan, bentuk dan kombinasi makanan dan minuman; (3) karakter lingkungan seperti musim, pekerjaan, mobilitas, dan tingkat sosial masyarakat. Konsumsi makanan dan minuman ini merupakan salah satu komponen dalam gaya hidup yang dimiliki seseorang.
Gaya hidup adalah cara hidup seseorang atau masyarakat yang dapat diamati dari kegitan fisik, sosial, ekonomi dan penggunaan uang, waktu dan teknologi (Anonim 2011). Gaya hidup lebih menggambarkan perilaku seseorang, yaitu bagaimana ia hidup, menggunakan uangnya, dan memanfaatkan waktu yang dimilikinya. Gaya hidup seringkali digambarkan dengan kegiatan, minat, dan opini dari seseorang (Sumarwan 2002).
Pendidikan dan pendapatan akan mempengaruhi proses keputusan dan pola konsumsi seseorang. Tingkat pendidikan seseorang akan mepengaruhi nilai-nilai yang dianutnya, cara berpikir, cara pandang, bahkan persepsinya terhadap suatu masalah. Konsumen yang memiliki pendidikan yang lebih baik akan sangat responsif terhadap informasi dan mempengaruhi pilihan produk maupun merek. Pendapatan merupakan imbalan yang diterima oleh seorang konsumen dari pekerjaan yang dilakukannya untuk mencari nafkah. Pendapatan adalah sumberdaya material yang sangat penting bagi konsumen karena dengan pendapatan itulah konsumen dapat membiayai kegiatan konsumsinya (Sumarwan 2002).
Khomsan dan Sulaeman (1996) menyatakan makanan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Makanan merupakan kebutuhan dasar manusia yang terpenting dalam peningkatan kualitas fisik, mental, dan kecerdasan. Disamping untuk menghilangkan rasa lapar, fungsi utama dari makanan adalah sebagai sumber kehidupan, yaitu sebagai sumber zat gizi untuk memenuhi kebutuhan tubuh akan energi, protein, lemak, karbohidrat, vitamin, mineral, air, dan sebagainya.
Asupan energi dari minuman berkalori
Gula intrinsik merupakan istilah yang diberikan untuk menyatakan gula yang bersatu dengan dinding sel tanaman yang secara alami berikatan dengan zat gizi penting lainnya, sedangkan gula ekstrinsik merupakan gula yang ditambahkan ke dalam makanan. The FAO/WHO Expert Consultation on diet, nutrition, and the prevention of chronic diseases mengatakan bahwa penggunaan terminologi “gula bebas” digunakan untuk semua monosakarida dan disakarida
(25)
yang ditambahkan ke dalam makanan melalui proses produksi, pengolahan pasca produksi, dan konsumsi serta gula yang secara alami terdapat dalam madu, sirup, dan jus buah. Konsumsi gula disarankan berkontribusi kurang dari 10% dari total energi (Mann & Stewart 2007).
Selama beberapa periode, total asupan gula bebas meningkat dengan tajam. Peningkatan ini disebabkan oleh penggunaan pemanis buatan yang berasal dari jagung (fructose corn syrup) yang diproduksi dengan cara pemotongan pati jagung secara enzimatis. Pemanis jagung memiliki kesamaan rasa dengan sukrosa tetapi harganya lebih murah dibandingkan sukrosa. Pemanis buatan jagung digunakan dalam produksi beberapa jenis makanan, seperti soft drink, bahan makanan yang dikalengkan, jelly, selai, dan salad untuk makanan penutup (Pennington & Baker 1990).
Glukosa adalah sumber energi yang penting untuk otak, sel darah merah, dan medula ginjal yang kebutuhan hariannya sekitar 180 g/hari. Sekitar 130 g/hari dapat diproduksi tubuh dari sumber non-karbohidrat melalui proses glukoneogenesis dan 50 g/hari diperoleh dari asupan makanan atau minuman.
The WHO/FAO Expert Consultation on diet, nutrition, and the prevention of chronic diseases (2003) mengatakan bahwa karbohidrat memiliki nilai energi sebesar 4 kkal/g (17 KJ/g) dan ketika karbohidrat dipecah sebagai monosakarida memiliki nilai energi 3.75 kkal/g (15.7 KJ/g). The FAO/WHO Expert Consultation menyatakan bahwa nilai energi karbohidrat yang mencapai kolon menjadi 2 Kkkal/g (8 KJ/g) (Mann & Stewart 2007).
Asupan gula bebas pada orang amerika menyumbang sekitar 20% rata-rata asupan kalori. Kelompok usia tertentu seperti remaja memiliki konsumsi minuman berkalori yang tinggi. Salah satu alasan konsumsi gula yang tinggi adalah rasa yang manis. Manusia memiliki preferensi yang tinggi terhadap substansi yang memiliki rasa manis. Hal ini terlihat dari peninggalan sejarah berupa gambar-gambar di gua yang menceritakan mengenai kesukaan manusia purba kala terhadap madu, buah ara, dan kurma (Mann & Stewart 2007).
Terdapat bukti yang menyatakan bahwa rasa manis disukai manusia sejak lahir, bukan sebagai hasil pembelajaran. Penelitian terhadap respon rasa pada bayi yang baru lahir menunjukkan bahwa rasa manis lebih diterima dibanding rasa yang lain. Terdapat pula bukti yang menyatakan bahwa makanan yang memiliki rasa manis akan semakin tidak diterima dengan bertambahnya umur (Mann & Stewart 2007).
(26)
Bleich et al (2009) membagi minuman berkalori ke dalam 6 jenis, yaitu: minuman bergula, jus, minuman diet, susu (termasuk yang memiliki rasa), kopi atau teh, dan alkohol. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Bleich et al (2009) menunjukkan bahwa minuman bergula merupakan sumber kalori minuman
tertinggi dibandingkan minuman lainnya. Hellert dan Kersting (2004)
menyebutkan bahwa minuman yang dikonsumsi dalam jumlah tertinggi dalam DONALD Study yang berlokasi di Jerman meliputi jus, soft drinks, dan susu, sedangkan teh dan kopi dikonsumsi dalam jumlah sedikit.
CODEX mengklasifikasikan jenis minuman kemasan yang digunakan secara global berdasarkan dua kategori. Kategori yang pertama adalah susu dan produk turunannya, sedangkan kategori kedua adalah minuman tanpa alkohol dan minuman beralkohol. Kelompok susu dan turunannya meliputi susu segar, susu bubuk, susu kental manis, dan susu fermentasi. Kelompok minuman tanpa alkohol meliputi air mineral, jus, nektar, minuman berasa, dan minuman lainnya. Berikut tabel klasifikasi dan jenis minuman berdasarkan CODEX (FAO & WHO 2010)
Tabel 3 Klasifikasi dan jenis minuman berdasarkan CODEX Kategori Sub kategori Jenis produk 1. Susu
Minuman dari semua susu binatang (sapi, kambing, kuda, kerbau, dll) dan produk
minuman yang diolah dari susu
1) Susu cair 2) Susu bubuk 3) Susu kental
manis
4) Susu fermentasi
Susu cair, susu bubuk, susu rekonstitusi (dicairkan kembali dari bubuk), susu kental manis, yoghurt, dan es krim
2. Minuman bukan susu 1) Minuman non-alkohol
Air minum :
a. Air mineral alami b. Air soda
Jus buah dan sayur : a. Jus buah b. Jus sayur
c. Konsentrat jus buah d. Konsentrat jus sayur Nektar buah dan sayur :
a. Nektar buah b. Nektar sayur
c. Konsentrat nektar buah d. Konsentrat nektar sayur Minuman berasa, termasuk minuman olahraga, minuman berenergi, elektrolit, dan khusus. Minuman lain, meliputi kopi, teh, herbal dan lainnya.
2) Minuman beralkohol
(27)
Air mineral adalah air yang diperoleh langsung dan dikemas dari sumbernya, yang dicirikan oleh keberadaan kandungan mineral atau zat lain yang tersedia secara alami dalam batas yang diperkenankan. Air soda adalah air minum yang sengaja dikarbonasi, dapat juga ditambahkan perasa dan/atau pewarna. Jus buah/sayur adalah cairan dari buah atau sayur tidak termasuk daging buah atau komponen sayur selain cairannya yang bukan difermentasi. Terdapat pula jus yang lebih kental (konsentrat) yang airnya diminimalkan baik dari jus buah ataupun dari jus sayur.
Nektar buah/sayur adalah ekstrak dari buah atau sayur, dapat berupa konsentrat yang perlu dilarutkan sebelum dikonsumsi, atau berupa ekstrak yang telah diencerkan dengan air sehingga siap dikonsumsi. Nektar lebih banyak mengandung zat fitokimia dibanding jus. Minuman berasa meliputi minuman berkarbonasi, tidak berkarbonasi, atau konsentrat yang dilarutkan dalam air. Dalam kategori ini juga termasuk minuman berenergi, minuman isotonik, dan minuman olahraga. Minuman lainnya meliputi kopi, teh dan herbal.
Sukrosa dan pemanis lain masuk ke dalam tubuh melalui diet dengan berbagai cara, seperti gula yang ditambahkan ke dalam kopi atau teh, gula yang terdapat dalam permen, kue, dan biskuit. Bahkan, makanan atau minuman yang memiliki sedikit kandungan gula juga ikut berkontribusi dalam asupan gula seseorang. Sejak tahun 2003 gula menjadi sumber energi kedua dari karbohidrat setelah pati. Pati menyumbang 20-50% dari total energi, sedangkan gula 9-27% dari total energi (Mann & Stewart 2007).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hu dan Malik (2010) menunjukkan bahwa asupan energi dari minuman bergula dan jus pada dewasa mengalami peningkatan sejak tahun 1965 hingga tahun 2002 dan menurun hingga tahun 2006. Asupan energi dari susu menurun dari tahun 1965 hingga 1989 dan meningkat hingga tahun 2006. Rata-rata asupan energi/orang/hari yang berasal dari minuman bergula, jus, dan susu dewasa pada tahun 2006 adalah 200 kkal, 30 kkal, dan 80 kkal. Barquera et al (2008) menemukan bahwa kelompok usia 19-29 tahun Meksiko memiliki asupan energi dari minuman berkalori yang lebih tinggi, yaitu 338 kkal, dibandingkan kelompok usia yang lain. Sebanyak 117 kkal diantaranya diperoleh dari energi teh dan kopi yang dikonsumsi. Susu, minuman bergula berkarbonasi/tidak berkarbonasi, jus buah dengan penambahan gula, dan alkohol merupakan 4 minuman yang sering diminum oleh remaja dan dewasa Meksiko.
(28)
Keputusan Ka.Badan POM (Pemeriksa Obat dan Makanan) No. HK.00.05.52.4040 Tanggal 9 0ktober 2006 tentang Kategori Pangan menetapkan kategori minuman sebagai berikut :
Tabel 4 Kategori minuman menurut BPOM
No Kategori Sub kategori Jenis
1 Minuman produk susu
1. Susu dan minuman berbasis susu
2. Susu fermentasi dan produk susu hasil hidrolisa enzim renin (plain) 3. Susu kental dan
analognya (plain) 4. Krim (plain) dan
sejenisnya
5. Susu bubuk dan krim bubuk dan bubuk analog (plain)
6. Keju dan keju analog
7. Makanan pencuci mulut berbahan dasar susu
8. Whey dan produk whey
1. Susu dan buttermilk (plain) - Susu segar
- Susu pasteurisasi
- Susu UHT (Ultra High Temperature) - Susu steril
- Susu tanpa lemak atau susu skim - Susu rendah lemak
- Susu rekonstitusi - Susu rekombinasi
- Susu lemak nabati/susu minyak nabati (Filled Milk)
- Susu lemak nabati rendah lemak/susu minyak nabati rendah lemak
- Susu lemak nabati tanpa lemak/susu minyak nabati tanpa lemak
- Buttermilk (plain) - Dadih
2. Minuman berbasis susu yang berperisa dan/atau difermentasi
- Minuman susu berperisa - Minuman mengandung susu - Minuman susu fermentasi berperisa - Minuman yoghurt berperisa - Lassi
1. Susu fermentasi (plain)
2. Susu yang digumpalkan dengan enzim renin (plain)
1. Susu kental (plain)
2. Krimer minuman (bukan susu)
2 Minuman tidak termasuk produk susu
1. Minuman ringan tidak beralkohol
2. Minuman beralkohol
1. Air minum
2. Sari buah dan sari sayuran 3. Nektar buah dan nektar sayur
4. Minuman berbasis air berperisa, termasuk minuman olahraga atau elektrolit dan minuman berpartikel
5. Minuman yang disiapkan sebagai hasil ekstraksi berbasis air atau hasil pencelupan seperti kopi, teh, seduhan herbal, minuman biji-bijian dan sereal panas
(29)
Minuman Berkalori dan Kegemukan
Wymelbeke et al (2004) membuktikan bahwa subyek overweight yang mengkonsumsi sukrosa dalam jumlah besar dalam bentuk cairan akan mengalami peningkatan asupan energi, berat badan, dan massa lemak tubuh dibandingkan mengkonsumsi cairan dalam jumlah sama yang mengandung pemanis buatan. Bahkan, Lopez et al (2010) mendukung pernyataan tersebut dengan mengatakan bahwa konsumsi minuman berkalori yang tinggi berhubungan dengan peningkatan asupan energi.
Terdapat hubungan antara persentase energi dari lemak dengan persentase energi dari karbohidrat dalam makanan karena dua zat gizi ini memiliki kontribusi melebihi 80% terhadap total energi. Kalori dalam cairan kurang diperhitungkan dibandingkan dengan kalori dari makanan padat (Bleich et al 2009). Minuman soda dengan kadar gula tinggi memiliki kandungan air yang tinggi dan densitas energi yang rendah. Densitas energi yang rendah tidak memiliki dampak perbandingan pada kepuasan dan asupan makanan ad libitum. Efek fisiologis asupan energi terhadap kekenyangan terlihat berbeda antara makanan padat dan cairan. Energi dari minuman berkalori (yang umumnya memiliki kandungan gula tinggi) kurang dirasakan efek kenyangnya dibandingkan asupan energi dari makanan padat karena berkurangnya penggelembungan lambung dan waktu transit yang lebih cepat. Konsumsi minuman soda dengan kadar gula tinggi dalam jumlah yang melebihi batas normal memberikan asupan energi yang tinggi pula yang pada akhirnya berpengaruh terhadap kenaikan berat badan (Gibney et al 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Bleich et al (2009) diketahui bahwa konsumsi minuman berkalori memiliki hubungan dengan epidemik kegemukan. Hal ini terlihat dari meningkatnya asupan energi yang berasal dari soft drink dan minuman dengan rasa buah sejak tahun 1977 sampai 2001 menjadi 135% yang diikuti dengan berlipat gandanya prevalensi kegemukan. Penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa persentase kalori dari minuman berkalori meningkat melebihi 50%.
Hasil penelitian Hu dan Malik (2010) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang positif antara asupan minuman berkalori dengan penambahan berat badan. Minuman berkalori memiliki kontribusi terhadap penambahan berat badan karena terdapat penambahan asupan energi saat makan berikutnya setelah mendapatkan asupan kalori cair.
(30)
KERANGKA PEMIKIRAN
Kegemukan disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu karakteristik individu dan keluarga, aktivitas fisik, dan konsumsi pangan serta asupan gizi. Karakteristik individu terdiri dari umur, jenis kelamin, dan pengeluaran untuk minuman. Karakteristik individu akan menentukan status gizi seseorang yang pada akhirnya berhubungan dengan kebutuhan energinya. Karakteristik keluarga terdiri dari jumlah anggota keluarga dan pengeluaran rumah tangga. Karakteristik ini menentukan pola konsumsi pangan keluarga yang secara langsung mempengaruhi pola konsumsi pangan individu.
Selain karakteristik individu, aktivitas fisik juga turut menentukan kebutuhan energi seseorang. Konsumsi pangan seseorang terdiri dari konsumsi makanan dan konsumsi minuman berkalori. Makanan dan minuman berkalori yang dikonsumsi akan memberikan sumbangan energi bagi total asupan energi sehari. Energi makanan akan lebih mudah dihitung dibandingkan energi dari minuman berkalori. Asupan energi yang berasal dari makanan dan minuman berkalori akan menentukan tingkat kecukupan energi seseorang. Selain aktivitas fisik, tingkat kecukupan energi yang tinggi diduga akan berpengaruh terhadap kegemukan.
(31)
Gambar 1 Kerangka pemikiran aktivitas fisik dan konsumsi energi minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan gemuk dan tidak gemuk
Berat badan dan Tinggi badan
Kebutuhan energi Karakteristik
individu Aktivitas fisik
Karakteristik keluarga
Konsumsi pangan
Asupan energi dari makanan
Asupan energi dari minuman berkalori
Tingkat kecukupan
energi
Kegemukan
Produk minuman
(32)
METODE
Disain, Tempat dan WaktuPenelitian ini menggunakan data dasar hasil penelitian Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi Berbeda yang dilaksanakan oleh tim THIRST-The Indonesian Regional Hydration Study
(kuesioner terlampir di Lampiran 1). Oleh karena itu, disain penelitian ini secara keseluruhan mengacu pada disain penelitian tersebut yang menggunakan disain
cross sectional study. Wilayah penelitian ini terdiri dari 6 lokasi yaitu Bandung Barat–Jawa Barat; Malang–Jawa Timur; Malino–Sulawesi Selatan; Jakarta Utara–DKI Jakarta; Surabaya-Jawa Timur; dan Makasar–Sulawesi Selatan. Pengumpulan data penelitian Kebiasaan Minum dan Status Hidrasi pada Remaja dan Dewasa di Dua Wilayah Ekologi Berbeda dilakukan dari akhir tahun 2008 sampai awal tahun 2009 (Hardinsyah dkk 2010). Pengolahan, analisis, dan interpretasi data dilakukan pada bulan Maret-Juli 2011 di Kampus IPB Darmaga Bogor, Jawa Barat.
Jumlah dan Cara Penarikan Subyek
Subyek penelitian ini adalah kelompok remaja (laki-laki dan perempuan) berusia 15-18 tahun dan kelompok dewasa (laki-laki dan perempuan) berusia 25-55 tahun yang bermukim di lokasi penelitian. Jumlah subyek dihitung berdasarkan rumus perhitungan jumlah subyek minimal penelitian cross sectional study dengan mempertimbangkan proporsi dehidrasi diasumsikan sebesar 30%, seperti berikut:
n ≥ za2 x p (1 – p)/d2
n = jumlah subyek minimum za2 = 1,96
p = 0,3 atau 30% (Mantz & Wentz 2005) d = perkiraan akurasi prediksi (0,1)
Jumlah subyek minimal untuk tiap jenis kelamin (laki-laki/perempuan) dan kelompok umur (remaja/dewasa) di masing-masing lokasi penelitian adalah 41, yang dibulatkan menjadi 50 untuk mengantisipasi kehilangan subyek dan meningkatkan ketepatan penelitian. Mempertimbangkan dua kelompok jenis kelamin, dua kelompok umur dan enam lokasi penelitian, maka jumlah total subyek adalah 1200.
Kelompok usia remaja merupakan pelajar SMU, maka cara penarikan subyek relatif mudah dilakukan dengan memilih SMU dengan jumlah siswa yang
(33)
TB (m) x TB (m) BB (kg)
banyak di masing-masing lokasi penelitian. Pemilihan subyek dewasa dilakukan dengan cara memilih guru dan karyawan sekolah yang bermukim di lokasi penelitian. Subyek akhir yang diperoleh dan diolah dalam penelitian ini berjumlah 606 orang untuk remaja dan 594 orang untuk dewasa.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data dalam penelitian ini seluruhnya merupakan data penelitian THIRST (Hardinsyah dkk, 2010) yang diperoleh dalam bentuk electronic file. Data terdiri atas variabel karakteristik individu dan keluarga, pengetahuan tentang air minum, kebiasaan minum, kebiasaan buang air, muntah, dan keringat, tanda-tanda dehidrasi, aktivitas fisik, karakteristik kesehatan individu, serta konsumsi makanan dan minuman. Penelitian ini menggunakan beberapa data penelitian THIRST yang memungkinkan dalam analisis mengenai hubungan aktivitas fisik dan konsumsi energi minuman berkalori dengan Indeks Massa Tubuh. Tabel 5 berisi daftar jenis dan cara pengumpulan data yang digunakan
Tabel 5 Aspek, cakupan data, dan metode yang digunakan dalam pengumpulan data
Aspek Cakupan Metode
Sosial-ekonomi-demografi
Karakteristik individu dan keluarga (umur, jenis kelamin, besar keluarga, pengeluaran minum dan pengeluaran keluarga)
Kuesioner diisi sendiri diawali penjelasan
Indeks Massa Tubuh
Berat badan dan tinggi badan Pengukuran langsung menggunakan timbangan analog dan microtoise untuk tinggi badan
Aktivitas fisik Jenis dan durasi aktivitas fisik dan olahraga selama satu minggu
Kuesioner diisi sendiri (pencatatan langsung) diawali penjelasan
Asupan makanan dan minuman
Jenis, merk, jumlah, dan frekuensi mengkonsumsi makanan dan minuman
Wawancara selama 7 hari (semi-FFQ)
Pengolahan dan Analisis Data
Status Gizi. Status gizi remaja dihitung berdasarkan standar penilaian status gizi berdasarkan IMT menurut umur. Berikut merupakan rumus perhitungan IMT dan standar penilaian status gizi remaja dan dewasa (WHO 2007)
IMT =
Tabel 6 Kategori status gizi remaja berdasarkan IMT menurut umur Umur
(Tahun)
Laki-laki Perempuan
Kurus Normal Gemuk Kurus Normal Gemuk 15 < 16.5 16.5 – 22.8 > 22.8 < 16.5 16.5 – 23.7 > 23.7 16 < 17.1 17.1 – 23.7 > 23.7 < 16.8 16.8 – 24.2 > 24.2 17 < 17.5 17.5 – 24.4 > 24.4 < 17.0 17.0 – 24.7 > 24.7 18 < 17.9 17.9 – 25.0 > 25.0 < 17.1 17.1 – 24.9 > 24.9
(34)
∑ (PARi x Wi) 24 jam
Tabel 7 Kategori status gizi dewasa berdasarkan IMT Status gizi IMT (kg/m2) Kurus (Underweight) <18.5
Normal 18.5-24.9
Gemuk (Overweight) ≥25.0
Nilai indeks massa tubuh (IMT) yang normal untuk dewasa berkisar antara 18.5-24.9 (kg/m2). Subyek dikatakan kurus (Kekurangan Energi Kronis/KEK) bila IMT < 18.5 9 (kg/m2) dan mengalami kegemukan bila IMT ≥ 25 9 (kg/m2) (WHO 2007). Subyek gemuk dalam penelitian ini terdiri dari subyek yang mengalami
overweight dan obesitas, sedangkan subyek tidak gemuk terdiri dari subyek dengan status gizi kurus dan normal. Persentase remaja gemuk adalah 13.5%. Sementara itu, persentase dewasa gemuk adalah 50.5%. Hal ini berarti tidak
sebanding untuk dibandingkan, maka analisis selanjutnya tidak
mempertimbangkan kelompok umur, tetapi hanya distribusi jenis kelamin.
Tingkat Aktivitas Fisik. Aktivitas fisik diketahui melalui kombinasi metode tiga hari recall dan metode tiga hari record yang dilakukan pada hari yang berbeda, yaitu pada hari sekolah dan hari libur. Pengukuran aktivitas fisik dilakukan terhadap jenis aktivitas yang dilakukan subyek dan lama waktu melakukan aktivitas dalam sehari. WHO/FAO (2003) menyatakan bahwa aktivitas fisik adalah variabel utama setelah angka metabolisme basal dalam penghitungan pengeluaran energi. Berdasarkan WHO/FAO (2003), besarnya aktivitas fisik yang dilakukan seseorang selama 24 jam dinyatakan dalam PAL (Physical Activity Level) atau tingkat aktivitas fisik. PAL merupakan besarnya energi yang dikeluarkan (kkal) per kilogram berat badan dalam 24 jam. Nilai PAR (Physical Activity Rate) untuk berbagai jenis aktivitas dan tingkat aktivitas fisik menurut WHO/FAO (2004) tercantum dalam Lampiran 2. PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
PAL =
Keterangan: PAL : Physical activity level (tingkat aktivitas fisik)
PARi : Physical activity rate dari masing-masing aktivitas (jumlah energi
yang dikeluarkan untuk tiap jenis aktivitas per jam) Wi : Alokasi waktu tiap aktivitas
Perhitungan di atas dijelaskan dengan contoh kasus sebagai berikut :
Seorang wanita memiliki 8 jam waktu tidur (8 x 1.0 = 8), 4 jam waktu melakukan pekerjaan rumah tangga (4 x 1.7 = 6.8), 4 jam waktu menonton televisi (4 x 1.4 = 5.6), dan 8 jam waktu bekerja (8 x 1.5 = 12). Total PAL selama 24 jam diperoleh
(35)
dengan menjumlahkan seluruh hasil perkalian waktu (jam) dan PAR sehingga diperoleh nilai PAL selama 24 jam adalah 32.4 kkal. Rata-rata nilai PAL selama 24 jam adalah 1.40 kkal/jam. Hal ini berarti wanita tersebut memiliki tingkat aktivitas fisik ringan.
Tabel 8 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL Kategori Nilai PAL Ringan (sedentary lifestyle) 1.40-1.69 Sedang (active or moderately active lifestyle) 1.70-1.99 Berat (vigorous or vigorously active lifestyle) 2.00-2.40
Konsumsi Pangan. Data konsumsi pangan meliputi jenis dan jumlah makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh subyek dalam satu minggu. Data konsumsi makanan kemudian dikonversi ke dalam kandungan energi sesuai
tabel DKBM (Daftar Komposisi Bahan Makanan). DKBM tidak memuat
kandungan energi minuman berkalori, oleh karena itu kandungan energi dari minuman berkalori diperoleh dari kandungan yang tercantum pada labelnya (Lampiran 3); dan bagi minuman berkalori lainnya yang tidak berlabel dihitung berdasarkan jumlah tambahan gula. Kandungan energi dalam 100 gram gula pasir adalah 364 kkal. Konsumsi gula yang ditambahkan ke dalam makanan dan minuman yang dianjurkan WHO maksimal 10% dari total energi (WHO 2003).
Kebutuhan energi dihitung berdasarkan Angka Kecukupan Energi dalam WNPG VIII tahun 2004 yang didasarkan pada Oxford Equation. Angka kecukupan energi merupakan jumlah rata-rata energi yang dibutuhkan dalam suatu populasi. Kebutuhan energi individu pada penelitian ini diperoleh dengan menghitung kebutuhan energi sesuai berat badan aktual berdasarkan energi basal metabolisme (EBM) yang dikoreksi dengan PAL dan Thermal Energy Food
(10% dari EBM). Berikut tabel metode perhitungan EBM pada remaja (Tabel 9) dan dewasa (Tabel 10)
Tabel 9 Oxford Equation untuk estimasi kebutuhan energi remaja
No Umur Persamaan EBM Kebutuhan Energi
Laki-laki :
EBM + (10% EBM) 1 13-15 th (88.5 - 61.9U)+26.7B(PAL)+903TB+25
2 16-18 th (88.5 - 61.9U)+26.7B(PAL)+903TB+25 Perempuan :
3 13-15 th (88.5 - 61.9U)+26.7B(PAL)+903TB+25 4 16-18 th (88.5 - 61.9U)+26.7B(PAL)+903TB+25 Keterangan:
U = Umur, B = Berat badan, TB = Tinggi badan
(36)
Tabel 10 Oxford Equation untuk estimasi kebutuhan energi dewasa No Umur Persamaan EBM Koreksi Umur Kebutuhan Energi
Laki-laki :
EBM x PAL* x Koreksi umur x (10% EBM) 1 19-29 th 16.8B + 498 1.00
2 30-49 th 16.0B + 462 0.95 3 50-64 th 16.0B + 462 0.95
Perempuan :
5 19-29 th 13.4B + 517 1.00 6 30-49 th 9.59B + 687 0.95 7 50-64 th 9.59B + 687 0.95 Keterangan:
U = Umur, B = Berat badan, TB = Tinggi badan, EBM = Energi Basal Metabolisme *PAL pada penelitian ini digunakan PAL masing-masing subyek
Data status gizi, tingkat aktivitas fisik, dan asupan energi dari minuman berkalori yang diperoleh kemudian diolah dan dianalisis dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell dan SPSS versi 16 for Windows. Proses pengolahan meliputi entry, coding, editing, cleaning, dan analisis. Hasil pengolahan data selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis statistik korelasi Pearson digunakan untuk menguji hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan status gizi, begitu pula dengan hubungan antara konsumsi minuman berkalori terhadap status gizi. Analisis perbandingan karakteristik individu dan keluarga, IMT, aktivitas fisik, dan asupan energi minuman berkalori pada subyek gemuk dan tidak gemuk serta pada laki-laki dan perempuan dilakukan dengan menggunakan uji t. Cara membaca hasil uji t adalah terlebih dahulu melihat Levene’s test untuk uji homogenitas (perbedaan varians). Data bersifat homogen jika p>0.05 dan tidak homogen jika p<0.05. Jika data homogen, maka hasil uji beda dilihat dari equal variance assumed dan jika data tidak homogen, maka hasil uji beda dilihat dari equal variance not assumed.
Definisi Operasional
Indeks Massa Tubuh (IMT) adalah nilai yang diperoleh dari berat badan dalam kilogram dibagi dengan kuadrat dari tinggi badan dalam meter (kg/m2), yang digunakan sebagai dasar penentuan status gizi.
Status Gizi adalah keadaan gizi seseorang yang menunjukkan pemenuhan kebutuhan gizi yang dikelompokkan menjadi kurus, normal, dan gemuk.
Kegemukan adalah cerminan dari kelebihan lemak tubuh yang ditandai dengan
(37)
Kebutuhan Energi adalah sejumlah zat gizi dan energi minimal yang diperlukan oleh seseorang sehari-hari untuk dapat hidup sehat yang didasarkan pada umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan tingkat aktivitas fisik.
Remaja adalah siswa-siswi SMU yang dijadikan sebagai subyek dalam penelitian berusia 15-18 tahun.
Dewasa adalah staf pengajar dan pegawai SMU yang dijadikan sebagai subyek dalam penelitian berusia 25-55 tahun.
Karakteristik Individu adalah karakteristik subyek meliputi umur, jenis kelamin, dan pengeluaran untuk minuman.
Karakteristik Keluarga adalah keadaan keluarga subyek yang dinilai berdasarkan besar keluarga dan pengeluaran rumah tangga.
Pengeluaran untuk Minuman adalah pengeluaran individu untuk pembelian minuman yang dinyatakan dalam Rp/minggu.
Besar Keluarga adalah jumlah orang yang menetap di rumah, termasuk pembantu yang biaya hidupnya menjadi tanggungan keluarga, dinyatakan dalam jiwa.
Pengeluaran Rumah Tangga adalah jumlah pengeluaran keluarga untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang dinyatakan dalam Rp/bulan.
Aktivitas Fisik adalah kegiatan dan pekerjaan yang dilakukan seseorang dari waktu ke waktu setiap hari yang dinyatakan dalam aktivitas jam/hari dan PAL (Physical Activity Level), dalam hal ini diukur secara recall dan record
selama 6 hari.
Konsumsi Pangan adalah jumlah makanan dan minuman yang dikumpulkan melalui metode semi-FFQ selama 7 hari dalam satuan URT yang dikonversikan ke satuan gram dan mL.
Minuman Berkalori adalah minuman selain air putih yang memiliki kandungan energi, terdiri dari jus/sari buah tanpa kemasan, sari buah kemasan, aneka es buah/campur/kelapa, minuman serbuk, minuman jelly, susu tanpa kemasan, susu kedele, susu kemasan, yoghurt kemasan, teh tanpa kemasan, kopi tanpa kemasan, teh kemasan, kopi kemasan, minuman berkarbonasi, sirup, minuman berelektrolit, dan minuman lainnya (bir/minuman beralkohol dan jamu/minuman herbal).
Kontribusi Energi Minuman Berkalori adalah persentase atau sumbangan energi dari minuman berkalori terhadap total asupan energi seseorang dalam sehari.
(38)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik SubyekKarakteristik subyek yang diamati adalah karakteristik individu dan karakteristik keluarga. Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, dan pengeluaran minuman. Sementara itu, karakteristik keluarga meliputi besar keluarga dan pengeluaran rumah tangga. Tabel 11memaparkan sebaran subyek gemuk dan tidak gemuk berdasarkan karakteristik individu dan keluarga
Tabel 11 Sebaran subyek gemuk dan tidak gemuk berdasarkan karakteristik individu dan keluarga
No Karakteristik Gemuk Tidak gemuk Total 1 Umur (tahun) 39 ± 12 24 ± 12 28.0 ± 13.9 2 Jenis kelamin
a. Laki-laki b. Perempuan
161 (42.1) 221 (57.9) 417 (51.0) 401 (49.0) 578 (48.2) 622 (51.8) Jumlah 382 (100.0) 818 (100.0) 1200 (100.0) 3 Besar keluarga (orang)
a. 2-4 b. 5-6 c. ≥ 7
5 ± 2 183 (47.9) 147 (38.5) 52 (13.6)
5 ± 2 366 (44.7) 354 (43.3) 98 (12.0)
5 ± 2 548 (45.7) 500 (41.6) 152 (12.7) Jumlah 382 (100.0) 818 (100.0) 1200 (100.0) 4 Pengeluaran minuman
(Rp/bulan) a. ≤ 100 ribu b. > 100 ribu
92 080 ± 108 920 267 (70.0) 115 (30.0)
77 960 ± 73 873 626 (76.5) 192 (23.5)
82 019 ± 85 624 893 (74.4) 307 (25.6) Jumlah 382 (100.0) 818 (100.0) 1200 (100.0) 5 Pengeluaran rumah
tangga (Rp/bulan) a. <1 juta
b. 1 – 1.9 juta c. 2 – 3.9 juta d. ≥ 4 juta
71 (18.6) 137 (35.9) 131 (34.3) 43 (11.2) 220 (26.9) 369 (45.1) 195 (23.8) 34 (4.2) 291 (24.2) 506 (42.2) 326 (27.2) 77 (6.4) Jumlah 382 (100.0) 818 (100.0) 1200 (100.0)
Rata-rata umur subyek gemuk (39 ± 12 tahun) lebih tua dibandingkan subyek tidak gemuk (24 ± 12 tahun) (p<0.05). Hal ini karena semakin dewasa semakin meningkat risiko kegemukan. Data Riskesdas (2010) juga menunjukkan hal yang sama. Prevalensi kegemukan pada remaja adalah 7.4% sedangkan prevalensi kegemukan pada dewasa adalah 11.7%. Sementara itu, laki-laki yang memiliki status gizi gemuk (42.1%) berjumlah lebih sedikit dibandingkan perempuan gemuk (57.9%) (p<0.05). Menurut Wahlqvist (1997) danHamaideh et al (2010) umur dan jenis kelamin merupakan faktor yang berpengaruh terhadap kegemukan. Perempuan lebih rentan mengalami peningkatan simpanan lemak (Gibson 1990) dan perempuan cenderung bekerja lebih ringan dibanding laki-laki (Janghorbani et al 2007).
(39)
Tidak terdapat perbedaaan rata-rata jumlah anggota keluarga antara subyek gemuk dan tidak gemuk (p>0.05). Namun jumlah anggota keluarga terkecil pada subyek gemuk (47.9%) lebih tinggi dibandingkan subyek tidak gemuk (44.7%). Besar keluarga berhubungan dengan jumlah makanan yang harus disediakan. Makin sedikit jumlah anggota keluarga, semakin mudah terpenuhi kebutuhan makan seluruh anggota keluarga. Sebaliknya, apabila jumlah anggota keluarga banyak dan pendapatan terbatas, maka makanan yang tersedia tidak mencukupi (Prihartini 1996; Sanjur 1982).
Pengeluaran minuman pada subyek gemuk lebih tinggi dibandingkan subyek tidak gemuk (p>0.05). Pengeluaran minuman paralel dengan pendapatan per kapita seseorang. Semakin tinggi pendapatan akan semakin berisiko terhadap kejadian kegemukan (Erem et al 2004). Persentase subyek gemuk (11.2%) yang memiliki pengeluaran rumah tangga tertinggi lebih besar dibandingkan subyek tidak gemuk (4.2%) (p<0.05). Pendapatan menentukan daya beli terhadap pangan dan fasilitas lain, seperti pendidikan, perumahan, kesehatan, dan lain-lain (Hardinsyah 1997).
Tabel 12 Sebaran subyek laki-laki dan perempuan berdasarkan karakteristik individu dan keluarga
No Karakteristik Laki-laki Perempuan
Gemuk Tidak gemuk Total Gemuk Tidak gemuk Total 1 Umur (thn) 38 ± 13 24 ± 12 27 ± 14 40 ± 12 23 ± 12 29 ± 14 2 Besarkeluarga
(orang) a. 2-4 b. 5-6 c. ≥ 7
5 ± 2 60 (37.3) 78 (48.4) 23 (14.3)
5 ± 2 209 (50.1) 159 (38.1) 49 (11.8)
5 ± 2 269 (46.5) 243 (42.0) 66 (11.5)
5 ± 2 123 (55.7) 69 (31.2) 29 (13.1)
5 ± 2 158 (39.4) 181 (45.1) 62 (15.5)
5 ± 2 279 (44.8) 257 (41.4) 86 (13.8) Jumlah 161 (100.0) 417 (100.0) 578 (100.0) 221(100.0) 401(100.0) 622 (100.0) 3 Pengeluaran
minuman (Rp/bln)
a. ≤ 100 ribu b. > 100 ribu
105 998 ± 129 054 107 (66.5) 54 (33.5)
77 093 ± 80 547 320 (76.7) 97 (23.3)
84 394 ± 95 862 425 (73.5) 153 (26.5)
81 868 ± 90 371 160 (72.4) 61 (27.6)
78 845 ± 66 453 306 (76.3) 95 (23.7)
79 812 ± 74 878 468 (75.2) 154 (24.8) Jumlah 161 (100.0) 417 (100.0) 578 (100.0) 221(100.0) 401(100.0) 622 (100.0) 4 Pengeluaran
rumah tangga (Rp/bln)
a. <1 juta b. 1 – 1.9 juta c. 2 – 3.9 juta d. ≥ 4 juta
32 (19.9) 63 (39.1) 51 (31.7) 15 (9.3) 130 (31.2) 185 (44.4) 82 (19.7) 20 (4.7) 162 (28.0) 251 (43.4) 133 (23.0) 32 (5.5) 39 (17.6) 74 (33.5) 80 (36.2) 28 (12.7) 90 (22.4) 184 (45.9) 113 (28.2) 14 (3.5) 129 (20.7) 255 (41.0) 193 (31.0) 45 (7.3) Jumlah 161 (100.0) 417 (100.0) 578 (100.0) 221(100.0) 401(100.0) 622 (100.0) Perempuan gemuk memiliki umur yang lebih tua dibandingkan laki-laki gemuk (p>0.05) (Tabel 12). Menurut Khomsan (2002), kejadian kegemukan meningkat pada usia dewasa, mencapai puncaknya pada usia 40 pertengahan dan awal 50 untuk pria serta akhir 50 dan awal 60 untuk wanita. Tidak terdapat perbedaaan rata-rata jumlah anggota keluarga antara laki-laki dan perempuan (p>0.05). Namun jumlah anggota keluarga terbanyak pada subyek laki-laki lebih
(1)
No Merk minuman
Bentuk Kategori Jumlah subyek Jumlah konsumsi
Laki-laki (orang)
Perempuan (orang)
Laki-laki (ml)
Perempuan (ml) 125 Torabika Cair Teh dan kopi
kemasan
0 4 0.0 9.8
126 Tropicana Bubuk Minuman serbuk
9 11 8.0 3.6
127 Uc 1000 Cair Minuman
berelektrolit
1 2 0.6 0.1
128 Ultra Cair Susu dan
yoghurt kemasan
7 14 0.5 4.9
129 Vanilla latte Bubuk Minuman serbuk
84 112 33.4 11.4†
130 Vegeta Bubuk Minuman jelly 0 1 0.0 9.8
131 Vita jelly Jelly/padat Minuman jelly 0 1 0.0 0.6
132 Vitacharm Semi padat Susu dan yoghurt kemasan
3 3 1.4 3.4
133 Vitazone Cair Minuman
berelektrolit
2 2 5.6 0.2
134 Vodka Cair Bir dan
minuman beralkohol
8 5 18.5 3.9†
135 Weight gain Bubuk Susu dan yoghurt kemasan
2 0 6.7 0.0†
136 Yakult Semi padat Susu dan yoghurt kemasan
1 0 4.5 0.0
137 Zes tea Cair Teh dan kopi kemasan
1 25 0.7 7.7†
(2)
Lampiran 6 Konsumsi gula dalam minuman berkalori pada laki-laki dan perempuan
Jenis Minum an
Laki-laki Perempuan Total
Gemuk gemuk Tidak Total Gemuk gemuk Tidak Total Gemuk gemuk Tidak Total Jus :
n (%) 6 (3.7) 17(4.1) 23(4.0) 7(3.2) 23(5.7) 30(4.8) 13 (3.4) 40(4.9) 53(4.4) Juml(g) 0.6 ±0.2 0.5±0.2 0.5±0.2 0.7 ±0.2 1.0±0.6 0.9±0.5 0.7 ±0.2 0.7±0.4 0.7±0.4 Susu :
n (%) 7 (4.3) 52(12.5) 59(10.2) 15 (6.8) 49(12.2) 64(10.3) 22 (5.8) 101(12.3) 123(10.3) Juml(g) 0.3 ±0.1 1.1 ±0.4 0.9 ±0.3 0.7 ±0.3 1.4 ±1.2 1.1 ±0.9 0.5 ±0.2 1.2 ± 0.9 1.0 ± 0.7 Teh :
n (%) 46(28.6) 169(40.5) 215(37.2) 59(26.7) 294(73.3) 353(56.8) 105(27.5) 463(56.6) 568(47.3) Juml(g) 4.0± 1.1 4.7 ± 2.6 4.5 ± 3.3 3.6 ±1.3 9.1 ± 5.6 7.0 ± 3.0 3.7 ± 1.8 7.1 ±4.4† 6.7 ± 3.3 Kopi:
n (%) 25(15.5) 47 (11.3) 72 (12.5) 14 (6.3) 17 (4.2) 31(5.0) 39 (10.2) 64 (7.8) 103 (8.6) Juml(g) 2.0 ±1.1 1.5 ± 0.6 1.7 ± 0.7 0.6 ±0.3 0.4 ± 0.2 0.5 ± 0.1 1.2 ± 0.3 0.9 ± 0.4 0.7 ± 0.5 Total :
Juml(g) 6.9 ±2.5 9.7 ± 3.9 7.8 ± 2.2 5.6 ±1.4 17.9 ±4.6 9.5 ± 5.2 6.2 ± 2.6 9.9 ±4.3† 9.1 ± 6.0 Ket :
†Berbeda nyata pada p<0.05
% Jumlah subyek = Jumlah subyek yang mengkonsumsi terhadap jumlah subyek dalam penelitian Jumlah gula (g) = rata-rata konsumsi gula dari seluruh subyek dalam penelitian
Lampiran 7 Asupan energi dari penambahan gula dalam minuman berkalori pada
laki-laki dan perempuan
Jenis Minuman
Laki-laki Perempuan Total
Gemuk Tidak gemuk
Total
Gemuk Tidak gemuk
Total
Gemuk Tidak gemuk
Total Jus :
n (%) 6 (3.7) 17(4.1) 23(4.0) 7(3.2) 23(5.7) 30(4.8) 13 (3.4) 40(4.9) 53(4.4) E (kkal) 2 ± 1 2 ± 1 2 ± 2 2 ± 1 4 ± 3 3 ± 2 3 ± 1 3 ± 1 3 ± 1 Susu :
n (%) 7 (4.3) 52(12.5) 59(10.2) 15 (6.8) 49(12.2) 64(10.3) 22 (5.8) 101(12.3) 123(10.3) E(kkal) 1 ± 1 5 ± 2 4 ± 1 3 ±5 6 ± 4 5 ± 3 2 ± 1 5 ± 4 5 ± 3 Teh :
n (%) 46(28.6) 169(40.5) 215(37.2) 59(26.7) 294(73.3) 353(56.8) 105(27.5) 463(56.6) 568(47.3) E (kkal) 17± 11 20 ± 14 19 ± 13 18 ±11 15 ± 6 28± 13 15 ± 12 29 ±24† 27 ±23 Kopi :
n (%) 25(15.5) 47 (11.3) 72 (12.5) 14 (6.3) 17 (4.2) 31(5.0) 39 (10.2) 64 (7.8) 103 (8.6) E(kkal) 8 ± 1 7 ± 5 7 ± 4 5 ± 3 6 ± 2 6 ± 1 8 ± 7 9 ± 3 9 ± 7 Total :
E(kkal) 29 ±13 40 ± 23 33 ± 25 23 ±16 75 ± 67 40 ±23 26 ± 24 41 ±38† 38 ±29 Ket :
†Berbeda nyata pada p<0.05
% Jumlah subyek = Jumlah subyek yang mengkonsumsi terhadap jumlah subyek dalam penelitian Energi (kkal) = rata-rata asupan energi dari gula dari seluruh subyek dalam penelitian
(3)
Lampiran 8 Hasil uji t antara umur subyek gemuk dan tidak gemuk
Levene'sTest for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Umur Equal
variances not assumed
9.040 .003 15.625 684.606 .000 12.631 .808 11.044 14.218
Lampiran 9 Hasil uji t antara besar keluarga subyek gemuk dan tidak gemuk
Levene'sTest for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Besar
keluarga Equal variances assumed
.417 .518 -1.21 1198 .225 -.124 .102 -.323 .076
Lampiran 10 Hasil uji t antara pengeluaran minuman subyek gemuk dan tidak gemuk
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Pengeluaran
minuman
Equal variances not assumed
(4)
Lampiran 11 Hasil uji t antara pengeluaran rumah tangga subyek gemuk dan tidak
gemuk
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence
Interval of the Difference Lower Upper Pengeluaran
rumah tangga
Equal variances not assumed
9.686 .002 5.012 726.750 .000 .274 .055 .167 .381
Lampiran 12 Hasil uji t antara Indeks Massa Tubuh laki-laki dan perempuan
Levene's Testfor Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper IMT Equal
variances not assumed
5.526 .019 -3.63 1.194E3 .000 -1.0300 .2831 -1.5854 -.4745
Lampiran 13 Hasil uji t antara tingkat aktivitas fisik subyek gemuk dan tidak gemuk
Levene's Testfor Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T Df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper PAL Equal
variances assumed
(5)
Lampiran 14 Hasil uji t antara tingkat aktivitas fisik laki-laki dan perempuan
Levene's Testfor Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper PAL Equal
variances not assumed
27.860 .000 5.739 1.090E3 .000 .06189 .01078 .04073 .08305
Lampiran 15 Hasil uji t antara konsumsi energi minuman berkalori subyek gemuk dan
tidak gemuk
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Energi
minuman Equal variances not assumed
42.746 .000 -5.64 985.153 .000 -122.350 21.672 -164.878
-79.821
Lampiran 16 Hasil uji t antara konsumsi energi minuman berkalori laki-laki dan
perempuan
Levene's Test for Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Energi
minuman Equal variances not assumed
(6)
Lampiran 17 Hasil uji t antara konsumsi gula subyek gemuk dan tidak gemuk
Levene's Testfor Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Kons
gula Equal variances not assumed
8.826 .003 -2.09 412.061 .037 -.833 .399 -1.617 -.050
Lampiran 18 Hasil uji t antara konsumsi gula laki-laki dan perempuan
Levene's Testfor Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. T df
Sig. (2-tailed)
Mean Difference
Std. Error Difference
95% Confidence Interval of the
Difference Lower Upper Kons
gula Equal variances assumed
.938 .333 -.13 845 .894 -.055 .410 -.859 .750
Lampiran 19 Hasil uji korelasi
Pearson
antara hubungan aktivitas fisik dengan status gizi
pada laki-laki dan perempuan
PAL IMT
PAL Pearson Correlation 1 -.160*
Sig. (2-tailed) .000
N 1200 1200
IMT Pearson Correlation -.160* 1
Sig. (2-tailed) .000
N 1200 1200
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).