Kandungan Kurkuminoid dan Daya Antioksidan Aksesi Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) asal Sukabumi

KANDUNGAN KURKUMINOID DAN DAYA ANTIOKSIDAN
AKSESI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
ASAL SUKABUMI

EKO ARI WIJAYANTO

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kandungan
Kurkuminoid dan Daya Antioksidan Aksesi Temulawak (Curcuma xanthorrhiza
Roxb.) asal Sukabumi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir karya ilmiah ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2012
Eko Ari Wijayanto
NIM G84090015

ABSTRAK
EKO ARI WIJAYANTO. Kandungan Kurkuminoid dan Daya Antioksidan
Aksesi Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) asal Sukabumi. Dibimbing
oleh MARIA BINTANG dan WARAS NURCHOLIS.
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) merupakan salah satu jenis
temu-temuan yang banyak dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Rimpang
temulawak memiliki kandungan kurkuminoid yang bermanfaat sebagai
antioksidan. Penelitian ini bertujuan mengukur kandungan kurkuminoid dan
bioaktivitas antioksidan aksesi temulawak dari Ciemas (Sukabumi) dengan
pembanding varietas Kursina 3 dari Bogor. Pengukuran kadar kurkuminoid
menggunakan metode HPLC (High Performance Lipid Chromatography),
sedangkan pengukuran bioktivitas antioksidan menggunakan metode DPPH (2,2
difenil-1-pikril hidrazil). Rendemen ekstrak etanol temulawak sebesar 12.59%
(Kursina 3) dan 17.71% (aksesi). Kadar kurkuminoid yang diperoleh dari varietas

Kursina 3 sebesar 0.79 % dan aksesi sebesar 0.99 %. Nilai IC50 sebesar 82.8 ppm
(Kursina 3) dan 47.97 ppm (aksesi). Berdasarkan hasil penelitian, temulawak
aksesi dari Sukabumi memiliki potensi untuk diteliti lebih lanjut dan
dikembangkan sebagai varietas baru.
Kata kunci: Antioksidan, Kurkuminoid, Temulawak.

ABSTRACT
EKO ARI WIJAYANTO. Curcuminoid Contents and antioxidant bioactivity of
Curcuma xanthoriza Roxb. accessions from Sukabumi. Supervised by MARIA
BINTANG and WARAS NURCHOLIS.
Curcuma xanthoriza Roxb. is one kind of curcums which useful as medicine
plants. It containts curcuminoid which has antioxidant bioactivity. This study
aimed to measure curcuminoids content and antioxidant bioactivity of Ciemas
(Sukabumi) accessions compared with varieties of Kursina 3 from Bogor. HPLC
method were used to determined curcuminoid content. The antioxidant bioactivity
of both samples were evaluated using 2,2-diphenyl-1-picrylhydrazyl (DPPH) free
radical method. Percent yield ethanol 70 % extract of Curcuma xanthoriza Roxb.
were 15.85 % (Kursina 3) and 19.94 % (accession). The curcuminoid content of
Kursina 3 and acccession were 0.79 % and 0.99 %, respectively. The result of IC50
were 82.8 ppm (Kursina 3) and 47.97 ppm (accession) respectively. Based on the

result of the study, Sukabumi promising lines curcuma has the potential to be
further researched and developed as new varieties.
Keyword: antioxidant, Curcuma xanthoriza Roxb, curcuminoid.

KANDUNGAN KURKUMINOID DAN DAYA ANTIOKSIDAN
AKSESI TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)
ASAL SUKABUMI

EKO ARI WIJAYANTO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Biokimia

DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi: Kandungan Kurkuminoid dan Daya Antioksidan Aksesi
Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) asal Sukabumi
Nama
: Eko Ari Wijayanto
NIM
: G84090015

Disetujui oleh

Prof Dr drh Maria Bintang, MS
Pembimbing I

Waras Nurcholis, SSi, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, M App Sc

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia -Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan karya ilmiah ini. Shalawat
beriringkan salam semoga tecurahkan kepada Nabi besar penyampai risalah Allah
dan penutup para nabi yaitu Nabi Muhammad SAW.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof Dr drh Maria Bintang
selaku pembimbing utama dan Bapak Waras Nurcholis selaku pembimbing kedua
yang telah memberikan bimbingan dan kritik kepada penulis. Terima kasih
penulis sampaikan kepada Febri, Januar, Andini, Syifa, dan seluruh staf
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka yang telah banyak membantu selama
penelitian. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada orang tua, keluarga,
sahabat, dan milanisti Bogor yang telah memberikan doa dan dukungannya.
Penulis menyadari tentang kekurangan dalam penulisan penelitian ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang dapat membuat hasil yang
lebih baik.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Mei 2013
Eko Ari Wijayanto

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

METODE

2


Alat dan Bahan

2

Prosedur Analisis

2

HASIL

4

Suhu dan Tekstur Tanah Kebun Nagrak

4

Rendemen Ekstrak Temulawak

5


Kadar kurkuminoid simplisia temulawak

5

Nilai IC50 Ekstrak Temulawak

6

PEMBAHASAN

6

Ekstrak Temulawak

6

Kadar Kurkuminoid dan Analisis Tekstur Tanah Kebun Nagrak

7


Bioaktivitas Antioksidan

8

SIMPULAN

9

DAFTAR PUSTAKA

9

RIWAYAT HIDUP

17

LAMPIRAN

12


RIWAYAT HIDUP

17

DAFTAR GAMBAR
1 Rendemen ekstrak temulawak
2 Kadar kurkuminoid simplisia temulawak
3 Nilai IC50 ekstrak temulawak

5
6
6

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

6
7

Bagan alir penelitian
Kadar air simplisia
Kadar kurkuminoid simplisia temulwak aksesi dan Kursina 3
Rendemen hasil ekstraksi
Data absorban dan nilai IC50 temulawak aksesi dan Kursina 3
Grafik pengaruh sampel terhadap % inhibisi
Hasil uji IC50 ekstrak temulawak aksesi dan Kursina 3

13
14
14
15
15
16
17

PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati yang sangat
besar. Sebagian besar masyarakat dunia memanfaatkan obat tradisional yang
bahan bakunya berasal dari tumbuhan. Oleh karena itu, Indonesia memiliki
potensi sangat besar untuk mengembangkan agribisnis tumbuhan obat. Tumbuhan
diketahui banyak mengandung senyawa alami yang dapat dimanfaatkan untuk
menjaga kesehatan dan mengobati penyakit (Mahanom et al. 1999). Salah satu
tumbuhan yang sering digunakan sebagai bahan baku obat tradisional adalah
temulawak (Supriadi et al. 2001).
Temulawak merupakan salah satu hasil pertanian jenis temu-temuan yang
umumnya dimanfaatkan sebagai tanaman obat tradisional. Bagian temulawak
yang banyak dimanfaatkan adalah bagian rimpang temulawak. Rimpang adalah
bagian batang temulawak yang berada di bawah tanah. Rimpang temulawak
merupakan bagian yang paling banyak dimanfaatkan dibandingkan dengan bagian
temulawak lainnya. Temulawak telah banyak digunakan sebagai obat, yaitu
sebagai hepatoproteksi, antiinflamasi, antikanker, antidiabetes, antimikroba,
antihiperlipidemia, dan pencegah kolera (Hwang 2006). Selain itu, temulawak
juga berkhasiat sebagai antioksidan (Jayaprakasha et al. 2002) dan anti jamur
(Rukayadi et al. 2006). Salah satu senyawa yang memiliki respon biologis pada
temulawak adalah kurkuminoid (Jayaprakasha et al. 2002).
Kandungan kurkuminoid pada temulawak dapat berbeda untuk setiap
wilayah. Keadaan tersebut terjadi karena faktor genetik, iklim, ketinggian, jenis
tanah, perlakuan terhadap tanaman, dan cara pengolahannya. Fraksi kurkuminoid
merupakan komponen yang memberi warna kuning pada rimpang temulawak.
Komponen kurkuminoid diketahui mempunyai berbagai aktivitas hayati yang
dapat dimanfaatkan sebagai obat (Sidik et al.1995). Ekstrak dari temulawak dapat
digunakan sebagai obat dalam bentuk tunggal maupun campuran.
Radikal bebas merupakan senyawa yang sangat reaktif dan dapat berbahaya
bagi tubuh apabila terdapat dalam jumlah banyak. Contoh penyakit yang sering
dihubungkan dengan radikal bebas adalah penyakit degeneratif, seperti kanker dan
jantung koroner (Tuminah 2000). Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat
meredam dan menetralkan radikal bebas, yaitu dengan cara menyumbangkan
elektron. Manusia tidak mempunyai cadangan antioksidan dalam jumlah banyak
di dalam tubuh. Oleh karena itu, tubuh membutuhkan antioksidan dari luar
(eksogen) untuk mengurangi resiko kerusakan atau keracunan akibat radikal bebas
(Hernani & Raharjo 2005).
Antioksidan dapat diperoleh melalui makanan atau melalui suplemen
antioksidan buatan (sintetik). Sampai saat ini masih banyak kekhawatiran
kemungkinan efek samping yang belum diketahui dari antioksidan sintetik. Selain
itu, harga obat-obatan sintetik tidak terjangkau oleh masyarakat secara luas,
sedangkan kebutuhan terhadap pengobatan merupakan sesuatu yang harus
dilakukan. Kondisi tersebut mendorong masyarakat untuk mencari alternatif
pengobatan. Antioksidan alami dapat menjadi alternatif sebagai sumber
antioksidan yang aman untuk melindungi tubuh terhadap kerusakan yang
disebabkan senyawa radikal, sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya
penyakit degeneratif.

2
Rimpang temulawak telah banyak digunakan oleh masyarakat sebagai obat
tradisional dan mimiliki bioaktivitas antioksidan. Ketersediaan rimpang
temulawak yang berlimpah merupakan potensi besar bagi masyarakat Indonesia
yang dapat dikembangkan. Lokasi penanaman memiliki pengaruh terhadap
produksi kandungan kurkuminoid temulawak. Suhu dan tekstur tanah penanaman
dapat mempengaruhi kandungan kurkuminoid dalam rimpang temulawak.
Penelitian ini bertujuan mengukur kandungan kurkuminoid dan bioaktivitas
antioksidan aksesi temulawak dari Ciemas (Sukabumi) dengan pembanding
varietas Kursina 3 dari Bogor yang ditanam di kebun Nagrak, Sukabumi. Daya
adaptasi masing-masing bibit terhadap kondisi lingkungan penanaman dapat
menentukan kandungan kurkuminoidnya. Hasil penelitian ini diharapkan aksesi
temulawak memiliki daya adaptasi yang baik dan memiliki kandungan
kurkuminoid yang tinggi.

METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas ukur, bulp, gelas
piala, tabung reaksi, cawan petri, botol ekstrak, labu takar, sudip, freezer, micro
plate, pipet tetes, pipet mikro, spatula, mesin penggiling (100 mesh), pipet tip,
vorteks, tisu, kertas saring Whatman nomor 4, pipet mikro, oven, HPLC CAD
detector Shimadzu, rotavapor, timbangan analitik, erlemeyer, corong kaca, dan
micro plate reader.
Bahan-bahan yang digunakan adalah rimpang temulawak (varietas kursina 3
dan aksesi dari Sukabumi), etanol 70%, metanol, standar kurkuminoid, DPPH (2,2
difenil-1-pikril hidrazil), akuades, dan alumunium foil.
Prosedur Analisis
Analisis Tekstur Tanah
Keadaan tekstur tanah kebun Nagrak (Sukabumi) dianalisis oleh analis di
laboratorium Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian IPB.
Penetapan tekstur tanah dengan cara pipet berdasarkan Baver (1959). Sebanyak 10
g sampel tanah dimasukkan kedalam gelas piala satu liter dan ditambahkan H2O2
30%. sebanyak 50 mL, kemudian disimpan diatas bak berisi air. Setelah itu,
sampel dikocok dan ditambahkan 6 tetes asam aseta 99%. Sampel didiamkan
selama 24 jam. Sampel dipanaskan di atas penangas air dan ditambahkan Larutan
H2O2 sedikit demi sedikit sampai tidak ada lagi gelembung. Sebanyak 250 mL air
ditambahkan kedalam sampel, kemudian dididihkan selama 20 menit. Setelah itu
sampel dicuci dengan akuades (bebas Cl-). Sampel disaring dan dipisahkan pasir,
debu, dan liat. Fraksi pasir disaring dengan ayakan 50 µ, sedangkan fraksi debu
dan liat dimasukkan dalam tabung sedimentasi 1 liter. Fraksi pasir dipindahkan ke
dalam cawan alumunium (bobotnya diketahui), kemudian dikeringkan dalam oven
dengan suhu 105 oC, lalu ditimbang bobotnya. Sebanyak 20 mL natrium
pirofosfat (bobotnya diketahui) ditambahkan ke dalam tabung sedimentasi yang

3
berisi fraksi debu dan liat sampai terjadi suspensi yang sempurna. Air
ditambahkan sampai tanda tera, kemudian dikocok. Sebanyak 25 mL bagian debu
dan liat masing-masing dipindahkan kedalam cawan alumunium. Sampel yang liat
didiamkan selama 3.5 jam. Kemudian sampel dipanaskan pada suhu 105 oC dan
ditimbang. Perhitungan persentasi liat, debu, dan pasir berdasarkan hukum Stoke,
yaitu kecepatan jatuhnya butiran sampel.
Persiapan Sampel Temulawak
Temulawak yang digunakan berumur 9 bulan, yang dipanen dari
perkebunan Nagrak, Sukabumi. Temulawak yang ditanam berasal dari dua sumber
bibit yang berbeda, yaitu temulawak varietas Kursina 3 asal bogor dan aksesi dari
Ciemas, Sukabumi. Semua sampel yang telah dibersihkan dipotong melintang
dengan ketebalan 5-6 mm, selanjutnya dikeringkan di bawah sinar matahari
selama 5 hari. Simplisia yang telah kering dibuat menjadi serbuk dengan ukuran
100 mesh dengan alat penggiling.
Penentuan Kadar Air
Metode penentuan kadar air simplisia temulawak berdasarkan Depkes
(2002). Cawan porselin kosong yang telah bersih dikeringkan di dalam oven pada
suhu 105oC selama 30 menit. Cawan tersebut kemudian didinginkan di dalam
eksikator dan ditimbang sebagai bobot cawan kosong. Sebanyak 2 g serbuk
simplisia ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dikeringkan pada
suhu 105oC selama 3 jam di dalam oven. Setelah itu, cawan yang berisi simplisia
didinginkan dalam eksikator dan ditimbang kembali sebagai bobot kering sampel.
Penentuan kadar air sampel dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.
Kadar air (%) =
x 100%
B
= Bobot sampel (gram)
C
= Bobot cawan + isi (gram)
A
= Bobot cawan kosong (gram)
Ekstraksi Tepung Simplisia
Metode ekstraksi dalam penelitian ini berdasarkan BPOM (2005). Sebanyak
20 g serbuk simplisia berukuran 100 mesh dimasukkan ke dalam erlemeyer dan
ditambahkan 200 mL pelarut etanol 70%. Campuran serbuk simplisia dan pelarut
diaduk sesekali, kemudian didiamkan selama 24 jam. Campuran ekstrak disaring
menggunakan kertas saring. Maserat disimpan dalam wadah dan ditutup dengan
kantong plastik gelap. Residu atau padatan diekstraksi kembali dengan etanol 70%
sampai tiga kali ekstraksi. Maserat hasil tiga kali penyaringan disatukan dalam
satu wadah dan diuapkan menggunakan rotavapor pada kecepatan 50 rpm dan
suhu 55 oC hingga ekstrak mengental seperti pasta. Proses ekstraksi dilakukan
dengan ulangan sebanyak tiga kali ulangan. Ekstrak kental hasil evaporasi
disimpan dalam botol dan ditutup dengan alumunium foil.
Analisis Kurkuminoid Rimpang Temulawak dengan HPLC
Analisis kurkuminoid pada penelitian ini berdasarkan penelitian
Jayaprakasha et al. (2002). Sebanyak 0.05 g sampel ditimbang dan dilarutkan ke
dalam 50 mL metanol. Larutan disaring dengan kertas saring 0.45 μm, kemudian

4
dimasukkan ke dalam vial HPLC. Sebanyak 20 μL diinjeksikan ke dalam kolom
HPLC. Standar kurkuminoid dibuat dengan konsentrasi 0.5 ppm. Fase diam yang
digunakan adalah senyawa C18, sedangkan fase geraknya adalah metanol.
Panjang diameter kolom 25 x 4.6 mm, laju alir 1 mL/ menit, panjang gelombang
254 nm, dan menggunakan detektor UV.
Rumus perhitungan kurkuminoid:
Luas a ea sampel
[inject] (ppm)
=
×[standar]
Luas a ea s anda
Kadar kurkuminoid (mg/g)

=

injec

volume pela u

be a sampel

P

000

Aktivitas Antioksidan Metode DPPH
Metode aktivitas antioksidan dalam penelitian ini berdasarkan Juniarti et al.
(2009). Sebanyak 1 mg ekstrak kental ditimbang dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Ekstrak tersebut dilarutkan dengan 5 mL metanol, sehingga
diperoleh konsentrasi 200 ppm. Larutan sampel dibuat seri larutan ektrak dengan
konsentasi 12.5 ppm, 25 ppm, 50 ppm, 100 ppm, dan 200 ppm dengan tiga kali
ulangan. Masing-masing dimasukkan ke dalam sumur (well plate). Sebelum
analisis, sebanyak 1.23 mg DPPH dilarutkan dalam metanol hingga 25 mL. Setiap
sumur ditambahkan 100 μL la u an DPPH dalam metanol dan diencerkan dengan
me anol sampai 200 μL. Se elah homogen, sumu -sumur (well plate) diinkubasi
pada suhu 37 oC selama 30 menit. Serapan diukur dengan microplate reader pada
panjang gelombang 517 nm. Nilai absorbansi yang diperoleh selanjutnya
digunakan untuk mendapatkan nilai IC50 (Inhibition concentration 50). Nilai IC50
yang paling rendah menunjukkan bioaktivitas antioksidan yang paling tinggi.
Penentuan nilai IC50 berdasarkan Udenigwe et al. (2009). Nilai IC50 diperoleh dari
masing-masing kurva ekstrak sampel dengan memasukkan nilai Y=50 ke dalam
persamaan regresi linear sebagai berikut:
Y = a + bx (fungsi linier)
Y = ax2 + bx +c (fungsi kuadratik)
Y = a + b ln (x) (fungsi ln)
Keterangan:
a = konstanta
b = konstanta
x = IC50

HASIL
Suhu dan Tekstur Tanah Kebun Nagrak
Suhu di kebun Nagrak (Sukabumi) sekitar 24-26 oC. Suhu tersebut terlalu
rendah untuk produksi metabolit sekunder dalam rimpang temulawak secara
maksimal. Sedangkan keadaan tekstur tanah kebun Nagrak dapat dilihat pada
Tabel 1. Analisis ini mengukur persentase bagian tanah yang liat, debu, atau pasir

5
yang bertujuan mengetahui pengaruh tekstur tanah terhadap kandungan
kurkuminoid dalam rimpang temulawak. Tekstur tanah kebun Nagrak cenderung
liat dan berdebu, sedangkan kandungan pasir dalam tanah sangat kecil.
Berdasarkan keadaan tersebut, keadaan tanah di kebun Nagrak kurang baik untuk
menghasilkan simplisia dengan mutu yang tinggi. Kondisi tanah yang cenderung
liat menyebabkan adanya tekanan pada pertumbuhan rimpang, sehingga rimpang
tumbuh tidak maksimal.
Tabel 1 Tekstur tanah kebun Nagrak
Tekstur tanah
Pasir
Debu
Liat

Kandungan komponen (%)
7.98
44.22
47.80

Rendemen Ekstrak Temulawak
Hasil rendemen ekstrak temulawak varietas Kursina 3 dan aksesi dapat
dilihat pada Gambar 1. Temulawak aksesi memiliki rendemen ekstrak yang lebih
tinggi dibandingkan varietas Kursina 3. Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak dari
temulawak varietas Kursina 3 dan aksesi dari Sukabumi berturut-turut adalah
15.85 % dan 19.94 %. Nilai rendemen ekstrak yang tinggi menunjukkan semakin
banyak senyawa yang terekstrak dalam sampel.
25
19.94±1.53

Rendemen (%)

20

15.85±1.75

15
10
5
0
kursina 3

aksesi

Sampel temulawak

Gambar 1 Rendemen ekstrak temulawak
Kadar kurkuminoid simplisia temulawak
Kadar kurkuminoid simplisia temulawak varietas Kursina 3 dan temulawak
aksesi dapat dilihat pada Gambar 2. Berdasarkan hasil penelitian, aksesi
temulawak asal Sukabumi memiliki kadar kurkuminoid yang lebih tinggi
dibandingkan varietas Kursina 3. Kadar kurkuminoid dalam simplisia temulawak
varietas Kursina 3 dan aksesi berturut-turut adalah 0.79 % dan 0.99 %.
Kandungan kurkuminoid yang tinggi dalam simplisia temulawak akan
menunjukan bioaktivitas antioksidan yang tinggi.

6

Kadar kurkuminoid (%)

1.2

0.99±0.21
0.79±0.03

0.8

0.4

0
Kursina 3

aksesi

Sampel temulawak

Gambar 2 Kadar kurkuminoid rimpang temulawak
Nilai IC50 Ekstrak Temulawak
Perbandingan nilai IC50 ekstrak temulawak varietas Kursina 3 dan aksesi
dapat dilihat pada Gambar 3. Nilai IC50 ekstrak temulawak asal Ciemas adalah
47.97 ppm, sedangkan kursina 3 sebesar 82.8 ppm (Gambar 4). Semakin kecil
nilai IC50, maka bioaktivitas antioksidan ekstrak temulawak semakin besar. Nilai
IC50 aksesi temulawak lebih kecil dibandingkan dengan temulawak varietas
Kursina 3. Berdasarkan hasil tersebut, bioaktivitas antioksidan temulawak aksesi
lebih tinggi dibandingkan dengan temulawak varietas Kursina 3.
120

IC 50 (ppm)

100

82.80±2.46

80
47.97±2.64

60
40
20
0
Kursina 3

Aksesi

Sampel temulawak

Gambar 3 Nilai IC50 ekstrak temulawak

PEMBAHASAN
Ekstrak Temulawak
Bibit temulawak yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Bogor
(varietas Kursina 3) dan aksesi temulawak dari Sukabumi. Kedua bibit tersebut
ditanam selama 9 bulan diperkebunan Nagrak, Sukabumi. Rimpang temulawak

7
yang sudah dibersihkan dan dirajang, dikeringkan di bawah sinar matahari selama
5 hari. Pengeringan merupakan usaha untuk menurunkan kadar air bahan sampai
ke tingkat yang diinginkan dan menghilangkan aktivitas enzim yang bisa
menguraikan lebih lanjut kandungan zat aktif (Mahapatra dan Nguyen 2009).
Selain itu, proses ini juga memudahkan dalam pengelolaan dan lebih tahan
disimpan dalam waktu cukup lama.
Irisan rimpang temulawak kering dibuat menjadi serbuk berukuran 100
mesh menggunakan alat penggiling. Temulawak dalam bentuk serbuk akan
memperluas permukaan bahan, sehingga saat ekstraksi terjadi interaksi pelarut
dan bahan yang diekstraksi yang lebih efektif. Serbuk simplisia diukur kadar
airnya untuk mengetahui kualitas bahan. Kadar air serbuk simplisia temulawak
aksesi dan varietas Kursina 3 berturut-turut adalah 16.14 % dan 20.44 %
(Lampiran 2). Kandungan air yang tinggi dalam serbuk simplisia akan
menurunkan jumlah padatan yang terkandung dalam simplisia.
Ekstraksi temulawak pada penelitian ini menggunakan metode maserasi
dengan pelarut etanol 70 %. Pemilihan pelarut merupakan faktor yang
menentukan dalam proses ekstraksi. Pelarut yang digunakan dalam ekstraksi harus
dapat menarik komponen aktif dari campuran (Gamse 2002). Etanol adalah salah
satu pelarut yang cocok untuk memisahkan kurkuminoid yang optimal (Photitirat
dan Gritsanapan 2004). Selain itu, Faraouq (2003) mengatakan bahwa etanol
merupakan pelarut terbaik untuk ekstraksi simplisia tumbuhan untuk tujuan obat
herbal. Etanol mudah diuapkan dan dapat bercampur dengan air dalam berbagai
perbandingan. Berdasarkan Badan Pengawas Obat dan Makanan (2005), etanol
70 % merupakan pelarut yang aman untuk digunakan.
Ekstraksi dengan metode maserasi dilakukan selama 3 x 24 jam. Menurut
Nurcholis (2008), rendemen hasil ekstraksi akan meningkat seiring dengan
lamanya waktu ekstraksi. Semakin lama waktu ekstraksi maka waktu kontak
antara pelarut dengan bahan baku akan semakin lama. Kondisi ini terus berlanjut
sampai tercapai keseimbangan antara konsentrasi senyawa dalam sampel dengan
konsentrasi pelarut. Temulawak varietas Ciemas memiliki rendemen ekstrak yang
lebih tinggi dibandingkan dengan Kursina 3. Nilai rendemen ekstrak temulawak
varietas Kursina 3 dan aksesi berturut-turut adalah 19.94 % dan 15.85 %.
Berdasarkan penelitian Sari (2012), rendemen ekstrak temulawak sebesar 11.78%.
Perbedaan nilai rendemen ekstrak setiap sampel temulawak dikarenakan
perbedaan kandungan senyawa yang mudah larut dalam etanol. Ekstrak dengan
rendemen lebih tinggi mengandung lebih banyak senyawa yang dapat larut dalam
etanol. Selain itu ketebalan dinding sel setiap simplisia berbeda-beda, sehingga
kemampuan pelarut untuk menembus dinding sel dan mengekstrak senyawa aktif
juga berbeda (Nurcholis 2008).
Kadar Kurkuminoid dan Analisis Tekstur Tanah Kebun Nagrak
Kurkuminoid terdiri atas dua komponen utama, yaitu kurkumin dan
desmetoksikurkumin. Sedangkan satu komponen lainnya adalah bisdesmetoksi
kurkumin (Hwang 2006). Berdasarkan penelitian Jayaprakasha et al. (2006),
menunjukkan bahwa bioaktivitas antioksidan dari kurkumin lebih tinggi
dibandingkan dengan desmetoksikurkumin. Berdasarkan penelitian Yusnira
(2005), kadar kurkuminoid yang diperoleh dari sepuluh sampel temulawak
mempunyai rentang nilai antara 0.12-1.74 %. Penelitian ini menggunkan serbuk

8
simplisia yang dilarutkan dengan metanol sebelum pengukuran dengan HPLC.
Kadar kurkuminoid yang rendah dapat disebabkan oleh keadaan lokasi
penanaman. Tekstur tanah dan suhu akan mempengaruhi kandungan bioaktif dan
pertumbuhan rimpang temulawak (Nurcholis 2008).
Kondisi tekstur tanah yang liat menyebabkan
rimpang temulawak
cenderung memperbanyak jumlah percabangan rimpang dibandingkan dengan
meningkatkan ukuran rimpang. Selain itu, produksi metabolit sekunder pada suatu
tanaman dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, yaitu genetik, nutrisi, dan
umur tanaman. Masing-masing tanaman memiliki suatu mekanisme biokimiawi
komplek tertentu yang menyebabkan temulawak memproduksi kurkuminoid
(Nurcholis 2008). Berdasarkan penelitian Nurcholis (2008), daerah Cileungsi
dengan suhu 28-34 oC merupakan daerah terbaik untuk budidaya temulawak.
Suhu udara yang tinggi akan meningkatkan produksi kurkuminoid dalam rimpang
temulawak, yaitu dengan meningkatkan metabolit sekunder. Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Khaerana et al. (2007) yang menunjukkan bahwa
cekaman kekeringan menyebabkan meningkatnya kandungan metabolit sekunder
dalam temulawak.
Bioaktivitas Antioksidan
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau
lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga senyawa yang sangat reaktif tidak
lagi bersifat radikal (Javanmardi et al. 2003). Pemilihan metode DPPH (1,1Diphenyl-2-picrylhidrazyl) memiliki beberapa kelebihan dibandingkan metode
menggunakan metode lain, seperti sederhana, cepat, dan membutuhkan sedikit
sampel (Prakash 2001). Metode ini memberikan informasi reaktivitas senyawa
kurkuminoid dengan suatu radikal yang stabil. DPPH memberikan serapan kuat
pada panjang gelombang 517 nm dengan warna ungu (Sunarni 2005).
Berdasarkan hasil penelitian, konsentrasi sampel yang semakin tinggi memiliki
bioaktivitas yang semakin tinggi pula, sehingga mampu menghambat senyawa
radikal lebih banyak. Proses penghambatan senyawa radikal ditandai dengan
peluruhan warna ungu, sehingga semakin tinggi konsentrasi sampel maka nilai
absorbansi semakin kecil. Penghambatan radikal bebas DPPH menyebabkan
elektron menjadi berpasangan yang kemudian menyebabkan penghilangan warna
ungu menjadi kuning yang sebanding dengan jumlah elektron yang diambil
(Sunarni 2005).
Tinggi rendahnya bioaktivitas antioksidan dapat diketahui dengan melihat
nilai IC50 (Lampiran 5). Nilai IC50 yang semakin rendah menunjukkan bioaktivitas
antioksidan yang semakin kuat. Apabila nilai IC50 suatu ekstrak berada dibawah
100 ppm maka aktivitas antioksidannya kuat, nilai IC50 berada diantara 100-150
ppm aktivitas antioksidannya sedang, nilai IC50 antara 150-200 ppm aktivitas
antioksidannya lemah, dan apabila nilai IC50 diatas 200 ppm maka aktivitas
antioksidannya sangat lemah (Molyneux 2004). Berdasarkan hasil penelitian,
aksesi temulawak asal Sukabumi dan varietas Kursina 3 dari Bogor memiliki
bioaktivitas antioksidan yang kuat karena memiliki nilai IC50 dibawah 100 ppm.
Tingginya kadar kurkuminoid yang terkandung dalam rimpang temulawak akan
memiliki bioaktivitas antioksidan yang tinggi. Berdasarkan hasil penelitian
Nurcholis (2008), bioaktivitas antioksidan dari suatu ekstrak tanaman obat akan
berbanding lurus dengan kandungan bioaktifnya.

9

SIMPULAN
Kadar kurkuminoid dan nilai IC50 aksesi temulawak adalah 0.99 % simplisia
dan 47.97 ppm. Sedangkan kadar kurkuminoid dan nilai IC50 temulawak varietas
Kursina 3 adalah 0.79 % simplisia dan 82.8 ppm. Tingginya kadar kurkuminoid
dalam rimpang temulawak berbanding lurus dengan bioaktivitas antioksidan.
Berdasarkan hasil penelitian, aksesi temulawak dari Ciemas (Sukabumi) memiliki
bioaktivitas antioksidan yang tinggi, sehingga memiliki potensi untuk diteliti
lebih lanjut dan dikembangkan sebagai varietas baru.

DAFTAR PUSTAKA
Baver LD. 1959. Soil Physic 3rd edition. New York: John Wiley & Sons, Inc.
[BPOM RI] Badan Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia. 2005.
Gerakan Nasional Minum Temulawak. Jakarta (ID): BPOM RI.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2002. Uji Makanan dan Minuman SNI 012891-1992. Jakarta (ID) : Depkes.
Faraouq. 2003. Ekstrak sebagai salah satu pengembangan bentuk obat traditional.
Dalam: Prosiding Seminar Nasional Tumbuhan Obat Indonesia XXIII. Jakarta.
Hal: 45-52.
Gamse T. 2000. Liquid-Liquid Extraction and Solid-Liquid Extraction. Graz
University of Technology.
Hernani, Raharjo M. 2005. Tanaman berkhasiat Antioksidan. Jakarta (ID):
Penebar Swadaya.
Hwang JK. 2006. Xanthorrizol; A new Bioactive Natural Compound. Yonsei:
Departement of Biotechnology, Yonsei University.
Javanmardi et al. Antioxidant activity and total phenolic content of Iranian
ocinum accessions. Journal of Food Chemistry 83: 547-550.
Jayaprakasha GK, Rao LJ, Sakariah KK. 2002. Improved HPLC method for
determination of curcumin, demethoxycurcumin, and bisdemethoxycurcumin.
Food Chemistry. 50:3668-3672.
Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan senyawa kimia, uji toksisitas
(Brine Shrimp Lethality Test) dan antioksidan (1,1-diphenyl-2-pikrilhydrazyl)
dari ekstrak daun saga (Abrus precatorius L.). Makara Sains 13: 50-54.
Khaerana M, Ghulamahdi ED, Purwakusumah. 2008. Pengaruh cekaman
kekeringan dan umur panen yang berbeda terhadap kandungan xanthorrhizol
tanaman temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Bul. Agron. 36:241-247.
Mahanom H, Azizah AH, Dzulkifly MH. 1999. Effect of different drying methods
on concentrations of several phytochemicals in herbal preparation of 8 medical
plants leaves. Mak J Nutr 5: 47-54.
Mahapatra AK, Nguyen CN. 2009. Drying of Medicinal Plants. ISHS Acta
Horticulturae. 756: International Symposium on Medicinal andNutraceutical
Plants.
Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical diphenylpicrilhydrazyl
(DPPH) for estimating antioxidant activity. J Sci Technol 26: 211-219

10
Nurcholis W. 2008. Profil senyawa penciri bioaktifitas tanaman kunyit pada
agrobiofisik berbeda [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pothitirat W, Gritsanapan W. 2006. Variation of bioactive components in
Curcuma longa in Thailand. Current Science 91: 1397-1400.
Prakash A. 2001. Antioxidan activity. Analytical progress 19: 1-6.
Rohdiana D. 2001. Aktivitas daya tangkap radikal polifenol dalam daun teh.
Majalah Jurnal Indonesia 12: 53-58.
Rukayadi Y, Yong D, Hwang JK. 2006. In vitro anticandidal activity of
xanthorrhizol isolated from Curcuma xanthorrhiza Roxb. J Antimicrob
Chemother 132: 1-4.
Sari NLPEK. 2012. Bioaktivitas antioksidan dan antiinflamsi in vitro serta
kandungan kurkuminoid temulawak dan kunyit asal sukabumi [Skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Setiyono RT et al. 2006. Uji multilokasi nomor-nomor harapan temulawak pada
berbagai kondisi agroekologi [laporan akhir penelitian]. Bogor (ID): Balitro.
Sidik, Moelyono MW, Ahmad M. 1995. Temulawak (Curcuma xanthoriza).
Jakarta (ID): Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica.
Sunarni T. 2005. Aktivitas antioksidan penangkap radikal bebas beberapa
kecambah dari biji tanaman familia Papilionaceae. Jurnal Farmasi Indonesia
2: 53-61.
Supriadi et al. 2001. Tumbuhan Obat Indonesia Penggunaan dan Khasiatnya.
Jakarta (ID): Pustaka Populer Obor.
Tuminah S. 2000. Pencegahan kanker dengan antioksidan. Cermin Dunia
Kedokteran 122: 21-23.
Udinegwe et al. 2009. Flaxseed protein-derived peptide fractions: Antioxidant
properties and inhibition of lipopolysaccharide-induced nitric oxide production
in murine mcrophages. Food Chemistry 116 (1): 277-284.
Yusnira. 2005. Pemilihan metode pemisahan untuk penentuan kadar kurkuminoid
pada rimpang temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb) dan korelasinya dengan
pola spektrum FTIR [Tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

11

LAMPIRAN

12
Lampiran 1 Bagan alir penelitian

Temulawak

Pengirisan ukuran 5-6 mm

Pengeringan sinar matahari
(5 hari)

Serbuktemulawak
100 mesh

Dilarutkan dengan
metanol dan disaring
(kertas saring Whatman
nomor 4)

Ekstraksi dengan etanol 96% (1:10)

Penyaringan (kertas saring
Whatman nomor 4)

Evaporasi, sampai
ekstrak seperti pasta

Uji bioaktivitas antioksi
metode DPPH

Uji kandungan
kurkuminoid
temulawak dengan
HPLC

13
Lampiran 2 Kadar air simplisia
Sampel temulawak

Ulangan

Kadar air
(%)

Rata-rata

Kursina 3

1

17.69

20.44

2

19.12

3

24.5

1

19.26

2

10.51

3

18.65

Aksesi

16.14

Lampiran 3 Kadar kurkuminoid simplisia temulawak aksesi dan Kursina 3
Nama sampel

Senyawa

Luas area
standar

Luas
area
sampel

[inject]

[sampel]
mg/g
bahan

Aksesi ul 1

Bisdesmetoksi
Desmetoksi
Kurkumin
Bisdesmetoksi
Desmetoksi
Kurkumin
Bisdesmetoksi
Desmetoksi
Kurkumin

288634
251268
248416
288634
251268
248416
288634
251268
248416

11175
138574
366401
7882
98801
277581
8092
106262
289294

0.0194
0.2757
0.7375
0.0137
0.1966
0.5587
0.0140
0.2115
0.5823

0.2310
3.2906
8.8004
0.1657
2.3860
6.7804
0.1430
2.1577
5.9416

12.3220

Bisdesmetoksi
Desmetoksi
Kurkumin
Bisdesmetoksi
Desmetoksi
Kurkumin
Bisdesmetoksi
Desmetoksi
Kurkumin

288634
251268
248416
288634
251268
248416
288634
251268
248416

7236
78322
276830
11162
93946
236981
6015
76856
220801

0.0125
0.1559
0.5572
0.0193
0.1869
0.4770
0.0104
0.1529
0.4444

0.1431
1.7791
6.3606
0.2248
2.1738
5.5463
0.1306
1.9165
5.5691

8.2829

Aksesi ul 2

Aksesi ul 3

Kursina 3 ul 1

Kursina 3 ul 2

Kursina 3 ul 3

Contoh perhitungan (Bisdemetoksi aksul 1):
[Inject]

x [standar]

=
x 0.5

=
= 0.0194
[Sampel]

=

[

]

=
= 0.231 mg/g

Total
Kurkuminoid

9.3320

8.2423

7.9449

7.6162

14
Lampian 4 Rendemen hasil ekstraksi
Sampel

Bobot
sampel (g)

Kursina 3 ul 1

20

Kursina 3 ul 1
Kursina 3 ul 1

Padatan dalam
sampel (g)

Bobot
ekstrak (g)

Rendemen
(%)

16.462

2.277

13.831

20

16.176

2.742

16.954

20

15.100

2.532

16.769

Aksesi ul 1

20

16.148

3.046

18.861

Aksesi ul 2

20

17.898

3.448

19.265

Aksesi ul 3

20

16.270

3.529

21.695

Rendemen
rata-rata (%)
15.851

19.941

Contoh perhitungan:
Rendemen temulawak (%) =
=

x 100%
x 100%

= 13.831 %
Lampiran 5 Data absorban dan nilai IC50 temulawak aksesi dan Kursina 3
Sampel

Ulangan

1

Kursina
3

2

3

1

Aksesi

2

3

Konsentrasi
(ppm)

Absorban
si sampel

%
Inhibisi

200
100
50
25
12.5
200
100
50
25
12.5
200
100
50
25
12.5
200
100

0.152
0.228
0.283
0.284
0.374
0.139
0.230
0.301
0.305
0.382
0.143
0.247
0.288
0.322
0.363
0.067
0.068

71.02
49.15
33.52
33.24
8.24
75.55
50.28
30.77
29.67
9.07
75.20
47.20
36.27
27.20
16.80
100.00
79.12

50
25
12.5
200
100
50
25
12.5
200
100
50
25
12.5

0.093
0.122
0.129
0.069
0.074
0.108
0.118
0.141
0.055
0.059
0.085
0.102
0.110

49.65
18.68
6.59
98.04
75.49
40.19
31.37
4.90
86.77
82.35
47.06
33.82
14.71

IC50
(ppm)

IC50 ratarata
(ppm)

85.57

81.97

82.80

80.87

48.93

49.99

44.98

47.97

15
Lampiran 5 (lanjutan)
Contoh perhitungan :

x 100 %
x 100 %

% Inhibisi =

Ket :

=
= 0.71023 X 100 %
= 71.02 %
As =Absorbansi sampel
Asb = Absorbansi sampel dengan blanko
Ac = Absorbansi blanko dengan DPPH
Acb = Absorbansi Blanko

Lampiran 6 Grafik pengaruh sampel terhadap % inhibisi
100

100

80

80

60

% Inhibisi

y = 20,411ln(x)40,814
R² = 0,9362

40
20
0

% Inhibisi

60
40

y = 22,156ln(x) 47,608
R² = 0,9382

20
0

0

100 200 300
Konsentrasi
(ppm)

0

Grafik 1 Kursina 3

% Inhibisi

Grafik 2 Kursina 3

100

100

80

80
% Inhibisi 60

60
y = 19.736ln(x) 36.675
R² = 0.9332

40
20

y = 35,671ln(x) 88,777
R² = 0,9844

40
20
0

0
0

100 200
Konsentrasi

0

300

(ppm)

Gambar 4 Ciemas

100

100

80

80

60

y = 33,239ln(x) 80,03
R² = 0,9767

40
20
0

100 200 300
Konsentrasi

(ppm)

Gambar 3 Kursina 3

% Inhibisi

100 200 300
Konsentrasi
(ppm)

% Inhibisi 60
40

y = 27,793ln(x) 55,786
R² = 0,9587

20
0

0

100

200

300

Konsentrasi
(ppm)

Gambar 5 Ciemas

0

100

200

300

Konsentrasi
(ppm)
Gambar 6 Ciemas

16

Lampiran 7 Hasil uji IC50 sampel temulawak dan kunyit
Asal bibit
Bogor

Ciemas

Ulangan

Persamaan garis

1
2
3
1
2
3

y = 20.441 ln(x) - 40.814
y = 22.156 ln(x) - 47.608
y = 19.736 ln(x) - 36.675
y = 35.671 ln(x) – 88.777
y = 33.239 ln(x) – 80.030
y = 27.793 ln(x) - 55.786

Contoh perhitungan (Kursina 3 ulangan 1):
y
= a + b ln x
50

= 20.441 ln(x) - 40.814

ln x =
x = 85.57 ppm

Rataan IC50 (Kursina 3) =
= 82.80 ppm

Nilai IC50
(ppm)
85.57
81.97
80.87
48.93
49.99
44.98

Rataan IC50
(ppm)
82.80

47.97

17

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kalianda (Lampung), pada tanggal 8 Januari 1991 dari
ayah Trijoko Santoso dan ibu Sugaida. Penulis merupakan anak pertama dari dua
bersaudara, dengan adik perempuan bernama Ika Artanti Hanurani. Tahun 2009
penulis lulus dari SMA Negeri 1 Gadingrejo (Lampung) dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk IPB dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis pernah melakukan Praktik Lapangan
(PL) di Balai Besar Pasca Panen Pertanian, Cimanggu, Bogor selama periode Juli
20 2 hingga Agus us 20 2 dengan judul “Analisis dan Emulsifikasi Kurkumin
dari Ekstrak Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)”. Penulis juga pernah
mengikuti beberapa organisasi selama perkuliahan, yaitu Himpunan Profesi
Mahasiswa Biokimia (CREBs) tahun 2010-2011 sebagai anggota Research n
Education Bioanalisis CREBs dan tahun 2011-2012 sebagai ketua Keilmuan
Bioanalisis CREBs. Penulis juga aktif dalam organisasi diluar kampus, yaitu
sebagai pengurus fansclub Milanisti Indonesia Sezione Bogor periode 2012-2014.
Selain itu, penulis juga pernah menjadi kontingen IPB dalam kejuaraan sepak bola
Liga Pendidikan Indonesia 2011 di Bandung.

Dokumen yang terkait

Pengukuran Kapasitas Antioksidan Dalam Rimpang Temulawak (Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Secara Spektrofotometri Sinar Tampak

3 32 82

Aktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi In Vitro serta Kandungan Kurkuminoid dari Temulawak dan Kunyit Asal Wonogiri

0 16 36

Bioaktivitas Antioksidan dan Antiinflamasi Secara In Vitro serta Kandungan Kurkuminoid Temulawak dan Kunyit Asal Sukabumi

0 9 78

Aktivitas Inhibisi Terhadap Siklooksigenase, Kadar Pati dan Fenolik Temulawak (Curcuma xanthorriza Roxb.) Aksesi Sukabumi

0 3 30

Karakteristik Pengeringan Beku Sari Temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

1 10 43

KAJIAN KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN EKSTRAK TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) ADA BERBAGAI TEKNIK PENGERINGAN DAN PROPORSI PELARUTAN

0 7 86

KADAR KURKUMINOID, TOTAL FENOL DAN AKTIVITAS ANTIOKSIDAN SIMPLISIA TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) PADA BERBAGAI TEKNIK PENGERINGAN

1 12 54

PENGARUH EKSTRAK ETANOL RIMPANG TEMULAWAK(Curcuma xanthorrhiza Roxb.) TERHADAP Pengaruh Ekstrak Etanol Rimpang Temulawak(Curcuma Xanthorrhiza Roxb.) Terhadap Daya Antiinflamasi Natrium Diklofenak Pada Tikus.

0 2 13

SELEKSI METODA EKSTRAKSI KURKUMINOID UNTU MENENTUKAN KUALITAS RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.) Selection method of curcuminoid extraction to determine the quality of Temulawak rhizome (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

0 0 11

PENGARUH VARIASI METODE EKSTRAKSI SECARA MASERASI DAN DENGAN ALAT SOXHLET TERHADAP KANDUNGAN KURKUMINOID DAN MINYAK ATSIRI DALAM EKSTRAK ETANOLIK RIMPANG TEMULAWAK (Curcuma xanthorrhiza Roxb.)

0 0 99