Aktivitas hepatoprotektor ekstrak metanol daun kari (Murraya koenigii .L.) pada tikus putih Sprague dawley

ABSTRAK
FARAH MEUTIA. Aktivitas Hepatoprotektor Ekstrak Metanol Daun Kari
(Muraya koenigii. L.) Pada Tikus Putih Sprague dawley. Dibimbing oleh HASIM
dan SYAMSUL FALAH.
Daun kari diduga memiliki aktivitas hepatoprotektor terhadap kerusakan hati
yang disebabkan oleh agen hepatotoksik. Penelitian ini menguji ekstrak daun kari
terhadap peningkatan aktivitas alanin aminotransferase (ALT) dan aspartat
aminotransferase (AST) serum darah tikus yang dicekok parasetamol dosis tinggi.
Sebanyak 25 ekor tikus jantan terbagi atas 5 kelompok sebagai berikut: kelompok
kontrol normal (N), kelompok kontrol negatif (KN) (parasetamol dosis 500
mg/Kg BB diberikan selama 21 hari), kelompok kontrol positif (KP) (curliv dosis
42.86 mg/Kg BB diberikan selama 21 hari), kelompok ekstrak dosis 200 mg/Kg
BB (ED200), dan kelompok ekstrak dosis 300 mg/Kg BB (ED300). Pemberian
ekstrak dimulai 7 hari sebelum pemberian parasetamol dan seterusnya hingga
akhir percobaan. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa daun kari mengandung
senyawa alkaloid, tanin, saponin, dan steroid. Aktivitas ALT dan AST pada
kelompok ekstrak menurun tidak signifikan (p>0.05) dibandingkan kelompok N.
Penurunan aktivitas ALT kelompok ED200 sebesar 16.21% dan AST sebesar
33.82%. Penurunan aktivitas ALT kelompok ED300 sebesar 33.82% dan AST
sebesar 62.60%. Ekstrak metanol daun kari dosis 200 mg/Kg BB dan 300 mg/Kg
BB memiliki efek hepatoprotektor walaupun tidak berbeda nyata.


ABSTRACT
FARAH MEUTIA. Activity of Curry Leaf (Muraya koenigii. L.) Methanol
Extract as Hepatoprotector in Sprague dawley Rats. Under the direction of
HASIM and SYAMSUL FALAH.
Curry leaf is being thought as hepatoprotector againts liver damage caused by
hepatotoxic agent such as paracetamol. This study was assesing the activity of
curry leaf extract in reducing the activity of ALT (alanine aminotransferase) and
AST (aspartate aminotransferase) in rats were given high dose paracetamol. Total
of 25 rats were used in this research which were divided into 5 experimental
groups as follows: normal control group (N), negative control group (KN)
(paracetamol dose 500 mg/Kg BW were given 21 days), positive control group
(KP) (curliv dose 42.86 mg/Kg BW were given 21 days), dose 200 mg/Kg BW
extract group (ED200), and dose 300 mg/Kg BW extract group (ED300). Extracts
were given 7 days before paracetamol treatment and continous until end of
experiment. Pytochemistry test results showed that curry leaf methanol extract
contain alcaloids, tannins, saponins, and steroids. Extract group had not
significantly reduced ALT and AST activity (p>0.05) compared to N group.
Decreasing ALT and AST activity in ED200 group is 16.21% and 33.82%.
Decreasing ALT and AST activity in ED300 group is 33.82% dan 62.60%.

Methanol extract curry leaf had hepatoprotector activity although not significantly
differences.

1

PENDAHULUAN
Hati merupakan organ yang sangat penting
dan memiliki berbagai fungsi. Hati memiliki
peran penting dalam metabolisme tubuh, yaitu
metabolisme karbohidrat, protein, dan lipid
yang dikirim oleh vena portalis setelah
diabsorbsi dari usus. Fungsi hati lainnnya
adalah detoksifikasi toksikan dan radikal bebas,
selain itu hati mempunyai fungsi ekskresi
dengan mengubah senyawa toksikan yang larut
lemak menjadi larut air. Hati juga berperan
sebagai organ pertahanan tubuh yang dibantu
oleh sel Kupffer (Stockham & Scott 2008).
Kerusakan hati pada hewan dan manusia
dapat disebabkan oleh faktor virus, bahan

kimia alami atau sintetik yang merusak hati
(hepatotoksik), alkohol, serta konsumsi obatobatan dosis tinggi seperti parasetamol (Lee
2003). Obat-obat lain yang dapat menyebabkan
kerusakan hati adalah obat
anastetik,
antibiotik, antiinflamasi, antimetabolik dan
imunosupresif,
antituberkulosa,
hormonhormon, serta obat psikotropik (Dalimartha
2005).
Kerusakan hati dapat didiagnosa oleh
beberapa parameter biokimia, yaitu adanya
peningkatan
aktivitas
enzim
alanin
aminotransferase (ALT) atau disebut juga
serum glutamat piruvat transaminase (SGPT),
enzim aspartat aminotransferase (AST) disebut
juga serum glutamat oksaloasetat transaminase

(SGOT), alkalin fosfatase (ALP), γ-glutamil
transferase (GGT), glutation peroksidase
(GPx), superoksida dismutase (SOD), katalase,
laktat dehidrogenase, 5-nukleotidase, bilirubin,
dan TBA-reacting substance (TBARS)
(Stockham & Scott 2008).
Hepatitis merupakan salah satu kerusakan
hati yang secara umum timbul akibat proses
peradangan
(inflamasi)
hati
terhadap
rangsangan yang bersifat merusak. Proses
peradangan
yang terjadi salah satunya
disebabkan oleh oksidasi membran sel oleh
radikal bebas yang berasal dari luar tubuh
(eksogen) maupun hasil metabolisme dalam
tubuh (endogen) yang akhirnya dapat
menyebabkan kematian sel (nekrosis).

Tubuh manusia sendiri memiliki berbagai
senyawa
antioksidan,
baik antioksidan
enzimatik, seperti superoksida dismutase
(SOD), katalase, dan peroksidase; maupun
antioksidan non enzimatik seperti glutation
tereduksi (GSH) (Stockham & Scott 2008).
Namun, jika akumulasi radikal bebas
meningkat, tubuh membutuhkan asupan
senyawa antioksidan dari luar yang mampu

melindungi dan memperbaiki jaringan hati.
Senyawa ini disebut sebagai hepatoprotektor
(Dalimartha 2005).
Beberapa penelitian yang dilakukan
menyatakan zat aktif yang telah berhasil
diisolasi dari tumbuhan obat telah terbukti
berkhasiat
hepatoprotektor.

Contohnya
curcumin yang diperoleh dari temulawak dan
kunyit, filatin dari meniran, saponin dari akar
kuning, asam glisirat dari daun saga, minyak
atsiri dari bawang putih, gingerol dari jahe, dan
aukobosida dari daun sendok (Dalimartha
2005).
Antioksidan memainkan peranan penting
dalam mengikat dan mencegah penggandaan
senyawa radikal bebas. Berdasarkan penelitian
Rao et al. (2005) daun kari memiliki aktivitas
antioksidan pada ekstrak metanol sebesar 83.4
%, sedangkan ekstrak etanol:air sebesar 92 %
dan ekstrak air sebesar 41 % pada konsentrasi
100 ppm (Ningappa et al. 2008). Penentuan
aktivitas antioksidan tersebut menggunakan
metode DPPH (1.1-diphenyl-2-picrylhydrazyl)
dengan
pembanding
BHA

(Butylated
Hydroxyanisol) yang memiliki aktivitas
antioksidan 82%. Potensi antioksidan ekstrak
metanol daun Murraya koenigii dapat
disimpulkan cukup tinggi namun sebagai
hepatoprotektor belum diteliti.
Pengaruh pemberian ekstrak daun kari
terhadap
kesehatan
diantaranya,
dapat
memberikan efek antiinflamasi (Muthumani et
al. 2009), antidiabetes (Vinuthan et al. 2004;
Anulselvani & Sorimuthu. 2007; Bhat et al.
2008; Lawal et al. 2008). Selain itu
Berdasarkan penelitian Adebajo et al. (2005)
diketahui bahwa ekstrak metanol daun kari
dengan dosis dibawah 500 mg/kg BB yang
diberikan selama 14 hari dapat menurunkan
kolesterol, glukosa darah, dan meregenerasi sel

hati. Namun pemberian ekstrak pada dosis
yang lebih tinggi dapat menyebabkan
peradangan hati.
Penelitian ini bertujuan mengetahui
komponen fitokimia dan menguji aktivitas
hepatoprotektor ekstrak metanol daun kari pada
tikus yang diinduksi parasetamol dosis 500
mg/kg BB melalui pengukuran aktivitas ALT
dan AST serta uji histopatologi jaringan hati
tikus. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menambah informasi potensi daun kari. Potensi
tersebut dapat dianggap sebagai penelitian awal
penentuan zat aktif pada daun kari yang
berperan sebagai hepatoprotektor. Hipotesis
pada penelitian ini adalah ekstrak metanol daun
kari dapat berperan sebagai hepatoprotektor,
diamati berdasarkan penurunan aktivitas ALT

2


dan AST serum darah tikus dan perbaikan
jaringan hati.
TINJAUAN PUSTAKA
Daun Kari (Murraya koenigii .L.)
Daun kari Murraya koenigii merupakan
salah satu tanaman rempah famili Rutaceae
yang diperkenalkan oleh seorang ahli botani
Johann Andreas Murray dan Gerhard Koenig.
Daun kari dikenal sebagai curry tree leaf atau
Murraya koenigii. Beberapa daerah di
Sumatera
seperti
Medan
umumnya
menggunakan daun ini sebagai bumbu masak
dan rempah-rempah.
Pohon kari tumbuh mencapai 4-6 meter
yang setiap tangkainya memiliki 11-21 daun
dengan panjang tangkai masing-masing 2-4 cm
dan lebar 1-2 cm. Pohon ini berbunga kecil,

bunga berwarna putih, dan wangi. Bentuk buah
pohon kari mirip buah sawo namun berukuran
lebih kecil dan berwarna coklat kehitaman
(Choudhury & Garg 2007).
Pengobatan tradisional India menggunakan
daun kari sebagai obat disentri, diare, sakit
kepala, sakit perut, influenza, reumatik, dan
obat untuk gigitan ular. Manfaat daun kari
dalam bidang kesehatan, diantaranya dapat
memberikan efek antidiabetes (Vinuthan et al.
2004; Anulselvan & Sorimuthu. 2007; Bhat et
al. 2008; Lawal et al. 2008). Ekstrak daun kari
memiliki aktivitas hipoglikemik tanpa efek
samping. Berdasarkan penelitian Choudhury &
Garg (2007) menyebutkan bahwa daun kari
memiliki kandungan saponin, terpenoid, lutein
dan carbazol alkaloid. Selain itu daun ini
memiliki kandungan mineral Cr, V, Mn, Zn,
Cu dan Se.
Beberapa literatur menyebutkan bahwa

daun kari (Gambar 1) memiliki kandungan
kumarin, terpenoid, lutein, dan karbazol
alkaloid (Ramsewak et al. 1999; Tachibana et
al. 2001). Berdasarkan Khanum et al. (2000),
daun kari kaya akan antioksidan seperti
tokoferol, β-karoten, lutein, dan alkaloid.
Senyawa flavonoid, terpenoid, dan steroid
selain memiliki aktivitas antioksidan, juga
memiliki aktivitas hepatoproteksi pada tikus
galur Wistar (Murugesh et al. 2005).

Gambar 2 Daun kari (Murraya koenigii L.).
Silimarin dan Kurkumin pada Curliv®plus
Curliv®plus merupakan salah satu obat
komersil untuk hepatitis yang memiliki
kandungan ekstrak kurkumin dan silimarin.
Pulla dan Lokesh (1994) menyatakan bahwa
kurkumin dapat menurunkan peroksidasi lipid
pada mikrosom hati tikus, membran eritrosit,
dan homogenat otak. Adji (2004) menyebutkan
kurkumin dapat menghambat peningkatan
konsentrasi lipid peroksida, serta menurunkan
aktivitas ALT dan AST pada tikus Sprague
Dawley yang diinduksi parasetamol.
Silimarin yang terdapat pada Curliv®plus
merupakan ekstrak terstandardisasi dari biji
Silybum marianum L. (Gaertn.). Silimarin
dapat menghambat aktivitas superoksida
dismutase pada sel darah merah dan limfosit,
mencegah penurunan jumlah glutation pada sel
hati, dan menstabilkan membran hepatosit
sehingga dapat mencegah senyawa toksik
masuk ke dalam sel melewati hati (Mayer et al.
2005). Fraksi polifenolik pada silimarin juga
mampu memodifikasi profil lipoprotein plasma
dan menghambat perkembangan perlemakan
hati pada tikus. Silimarin mampu menurunkan
secara nyata aktivitas GGT, ALT, dan AST
serum pada hati yang rusak (Tedesco et al.
2004). Selain itu silimarin dapat membantu
regenerasi sel hati dengan cara meningkatkan
sintesis protein ribosom (Mayer et al. 2005).
Fisiologi Hati
Hati merupakan organ tubuh yang terdapat
di dalam rongga perut kanan atas, di bawah
diafragma kanan, dan dilindungi tulang iga
kanan bawah. Organ ini berwarna coklat tua
dan berbobot antara 1.200-1.600 g atau sekitar
2.5% dari bobot total orang dewasa. Hati
terbagi menjadi dua lobus, dengan lobus kanan
yang besarnya enam kali dari bagian kirinya.
Setiap lobus terdiri atas ribuan lobulus yang
merupakan unit fungsional. Setiap lobulus
terdiri atas sel-sel hepatosit yang berbentuk
kubus dan tersusun melingkar mengelilingi
vena sentralis. Di antara lobulus (interlobular)
terdapat saluran empedu dan kapiler (sinusoid)
yang merupakan cabang vena porta dan arteria

3

hepatika (Dalimartha 2005). Sinusoid dibatasi
oleh sel Kupffer yang merupakan sistem
retikuloendotelial dan mempunyai fungsi
serupa dengan sel makrofag (Kaplan & Pesce
1989).
Hati memiliki peran penting dalam
metabolisme tubuh, yaitu metabolisme
karbohidrat, protein, dan lipid yang dikirim
oleh vena portalis setelah diabsorbsi dari usus.
Beberapa bahan hasil metabolisme ini dapat
tersimpan dalam hati, seperti glikogen,
trigliserida, Fe, dan Cu (Stockham & Scott
2008).
Fungsi
hati
lainnnya
adalah
detoksifikasi toksikan dan radikal bebas.
Hati mempunyai sistem ekskresi, dengan
mengubah senyawa toksik yang larut lemak
menjadi larut air yang diekskresikan melalui
urin, cairan empedu, ataupun lewat usus.
Senyawa toksik apabila tidak diekskresikan
dapat menyebabkan kerusakan hati seperti
steatosi (perlemakan hati), kolestasis, nekrosis,
dan sirosis (perubahan jaringan sehat menjadi
parut) (Lu 1995).
Hati juga berperan sebagai organ pertahanan
tubuh, yaitu dengan adanya sel Kupffer yang
mempunyai kemampuan memfagositosis selsel tua, partikel atau benda asing, sel tumor,
bakteri, virus, dan parasit di dalam hati
(Dalimartha 2005; Stockham & Scott 2008).
Hati memiliki kapasitas cadangan yang besar,
yaitu hanya dengan 10%-20% jaringan hati
yang masih berfungsi ternyata sudah cukup
untuk mempertahankan hidup pemiliknya.
Kemampuan regenerasi jaringan yang mati
cukup besar sehingga akan cepat digantikan
dengan yang baru (Dalimartha 2005).
Enzim Transaminase ALT dan AST
Enzim alanin aminotransferase (ALT)
disebut juga serum glutamat
piruvat
transaminase (SGPT) terdapat pada sitosol
hati.
Enzim
ALT
terlibat
dalam
glukoneogenesis,
dan
berperan
dalam
mengkatalisis pemindahan gugus amino dari
alanin ke asam α-ketoglutarat membentuk asam
glutamat dan asam piruvat (Kaplan & Pesce
1998). Enzim ALT merupakan indikator
terbaik dalam melihat kerusakan hati karena
bersifat khas dan spesifik. Pada umumnya
konsentrasi ALT lebih tinggi dibandingkan
konsentrasi AST pada penyakit hati yang parah
karena enzim ALT proporsinya lebih banyak
pada organ hati dibandingkan organ tubuh lain.
Meningkatnya kadar enzim ALT dalam darah
terutama disebabkan oleh kerusakan sel hati
dan sel otot rangka. Kerusakan diawali dengan
perubahan permeabilitas membran yang diikuti
dengan kematian sel (Kaplan & Pesce 1998).

Enzim aspartat aminotransferase (AST)
disebut juga serum glutamat oksaloasetat
transaminase (SGOT) merupakan enzim
mitokondria yang berfungsi mengkatalisis
pemindahan bolak-balik gugus amino dari
asam aspartat ke asam α-oksaloasetat
membentuk asam glutamat dan oksaloasetat.
Enzim AST tidak spesifik sebagai indikator
disfungsi hati karena banyak ditemukan pada
otot rangka, pankreas, jantung dan ginjal.
Kadar enzim AST akan meningkat apabila
terjadi kerusakan sel yang akut seperti nekrosis
hepatoseluler seperti gangguan fungsi hati dan
saluran empedu, penyakit jantung dan
pembuluh darah, serta gangguan fungsi ginjal
dan pankreas (Kaplan & Pesce 1998).
Parasetamol
Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol
merupakan obat yang berkhasiat analgetik
anatipiretik non narkotik turunan para
aminofenol. Parasetamol mempunyai beberapa
nama generik antara lain N-hidroksi
asetanilida,
N-asetil-p-aminofenol
dan
asetaminofen. Parasetamol berbentuk serbuk
putih, tidak berbau, rasanya sedikit pahit, peka
terhadap udara dan cahaya, serta mempunyai
pH 5.3-6.5 (Gan et al 1980).
Parasetamol berkhasiat antipiretik (pereda
demam)
dengan
cara
menghambat
prostaglandin H2 (senyawa yang menyebabkan
inflamasi) membentuk prostaglandin E2
(PGE2) yang secara lanjut akan menjadi
prostaglandin F2. Senyawa ini akan menjadi
mediator yang akan mengirimkan sinyal dari
jaringan syaraf ke hipotalamus (bagian otak
yang mengatur suhu tubuh dan rasa nyeri)
sehingga mengakibatkan kenaikan suhu dan
nyeri. Akibat dari PGE2 tidak terbentuk akan
membuat suhu turun dan menjadi normal (Gan
et al. 1980)
Parasetamol dapat menyebabkan kerusakan
hati apabila dikonsumsi 7.5 gram sekaligus.
Pada pemakaian lebih dari 15 gram sekaligus
akan menyebabkan nekrosis atau kematian sel
hati (Dalimartha 2005). Dosis 500 mg/kg BB
pada tikus Sprague Dawley mampu membuat
kerusakan membran sel hepatosit (Hastuti
2008), sedangkan dosis untuk tikus galur
Wistar adalah 750 mg/kg BB (Murugesh et al.
2005) dan 2 g/Kg BB pada tikus Rattus
norvegicus (Balamurugan et al. 2008).
Parasetamol yang dikonsumsi masuk ke
dalam tubuh mengalami dua kali proses
metabolisme, yaitu tahap I dan tahap II.
Biotransformasi tahap I bertujuan mengubah
senyawa tidak polar (larut lemak) menjadi
senyawa yang bersifat polar (larut air). Pada

4

tahap ini parasetamol mengalami reaksi
oksidasi yang dibantu oleh enzim kompleks
sitokrom P450 menjadi senyawa N-asetil-pbenzoikuinonimina (NAPKI) yang bersifat
hepatotoksik dan reaktif.
Tahap II bertujuan mengubah senyawa yang
sudah polar pada tahap I menjadi sangat polar
sehingga jauh lebih mudah menembus
membran ginjal (nefron) dan tereliminasi
bersama urin. Metabolisme tahap II juga
disebut proses detoksifikasi. Murugesh et al.
(2005) menjelaskan bahwa parasetamol dalam
dosis terapetik dapat dimetabolisasi dan
didetoksifikasi oleh hati. Pada tahap II NAPKI
diubah menjadi glukuronat oleh UDPglukuronosil-transferase
dengan
cara
glukuronidisasi apabila glutation tereduksi
(GSH) hati berjumlah 40%-67%, dan menjadi
sulfonat oleh fenolsulfatransferase dengan
sulfasi jika GSH hati 20-46%. Pada tahap ini
NAPKI diubah oleh GSH melalui mekanisme
konjugasi menjadi asam merkapturat yang
bersifat tidak toksik dan larut air sehingga
dapat diekskresikan di urin (Gambar 2a).
Konsumsi parasetamol dengan dosis
berlebih mengakibatkan banyaknya NAPKI
yang dibentuk oleh sitokrom P450 sehingga

jalur glukuronat dan sulfonat menjadi jenuh.
NAPKI secara cepat bereaksi dengan glutation
(GSH) dan mengawali penghabisan 90% total
GSH pada sel dan mitokondria. Interaksi
NAPKI dan GSH membetuk konjugat GSHacetaminophen, metabolit dengan kereaktifan
yang lebih tinggi (Reszka et al. 2004). Hal
tersebut menunjukkan laju pembentukan
NAPKI lebih besar dari laju detoksifikasi
sehingga
NAPKI
berikatan
dengan
makromolekul protein sel hati membentuk
senyawa semikuinon. Senyawa ini akan
mereduksi O2 menjadi O2•, kemudian
membentuk senyawa radikal bebas lagi yang
sejenis, yaitu radical oxygen species (ROS).
ROS akan mengoksidasi fosfolipid secara
berantai yang disebut oksidasi lipid. Hal ini
mengakibatkan kerusakan sel hati sampai
timbul nekrosis hati, yaitu terjadinya gangguan
integritas membran plasma, keluarnya isi sel,
dan timbulnya respon inflamasi (Gambar 2b).
Respon ini menyebabkan banyak sel yang mati
(Gibson & Sket 1991) yang ditandai dengan
peningkatan ALT dan AST, bilirubin,alkalin
fosfatase, gamma glutamil transferase, serta
dehidrogenase laktat pada serum selama 24 jam
setelah pemberian
(Firmansyah 2006).

5

Fenolsulfotransferase

UDP-glukuronosiltransferase
Glukuronida

Asetaminofen
EKSKRESI

EKSKRESI
Sitokrom P450

Glutation
Glutation S-transferase

N-asetil-pbenzokuinonimina
NAPKI

merkaptat

Asetaminofen
Sitokrom P450
Jika

Dokumen yang terkait

Analisis Senyawa Kimia Minyak Atsiri Daun Kari (Murraya Koenigii L.) Dengan GC – MS Dan Uji Aktivitas Anti Bakteri

39 208 108

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 70% Daun Pacing (Costus spiralis) terhadap Diameter Tubulus Seminiferus, Motilitas, dan Spermisidal pada Tikus Jantan Strain Sprague-Dawley

0 10 95

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

4 11 134

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 96% Daun Sambiloto (Andrographis paniculata (Burm.f.) Nees) Terhadap Kualitas Sperma Pada Tikus Jantan Galur Sprague- Dawley Secara In Vivo dan Aktivitas Spermisidal Secara In Vitro

0 15 104

Uji Aktivitas Hepatoprotektif Ekstrak Air Sarang Burung Walet Putih (Collocalia fuciphaga Thunberg, 1821). Terhadap Aktivitas SGPT & SGOT Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague-Dawley

0 23 107

Aktivitas antifertilitas ekstrak etanol 70% daun pacing (costus spiralis) pada tikus sprague-dawley jantan secara in vivo

1 32 0

Kajian Metabolik Ekstrak Daun Kari (Murraya koenigii) Sebagai Hepatoprotektor Pada Tikus Putih Galur Sprague Dawley

1 7 13

Aktivitas ekstrak etanol-air daun kari (Murraya koenigii) sebagai hepatoprotektor pada tikus putih galur Sprague Dawley

1 7 85

Uji Aktivitas Ekstrak Etanol 90% Daun Kelor (Moringa Oleifera Lam) Terhadap Konsentrasi Spermatozoa, Morfologi Spermatozoa, Dan Diameter Tubulus Seminiferus Pada Tikus Jantan Galur Sprague-Dawley

4 34 116

Efek Ekstrak Daun Kare Murraya koenigii

1 1 11