Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus melanopterus)

(1)

(Balanthiocheilus melanopterus)

TUTIK KADARINI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS

DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis dengan judul Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus melanopterus) adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2009

Tutik Kadarini


(3)

ABSTRACT

TUTIK KADARINI. The Effect of Salinity and Calcium on Survival Rate and Growth of Balashark Fry (Balanthiocheilus melanopterus). Under direction of D. DJOKOSETIYANTO and RIDWAN AFFANDI.

Salinity have a tight relation with osmotic emphasis and water ionic, intracellular and extracellular osmotic emphasis must on ideal condition, so the cells on organ cavity can work well. Physiological main function of calcium in tissue is to maintain homeostatic of the body. This research was divided into two experiment. The objective of first experiment were to know optimum salinity rate that can improve growth and survival rate of balashark fry. While the second stage experiment objective were to know calcium addition rate on optimum salinity media to increase growth and survival rate of balashark fry. First stage of the experiment were conducted in Research Station for Ornamental Fishes Aquaculture, in Depok West Java for about 30 days. Balashark fish with average initial body weight 0.63 g (length 4.43) were stocked at 50x50x40 cm aquaria (15 aquarium) at a stocking density 40 individual per aquaria. Feed that were used at this experiment were tubifex sp that contain 62% protein. The fry were fed in two allowances at 09.00 and 16.00 hours. Randomized complete design with five treatment and three repetitions were used at this experiment. The treatment were different stage addition of salinity at rearing media i.e.,: (A) 0 ppt, (B) 3 ppt, (C) 6 ppt, (D) 9 ppt and (E) 12 ppt. Salinity addition were done gradually for about three days appropriate with the treatment. Specific growth rate and survival rate were observed parameters. Material and experiment method on second phase its similar with the first one. While the different were time implementation, experimental treatment (rearing media) and observed parameter. Second experiment were conducted for about 40 days and observed parameter were physical and chemical factor of water, mineral Na and Ca contain on water and fish body, TKO, glucose level on blood, oxygen consumption, survival rate, length and growth rate and FCR. The treatment that were used at this experiment were calcium addition rate on optimum salinity i.e : (A) 0 mg/l, (B) 10 mg/l, (C) 20 mg/l, (D) 30 mg/l, and (E) 40 mg/l. Result of the first experiment showed that 3 ppm salinity were the best result to increase growth and survival rate. While on second stage experiment showed that 20 ppm calcium addition was the best result to increase growth and survival rate of balashark fry.


(4)

RINGKASAN

TUTIK KADARINI. Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Balashark ((Balanthiocheilus melanopterus). Dibimbing oleh D. DJOKOSETIYANTO dan RIDWAN AFFANDI.

Ikan balashark (Balanthiocheilus melanopterus) merupakan salah satu jenis ikan hias air tawar yang berasal dari Sumatera dan Kalimantan. Untuk mememuhi permintaan pasar perlu dilakukan usaha kegiatan budidayanya diantaranya pembenihan dimana ditemukan kendala yaitu sintasan benih masih rendah Rendahnya tingkat sintasan antara lain disebabkan belum optimalnya kondisi lingkungan. Untuk meningkatkan kondisi lingkungan melalui penambahan salinitas dan kalsium.

Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media internal maupun eksternal. Agar sel-sel pada organ tubuh dapat berfungsi dengan baik, maka sel-.sel tersebut harus berada dalam cairan media dengan komposisi dan konsentrasi ionik yang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan pengaturan (osmoegulasi) agar tercipta komposisi dan konsentrasi ionik dalam sel (intraseluler) dengan cairan luar sel (ekstraseluler) berada pada perbedaan yang ideal.

Untuk meningkatkan tekanan osmotik selain dengan mengatur salinitas juga dilakukan dengan mengatur kadar kalsium. Jika kandungan kalsium di perairan tidak mencukupi maka mekanisme osmoregulasinya akan terganggu. Jumlah kalsium yang diperlukan oleh tiap jenis ikan berbeda. Fungsi utama kalsium adalah sebagai penopang struktur tubuh dan fungsi fisiologis dalam jaringan adalah menyediakan kalsium untuk mempertahankan homeostasis tubuh . Sumber kalsium berasal dari Ca(OH)2, CaCO3 dan CAO sedang dalam kegiatan penelitian ini menggunakan sumber kalsium dari Ca(OH)2. Sehubungan dengan besarnya peranan salinitas dan ion kalsium pada sintasan dan pertumbuhan maka penelitian ini perlu dilakukan.

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan. Tujuan percobaan pertama untuk mengetahui tingkat sallinitas optimum untuk memacu sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark. Percobaan tahap kedua untuk mengetahui tingkat penambahan kalsium pada media bersalinitas optimum untuk meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark. Percobaan tahap pertama dilaksanakan di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air tawar Depok Bogor selama 30 hari. Wadah yang digunakan akurium ukuran 50 cm x 50 cm x 40 cm sebanyak 15 buah. Ikan uji yang digunakan benih balashark ukuran rata-rata 0,63 g dan panjang 4,43 cm dan ditebar dengan kepadatan 40 ekor/wadah. Pakan berupa cacing rambut kandungan protein 62% diberikan secara station (sekenyangnya) dengan pemberian 2 kali sehari pukul 9.00 dan 16.00. Rancangan percobaan digunakan rancangan acak lengkap yang terdiri dari 5 perlakuan dan 3 ulangan. Perlakuan yang diaplikasikan adalah tingkat salinitas berbeda pada media pemeliharaan sebagai berikut : 0 ppt (A), 3 ppt (B), 6 ppt (C), 9 ppt (D) dan 12 ppm (E). Penambahan salinitas dilakukan secara gradual selama 3 hari disesuaikan dengan perlakuan. Parameter yang diamati sintasan dan laju pertumbuhan bobot. Hasil percobaan tahap pertama menunjukkan bahwa


(5)

salinitas 3 ppt adalah yang terbaik untuk meningkatkan sintasan sebesar 98,67% (P<0,05) dan laju pertumbuhan bobot harian sebesar 3,71% (P<0,05)

Bahan dan metode percobaan tahap kedua sama dengan percobaan tahap pertama. Perbedaannya adalah waktu pelaksanaan, perlakuan percobaan (media pemeliharan) dan parameter yang diamati. Percobaan kedua dilaksanakan selama 40 hari dan parameter yang diamati fisika kimia air, mineral Na dan Ca dalam air dan tubuh ikan, TKO, kadar glukosa darah, konsumsi oksigen, sintasan, laju pertumbuhan panjang dan berat serta efisiensi pakan. Perlakuan yang diaplikasikan adalah tingkat penambahan kalsium pada salinitas optimum sebagai berikut : 0 mg/L (A), 10 mg/L (B), 20 mg/L (C), 30 mg/L (D) dan 40 mg/L. (E).

Hasil penelitian penambahan kalsium 20 mg/L adalah yang terbaik dengan tingkat kerja osmotik rendah sebesar 132 mOsm/L H2O dalam hal ini fungsi fisiologis berjalan normal termasuk metabolisme glukosa menjadi stabil kadar glukosa darah rendah sekitar 25,54 mg/d dan konsumsi oksigen basal rendah karena hanya untuk gerak yaitu sebesar 0,50 mg O2/g/jam. Bila tingkat kerja osmotik rendah maka energi untuk osmoregulai lebih rendah dan banyak digunakan untuk pertumbuhan meningkat termasuk laju pertumbuhan bobot rerata harian sebesar 3,9% dan laju pertumbuhan panjang total rerata harian 1,02%. Selain itu bila tingkat kerja osmotik rendah yang berarti tingkat osmoregulasi rendah dan daya tahan tubuh meningkat sehingga napsu makan meningkat maka jumlah pakan meningkat dan pertumbuhan meningkat sehingga pemanfaatan pakan efisien sebesar 11,49%.


(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2009

Hak cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


(7)

PENGARUH SALINITAS DAN KALSIUM TERHADAP

SINTASAN DAN PERTUMBUHAN BENIH IKAN BALASHARK

(Balanthiocheilus melanopterus)

TUTIK KADARINI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2009


(8)

(9)

Judul Tesis : Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus melanopterus)

Nama : Tutik Kadarini

NRP : C151060241

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA Dr. Ir. Ridwan Affandi,DEA

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Perairan

Prof. Dr.Ir. Enang Harris, MS Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar N, MS


(10)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rakhmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengaruh Salinitas dan Kalsium Terhadap Sintasan dan Pertumbuhan Benih Ikan Balashark (Balanthiocheilus melanopterus). Dari hasil penelitian ini diperoleh informasi tentang penambahan salinitas dan kalsium yang tepat sehingga dapat menururunkan stres, meningkatkan Sintasan dan pertumbuhan benih balashark di media bersalinitas..

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Ir. D. Djokosetiyanto, DEA dan Dr. Ir. Ridwan Affandi, DEA selaku komisi pembimbing atas saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.

2. Kepala Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (Drs I Wayan Subamia M.Si) beserta Staf atas bantuannya dalam pelaksanaan penelitian ini..

3. Bapak Totok H.S dan Ananda Ajrina Izzati atas doa, pengertian dan kesabarannya selama penulis melaksanakan studi di IPB Bogor

4. Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada rekan mahasiswa Catur Agus P, Ferdinad, Hidayat suryanto dan rekan-rekan mahasiswa program studi Ilmu Perairan angkatan 2006 atas kekompakan, kerjasama yang baik serta bantuannya dalam penyelesaian karya ilmiah ini.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini penulis menyadari masih terdapat kekurangan yang perlu dilengkapi sehingga segala saran untuk perbaikan akan sangat dihargai demi kesempurnaan hasil penelitian ini di masa mendatang. Penulis berharap agar hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi pengembangan budidaya ikan hias di Indonesia.

Bogor, Januari 2009


(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Klaten, pada tanggal 2 Desember 1960 dari pasangan Bapak Darso Mulyono dan Ibu Kuatini sebagai anak ke lima dari tujuh bersaudara. Sekarang dikaruniai seorang putri Ajrina Izzati Febrianti.

Pendidikan sekolah dasar di SDN Polanharjo, Klaten lulus tahun 1973, dilanjutkan di SMPN Polanharjo Klaten Jawa Tengah lulus tahun 1976. Lulus SMAN Polanharjo pada tahun 1979. Pada tahun 1984, penulis lulus dari Akademi Usaha Perikanan (AUP) Jakarta. Kemudian melanjutkan pendidikan sarjana di Jurusan Perikanan, Fakultas Pertanian Universitas DR. Soetomo Surabaya dan lulus tahun 1989. Pengalaman kerja di bidang perikanan dimulai pada tahun 1984 di Dinas Perikanan Malang Jawa Timur dan pada tahun 1994 sampai sekarang di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok dibawah Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP), Departemen Kelautan dan Perikanan. Pada tahun 2006 penulis mendapat izin untuk melanjutkan pendidikan ke Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan diterima di Program Studi Ilmu Perairan (AIR) dengan biaya sendiri dan pada tanggal 29 januari 2009 penulis dinyatakan lulus dari Sekolah Pascasarjana IPB.


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 2

Tujuan... ... 4

Hipotesis ... 5

TINJAUAN PUSTAKA ... 6

Biologi benih ikan balashark... 6

Salinitas dan osmoregulasi... 7

Peran salinitas pada sintasan ... 10

Peran salinitas pada pertumbuhan ... 10

Mineral Kalsium ... 12

Kadar Glukosa Darah ... 14

Fisika Kimia Air ... 15

METODOLOGI PENELITIAN ... 17

Metode Percobaan ... 17

Percobaan Tahap I ... 17

Tempat dan Waktu Percobaan ... 17

Bahan dan Alat ... 17

Parameter yang Diukur... 19

Analisa Data... 19

Percobaan Tahap II ... 19

Tempat dan Waktu Penelitian ... 19

Bahan dan Alat ... 20

Metode dan Parameter yang Diukur ... 21


(13)

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 26

Percobaan Tahap I ... 26

Hasil ... 26

Pembahasan ... 26

Percobaan Tahap II ... 28

Hasil ... 28

Pembahasan ... 33

SIMPULAN DAN SARAN ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut ... 13 2. Metode dan alat pengukur parameter física kimia dan mineral.... 22

3 Rerata sintasan benih balashark pada setiap perlakuan selama

30 hari……… 25

4 Rerata laju pertumbuhan bobot benih balashark pada setiap

perlakuan selama 30 hari………... 26 5 Nilai parameter fisika kimia air ………

28 6 Konsentrasi mineral (Na dan Kalsium) pada media dan benih

balashark pada akhir penelitian…………. ………. 29 7. Rerata sintasan pada benih ikan ... 29

8 Tingkat kerja osmotic awal dan akhir percobaan...

31 9 Rerata kadar glukosa ...

31 10 Tingkat konsumsi oksigen...

32 11 Laju pertumbuhan bobot rerata harian………..

33 12 Laju pertumbuhan panjang total harian……….

33 13 Efisiensi peanfatan pakan...


(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Skema pendekatan masalah pengaruh salinitas dan kalsium terhadap sintasan dan pertumbuhan benih ikan

balashark………. 4

2. Alternatif alur pengaruh salinitas media terhadap pertumbuhan

ikan……… 12

3. Perhitungan untuk mendapatkan salinitas... 18 4. Grafik hubungan antara sintasan dan tingkat penambahan

kalsium pada benih ikan balashark... 30 5. Grafik hubungan antara kadar glukosa darah dan ……….. 32


(16)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Prosedur pengukuran osmolaritas media dan cairan tubuh benih balashark (SOP Osmometer Automatic Roebling Type

13) ... 46 2. Metode pengambilan hemolim benih balashark………….... ... 47 3. Prosedur analisa kadar glukosa darah menggunakan KIT

Glucose... 47 4. Prosedur pengoperasian spektrofotometer untuk analisa kadar

glukosa... 48 5. Prosedur pengukuran tingkat konsumsi oksigen benih

balashark ... 49 6. Prosedur preparasi sampel air dan pengukuran kandungan

mineral air dengan metode spektrofotomer serapan atom

(AAS) (SOP Shimadzu AA-680) ... 49 7. Prosedur preparasi sampel ikan dan pengukuran kandungan

mineral ikan dengan metode spektrofotomer serapan atom

(AAS) (SOP Shimadzu AA-680) ... 51 8 Perhitungan penentuan kalsium……….. 52 9 Sintasan benih balashark setiap sampling 10 hari sekali ……… 53 10 Tingkat kerja osmotik (TKO) benih balashark pada awal dan

akhir percobaan... 54 11. Kadar glukosa darah benih balashark ……… 55 12. Tingkat konsumsi oksigen (OC) benih balashark pada

masing-masing perlakuan……… 56 13. Bobot benih balasahark seiap sampling (10 hari sekali) selama

penelitian……….… 57

14 Rerata laju pertumbuhan bobot benih balashark... 57 15. Pertumbuhan panjang total dan laju pertumbuhan panjang

harian benih balashark pada akhir penelitian …………... 58 16. Jumlah pakan cacing rambut benih balashark ……… 59 17. 18 Rerata Analisa ragam sintasan tahap pertama dan Laju pertumbuhan nilai efisiensi pemanfaatan pakan ...


(17)

19 Analisa ragam sintasan, tingkat kerja osmotik... 61 20. Analisa ragam kadar glukosa darah dan konsumsi

oksigen…………..……… 62

21. Analisa ragam Laju pertumbuhan bobot, laju pertumbuhan

panjang harian dan efisiensi pemanfaatan pakan…………... 63 22. Analisa uji lanjut dengan Tukey sintasan dan laju pertumbuhan

bobot harian ……… 64 23. Analisa uji lanjut dengan Tukey tingkat kerja osmotik awal

dan akhir... 65 24. Analisa uji lanjut dengan Tukey kadar glukosa darah dan


(18)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan balashark (Balanthiocheilus melanopterus) merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang mempunyai nilai ekonomis. Ikan ini merupakan salah satu ikan asli Indonesia yang berasal dari Kalimantan dan Sumatera, saat ini keberadaan ikan balashark di Kalimantan Barat sudah mulai langka (Chumaidi at al. 2007).

Untuk mememuhi permintaan pasar dan mengurangi kekayaan dari alam maka perlu dilakukan usaha budidayanya. Pada kegiatan budidaya, khususnya kegiatan pembenihan, masih ditemukan kendala yaitu sintasan benih yang masih rendah. Rendahnya tingkat sintasan antara lain disebabkan belum optimalnya kondisi lingkungan untuk mendukung kehidupannya.

Parameter fisika-kimia air yang sangat menentukan sintasan dan pertumbuhan diantarannya adalah salinitas dan kesadahan/alkalinitas. Salinitas media merupakan faktor yang sangat penting karena mempengaruhi kehidupan ikan balashark baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung salinitas media melalui tekanan osmotiknya mempengaruhi aktivitas fisiologis, baik pada osmoregulasi maupun bioenergetik (Kinne 1964; Gilles dan Jeuniaux 1979), sedangkan secara tidak langsung mempengaruhi parameter lingkungan lainnya antara lain kelarutan oksigen.

Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media internal maupun eksternal. Agar sel-sel pada organ tubuh dapat berfungsi dengan baik, maka sel-.sel tersebut harus berada dalam cairan media dengan komposisi dan konsentrasi ionik yang sesuai dengan kebutuhannya. Oleh karena itu diperlukan pengaturan (osmoregulasi) agar tercipta komposisi dan konsentrasi ionik dalam sel (intraseluler) dengan cairan luar sel (ekstraseluler) berada pada perbedaan yang ideal (Affandi & Tang 2002)

Untuk mengatur tekanan osmotik media selain dengan mengatur salinitas juga dapat dilakukan dengan mengatur kadar kalsium. Jika kandungan kalsium di perairan tidak mencukupi maka mekanisme osmoregulasinya akan terganggu (Tseng 1987).


(19)

Jumlah kalsium yang diperlukan oleh tiap jenis ikan berbeda. Fungsi fisiologis ion kalsium dalam jaringan adalah menyediakan kalsium untuk mempertahankan homeostasis tubuh (Piliang 2005). Ion kalsium dilingkungan dapat berasal dari CaCO3, (Ca(OH)2) dan CaO. Menurut Sjafei (1998) sintasan tertinggi ikan nilem (Osteochils hasselti) didapatkan pada konsentrasi kalsium sebesar 61,11 mg CaCO3/L.

Dengan adanya pengaturan salinitas dan kadar mineral kalsium (Ca(OH)2) pada media diharapkan akan meningkatkan sintasan dan pertumbuhan karena kebutuhan akan mineral penting dapat terpenuhi. Sehubungan dengan besarnya peranan salinitas dan ion kalsium pada sintasan dan pertumbuhan maka penelitian ini dilakukan.

Perumusan Masalah

Masalah yang dihadapi dalam pembenihan ikan balashark adalah kelangsungan hidup yang masih rendah. Rendahnya kelangsungan hidup antara lain disebabkan belum optimalnya kondisi lingkungan dalam mendukung kehidupannya. Ikan balashark yang dipelihara pada media dengan salinitas di luar kisaran isoosmotik ideal (hiperosmotik maupun hiposmotik) akan melakukan kerja osmotik yang berat. Pada kondisi demikian maka proses-proses fisiologis dalam tubuh berjalan tidak maksimal, termasuk di dalamnya proses metabolisme. Menurunnya laju metabolisme akibat tidak optimalnya salinitas akan menyebabkan pasokan pakan ke dalam tubuh berkurang. Berkurangnya konsumsi pakan dengan sendirinya akan mengurangi pasokan energi ke dalam tubuh, sedangkan untuk keperluan osmoregulasi dibutuhkan energi yang besarnya bergantung pada tingkat kerja osmotiknya. Makin tinggi tingkat kerja osmotik, makin besar pula energi yang dibutuhkan untuk keperluan osmoregulasi. Apabila proses osmoregulasi berjalan terus sementara energi yang tersedia tidak mencukupi maka ikan akan mengalami stres bahkan mati.

Oleh karena itu ikan balashark harus dipelihara pada media yang mendekati kondisi isomotik untuk mengurangi stres, meminimalkan pembelanjaan energi untuk kerja osmotik dan memacu konsumsi pakan sehingga kelangsungan hidup dan pertumbuhan dapat meningkat.


(20)

Jika kandungan kalsium di perairan tidak mencukupi maka tidak hanya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ikan tetapi juga mekanisme osmoregulasinya akan terganggu (Tseng 1987). Menurut Piliang (2005) mineral kalsium berfungsi utama membentuk tulang, jaringan lunak dan berperan dalam proses regulasi ionik dalam tubuh. Menurut Lall (1989) mineral kalsium berfungsi juga dalam menjaga keseimbangan asam basa.

Mineral kalsium bersama dengan ion kalium (K+) berperan dalam mekanisme kerja osmotis ikan. Saat kemampuan osmoregulasi ikan meningkat maka akan berpengaruh terhadap kelangsungan hidup. Mineral kalsium merupakan kofaktor proses enzimatik (Davis dan Gatlin 1991). Kelarutan kalsium yang optimal dalam media akan meningkatkan aktivitas enzim Na+/K+-ATPase. Selain itu adanya keseimbangan mineral media juga mempengaruhi keseimbangan isoosmotik antara cairan tubuh dan lingkungan. Pada saat kondisi media optimal maka kebutuhan energi (beban osmotik) untuk aktivitas enzim Na+/K+-ATPase akan berkurang sehingga tersedia banyak energi (katabolisme) yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan kelangsungan hidup saat kondisi stres (Affandi & Tang 2002)

Skema pendekatan dan pemecahan masalah disajikan dalam Gambar 1.

1. Untuk mengetahui salinitas ideal maka dilakukan percobaan penambahan salinitas dengan tingkat berbeda.

2. Untuk dapat menentukan penambahan kalsium yang ideal maka dilakukan percobaan penambahan kalsium dengan tingkat yang berbeda dan sebagai indikator tingkat konsumsi oksigen rendah sehingga proses metabolisme berjalan baik dan tingkat kerja osmotik rendah sehingga energi untuk pertumbuhan lebih banyak dan stres berkurang atau tingkat kematian menurun. Apabila tingkat stres turun maka tingkat konsumsi pakan akan naik sehingga pertumbuhan naik. Sintasan dan pertumbuhan meningkat maka produksi meningkat.


(21)

Ikan balashark

Pakan

Kualita s air layak ?

Efektif itas pakan ? Konsumsi

Oksigen

Konsumsi pakan Pertumbuhan

benih Salinitas

dan kalsium

Produksi ikan Kerja Osmotis

Ketahanan tubuh (tingkat stres)

+

-+

-Kelangsungan hidup benih

Gambar 1. Skema pendekatan masalah pengaruh salinitas dan kalsium terhadap kelangsungan Hidup dan pertumbuhan benih ikan balahark

Tujuan dan Manfaat Penelitian Penelitian dilaksanakan dengan tujuan :

1) Mengetahui tingkat salintas optimum untuk memacu sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark.

2) Mengetahui tingkat penambahan kalsium pada media bersalinitas optimum untuk meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark

Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam pemeliharaan benih ikan balashark.


(22)

Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka hipotesis yang dikembangkan adalah sebagai berikut :

1. Apabila salinitas media berada pada kondisi yang optimum maka tingkat stres akan turun sehingga sintasan akan meningkat.

2. Apabila penambahan kalsium pada media salinitas optimum maka tingkat stres akan turun, konsumsi pakan meningkat sehingga pertumbuhan benih balashark akan meningkat.


(23)

TINJAUAN PUSTAKA Biologi Ikan Balashark

Ikan Balashark atau silver shark mempunyai nama lokal di kalimantan Barat disebut Ketutung, di Kalimantan Tengah disebut ridik angus dan di Sumatra selatan (Banyu Asin) disebut Puntung Anyut. Ikan ini bergerak dengan lincah dan dalam kondisi stres dapat loncat mencapai 2 m. Sirip punggung yang lancip hampir menyerupai ikan hiu (shark). Sistematik ikan balashark menurut Saanin (1980) adalah sebagai berikut :

Kelas : Pisces

Sub Kelas : Teleostei

Ordo : Ostariophysi

Sub Ordo : Cyprinidea

Famili : Cyprinidae

Sub Famili : Cyprinidae

Genus : Balantiocheilus

Spesies : Balantiocheilus melanopterus, Blkr

Bentuk tubuh ikan balashark seperti ikan bandeng atau tawes, yang jantan mempunyai bentuk tubuh yang ramping. Tubuhnya berwarna silver dan setiap sirip ada garis berwarna hitam. Ukuran tubuh di alam dapat mencapai 24 inci ( 50 cm), sedangkan yang dibudidayakan hanya mencapai sekitar 14 inci (35 cm). Ikan balashark di Kalimantan Barat tepatnya di Sungai Kapuas sekarang sudah jarang ditemukan atau hampir punah sebaliknya di Musi Banyuasin Palembang Sumatra Selatan ikan balashark banyak ditemukan tepatnya di danau, rawa dan sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut dan pernah ditemukan di muara sungai. Induk balashark banyak ditemukan di hulu sungai dan akan memijah di perairan di sekitar sungai baik danau, hutan, rawa, dan anak sungai. Ikan balashark termasuk ikan omnivora yang merupakan pemakan cacing dan alga (pytoplankton dan zooplankton).

Ikan balashark di alam melakukan pemijahan pada musim penghujan yaitu pada saat permukaan air naik menggenangi daerah sekitarnya. Induk balashark


(24)

memijah pada umur ± 3 tahun, dengan panjang standar 22 – 25 cm untuk betina dan 15 – 20 cm untuk jantan, dalam hal ini tergantung pada pakan dan lingkungan. Perbandingan pemijahan induk jantan dan betina 1 : 1. Pemijahan ikan balashark masih secara buatan dan dapat dilakukan bila diameter telur mencapai lebih dari 1,0 mm. Untuk merangsang pemijahan dengan penyuntikan 2 kali yaitu hormon ovaprin dan HCG . Penyuntikan pertama 1/3 dosis yang terdiri dari 0,15 ml ovaprin dan 50 iu HCG per kg bobot ikan dan dalam waktu 5 jam berikutnya penyuntikan kedua 2/3 dosis yang terdiri 0,35 ml ovaprin dan 250 iu HCG. Setelah 9 – 11 jam ikan yang disuntik akan ovulasi. Pematangan gonad ditandai dengan perubahan inti telur dari posisi tengah ke tepi dinding telur dalam hal ini telur siap untuk distriping (pengurutan) dan siap dibuahi oleh sperma, dalam waktu 13-16 jam setelah pembuahan maka telur akan menetas dan menjadi larva. Awal mulai makan dari umur sekitar 3 hari setelah menetas , yang sebelumnya sumber makanan dari kantong kuning telur.

Benih balasahark memiliki bentuk tubuh sudah menyerupai dewasa dan dibutuhkan waktu sekitar 25 hari . Pada pemeliharaan benih balashark dengan ukuran lebih dari 1 inci dalam skala laboratorium dengan kondisi air stagnan (tidak mengalir) mortalitas dapat mencapai lebih dari 50 % selama pemeliharaan 2 – 3 bulan dengan kepadatan 1-2 ekor/liter. Tingginya mortalitas pada pemeliharaan benih diakarenakan ikan balashark mudah stres terhadap tingginya fluktuasi lingkungan. (Chumaidi et al 2007).

Salinitas dan Osmoregulasi

Salinitas didefinisikan sebagai konsentrasi total semua ion yang terlarut dalam air (Boyd, 1982). Salinitas menggambarkan padatan total di dalam air setelah semua karbonat dikonversi menjadi oksida, semua bromida dan iodida telah digantikan dengan klorida dan semua bahan organik telah dioksidasi (Effendi 2003). Salinitas dinyatakan dalam satuan gram/kg atau promil.

Salinitas berhubungan erat dengan tekanan osmotik dan ionik air, baik air sebagai media internal maupun eksternal. Perubahan salinitas akan menyebabkan perubahan tekanan osmotik maupun tekanan ionik air.


(25)

Sifat osmotik air bergantung pada seluruh ion yang terlarut dalam air tersebut, dengan semakin besar jumlah ion yang terlarut di dalam air maka osmotik larutan akan semakin tinggi pula. Pada air laut yang semakin tinggi tingkat salinitas maka osmotik semakin tinggi. Kandungan air laut ion Na+ (30,61 %) dan (Cl- 55,04 %) dari total seluruh ion-ion yang terlarut di dalam air laut (Nybakken 1988).

Salinitas (tekanan osmotik) media selain menentukan keseimbangan pengaturan tekanan osmose cairan tubuh, juga mempunyai pengaruh pada metabolisme, tingkah laku, kelangsungan hidup, pertumbuhan dan kemampuan reproduksi.

Ikan-ikan air tawar mempunyai tekanan osmotik cairan internal (dalam tubuh) lebih besar dari tekanan osmotik eksternalnya (lingkungan), sehingga garam-garam dalam tubuh cenderung keluar sedangkan air cenderung masuk ke dalam tubuh. Hal sebaliknya terjadi pada ikan-ikan laut. Oleh sebab itu dibutuhkan proses pengaturan tekanan osmotik untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh dan lingkungannya. Proses tersebut dinamakan osmoregulasi (Fujaya 1999). Tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau organisme akuatik lainnya ditentukan oleh tingkat salinitas media sehingga ikan akan melakukan penyesuaian terhadap salinitas melalui proses osmoregulasi tersebut.

Daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dengan air (media) lingkungan hidupnya. Pengaturan osmotik itu dilakukan melalui mekanisme osmoregulasi (Affandi & Tang 2002). Selanjutnya dikatakan bahwa organisme yang dipelihara pada media buatan mempunyai masalah karena tekanan osmotik air media hidupnya belum tentu seimbang dengan tekanan osmotik cairan tubuhnya. Organisme dituntut untuk menjaga keseimbangan osmotik dengan cara melakukan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuhnya melalui regulasi osmotik.

Sehubungan dengan mekanisme osmoregulasiya, organisme akuaik dibagi menjadi dua golongan (Nybakken 1988), yaitu :

1. Osmoconformer: adalah organisme yang tidak mempunyai kemampuan untuk mengatur kandungan garam serta osmolaritas cairan internalnya. Osmoralitas cairan tubuh selalu berubah mengikuti kondisi osmolaritas medianya.


(26)

2. Osmoregulator : adalah organisme yang mempunyai mekanisme faali untuk menjaga kemantapan meillieu interleurnya dengan cara mengatur osmolaritas cairan tubuhnya (kandungan garam dan air) atau mengatur keseimbangan konsentrasi osmotik antara cairan intrasel dan cairan ekstrasel.

Organisme dituntut untuk menjaga keseimbangan osmotiknya, dengan cara mempertahankan pengaturan tekanan osmotik cairan tubuhnya melalaui mekanisme regulasi osmotik. Regulasi adalah suatu homeostasis dari organisme untuk mengatur keseimbangan meillieu interleurnya yaitu antara volume air dan konsentrasi elektrolit yang terlarut dalam air media hidupnya. Tiga pola regulasi yaitu regulasi hipertonik (hiperosmotik), hipotonik (hipoosmotik) dan isotonik (isoosmotik). Ikan teleostei (bertulang sejati) air tawar mempunyai cairan yang bersifat hiperosmotik terhadap lingkunganya, sehingga air cenderung masuk ke dalam tubuh secara difusi melaui permukaan tubuh yang semipermiabel. Bila hal ini tidak dikendalikan maka menyebabkan hilangnya garam-garam dalam tubuh dan mengencernya cairan tubuh, sehingga cairan tubuh tidak dapat menyokong fungsi-fungsi fisiologik secara normal. Untuk mengatasi keseimbanagn tersebut dengan mengeluarkan air tersebut dengan berbagai cara. Ginjal akan mempompakan keluar kelebihan air tersebut sebagai air seni dan menahan garam-garam tubuh. Garam akan hilang bersama air seni (jumlah sedikit) dan difusi dari tubuh. Kehilangan garam ini dimbangi oleh garam-garam yang terdapat dalam makanan dan penyerapan aktif melalui insang dari media.

Famili Ciprinidae mempunyai kemampuan yang kuat dalam mengatur osmoregulasinya pada lingkungan air tawar ataupun salinitas rendah, namun akan kehilangan kemampuannya pada salinitas tinggi. Pada umumnya organisme akuatik di laut mempunyai osmolaritas darah (tekanan osmotik cairan internal) berkisar antara 380 – 450 mosm/kg, sedangkan tekanan osmotik di media luar berkisar antara 800 – 1200 mosm/kg, sehingga air dalam tubuh akan senantiasa berdiffusi keluar (Boyd 1979). Ikan nila merah merespon tingkat kerja osmotik, pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan terhadap perubahan tekanan osmotik (salinitas) media optimum berkisar antara 355,88 – 374,66 mosm/l H2O atau setara dengan salinitas antara 12,31 – 12,95 ppt (Syakirin 1999).


(27)

Peran Salinitas pada Sintasan

Sintasan adalah daya hidup untuk bertahan, tumbuh dan berperan dalam habitatnya. Ikan akan hidup, tumbuh dan berkembangbiak pada habitat atau lingkungan dalam batas yang dapat ditolerir oleh ikan. Ikan-ikan air tawar mempunyai tekanan osmotik cairan internal (dalam tubuh) lebih besar dari tekanan osmotik eksternalnya (lingkungan), sehingga garam-garam dalam tubuh cenderung keluar sedangkan air cenderung masuk ke dalam tubuh. Oleh sebab itu dibutuhkan proses pengaturan tekanan osmotik untuk mengontrol keseimbangan air dan ion-ion antara tubuh dan lingkungannya. Proses tersebut dinamakan osmoregulasi (Fujaya 1999). Tekanan osmotik cairan tubuh ikan ditentukan oleh tingkat salinitas media sehingga ikan akan melakukan penyesuaian terhadap salinitas melalui proses osmoregulasi tersebut. Daya tahan hidup organisme dipengaruhi oleh keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dengan air (media) lingkungan hidupnya. Apabila pada salinitas media rendah atau tinggi maka keseimbangan osmotik akan terganggu menyebabkan ikan stres yang pada akhirnya mengalami kematian. Hasil penelitian Damayanti (2003) menunjukkan bahwa benih gurame ukuran 0,3 gram yang dipelihara pada salintas 4 ppt (perlakuan 0, 4, 8 dan 12 ppt) menghasilkan tingkat kelangsungan hidup yang tertinggi 98,89 % sedangkan pada media air tawar adalah 70 %

Peran Salinitas pada Pertumbuhan

Pertumbuhan merupakan perubahan ukuran baik bobot, panjang dan organ dalam waktu tertentu. (Wootton 1995). Sedangkan menurut Watherlay (1972) pertumbuhan adalah pertambahan ukuran baik panjang, berat maupun volume sehubungan dengan perubahan waktu. Pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal, faktor internal seperti genetik dan fisiologis misal kesehatan sedangkan faktor eksternal seperti pakan dan fisika-kimia air (suhu, oksigen terlarut, amonia dan kesadahan). Salinitas salah satu parameter kimia air dan hubungannya dengan pertumbuhan akan dijelaskan berikut ini.


(28)

Apabila salinitas media sama dengan tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau mendekati isoosmotik maka fungsi sel akan berjalan normal termasuk laju metabolisme (katabolisme dan anabolisme). Katabolisme merupakan sintesa dan degradasi protein, lemak, dan karbohidrat dari pakan yang dikonsumsi. Dari proses katabolisme selanjutnya melalui sederet reaksi lain dalam siklus Kreb yang berlangsung di dalam mitokondria sel. Melalui fosforilasi aksi didalam sistem sitochrom merubah ADP menjadi ATP yang kaya akan energi. Sebagian energi akan dibelanjakan untuk perawatan ikan dan apabila kondisi mendekati isoosmotik maka energi tersebut bisa dialihkan untuk pertumbuhan.

Apabila salinitas media sama dengan tekanan osmotik cairan tubuh ikan atau mendekati isoosmotik maka konsumsi pakan akan meningkat. Makanan yang dikonsumsi akan mengalami proses pencernakan dan penyerapan. Bagian makanan yang tidak dapat dicerna akan dibuang sebagai feses. Sedangkan zat makanan yang diserap akan mengalami proses katabolisme sehingga dapat dihasilkan energi bebas dan sebagian akan dijadikan bahan untuk menyusun sel-sel baru (pertumbuhan).

Dengan meningkatnya konsumsi pakan maka metabolit dalam darah akan diambil kembali oleh sel untuk digunakan dalam proses metabolisme, akibatnya kadar metabolit darah menjadi berkurang. Kondisi ini merupakan sinyal yang akan ditangkap oleh reseptor yang memonitor kadar metabolik darah dan informasinya akan sampai ke pusat lapar pada hypothalmus, sehingga menyebabkan munculnya kembali rasa lapar. Dengan meningkat derajat lapar maka tingkat konsumsi pakan meningkat dimana pakan merupakan sumber energi guna pertumbuhan, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2.


(29)

Gambar 2. Alternatif alur pengaruh salinitas media terhadap pertumbuhan ikan (Affandi 2002).

Hasil penelitian Hendaryani (2000) menunjukkan bahwa larva pangasius jambal umur 3 hari tumbuh media optimal pada salinitas 4 ppt (perlakuan 0, 4, 8 dan 12). Selanjutnya pada salinitas dan perlakuan yang sama benih gurame dengan bobot 0,3 g dan panjang rata 2,3 cm, laju pertumbuhan bobot maksimal sebesar 2,76 % dan panjang mutlak sebesar 2,47 cm (Damayanti 2003)

Mineral Kalsium

Mineral merupakan komponen dari eksoskeleton dan kofaktor beberapa jenis enzim, serta berperan dalam osmoregulasi dan aktivitas saraf. Ikan dapat memanfaatkan mineral terlarut dalam air (Wickins & Lee 2002). Kebutuhan kuantitas mineral adalah tidak tetap diantara individu suatu spesies dan kondisi lingkungan. Hal ini disebabkan oleh perbedaan karakteristik kandungan konsentrasi


(30)

mineral yang terdapat pada air tawar dan air laut. Perbedaan kandungan konsentrasi ion yang terdapat pada air tawar dan air laut disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Perbedaan kandungan konsentrasi ion air tawar dan air laut

Sumber : * = Rump dan Krist (1992) dalam Effendi (2003) Konsentrasi (ppm) Ion

Air Tawar* Air Laut#

Cl- 3-50 18.800

Na+ 2-100 10.770

SO42- 1-100 2.715

Mg2+ 1-70 1.290

Ca2+ 4-100 412

K+ 0,2-10 380

HCO3- 2-300 180

Br- - 67

H3BO3- - 26

Sr2+ - 8

Fe2+ 0,1-3 -

# = Gunter (1977) dalam Soewardi (2006)

Kalsium tidak terdapat dalam bentuk bebas, namun berupa kation yang bermuatan dua ion positif (Piliang 2005). Kalsium mempunyai peranan penting dalam pembentukan jaringan tubuh terutama tulang atau eksoskeleton. Hal ini disebabkan 99% kalsium dalam tubuh terdapat dalam jaringan eksoskeleton atau tulang. Pengapuran pada kolam budidaya bertujuan untuk menetralkan ion Al, Fe, H, dan Mn, serta menambah unsur Ca dan Mg ke dalam perairan. Penetral utama dalam kapur yaitu karbonat (CO32-) yang menghasilkan OH-, sehingga akan merangsang perombakan bahan organik menjadi dipercepat. Wickins dan Lee (2002) mengemukakan bahwa adanya kandungan kapur yang tinggi di perairan dapat mempengaruhi pertumbuhan ikan. Menurut Wedemeyer (1996) perairan kolam budidaya intensif sebaiknya memiliki kesadahan pada kisaran 50-200 ppm setara CaCO3. Jumlah kalsium yang diperlukan tiap ikan berbeda Menurut Grizzie et al. (1985) dalam Boyd (1990) penambahan kalsium chloride akan meningkatkan


(31)

konsentrasi kalsium dikolam dari 20 mg/l hingga 40 atau 100 mg CaCO3/l kemudian meningkatkan kelangsungan hidup larva Stripped bass (Osteochilus hasselti) dari 16 % menjadi 80 % atau lebih. Kelangsungan hidup tertinggi pada pemeliharaan ikan nilem (Osteochils hasselti) dicapai pada konsentrasi kalsium 61,11 mg CaCO3/l (Sjafei et al 1998). Pada larva patin nilai pertumbuhan tertinggi pada tingkat kesadahan 75 mg/l CaCO3 (Nurhidayati 2000).

Dalam osmoregulasi, keseimbangan osmotik antara cairan tubuh dan air media sangat penting bagi kehidupan hewan air. Fungsi biokimia mineral seperti ion Ca, Na dan Cl, pada spesies perairan sama dengan hewan daratan. Ion-ion secara aktif diserap tubuh melalui insang ketika terjadi proses penyerapan air. Kebutuhan energetik untuk pengaturan ion secara umum akan lebih rendah pada lingkungan yang mendekati isoosmotik, dengan demikian energi yang disimpan dapat cukup substansial untuk meningkatkan pertumbuhan (Imsland et al. 2003).

Glukosa Darah sebagai Indikator Stres

Stres didefinisikan sebagai sejumlah respons fisiologis yang terjadi pada saat hewan berusaha mempertahankan homeostasis. Homeostasis adalah keadaan stabil yang dipertahankan melalui proses aktif yang melawan perubahan. Homeostatis ini terjadi pada tingkat sel yaitu dengan pengaturan metabolisme sel, pengontrolan permeabilitas membran sel, pembuangan sisa metabolisme. Respon stres ini dapat berupa penurunan volume darah, penurunan jumlah leukosit, penurunan glikogen hati dan peningkatan glukosa darah(Affandi & Tang 2000). Perubahan lingkungan (enviromental changes) akibat perubahan salinitas dan kalsium perairan dapat mengakibatkan stres pada ikan. Bila ikan mengalami stres, ikan tersebut menanggapinya dengan mengembangkan suatu kondisi homeostatis yang baru dengan mengubah metabolismenya. Respons terhadap stres ini dikontrol oleh sistem endokrin melalui pelepasan hormon kortisol (Barton et al. 1980) dan katekolamin (Woodward 1982). Sandnes dan Wagbo (1991), diacu dalam Marzuqi et al. (1997) menyatakan bahwa akan terjadi peningkatan metabolisme glukosa pada tubuh yang dipicu oleh hormon kortisol dan katekolamin tersebut.


(32)

Menurut Baratawidjaja (2006) bahwa stres akut oleh saraf simpatis akan melepaskan katekolamin dan merupakan repons mayor sekresi glukokortikoid (GKS) atau kortisol. Lebih lanjut dikatakan bahwa stres dapat mempengaruhi sistem imum dan meningkatkan kerentanan terhadap penyakit dan infeksi.

Stres menyebabkan peningkatan sekresi kortisol (glukokortikoid). Dengan demikian, stres dapat meningkatkan glukosa darah. Beberapa mekanisme yang berperan dalam mempertahankan kestabilan glukosa darah adalah glukoneogenesis, lipolisis, glikogenesis, dan lipogenesis. Homeostatis kadar glukosa dalam darah dipertahankan oleh beberapa mekanisme, yaitu mekanisme yang mengatur kecepatan konversi glukosa menjadi glikogen atau lemak yang disimpan, dan mekanisme yang mengatur pelepasan kembali dari bentuk simpanan untuk dikonversi menjadi glukosa yang masuk ke dalam darah. Oleh karena itu, dengan banyaknya mekanisme yang berperan dalam mempertahankan homeostatis glukosa darah, kestabilan glukosa darah menjadi sangat penting bagi kesehatan bahkan kehidupan (Piliang & Djojosoebagio 2000).

Fisika Kimia Air

Kelangsungan hidup ikan sangat dipengaruhi oleh nilai parameter fisika kimia air media tempat hidupnya. Bila kondisi fisika kimia air tidak sesuai dengan yang dibutuhkan, maka kelangsungan hidup ikan akan terganggu. Kualitas air dapat dinyatakan dalam berbagai parameter, yaitu parameter fisika seperti suhu dan parameter kimia seperti oksigen, amonia, kesadahan dan pH.

Suhu air sangat mempengaruhi laju metabolisme dan pertumbuhan organisme perairan (Effendi 2003). Menurut Boyd (1982) bahwa laju biokimia akan meningkat 2 kali lipat setiap peningkatan suhu 100C. Suhu optimal bagi pertumbuhan ikan berkisar 28-320C.

Nilai pH merupakan logaritma negatif dari aktivitas ion hidrogen. Ikan dapat hidup baik pada pH 6-9 (Boyd 1991). PH air akan berpengaruh terhadap nafsu makan ikan dan reaksi kimiawi di dalam air.


(33)

Stickney (1979) menyatakan bahwa kekurangan oksigen terlarut akan membahayakan organisme air karena dapat menyebabkan stres, mudah terkena penyakit dan bahkan kematian. Boyd (1982) menyatakan bahwa kandungan oksigen terlarut sangat mempengaruhi metabolisme tubuh ikan. Konsentrasi oksigen yang dapat mendukung kehidupan organisme dalam perairan adalah mendekati atau diatas 3 ppm (Pescod 1973). Kadar oksigen yang terlarut bervariasi tergantung pada suhu, salinitas, turbulensi air dan tekanan atmosfer.

Kesadahan (hardness) adalah kation logam bivalen (valensi dua), kation-kation ini dapat bereaksi dengan anion-anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan logam. Pada perairan tawar kation bivalen yang paling berlimpah adalah kalsium dan magnesium. Kalsium dan magnesium ini berikatan dengan anion penyusun alkalinitas yaitu bikarbonat dan karbonat. Kesadahan yang baik untuk menunjang kehidupan organisme perairan berkisar 20-150 mg/l CaCO3 equivalen (Stickney 1979). Menurut Effendi (2000) dalam budidaya ikan parameter kesadahan bisa mencapai hingga 500 mg/L. Alkalinitas merupakan kemampuan perairan untuk menyangga asam atau kapasitas perairan untuk menerima proton pada perairan alami, berhubungan dengan konsentrasi karbonat (CO32-), bikarbonat (HCO3-) dan hidroksida (OH-) (Effendi 2003).

Amonia merupakan produk hasil metabolisme ikan dan pembusukan senyawa organik oleh bakteri (Boyd 1982). Kandungan amonia sangat terkait dengan tingkat oksidasi di dalam air. Kandungan oksigen yang tinggi akan menyebabkan kandungan amonia menjadi rendah karena dioksidasi menjadi NO3 yang dapat dimanfaatkan oleh fitoplankton dalam proses fotosintesis. Konsentrasi amonia dalam air sangat tergantung pada pH, suhu dan salinitas. Jika pH atau suhu meningkat maka kandungan amonia akan meningkat relatif lebih tinggi daripada kandungan amonium, serta meningkatkan daya racunnya terhadap ikan. NO2 relatif lebih rendah daripada NH4+ pada perairan yang bersalinitas dan sadah (Stickney 1979). Toksisitas amonia meningkat dengan menurunnya kadar oksigen terlarut. Konsentrasi NH3 yang relatif aman untuk ikan adalah di bawah 0,1 mg/l (Effendi 2003).


(34)

METODELOGI PENELITIAN

Metode Percobaan

Kegiatan dalam percobaan ini terdiri dua tahap yaitu percobaan pendahuluan (tahap 1) dilakukan untuk memperoleh informasi tentang salinitas optimum yang dapat meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark Sedangkan percobaan utama (tahap 2) dilakukan untuk mendapatkan informasi tentang tingkat penambahaan kalsium pada salinitas optimum yang dapat meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark.

Percobaan Tahap I

Percobaan ini dilakukan untuk mengetahui salinitas optimum yang dapat meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark.

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan tahap pertama dilakukan di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok Jawa Barat. Percobaan dilaksanakan pada bulan April 2008 dan berlangsung selama 1 bulan

Bahan dan Alat Percobaan Wadah Percobaan

Wadah percobaan yang digunakan adalah akuarium kaca berukuran panjang 45 cm, lebar 30 cm dan tinggi 40 cm berjumlah 15 buah. Masing-masing wadah diisi air sebanyak 20 liter dan dilengkapi dengan aerasi dan penutup karena ikan suka melompat (keluar).

Media Percobaan

Sebagai media percobaan digunakan campuran air laut yang berasal dari Ancol dan air tawar dari air tanah yang dipompa. Sebelum digunakan campuran air tersebut diendapkan dan diaerasi selama 24 jam agar jenuh oksigen. Untuk


(35)

mendapatkan media percobaan dengan tingkat salinitas yang sesuai dengan perlakuan yang diterapkan, dilakukan pengenceran air laut dengan air tawar dapat dilihat pada gambar 3. Untuk mendapatkan media salinitas 5 ppt dan volume air yang dikehendaki 30 liter dengan air laut yang tersedia kadar salinitas 28,6 ppt, maka akan memerlukan air laut sebanyak 5,2 liter dan air tawar sebanyak 24,8 liter.

5 / 28,6 X 30 lt = 5,2 lt (Air laut)

0 23,6

28,6

5

5

23,6/ 28,6 X30 lt = 24,8 lt (Air tawar)

Gambar 3. Contoh perhitungan untuk mendapatkan salinitas tertentu melalui pencampuran air garam dan air tawar

Ikan Uji

Ikan uji yang digunakan pada percobaan ini adalah benih ikan balashark (Balanticheilus melanopterus Blkr) berumur ± 2 bulan dengan bobot rata-rata 0,64±0,03 gram dan panjang total rata-rata 4,43±0,21 cm. Benih balaskark diperoleh dari Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok Jawa Barat. Sebelum digunakan sebagai hewan uji, benih ikan terlebih dahulu diseleksi untuk mendapatkan ukuran yang relatif seragam.

Pakan

Pakan yang digunakan adalah pakan alami berupa cacing rambut (Tubifex sp) dengan kandungan protein 57,5 %, lemak 13,5%, serat kasar 2,04 %, abu 3,6 % dan kadar air 87,19%. Pakan diberikan secara adlibitum dengan frekuensi pemberian pakan 2 kali sehari yaitu pukul 9.00 dan 16.00.


(36)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan mengaplikasikan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang diterapkan adalah tingkat salinitas media sebagai berikut :

A = Salinitas 0 ppt B = Salinitas 3 ppt C = Salinitas 6 ppt D = Salinitas 9 ppt E = Salinitas 12 ppt

Penentuan perlakuan salinitas 0-12 ppt didasarkan hasil penelitian bahwa ikan gurame, bawal dan patin mampu hidup pada salinitas 8-10 ppt (Hendaryani 2000; Damayanti 2003; Wulandari 2006 ).

Parameter yang Diukur

Pengamatan atau parameter yang diukur selama percobaan adalah sintasan dan pertumbuhan. Pengamatan sintasan dengan mencatat ikan yang mati sedangkan pertumbuhan dengan menimbang ikan pada swal dan akhir percobaan.

Analisis Data

Analisis data sintasan dan pertumbuhan menggunakan analisis ragam dengan bantuan program Minitab versi 14,0. Jika terdapat pengaruh yang berbeda nyata maka dilanjutkan uji Tukey.

Percobaan Tahap II

Percobaan ini bertujuan untuk mengetahui tingkat penambahan kalsium pada media bersalinitas optimum untuk meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark .

Tempat dan Waktu Percobaan

Percobaan tahap kedua dilakukan di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok Jawa Barat pada bulan Juni sampai Juli 2008 dan berlangsung ± selama 40 hari. Pengukuran tekanan osmotik dan fisika kimia air di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar, Depok sedangkan kadar glukosa darah dan mineral di Laboratorium Terpadu Fakultas Peternakan IPB.


(37)

Bahan dan Alat Percobaan Wadah Percobaan

Wadah percobaan yang digunakan adalah akuarium kaca berukuran panjang 45 cm, lebar 30 cm dan tinggi 40 cm berjumlah 15 buah Masing-masing wadah diisi air sebanyak 20 liter dan dilengkapi dengan aerasi dan penutup.

Media Percobaan

Sebagai media percobaan adalah penambahan kalsium hidroksida (Ca(OH)2) dengan konsentrsi berbeda dan masing-masing dicampur air salinitas 3 ppt yang merupakan hasil percobaan pertama. Cara menyiapkan medianya adalah sebagai berikut : Ca(OH)2 dalam bentuk bubuk ditimbang disesuaikan dengan perlakuan (perhitungan kalsium dapat dilihat pada Lampiran 8). Kemudian kalsium dilarutkan dalam air salinitas 3 ppt dan diaerasi dengan tujuan untuk membantu kelarutan kalsium dalam air bersalinitas dan agar jenuh oksigen. Dalam waktu sekitar 12 jam sebagian kalsium akan mengendap dan air bening yang dipakai dalam percobaan. Pembuatan media ini dilakukan setiap 3 hari sekali.

Ikan uji

Ikan uji yang digunakan pada percobaan ini adalah benih ikan balashark (Balanticheilus melanopterus Blkr) berumur ± 2 bulan dengan berat rata-rata 0,63±0,03 gram dan panjang total rata-rata 4,43±0,22 cm.

Pakan Uji

Pakan uji yang digunakan berupa cacing rambut (Tubifex sp) dengan kandungan gizi adalah sebagai berikut protein 57,5 %, lemak 13,5%, serat kasar 2,04 %, abu 3,6 % dan kadar air 87,19%.Pakan diberikan secara adlibitum dan frekuensi pemberian 2 kali sehari yaitu pukul 9.00. dan 16.00.


(38)

Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) dengan mengaplikasikan 5 perlakuan dan 3 kali ulangan. Perlakuan yang digunakan mengacu media hasil percobaan tahap pertama, yaitu nilai tingkat salinitas 3 ppt yang optimum untuk meningkatkan sintasan dan pertumbhan. Perlakuan percobaan tahap kedua adalah media salinitas 3 ppt ditambah dengan tingkat Ca(OH)2.sebagai berikut: 1. Salihitas 3 ppt + 0 ppm Ca(OH)2

2. Salinitas 3 ppt + 10 ppm Ca(OH)2 3. Salinitas 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 4. Salinitas 3 ppt + 30 ppm Ca(OH)2 5. Salinitas 3 ppt + 40 ppm Ca(OH)2

Metode dan peubah yang diukur

Pengukuran osmolaritas cairan darah (hemolim) benih ikan dan osmolaritas media, menggunakan alat osmometer automatik prosedur kerja dapat dilihat lampiran 1. Kadar glukosa darah sebagai indikator tingkat stres pada ikan prosedur kerja dapat dilihat pada Lampiran 3. Konsumsi oksigen diukur dengan menggunakan alat oksigenmeter prosedur kerja dapat dilihat pada Lampiran 5. Kandungan mineral Ca dan Na baik di media maupun pada tubuh ikan diukur dengan prosedur kerja dapat dilihat pada Lampiran 6. Untuk lebih jelasnya peubah yang diukur dapat dilihat pada Tabel 2. Pengukuran konsumsi oksigen dimaksudkan untuk mengetahui laju metabolisme benih balashark pada keadaan standar (mempertahankan struktur dan fungsi jaringan tubuh), sedangkan uji stress dilakukan untuk melihat kelayakan media bagi pemeliharaan benih ikan balashark. Parameter lain yang diukur adalah parameter fisika kimia air seperti pH, suhu air, amoniak, kesadahan, CO2 dan oksigen serta mineral metode pengukuran AAS untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.


(39)

Tabel 2. Metode dan alat pengukur parameter fisika kimia dan mineral

No. Peubah Metode /Alat

1 2 3 4 5 6 8 9 10 11 12 13 14 Salinitas (ppt) Suhu (oC) pH

Oksigen terlarut (DO) (mg/L) CO2(mg/L)

Kesadahan (mg/L) Mineral sebagai berikut Na + (g/L)

Ca 2+ (g/L) Sintasan

Tingkat kerja osmotik Kadar glukosa darah Tingkat konsumsi oksigen Pertumbuhan

Salino-refractometer model Thermometer

pH solution/tetes

Dissolved oxygen meter Titrasi dengan Na2CO3

Kolorimetrik/spektrofotometer Tetrasi EDTA

Spektroskopi serapan atom/AAS Spektroskopi serapan atom/AAS Pengamatan ikan yang mati Osmometer

KIT glucose Oksigenmeter Timbangan

Metode dan rumus yang digunakan untuk menganalisis tiap-tiap peubah pada percobaan utama adalah sebagai berikut :

1. Sintasan

Sintasan dihitung berdasarkan formula ( Ricker 1979), sebagai berikut :

SR = x 100 Nt No

Keterangan : SR = sintasan/ kelangsungan hidup (%)

Nt = jumlah benih ikan pada akhir percobaan (ekor) No = jumlah benih ikan pada awal percobaan (ekor)

2. Tingkat Kerja Osmotik (TKO)

Tingkat Kerja Osmotik (TKO) dihitung berdasarkan formula yang digunakan Anggoro (1992).

TKO = |Osmolaritas haemolymp/daging benih ikan (mOsm/LH2O) - Osmolaritas media (mOsm/L H2O)|


(40)

3. Kadar glukosa darah (Wedemeyer dan Yasutake 1977) : [GD] =

AbsSt AbsSp

x [GSt] Keterangan :

[GD] : Konsentrasi glukosa darah (mg/ml) AbsSp : Absorbansi sampel

AbsSt : Absorbansi standar

[GSt] : Konsentrasi glukosa standar (mg/ml)

4. Tingkat Konsumsi Oksigen

Tingkat konsumsi oksigen merupakan variabel yang dapat digunakan untuk menentukan laju metabolisme, ini berkaitan erat dengan pertumbuhan. Tingkat konsumsi oksigen dihitung berdasarkan formula (Liao dan Huang 1975) sebagai berikut :

OC = Vx(Doto – Don) WxT

dengan : OC = tingkat konsumsi oksigen (mg O2/g/jam) V = volume air dalam wadah (L)

Doto = konsentrasi oksigen terlarut pada awal pengamatan (mg/L) Dottn = konsentrasi oksigen terlarut pada waktu t (mg/L)

W = bobot ikan uji (g)

T = periode pengamatan (jam)

5. Laju pertumbuhan

Laju pertumbuhan terdiri dua parameter yaitu laju pertumbuhan bobot rerata harian dan laju pertumbuhan panjang rerata harian dihitung berdasarkan formula berikut (NRC 1977):

Laju pertumbuhan bobot rerata harian

α =

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢

⎢ ⎣ ⎡

−1 W W

t o t


(41)

Keterangan : α = laju pertumbuhan bobot rerata harian (%) Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t (g) Wo = bobot rata-rata individu pada waktu to (g) t = lama percobaan (hari)

Laju pertumbuhan panjang total rerata harian

α =

⎥ ⎥ ⎦ ⎤ ⎢

⎢ ⎣ ⎡

−1 L L

t o t

x 100

Dengan : α = laju pertumbuhan panjang rerata harian (%) Lt = panjang rata-rata individu pada waktu t (g) Lo = panjang rata-rata individu pada waktu to (g) t = lama percobaan (hari)

5. Efisiensi pakan (Huisman 1976) :

EP =

F B B

(Bt + d) − o

x 100

Ket : EP = efisiensi pemanfaatan pakan (%)

Bt = biomassa mutlak ikan pada akhir percobaan (g)

Bd = biomassa mutlak ikan yang mati selama percobaan (g) Bo = biomassa mutlak ikan pada awal percobaan (g)

F = jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ikan selama percobaan (g)

Analisis Data

Keseluruhan data kecuali fisika kimia dianalisis dengan menggunakan analisis ragam dengan bantuan program Minitab versi 14. Jika terdapat pengaruh yang berbeda nyata maka dilanjutkan uji Tukey. Analisis model regresi polinomial ortogonal diaplikasikan guna melihat respon sintasan, tingkat kerja osmotik, kadar glukosa darah, konsumsi oksigen, laju pertumbuhan dan efisiensi pemanfaatan pakan terhadap penambahan tingkat kalsium. (Santoso 2002). Analisis data fisika kimia air diinterpretasikan secara desktriptif.


(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN Percobaan Tahap pertama

Hasil

Dari hasil pengamatan dan pengukuran selama percobaan diperoleh data sintasan disajikan pada Tabel 3. Sedangkan laju pertumbuhan bobot rerata harian benih ikan balashark disajikan pada Tabel 4.

1. Sintasan

Sintasan yang diperoleh pada penelitian tahap pertama selama 30 hari pemeliharaan adalah berkisar 24-98,67% (Tabel 3). Hasil analisa ragam menujukkan bahwa salinitas berpengaruh terhadap sintasan benih balashark . Sintasan tertinggi diperoleh pada perlakuan salinitas 3 ppt dan hasil analisa antar perlakuan berbeda bila dibandingkan dengan perlakuan salinitas 0 ppt (air tawar) dan salinitas 12 ppt.

Tabel 3. Rerata sintasan benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan

Perlakuan salinitas (%) Ulangan

0 ppt 3 ppt 6 ppt 9 ppt 12 ppt 1

2 3

40 45 45

98 98 100

90 100 100

75 98 93

35 13 24 Rata 43,33±2,89a 98,67±1,15 b 96,67±5,77 b 88,67±12,09 b 24±11 c Keterangan : huruf supercript di belakang standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05).

2. Laju Pertumbuhan Bobot

Laju Pertumbuhan bobot benih ikan balashark selama 30 hari dipengaruhi oleh perlakuan salainitas yang berbeda (P<0,05). Hasil analisa uji lanjut antar perlakuan laju pertumbuhan bobot harian pada salinitas 3 ppt berbeda dengan salinitas 0 ppt dan 12 ppt. Sedangkan salinitas 0 ppt dan 12 ppt laju pertumbuhannya bobot harian tidak berbeda. Laju pertumbuhan bobot harian berkisar 2,59 – 3,71%


(43)

dan yang tertinggi pada perlakuan salinitas 3 ppt sebesar 3,71% untuk lebih jelasnya disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rerata laju pertumbuhan bobot harian (%) benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan

Perlakuan salinitas Ulangan

0 ppt 3 ppt 6 ppt 9 ppt 12 ppt 1

2 3

2,34 2,74 2,69

3,70 3,90 3,52

3,61 2,90 2,96

3,64 3,33 3,49

2,46 3,37 2,96 Rata 2,59±0,49 a 3,71±0,19 b 3,16±0,39 ab 3,49±0,16 ab 2,93±0,46 a Keterangan : huruf supercript di belakang standar deviasi yang berbeda menunjukkan perbedaan yang nyata (P<0,05)

Pembahasan

Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan salinitas media berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap sintasan Tabel 3. Menunjukkan bahwa benih ikan balashark mampu mentolerir hingga salinitas 9 ppt. Sintasan meningkat seiring dengan penambahan salinitas dan mulai turun dari salinitas 6 ppt. Sintasan berkisar antara 24% – 98,7 % dan sintasan tertinggi pada salinitas 3 ppt rata-rata 98,7 % dan terendah pada perlakuan salinitas 12 ppt rata-rata 24 %. Adapun rendahnya sintasan karena ikan tidak mampu mentolerir salinitas tersebut. Berdasarkan pengamatan selama penelitian, kematian ikan pada salinitas 12 ppt terjadi pada awal hingga pertengahan penelitian sedangkan pada salinitas 0 ppt kematian ikan terjadi pada pertengahan hingga akhir penelitian. Menurut Nybakken (1988) ikan air tawar dalam menghadapi salinitas yang lebih tinggi, cenderung mensekresikan air melalui ginjal untuk mencapai keseimbangan.

Rendahnya sintasan pada perlakuan salinitas tinggi 12 ppt dikarenakan benih balashark merespon flluktuasi lingkungan yang tinggi yaitu adanya penambahan salinitas akan membutuhkan energi lebih untuk proses osmoregulasi dan untuk menjaga agar terjadinya keseimbangan kadar garam antara lingkungan dan tubuh sehingga ikan yang tidak mampu beradaptasi atau mentolerir lingkungannya akan stress yang akhirnya mati.


(44)

Tabel 4. Menunjukkan bahwa laju pertumbuhan bobot harian tertinggi pada salinitas 3 ppt dan terendah pada perlakuan 0 ppt. Rendahnya pertumbuhan pada perlakuan 0 ppt dikarenakan energi untuk osmoregulasi lebih besar, sehingga porsi untuk pertumbuhan lebih sedikit.

Sedangkan laju pertumbuhan bobot harian pada perlakuan 9 ppt lebih besar dibanding 6 ppt dalam hal ini rendahnya laju pertumbuhan lebih dipengaruhi kepadatan ikan karena pada ulangan dua dan tiga pada perlakuan salinitas 6 ppt kelangsungan hidup 100% (40 ekor/wadah) sehingga laju pertumbuhan rendah bila dibandingkan kepadatan yang rendah pada perlakuan 9 ppt kelangsungan hidup 75 -90% dan kematian terjadi pada awal penelitian, sehingga pada perlakuan 6 ppt nilai laju pertumbuhan bila dirata-ratakan mendapatkan hasil rerata rendah. Kepadatan yang lebih tinggi akan mempengaruhi ruang gerak dan kompetesi dalam mendapatkan makan. Menurut Hikling (1971) pertumbuhan ikan dipengaruhi oleh beberapa factor diantaranya keturunan, umur, ketahanan terhadap penyakit, kemampuan memanfaatkan pakan serta faktor lingkungan. Sedangkan menurut Huet (1971) pertumbuhan juga dipengaruhi oleh kepadatan populasi, karena akan terjadi kompetisi terhadap ruang gerak dan kompetisi dalam mendapatkan pakan.

Laju pertumbuhan bobot harian seiring dengan sintasan nilainya tertinggi terdapat pada salinitas 3 ppt dalam hal ini tingkat salinitas tersebut mempunyai tingkat tekanan osmotik yang ideal artinya kondisi lingkungan dengan tubuhnya seimbang sehingga energi lebih dibelanjakan untuk pertumbuhan dibanding osmoregulasi. Sesuai dengan pernyataan Affandi dan Tang (2002) Apabila ikan dipelihara pada media yang isotonik, maka energi untuk osmoregulasi dapat ditekan dan porsi energi untuk pertumbuhan, selain itu fisiologis berjalan dengan baik termasuk metabolisme sehingga pemanfaatan pakan lebih efisien yang akhirnya pertumbuhan bisa meningkat. Hasil analisa ragam menunjukkan bahwa perlakuan salinitas media berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan bobot rerata harian (P<0,05).


(45)

Salinitas media 3 ppt adalah yang terbaik untuk meningkatkan sintasan dan pertumbuhan benih ikan balashark. Dengan demikian salinitas media 3 ppt digunakan pada penelitian tahap kedua.

Percobaan Tahap Kedua Hasil

Dari hasil pengamatan dan pengukuran tahap pertama dilanjutkan percobaan tahap kedua. Percobaan tahap kedua adalah tingkat penambahan kalsium (Ca(OH)2 ) pada media bersalinitas 3 ppt untuk meningkatkan sintsan dan pertumbuhan benih balashark. Hasil penelitian tahap kedua didapatkan data tentang parameter fisika kimia, konsentrasi mineral baik pada media maupun tubuh ikan, sintasan, tingkat kerja osmotik, kadar glukosa darah, tingkat konsumsi oksigen, pertumbuhan (laju pertumbuhan bobot rerata harian dan laju pertumbuhan panjang total rerata harian) serta efisiensi pemanfatan pakan.

Nilai parameter fisika kimia air selama penelitian secara umum masih layak untuk mendukung kelangsungan hidup benih ikan balashark. Data hasil pengukuran parameter fisika kimia air dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai parameter fisika kimia air pada setiap perlakuan selama percobaan

Tingkat Penambahan kalsium ( Ca(OH)2) mg/L Parameter

0 10 20 30 40

Suhu (oC)

Salinitas (ppt) pH (unit) DO (mg/L)

C02(mg/L)

Kesadahan(mg/L) Alkalinitas(mg/L)

NO2 (mg/L)

NH3 (mg/L)

26,0-29 3,0 5,82-6,01 7,0- 7,73 3,99-7,99 260-372 22,12-33,18 0,0011-0,0993 0,0874-0,0947 26,0-29 3,0 5,89-6,69 6,58-7,85 3,99-799 350-397 33,18-44,24 0.00219-0.09816 0,03738-0,07527 26,3-29 3,0 5,92-6,85 6,67-7,65 4,49-7,99 362-427 33,18-44,24 0,00184-0,07260 0,04535-0.09176 26,2-29 3,0 5,95-7,26 6,99-7,73 4,99-7,99 372-479 33,18-44,24 0.00226-0.00981 0,06779-0,08771 26,2-29 3,0 5,95-7,33 6,66-7,85 3,99-7,99 427-482 44,24-55,31 0.00629-0.00684 0,06045-0,07461


(46)

Tabel 6. Konsentrasi mineral Na dan Ca pada setiap perlakuan selama percobaan Mineral pada

media ppm

Mineral pada benih ppm

Perlakuan

Na Ca Na Ca A.Salinitas 3 ppt.

B.Salnt 3 ppt + 10 ppm Ca(OH)2 C.Salnt 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 D.Salnt 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 E.Salnt 3 ppt + 40 ppm Ca(OH)2

597 1071 1112 1005 1089 30 53 64 79 85 6817 5899 4393 5086 5898 20292 24104 29270 18368 26249

1. Sintasan Benih Ikan Balashark

Hasil sintasan dengan perlakuan pengaruh penambahan kalsium pada media salinitas optimum terhadap benih balashark disajikan pada Lampiran 7. sedangkan hubungan antara sintasan dan tingkat penambahan kalsium disajikan pada Gambar 4. Sintasan selama percobaan pada pemeliharaan benih balashark berkisar 90 - 100%. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa tingkat penambahan kalsium pada media bersalinitas optimum tidak mempengaruhi sintasan benih balashark (P>0,05).

Tabel 7. Rerata sintasan benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan

Tingkat penambahan kalsium ( Ca(OH)2) mg/L Ulangan

0 10 20 30 40 1 2 3 95 90 98 98 98 100 98 100 98 98 95 95 95 90 98

Rerata 94,33±2,89 98,67±5,0 98,67±2,89 96,00±5,0 94,33±2,89 Keterangan : tidak berbeda nyata (p > 0,05)

Pola respon sintasan terhadap penambahan kalsium pada media bersalinitas menunjukkan pola kuardatik (Gambar 4). R-sq 92,9 berarti bahwa nilai data keragamannya sebesar 92,9 % atau titik-titik (data) pada grafik mendekati garis pola kuadratik sebesar 92,9%. Nilai sintasan optimal pada tingkat penambahan kalsium 18,7 mg/L.


(47)

Kalsium ( mg/ L)

S

in

ta

s

a

n

(

%

)

40 30

20 10

0 99

98

97

96

95

94

S 0,506075

R-Sq 92,5%

R-Sq(adj ) 91,3%

Fitted Line Plot

Sintasan (%) = 97.20 + 0.1870 Kalsium (mg/ L) - 0.006679 Kalsium (mg/ L)* * 2

Gambar 4. Grafik hubungan antara sintasan dan tingkat penambahan kalsium benih ikan balashark

2. Tingkat Kerja Osmotik

Hasil pengukuran tingkat kerja osmotik pada awal dan akhir penelitian pada setiap perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 8 dan secara rinci disajikan pada Lampiran 10. Tingkat kerja osmotik adalah hasil selisih dari osmolaritas benih balashark dengan osmolaritas media.

Hasil nilai tingkat kerja osmotik awal dilaksanakan 10 hari setelah adaptasi penambahan kalsium pada media bersalinitas optimum. Sedangkan tingkat kerja osmotik akhir dilaksanakan pada akhir percobaan. Rerata tingkat kerja osmotik adalah rata-rata hasil tingkat kerja osmotik awal dan akhir percobaan. Rerata tingkat kerja osmotik tertinggi pada perlakuan tanpa penambahan kalsium sebesar 136,87 mOsm/L H20 sedangkan terenadah pada perlakuan penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 132,17 mOsm/L H20. Hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa tingkat penambahan kalsium berpengaruh terhadap tekanan osmotik (P<0,05).


(48)

Tabel 8. Tingkat kerja osmotik awal dan akhir penelitian benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan

Rerata Tingkat kerja osmotik (mOsm/L H20) Perlakuan

TKO awal TKO akhir Rerata TKO A.Salinitas 3 ppt.

B.Salnt 3 ppt + 10 ppm Ca(OH)2 C.Salnt 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 D.Salnt 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 E.Salnt 3 ppt + 40 ppm Ca(OH)2

156.00±4.58 156.00±4.00 157.00±2.65 163.33±1.53 173.00±5.57 117.00± 1.00 115.67±2.52 107.33±2.52 104.00±1.73 92.67±2.52 136,67±1.76a 135,83±0,76b 132,17±1,04 b 133,67±0,29 b

133±1,80 b Keterangan : berbeda nyata (P<0,05)

3. Kadar Glukosa Darah

Hasil pengukuran kadar glukosa darah.benih balashark setiap perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 9 dan secara rinci disajikan pada Lampiran 11. Kadar glukosa tertinggi pada media tanpa penambahan kalsium sebesar 43,30 mg/dL dan terendah pada media penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 25,54 mg/dL. Berdasarkan hasil analisa ragam bahwa penambahan tingkat kalsium berpengaruh terhadap kadar glukosa darah (P<0,05)

Respon kadar glukosa terhadap penambahan kalsium pada media bersalinitas disajikan pada Gambar 4. Nilai R-Sq 98,3 yang berarti data tersebut keragaman dan dapat menjelaskan sebesar 98,3%. Nilai kadar glukosa minimal pada tingkat penambahan kalsium sebesar 24,12 mg/L.

Tabel 9. Rerata kadar glukosa darah benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan

Perlakuan Rerata kadar glukosa darah (mg/dL) A.Salinitas 3 ppt.

B.Salnt 3 ppt + 10 ppm Ca(OH)2 C.Salnt 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 D.Salnt 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 E.Salnt 3 ppt + 40 ppm Ca(OH)2

43,30±6,55 a

33,73±3,26 b 25,54±0,545 b 26,45±0,312 b 32,61±1,888 b Keterangan : berbeda nyata (P<0,05)


(49)

KALSI UM ( mg/ L) G L U K O S A ( m g / d L ) 40 30 20 10 0 45 40 35 30 25 S 0,919790 R- Sq 98,3% R- Sq ( ad j ) 98,1%

Fitted Line Plot

GLUKOSA ( m g/ dL) = 43.85 - 1.445 Kalsium ( m g/ L) + 0.02897 Kalsium (m g/ L) * * 2

Gambar 4. Grafik hubungan antara kadar glukosa darah dan tingkat penambahan kalsium benih ikan balashark

4. Tingkat Konsumsi Oksigen

Hasil pengukuran konsumsi oksigen benih balashark pada setiap perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 10 dan secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 12. Hasil konsumsi oksigen teringgi pada perlakuan tanpa penambahan kalsium sebesar 0,550±0,006 mg O2/g /jam dan terendah pada perlakuan penambahan kalsium 20 mg/dL sebesar 0,500±0,008 mg O2/g /jam. Berdasarkan analisa ragam menunjukkan bahwa penambahan kalsium berpengaruh terhadap tingkat konsumsi oksigen (P<0,05).

Tabel 10. Tingkat konsumsi oksigen (mg O2 /g ikan/jam) benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan.

Perlakuan Konsumsi oksigen (mg O2/g ikan/jam) A.Salinitas 3 ppt.

B.Salinitas 3 ppt + 10 ppm Ca(OH)2 C.Salinitas 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 D.Salinitas 3 ppt + 20 ppm Ca(OH)2 E.Salinitas 3 ppt + 40 ppm Ca(OH)2

0,550±0,006 0,528±0,005 0,500±0,008 0,531±0,002 0,548±0,012 Keterangan : berbeda nyata (P<0,05)


(50)

5. Pertumbuhan

Pertumbuhan adalah perubahan berat dan panjang dalam waktu tertentu. Hasil pengukuran bobot dan panjang setiap 10 hari sekali dapat dilihat pada Lampiran 13. Laju pertumbuhan bobot rerata harian pada setiap perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 11. Laju pertumbuhan bobot rerata harian tertinggi pada perlakuan penambahan kalsium 3,9%. Hasil analisis ragam bahwa penambahan kalsium pada media bersalinitas tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan bobot harian (P>0.05)

Tabel 11 . Laju pertumbuhan bobot harian (%) benih ikan balashark pada setiap perlakuan selam percobaan.

Tingkat penambahan kalsium (Ca(OH)2) mg/L Ulangan

0 10 mg/L 20 mg/L 30 mg/L 40 mg/L 1 2 3 3,60 3,53 3,99 3,53 4,15 3,80 3,75 4,14 3,83 3,80 3,75 3,56 3,65 3,52 3,97 Rerata 3,70±0,25 3,82±0,31 3,9±0,21 3,70±0,13 3,71±0,23

Pertumbuhan panjang total adalah pengukuran panjang tubuh ikan mulai dari ujung mulut sampai ujung ekor, hasil pengukuran panjang total pada akhir penelitian secara rinci disajikan pada Lampiran 13 dan rerata laju pertumbuhan panjang total pada setiap perlakuan disajikan pada Tabel 12. Laju pertumbuhan panjang total rerata harian tertinggi perlakuan penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 1,02% . Hasil analisa ragam menunjukkan bahawa penambahan kalsium tidak berpengaruh terhadap laju pertumbuhan panjang total rerata harian (P>0,05).

Tabel 12. Laju pertumbuhan panjang total harian (%) benih ikan balashark pada setiap perlakuan selama percobaan

Tingkat penambahan kalsium (Ca(OH)2 ) mg/L Ulangan

0 ppm 10 ppm 20 ppm 30 ppm 40 ppm 1 2 3 1,01 0,90 1,04 1,01 1,03 0,93 1,04 1,02 1,00 1,10 0,97 0,87 1,01 0,91 1,01 Rerata 0,98±0,074 0,99±0,053 1,02±0,02 0,98±0,12 0,98±0,06 Keterangan tidak berbeda nyata (P>0,05)


(51)

6. Efisiensi Pemanfaatan pakan

Berdasarkan jumlah konsumsi pakan dan pertumbuhan maka diperoleh nilai efisiensi pemanfatan pakan benih ikan balashark. Hasil pengukuran efisiensi pemanfaatan pakan pada setiap perlakuan selama percobaan disajikan pada Tabel 13 dan secara rinci jumlah konsumsi pakan dapat dilihat pada Lampiran 16. Efisiensi pemanfatan pakan tertinggi dicapai pada penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 11, 49%. dan terendah pada perlakuan tanpa penambahan kalsium sebesar 11,21%. Berdasarkan analisa ragam penambahan kalsium tidak berpengaruh terhadap efisiensi pemanfatan pakan. (P>0,05)

Tabel 13. Efisiensi pemanfaatan pakan (%) benih balashark pada setiap perlakuan selama percobaan.

Tingkat penambahan kalsium (Ca(OH)2) mg/L Ulangan

0 10 mg/L 20 mg/L 30 mg/L 40 mg/L 1

2 3

11,51 9,67 12,46

10,73 11,96 11,52

12,67 12,26 9,53

13,0 11,91

9,36

12,47 11,75 10,13 Rerata 11,21±1,42 11,40±0,62 11,49±1,71 11,45±1,91 11,45± 1,2

Keterangan tidak berbeda nyata (P>0,05)

Pembahasan

Parameter fisika-kimia air selama penelitian pada Tabel 5, masih dapat ditolerir atau berada kondisi yang layak untuk menunjang sintasan dan pertumbuhan benih balashark. Dari beberapa parameter fisika-kimia air, nilai pH (power of hydrogen) kisaran minimal sebesar 5,82 akan tetapi parameter lainnya cukup layak. Rendahnya nilai pH merupakan batas minimal dan berlangsung tidak lama karena setiap hari air media diganti sebanyak 20-30% dari volume total. Penggantian air dilakukan setelah membersihkan kotoran (menyipon). Batas toleransi biota perairan terhadap nilai yang variatif pH dipengaruhi oleh suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, keberadaan berbagai kation, serta jenis dan stadia organisme (Wardoyo 1975). Nilai pH di perairan berkisar antara 5,0-10,0 dan nilai pH mempengaruhi daya racun bahan atau faktor kimia lain, misalnya amonia yang meningkat dengan naiknya nilai pH


(52)

serta H2S yang meningkat dengan turunnya nilai pH (Boyd 1990). Nilai pH kurang dari 6 dan lebih 9,5 untuk waktu lama akan menggangu reproduksi dan pertumbuhan (Boyd 1982).

Parameter fisika-kimia air seperti kesadahan cenderung tinggi mencapai 482 mg/L. Menurut EPA (1986) nilai kesadahan lebih dari 300 diklasifikasikan perairan tersebut dikategorikan sangat tinggi (very hard). Menurut Wedemeyer (1996) Kesadahan berkisar 50-200 mg/l setara CaCO3 untuk keperluan budidaya intensif. Menurut Effendi (2003) parameter kesadahan untuk kegiatan budidaya bisa mencapai sebesar 500 mg/L. Hasil analisa air kandungan Ca tertinggi sekitar 85. Menurut Haryadi et al. (1992) kesadahan pada dasarnya menggambarkan kandungan Ca2+, Mg2+ dan ion-ion logam polivalen lainnya seperti AL3+, Fe3+,Mn2+,Sr2+ Zh2+dan H+ yang terlarut dalam air. Dalam perairan tawar kandungan kalsium lebih tinggi dibanding Mg mencapai 3-10 kali. Menurut Forteath et al. (1993) kesadahan mempunyai dua tipe yaitu kesadahan tetap dan kesadahan sementara. Kesadahan sementara disebabkan ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang berikatan dengan karbonat yang dapat dihilangkan (mengendap) dengan cara pemanasan.

Sintasan pada akhir penelitian bervariasi berkisar 90–100 %. Penambahan kalsium pada media bersalinitas optimum tidak mempengaruhi sintasan (P>0,05). Sintasan tertinggi 98,67% terdapat pada perlakuan penambahan kalsium 20 mg/L (kandungan Ca dalam air 64 mg/L Ca CO3) dan terendah 94,34 % pada perlakuan penambahan kalsium 40 mg/L ( 85 mg/L Ca CO3). Sintasan meningkat dengan penambahan kalsium dan mulai turun dengan penambahan kalsium 30 mg/L. Rendahnya sintasan pada perlakuan penambahan kalsium 30 dan 40 mg/L karena tingkat kerja osmotik yang tinggi dalam proses adaptasi atau merespon lingkungannya yang tinggi fluktuasinya karena penambahan kalsium yang tingggi. Pengertian adaptasi adalah suatu proses penyesuaian diri secara bertahap yang dilakukan oleh ikan terhadap kondisi baru. Dalam rangka menyesuaikan diri dengan lingkungan ikan memiliki toleransi dan pada kisaran tertentu dari variasi lingkungan. Kemampuan mentolerir variabel lingkungan ini erat kaitannya dengan jenis ikan. Benih balashark termasuk rentan sehingga dengan perubahan variabel lingkungan


(53)

atau penamabahan kalsium 30 mg/L dan 40 mg/L saat aklimasi kalsium ada beberapa ikan yang mati terutama pada awal pemeliharaan.

Penambahan kalsium sebesar 40 mg/L pada media pemeliharaan benih balashark, dalam kondisi tersebut ikan akan menyeimbangkan tekanan osmotik antara cairan osmoslaritas tubuh dan cairan osmoralitas air media sebagai lingkungannya, karena penambahan kalsium relatif tinggi proses pengaturan penyeimbangan (osmoregulasi) membutuhkan energi yang tinggi yang berdampak pada kondisi ikan atau daya tahan tubuh menurun atau stres bila energi tidak seimbang yaitu lebih banyak untuk proses osmoregulasi. Dalam hal ini bisa terjadi pada perlakuan penambahan kalsium 40 mg/L karena berdasarkan pengamatan selama percobaan kematian ikan lebih tinggi pada penambahan kalsium 40 mg/L dibanding dosis yang lebih rendah.

Sintasan tertinggi pada penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 98,67% yang berarti media /lingkungannya yang paling optimum dibanding perlakuan lain sehingga tingkat kerja osmotik minimal karena lebih seimbang antara cairan osmoralitas tubuh dengan cairan air osmoralitas media dalam pengaturan keseimbangan osmaralitas cairan disebut osmoregulasi. Kondisi ini nilai tekanan osmotik minimal atau terendah sehingga fungsi fisiologis berjalan dengan baik dan normal termasuk dalam metabolisme glukosa lebih stabil atau kadar glukosa darah minimal dibanding perlakuan lainnya. Selain itu komsomsi oksigen basal paling rendah.

Secara umum tingkat kerja osmotik turun dengan penambahan kalsium dibanding tanpa penambaan kalsium. Tetapi tingkat kerja osmotik pada awal penelitian tinggi seiring dengan penambahan kalsium hal ini dikarenakan penambahan kalsium yang tertinggi sebesar 40 mg/L dalam hal ini benih balashark menyeimbangkan antara tekanan osmotik antara tubuh dan lingkungannya yang fluktuasi relatif tinggi sedangkan laju masuknya calsium ke tubuh ada batas optimal. Sesuai pernyataan Cameron (1985) selama 5 hari ikan blue crab diberi kalsium bila dirunut melalui 45 Ca 2+ dan masuk dalam tubuh atau laju pengambilan Ca2+ maksimum 4,07 mmol kg-1. Menurut Affandi dan Tang (2002) dalam rangka


(54)

meyesuaikan diri dengan lingkungan ikan memiliki toleransi dan resistensi perubahan lingkungan pada kisaran tertentu dari variasi lingkungan.

Seiring dengan berjalannya waktu pada akhir penelitian nilai tingkat kerja osmotik awal berbanding terbalik dengan nilai tingkat kerja akhir. Tabel 8 menunjukkan bahwa pada akhir percobaan nilai tingkat kerja osmotik semakin rendah seiring dengan penambahan kalsium dalam hal ini disebabkan kisaran penambahan kalsium masih dalam variasi lingkungan yang dapat ditolerir dan proses fisiologis berlangsung dan semakin baik dengan berjalannya wakyu baik pada variasi penambahan kalsium yang berbeda. Fluktuasi osmotik dari kondisi lingkungan memacu pengaturan keseimbangan yang akan mempertahankan tetapnya kondisi lingkungan dalam tubuh.

Nilai tingkat kerja osmotik dari awal dan akahir percobaan kemudian hasil reratanya untuk tingkat kerja osmotik yang paling rendah pada penambahan kalsium 20 mg/L sebesar 132,17 mOm/L H2O, tingkat kerja osmotik minimal atau nilai nisbah minimal tingkat kerja osmotik dibanding dengan perlakuan lain atau seimbang antara cairan osmoralitas tubuh dengan cairan osmoralitas media. Selanjutnya fisiologis akan berjalan dengan normal dan baik. Ikan air tawar mempunyai tekanan osmotik cairan internal (dalam tubuh) lebih besar dari tekanan osmotik eksternalnya (lingkungan) sehingga ikan air tawar bersifat hiperosmotik. Ikan akan mengakumulasi air dan ion sebanyak-banyaknya sambil mempertahankan ion-ion dalam tubuh. Mengakumulasi air sekaligus ion-ion dalam air seperti ion kalsium sesuai dengan perlakuan penambahan kalsium pada media . Menuru Piliang (2005) fungsi utama kalsium dalam jaringan yitu kalsium untuk mempertahankan homeostatis.

Bila ikan mengalami stres akibat terjadinya perubahan lingkungan maka tubuh ikan akan merespon dengan mensekresikan hormon glukokortikoid (kortisol) dan katekolamin yang mengontrol tubuh untuk mengatasi terjadinya stres (Barton et al. 1980). Respon stres dapat berupa peningkatan glukosa darah karena terjadi metabolisme glukosa yang dipacu oleh kortisol dan katekolamin, hasil akhir percobaan kadar glukosa tertinggi pada perlakuan tanpa penambahan kalsium yaitu


(1)

Lampiran 19. Analisis ragam sintasan, tingkat kerja osmotik (awal, akhir dan

rerata) benih ikan balashark

Sintasan

Sumber

keragaman

db Jumlah

kuadrat

Kuadrat

tengah

F P

Perlakuan

4

6.7

1.7

0.10

0.980

Galat 5 166.7

16.7

Total 9 173.3

Tingkat kerja osmotik awal

Sumber

keragaman

db Jumlah

kuadrat

Kuadrat

tengah

F P

Perlakuan

4

646.3

161.6

10.45

0.001*

Galat 10 154.7

15.5

Total 14 800.9

Tingkat kerja osmotik akhir percobaan

Sumber

keragaman

db Jumlah

kuadrat

Kuadrat

tengah

F P

Perlakuan

4

1167.33

291.83

63.44

0.000*

Galat 10 46.00

4.60

Total 14

1213.33

Rerata tingkat kerja osmotik

Sumber

keragaman

db Jumlah

kuadrat

Kuadrat

tengah

F P

Perlakuan

4

43.77

10.94

6.77

0.007*

Galat 10 16.17

1.62

Total 14 59.93

Keterangan : * berbeda nyata (P<0,05)


(2)

Lampiran 20. Analisis ragam glukosa darah dan konsumsi oksigen benih ikan

balashark.

Glukosa darah

Sumber

keragaman

db Jumlah

kuadrat

Kuadrat tengah

F

P

Perlakuan

4

609.0

152.2

13.23

0.001*

Galat 10

115.0

11.5

Total 14

724.0

Konsumsi oksigen

Sumber

keragaman

db Jumlah

kuadrat

Kuadrat tengah

F

P

Perlakuan

4

0.0044220

0.0011055

20.03

0.000*

Galat 10 0.0005520

0.0000552

Total 14 0.0049740

Keterangan : * berbeda nyata (P<0,05


(3)

Lampiran 21. Analisis ragam laju pertumbuhan bobot, laju perumbuhan

panjang dan efisiensi pemanfaatan pakan ikan balshark

Laju pertumbuhan bobot

Sumber

keragaman

db Jumlah

kuadrat

Kuadrat tengah

F

P

Perlakuan

4

0.1006

0.0252

0.47

0.760

Galat 10

0.5403

0.0540

Total 14

0.6410

Laju pertumbuhan panjang

Sumber

keragaman

db Jumlah

kuadrat

Kuadrat tengah

F

P

Perlakuan

4

0.00109

0.00027

0.06

0.992

Galat 10 0.04400

0.00440

Total 14 0.04509

Efisiensi pemanfaat pakan

Sumber

keragaman

db Jumlah

kuadrat

Kuadrat tengah

F

P

Perlakuan

4

0.14

0.04

0.02

0.999

Galat 10

20.77

2.08

Total 14

20.91


(4)

Lampiran 22 . Analisa uji lanjut sintasan dan pertumbuhan benih balashark

pada percobaan pertama

Analisa uji lanjut sintasan percobaan pertama dengan Tukey

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+---- 0 3 40.00 5.00 (---*---)

3 3 98.67 1.15 (---*----) 6 3 96.67 5.77 (---*---) 9 3 88.67 12.10 (---*----) 12 3 24.00 11.00 (----*---)

---+---+---+---+---- 25 50 75 100

Analisa uji lanjut laju pertumbuhan bobot percobaan pertama dengan Tukey

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+--- 0 3 2.5900 0.2179 (---*---)

3 3 3.7067 0.1901 (---*---) 6 3 3.1567 0.3937 (---*---)

9 3 3.4933 0.1650 (---*---) 12 3 2.9100 0.4869 (---*---)

---+---+---+---+--- 2.50 3.00 3.50 4.00


(5)

Lampiran 23 . Analisa uji lanjut tingkat kerja osmotik (TKO) awal, akhir dan

rata-rata benih balashark pada percobaan kedua

Analisa uji lanjut TKO awal dengan Tukey

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ----+---+---+---+--- 0 3 156.00 4.58 (---*---)

10 3 156.00 4.00 (---*---) 20 3 157.00 2.65 (---*---)

30 3 163.33 1.53 (---*---)

40 3 173.00 5.57 (---*---) ----+---+---+---+--- 154.0 161.0 168.0 175.

Analisa uji lanjut TKO akhir dengan Tukey

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+- 0 3 117.00 1.00 (--*---) 10 3 115.67 2.52 (---*--) 20 3 107.33 2.52 (--*---)

30 3 104.00 1.73 (--*--) 40 3 92.67 2.52 (---*--)

---+---+---+---+-

96.0 104.0 112.0 120.0

Analisa uji lanjut rata-rata TKO awal dan TKO akhir dengan Tukey

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ---+---+---+---+-- 0 3 136.67 1.76 (---*---) 10 3 135.83 0.76 (---*---) 20 3 132.17 1.04 (---*---)

30 3 133.67 0.29 (---*---) 40 3 133.00 1.80 (---*---)

---+---+---+---+-- 132.0 134.0 136.0 138.0


(6)

Lampiran 24 . Analisa uji lanjut kadar glukosa darah dan konsumsi oksigen

benih balashark

Analisa uji lanjut kadar glukosa darah dengan Tukey

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev +---+---+---+--- 0 3 43.300 6.550 (---*---) 10 3 33.723 3.265 (---*---)

20 3 25.543 0.545 (---*---) 30 3 26.450 0.312 (---*---)

40 3 32.610 1.888 (---*---)

+---+---+---+--- 21.0 28.0 35.0 42.0

Analisa uji lanjut konsumsi oksigen akhir dengan Tukey

Individual 95% CIs For Mean Based on Pooled StDev

Level N Mean StDev ----+---+---+---+--- 0 3 0.55000 0.00600 (----*----) 10 3 0.52833 0.00493 (----*----)

20 3 0.50233 0.00833 (----*----)

30 3 0.53133 0.00153 (----*---)

40 3 0.54800 0.01200 (----*----) ----+---+---+---+--- 0.500 0.520 0.540 0.56