Pengaruh Pupuk Daun Dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan Dan Produksi Kedelai Pada Budi Daya Jenuh Air Di Lahan Pasang Surut

1

PENGARUH PUPUK DAUN DAN JARAK TANAM TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI PADA BUDI DAYA
JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

BAGUS ABI MANYU
A24110136

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pupuk Daun

dan Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Budi Daya
Jenuh Air di Lahan Pasang Surut adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Bagus Abi Manyu
NIM A24110136

3

ABSTRAK
BAGUS ABI MANYU. Pengaruh Pupuk Daun dan Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Budi Daya Jenuh Air di Lahan Pasang
Surut. Dibimbing oleh MUNIF GHULAMAHDI

Produksi kedelai nasional pada tahun 2014 adalah 0,921 juta ton, sementara
kebutuhan kedelai Indonesia sekitar 2,4 juta ton per tahun. Sekitar 60% kebutuhan
kedelai nasional dipenuhi dengan impor. Lahan pasang surut cocok untuk kedelai
menggunakan teknologi budi daya jenuh air karena dapat menekan kadar pirit
dalam tanah dan membuat kondisi tanah lebih reduktif. Percobaan ini bertujuan
mencari jenis pupuk daun, jarak tanam, atau kombinasi keduanya untuk
meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai. Percobaan dilaksanakan di
Desa Muliasari, Banyuasin, Sumatera Selatan pada April hingga Agustus 2015
dengan lahan pasang surut tipe B. Rancangan percobaan yang digunakan adalah
rancangan acak kelompok (RAK) dua faktor dengan tiga ulangan. Perlakuan
memberi pengaruh nyata pada tinggi tanaman 2 dan 6 MST, jumlah daun 6 dan 10
MST, jumlah cabang 6 MST, bobot kering batang 4 MST, bobot 100 biji , dan
jumlah polong isi. Produktivitas tertinggi yaitu 3,51 ton ha-1 pengaruh perlakuan
jarak tanam 20cm x 25 cm (J1).
Kata kunci : varietas anjasmoro, aplikasi penyemprotan, pirit, oksidasi
ABSTRACT
BAGUS ABI MANYU. The Effect of Foliar Fertilizer and Planting Distance on
The Growth and Production of Soybean on The Saturated Soil Culture in Tidal
Swamp. Supervised by MUNIF GHULAMAHDI
Soybeans production in 2014 was 0,921 million tons, while soybean

consumption around 2,4 million tons year-1. Around 60% the need of national
soybeans is filled by import. Tidal swamp is suitable for soybeans with saturated
soil culture technology because it can suppress levels of pyrite in the soil and
make the soil more reductive. The experiment aims to find the type of foliar
fertilizer, planting distance, or a combination of both to increase the growth and
production of soybean. The experiment was conducted in Muliasari Village,
Banyuasin, South Sumatra in April to August 2015 with the type B tidal swamp.
The experiment arrange in randomized complete block design, two factors with
three replications. Foliar fertilizer applied to crops at the age of 3, 4, 5, and 6
weeks after planting. The treatment had a significant effect on plant height at 2
and 6 weeks after planting, total leaf at 6 and 10 weeks after planting, total
branches at 6 weeks after planting, the dry weight of the stem at 4 weeks after
planting, 100 seeds weight, and number of filled pods. The highest productivity is
3,51 ton ha-1on the planting distance 25 cm x 20 cm (J1).
Key words: anjasmoro variety, foliar aplication, pyrite, oxide

4

PENGARUH PUPUK DAUN DAN JARAK TANAM
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI

PADA BUDI DAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

BAGUS ABI MANYU
A24110136

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

6

PRAKATA


Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberi
kemudahan dan kelancaran kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi
ini. Skripsi yang berjudul “Pengaruh Pupuk Daun dan Jarak Tanam Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Kedelai pada Budi Daya Jenuh Air di Lahan Pasang
Surut” ini dilaksanakan sejak bulan April hingga Agustus 2015 di Desa Muliasari,
Kec. Tanjung Lago, Kab. Banyuasin, Sumatera Selatan.
Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
1. Prof. Dr. Ir. Munif Ghulamahdi, M.S selaku dosen pembimbing skripsi
yang telah mendampingi, memberikan pengarahan, bimbingan, dan saran
selama proses penyelesaian skripsi sehingga penulis terus mempunyai
semangat dan motivasi tinggi.
2. Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya, M.Sc selaku dosen pembimbing akademik
yang telah memberikan motivasi, pengarahan, bimbingan, dan saran
selama proses akademik berlangsung.
3. Dr. Ir. Ni Made Armini sebagai moderator seminar dan Ir. Winarso Drajad
Widodo, M.S., Ph.D serta Dr. Ir. Eko Sulistyono, M.Si sebagai dosen
penguji skripsi.
4. Bapak Imam A, Ibu Ratih, dan adik Arshya Duta Ramdani yang selalu
memberi motivasi, semangat, dan doa selama penulis menyelesaikan

penelitian dan skripsi.
5. Pak Wakidi, Bu Yati, Pak Bandi, Mas Karman, dan penduduk Desa
Muliasari serta penduduk Desa Banyuasin yang sudah membantu selama
penelitian berlangsung.
6. Teman-teman AGH 48, Lily R Mursari, Usamah, Budi, Anggi, dan
kawan-kawan Kingdom of Berlin yang selalu membantu, memberi
semangat, dan memotivasi selama proses tugas akhir ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016

Bagus Abi Manyu

i

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN


ii
ii
ii
1

Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA

1
2
2
2

Kedelai
Pupuk Daun
Budi Daya Jenuh Air
Jarak Tanam

METODE

2
3
4
4
5

Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Percobaan
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN

5
5
5
6
7


Kondisi Umum
Pertumbuhan Kedelai
Komponen Hasil dan Hasil Kedelai
Indeks Pertanaman dan Analisis Usaha Tani
KESIMPULAN DAN SARAN

7
8
15
16
17

Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

17
17
18


LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

27

ii

DAFTAR TABEL

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.

Rekapitulasi sidik ragam fase vegetatif
Rekapitulasi sidik ragam fase generatif
Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk
Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam
Tinggi tanaman contoh umur 2 MST pengaruh interaksi perlakuan pupuk
daun dan jarak tanam
Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun
Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam
Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun
Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam
Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan pupuk daun
Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan jarak tanam
Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan pupuk daun
Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan jarak tanam
Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun
Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam
Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun
Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam
Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh pupuk daun
Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh jarak tanam

9
10
11
11
11
12
12
13
13
14
14
14
14
15
15
15
15
16
16

DAFTAR GAMBAR
1.
2.

Gejala daun menguning umur 2 MST
Tahap Aklimatisasi umur 5 MST

8
8

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Data BMKG bulan April hingga Oktober 2015
Deskripsi varietas Anjasmoro
Denah petak percobaan
Teknik pengambilan petak ubinan
Data analisis tanah
Dokumentasi penelitian
Analisis usaha tani (jarak tanam 25cm x 20cm)

20
21
22
23
24
24
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Menurut Badan Pusat Statistik (2014), produksi kedelai pada tahun 2014
adalah 0,921 juta ton, sementara kebutuhan kedelai Indonesia sekitar 2,4 juta ton
per tahun. Pemerintah melakukan impor kedelai sekitar 60% kebutuhan nasional
dari negara penghasil kedelai seperti Amerika Serikat, Argentina, Kanada, dan
Thailand.
Lahan rawa pasang surut dapat dimanfaatkan sebagai alternatif untuk
meningkatkan produksi kedelai. Sekitar 9,53 juta ha lahan rawa pasang surut
cocok untuk usaha pertanian dan 2 juta diantaranya cocok untuk kedelai.
Tingginya kadar pirit, Al, Fe, dan Mn pada lahan rawa pasang surut dapat
menurunkan produksi kedelai. Keadaan ini dapat diatasi dengan teknologi budi
daya jenuh air karena dapat menekan kadar pirit dalam tanah dan membuat
kondisi tanah lebih reduktif. Budi daya jenuh air dilakukan dengan
mempertahankan muka air tanah sehingga lapisan di bawah tanah selalu jenuh air.
Muka air tanah yang menghasilkan produksi tertinggi adalah 20 cm dari bawah
permukaan tanah (Ghulamahdi, 2011).
Menurut Ramli (1994), beberapa kendala dalam peningkatan produksi
kedelai antara lain mutu benih yang rendah, teknik budi daya yang belum sesuai
dengan ekosistem, lingkungan fisik yang kurang mendukung, dan gangguan
fisiologi maupun biologi. Pemupukan dapat meningkatkan produksi kedelai
dibandingkan tanpa pemupukan. Teknik budi daya yang sesuai untuk kedelai
menurut Ghulamahdi (1999) adalah budi daya jenuh air. Budi daya jenuh air
meningkatkan kandungan ACC akar, etilen, glukosa akar, bobot kering bintil,
serapan hara N, polong isi, dan produktivitas.
Pemupukan urea melalui daun dengan konsentrasi 20 g/l air dapat
memperbaiki pertumbuhan, meningkatkan hasil, dan meningkatkan komponen
hasil kedelai. Pemupukan lewat daun dapat meningkatkan hasil kedelai sebesar
19,67%. Interaksi antara sistem budi daya dan pemupukan N daun tidak
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi kedelai (Ghulamahdi et al., 2007).
Menurut Naibaho (2006), pemupukan N dengan urea melalui tanah pada
budidaya jenuh air yang reduktif tidak efektif karena banyak NH2 yang bersifat
racun bagi tanaman. Pemupukan N ke daun dapat membantu tanaman yang
kekurangan nitrogen karena terjadi gangguan pada akar. Gangguan pada akar
terjadi karena daerah perakaran terlalu basah akibat budi daya jenuh air. Interaksi
antara pupuk N dengan urea melalui daun dengan jarak tanam tidak memberi
pengaruh nyata terhadap pertumbuhan vegetatif maupun generatif.
Pemupukan N dan Zn dapat meningkatkan bobot biji kering tiap petak.
Untuk memperoleh produktivitas tanaman kedelai di lahan jenuh air yang sama
dengan di lahan kering, maka tanaman kedelai di lahan jenuh air butuh
pemupukan N dan Zn yang cukup tinggi (Ghulamahdi dan Aziz, 1992).

2

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pupuk daun dan jarak
tanam pada pertumbuhan dan produksi kedelai.

Hipotesis
1. Terdapat pupuk daun yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan produksi
kedelai.
2. Ada jarak tanam yang meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai
optimal.
3. Terdapat interaksi terbaik antara pupuk daun dan jarak tanam yang dapat
meningkatkan pertumbuhan dan produksi kedelai.

TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai
Kedelai (Glycine max (L.) Merr) mulai dibudidayakan sejak tahun 2500 SM
di dataran Cina dan berasal dari Jepang, Asia Timur (Suprapto, 2002). Kedelai
termasuk dalam famili Leguminosae. Kedelai memiliki percabangan sedikit,
perakaran tunggang, dan batang yang berkambium. Tanaman ini akan tumbuh
setengah merambat apabila kekurangan cahaya (Adisarwanto, 2008). Kedelai
memiliki sistem perakaran tunggang dan akar sekunder (serabut). Akar tunggang
biasanya hanya bisa tumbuh sampai kedalaman 30-50 cm namun pada lahan
optimal dapat mencapai 2 m ke dalam tanah. Akar tunggang berasal dari akal
radikal yang sudah tumbuh sejak fase perkecambahan. Akar serabut dapat tumbuh
pada kedalaman 20-30 cm. Kedelai dapat membentuk akar adventif apabila terjadi
kekeringan dan salinitas tinggi. Perkembangan akar kedelai dipengaruhi faktor
penyiapan lahan, tekstur tanah, kondisi fisik, biologi, dan kimia tanah
(Adisarwanto, 2006).
Hampir seluruh daun kedelai menjari tiga (trifoleat). Bentuk daun tanaman
kedelai bervariasi, yakni antara oval dan lanceolate, tetapi sering disebut dengan
berdaun lebar (broad leaf) dan berdaun sempit (narrow leaf). Kedelai berdaun
sempit lebih banyak ditanam oleh petani dibandingkan tanaman kedelai berdaun
lebar, meski dari aspek penyerapan sinar matahari, tanaman kedelai berdaun lebar
menyerap sinar matahari lebih banyak dari pada yang berdaun sempit.
Keunggulan tanaman kedelai berdaun sempit adalah sinar matahari akan lebih
mudah menerobos di antara kanopi daun sehingga memacu pembentukan bunga
(Adisarwanto, 2008).
Pertumbuhan kedelai dibagi menjadi determinate dan indeterminate.
Pertumbuhan determinate memiliki bunga yang tumbuh ada tangkai daun dan
terminal serta fase vegetatifnya akan berakhir dengan pembungaan. Pertumbuhan
indeterminate memiliki bunga yang hanya tumbuh pada ketiak tangkai daun,
pembungaan dimulai sebelum fase vegetative berakhir, dan polong akan terbentuk

3

sebelum tanaman tunbuh secara utuh. Buku pada batang kedelai yang
menghasilkan buah disebut buku subur. Jumlah buku batang dipengaruhi faktor
tipe tumbuh batang dan periode penyinaran. Jumlah buku batang indeterminate
lebih banyak daripada buku batang determinate (Adisarwanto, 2008).

Pupuk Daun
Pupuk daun merupakan bahan-bahan atau unsur yang diberikan melalui
daun dengan cara penyemprotan atau penyiraman. Manfaat dari pupuk daun dapat
langsung diserap oleh tanaman dengan cepat untuk memenuhi kebutuhan
pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk yang digunakan harus dapat
larut dalam air agar dengan mudah diserap melalui daun atau batang tanaman
(Sutedjo, 1994). Pemberian pupuk lewat daun (foliar application) segera diserap
oleh tanaman dan tanggapan tanaman akan terlihat dalam dua hari, tetapi karena
efek residu kurang maka pemberian harus lebih sering dilakukan daripada
pemupukan konvensional lewat tanah (Harjadi, 1996).
Beberapa keuntungan pemupukan lewat daun dapat mengatasi kekurangan
unsur hara secara langsung dan memberi pengaruh yang cepat (Lingga dan
Marsono, 2003). Pupuk daun grow more yang mengandung unsur makro dan
mikro berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi, diameter, jumlah cabang primer,
berat 100 biji, dan produksi biji kering per tanaman contoh (Zemriyetti dan
Rambe, 2006).
Tahap aklimatisasi tanaman kedelai terhadap jenuh air berlangsung selama 2
minggu atau antara 2-4 minggu setelah pelaksanaan irigasi dimulai. Pada tahap
aklimatisasi terjadi alokasi hasil fotosintesis ke bagian bawah tanaman untuk
pertumbuhan akar dan bintil akar. Tahap aklimatisasi ini diduga dapat dipercepat
dengan adanya pemberian pupuk N lewat daun. Pemberian pupuk N dengan
konsentrasi 15 g Urea L-1 air menyebabkan fitotoksisitas daun pada budi daya
jenuh air di lahan sawah beririgasi dan perlakuan 10 g Urea L-1 air memberikan
hasil tertinggi dibandingkan lainnya. Pemupukan N daun pada budi daya jenuh
air mampu meningkatkan produksi 30 % dibandingkan tanpa pemupukan N
(Ghulamahdi, 2011).
Peningkatan hara mikro dalam produk tanaman semakin dirasa penting.
Kekurangan unsur hara mikro akan mempengaruhi beberapa kerja enzim dan
mengakibatkan metabolisme akan terganggu. Zn merupakan unsur mikro yang
paling mobil dibandingkan dengan unsur mikro lainnya dan mobilisasinya
berkaitan erat dengan penuaan daun serta pembentukan biji. Zn diserap tanaman
dalam bentuk ion Zn2+. Pada tanaman kekurangan Zn dapat mengurangi hasil,
karena Zn sangat penting dalam pengisian biji terutama untuk tanaman serealia.
Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi ketersediaan Zn adalah kemasaman
tanah, interaksi dengan hara lainnya, bahan organik tanah, penggenangan, kondisi
iklim, aktivitas biologi, jerapan Zn, dan faktor tanaman (Ratmini, 2014).
Tembaga (Cu) merupakan salah satu logam yang dominan dalam limbah.
Tanaman menyerap Cu dalam bentuk ion Cu2+. Adanya Cu dalam jumlah besar
mengakibatkan toksisitas pada tanaman. Toksisitas tembaga merusak akar
tanaman dengan gejala mulai dari gangguan pada kutikula akar dan
perkembangan rambut, serta deformasi hebat pada struktur akar. Cu merupakan

4

penyusun berbagai enzim, meliputi asam askorik, oksidase, fenolase, lakase dan
lain-lain. Cu juga mirip bagian dari sitokrom oksidase. Di samping itu Cu
berfungsi sebagai kofaktor dari berbagai enzim, tetapi tidak mempunyai
kekhususan yang tinggi. Kekurangan Cu menganggu sintesis protein dan
menyebabkan senyawa nitrogen larut meningkat (Rokhmah, 2008). Logam berat
seng (Zn) dan tembaga (Cu) termasuk hara esensial yang dibutuhkan tanaman
dalam jumlah cukup, apabila berlebih dapat meracuni tanaman (Parmiko et al.,
2014).

Budi Daya Jenuh Air
Budi daya jenuh air merupakan penanaman dengan memberikan irigasi
terus-menerus dan membuat kedalaman muka air tetap, sehingga lapisan di bawah
permukaan tanah jenuh air. Kedalaman muka air tetap akan menghilangkan
pengaruh negatif dari kelebihan air pada pertumbuhan tanaman, karena kedelai
akan beraklimatisasi dan selanjutnya tanaman memperbaiki pertumbuhannya
(Ghulamahdi, 2011).
BJA membuat perakaran tumbuh terus menerus terutama pada bagian 5 cm
di bawah permukaan tanah. Hormon etilen yang berasal dari prekursor ACC
meningkat karena kondisi tanah dalam keadaan anaerob. Etilen ini merangsang
terbentuknya jaringan aerenkhima dan perakaran baru sebagai adaptasi tanaman
(Ghulamahdi, 1999). BJA memiliki kelemahan yaitu menyebabkan tanaman
kekurangan N pada daun karena adanya gangguan serapan dan fiksasi N. Hal ini
dapat meningkatkan jumlah bintil dan panjang akar serta menjamin hasil yang
tinggi (Naibaho, 2006). Kelemahan BJA yang lain yaitu akar dan bintil akar di
bawah permukaan air mati sehingga penyerapan nitrogen berkurang dan tanaman
mengalami khlorosis terutama setelah minggu kedua hingga minggu keempat
setelah jenuh air. Pemupukan N melalui tanah diduga kurang efektif dan perlu
diimbangi pemupukan N melalui daun (Yustisia, 2002).
Produktivitas pada budi daya jenuh air untuk kedelai lebih tinggi
dibandingkan budi daya kering. Lahan pasang surut dengan tinggi muka air di
parit sekitar 15 cm di bawah permukaan tanah merupakan tinggi muka air yang
mudah diterapkan petani dan memberikan hasil kedelai terbaik. Pada tanaman
kedelai, interaksi antara budi daya jenuh air (BJA) dan budi daya kering (BK)
mempengaruhi jumlah polong isi, bobot 100 biji, dan bobot kering biji per petak
(Ghulamahdi et al., 2009).

Jarak Tanam
Pengaturan jarak tanam merupakan faktor penting dalam produksi kedelai.
Jarak tanam yang terlalu jarang mengakibatkan besarnya proses penguapan air
tanah dan tingginya perkembangan gulma karena tajuk tumbuhan tidak menutup
tanah. Sebaliknya jarak tanam yang terlalu rapat menyebabkan persaingan
tanaman dalam memperoleh air, hara, dan intensitas matahari. Intensitas matahari
yang rendah menyebabkan tanaman mengalami etiolasi. Pengurangan kerapatan
tanaman per hektar akan mengakibatkan perubahan iklim mikro yang dapat

5

mempengaruhi pertumbuhan dan hasil tanaman. Oleh karena itu kerapatan yang
optimum beragam pada setiap jenis kedelai (Marliah et al., 2012).
Jarak tanam mempengaruhi kompetisi tanaman dalam mendapatkan sinar
matahari. Tanaman akan tumbuh semakin tinggi dengan tujuan agar mendapatkan
intensitas cahaya yang lebih banyak sehingga dapat menghambat perkembangan
tanaman. Menurut Naibaho (2006), jarak tanam tidak berpengaruh nyata terhadap
jumlah daun, jumlah cabang, bobot tajuk, dan jumlah polong. Hal ini disebabkan
karena terjadi persaingan yang intensif antar tanaman.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Percobaan dilaksanakan di Desa Mulyasari Jembatan 3, Kec Tanjung Lago,
Kab Banyuasin, Sumatera Selatan. Daerah ini berada pada ketinggian 4 m di atas
permukaan laut (dpl). Percobaan ini dilaksanakan pada April - Agustus 2015.
Curah hujan rata-rata pada bulan April hingga Agustus sebesar 136,8 mm. Pada
saat penanaman bulan Mei curah hujan tinggi yaitu 177,9 mm, sedangkan pada
saat pengisian polong yaitu pada bulan Juli curah hujan rendah sebesar 21,4 mm
(Lampiran 1). Tipe lahan pasang surut yang digunakan adalah tipe B.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah benih kedelai varietas Anjasmoro (Lampiran
2), pupuk urea dengan dosis 10 g/l air, CuSO4 0,5 g/l air, ZnSO4 0,5 g/l air,
MgSO47H2O 0,5 g/l air dan Rhizobium 5 g/kg benih. Pupuk SP-36 200 kg/ha, KCl
100 kg/ha dan dolomit (CaMg(CO3)2) 2 ton/ha. Alat yang digunakan antara lain
timbangan, pompa air, tugal, knapsack sprayer, serta alat pertanian umum.

Prosedur Percobaan
Sebelum persiapan lahan, dilakukan pengambilan sampel tanah untuk
mengetahui sifat fisik dan kimia tanah. Persiapan lahan dilakukan dengan cara
membuat bedengan ukuran 4 m x 3 m sebanyak 30 petak. Setiap petakan panjang
dikelilingi saluran air yang berukuran lebar 30 cm dan kedalaman 25 cm. Air
irigasi diberikan mulai saat tanam hingga panen dengan menahan muka air tanah
setinggi 20 cm dari permukaan tanah. Pada awal persiapan dilakukan
penyemprotan herbisida sistemik dengan volume semprot 400 l/ha. Setelah dua
minggu, dilanjutkan penyemprotan herbisida kontak dengan volume semprot 400
l/ha. Satu minggu selanjutnya baru dilakukan penanaman.
Lahan tanpa olah tanah bersamaan penambahan dolomit 2 ton/ha, SP-36 200
kg/ha, dan KCl 100 kg/ha pada tiga hari sebelum penyeprotan herbisida kontak.
Penanaman benih kedelai dicampur dengan inokulan Rhizobium. Benih ditanam

6

dangkal dengan kedalaman 1 – 2 cm dimana setiap lubang diisi dengan dua biji
benih kedelai. Jarak tanam yg digunakan merupakan perlakuan penelitian yaitu 25
cm x 20 cm dan 40 cm x 12,5 cm. Pupuk daun diberikan saat umur 3, 4, 5, dan 6
minggu setelah tanam (MST) dengan volume semprot 400 L ha-1. Konsentrasi
pupuk daun N sebesar 10 g/l air, CuSO4 0,5 g/l air, ZnSO4 0,5g/l air, dan
MgSO47H2O 0,5 g/l air. Penyulaman dilakukan pada saat satu minggu setelah
tanam. Pemeliharaan meliputi menjaga ketinggian muka air tanah, pengendalian
gulma dengan cara penyemprotan herbisida kontak, hama dan penyakit yang dapat
menggangu pertumbuhan tanaman. Kriteria tanaman yang telah siap panen adalah
90% dari populasi tanaman sudah luruh daunnya. Warna polong kedelai sudah
kuning kecoklatan serta sudah berkembang penuh. Pengamatan yang dilakukan
meliputi:
1. Tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang setiap 2 minggu mulai dari 2
MST (minggu setelah tanam) hingga 10 MST. Tanaman contoh diambil 5
tanaman dari setiap petak percobaan yang kondisinya mewakili dari kondisi
dalam masing-masing petak percobaan. Tinggi tanaman diukur dari pangkal
batang hingga titik tumbuh. Daun yang dihitung yaitu daun trifoleat. Cabang
yang dihitung yaitu cabang yang menempel pada batang utama.
2. Bobot kering bintil akar, akar, batang, dan daun pada 4 dan 8 MST.
Brangkasan dikeringkan dalam oven dengan suhu 800C selama 72 jam.
3. Luas daun dan indeks luas daun tanaman pada 4 dan 8 MST. Metode yang
digunakan yaitu metode gravimetrik. Metode ini menggunakan timbangan
analitik, dengan cara daun digambar di atas kertas menggunakan kertas hvs
sehingga berbentuk pola daun yang akan menjadi replika dari daun, replika
daun tersebut kemudian digunting sesuai dengan pola daun dan ditimbang.
Bobot daun replika akan dibandingkan dengan bobot kertas hvs 70 gsm (gram
per square meter).
Luas Daun
Indeks Luas Daun
4. Jumlah cabang tanaman contoh.
5. Jumlah polong isi tanaman contoh. Polong isi merupakan polong yang telah
mengisi penuh.
6. Jumlah polong hampa tanaman contoh. Polong hampa merupakan polong yang
tidak berisi biji atau tidak terjadi pengisian polong sasma sekali.
7. Bobot biji kering panen per ubinan dengan luas ubinan 2 m x 2 m. Pengamatan
ini dilakukan untuk mendapatkan angka produktivitas kedelai per ha.
8. Bobot 100 butir per ubinan.
9. Bobot biji per tanaman contoh.
* pengamatan 5-7 dilakukan pada saat panen

Analisis Data
Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan
ulangan sebanyak tiga kali. Perlakuan terdiri dari dua faktor yaitu pupuk daun dan
jarak tanam. Terdapat 5 taraf pada faktor pertama, 2 taraf pada faktor kedua, dan 3
kali ulangan sehingga terdapat 30 unit percobaan. Data dianalisis dengan
menggunakan uji F ( analisis ragam ) pada taraf 5% dan apabila hasilnya berbeda

7

nyata dilakukan uji lanjut menggunakan uji Duncan Multiple Range Test
(DMRT). Faktor jenis pupuk ada 5 taraf yaitu:
1. P1 (Tanpa pupuk)
2. P2 (Pupuk daun N).
3. P3 (Pupuk daun N dan CuSO4).
4. P4 (Pupuk daun N, CuSO4, dan ZnSO4).
5. P5 (Pupuk daun N, CuSO4, ZnSO4, dan MgSO47H2O).
Faktor jarak tanam ada dua taraf yaitu J1 (25 cm x 20 cm) dan J2 (40 cm x
12,5cm).
Model linear aditif RAK sebagai berikut:
Yijk = μ + αi + j + (α )ij + k + εijk
dimana:
i
= faktor pupuk daun P1, P2, P3, P4, dan P5
j
= faktor jarak tanam J1 dan J2
k = pengaruh ulangan 1,2, dan 3
Yijk= nilai pengamatan dari perlakuan pupuk daun ke- i pada kelompok jarak
tanam ke-j
µ = nilai tengah umum
αi = pengaruh aditif dari perlakuan pupuk daun ke-i
= pengaruh aditif dari kelompok jarak tanam ke-j
j
(α )ij= pengaruh interaksi pupuk daun dan jarak tanam
= pengaruh aditif dari ulangan ke-k
k
εijk = pengaruh acak galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum
Lahan pasang surut yang digunakan merupakan tipe B. Wilayah Banyuasin
merupakan lahan yang terpengaruh pasang surut air laut sehingga sebagian besar
lahan yang dimanfaatkan pertanian pangan lahan basah, khususnya persawahan
pasang surut (Aminah dan Yahya, 2014).
Curah hujan di daerah penelitian pada bulan April hingga Juni berkisar 100200 mm bulan-1 namun menurun pada bulan Juli dan Agustus berkisar 20-30 mm
bulan-1 (Lampiran 1). Curah hujan ini sesuai dengan syarat tumbuh kedelai.
Tanaman kedelai dapat tumbuh baik di daerah dengan curah hujan 100-400 mm
bulan-1. Sedangkan untuk tumbuh optimal tanaman kedelai membutuhkan 100200 mm bulan-1. Suhu bulanan berkisar 27-28 0C sesuai dengan suhu optimum
tanaman kedelai yaitu 23-270C (Ristek, 2000).
Hama yang menyerang pertanaman kedelai adalah tikus (Rattus
argentiventer), kepik hijau, ulat grayak (Spodoptera litura). Pengendalian tikus
dilakukan dengan pemberian racun tikus di sekitar petakan kedelai. Ulat grayak
dikendalikan dengan penyemprotan insektisida apabila terlihat ada bekas
pengerusakannya pada daun.

8

Sebelum pengolahan lahan diambil sampel tanah dengan hasil pH 4.8
(sangat masam), N total 0,4% (sedang), Cu 0,82 ppm (sangat rendah), Zn 4,82
ppm (sangat rendah), Mg 3,6 me 100 g-1 (tinggi) dan Fe 69,85 (sangat tinggi)
(Lampiran 5). Menurut Parmiko et al. (2014), kandungan Cu dalam tanah berada
pada kondisi sedang yaitu 25-75 ppm dan kandungan Zn dalam kondisi sedang
yaitu 50-250 ppm (Lampiran 5). Pemberian kapur dan pupuk dapat meningkatkan
pH dan hara tanah, sementara teknik budi daya jenuh air menyebabkan pirit dalam
keadaan reduktif sehingga oksidasi pirit menjadi Fe dapat ditekan dan tidak
meracuni tanaman (Sagala, 2010).
Saat memasuki umur 3 MST, mulai terlihat gejala daun menguning
(Gambar 1). Hal ini terjadi karena pada 2-4 MST tanaman mengalami
aklimatisasi. Pada awal aklimatisasi, akar dan bintil akar putus dan mati.
Kandungan N dalam jaringan tanaman dan N dalam daun menurun sehingga
terjadi gejala klorosis . Oleh karena itu pada 3-6 MST tanaman disemprot dengan
pupuk daun dan pada 5 MST (Gambar 2) daun kembali hijau (Lidhyapisci, 2010).

Gambar 1. Gejala daun menguning umur 2 MST

Gambar 2. Tahap Aklimatisasi umur 5 MST

Pertumbuhan Kedelai
Pertumbuhan vegetatif kedelai diukur setiap dua minggu sekali baik tinggi,
jumlah daun, dan jumlah cabang. Tinggi tanaman dan jumlah daun diamati dari
minggu kedua hingga minggu kesepuluh. Khusus untuk jumlah cabang dimulai
dari minggu keenam. Pengamatan destruktif dilakukan dengan menghitung bobot
kering brangkasan pada minggu keempat dan minggu kedelapan baik bobot bintil

9

akar, akar, batang, dan bobot daun. Data luas daun didapat dengan metode
gravimetrik dan diambil pada umur 4 dan 8 MST.
Tabel 1. Rekapitulasi sidik ragam fase vegetatif
Pengamatan
Tinggi tanaman
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
Jumlah daun
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
Jumlah cabang
6 MST
8 MST
10 MST
Luas daun 4 MST
Luas daun 8 MST
Indeks luas daun 4 MST
Indeks luas daun 8 MST
Bintil akar 4 MST
Bintil akar 8 MST
Akar 4 MST
Akar 8 MST
Batang 4 MST
Batang 8 MST
Daun 4 MST
Daun 8 MST

Pupuk (P) Jarak tanam (J) Interaksi KK (%)
tn
tn
*
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn

*
tn
tn
tn
tn

4,50
5,70
8,14
8,08
7,81

tn
tn
*
tn
tn

tn
tn
*
tn
*

tn
tn
tn
tn
tn

20,10
9,60
11,49
12,01
11,16

*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

11,47
13,47
13,63
32,34
31,05
32,46
31,06
39,1
22,37
32,2
9,8
21,8
22,3
30,3
6,99

Keterangan: KK= koefisien keragaman , * = nyata, tn= tidak nyata, * dan ** berdasarkan hasil uji
f pada taraf 5%

10

Tabel 2. Rekapitulasi sidik ragam fase generatif
Pengamatan
Produktivitas
Jumlah cabang panen
Jumlah polong isi
Jumlah polong hampa
Bobot biji tan. contoh
Bobot 100 biji
Bobot petak ubinan

Pupuk
daun (P)

Jarak
Tanam (J)

Interaksi

KK (%)

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

*
tn
tn
tn
tn
tn
*

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

19,41
16,24
17,8
12,31
18,81
4,41
19,44

Keterangan: KK= koefisien keragaman , * = nyata, tn= tidak nyata, * dan ** berdasarkan hasil uji
f pada taraf 5%

Perlakuan tunggal pupuk daun menunjukkan hasil berbeda nyata pada 6
MST (Tabel 3). N+Cu+Zn+Mg memberikan hasil tertinggi terhadap tinggi
tanaman contoh. N dan N+Cu tidak berbeda nyata namun berbeda nyata dengan
tanpa pupuk daun dan N+Cu+Zn. Perlakuan N+Cu, N+Cu+Zn, dan
N+Cu+Zn+Mg dipengaruhi oleh unsur Cu. Menurut Rokhmah (2008), semakin
tinggi Cu yang diberikan ke tanaman semakin menurun tinggi tanaman.
Berdasarkan Tabel 5, pada minggu kedua terdapat pengaruh nyata interaksi
perlakuan. Perlakuan paling tinggi yaitu interaksi pupuk daun N+Cu+Zn+Mg dan
jarak tanam 40cm x 12,5cm dengan 12,33 cm. Perlakuan dengan tinggi tanaman
paling rendah yaitu yaitu pupuk daun N dengan jarak tanam 25cm x 20cm dan
pupuk daun N+Cu+Zn dengan jarak tanam 40cm x 12,5cm. Hal ini menunjukkan
bahwa tinggi tanaman dipengaruhi oleh jarak tanam. Jarak tanam yang lebih rapat
akan menghasilkan tinggi tanaman yang lebih baik (Marliah et al., 2012). Jarak
tanam yang rapat akan meningkatkan persaingan tanaman dalam mendapat radiasi
matahari sehingga tanaman harus tumbuh lebih tinggi untuk mendapat radiasi
matahari paling banyak.
Menurut Pangli (2014), semakin rapat jarak tanam mengakibatkan tinggi
tanaman meningkat. Tanaman berada pada kondisi intensitas cahaya yang
suboptimal sehingga tanaman mengalami etiolasi. Tinggi tanaman pada 4 MST
tidak berbeda nyata antar perlakuannya.
Namun, pada N+Cu+Zn+Mg tinggi tanaman meningkat diduga karena ada
unsur Mg yang ditambahkan. Mg berperan penting dalam penyusunan klorofil
dalam proses fotosintesis untuk menghasilkan karbohidrat (Rosman et al., 2000).
Perlakuan tidak menunjukkan pengaruh tinggi tanaman pada 8 dan 10 MST.

11

Tabel 3. Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk
Pupuk daun
tanpa
N
N+Cu
N+Cu+Zn
N+Cu+Zn+Mg

2
(cm)
11,53
11,50
11,33
11,07
11,77

MST
6
(cm)
35,38c
38,40b
38,13b
34,42c
39,58a

4
(cm)
17,30
17,60
18,33
17,27
17,80

8
(cm)
38,37
42,03
39,73
39,80
42,13

10
(cm)
38,97
42,97
40,57
40,43
42,83

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji DMRT 5%

Tabel 4. Tinggi tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam
Jarak Tanam
25cm x20cm
40cm x12,5cm

2
(cm)
11,28
11,60

4
(cm)
17,64
17,68

MST
6
(cm)
37,23
37,14

8
(cm)
40,59
40,24

10
(cm)
41,35
40,96

Tabel 5. Tinggi tanaman contoh umur 2 MST pengaruh interaksi perlakuan pupuk
daun dan jarak tanam
Jarak Tanam

Pupuk Daun
tanpa
N
N+Cu
N+Cu+Zn
N+Cu+Zn+Mg

25cm x 20cm
(cm)
11,73bc
10,93d
11,27cd
11,27cd
11,20cd

40cm x 12,5cm
(cm)
11,33cd
12,07ab
11,40cd
10,87d
12,33a

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji DMRT 5%

Perlakuan tidak menunjukkan jumlah daun yang berbeda nyata terhadap
jumlah daun pada minggu kedua dan minggu keempat. Peningkatan jumlah daun
paling tinggi terjadi pada minggu ke enam (Tabel 6 dan 7). Pada 2 MST terjadi
penguningan daun secara merata pada semua tanaman. Menurut Mulatsih et al.
(2000), warna daun berangsur pulih hijau kembali pada umur 5 MST.
Penyemprotan pupuk daun N memberikan efek positif dengan tumbuhnya pucukpucuk baru dan penyebaran akar ke samping pada ketebalan ± 5 cm dari
permukaan tanah.
Pada 6 MST, perlakuan pupuk daun N+Cu berbeda nyata paling tinggi
terhadap perlakuan pupuk daun lainnya. Sedangkan N dan N+Cu+Zn+Mg tidak
berbeda nyata. Perlakuan tertinggi ketiga yaitu tanpa pupuk dan yang terendah
yaitu N+Cu+Zn. Pada N+Cu+Zn dan N+Cu+Zn+Mg, defisiensi Zn dapat

12

menyebabkan klorosis di daun tua dan akhirnya gugur sehingga N+Cu+Zn dan
N+Cu+Zn+Mg lebih rendah dari N+Cu (Ratmini, 2014).
Perlakuan pupuk daun dan jarak tanam tidak menunjukkan pengaruh yang
berbeda terhadap jumlah daun pada 8 MST. Jarak tanam memberikan hasil yang
berbeda nyata pada jumlah daun 6 dan 10 MST (Tabel 9). 25 cm x 20 cm berbeda
nyata lebih tinggi terhadap 40 cm x 12.5 cm. Menurut Naibaho (2006), semakin
rapat jarak tanam (25 cm x 20 cm) maka semakin tinggi jumlah daun tanaman
tetapi hal tersebut lebih dipengaruhi oleh jumlah cabang yang ada.
Tabel 6. Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun
Pupuk daun
tanpa
N
N+Cu
N+Cu+Zn
N+Cu+Zn+Mg

MST
2
1,3
1,6
1,4
1,1
1,4

4
3,9
4,1
4,5
3,9
3,9

6
15,4c
16,6b
18,6a
14,3d
16,6b

8
18,3
20,2
19,8
20,2
19,3

10
19,1
20,8
20,9
20,4
19,3

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji DMRT 5%

Tabel 7. Jumlah daun tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam
Jarak Tanam
25cm x20cm
40cm x12,5cm

2
1,35
1,39

4
4,07
4,01

MST
6
17,05a
15,55b

8
20,64
18,73

10
20,53a
19,41b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji DMRT 5%

Berdasarkan Tabel 8, perlakuan tunggal pupuk daun menunjukkan hasil
berbeda nyata pada jumlah cabang 6 MST. Urutan perlakuan dari paling tinggi
yaitu N, N+Cu, N+Cu+Zn+Mg, tanpa pupuk, dan N+Cu+Zn. Semakin besar
dosis N yang diberikan akan meningkatkan jumlah cabang kedelai (Naibaho,
2006).
Terjadinya penurunan jumlah cabang pada N+Cu, N+Cu+Zn,
N+Cu+Zn+Mg disebabkan oleh unsur Cu. Semakin tinggi taraf dosis Cu maka
semakin menurunkan jumlah anakan pada padi sawah (Rokhmah, 2008).
Pada 8 dan 10 MST perlakuan tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata.
Jarak tanam yang lebih renggang memberikan tanaman kesempatan untuk
melakukan pertumbuhan ke arah samping dan mempengaruhi terbentuknya
cabang (Marliah et al., 2012).

13

Tabel 8. Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan pupuk daun
Pupuk daun

6
2,9d
3,5a
3,4b
2,7e
3,2c

tanpa
N
N+Cu
N+Cu+Zn
N+Cu+Zn+Mg

MST
8
3,3
3,6
3,5
3,2
3,3

10
3,8
4,3
4,1
4,0
3,9

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji DMRT 5%

Tabel 9. Jumlah cabang tanaman contoh pengaruh perlakuan jarak tanam
Jarak Tanam
25cm x20cm
40cm x12,5cm

2
3,2
3,2

MST
4
3,5
3,2

6
4,1
3,9

Bobot kering baik bintil akar, akar, batang, dan daun pada minggu keempat
dan minggu kedelapan tidak berbeda nyata kecuali pada bobot kering batang 4
MST. Bobot kering batang 4 MST di pengaruhi nyata oleh jarak tanam yang lebih
renggang (25cm x 20cm). J1 (25cm x 20cm) nyata lebih tinggi daripada 40cm x
12,5cm. Angka yang ditunjukkan tidak konsisten seiring komposisi pupuk daun
yang diberikan (Tabel 10,11, 12, 13). Bobot kering bintil akar dan akar sangat
rendah pada 4 MST karena banyaknya perakaran yang mati akibat budi daya
jenuh air (Tabel 10 dan 11). Perbaikan tanaman terjadi pada 5 MST sehingga
bobot kering tanaman meliputi bintil akar, akar, batang, dan daun akan terjadi
peningkatan secara signifikan (Ghulamahdi et al., 2006).
Banyaknya perakaran yang muncul pada budi daya jenuh air karena adanya
hormon etilen yang berasal dari prekursor ACC (1 aminosiklopropana–1-asam
karboksilat). Keadaan anaerob akan merangsang pembentukan ACC dan adanya
oksigen yang cukup merangsang pembentukan etilen. Hormon etilen tersebut
merangsang terbentuknya jaringan aerenkhima dan munculnya akar-akar baru
(Ghulamahdi, 2011).
Bobot kering tanaman mencerminkan akumulasi senyawa organik yang telah
disintesa dari bahan anorganik oleh tanaman. Unsur hara yang diserap tanaman
baik yang digunakan dalam sintesa senyawa maupun dalam bentuk ion akan
memberi kontribusi terhadap bobot kering tanaman dan dipengaruhi oleh faktor
genetik dan lingkungan. Semakin renggang jarak tanam maka semakin banyak
energi matahari yang di serap. Semakin rapat jarak tanam maka semakin sedikit
radiasi matahari yang sampai pada lapisan daun bawah (Pangli, 2014).
Pupuk daun N dapat meningkatkan daun tumbuh lebih lebar, sehingga
permukaan daun lebih luas untuk fotosintesis. Dengan adanya peningkatan proses
fotosintesis maka serapan air dan pembentukan karbohidrat meningkat pula,
sehingga tanaman mengalami penambahan bobot (Rosman et al., 2000).

14

Tabel 10. Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan pupuk daun
Total
Bobot Kering
Bobot
Pupuk daun
Bintil Akar
Akar 4
Batang 4
Daun 4
Kering
4 MST (g)
MST (g)
MST (g)
MST (g)
(g)
tanpa
0,152
0,297
0,413
0,720
1582
N
0,107
0,285
0,447
0,792
1,630
N+Cu
0,113
0,263
0,482
0,818
1,677
N+Cu+Zn
0,128
0,315
0,402
0,693
1,538
N+Cu+Zn+Mg
0,112
0,292
0,363
0,630
1,397
Tabel 11. Bobot kering tanaman umur 4 MST pengaruh perlakuan jarak tanam
Jarak Tanam
25cm x20cm
40cm x12,5cm

Bintil Akar
4 MST (g)
0,131
0,114

Bobot Kering
Akar 4
Batang 4
MST (g)
MST (g)
0,305
0,468a
0,276
0,375b

Daun 4
MST (g)
0,805
0,657

Total
Bobot
Kering (g)
1,708
1,421

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji DMRT 5%

Tabel 12. Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan pupuk daun
Total
Bobot Kering
Bobot
Pupuk daun
Bintil Akar
Akar 8
Batang 8
Daun 8
Kering
8 MST (g)
MST (g)
MST (g)
MST (g)
(g)
tanpa
0,995
2,172
15,320
8,493
26,980
N
0,623
1,505
12,797
6,273
21,198
N+Cu
0,657
1,402
12,733
6,698
21,490
N+Cu+Zn
1,137
1,780
13,252
7,515
23,683
N+Cu+Zn+Mg
0,802
1,485
12,650
5,593
20,530
Tabel 13. Bobot kering tanaman umur 8 MST pengaruh perlakuan jarak tanam
Jarak Tanam
25cm x20cm
40cm x12,5cm

Bintil Akar
8 MST (g)
0,961
0,725

Bobot Kering
Akar 8
Batang 8
MST (g)
MST (g)
1,550
11,648
1,787
15,053

Daun 8
MST (g)
6,115
7,715

Total
Bobot
Kering (g)
20,273
25,279

Luas daun dan indeks luas daun pada saat tanaman berumur empat dan
delapan MST tidak menunjukkan berbeda nyata antar perlakuannya (Tabel 14, 15,
16, 17). Menurut Pangli (2014), jarak tanam mempengaruhi bobot kering daun
akibat dari sintesa bahan anorganik seperti air dan karbohidrat. Intensitas radiasi
matahari yang tinggi menyebabkan bahan kering terakumulasi lebih banyak dan
daun menjadi lebih tebal tetapi tidak mempengaruhi luas daun.

15

Tabel 14. Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun
Pupuk daun
tanpa
N
N+Cu
N+Cu+Zn
N+Cu+Zn+Mg

Luas Daun per Tanaman (cm2)
8 MST
4 MST
257,857
2.433,333
267,857
2.319,048
300,000
2.068,095
257,857
2.174,524
228,333
2.080,952

Tabel 15. Luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam
Jarak Tanam
25cm x20cm
40cm x12,5cm

Luas Daun per Tanaman (cm2)
8 MST
4 MST
282,67
2.249,90
242,10
2.180,48

Tabel 16. Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh pupuk daun
Pupuk daun
tanpa
N
N+Cu
N+Cu+Zn
N+Cu+Zn+Mg

Luas Daun per Tanaman (cm2)
8 MST
4 MST
0,52
4,87
0,54
4,64
0,60
4,14
0,53
4,35
0,46
4,16

Tabel 17. Indeks luas daun tanaman umur 4 dan 8 MST pengaruh jarak tanam
Jarak Tanam
25cm x20cm
40cm x12,5cm

Luas Daun per Tanaman (cm2)
8 MST
4 MST
0,57
4,50
0,48
4,36

Komponen Hasil dan Hasil Kedelai
Polong isi tanaman contoh tidak dipengaruhi secara nyata oleh interaksi
perlakuan yang diberikan. Namun, faktor tunggal jarak tanam yang memberikan
hasil berbeda nyata terhadap bobot petak ubinan dan produktivitas (Tabel 15).
Perlakuan 25cm x 20cm berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan 40cm x
12,5cm terhadap bobot petak ubinan dan produktivitas.
Menurut Marliah et al. (2012), jarak tanam kedelai varietas Anjasmoro yang
lebih renggang antar barisnya dapat meningkatkan hasil. Namun, berdasarkan data
(Tabel 15), semakin renggang jarak tanam kedelai antar barisnya dapat
menurunkan bobot petak ubinan dan produktivitas. Jarak tanam yang rapat
menyerap radiasi matahari paling efektif sehingga polong isi yang dihasilkan

16

semakin banyak. Perlakuan yang diberikan tidak menunjukkan hasil yang berbeda
nyata pada pengamatan polong hampa.
Perlakuan yang diberikan tidak berbeda nyata pengaruhnya terhadap bobot
biji tanaman contoh. Menurut data (Tabel 15), bobot biji per tanaman cenderung
lebih tinggi pada jarak tanam yang lebih rapat. Sebaliknya, Marliah et al., (2012),
kedelai varietas Anjasmoro menghasilkan bobot biji per tanaman yang lebih tinggi
pada jarak tanam 40cm x 40 cm dibandingkan 20cm x 30cm. Hal ini diduga
terjadi karena dipengaruhi oleh teknik bubidaya dan juga kualitas benih yang
digunakan. Keberhasilan peningkatan produksi tergantung kepada kemampuan
penyediaan dan penerapan inovasi teknologi yaitu meliputi varietas unggul baru
berdaya hasil dan berkualitas tinggi, penyediaan benih bermutu serta teknologi
budi daya yang tepat.
Tabel 18. Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh pupuk daun

Jumlah
cabang
panen

Pupuk daun

tanpa
N
N+Cu
N+Cu+Zn
N+Cu+Zn+Mg

4,0
3,9
3,9
3,2
3,8

Komponen Hasil dan Hasil
Bobot
Bobot
Jumlah Jumlah
biji
100
polong polong
tan.
butir
isi
hampa contoh
(g)
(g)
39,1
0,1
15,28
13,41
40,5
0,3
13,29
15,93
42,2
0,5
13,81
15,83
34,5
0,5
11,39
16,02
40,6
0,5
12,65
15,75

Bobot
Petak
Ubinan
(g)

Prod
uktiv
itas
(ton)

1.182,86
1.215,72
1.395,96
1.179,92
1.264,11

2,96
3,04
3,49
2,95
3,16

Tabel 19. Komponen hasil dan hasil kedelai pengaruh jarak tanam
Komponen Hasil dan Hasil
Jarak Tanam

Bobot
Jumlah Jumlah Jumlah Bobot biji
Bobot
100
Produktivitas
cabang polong polong
tan.
Petak
butir
(ton)
panen isi hampa contoh (g)
Ubinan (g)
(g)

25cm x20 cm

3,9

41,8a

0,4

13,65

15,54a 1.402,29a

3,51a

40cm x12,5 cm

3,6

36,9b

0,4

12,17

15,99b 1.093,13b

2,73b

Keterangan: Angka yang diikuti huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan
yang nyata pada uji DMRT 5%

Indeks Pertanaman dan Analisis Usaha Tani
Berbagai penelitian terus dilakukan dalam upaya peningkatan produksi
pertanian dan indeks pertanaman (IP). Berbagai hasil penelitian menunjukkan
bahwa pengelolaan air merupakan kunci utama dalam pengembangan lahan

17

pasang surut. Tanpa irigasi, sumber air utama pada lahan pasang surut berasal dari
air hujan dan air pasang di saluran. Pemasukan air ke petak lahan dengan
memanfaatkan potensi air pasang dapat dilakukan pada lahan tipe A dan B,
sedangkan pemasukan air pada lahan tipe C dan D sulit dilakukan karena
permukaan lahan relatif lebih tinggi dibandingkan muka air pasang di saluran.
Secara teknis, pengendalian muka air tanah juga dapat meningkatkan indeks
pertanaman (IP) pada lahan rawa pasang surut. Pada lahan tipe A, usahatani padi
dapat dilakukan 2 kali dalam setahun, potensi luapan air pasang cukup
mendukung ketersediaan air bagi tanaman pada MT II. Kondisi yang sama juga
dapat dilakukan pada lahan tipe B, namun untuk mendukung ketersediaan air pada
MT II perlu dilakukan retensi air (Ngudiantoro, 2009).
Petani di lokasi penelitian (lahan tipe B) hanya sekali menanam dalam
setahun atau hanya pada MT I (November-Februari) yaitu tanaman padi. Setelah
panen padi, kebanyakan petani bekerja serabutan seperti menjadi kuli bangunan,
beternak sapi, dan menunggu hingga MT I datang lagi. Kenyataan di lapangan,
berdasarkan data curah hujan dan ketersediaan air sangat memungkinkan untuk
tanam palawija pada MT II (April-Juli). Kedelai merupakan salah satu pilihan
tanaman palawija yang dapat ditanam pada MT II. Namun, waktu tanam harus
diperhatikan karena pada bulan September mulai terjadi intrusi air asin.
Berdasarkan analisis usaha tani yang menunjukkan b/c ratio mencapai 2,07
(Lampiran 7), petani dapat meningkatkan pendapatan dari bertanam kedelai.
Selain meningkatkan pendapatan, bertanam kedelai pada MT II meningkatkan
indeks pertanaman dan produksi kedelai nasional.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Perlakuan memberi pengaruh nyata pada tinggi tanaman 2 dan 6 MST,
jumlah daun 6 dan 10 MST, jumlah cabang 6 MST, dan bobot kering batang 4
MST, sedangkan fase generatif yang dipengaruhi secara nyata yaitu bobot 100
butir, polong isi, bobot petak ubinan dan produktivitas. Secara keseluruhan
perlakuan yang diberikan dapat meningkatkan potensi produktivitas kedelai per
hektar. Produktivitas tertinggi yaitu 3,51 ton ha-1 pengaruh perlakuan jarak tanam
20cm x 25 cm (J1). Seiring meningkatnya produktivitas tersebut maka diharapkan
petani semakin tertarik untuk menanam kedelai. Lahan-lahan pasang surut yang
masih belum difungsikan dapat digunakan untuk bertanam kedelai dan
mengurangi ketergantungan impor kedelai.
Saran
Penelitian selanjutnya diharapkan lebih tepat waktu pada pemberian pupuk
daun dan juga harus lebih diperhatikan serta fokus pada faktor-faktor yang
mempengaruhi. Faktor yang dapat mempengaruhi antara lain kelembaban udara,
kecepatan angin, dan teknik penyemprotan.

18

DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto T. 2006. Kedelai : Budi daya dengan Pemupukan yang Efektif dan
Pengoptimalan Bintil Akar. Penebar Swadaya, Jakarta.
Adisarwanto T. 2008. Budi daya Kedelai Tropika. Penebar Swadaya, Jakarta.
Aminah S., Rosmiah, dan Yahya M.H. 2014. Efisiensi Pemanfaatan Lahan pada
Tumpangsari Jagung dan Kedelai di Lahan Pasang Surut. Dalam: Prosiding
Seminar Lahan Suboptimal 2014; Palembang, 26-27 September 2014.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi Padi, Jagung, dan Kedelai (Angka
Sementara Tahun 2014 dan Angka Ramalan II Tahun 2014.
http://www.bps.go.id/. [2 Maret 2015].
Ghulamahdi M. Dan Aziz S.A. 1992. Pengaruh Pupuk N dan Zn Terhadap
Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai pada Budi Daya Jenuh Air. J.
Bul. Agron. 21(1):37-45
Ghulamahdi M. 1999. Perubahan Fisiologi Tanaman Kedelai pada Budi Daya
Tadah Hujan dan Jenuh Air. Disertasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ghulamahdi M. 2011. Best Practice Dalam Budi daya Kedelai di Lahan Pasang
Surut. Dalam: Kongres Ilmu Pengetahuan Nasional (KIPNAS) X Tahun
2011. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Ghulamahdi M., Aziz S.A., dan Makarim A.K. 2009. Penerapan Teknologi Budi
daya Jenuh Air pada Taaman Padi dan Kedelai Untuk Meningkatkan Indeks
Penanaman di Lahan Pasang Surut. Dalam: Prosiding Simposium dan
Seminar Bersama PERAGI-PERHORTI-PERIPI-HIGI Mendukung
Kedaulatan Pangan dan Energi yang Berkelanjutan. Bogor, Indonesia.
Ghulamahdi M., Aziz S.A., Melati M., Dewi N., dan Rais S.A. 2006. Aktivitas
Nitrogenase, Serapan hara dan Pertumbuhan Dua Varietas Kedelai pada
Kondisi Jenuh Air dan Kering . J. Bul. Agron. 34(1):32-38.
Ghulamahdi M., Melati M., Rais S.A., dan Aziz S.A. 2007. Pengembangan Budi
daya Jenuh Air Tanaman Kedelai dengan Sistem Tumpang Sari pada
Kedelai di Lahan Sawah. Makalah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Harjadi S.S. 1996. Pengantar Agronomi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Lidhyapisci Y. 2010. Pengaruh Cara Pengomposan dan Dosis Kompos Jerami
Terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Pada Budi daya Jenuh Air di
Lahan Pasang Surut. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lingga dan Marsono. 2003. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya,
Jakarta.
Marliah A., Hidayat T., dan Husna N. 2012. Pengaruh Varietas dan Jarak Tanam
Terhadap Pertumbuhan Kedelai. J. Agrista 16(1).
Mulatsih S., Mugnisjah W., Sopandie D., dan Idris K. 2000. Pengaruh Waktu dan
Cara Pemberian N Sebagai Pupuk Tambahan terhadap Pertumbuhan dan
Hasil Kedelai pada Budi daya Basah. J. Bul. Agron. 28(1):9-14.
Naibaho K. 2006. Pengaruh jarak tanam dan pemupukan N lewat daun terhadap
pertumbuhan dan produksi kedelai pada budi daya jenuh air. Skripsi. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Ngudiantoro. 2009. Kajian Penduga Muka Air Tanah Untuk Mendukung
Pengelolaan Air Pada Pertanian Lahan Rawa Pasang Surut Kasus di
Sumatera Selatan. Tesis. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

19

Pangli M. 2014. Pengaruh Jarak Tanam Terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Kedelai. J. Agropet 11(1).
Parmiko I.P., Siaka I.M., dan Suarya P. 2014. Kandungan Logan Cu dan Zn dalam
Tanah dan Pupuk serta Bioavailabilitasnya dalam Tanah Pertanian di
Daerah Bedugul. J. Kimia 8(1).
Ramli R. 1994. Sumber Pertumbuhan Produksi Kedelai di Kalimantan Tengah.
Balai Penelitian Tanaman Pangan, Banjar Baru.
Ratmini, S. 2014. Peluang Peningkatan Kadar Seng (Zn) pada Produk Tanaman
Serealia. Dalam: Prosiding Seminar Nasional Lahan Suboptimal 2014;
Palembang.
[Ristek] Riset dan Teknologi. 2000. Tentang Budi daya Pertanian Kedelai.
http://www.scribd.com/doc. [3 Februari 2016]
Rokhmah F. 2008. Pengaruh Toksisitas Cu Terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Padi Serta Upaya Perbaikannya dengan Pupuk Penawar Racun. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rosman R., Soemono S., dan Suhendra. 1996. Pengaruh Konsentrasi dan
Frekuensi Pemberian Pupuk Daun Terhadap Pertumbuhan Panili di
Pembibitan. J. Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat.
Sagala D. 2010. Pertumbuhan dan Produksi Beberapa Varietas Kedelai Pada
Berbagai Kedalaman Muka Air di Lahan Rawa Pasang Surut. Tesis. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Suprapto H. 2002. Bertanam Kedelai. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sutedjo M.M. 1994. Pupuk dan Cara Pemupukan. Rineka Cipta, Jakarta.
Yustisia. 2002. Pengaruh Sistem Budi daya dan Pemupukan N Melalui Daun
Terhadap Pertumbuhan dan Hasil Kedelai dalam Pola Tumpansari. Skripsi.
Institut Pertanian Bogor. Bogor
Zemriyetti dan Rambe S. 2006. Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kedelai
pada Berbagai Konsentrasi Pupuk Daun Grow More dan Waktu
Pemangkasan. J. Penelitian BIDANG ILMU PERTANIAN 4(2):70-73.

20

LAMPIRAN
Lampiran 1. Data BMKG bulan April hingga Oktober 2015
Lokasi

: Stasiun Klimatologi Kenten , Sumatera Selatan

Lintang

: 02° 55' 41" LS

Bujur

: 104° 46' 19" BT

Elevasi

:4m