Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

(1)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

UJI ANTIFERTILITAS EKSTRAK METANOL KULIT BUAH

MANGGIS (Garcinia mangostana L.) PADA TIKUS JANTAN

STRAIN SPRAGUE DAWLEY SECARA IN VIVO

SKRIPSI

FARITZ AZHAR

108102000031

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA

MEI 2013


(2)

UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Memeperoleh Gelar Sarjana Farmasi

FARITZ AZHAR 108102000031

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI

JAKARTA MEI 2013


(3)

iii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Skripsi ini adalah hasil karya sendiri,

dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Faritz Azhar

NIM : 108102000067

Tanda Tangan :


(4)

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING

Nama : Faritz Azhar

NIM : 108102000031

Program Studi : Strata-1 Farmasi

Judul : UJI ANTIFERTILLITAS EKSTRAK METANOL

KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L)

PADA TIKUS JANTAN STRAIN SPRAGUE

DAWLEY SECARA IN VIVO

Disetujui Oleh :

Pembimbing I Pembimbing II

DR. Hj. Azrifitria, M.Si, Apt Puteri Amelia, M.Farm, Apt NIP. 197211272005012004 NIP. 198012042011012004


(5)

v

HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini diajukan oleh :

Nama : Faritz Azhar

Program studi : Strata-1 Farmasi

Judul Skripsi : Uji Antiferitillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana. L) Pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo

Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang dipelukan untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta.

DEWAN PENGUJI

Pembimbing I : DR. Hj. Azrifitria, M.Si.,Apt ( ) Pembimbing II : Puteri Amelia, M.Farm, Apt. ( )

Penguji I : Nurmeilis, M.Si, Apt ( )

Penguji II : Eka Putri, M.Si, Apt ( )

Penguji III : Yardi. Ph.D, Apt ( )

Ditetapkan di : Jakarta Tanggal : 27 Mei 2013

Mengetahui

Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN)

Syarif Hidayatullah Jakarta


(6)

ABSTRAK

Nama : Faritz Azhar Program Studi : Farmasi

Judul : Uji Antifertillitas Esktrak Metanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Pada Tikus Jantan Strain Sparague Dawley Secara In Vivo

Pada penelitian ini, dilakukan uji antifertillitas kulit buah manggis pada tikus jantan galur Sprague Dawley (SD) secara in vivo. Kulit buah manggis diambil pericarpnya dan dimaserasi selama 3 hari dengan menggunakan pelarut metanol setelah itu diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 45 oC sebanyak 4 kali. Kelompok perlakuan pada hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok dan tiap kelompok terdiri dari 5 ekor tikus. Pada kelompok perlakuan ekstrak kulit manggis diberikan dosis 350 mg/kg BB, 700 mg/ kg BB dan 1400 mg/ kg BB. Kelompok perlakuan diberikan ekstrak kulit buah manggis dalam bentuk suspensi CMC 0.5%. Setelah diberi perlakuan selama 48 hari tikus dibedah dan diambil organ testis dan kauda epididimis. Parameter antifertillas yang diuji pada penelitian ini adalah konsentrasi spermatozoa, bobot testis, diameter tubulus seminiferus dan jumlah pakiten per sel Sertoli. Hasil penelitian menunjukan terjadi penurunan konsentrasi spermatozoa dan jumlah pakiten per sertoli secara bermakna (P ≤ 0.05) pada dosis 700 mg/ kg BB dan 1400 mg/kg BB, bila dibandingkan dengan kontrol. Pada dosis 1400 mg/kg BB, terjadi penurunan yang signifikan pada semua parameter antifertilitas yang diuji. Ekstrak metanol kulit buah manggis dapat menurunkan fertillitas tikus SD jantan.

Kata Kunci : Ekstrak kulit manggis, tikus jantan Sprague Dawley, parameter antifertillitas


(7)

vii ABSTRACT

Name : Faritz Azhar Major : Farmasi

Title : Antifertillity effect of Methanolic Extract of Mangosteen Pericarp (Garcinia mangostana L.) On Male Rats Strain Sparague Dawley in vivo

In this study, it was conducted examining or testing the antifertility of mangosteen’s pericarp towards male rat Sparague Dawley strain (SD) by using in vivo method. The mangosteen’s pericarp is taken from its rind and macerated for three days by using a solvent methanol, and then it was evaporated with rotary evaporator at 45 oC for four times. The testing groups towards experimental animals were divided into 4 groups and each group consisted of 5 rats. On the testing group of mangosteen pericarp extract was given350 mg/kg BB dose, 700 mg/kgBB, and 1400mg/kgBB. The testing group was given mangosteen pericarp extract in a 0.5% of CMC suspension. After 48 days, the rats were given the surgical operation, and taken the testis organ and cauda epididymis. The parameter of antifertility which was tested in this study is spermatozoa concentration, testis weight, tubulus seminiferus diameter, and amount of parkiten value per sertoli cell. The finding of this study showed that there was a decreasing in spermatozoa consentration, tubulus seminiferus diameter, testis balance, and the amount of parkiten value per sertoli significally (p ≤ 0,05) on 700 mg/kg BB dose and 1400 mg/kgBB, if it is compared to the control. Meanwhile on the dose 1400 mg/kgBB there was not any significant differences (p ≥ 0,05) to all tested fertility. Mangosteen pericarp extract can decrease fertility on SD male rats. Meanwhile on the dose 1400 mg/kgBB there was significant decrease to all tested fertility. Mangosteen pericarp can decrease fertility on SD male rats.

Keyword : Mangosteen peel extract, male rats strain sparague dawley, antifertillity parameters


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil`alamiin, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Uji Antifertillitas Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis Pada Tikus Jantan Strain Sprague Dawley Secara In Vivo฀. Sholawat serta salam senantiasa terlimpahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.

Saya ucapkan terima kasih kepada ibu DR. Hj. Azrifitria, M. Si. Apt selaku dosen pembimbing I dan ibu Puteri Amelia, M. farm, Apt selaku dosen pembimbing II yang telah meluangkan banyak waktunya untuk memberikan petunjuk, bimbingan dan saran yang berharga selama penelitian dan penyusunan skripsi ini.

Ucapan terima kasih ditujukan pula kepada:

1. Bapak Prof. Dr. (hc) dr. M. K. Tadjudin, Sp. And., selaku Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Drs. Umar Mansur, M. Sc, Apt., selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran Dan Ilmu Kesehatan Universitas Negri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Ibu Eka Putri, M. Si., Apt selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan.

4. Bapak dan Ibu dosen Program Studi Farmasi yang telah membimbing penulis selama masa perkuliahan.


(9)

ix

5. Para laboran yang telah membantu dan memberikan ilmunya kepada penulis selama penelitian.

6. Bapak Buchori Muslim dan ibu Jumiatini selaku orang tua yang telah memberikan kasih sayangnya, dukungan berupa moral dan material serta senantiasa mendoakan penulis.

7. Kepada Fikry Ghazali dan Yayik Yuli selaku kakak yang telah memberikan nasihat, dukungan dan semangat kepada penulis. 8. Rekan satu penelitian Alvira Wijaya, Widya Dwi Arini dan

Jidin Abdullah yang telah membantu dan membagi ilmunya kepada penulis.

9. Sahabat-sahabat: Resky Yuliandari, Dwiyanti Atmajasari, Andi Kurniajaturiatama, Adam Dzulfaqih Amri, Ali Aridhi, Muhamad Bima Muria, Ogi dan Edriansyah yang telah membantu dan memberikan dukungan kepada penulis.

10. Teman-teman alcoolique dan beta lactam atas semangat dan kebersamaan kita selama ini.

11.Semua pihak yang telah membantu penulis selama penelitian dan penulisan.

Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis nantikan. Penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan.

Ciputat. 30 Maret 2013 Penulis


(10)

HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Islam Negri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta, saya yang bertanda tangan dibawah ini :

Nama : Faritz Azhar

Program studi : Strata-1 Farmasi

Fakultas : Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Jenis Karya : Skripsi

demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya menyetujui skripsi / karya ilmiah saya, dengan judul :

UJI ANTIFERTILITAS EKSTRAK METANOL KULIT BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.) PADA TIKUS JANTAN STRAIN SPRAGUE

DAWLEY SECARA IN VIVO

Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu digital library perpustakaan Universitas Islam Negri ( UIN ) Syarif Hidayatullah Jakarta untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan undang – undang hak cipta.

Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di : Ciputat

Pada Tanggal : Maret 2013 Yang menyatakan


(11)

SURAT PERNYATAAN PROGRAM STUDI

Ketua/ Seketaris Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta Menyatakan Mahasisiwa :

NAMA : Faritz Azhar

NIM : 108102000031

PRODI : Farmasi

SEMESTER : X (Sepuluh)

Benar telah menyelesaikan semua program akademik sesuai ketentuan yang berlaku, kepada yang bersangkuan diberi hak untuk memenuhi ujian skripsi.

Jakarta, Mei 2013

Mengetahui,

Penasehat Akademik Ketua Program Studi


(12)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERNYATAAN ORISINILITAS ... iii

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

HALAMAN PENGESAHAN ... v

ABSTRAK ... vi

KATA PENGANTAR ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... x

DAFTAR ISI ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR TABEL ... xviii

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 3

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Kontrasepsi ... 5

2.1.1 Definisi Kontrasepsi ... 5

2.1.2 Macam-Macam Metode Kontrasepsi ... 5

2.2 Sistem Reproduksi Pria ... 7

2.2.1 Ruang Lingkup Sistem Reproduksi Pria ... 7

2.2.2 Organ Reproduksi Pria... 7


(13)

xii

2.2.4 Spermatogenesis Pada Pria ... 10

2.2.5 Peran Hormon Dalam Spermatogenesis ... 11

2.3 Hewan Percobaan... 11

2.3.1 Karakteristik Tikus Strain Sprague Dawley... 11

2.3.2 Spermatogenesis Pada Tikus Jantan ... 13

2.4 Manggis ... 15

2.4.1 Taksonomi ... 15

2.4.2 Morfologi ... 15

2.4.3 Ekologi dan Penyebaran ... 16

2.4.4 Kandungan Kimia ... 16

2.4.5 Khasiat dan Kegunaan ... 16

2.5 Ekstraksi ... 17

2.5.1 Definisi Ekstraksi ... 17

2.5.2 Metode Ekstraksi ... 17

BAB III METODELOGI PENELITIAN 3.1 Tempat dan Waktu ... 19

3.2 Alat dan Bahan ... 19

3.2.1 Alat ... 19

3.2.1 Bahan ... 19

3.3 Prosedur Penelitian ... 20

3.3.1 Identifikasi Manggis ... 20

3.3.2 Pembuatan Serbuk Simplisia... 20

3.3.3 Pembuatan Ekstrak Kulit Manggis ... 20

3.3.4 Uji Penapisan Fitokimia ... 21

3.3.5 Uji Parameter Spesifik Ekstrak ... 24


(14)

3.3.7 Penentuan Dosis ... 25

3.3.8 Tahap Persiapan Hewan Coba... 25

3.3.9 Tahap Perlakuan Hewan Coba ... 26

3.3.10 Pembuatan Preparat ... 26

3.3.11 Pengukuran Bobot Testis ... 27

3.3.12 Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa ... 27

3.3.13 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ... 28

3.3.14 Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap Jumlah Sel Sertoli ... 28

3.3.15 Analisis Data ... 29

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 30

4.1.1 Hasil Determinasi ... 30

4.1.2 Karakterisasi Sampel ... 30

4.1.3 Hasil Penapisan Fitokimia ... 30

4.1.4 Hasil Uji Parameter Spesifik Dan Non Spesifik ... 31

4.1.5 Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus ... 32

4.1.6 Hasil Pengukuran Bobot Testis ... 34

4.1.7 Konsentrasi Spermatozoa Tikus Sprague Dawley ... 35

4.1.8 Diameter Tubulus Seminiferus... 37

4.1.9 Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap Jumlah Sel Sertoli ... 38


(15)

xiv BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan ... 49 5.2 Saran ... 49 DAFTAR PUSTAKA


(16)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Anatomi Sistem Reproduksi Pria ... 9

Gambar 2. Tikus Putih Galur Sparague Dawley ... 12

Gambar 3. Tahapan Siklus Spermatogenesis Pada Tikus ... 14

Gambar 4. Buah Manggis... 15

Gambar 5. Grafik Rata-Rata Berat Badan Tikus Kelompok Kontrol ... 32

Gambar 6. Grafik Rata-Rata Berat Badan Tikus Kelompok Dosis Rendah ... 33

Gambar 7. Grafik Rata-Rata Berat Badan Tikus Kelompok Dosis Sedang ... 33

Gambar 8. Grafik Rata-Rata Berat Badan Tikus Kelompok Dosis Tinggi ... 33

Gambar 9. Grafik Rata-Rata Bobot Testis ... 35

Gambar 10. Grafik Rata-Rata Konsentrasi Spermatozoa ... 36

Gambar 11. Grafik Rata-Rata Diameter Tubulus Seminiferus Tikus ... 37

Gambar 12. Grafik Penurunan Jumlah Pakiten Per Sel Sertoli Pada Tubulus Seminiferus Tahap II, VII dan XII ... 39

Gambar 13. Grafik Rata-Rata Jumlah Spermatosit Pakiten ... 40

Gambar 14. Grafik Rata-Rata Jumlah Sel Sertoli Tikus ... 41

Gambar 15. Hasil Penapisan Fitokimia... 57

Gambar 16. Buah Manggis ... 58

Gambar 17. Pericarp Kulit Buah Manggis ... 58

Gambar 18. Serbuk Kulit Manggis ... 58

Gambar 19. Proses Maserasi ... 58

Gambar 20. Maserat ... 59

Gambar 21. Rotary Evaporator ... 59

Gambar 22. Ekstrak Kulit Buah Manggis ... 59


(17)

xvi

Gambar 24. Proses Penimbangan CMC 0.5 % ... 60

Gambar 25. Proses Pencampuran Ekstrak Dengan CMC 0.5 % ... 60

Gambar 26. CMC 0.5 % dan Suspensi Ekstrak Dalam Labu Ukur ... 60

Gambar 27. Suspensi Ekstrak Dalam Botol Vial ... 60

Gambar 28. Kelompok Tikus Sprague Dawley ... 64

Gambar 29. Proses Penyondean Tikus ... 64

Gambar 30. Proses Pembedahan Tikus ... 64

Gambar 31. Epididimis ... 64

Gambar 32. Testis Tikus ... 65

Gambar 33. Spermatozoa Yang Telah Diencerkan Larutan George ... 65

Gambar 34. Proses Homogenisasi Spermatozoa Dengan Vortex... 65

Gambar 35. Kamar Hitung Hemasitometer... 65

Gambar 36. Preparat Testis ... 66

Gambar 37. Proses Penghitungan Spermatozoa ... 66

Gambar 38. Proses Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ... 66

Gambar 39. Kontrol Stage II Perbesaran 400... 108

Gambar 40. Kontrol StageVII Perbesaran 400 ... 108

Gambar 41. Kontrol Stage XII Perbesaran 400 ... 108

Gambar 42. Stage II Perlakuan Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis 350 mg/kg BB ... 109

Gambar 43. Stage VII Perlakuan Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis 350 mg/kg BB ... 109

Gambar 44. Stage XII Perlakuan Ekstrak Metanol Kulit Buah Manggis 350 mg/kg BB ... 109 Gambar 45. Stage II Perlakuan Ekstrak Metanol


(18)

Kulit Buah Manggis 700 mg/kg BB ... 110 Gambar 46. Stage VII Perlakuan Ekstrak Metanol

Kulit Buah Manggis 700 mg/kg BB ... 110 Gambar 47. Stage XII Perlakuan Ekstrak Metanol

Kulit Buah Manggis 700 mg/kg BB ... 110 Gambar 48. Stage II Perlakuan Ekstrak Metanol

Kulit Buah Manggis 1400 mg/kg BB ... 111 Gambar 49. Stage VII Perlakuan Ekstrak Metanol

Kulit Buah Manggis 1400 mg/kg BB ... 111 Gambar 50. Stage XII Perlakuan Ekstrak Metanol


(19)

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Pengenceran Yang Dilakukan Dan Kotak Yang Dihitung ... 27

Tabel 2. Cara Pengenceran ... 27

Tabel 3. Hasil Uji Penapisan Fitokimia ... 31

Tabel 4. Hasil Uji Parameter Spesifik Dan Non Spesifik ... 31

Tabel 5. Rata-Rata Pengukuran Bobot Testis ... 34

Tabel 6. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ... 36

Tabel 7. Hasil Perhitungan Rata-Rata Diameter Tubulus Seminiferus ... 37

Tabel 8. Hasil Perhitungan Rata-Rata Jumlah Sel Spermatosit Per Sel Sertoli Stage II, VII dan XII ... 38

Tabel 9. Rata-Rata Jumlah Spermatosit Pakiten ... 39

Tabel 10. Rata-Rata Jumlah Sel Sertoli ... 40

Tabel 11. Perbandingan Luas Permukaan Hewan Percobaan Untuk Konversi Dosis... 61

Tabel 12. Volume Administrasi Obat ... 61

Tabel 13. Data Berat Badan Tikus Kelompok Kontrol... 67

Tabel 14. Data Berat Badan Tikus Kelompok Perlakuan Ekstrak Metanol Kulit Manggis (350 mg/kg BB) ... 69

Tabel 15. Data Berat Badan Tikus Kelompok Perlakuan Ekstrak Metanol Kulit Manggis (700 mg/kg BB) ... 71

Tabel 16. Data Berat Badan Tikus Kelompok Perlakuan Ekstrak Metanol Kulit Manggis (1400 mg/kg BB) ... 74

Tabel 17. Rata-Rata Berat Badan Tikus ... 76


(20)

Tabel 19. Data Konsentrasi Spermatozoa ... 78

Tabel 20. Hasil Uji Normalitas Data Berat Badan Tikus ... 79

Tabel 21. Hasil Uji Homogenitas Data Berat Badan Tikus ... 80

Tabel 22. Hasil Uji ANOVA Data Berat Badan Tikus ... 81

Tabel 23. Hasil Uji BNT Data Berat Badan Tikus ... 82

Tabel 24. Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus ... 83

Tabel 25. Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus ... 84

Tabel 26. Hasil Uji Anova Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus ... 85

Tabel 27. Hasil Uji BNT Data Konsentrasi Spermatozoa Tikus ... 86

Tabel 28. Hasil Uji Normalitas Data Bobot Testis Tikus ... 87

Tabel 29. Hasil Uji Homogenitas Data Bobot Testis Tikus ... 88

Tabel 30. Hasil Uji Kruskal -Wallis Data Bobot Testis Tikus ... 89

Tabel 31. Hasil Uji BNT Data Bobot Testis Tikus ... 90

Tabel 32. Hasil Uji Normalitas Data Diameter Tubulus Seminiferus Tikus ... 91

Tabel 33. Hasil Uji Kruskal-Wallis Data Diameter Tubulus Seminiferus Tikus 92 Tabel 34. Hasil Uji BNT Data Diameter Tubulus Seminiferus Tikus ... 93

Tabel 35. Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Pakiten Per Sel Sertoli Tikus ... 96

Tabel 36. Hasil Uji Homogenitas Data Jumlah Pakiten Per Sel Sertoli Tikus... 97

Tabel 37. Hasil Uji Kruskal-Wallis Data Jumlah Pakiten Per Sel Sertoli Tikus ... 98

Tabel 38. Hasil Uji BNT Data Jumlah Pakiten Per Sel Sertoli Tikus ... 99

Tabel 39. Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Spermatosit Pakiten Tikus ... 100

Tabel 40. Hasil Uji Homogenitas Data Jumlah Spermatosit Pakiten Tikus ... 101

Tabel 41. Hasil Uji Kruskal-Wallis Data Jumlah Spermatosit Pakiten Tikus .... 102

Tabel 42. Hasil Uji BNT Data Jumlah Spermatosit Spermatosit Pakiten Tikus ... 103


(21)

xx

Tabel 43. Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Sel Sertoli Tikus ... 104

Tabel 44. Hasil Uji Homogenitas Data Jumlah Sel Sertoli Tikus ... 105

Tabel 45. Hasil Uji Kruskal-Wallis Data Jumlah Sel Sertoli Tikus ... 106


(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Surat Determinasi Buah Manggis (Garcinia mangostana L.)

dari LIPI ... 56 Lampiran 2. Hasil Penapisan Fitokimia ... 57 Lampiran 3. Proses Pembuatan Suspensi Ekstrak Metanol Kulit Manggis ... 58 Lampiran 4. Perhitungan Dosis ... 59 Lampiran 5. Perlakuan Pada Tikus Sprague Dawley ... 64 Lampiran 6. Data Berat Badan Tikus Dan Jumlah Ekstrak yang diberikan ... 67 Lampiran 7. Data Bobot Testis ... 77 Lampiran 8. Data Konsentrasi Spermatozoa ... 78 Lampiran 9. Hasil Uji Normalitas Data Berat Badan Tikus ... 79 Lampiran 10. Hasil Uji Homogenitas Data Berat Badan Tikus ... 80 Lampiran 11. Hasil Uji ANOVA Data Berat Badan Tikus ... 81 Lampiran 12. Hasil Uji BNT Data Berat Badan Tikus ... 82 Lampiran 13. Hasil Uji Normalitas Data Konsentrasi Spermatozoa ... 83 Lampiran 14. Hasil Uji Homogenitas Data Konsentrasi Spermatozoa ... 84 Lampiran 15. Hasil Uji ANOVA Data Konsentrasi Spermatozoa ... 85 Lampiran 16. Hasil Uji BNT Konsentrasi Spermatozoa... 86 Lampiran 17. Hasil Uji Normalitas Data Bobot Testis ... 87 Lampiran 18. Hasil Uji Homogenitas Data Bobot Testis ... 88 Lampiran 19. Hasil Uji Kruskal-Wallis Data Bobot Testis... 89 Lampiran 20. Hasil Uji BNT Data Bobot Testis ... 90 Lampiran 21. Hasil Uji Normalitas Data Diameter Tubulus Seminiferus ... 91 Lampiran 22. Hasil Uji Kruskal-Wallis Data Diameter Tubulus Seminiferus ... 92 Lampiran 23. Hasil Uji BNT Data Diameter Tubulus Seminiferus ... 93


(23)

xxii

Lampiran 24. Data Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten

Terhadap Jumlah Sel Sertoli ... 94 Lampiran 25. Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Spermatosit Pakiten

Per Sel Sertoli ... 96 Lampiran 26. Hasil Uji Homogenitas Data Jumlah Spermatosit Pakiten

Per Sel Sertoli ... 97 Lampiran 27. Hasil Uji Kruskal-Wallis Data Jumlah Spermatosit Pakiten

Per Sel Sertoli ... 98 Lampiran 28. Hasil Uji BNT Data Jumlah Spermatosit Pakiten

Per Sel Sertoli ... 99 Lampiran 29. Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Spermatosit Pakiten ... 100 Lampiran 30. Hasil Uji Homogenitas Data Jumlah Spermatosit Pakiten ... 101 Lampiran 31. Hasil Uji Kruskal-Wallis Data Jumlah Spermatosit Pakiten ... 102 Lampiran 32. Hasil Uji BNT Data Jumlah Spermatosit Pakiten ... 103 Lampiran 33. Hasil Uji Normalitas Data Jumlah Sel Sertoli ... 104 Lampiran 34. Hasil Uji Homogenitas Data Jumlah Sel Sertoli ... 105 Lampiran 35. Hasil Uji Kruskal-Wallis Data Jumlah Sel Sertoli ... 106 Lampiran 36. Hasil Uji BNT Data Jumlah Sel Sertoli... 107 Lampiran 37. Gambaran Histologi Diameter Tubulus Seminiferus

Tikus Kelompok Kontrol ... 108 Lampiran 38. Gambaran Histologi Diameter Tubulus Seminiferus

Tikus Kelompok Dosis Rendah ... 109 Lampiran 39. Gambaran Histologi Diameter Tubulus Seminiferus

Tikus Kelompok Dosis Sedang ... 110 Lampiran 40. Gambaran Histologi Diameter Tubulus Seminiferus


(24)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk terbesar nomor empat di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat. Pada tahun 2010 jumlah penduduk Indonesia mencapai 237 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk mencapai 1.49 % setiap tahunnya (BPS, 2010). Dampak negatif yang terjadi akibat padatnya penduduk, yaitu meningkatnya kemiskinan di Indonesia karena biaya hidup yang semakin besar dan lapangan pekerjaan yang semakin sempit sehingga terjadinya resiko kekurangan gizi dan turunnya kualitas pendidikan di Indonesia (Anggraini dan Martini, 2012). Salah satu usaha pemerintah untuk mengendalikan jumlah penduduk di Indonesia, yaitu dengan adanya program KB yang berorientasi pada kesetaraan gender (Ekarini, 2008).

Meskipun pemerintah telah mulai menjalankan pembangunan yang berorientasi pada kesetaraan gender, namun masalah utama yang dihadapi saat ini adalah rendahnya partisipasi pria dalam program KB (BKKBN, 2001). Kurangnya partisipasi pria dalam pelaksanaan keluarga berencana dapat disebabkan karena kondisi lingkungan yang menganggap partisipasi pria belum atau tidak penting dilakukan, pengetahuan dan kesadaran pria dalam ber-KB masih rendah, kurangnya sarana kontrasepsi dan adanya anggapan yang salah tentang penggunaan kontrasepsi merupakan tanggung jawab perempuan (BKKBN, 2004).

Kontrasepsi pria yang paling umum digunakan adalah kondom dan vasektomi. Namun di Indonesia penggunaan kondom dan vasektomi oleh pria masih sangat rendah. Menurut survey demografi dan kesehatan Indonesia tahun 2002-2003, penggunaan kontrasepsi kondom 0.9 % dan vasektomi 0.4 % total partisipasi suami sebagai peserta KB hanya 1.3 % (BKKBN, 2007). Agar lebih mendorong kaum pria untuk berperan aktif dalam mengikuti program KB, maka sangatlah tepat untuk lebih banyak menyediakan sarana kontrasepsi untuk kaum pria, sehingga kaum pria


(25)

mempunyai alternatif sesuai dengan pilihannya (Rusmiati, 2007). Oleh karena itu pemanfaatan tanaman masih merupakan prioritas utama mengingat bahan obat –obatan yang berasal dari tumbuhan mempunyai keuntungan, yaitu toksisitasnya rendah, mudah diproleh, murah dan kurang menimbulkan efek samping (Nurhuda dkk. 1995).

Indonesia menempati peringkat kedua setelah Brazil dalam hal keanekaragaman hayati. Beberapa tanaman telah dilakukan penelitian eksperimental untuk digunakan sebagai kontrasepsi, seperti beluntas (Pluchea indica L.), pare (Momordica charantia L.) dan manggis (Garcinia mangostana L.) (Winarno, 1997).

Kulit buah manggis telah dilakukan penelitian mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid atau triterpenoid dan glikosida (Ardiani, 2012). Dari hasil penelitian (Susetyarini, 2009) dilaporkan bahwa senyawa-senyawa seperti alkaloid, flavonoid dan tanin dapat mempengaruhi fertilitas tikus jantan. Mekanisme dari senyawa metabolit sekunder tersebut, yaitu dengan cara: menggumpalkan semen (tanin), menekan sekresi hormon reproduksi yang diperlukan untuk berlangsungnya spermatogenesis (alkaloid) dan menghambat enzim aromatase, yaitu enzim yang mengkatalis konversi androgen menjadi estrogen yang akan meningkatkan produksi hormon testosteron (flavonoid) (Winarno, 1997).

Secara empiris daun manggis digunakan oleh masyarakat dibeberapa daerah sebagai kontrasepsi tradisional (Winarno, 1997). Penelitian yang dilakukan oleh Adnan (1992) menunjukan bahwa senyawa mangostin dalam kulit buah manggis bersifat estrogenik, dapat mengganggu kehamilan bila diberikan pada periode praimplantasi dan pasca implantasi, serta mengganggu laktasi pada mencit Swiss Webster betina. Penelitian dilakukan oleh Akbar (2004) menunjukan bahwa manggis mampu menurunkan fertilitas tikus putih (Rattus norvegicus) betina. Penelitian yang dilakukan Palupi (2008) bahwa ekstrak metanol kulit buah manggis peroral dapat menghambat pertumbuhan folikel de Graaf pada ovarium mencit. Suatu substansi tanaman yang dapat


(26)

3

menunjukan aktifitasnya sebagai antifertilitas pada hewan betina, umumnya berkaitan dengan gangguan sistem hormon reproduksi, organ-organ hipotalamus, organ-organ hipofisis anterior dan ovarium. Hal yang sama akan terjadi pada hewan jantan, karena baik fungsi maupun sistem hormon kedua makhluk ini hampir sama (Amir, 1992).

Hingga saat ini belum ada penelitian yang membuktikan bahwa kulit buah manggis dapat mempengaruhi fertilitas pada hewan jantan. Hal ini yang melatarbelakangi peneliti untuk melakukan uji antifertilitas kulit buah manggis pada hewan jantan, yang akan peneliti coba tuangkan kedalam suatu penelitian yang berjudul “Uji Antifertilitas Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Pada Tikus Putih Jantan Strain Sprague DawleySecara in vivo

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas didapatkan rumusan masalah sebagai berikut :

 Apakah pemberian ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat mempengaruhi bobot testis dan konsentrasi spermatozoa pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.

 Apakah pemberian ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat mempengaruhi diameter tubulus seminiferus dan tahapan spermatogenesis

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian Uji Antifertilitas Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo, bertujuan untuk:

 Menguji aktivitas ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap bobot testis dan konsentrasi spermatozoa pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.


(27)

 Menguji aktivitas ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap diameter tubulus seminiferus dan tahapan spermatogenesis pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.

1.4 Hipotesis

Hipotesis dari Penelitian Uji Antifertilitas Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Pada Tikus Putih Jantan Galur Sprague Dawley Secara in vivo, adalah :

 Ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat menurunkan bobot testis dan konsentrasi spermatozoa pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.

 Ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat menurunkan diameter tubulus seminiferus dan mengganggu tahapan spermatogenesis pada tikus putih jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Hasil penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi dalam pelaksanaan program keluarga berencana (KB), karena kaum pria juga ikut serta dalam pelaksanaan keluarga berencana (KB) sehingga pelaksanaan keluarga berencana menjadi lebih optimal.

2. Hasil penelitian ini diharapkan menjadi referensi untuk mahasiswa farmasi yang ingin melakukan penelitian tentang aktivitas antifertilitas dari tanaman lain atau bahan lain yang mempunyai aktivitas farmakologi sebagai antifertilitas.


(28)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga Berencana (KB) 2.1.1 Definisi Keluarga Berencana

Keluarga Berencana merupakan upaya peningkatan kepedulian masyarakat dalam mewujudkan keluarga kecil yang bahagia dan sejahtera (Undang-undang No. 10/1992). Keluarga berencana (Family Planning, Planned Parenthood) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi (Anggraini dan Martini, 2012).

Definisi keluarga berencana menurut WHO (World Health Organisations) adalah tindakan yang membantu individu atau pasangan suami istri untuk :

 Mendapatkan objektif-objektif tertentu.  Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan.  Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan.  Mengatur interval diantara kehamilan.

 Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami isteri.

 Menentukan jumlah anak dalam keluarga. 2.1.2 Macam-Macam Metode Kontrasepsi (Hartanto, 2010)

Metode kontrasepsi secara garis besar dibagi menjadi 2 bagian, yaitu metode sederhana dan metode modern.

A. Metode Kontrasepsi Sederhana 1. Tanpa Alat (KB Alamiah) Pada Wanita :

 Metode Kalender.

 Metode Suhu Badan Basal.  Metode Lendir Serviks.  Metode Simpto-Termal.


(29)

Pada Pria :

 Coitus interruptus 2. Dengan Alat

a. Mekanis (Barrier) Pada Wanita :

 Diafragma.  Kap Serviks.  Spons.

 Kondom Wanita. Pada Pria :

 Kondom. b. Kimiawi

Pada Wanita :

 Spermisid (Vaginal cream, vaginal foam, vaginal jelly, vaginal suppositoria, vaginal tablet, vaginal solube film). B. Kontrasepsi Modern

1. Kontrasepsi Hormonal Pada Wanita :

 Per-oral yaitu pil oral, mini pil, morning after pill.  Injeksi yaitu DMPA, NET-EN, Microspheres).  Implant dibagi menjadi 2 golongan yaitu:

 implant non-biodegradable (Norplant, Norplant, ST-1435, Implanon).

 Implant biodegrable (capronor, pellets).

2. Intra Uterine Devices (IUD, AKDR) hanya untuk wanita. 3. Kontrasepsi mantap

Pada Wanita :

 Penyinaran (radiasi sinar-X, radium, cobalt dan lain-lain).  Operatif (tubektomi).


(30)

7

Pada Pria :

 Operatif (vasektomi).  Penyumbatan vas deferens.

2.2 Sistem Reproduksi Pria

2.2.1 Ruang Lingkup Sistem Reproduksi Pria

Sistem reproduksi merupakan sistem yang memungkinkan manusia untuk berkembang biak, sistem reproduksi manusia terdiri atas sistem reproduksi pria dan sistem reproduksi wanita (Heffner dan Schust, 2006). Menurut Irianto (2010) ruang lingkup sistem reproduksi pada pria terdiri dari :

 Organ-organ reproduksi pria  Hormon reproduksi

 Spermatogenesis 2.2.2 Organ Reproduksi Pria

Sistem reproduksi pria terdiri dari 2 bagian, yaitu bagian luar dan bagian dalam. Dimana bagian luar terdiri dari penis dan skrotum (Heffner dan Schust, 2006). Sedangkan bagian dalam terdiri atas testis, saluran pengeluaran dan kelenjar asesoris (Irianto, 2010).

A. Organ Reproduksi Bagian Luar

Organ reproduksi bagian luar terdiri dari penis dan skrotum. Secara garis besar penis mempunyai 3 bagian yaitu akar, badan dan glans penis. Fungsi dari penis adalah penetrasi pada vagina wanita yang memungkinkan terjadinya deposisi semen dekat serviks uterus (Heffner dan Scust, 2006). Skrotum adalah kantung yang membungkus testis atau buah zakar. Fungsi dari skrotum adalah menjaga suhu testis agar tetap optimal yaitu dibawah suhu tubuh (Turman dan Rich, 2010).

B. Organ Reproduksi Bagian Dalam

Organ reproduksi dalam terdiri atas testis, saluran pengeluaran dan kelenjar asesoris. Saluran pengeluaran terdiri dari epididimis, vas


(31)

deferens, saluran ejakulasi dan uretra sedangkan kelenjar asesoris terdiri dari vesikula seminalis, kelenjar prostat dan kelenjar cowper (Irianto, 2010).

Testis merupakan sepasang sturuktur berbentuk oval, agak gepeng, dengan panjang sekitar 4 cm dan diameter sekitar 2,5 cm. Bersama epididimis, testis berada didalam skrotum yang merupakan sebuah kantung ekstraabdomen tepat di bawah penis. Testis memiliki 2 fungsi, yaitu sebagai tempat spermatogenesis dan produksi androgen (Heffner dan Schust, 2006).

Epididimis merupakan struktur yang berbentuk koma yang menahan batas posterolateral testis (Heffner dan Schust, 2006). Epididimis mempunyai 4 fungsi utama yaitu transportasi spermatozoa, tempat pematangan spermatozoa, tempat penyimpanan sperma dan melindungi spermatozoa (Neill et al, 2006).

Vas deferens merupakan lanjutan langsung dari epididimis yang mempunyai panjang 45 cm yang berawal dari ujung bawah epididimis kemudian naik disepanjang aspek posterior testis dalam bentuk gulungan-gulungan bebas. Setelah meninggalkan bagian belakang testis, vas deferens melewati korda spermatika menuju abdomen. Setelah masuk ke dalam abdomen, vas deferens melengkung ke arah medial menyilang arteri ilika eksterna menuju pelvis. Dari sana, vas deferens menyilang saraf dan pembuluh darah obturator dan pembuluh vesikular. Vas deferens kemudian menyilang ureter untuk menuju vesikula seminalis. Vas Deferens berfungsi mengalirkan sperma (Heffner dan Schust, 2006).

Vesikula seminalis merupakan sepasang struktur berongga dan berkantung-kantung pada dasar kandung kemih di depan rectum. Vesikula seminalis berfungsi memproduksi kurang lebih 50-60% dari total cairan semen. Komponen penting pada semen yang berasal dari vesikula seminalis adalah fruktosa dan prostaglandin (Heffner dan Schust, 2006).

Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang terbagi atas 4 lobus, yaitu lobus posterior, lobus lateral,


(32)

9

lobus anterior dan lobus medial. Fungsi dari kelenjar prostat adalah menambah cairan alkalis pada cairan seminalis yang berguna untuk menlindungi spermatozoa terhadap sifat asam yang terdapat pada uretra dan vagina (Heffner dan Schust, 2006).

Kelenjar cowper (kelenjar bulbouteral) merupakan kelenjar yang salurannya langsung menuju uretra. Fungsi kelenjar cowper yaitu menghasilkan getah yang bersifat alkali (basa).

Gambar 1. Anatomi Sistem Reproduksi Pria Sumber : Irianto, 2010

2.2.3 Hormon Reproduksi Pria

Hormon adalah substansi kimia yang dibuat oleh tubuh yang mengontrol berbagai fungsi tubuh (Sendel, 2011). Berikut ini adalah hormon yang berperan pada sistem reproduksi pria:

A. Gonadotropin Releasing Hormon (GnRH)

Gonadotropin releasing hormon (GnRH) merupakan hormon yang disekresi oleh hipotalamus (Singh et al, 2010). GnRH berfungsi menstimulasi kelenjar pituitary anterior untuk mensekresi gonadotropin (Philips et al, 1987). Gonadotropin terdiri dari FSH dan LH yang sangat penting dalam proses reproduksi (Mills et al, 2007).

B. Folikel Stimulating Hormon (FSH)

Folikel stimulating hormon (FSH) merupakan hormon yang diproduksi oleh kelenjar pituitary anterior yang berfungsi merangsang


(33)

produksi sperma (Sendel, 2011). FSH akan menstimulasi sel sertoli sehingga spermiasi dapat terjadi (Irianto, 2010).

C. Luteinizing Hormon (LH)

Luteinizing hormon (LH) merupakan hormon yang disekresikan oleh kelenjar pituitary anterior. LH berfungsi menstimulasi sel leydig untuk mengsekresi testosteron (Irianto, 2010).

D. Estrogen

Estrogen dibentuk oleh sel-sel Sertoli ketika distimulasi oleh FSH. Sel-sel sertoli juga juga mensekresi suatu protein pengikat androgen yang mengikat testosteron dan estrogen serta membawa keduanya kedalam cairan pada tubulus seminiferus. Kedua hormon ini tersedia untuk pematangan sperma (Irianto, 2010).

E. Testosteron

Testosteron adalah hormon seks pria yang berfungsi untuk membantu mempertahankan masa tulang dan otot, distribusi lemak, meningkatkan libido dan memproduksi sperma pada pria dewasa (Lo, 2009). Testosteron disekresi oleh sel leydig. Hormon ini penting bagi tahap pembelahan sel germinal untuk membentuk sperma, terutama pembelahan meiosis untuk membentuk spermatosit sekunder (Irianto, 2010).

F. Hormon Pertumbuhan

Hormon pertumbuhan diperlukan untuk mengatur fungsi metabolisme testis. Hormon pertumbuhan secara khusus meningkatkan pembelahan awal pada spermatogenesis (Irianto, 2010).

2.2.4 Spermatogenesis Pada Pria

Spermatogenesis adalah perubahan spermatogonium menjadi spermatozoa selama jangka waktu tertentu yang terjadi di tubulus seminiferus di dalam testis (Cheng, 2008). Proses spermatogenesis dibagi menjadi 3 fase yaitu: A. Perbanyakan spermatogonia melalui pembelahan


(34)

11

mitosis, B. Meiosis yang mengurangi jumlah kromosom dari diploid menjadi haploid dan dimulai dari spermatogonia tipe B yang menduplikasi kromosom menjadi spermatosit primer kemudian Spermatosit primer melakukan pembelahan meiosis pertama menjadi spermatosit sekunder kemudian spermatosit sekunder membelah lagi secara meiosis menjadi spermatid yang bersifat haploid, C. Perubahan spermatid menjadi spermatozoa yang disebut spermiogenesis. Spermiogenesis terdiri dari 4 fase yaitu fase golgi, fase cap, fase akrosom dan fase maturasi (Hess dan Franca, 2008).

2.2.5 Peran Hormon Pada Spermatogenesis

Proses spermatogenesis diatur oleh mekanisme hormonal yang berpusat di hipotalamus dan hipofise. Kelenjar hipotalamus mensekresi GnRH yang akan menstimulasi kelenjar pituitary anterior untuk mensekresi FSH dan LH (Singh, 2010). FSH akan menuju sel sertoli dan merangsang sel sertoli untuk mengsekresi estrogen dan ABP (Androgen Binding Protein), selain itu FSH juga berfungsi merangsang pembentukan sperma secara langsung. ABP berperan untuk memacu spermatogonium untuk melakukan spermatogenesis sedangkan estrogen berperan dalam tahap spermiogenesis (perubahan spermatid menjadi spermatozoa). Sedangkan LH melalui pembuluh darah akan merangsang sel leydig untuk menghasilkan testosteron yang berperan pada tahap pembelahan spermatogonia menjadi spermatosit (Irianto, 2010).

2.3 Hewan Percobaan

2.3.1 Karakteristik Tikus Strain Sprague Dawley

Hewan laboratorium atau hewan percobaan adalah hewan yang sengaja dipelihara dan diternakan untuk digunakan sebagai hewan model guna mempelajari dan mengembangkan berbagai macam bidang ilmu dalam skala penelitian atau pengamatan laboratorik (Hau dan Hoosier Jr., 2003).

Tikus merupakan hewan laboratorium yang banyak digunakan dalam penelitian dan percobaan antara lain mempelajari pengaruh


(35)

obat-obatan, toksisitas, metabolisme, embriologi maupun dalam mempelajari tingkah laku (Malole dan Pramono, 1989).

Pada penelitian ini hewan yang digunakan adalah tikus putih galur Sprague Dawley. Tikus putih galur Sprague Dawley mempunyai ciri-ciri berwarna putih, berkepala kecil, dan ekornya lebih panjang daripada badannya (Malole dan Pramono, 1989). Siklus hidup tikus Sprague Dawley tidak jauh berbeda dengan tikus putih galur lain, yaitu jarang lebih dari 3 tahun. Berat badan pada umur 4 minggu dapat mencapai 35-40 g dan setelah dewasa rata-rata berat tikus antara 200-250 g. Tikus jantan tua dapat mencapai bobot badan 500 g, tetapi tikus betina jarang lebih dari 350 g (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988).

Gambar 2. Tikus Putih Galur Sprague Dawley Sumber : Koleksi pribadi

Kelebihan tikus Sprague Dawley sama seperti tikus putih lainnya dibandingkan dengan tikus liar, yaitu lebih cepat dewasa, tidak memperlihatkan perkawinan musiman, umumnya lebih cepat berkembang biak dan sangat mudah ditangani (Smith dan Mangkoewidjojo, 1988). Rata-rata pemberian pakan pada tikus Sprague Dawley selama periode pertumbuhan dan reproduksi mendekati 15-20 g untuk jantan dan 10-15 g untuk betina (National Research Council, 1978).


(36)

13

2.3.3 Spermatogenesis Pada Tikus Jantan

Spermatogenesis adalah suatu proses pembelahan dan diferensiasi sel sehingga dihasilkan spermatozoa pada testis. Spermatogenesis pada tikus terdiri dari 3 fase, yaitu mitosis, meiosis dan spermiogenesis (Hess dan Franca, 2008). Pada tikus perkembangan spermatogonium, spermatosit atau spermatid saling terintegrasi dan terorganisasi dengan baik pada daerah yang sama dalam tubulus. Siklus epitel seminiferus dengan asosiasi sel yang jelas disebut “stage of the cycle” yang dilambangkan dengan huruf romawi I - XIV dan spermiogenesis dibagi atas 1-19 tahap (Krinke, 2000).

Secara umum spermatogonium dibagi menjadi 3 tipe, yaitu tipe A, Intermediate, dan tipe B. Spermatogonium tipe A dibagi lagi menjadi A0 (yang disebut juga stem sel) dan tipe A1-A4. Spermatogonium tipe A0 terdapat di membran basal pada tubulus seminiferus dan mempunyai kemampuan untuk membelah menjadi 2 sel anak, yang salah satunya menjadi A1 spermatogonium. Pada tikus, A1 spermatogonia kemudian mengalami 6 tahap mitosis dan kemudian menjadi preleptotene spermatosit. Spermatosit kemudian bermeiosis, dimana spematosit berkembang dari leptotene, zygotene dan pakiten untuk menjadi spermatosit sekunder pada komponen adluminal dari sel sertoli pada tubulus seminiferus. Selama fase meiosis, setiap spermatosit membelah menjadi 4 spermatid yang bersifat haploid (Krinke, 2000).

Spermiogenesis terdiri dari 4 fase yaitu fase golgi, fase cap, fase akrosom dan fase maturasi (Hess dan Franca, 2008). Fase golgi (tahap 1-3) terdapat granul akrosom, fase cap (tahap 4-7) adanya head cap pada granul akrosom yang membesar yang menutupi 1/3 bagian nukleus, fase akrosom (8-14) nukleus dan head cap memanjang, sedangkan pada tahap 13 dan 14 nukleusnya menjadi lebih pendek dan sitoplasma terkondensasi di sepanjang ekor serta terlihat ekor memanjang, fase maturasi (15-19) terlihat pada tahap 19 spermatozoa dilepaskan ke arah lumen dan ekor mengarah ke lumen. Pada tikus membutuhkan waktu yang dibutuhkan untuk satu siklus epitel seminiferus adalah 12 hari, jadi


(37)

diperlukan waktu 48 hari untuk menyelesaikan seluruh tahap spermatogenik (Krinke, 2000).

Gambar 3. Tahapan siklus spermatogenesis pada tikus, dimulai dari A, spermatogonium tipe A; In, spermatogonium tipe intermediet; B, spermatogonium tipe B; R, spermatosit primer fase istirahat; L, spermatosit leptoten; Z, spermatosit zigoten; P, spermatosit pakiten P(II), P (VII) dan P (XII); Di, diploten; II, spermatosit sekunder; 1-19, tahapan spermiogenesis. Tabel diatas menunjukan komposisi sel dari tiap tahapan pada siklus epitel seminiferus (I-XIV). Sumber : Krinke, 2000


(38)

15

2.4 Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) 2.4.1 Taksonomi

Gambar 4. Buah Manggis Sumber : koleksi pribadi

Taksonomi Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah sebagai berikut (Jones dan Luchsinger, 1987) :

Dunia : Plantae

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Subkelas : Dilleniidae Bangsa : Theales Suku : Clusiaceae Marga : Garcinia

Jenis : Garcinia mangostana L.

2.3.2 Morfologi

Manggis (Garcinia mangostana L.) termasuk marga Garcinia. Jenis-jenis utama kelompok marga Garcinia antara lain G. atroviridis. G. dulcis dan G. xanthochymus. Garcinia mangostana merupakan pohon berbuah, memiliki tinggi sampai 25 meter dan memiliki besar batang 45 cm. Pohon ini mengeluarkan getah berwarna kuning dari batang, lembaran daun berbentuk lonjong atau jorong berukuran (15-25) cm × (7-13) cm, bunga menyendiri atau berpasangan. Buah berbentuk bola tertekan, garis tengah 3,5-7 cm, ungu tua, dengan kelopak tetap, dinding buah tebal dan berdaging (arilus). Biji1-3, diselimuti oleh selaput biji


(39)

yang tebal dan berair, berwarna putih (arilus) (juga ada biji yang gagal tumbuh sempurna). Buah masak pada awal musim hujan yaitu pada bulan Juni hingga Januari (Heyne, 1987; Steenis, 1987).

2.4.3 Ekologi dan Penyebaran

Manggis termasuk salah satu jenis tumbuhan tahunan yang hidup dihutan tropis teduh dikawasan asia tenggara dapat ditemukan di kawasan Asia Tenggara seperti Indonesia, Malaysia, Filipina dan Thailand (Hasanah, 2012). Dari Asia Tenggara tanaman Manggis menyebar sampai ke daerah Amerika Tengah dan daerah tropis lainnya seperti Filipina, Papua New Guinea, Kamboja, Madagaskar, Honduras, Brazil dan Australia Utara (Prihatman, 2000; ICUC, 2003). Pertumbuhan buahnya di Indonesia, Malaysia, Filipina, Thailand dan Vietnam terjadi pada bulan Mei hingga Januari, sedangkan di Australia pada bulan November hingga April (Osman dan Milan, 2006).

2.4.4 Kandungan Kimia

Buah manggis banyak mengandung serat dan karbohidrat, serta mengandung banyak sekali vitamin A, B2, B6 dan vitamin C dan mengandung berbagai mineral seperti zat besi, kalsium, dan kalium. Kandungan stilbenes pada buah manggis juga dapat bermanfaat sebagai antifungi. Kandungan yang terdapat pada daging buah manggis antara lain gula sakarosa, dekstrosa dan levulosa (Yunitasari, 2011).

Kulit buah manggis mengandung air 62,05%, lemak 0,63%, protein 0,71%, total gula 1,17%, dan karbohidrat 35,61%. Berbagai penelitian menunjukan kulit buah manggis kaya akan antioksidan, terutama antosianin, xanthone, tanin dan asam fenolat (Yunitasari, 2011). Ekstrak etanol kulit manggis mengandung alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid atau triterpenoid dan glikosida (Ardiani, 2012).

2.4.5 Khasiat dan Kegunaan

Xanton polioksigenasi termasuk mangostin dan gartanin memberikan aktivitas sebagai antibakteri. Mangostin, komponen utama


(40)

17

pada kulit manggis dapat menghambat fungi Trichophyton mentagrophytes, Microsporum gypseum dan Epidermophyton floccosum, tetapi tidak memberi efek pada Candida albican (Gopalakrishnan et al., 1997). Mangostin juga dapat digunakan sebagai antiinflamasi dan antiulserasi, menurunkan tekanan darah, efek kardiotonik, antimikroba dan antihepatotoksik dan xanton dapat menghambat terjadinya artritis pada tikus sebagai model (Osman dan Milan, 2006).

2.5 Ekstraksi

2.5.1 Definisi Ekstraksi

Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak larut dengan pelarut cair. Ragam ekstraksi tergantung pada jenis dan kandungan senyawa yang diisolasi. Ekstraksi dapat dilakukan dengan pelarut organik terhadap bahan segar atau bahan kering. Pada prinsipnya senyawa polar diekstraksi dengan pelarut polar, sedangkan senyawa non polar diekstraksi dengan pelarut non polar. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia menurut cara yang cocok, diluar pengaruh cahaya matahari langsung (Depkes RI, 2000).

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Depkes RI, 1995).

2.5.2 Metode Ekstraksi (Depkes, 2000)

Metode ekstraksi secara garis besar dibagi menjadi 2 yaitu cara panas dan cara dingin

.

A. Cara dingin, yaitu: 1. Maserasi

Adalah pengekstrakan simplisia menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada suhu kamar. Prinsip dasarnya


(41)

pencapaian konsentrasi pada keseimbangan yang secara teknologi termasuk ekstraksi.

2. Perkolasi

Adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.

B. Cara panas, yaitu: 1. Refluks

Adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendinginan baik.

2. Soxhlet

Adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru, umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan pendinginan baik

3. Digesti

Adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

4. Infusa

Adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana infus tercelup dalan penangas air mendidih), temperatur terukur 96o-98oC selama waktu tertentu (15-20 menit).


(42)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium PNA (Pharmacy Natural Product), PBB (Pharmacy Bioavailabilty and Bioequivalensi), PMC (Pharmacy Medicinal Chemistry), PDR (Phamacy Drugs and Research Development) dan Animal House di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, waktu pelaksanaan penelitian 5 bulan dan dimulai pada bulan Oktober 2012 sampai dengan Febuari 2013.

3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah blender (Philips), beaker glass (Schott Duran), gelas ukur (Schott Duran), corong (Schott Duran), erlenmeyer (Schott Duran), pipet tetes, batang pengaduk, kertas saring, timbangan hewan, timbangan analitik, rotary evaporator (Eyela), sonde, botol gelap, botol vial, spatula, alat bedah minor, hemasitometer (Nesco), mikroskop (motic).

3.2.2 Bahan Penelitian

A. Hewan Uji

Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus jantan strain Sprague Dawley yang terbukti fertil setelah dikawinkan dengan tikus betina. Berat badan tikus antara 200-250 gram dan usia 2-3 bulan yang diperoleh dari FKH (Fakultas Kedokteran Hewan) Institut Pertanian Bogor.

B. Bahan uji

Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) yang buahnya berasal dari Wanayasa, Purwakarta, Jawa Barat. Buah manggis yang digunakan untuk penelitian


(43)

ini adalah buah manggis usia 108 hari sejak bunga mekar (SBM) dengan diameter 55-60 mm.

C. Bahan Kimia

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah NaCl fisiologis, CMC (Carboxy Methyl Cellulose), alkohol 70%, 80% dan 95%, metanol teknis, amoniak 1%, larutan HCl, kloroform, pereaksi Dragendroff, pereaksi Mayer, serbuk Mg, amil alkohol, larutan NaOH, FeCl3, eter, larutan hematoksilin, larutan Beouin (asam pikrat, formaldehid, 4%, asam asetat), larutan xilol, larutan Eosin, Larutan George, paraffin.

3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Identifikasi Manggis

Dilakukan determinasi terhadap organ daun dari tumbuhan tempat manggis (Garcinia mangostana L.) dipetik. Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense LIPI-Cibinong.

3.3.2 Pembuatan Serbuk Simplisia

Sebanyak 10 kg buah manggis dicuci dan dibersihkan dari pengotor. Kemudian buah manggis dipotong menjadi dua bagian dan dipisahkan dari daging buahnya. Setelah itu diambil kulit pada bagian pericarpnya dengan menggunakan sendok, setelah itu pericarp dikeringkan dengan cara dikering-anginkan di dalam ruangan hingga kering, setelah kering pericarp dari kulit manggis tersebut dihaluskan hingga menjadi serbuk dengan menggunakan blender.

3.3.3 Pembuatan Ekstrak Kulit Manggis

Metode ekstraksi yang digunakan pada penelitian ini adalah metode maserasi, dimana 750 mg serbuk kulit buah manggis dimasukan kedalam 3 botol gelap, masing-masing botol terdiri dari 250 gram serbuk manggis dan kemudian sampel di setiap botol direndam dengan pelarut metanol sebanyak 700 mL selama 3 hari. Maserat kemudian disaring dengan kertas saring dan diuapkan dengan menggunakan rotary


(44)

21

evaporator pada suhu 45 oC. Maserasi dilakukan sebanyak 4 kali pengulangan. Pada tahap pengulangan maserasi pelarut metanol yang digunakan sebanyak 300 mL untuk setiap botol.

3.3.4 Uji Penapisan Fitokimia (Farnsworth, 1966)

Penapisan fitokimia dilakukan pada ekstrak kental untuk mengetahui kandungan apa saja yang terdapat dalam ekstrak.

A. Identifikasi Golongan Alkaloid

Sebanyak 2 gram sampel ditambahkan dengan 5 mL ammonia 25%, digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 mL etil asetat dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut disaring dengan kertas saring. Filtrat berupa larutan organik diambil (sebagai larutan A), sebagian dari larutan A (10 mL) diekstraksi dengan 10 mL larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil larutan bagian atasnya (larutan B). Larutan A diteteskan beberapa tetes pada kertas saring dan ditetesi dengan pereaksi Dragendorff. Jika terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid dalam sampel.

Larutan B dibagi dalam dua tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendorff dan Mayer. Jika terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi Dragendorff dan endapan putih dengan pereaksi Mayer maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan alkaloid. B. Identifikasi Golongan Flavonoid

Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan 50 mL air panas, dididihkan selama 5 menit, disaring dengan kertas saring, diperoleh filtrat yang akan digunakan sebagai larutan percobaan. Ke dalam 5 mL larutan percobaan (dalam tabung reaksi) ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium secukupnya dan 1 mL HCl pekat, serta 5 mL butanol, dikocok dengan kuat lalu dibiarkan hingga memisah. Jika terbentuk warna pada lapisan butanol (lapisan atas) maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan flavonoid.


(45)

C. Identifikasi Golongan Saponin

Sebanyak 10 ml larutan percobaan yang diperoleh dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dikocok secara vertikal selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Jika dalam tabung reaksi terbentuk busa yang stabil dan jika ditambahkan 1 tetes HCl 1% busa tetap stabil maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan saponin.

D. Identifikasi Golongan Steroid dan Triterpenoid

Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan dengan 20 mL eter, dibiarkan selama 2 jam dalam wadah dengan penutup rapat lalu disaring dan diambil filtratnya. 5 mL dari filtrat tersebut diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu/sisa. Ke dalam residu ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Libermann-Burchard). Jika terbentuk warna hijau atau merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan steroid dan triterpenoid dalam simplisia tersebut.

E. Identifikasi Golongan Tanin

Sebanyak 1 gram sampel ditambahkan 100 mL air, dididihkan selama 15 menit lalu didinginkan dan disaring dengan kertas saring, filtrat yang diperoleh dibagi menjadi dua bagian. Ke dalam filtrat pertama ditambahkan 10 mL larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru

tua atau hijau kehitaman maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan tanin.

Ke dalam filtrat yang kedua ditambahkan 15 mL pereaksi Stiasny (formaldehid 30% : HCl pekat = 2 : 1), lalu dipanaskan di atas penangas air sambil digoyang-goyangkan. Jika terbentuk endapan warna merah muda menunjukkan adanya tanin katekuat. Selanjutnya endapan disaring, filtrat dijenuhkan dengan serbuk natrium asetat, ditambahkan beberapa tetes larutan FeCl3 1%, jika terbentuk warna biru tinta maka


(46)

23

F. Identifikasi Golongan Kuinon

Diambil 5 mL larutan percobaan dari percobaan b (identifikasi golongan flavonoid), lalu dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan beberapa tetes larutan NaOH 1 N. Jika terbentuk warna merah maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan kuinon. G. Identifikasi Golongan Minyak Atsiri

Sejumlah 2 gram sampel dalam tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 mL pelarut petroleum eter dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu dilarutkan dengan pelarut alkohol sebanyak 5 mL lalu disaring dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dalam cawan penguap, jika residu berbau aromatik/menyenangkan maka hal itu menunjukkan adanya senyawa golongan minyak atsiri.

H. Identifikasi Golongan Kumarin

Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi (volume 20 ml), ditambahkan 10 mL pelarut kloroform dan dipasang corong (yang diberi lapisan kapas yang telah dibasahi dengan air) pada mulut tabung, dipanaskan selama 10 menit di atas penangas air dan didinginkan lalu disaring dengan kertas saring. Filtrat yang diperoleh diuapkan dalam cawan penguap hingga diperoleh residu. Residu ditambahkan air panas sebanyak 10 mL lalu didinginkan. Larutan tersebut dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 0,5 mL larutan ammonia (NH4OH) 10 %. Lalu diamati dibawah sinar lampu

ultraviolet pada panjang gelombang 365 nm. Jika terjadi flouresensi warna biru atau hijau maka hal tersebut menunjukan adanya golongan kumarin


(47)

3.3.5 Uji Parameter Spesifik (Depkes RI, 2000)

A. Parameter Identitas Ekstrak

Deskripsi tata nama yaitu nama ekstrak (generik, dagang, paten), nama latin tumbuhan (sistematika botani), bagian tumbuhan yang digunakan.

B. Parameter Organoleptis Ekstrak

Pengujian organoleptis ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dilakukan dengan menggunakan panca indera mendeskripsikan bentuk, warna, bau, dan rasa.

3.3.6 Uji Parameter Non Spesifik (Depkes RI, 2000)

A. Uji Kadar Abu

Sejumlah zat kurang lebih 2 gram sampai 3 gram ekstrak ditimbang dan dimasukan kurs yang telah dipijarkan dan ditara. Kemudian dimasukan kedalam tanur dan dipijarkan hingga bobot tetap. Sampel diangkat, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas lalu saring dengan kertas saring bebas abu. Residu dan kertas saring dalam kurs, diuapkan dan dipijarkan hingga bobot tetap, lalu ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

% Kadar Abu = 1− x 100% Keterangan :

A= berat ekstrak + wadah awal (gram) B= berat ekstrak + wadah akhir (gram) C= berat ekstrak (gram)

B. Uji Susut Pengeringan

Kurang lebih 1–2 gram ekstrak dimasukkan dan ditimbang seksama dalam wadah yang telah ditara. Ekstrak dikeringkan pada suhu


(48)

25

105oC selama 30 menit dan ditimbang. Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol, hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. Kemudian dimasukan ke dalam oven, dibuka tutupnya, dikeringkan pada suhu105ºC hingga bobot tetap. Botol dalam keadaan tertutup dibiarkan dalam deksikator hingga suhu kamar.

% Susut Pengeringan

=

x 100%

3.3.7 Penentuan Dosis

Penelitian yang dilakukan Palupi (2008) dosis ekstrak metanol kulit manggis pada mencit betina, yaitu 4.55 mg/20 gram BB, 9.1 mg/20 gram BB, 13.65/20 gram BB mg, 18.2 mg/20 gram BB. Pada penelitian ini ekstrak metanol kulit buah manggis ini akan diberikan pada tikus jantan Strain Sparague Dawley. Dosis mencit tersebut akan dimodifikasi menjadi 10 mg/20 gram BB, 20 mg/20 gram BB dan 40 mg/20 gram BB dan akan dikonversi ke dosis tikus dengan metode (Paget dan Barnes, 1964) sehingga dosis yang diberikan pada tikus, yaitu:

 Kontrol diberikan CMC 0.5%.

 Dosis rendah ekstrak metannol kulit manggis dengan dosis 350 mg/kg BB.

 Dosis sedang ekstrak metannol kulit manggis dengan dosis 700 mg/kg BB.

 Dosis tinggi ekstrak metannol kulit manggis dengan dosis 1400 mg/kg BB.

3.3.8 Tahap Persiapan Hewan Coba

Tikus jantan yang digunakan harus terbukti fertil dan uji fertil dilakukan dengan mengawinkan tikus jantan dengan tikus betina. Hanya tikus yang terbukti fertil yang dapat digunakan sebagai hewan coba. Hewan coba sebelum dilakukan penelitian di aklimatisasi selama 1 minggu di laboratorium Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu


(49)

Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Selama aklimatisasi hewan coba diberi makan dan minum ad libitum dan tikus ditimbang berat badannya setiap 4 hari sekali selama diberi perlakuan.

3.3.9 Tahap Perlakuan Hewan Coba

Pada penelitian ini perlakuan pada hewan coba dibagi menjadi 4 kelompok dan tiap kelompok terdiri dari 5 tikus (WHO, 2000) yang diambil secara acak. Kelompok I sebagai kontrol diberikan CMC 0.5% (Carboxy Methyl Cellulose), sedangkan kelompok II – IV merupakan kelompok perlakuan yang diberikan ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dengan dosis yang berbeda dan diberikan ekstrak kulit buah manggis dalam bentuk suspensi CMC 0.5%. (Palupi, 2008). Pemberian ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) pada tikus strain Sprague Dawley dilakukan secara oral menggunakan sonde sekali dalam sehari selama 48 hari pada pagi hari sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

3.3.10 Pembuatan Preparat

Setelah 48 hari, masing-masing hewan percobaan dikorbankan untuk diambil organ testisnya. Tikus dibius dengan eter, kemudian dibedah. Diambil bagian cauda epididimis dan dihitung konsentrasi spermatozoa kemudian testis diambil untuk ditimbang dan dibuat preparat.

Pembuatan sediaan mikroanatomi testis dilakukan di Laboratorium Patologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Pembuatan preparat dilakukan dengan cara : testis yang telah diambi, difiksasi dalam larutan Bouin, kemudian didehidrasi dengan etanol seri bertingkat dan akhirnya ditanamkan dalam parafin wax. Blok paraffin dipotong dengan ketebalan 5µm dan dilakukan pewarnaan dengan hematoksiklin-eosin (Yotarlai et al, 2011).


(50)

27

3.3.11 Pengukuran Bobot Testis

Setelah tikus diterminasi diambil testisnya dan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik. Kemudian hasil dari penimbangan testis tersebut dibandingkan antara kelompok perlakuan ekstrak kulit manggis dengan kontrol.

3.3.12 Pengukuran Konsentrasi Sperma (Azrifitria, 2012)

Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakan pada kaca arloji yang berisi cairan NaCl sebanyak 500 µL. Spermatozoa dimasukan kedalam bilik hitung (Hemasitometer) sampai kamar Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu kamar hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan hitung (Tabel 1).

Tabel. 1 Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung. No Jumlah Spermatozoa Pengenceran Kotak yang dihitung

1 >40 50 kali 5

2 15-40 20 kali 10

3 <15 10 kali 25

Cara untuk melakukan pengenceran berdasarkan jumlah spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoanya dapat kita lihat pada (Tabel 2)

Tabel. 2 Cara Pengenceran

No Pengenceran Pembuatan Pengenceran

1 50 kali a. 980 µL larutan George + 20 µL spermatozoa b. 2450 µL larutan George + 50 µL spermatozoa 2 20 kali 980 µL larutan George + 20 µL spermatozoa 3 10 kali a. 900 µL larutan George + 20 µL spermatozoa


(51)

Perhitungan spermatozoa pada kamar hitung Neubauer sesuai dengan rumus pada Tabel 1. Setelah didapatkan jumlah spermatozoa yang dihitung secara manual pada kamar hitung Neubauer, maka dihitung konsentrasi spermatozoa per mL dengan rumus :

Konsentrasi Spermatozoa (Juta/mL) = n x 10000 x FP x x V NaCl

Keterangan :

n = Jumlah spermatozoa pada kamar Neubauer FP = Faktor pengenceran (Tabel. 1)

k = Jumlah kotak yang dihitung dalam kamar Neubauer (Tabel. 1)

3.3.13 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus

Preparat tubulus seminiferus tikus diamati dibawah mikroskop di laboraturium PDR dengan perbesaran (10x10), kemudian diambil gambarnya dan dilakukukan pengukuran diameter pada 100 tubulus seminiferus untuk 1 tikus dalam suatu kelompok. Kemudian dari 100 tubulus seminiferus tersebut dihitung rata-ratanya sehingga didapat 20 data diameter tubulus seminiferus.

3.3.14 Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap Jumlah Sel Sertoli

Preparat histologi testis tikus diamati dibawah mikroskop dengan perbesaran 400 kali (40x10). Perhitungan dilakukan pada 20 tubulus seminiferus yang dipilih secara acak (Yotarlai et al, 2011). Analisis kuantitatif dilakukan dengan menghitung jumlah spermatosit pakiten, jumlah sel Sertoli, jumlah pakiten per jumlah sel Sertoli per tubulus. Perhitungan dilakukan hanya pada tubulus seminiferus yang mengalami spermatogenesis tahap II, VII dan XII (Vachrajani, 2005). Menurut Azrifitria (2012), cirri-ciri khas masing-masing dari tiap tahapan spermatogenesis sebagai berikut :


(52)

29

 Tahapan I-VI : membran menuju lumen terdapat spermatogonium, fase transisis, pakiten dan spermatid fase golgi (1-3) dan cap (4-7) serta spermatid fase maturasi (15 dan 19).

 Tahap VII-VIII : spermatogonium, pakiten, spermatid (round spermatid, cap 2/3 dari inti sel) dan spermatozoa dilepaskan ke lumen dengan ekor mengarah ke lumen.

 Tahapan IX-XI : terdapat spermatogonium, pakiten, dan spermatid fase 9, 10, 11 dengan head cap dan nucleus mulai memanjang.  Tahapan XII-XIV : spermatogonium, pakiten dan diakenesis,

spermatid fase akrosom (12-14) terlihat nukleus memanjang dan akrosom 2/3 dari sitoplasma

3.3.15 Analisis Data

Data yang didapat dianalisis dengan menggunakan program SPSS 16 dengan menggunakan metode ANOVA. Uji ANOVA memeliki 2 persyaratan yang harus dipenuhi yaitu uji normalitas Kolmogrov-Smirnov dan uji homogenitas Levene (p≥ 0.05).

Jika salah satu dari persyaratan uji anova tidak terpenuhi yaitu nilai signifikan uji homogenitas dan uji normalitas (p ≤ 0.05) maka uji ANOVA tidak dapat dilakukan sehingga harus dilakukan uji non parametik Kruskal Wallis. Apabila uji ANOVA atau Kruskal Wallis menunjukan perbedaan yang bermakna (p ≤ 0.05), maka analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji Multiple Comparison tipe LSD (Least Significant Difference) untuk mengetahui perbedaan antar kelompok perlakuan.


(53)

30 BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 4.1.1 Determinasi

Berdasarkan hasil determinasi di Herbarium Bogoriense LIPI-Cibinong pada tanggal 11 Mei 2012 menunjukan bahwa sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah spesies Garcinia mangostana L dengan familia Clusiaceae.

4.1.2 Karakterisasi Sampel

Kulit buah manggis yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Wanayasa, Purwakarta. Bagian dari kulit manggis yang digunakan dalam penelitian ini adalah bagian pericarp dengan karaktersasi berwarna ungu merah dangan diameter 55-60 mm. Pericarp kulit manggis dikeringkan pada suhu kamar 20-25 oC di dalam ruangan yang tidak terkena sinar matahari dan dikeringkan dengan cara di angin-anginkan selama ± 3 hari. Setelah dikeringkan kulit manggis dihaluskan dengan menggunakan blender hingga halus dan serbuk diayak dengan ayakan mess 40 dan didapatkan serbuk kulit manggis sebanyak 1 kg dari 10 kg buah manggis dengan warna coklat. Setelah itu sebanyak 750 gram serbuk kulit manggis dimaserasi selama 3 hari sebanyak 4 kali. Setelah maserat diuapkan dengan rotary evaporator pada suhu 45 oC, bobot ekstrak yang didapat sebesar 139.4 gram.

4.1.3 Hasil Uji Penapisan Fitokimia

Kandungan metabolit sekunder pada ekstrak metanol kulit buah manggis diidentifikasi dengan cara penapisan fitokimia. Kandungan senyawa metabolit sekunder yang diuji antara lain golongan alkaloid, golongan flavonoid, golongan saponin, golongan steroid dan triterpenoid, golongan tannin, golongan minyak atsiri dan golongan kumarin.Hasil penapisan fitokimia ekstrak metanol kulit buah manggis dapat dilihat pada tabel 3.


(54)

31

Tabel 3 Hasil Uji Penapisan Fitokimia

Golongan Hasil

Flavonoid +

Alkaloid -

Tanin +

Tanin Katekuat +

Saponin +

Kuinon +

Steroid dan Triterpenoid +

Minyak Atsiri -

Kumarin -

4.1.4 Hasil Uji Parameter Spesifik dan Non Spesifik

Uji Parameter spesifik dan non spesifik pada ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dilakukan setelah uji penapisan fitokimia. Hasil uji parameter spesifik dan parameter non spesifik ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat dilihat pada tabel 4.

Tabel 4 Hasil Uji Parameter Spesifik dan Parameter Non Spesifik

Karakteristik Hasil

Uji Parameter Spesifik

Identitas Garcinia mangostana L.

Famili : Clusiacea Organoleptis Warna Coklat tua

Bau Tidak aromatis

Rasa Pahit

Bentuk Kental

Uji Parameter Non Spesifik

Kadar Abu 1.19 %

Susut Pengeringan 8.19 %


(55)

Uji parameter non spesifik yang dilakukan pada penelitian ini yaitu uji kadar abu dan uji susut pengeringan. Tujuan dari uji susut pengeringan, yaitu untuk memberikan batasan maksimal (rentang) tentang besarnya senyawa yang hilang pada proses pengeringan (DEPKES, 2000). Persentase susut pengeringan tidak boleh lebih dari 10 % (Manjang, 1993). Uji kadar abu bertujuan untuk memberikan gambaran kandungan mineral internal dan eksternal. Persentase kadar abu total tidak boleh lebih dari 16.6 % (Depkes, 2000). Berdasarkan hasil uji parameter non spesifik pada ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.), didapatkan persentase susut pengeringan, yaitu 8.19 % sesuai dengan persyaratan, yaitu tidak lebih dari 10 % dan persentase kadar abu, yaitu 1.19 % sesuai dengan persyaratan, yaitu tidak lebih dari 16.6 %.

4.1.5 Hasil Pengukuran Berat Badan Tikus

Hasil pengukuran berat badan rata-rata tikus pada kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat dilihat pada grafik berikut :

Gambar 5. Grafik Rerata Berat Badan Tikus Kelompok Kontrol

0 50 100 150 200 250 300 350

B

B

T

ik

u

s


(56)

33

Gambar 6. Grafik Rerata Berat Badan Tikus Kelompok Dosis Rendah

Gambar 7. Grafik Rerata Berat Badan Tikus Kelompok Dosis Sedang

Gambar 8. Grafik Rerata Berat Badan Tikus Dosis Tinggi

Berat rata-rata tikus didapat dengan cara menimbang berat badan tikus setiap 4 hari sekali dan hitung rata-ratanya untuk setiap kelompok. Data berat badan tikus tersebut dianalisis dengan SPSS 16. Hasil uji normaladas Kolmogrov-Smirnov menunjukan bahwa data berat badan

250 260 270 280 290 300 310 320 B B T ik u s Tanggal 220 230 240 250 260 270 280 290 B B T ik u s Tanggal 0 50 100 150 200 250 300 B B T ik u s Tanggal


(57)

tikus terdistribusi normal (p ≥ 0.05). Setelah dilakukan uji normalitas, dilanjutkan dengan uji homogenitas Levene. Hasil uji homogenitas menunjukan bahwa data berat badan tikus bervariasi homogen (p ≥ 0.05). Setelah dilakukan uji homogenitas, dilanjutkan dengan uji ANOVA. Hasil uji ANOVA yang dilakukan pada data berat badan tikus menunjukan nilai signifikan 0.013 (p ≤ 0.05). Setelah dilakukan uji ANOVA, dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil uji BNT menunjukan bahwa pada perlakuan dosis rendah (350 mg/kg BB) dan dosis sedang (700 mg/kg BB) tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p ≥ 0.05) dibandingkan dengan kelompok kontrol, sedangkan pada dosis tinggi (1400 mg/kg BB) memiliki perbedaan yang bermakna (p ≤ 0.05) dibandingkan dengan kelompok kontrol.

4.1.6 Hasil Pengukuran Bobot Testis

Hasil rata-rata pengukuran bobot testis tikus pada kelompok kontrol dan kelompok perlakuan ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5 Hasil Rerata Pengukuran Bobot Testis

No Kelompok Rata-Rata Bobot Testis

(Gram) 1 Kontrol (CMC 0.5 %) 2.08 ± 0.14 2 Dosis Rendah (350 mg/kg BB) 2.11 ± 0.33 3 Dosis Sedang (700 mg/kg BB) 1.56 ± 0.06 4 Dosis Tinggi (1400 mg/kg BB) 1.32 ± 0.4


(58)

35

Gambar 9. Grafik Rata-Rata Pengukuran Bobot Testis

Setelah tikus diterminasi diambil organ testisnya dan ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik dan dihitung rata-rata bobot testis untuk setiap kelompok. Data bobot testis dianalisis dengan menggunakan SPSS 16. Hasil uji normalitas Kolmogrov-Smirnov menunjukan bahwa data bobot testis tikus terdistribusi normal (p ≥ 0.05). Setelah dilakukan uji normalitas, dilanjutkan dengan uji homogenitas Levene. Hasil uji homogenitas menunjukan bahwa data bobot testis tikus tidak bervariasi homogen (p ≤ 0.05). Karena syarat homogenitas tidak terpenuhi sehingga data bobot testis harus dianalisis dengan statistik non parametik Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukan nilai signifikan 0.002 (p ≤ 0.05). Kemudian dilanjutkan dengan uji BNT. Hasil uji BNT menunjukan bahwa pada perlakuan dosis rendah (350 mg/kg BB) dan dosis sedang (700 mg/kg BB) tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p ≥ 0.05) dibandingkan dengan kelompok kontrol, sedangkan pada dosis tinggi (1400 mg/kg BB) memiliki perbedaan yang bermakna (p ≤ 0.05) dibandingkan dengan kelompok kontrol.

4.1.7 Konsentrasi Spermatozoa Tikus Sprague Dawley

Setelah spermatozoa dikeluarkan dari kauda epididimis dan dilakukan pengenceran sesuai dengan (Tabel 2 Cara Pengenceran), spermatozoa dihitung dalam kamar hitung Neubauer pada hemasitometer

0 0.5 1 1.5 2 2.5 Kontrol Dosis Rendah Dosis Sedang Dosis Tinggi B o b o t T e st is (g ra m ) Kelompok Perlakuan Bobot Testis


(59)

secara manual dan hasilnya dihitung dengan menggunakan rumus untuk mengetahui konsentrasi spermatozoa.

Hasil Perhitungan rata-rata konsentrasi spermatozoa tikus jantan strain Sprague Dawley dapat dilihat pada tabel 6.

Tabel 6. Hasil Perhitungan Rata-Rata Konsentrasi Spermatozoa Perlakuan Rata-Rata (juta/mL)

Kontrol 60.25 ± 10.17

Dosis Rendah (350 mg/kg BB) 67.50 ± 13.2 Dosis Sedang (700 mg/kg BB) 27.88 ± 6.46 Dosis Tinggi (1400 mg/kg BB) 26.96 ± 2.22

Gambar 10. Grafik Rerata Konsentrasi Spermatozoa

Data konsentrasi spermatozoa yang diproleh dilakukan uji normalitas Kolmogrov-Smirnov dan uji homogenitas Levene. Hasil uji normalitas dan homogenitas menunjukan bahwa data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal (p ≥ 0.05) dan bervariasi homogeny (p ≥ 0.05). Data konsentrasi spermatozoa selanjutnya dilakukan uji one way ANOVA. Hasil uji ANOVA menunjukan nilai signifikan 0.000 (p ≤ 0.05). Kemudian data konsentrasi spermatozoa dilakukan uji BNT. Hasil uji BNT menunjukan bahwa pada dosis rendah (350 mg/kg BB) tidak memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kontrol (p ≥ 0.05) sedangkan pada dosis sedang (700 mg/kg BB gram) dan dosis tinggi

0 10 20 30 40 50 60 70 80 kontrol Dosis Rendah Dosis Sedang Dosis Tinggi Ko n se n tr a si S p e rm a to zo a (J u ta /m L) Kelompok Perlakuan Konsentrasi Spermatozoa


(60)

37

(1400 mg/kg BB) memiliki perbedaan yang bermakna terhadap kontrol (p ≤ 0.05).

4.1.8 Diameter Tubulus Seminiferus

Data diameter tubulus seminiferus didapat dengan mengukur diameter tubulus seminiferus dibawah mikroskop dengan perbesaran 100 kali (10x10). Data diameter tubulus seminiferus yang didapat dihitung rata-ratanya untuk setiap kelompok.

Hasil pengukuran rata-rata diameter tubulus seminiferus tikus baik pada kelompok kontrol maupun kelompok yang diberi perlakuan ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Hasil Perhitungan Rerata Diameter Tubulus Seminiferus Tikus Jantan Strain Sprague Dawley

Perlakuan Rata-Rata ± SD Kontrol 198.92 ± 9.26 Dosis Rendah (350 mg/kg BB) 194.58 ± 8.13 Dosis Sedang (700 mg/kg BB) 187.9 ± 9.57 Dosis Tinggi (1400 mg/kg BB) 165.47 ± 11.44

Gambar 11. Grafik Rerata Diameter Tubulus Seminiferus Tikus

0 50 100 150 200 250 Kontrol Dosis Rendah Dosis Sedang Dosis Tinggi D ia m e te r T u b u lu s S e m in if e ru s (n m ) Kelompok Perlakuan Diameter Tubulus Seminiferus


(61)

Data diameter tubulus seminiferus dilakukan uji normalitas Kolmogrov-Smirnov . Hasil menunjukan bahwa data diameter tubulus tidak terdistribusi normal (p ≤ 0.05), sehingga dilakukan uji statistik non parametik Kruskal Wallis. Hasil uji Kruskal Wallis menunjukan nilai signifikan 0.006 (p ≤ 0.05). Kemudian data diameter tubulus seminiferus dilakukan uji BNT. Hasil uji BNT menunjukan bahwa dosis rendah (350 mg/kg BB) dan dosis sedang (700 mg/kg BB) tidak menujukan perbedaan yang bermakna terhadap kontrol (p ≥ 0.05), sedangkan pada dosis tinggi (1400 mg/kg BB) terdapat perbedaan yang bermakna terhadap kontrol (p ≤ 0.05).

4.1.9 Perhitungan Perbandingan Jumlah Spermatosit Pakiten Terhadap Jumlah Sel Sertoli

Hasil perhitungan perbandingan jumlah spermatosit pakiten terhadap jumlah sel sertoli pada tikus kelompok kontrol maupun kelompok yang diberi perlakuan ekstrak metanol kulit buah manggis (Garcinia mangostana L.) dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 8. Hasil Perhitungan Rerata Jumlah Pakiten per Sertoli Pada Tubulus Seminiferus Stage II, VII dan XII

Kelompok Perlakuan Tahap II (I-VI)

Tahap VII (VII-VIII)

Tahap XII (XII-XIV) Kontrol 3.1 ± 0.64 3.02 ± 0.52 2.68 ± 0.33 Dosis Rendah 2.75 ± 0.32 2.71 ± 0.36 2.45 ± 0.41 Dosis Sedang 1.88 ± 0.2 1.83 ± 0.16 1.87 ± 0.32 Dosis Tinggi 1.73 ± 0.3 1.71 ± 0.15 1.64 ± 0.3


(1)

Lampiran 35. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Data Jumlah Sel Sertoli Tikus Strain Sprague Dawley

Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data diameter tubulus seminiferus.

Hipotesis :

Ho : Data jumlah sel Sertoli tidak berbeda secara bermakna Ha : Data jumlah sel Sertoli berbeda secara bermakna Pengambilan Keputusan :

Jika nilai signifikansi ≤ 0,05 Ho ditolak, berarti terdapat perbedaan. Jika nilai signifikasi ≥ 0,05 Ho diterima, berarti tidak terdapat perbedaan. Tabel 45. Hasil Uji Nonparametik Kruskal-Wallis Data tubulus seminiferus Tikus Galur Sparague Dawley

Test Statisticsa,b Jml.Sertoli

Chi-Square 10.121

df 3

Asymp. Sig. .018

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: Perlakuan

Keputusan : Data jumlah sel Sertoli tikus strain Sparague Dawley berbeda secara bermakna.


(2)

Lampiran 36. Hasil Uji BNT Data Jumlah Sel Sertoli Tikus Strain Sprague Dawley

Tabel 46. Hasil Uji BNT Data Jumlah Sel Sertoli Tikus Strain Sprague Dawley

Multiple Comparisons

(I) Perlakuan (J) Perlakuan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval

Lower Bound Upper Bound

kontrol Dosis rendah 6.14000 5.00987 .238 -4.4805 16.7605

Dosis sedang 2.96000 5.00987 .563 -7.6605 13.5805

Dosis Tinggi 13.24000* 5.00987 .018 2.6195 23.8605

Dosis rendah kontrol -6.14000 5.00987 .238 -16.7605 4.4805

Dosis sedang -3.18000 5.00987 .535 -13.8005 7.4405

Dosis Tinggi 7.10000 5.00987 .176 -3.5205 17.7205

Dosis sedang kontrol -2.96000 5.00987 .563 -13.5805 7.6605

Dosis rendah 3.18000 5.00987 .535 -7.4405 13.8005

Dosis Tinggi 10.28000 5.00987 .057 -.3405 20.9005

Dosis Tinggi kontrol -13.24000* 5.00987 .018 -23.8605 -2.6195

Dosis rendah -7.10000 5.00987 .176 -17.7205 3.5205

Dosis sedang -10.28000 5.00987 .057 -20.9005 .3405


(3)

Lampiran 37. Gambaran Histologi Tubulus Seminiferus Tikus Kontrol Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatid 6. Lumen

Gambar 39. Kontrol Stage II, Perbesaran 400

Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa 6. Lumen

Gambar 40. Kontrol Stage VII, Perbesaran 400

Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatid 6. Lumen


(4)

Lampiran 38. Gambaran Histologis Tubulus Seminiferus Tikus Dosis Rendah

Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatid 6. Lumen

Gambar 42. Stage II Perlakuan Ekstrak Metanol

Kulit Manggis 350 mg/kg BB, Perbesarn 400

Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa 6. Lumen

Gambar 43. Stage VII Perlakuan Ekstrak Metanol

Kulit Manggis 350 mg/kg BB, Perbesarn 400

Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatid 6. Lumen


(5)

Lampiran 39. Gambaran Histologis Tubulus Seminiferus Tikus Dosis Sedang

Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatid 6. Lumen

Gambar 45. Stage II Perlakuan Ekstrak Metanol

Kulit Manggis 700 mg/kg BB, Perbesarn 400

Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa 6. Lumen

Gambar 46 . Stage VII Perlakuan Ekstrak Metanol

700 mg/kg BB, Perbesarn 400

Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatid 6. Lumen

Gambar 47. Stage XII Perlakuan Ekstrak Metanol


(6)

Lampiran 40. Gambaran Histologis Tubulus Seminiferus Tikus Dosis Tinggi Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatid 6. Lumen

Gambar 48. Stage II Perlakuan Ekstrak Metanol

Kulit Manggis 1400 mg/kg BB, Perbesarn 400

Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatozoa 6. Lumen

Gambar 49. Stage VII Perlakuan Ekstrak Metanol

Kulit Manggis 1400 mg/kg BB, Perbesarn 400

Keterangan :

1. Membran Basalis 2. Spermatogonium 3. Spermatosit Pakiten 4. Sel Sertoli

5. Spermatid 6. Lumen


Dokumen yang terkait

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Perubahan Kadar Enzim AST, ALT serta Perubahan Makroskopik dan Histopatologi Hati Mencit Jantan (Mus musculus L) strain DDW setelah diberi Monosodium Glutamate (MSG) diban

1 68 118

Pengaruh Penambahan Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia X Mangostana L.) Terhadap Nilai Spf Krim Tabir Surya Kombinasi Avobenson Dan Oktil Metoksisinamat

4 100 106

Daya Hambat Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Bakteri Enterococcus faecalis Sebagai Alternatif Bahan Medikamen Saluran Akar (In Vitro)

3 289 97

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana Linn.) pada bakteri Streptococcus mutans sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar dengan Metode Dilusi In Vitro

6 111 48

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Gambaran Histopatologis Lambung Tikus (Rattus norvegicus L.) Jantan yang Dipapari Kebisingan

2 103 56

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) terhadap Hitung Leukosit dan diferensiasi Leukosit Tikus (Rattus noevegicus L.) Jantan Setelah Dipapari Kebisingan

0 58 58

Daya Antibakteri Ekstrak Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Fusobacterium nucleatum sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar secara in Vitro

8 89 59

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana L) terhadap Enterococcus faecalis sebagai Bahan Medikamen Saluran Akar (Secara In Vitro)

2 96 63

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Kulit Buah Manggis (Garcinia Mangostana.L) Terhadap Perubahan Makroskopis, Mikroskopis dan Tampilan Immunohistokimia Antioksidan Copper Zinc Superoxide Dismutase (Cu Zn SOD) Pada Ginjal Mencit Jantan (Mus Musculus.L) Stra

3 48 107

Pengaruh Ekstrak Kulit Manggis (Garcinia mangostana L.) Terhadap Fungsi Hati, Jumlah Eritrosit dan Kadar Hemoglobin Tikus (Rattus norvegicus) yang Dipapari dengan Karbon Tetraklorida (CCl4)

3 53 59