Pengembangan Metode Akuisisi Data Kandungan Unsur Hara Makro Secara Spasial Dengan Sensor Ec Dan Gps

PENGEMBANGAN METODE AKUISISI DATA KANDUNGAN
UNSUR HARA MAKRO SECARA SPASIAL DENGAN
SENSOR EC DAN GPS

DODIK ARIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengembangan Metode
Akuisisi Data Kandungan Unsur Hara Makro Secara Spasial dengan Sensor EC dan
GPS adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Dodik Ariyanto
NIM F151110021

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

RINGKASAN
DODIK ARIYANTO. Pengembangan Metode Akuisisi Data Kandungan Unsur
Hara Makro Secara Spasial dengan Sensor EC dan GPS. Dibimbing oleh Y ARIS
PURWANTO dan RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN.
Dalam rangka penerapan pertanian presisi dukungan teknologi akuisisi data
kesuburan tanah sangat diperlukan. Dengan adanya data sebaran kesuburan tanah
yang akurat maka perlakuan spesifik lokasi dapat diterapkan dengan baik. Dari
situlah nantinya diharapkan dapat dipetik hasil penerapan pertanian presisi, yaitu:
1) peningkatan produksi sebagai akibat pemberian perlakuan yang tepat, 2)

pengurangan biaya sebagai akibat adanya pengurangan biaya pemakaian sarana
produksi yang berlebihan, dan 3) pengurangan dampak lingkungan sebagai akibat
minimalnya cemaran akibat pupuk yang berlebihan.
Data spasial sifat-sifat tanah yang akurat dan murah sangat diperlukan untuk
meningkatkan hasil panen dan merencanakan strategi pertanian presisi. Saat ini
permasalahannya terletak pada data yang tidak selalu diperbarui, karena pengujian
tanah secara konvensional membutuhkan biaya yang mahal dan waktu yang relatif
lama. Hal ini disebabkan lokasi laboratorium pengujian tanah yang letaknya jauh
dari lokasi pertanian, sehingga peta yang memberikan informasi kandungan unsur
hara tanah biasanya diperbaharui dalam interval waktu tertentu. Selain itu data yang
tersedia masih bersifat global dan tidak spesifik lokasi. Nilai konduktivitas listrik
tanah (EC) dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur kondisi tanah dalam
aplikasi pertanian presisi karena sifatnya yang cepat dan efisien. Penelitian ini
bertujuan untuk mengembangkan metode akuisisi data kandungan unsur hara
makro secara spasial agar dapat memberikan rekomendasi dosis pemupukan.
Penelitian ini dilakukan pada 0.1 ha lahan yang dibagi dalam 40 grid dengan
ukuran 5 x 5 m dan ditanami kacang tanah. Selama 2 kali periode budidaya
dilakukan 3 kali pengukuran EC, yaitu: sebelum pengolahan tanah, setelah
pengolahan tanah dan setelah panen. Peta hasil dari nilai EC dijadikan sebagai
acuan pemupukan. Hasil panen tiap grid ditimbang untuk mencari hubungannya

dengan nilai EC.
Nilai EC menurun pada peningkatan C-organik dengan koefisien determinan
2
(R ) 0.5177, begitu juga pada peningkatan N-Total dengan R2 0.5678. Nilai EC
berkorelasi positif terhadap NO3 dengan R2 0.2432. Kadar air berkorelasi negatif
terhadap nilai EC dengan R2 0.9991. Nilai EC menurun setelah budidaya kacang
tanah sebesar 4.27 mS/m pada periode 1, dan menurun sebesar 0.03 mS/m pada
periode 2. Pemberian dosis pupuk yang spesifik lokasi pada periode 2 menyebabkan
kecilnya penurunan nilai EC. Terdapat hubungan antara data EC dan hasil panen
dengan R2 0.7005. Pemberian dosis pupuk yang tepat lokasi sesuai peta EC dapat
menaikkan hasil panen kacang tanah. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan hasil
panen sebanyak 1.91 ton/ha pada periode 1, sedangkan dengan menerapkan
pemberian pupuk sesuai dengan dosis yang dibutuhkan berdasarkan peta hasil
ploting data EC diperoleh hasil panen kacang tanah 2.45 ton/ha. Dengan
menerapkan pemberian dosis pupuk secara spasial berdasarkan peta EC diperoleh
peningkatan hasil panen kacang tanah 28.27%.
Kata kunci: konduktivitas listrik tanah, pertanian presisi, unsur hara tanah

SUMMARY
DODIK ARIYANTO. Development of Data Acquisition Method Macro Nutrient

Content Spatial with EC Sensor and GPS. Supervised by Y ARIS PURWANTO
and RADITE PRAEKO AGUS SETIAWAN.
In application of precision farming technology availability of soil fertility
data acquisition is needed. With accurate data represented spatial variability
related do soil fertility, site-specific treatment can be applied properly. It is
expected through application precision agriculture, that: 1) an increase in
production as a result of provision appropriate treatment, 2) reduction in costs as
a result of cost reduction excessive use of the means production, and 3) a reduction
in the minimum environmental impact as a result of contamination due to excessive
fertilizer.
Spatial data of soil properties which were quickly collected accurate and
inexpensive necessary to improve yields and planned precision farming strategies.
Currently the problem lies in the data that are not always updated, because the
conventional soil testing costly and relatively Time consuming. This is due to the
location of the soil testing laboratory located far from the location of the farm. So
that the map information soil nutrient content is usually renewed in interval of time.
In addition, available data are still not represented for specific locations. Electrical
conductivity (EC) of soil can be used as a method for measuring the condition of
soil fertility in precision farming applications because of its fast and efficient. This
research aims to develop a method of macro nutrient content spatially data

acquisition in order to provide a dose of fertilizer recommendation.
The study was conducted on 0.1 ha of land which is divided into 40 grid
with a size 5 x 5 m and planted peanuts. During two periods of cultivation was done
3 times the measurement EC, that: before tillage, after tillage and after harvest.
Map of the EC used as reference values for fertilizer amount. Yields each grid
weighed to seek its relationship with the value of EC.
EC values decreased on increasing C-organic with determinant coefficient
2
(R ) of 0.5177, as well as increase in N-Total with R2 of 0.5678. EC values positively
correlated to NO3 with R2 of 0.2432. The water content was negatively correlated
to value of EC with R2 of 0.9991. EC values decreased after peanuts cultivation of
4.27 mS/m in 1st period, and decreases of 0.03 mS/m in 2nd period. Amount of
fertilizer which has specified according grid uring The 2nd periode caouse little
variation of EC. There is a relationship between the data EC and yields with R2of
0.7005. Giving the right dose of fertilizer corresponding map locations EC
increased crop yields peanuts. This was indicated by the acquisition of crop yields
by 1.91 ton/ha in the 1st period, where as by applying fertilizer according to the
required dose based on the results of plotting the data map obtained EC peanut
yields 2.45 ton/ha. By applying fertilizer dosing spatially based map EC obtained
an increased yield of peanut 28.27%.

Keywords: Electrical Conductivity (EC), Precision Farming, soil nutrient level

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN METODE AKUISISI DATA KANDUNGAN
UNSUR HARA MAKRO SECARA SPASIAL DENGAN
SENSOR EC DAN GPS

DODIK ARIYANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji luar komisi pada Ujian Tesis : Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr

Judul Tesis : Pengembangan Metode Akuisisi Data Kandungan Unsur Hara
Makro Secara Spasial dengan Sensor EC dan GPS
Nama
: Dodik Ariyanto
NIM
: F 151 l 10021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing


#

'>

,)

Dr lr Y Aris Purwanto, MSc
Anggota

Dr Ir Radite P A S, MAgr
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Teknik Mesin Pertanian dan Pangan

Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc

Tanggal Ujian: 19 Agustus 2015


Tanggal Lulus:

3 ' t\UG 20'S

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2012 ini ialah pertanian
presisi, dengan judul Pengembangan Metode Akuisisi Data Kandungan Unsur Hara
Makro secara Spasial dengan Sensor EC dan GPS.
Pada kesempatan ini, dengan rasa hormat penulis ingin menyampaikan
ucapan terima kasih kepada Bapak Dr Ir Radite Praeko Agus Setiawan, MAgr
selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberi ilmu, arahan dan saran
kepada penulis, dan Dr Ir Y Aris Purwanto, MSc selaku ketua program studi Teknik
Mesin Pertanian dan Pangan IPB, serta Prof Dr Ir Sutrisno, MAgr selaku penguji
luar komisi pada ujian tesis.
Penulis juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada Indonesia Managing
Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE B2c IPB) yang telah
memberikan beasiswa dan biaya penelitian kepada penulis selama menjalani
pendidikan S2 di IPB, sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan baik.

Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada staf laboratorium
Siswadhi Soeparjo dan laboratorium ilmu tanah IPB serta departemen Teknik
Mesin dan Biosistem yang telah membantu selama penelitian. Selain itu, penulis
juga pengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan seperjuangan di TMP 2011 dan
rekan-rekan penerima beasiswa I-MHERE B2c IPB.
Secara khusus, penulis menyampaikan ungkapan terima kasih kepada
ayahanda Wardai, ibunda Suryati, kakakku Herly dan adik-adikku (Okky
Darmawan, Devy Agustiani, Sukma Tegar Jati, Zulfikar Ali Akbar, dan Windi) di
rumah, serta keluarga besar Beastudi Etos Bogor atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Bogor, Agustus 2015
Dodik Ariyanto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Presisi
Definisi Tanah
Unsur Hara Tanaman
Electrical Conductivity
Unsur Hara Makro Dalam Tanah
Hubungan EC dengan Unsur Hara, Kadar Air dan Kepadatan Tanah
3 METODE
Alat dan Bahan
Prosedur Analisis Data
Budidaya Kacang Tanah
Pengukuran EC
Pengambilan Sampel Tanah
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Laboratorium Sampel Tanah
Hasil Pengukuran EC dengan Instrumen Veris 3100
Program Mapping dengan Visual Basic
Uji Ploting Program Mapping Visual Basic dengan Surfer
Uji Arah Pengambilan Data EC
Hubungan Hasil Panen dengan Nilai EC
5 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
UCAPAN TERIMA KASIH
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
3
3
3
3
3
4
5
5
6
6
8
8
8
9
13
14
14
14
15
17
19
19
20
21
21
21
21
22
25
38

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Penggolongan unsur hara tanaman
Deskripsi data statistik hasil uji sampel tanah
Rata-rata parameter hasil uji sampel tanah tiap kelas EC
Contoh bentuk data hasil instrumen Veris 3100

5
14
15
16

DAFTAR GAMBAR
Sketsa profil tanah secara umum
Denah lokasi penelitian
Diagram alir penelitian
Pesiapan lahan dengan bajak piring
Pengapuran
Hasil pembentukan bedengan
Pembuatan lubang tanam dengan tugal
Penyulaman
(a) Panen, (b) memisahkan polong dari tanaman, (c) menimbang polong
kacang tanah tiap grid, (d) menimbang tanaman tanpa polong
Cara kerja pengukuran EC tanah pada instrumen Veris 3100
Data logger
Instrumen Veris 3100 & GPS ditarik dengan traktor
Grafik EC rata-rata tiap pengukuran
Tampilan antarmuka program peta keragaman EC
Peta hasil pengukuran nilai EC
Hasil Mapping data EC kedalaman 0 – 30 cm setelah panen
Uji Mapping dengan arah pengukuran yang berlawanan
Grafik hubungan data EC dengan hasil panen tiap grid

4
8
9
10
10
11
11
12
12
13
13
16
17
17
18
19
20
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7

Spesifikasi instrumen Veris 3100
Bobot polong kacang tanah hasil panen
Hasil analisis uji sampel tanah di laboratorium ilmu tanah
Grafik hubungan antara nilai EC dengan parameter hasil uji sampel tanah
Source code program mapping EC
Hasil Mapping EC periode 1
Hasil Mapping EC periode 2

26
27
28
29
30
36
37

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Belakangan ini tampak adanya kecenderungan perhatian peneliti, dan bahkan
para praktisi pertanian yang semakin meningkat terhadap pengembangan dan
penerapan pertanian presisi (precision agriculture). Hal ini disebabkan oleh dua hal
utama, yaitu: 1) semakin mahalnya sarana produksi pupuk dan pestisida dan 2)
adanya perhatian yang semakin meningkat terhadap perlindungan lingkungan
hidup.
Dalam rangka penerapan pertanian presisi dukungan teknologi akuisisi data
kesuburan tanah sangat diperlukan. Dengan adanya data sebaran kesuburan tanah
yang akurat maka perlakuan spesifik lokasi dapat diterapkan dengan baik. Dari
situlah nantinya diharapkan dapat dipetik hasil penerapan pertanian presisi, yaitu:
1) peningkatan produksi sebagai akibat pemberian perlakuan yang tepat, 2)
pengurangan biaya sebagai akibat adanya pengurangan biaya pemakaian sarana
produksi yang berlebihan, dan 3) pengurangan dampak lingkungan sebagai akibat
minimalnya cemaran akibat pupuk yang berlebihan (Astika, 2011).
Variabilitas spasial unsur hara pada tanah dan sifat fisik tanah tidak dapat
dihindari. Analisis tanah di laboratorium biasanya memerlukan waktu yang lama.
Pada umumnya budidaya tanaman lebih dari sekali dalam setahun, hal ini
menyebabkan keterlambatan dalam tindakan perbaikan untuk musim tanam yang
akan datang. Kandungan unsur hara dalam tanah yang selalu berubah-ubah sangat
dibutuhkan untuk memenuhi persyaratan pertanian presisi.
Pemupukan merupakan salah satu usaha penting untuk meningkatkan
produksi pangan, sehingga identifikasi unsur hara tanah sangat penting dilakukan
untuk mengetahui dosis pupuk yang akan diberikan pada suatu tanaman. Oleh
karena itu pembuatan peta unsur hara tanah spesifik lokasi yang dapat diperbaharui
secara cepat sangat dibutuhkan karena kandungan unsur hara dalam tanah yang
selalu fluktuatif terutama unsur nitrogen. Peta unsur hara tanah pada budidaya
kacang tanah perlu diperbaharui secara cepat mengingat umur tanam hanya 100 hari
dan pemupukan dilakukan pada minggu kedua setelah tanam. Namun bila peta
dibuat berdasarkan unsur hara tanah dengan metode uji sampel tanah di
laboratorium tanah membutuhkan waktu kurang lebih satu bulan, sehingga akan
terjadi keterlambatan dalam pemupukan. Sehingga dibutuhkan metode pengukuran
yang dapat menghasilkan peta secara cepat bahkan bila dimungkinkan secara
langsung (real time).
Permasalahannya terletak pada data yang tidak selalu diperbarui, karena
pengujian tanah secara konvesional membutuhkan biaya yang mahal dan waktu
yang relatif lama. Hal ini disebabkan lokasi laboratorium pengujian tanah letaknya
berada di ibukota dan jauh dari lokasi pertanian. Sehingga peta yang memberikan
informasi kandungan unsur hara tanah biasanya diperbaharui dalam interval waktu
tertentu. Selain itu data yang tersedia masih bersifat global dan tidak spesifik lokasi.
Pengujian tanah secara konvensional memerlukan biaya analisa tanah yang
relatif mahal dan waktu yang cukup lama, di samping ketersediaan laboratorium uji
tanah yang sangat terbatas. Hal ini menyebabkan rekomendasi pemupukan untuk
tanaman bersifat umum dan seragam untuk seluruh Indonesia (Subiksa et al. 2007).
Uji sampel tanah (analisis unsur hara) pada laboratorium merupakan metode
yang akurat untuk menentukan kadar unsur hara dalam tanah sebagai dasar

2
rekomendasi pemupukan. Perencanaan yang matang, terencana, dan
berkesinambungan dari kegiatan uji tanah akan menghasilkan basis data yang
akurat sebagai dasar dalam menentukan takaran pupuk untuk suatu komoditas yang
spesifik dalam rangka pertanian presisi. Penggunaan pupuk sebagai input pertanian
dalam rangka usaha meningkatkan produksi pertanian semakin lama semakin tinggi,
karena tidak tersedianya pedoman untuk melakukan pemupukan secara tepat dosis
dan spesifik lokasi. Pedoman pemupukan yang sudah ada bersifat general untuk
suatu komoditas dan lokasi tertentu, padahal kebutuhan pupuk pada setiap lokasi
berbeda. Kondisi ini membutuhkan alat uji tanah yang dapat mengukur kadar unsur
hara tanah secara cepat, sehingga rekomendasi pemupukan dapat diberikan secara
cepat berdasarkan peta unsur hara tanah.
Kecepatan dan ketepatan pengambilan informasi sangat penting dalam
aplikasi sistem pertanian. Salah satu metode yang berkembang dalam sistem
pertanian presisi untuk mendapatkan informasi kondisi lahan adalah melalui
pengukuran nilai daya hantar listrik tanah. Nilai daya hantar listrik tanah juga sering
dikenal sebagai nilai konduktivitas listrik tanah (EC). Daya hantar listrik tanah
adalah kemampuan tanah untuk menghantarkan arus listrik. Daya hantar listrik
tanah ada karena eksistensi kandungan garam bebas yang terdapat pada kadar air
tanah dan kandungan ion dapat ditukar yang terdapat pada permukaan partikel padat
tanah (Rhoades et al. 1999)
Pengukuran EC memiliki hubungan yang erat dengan sifat dan kondisi tanah.
Sifat dan kondisi tanah yang dimaksud meliputi kadar air, kandungan clay, tekstur
tanah, kapasitas tukar kation, kandungan bahan organik, salinitas, dan kondisi subsoil tanah. Selain itu pengukuran EC tanah juga mudah dilakukan, memiliki biaya
operasional rendah, dan lebih cepat dibandingkan dengan metode pengukuran tanah
lainnya sehingga pengukuran EC tanah menjadi suatu metode yang unggul
(Chaudari et al. 2014). Karena keunggulannya itu penggunaan dan pengembangan
teknologi pengukuran EC tanah telah berkembang pesat seperti yang dilakukan oleh
Lesch et al. (1995) yang melakukan pengukuran EC untuk memprediksi salinitas
lahan menggunakan teknik induksi elektromagnetik. Tuan et al. (2004) telah
mengembangkan metode pengukuran EC tanah untuk mendeteksi karakterisitik
hidrolik pergerakan air bawah permukaan pada lahan basah. Aimrun et al. (2009)
juga telah menggunakan pengukuran EC tanah untuk membuat pemetaan kondisi
tanah pada suatu lahan pertanian menggunakan peralatan sensor EC yang
ditempatkan sebagai implemen.
Corwind dan Lesch (2003) menyatakan bahwa sifat kehandalan dari
pemetaan spasial nilai EC tanah telah diketahui dan dipahami secara luas, namun
interpetasi hasilnya masih sering salah dipahami dan diartikan. Tantangan terbesar
dalam mengaplikasikan pengukuran EC untuk memprediksi kondisi suatu lahan
bukan pada teknik pemetaan nilai EC, melainkan pada pemahaman yang mendalam
terhadap tingkat variabilitas spasial dan temporal dari nilai EC itu sendiri dan
pemahaman yang mendalam terhadap interaksi yang kompleks antara berbagai
parameter sifat tanah dengan nilai EC.
Perkembangan metode pendugaan nilai EC tanah untuk menduga kondisi
tanah di suatu lahan didasari oleh keyakinan bahwa parameter sifat tanah memiliki
korelasi yang kuat dengan nilai EC. Fahrani et al. (2005) menyatakan bahwa studistudi terdahulu telah menunjukkan keterkaitan antara nilai EC dengan sifat dan
kondisi tanah pada suatu lahan. Namun tidak semua studi tersebut dapat

3
menjelaskan keterkaitan nilai EC terhadap semua parameter sifat tanah yang
penting.
Perumusan Masalah
Pemberian pupuk yang berimbang dengan dosis yang tepat pada tanaman
untuk mendapatkan hasil yang optimal, dapat dilakukan jika mempunyai peta status
hara tanah spesifik lokasi, terutama untuk unsur hara makro. Penentuan komposisi
unsur hara tanah melalui pengujian tanah dapat dilakukan secara cepat dengan biaya
yang relatif murah. Selain itu informasi kandungan unsur hara tanah dapat
diperbaharui secara cepat, karena kehilangan unsur hara tanah dapat terjadi setiap
saat yang disebabkan penguapan, erosi, aliran permukaan dan pergiliran tanaman.
Tujuan Penelitian
Secara umum tujuan penelitian ini adalah mengembangkan metode akuisisi
data kandungan unsur hara makro secara spasial agar dapat memberikan
rekomendasi dosis pemupukan. Dalam penelitian ini dilakukan pendugaan
kandungan unsur tanah dengan pendekatan nilai konduktivitas listrik tanah /
Electrical Conductivity (EC) tanah. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
menghasilkan peta yang sederhana, informatif, dan akurat dari variabilitas tanah di
lahan dengan menggunakan pengukuran EC tanah.
Sedangkan tujuan spesifik dari penelitian ini adalah:
1. Melakukan pengukuran nilai EC tanah dengan sensor EC dan GPS.
2. Membuat program dengan output berupa peta unsur hara tanah untuk melakukan
pemupukan berimbang spesifik lokasi sehingga pemupukan dapat dilakukan
dengan dosis yang tepat.
3. Menentukan hubungan antara hasil panen dengan nilai EC.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan untuk memberikan
rekomendasi pemupukan berimbang yang tepat dosis untuk memperoleh hasil yang
optimal pada spesifik lokasi dengan cara yang cepat dan murah. Selain itu peta
unsur hara tanah dapat dimanfaatkan untuk merencanakan biaya produksi yang
harus disiapkan sebelum masa tanam dimulai, khususnya biaya pemupukan.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pertanian Presisi
Pertanian presisi merupakan upaya untuk meningkatkan produksi pertanian
dengan mengurangi input produksi yang dilakukan dengan mengoptimalkan
penggunaan input produksi sesuai dengan kebutuhan. Rains dan Thomas (2009)
mengatakan bahwa pertanian presisi telah muncul sebagai praktek manajemen
dengan potensi untuk meningkatkan keuntungan dengan memanfaatkan informasi
yang lebih akurat tentang sumber daya pertanian. Dalam hal ini mengenai
manajemen variable input, seperti tingkat aplikasi, pemilihan budidaya, praktek

4
pengolahan tanah dan penjadwalan irigasi. Manajemen pertanian presisi sesuai
untuk pertanian skala besar melalui pengembangan teknologi baru. Kini teknologi
dalam pertanian presisi telah dikembangkan sehingga informasi di lapangan (seperti
hasil dan tingkat aplikasi) dapat dikontrol dan diamati setiap tiga feed di lapangan
dengan biaya yang dijangkau bagi petani. Penerapan pestisida di daerah serangan
hama, dengan mengurangi jumlah penggunaan pestisida yang berpotensi
memberikan dampak buruk bagi lingkungan. Pupuk dan kapur dapat diterapkan
hanya bila diperlukan. Populasi tanaman dapat dipilih untuk mengoptimalkan
nutrisi tanah, dan pemilihan jenis-jenis tanaman untuk memanfaatkan kondisi lahan
yang tersedia.
Tanaman juga dapat dipetakan untuk mengetahui daerah yang menghasilkan
produksi yang tinggi atau rendah yang selanjutnya dapat digunakan untuk
mengambil keputusan dengan manajemen yang baik. Menurut Arnholt et al. (2001)
bahwa pertanian presisi merupakan sistem pertanian yang didesain untuk
memberikan data dan informasi bagi petani sehingga dapat membantu dalam
membuat suatu keputusan-keputusan pengolahan tanah berdasarkan lokasi. Dengan
informasi ini, pertanian dapat menjadi lebih efisien, memungkinkan penggunaan
biaya yang lebih kecil dan lebih menguntungkan serta mengurangi dampak buruk
terhadap lingkungan.
Definisi Tanah
Tanah adalah bahan mineral yang tidak padat (unconsolidated) terletak di
permukaan bumi, yang telah dan akan tetap mengalami perlakuan dan dipengaruhi
oleh faktor-faktor genetik dan lingkungan yang meliputi bahan induk, iklim
(termasuk kelembaban dan suhu), organisme (makro dan mikro) dan topografi pada
satu periode tertentu (Hanifiah, 2005).
Profil irisan tanah merupakan irisan vertikal tanah dari lapisan paling atas
hingga ke bebatuan induk tanah (regolit), yang biasanya terdiri dari horizon-horizon
O-A-E-B-C-R. Empat lapisan teratas yang masih dipengaruhi cuaca disebut solum
tanah, horizon O-A disebut lapisan tanah atas dan horizon E-B disebut lapisan tanah
bawah, seperti terlihat pada Gambar 1.

Sketsa profil tanah secara umum
Meskipun tanah terdiri dari beberapa horizon, namun bagi tanaman yang
sangat penting adalah horizon O-A (lapisan atas) yang biasanya mempunyai

5
ketebalan di bawah 30 cm, bahkan bagi tanaman berakar dangkal seperti padi,
palawija dan sayuran yang paling berperan adalah kedalaman di bawah 20 cm. Oleh
karena itu, istilah kesuburan tanah biasanya mengacu kepada ketersediaan hara
pada lapisan setebal ini, yang biasanya disebut sebagai lapisan olah. Namun, bagi
tanaman perkebunan dan kehutanan (pepohonan) untuk jangka panjang lapisan
tanah bawah juga akan menjadi sumber hara dan air.
Unsur Hara Tanaman
Unsur hara yang diperlukan tanaman yaitu: Karbon (C), Hidrogen (H),
Oksigen (O), Nitrogen (N), Fosfor (P), Kalium (K), Sulfur (S), Kalsium (Ca),
Magnesium (Mg), Seng (Zn), Besi (Fe), Mangan (Mn), Tembaga (Cu), Molibden
(Mo), Boron (B), Klor (Cl), Natrium (Na), Kobal (Co), dan Silikon (Si)
(Rosmarkam et al., 2002)
Berdasarkan jumlah yang diperlukan tanaman, unsur hara dibagi menjadi dua
golongan, yakni unsur hara makro dan unsur hara mikro. Unsur hara makro
diperlukan tanaman dan terdapat dalam jumlah lebih besar dibandingkan unsur hara
mikro. Ada pula unsur hara yang tidak mempunyai fungsi pada tanaman, tetapi
kadarnya cukup tinggi dalam tanaman dan tanaman yang hidup pada satu tanah
tertentu selalu mengandung unsur hara tersebut, misalnya unsur Aluminium (Al),
Nikel (Ni), Selenium (Se), dan Flour (F). Penggolongan unsur hara tanaman
menurut Davidescu (1982) dalam Rosmarkam et al. (2002) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Penggolongan unsur hara tanaman
Golongan
Makro
Mikro

Esensial
Utama

Kedua

N, P, K
Fe, Mn, Zn,
B, Cu

Ca, Mg, S
Mo, Co, Cl

Menaikkan
produksi
Na
Al, I

Non Esensial
Tidak menaikkan
produksi
Si, V
Ar, Ba, Be, Bi, Br, Cr,
F, Li, Pb, Rb, Pt, Sr, Se

Sumber: Davidescu (1982) dalam Rosmarkam (2002)

Electrical Conductivity
Salah satu perangkat sensor untuk mengukur nilai Electrical Conductivity
(EC) tanah dengan cepat dan tepat lokasi adalah ECmeter Veris 3100. Hubungan
antara EC dan variasi dalam produksi tanaman yang disebabkan oleh perbedaan
tanah telah disampaikan oleh beberapa peneliti. Pengukuran spasial EC secara cepat
dapat dicapai dengan menggunakan metode non-kontak sensor induksi
elektromagnetik (McNeil 1992) atau dengan metode kontak langsung, seperti
menggunakan disk yang berputar untuk mengukur hambatan listrik secara langsung
(Lund et al. 1999).
Moore dan Wolcott (2001) menyatakan bahwa EC berkorelasi dengan tekstur,
nutrisi, dan hasil panen. Mereka menggambarkan EC tanah dalam peta permukaan
dengan menggunakan 400 m2 sel grid. Tekstur tanah mempengaruhi jumlah pupuk
yang diperlukan untuk memproduksi hasil panen yang optimal. Peta EC dapat
digunakan sebagai referensi untuk memberikan jumlah pupuk berdasarkan tekstur

6
tanah. Dalam penelitian yang lain, sampel tanah yang diambil dari delapan zona EC
dan dianalisis tekstur dan bahan organik. Mereka menemukan korelasi yang sangat
tinggi antara EC dan kandungan liat (r: 0.99) dan antara EC dan bahan organik (r:
0.99). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pengukuran EC antar lain: kadar
pemupukan, kadar air, dan tingkat kepadatan tanah.
Unsur Hara Makro Dalam Tanah
Unsur hara makro penting yang dibutuhkan tanaman diantaranya adalah N
(nitrogen), P (Phospor), dan K (kalium). Nitrogen adalah unsur paling esensial yang
dibutuhkan oleh tanaman setelah unsur karbon, hidrogen, dan oksigen. Secara garis
besar nitrogen dalam tanah dapat dibagi dua, yaitu N organik dan N anorganik.
Bentuk N organik meliputi asam amino atau protein, asam amino bebas, gula amino,
dan bentuk kompleks lainnya. Sedangkan bentuk N anorganik meliputi NH4+, NO2-,
NO3-, N2O, NO, dan N2-. Senyawa N organik keberadaannya lebih banyak daripada
N anorganik. N organik harus dirubah dalam bentuk N anorganik agar dapat diserap
tanaman (Hardjowigeno 1987). Nitrogen dalam bentuk senyawa organik
mengalami proses mineralisasi, imobilisasi, ammonifikasi, dan hidrolisis agar
menjadi bentuk senyawa anorganik (Walworth 2013). Salah satu metode yang
umum untuk mengetahui tingkat kadar nitrogen tanah adalah menggunakan metode
Total Kjedalh Nitrogen (TKN). TKN dapat mengukur banyaknya nitrogen dalam
bentuk N Organik dan Nitrogen dalam bentuk amonia (Mc Mullan 1971).
Phosphor diserap tanah dalam bentuk ion orthophospat (bentuk dasar ion
H2PO4- hingga tingkat lebih rendah pada HPO4-2) dan besarnya serapan phospor
tergantung pada keadaan perakaran tanaman karena konsentrasi phospor di daerah
perakaran bisa 100 hingga 1000 kali lebih besar dibandingkan pada konsentrasi P
pada larutan air dalam tanah (Johnson 2000). Phospor dalam tanah tersedia dalam
bentuk P organik dan P anorganik. P dalam bentuk organik mengalami mineralisasi
terlebih dahulu agar dapat berubah dalam bentuk yang dapat diserap tanaman.
Proses mineralisasi ataupun imobilisasi mineral phospor juga sangat dipengaruhi
oleh kondisi PH tanah. Mineralisasi phospor lebih cepat terjadi pada kadar PH
tinggi. Beberapa metode pengujian untuk mengukur P Tersedia tanah antara lain
metode bray, truog, cowell, atau olsen (Al Jabri 2007).
Kalium dalam tanah berasal dari mineral seperti k-feldspar (KAlSi3O8),
muskovit (H2KAl3(SiO4)3), biotit, hidrous mika, dan vermikulit. Mineral-mineral
tersebut merupakan bentuk K yang relatif tidak tersedia. Bentuk mineral tersebut
dapat berubah menjadi bentuk K terfiksasi sehingga dapat melepas ion K+ yang
dapat diserap oleh tanaman. Pengkuran K dalam tanah dapat dilakukan dengan
mengukur K tersedia dan K dapat ditukar (Al Jabri 2007).
Hubungan EC dengan Unsur Hara, Kadar Air dan Kepadatan Tanah
Pengukuran EC memiliki korelasi yang erat dengan parameter kadar
pemupukan, kadar air, dan tingkat kepadatan tanah. Semakin tinggi kadar air maka
nilai EC tanah juga semakin besar hingga pada titik kadar air tertentu. Pada
penelitiannya nilai EC paling besar didapatkan pada kisaran kadar air 50%. Selain
itu semakin besar rasio pemupukan dan tingkat kepadatan tanah juga dapat
meningkatkan nilai EC tanah. Dengan mempertimbangkan pengaruh kepadatan

7
tanah, pengukuran EC langsung di lahan lebih disarankan pada kisaran kadar air
10% hingga 20% atau pada kisaran kadar air tersedia tanah karena hasil pengukuran
nilai ECnya lebih konsisten terhadap pengaruh kepadatan tanah. Nilai EC dapat
mengukur kandungan hara N, P, dan K secara agregat namun tidak dapat mengukur
kandungan kadar hara tersebut secara spesifik (Suud HM 2015).
Seladji et al. (2010) menyatakan bahwa semakin tinggi tingkat ionisasi dan
tingkat kelarutan pupuk, maka pengaruh kepadatan tanah terhadap nilai EC juga
semakin besar. Pengaruh kepadatan tanah terhadap nilai EC mulai berkurang pada
saat kondisi tanah sudah terlalu jenuh oleh air. Hal ini ditunjukkan dengan turunnya
selisih nilai EC rata-rata pada saat kadar air lebih tinggi dari 33,6%. Pada saat
kondisi tanah mulai jenuh air dan pori-pori makro tanah sudah terisi penuh oleh air
sehingga nilai EC pada saat itu lebih dipengaruhi oleh ion-ion yang terkandung
dalam kadar air tanah dibanding faktor kepadatan tanah.
Salinitas tanah menunjukkan kuantitas kandungan garam mudah larut dalam
tanah. Dalam larutan yang mengandung garam, arus listrik mengalir melalui kation
dan anion dengan tingkat konduktivitas yang berbeda. Konduktivitas listrik yang
mengalir melalui kation divalen nilainya lebih besar daripada melalui kation
monovalen. Jenis garam ionik lebih banyak mempengaruhi nilai EC daripada jenis
garam non ionik (Rhoades et al. 1999).
Eigenberg et al. (2002) mengungkapkan bahwa pengukuran EC dapat
mendeteksi perubahan kadar N-tersedia. Pengukuran EC pada penelitian tersebut
dilakukan pada lahan yang telah dipetak-petak menjadi beberapa bagian dan diberi
beberapa variasi aplikasi perlakuan. Untuk variasi perlakuan dengan aplikasi
penanaman tanaman legume, pemberian kompos, dan pemberian kotoran hewan
didapatkan nilai koefisen korelasi (r) antara kadar N-tersedia dan nilai EC bervariasi
antara 0.48 hingga 0.86 dan nilai koefisen korelasi (r) antara kadar P dan EC
bervariasi antara -0.11 hingga 0.72. Sedangkan pada aplikasi pemupukan dengan
pupuk anorganik, tingkat korelasi (r) kadar N-tersedia dan nilai EC memiliki nilai
lebih rendah, yaitu bervariasi antara -0.23 hingga 0.6.
Lund et al. (2001) telah mengidentifikasi hubungan korelasi nilai EC dengan
kadar N dengan memperhatikan variabilitas spasial pada lahan. Hasilnya
menunjukkan adanya korelasi yang kuat antara tekstur tanah dengan pergerakan
dan aktivitas unsur N dalam tanah. Jika tekstur tanah tersebut semakin liat maka
aktivitas dan pergerakan unsur N semakin aktif dan berlaku sebaliknya.
Karakteristik tekstur tanah sendiri sangat berkaitan erat dengan pengukuran nilai
EC. Semakin tinggi kandungan liat tanah maka semakin tinggi pula nilai EC tanah
tersebut.
Tarr et al. (2003) juga telah mengemukakan bahwa nilai EC tanah dan kadar
kalium (K) memiliki korelasi yang cukup kuat dengan nilai koefisen korelasi (r)
lebih dari 0.5 dan nilai EC tanah memiliki korelasi yang lemah terhadap kadar
fosfor (P) dengan nilai koefisen korelasi (r) kurang dari 0.1. Officer et al. (2004)
telah meneliti korelasi antara kesuburan tanah dengan nilai Ea tanah untuk
memprediksi kondisi lahan yang mempunyai berbagai variasi nilai pH tanah dan
topografi. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui kadar K memiliki korelasi
yang baik dengan nilai EC. Sedangkan kadar P memiliki korelasi yang rendah
terhadap nilai EC. Pada penelitian itu juga disebutkan bahwa kadar P dan tingkat
pH memiliki korelasi positif yang kuat.

8

3 METODE
Penelitian ini dilakukan selama 9 bulan, yang dibagi dalam dua tahap. Tahap
pertama berupa penelitian pendahuluan mulai bulan September 2012 hingga Januari
2013 (periode 1), serta penelitian tahap kedua Februari – Juni 2013 (periode 2).
Sedangkan beberapa tempat yang digunakan dalam penelitian antara lain:
1. Laboratorium Teknik Mesin Budidaya Pertanian, Departemen Teknik Mesin dan
Biosistem, IPB untuk perancangan sistem pengukuran.
2. Laboratorium Sistem dan Manajemen Mekanisasi Pertanian, Departemen
Teknik Mesin dan Biosistem, IPB untuk melakukan analisis data dan pembuatan
software komputer.
3. Laboratorium Elektronika dan Ergonomika Pertanian, Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem, IPB untuk merancang perangkat mekatronika.
4. Lahan yang digunakan untuk penelitian ini merupakan lahan kering yang
berlokasi di Laboratorium Lapang Siswadhi Soepardjo Departemen Teknik
Mesin dan Biosistem FATETA – IPB. Denah lokasi uji coba dapat dilihat pada
Gambar 2.
Gerbang utama IPB

Lokasi Penelitian

Denah lokasi penelitian

Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian pendahuluan antara lain: benih
kacang tanah varietas gajah, benih kedelai, pupuk urea, pupuk kandang, kapur, dan
pupuk phonska (15:15:15). Sedangkan alat yang digunakan diantaranya: instrumen
Veris 3100 (spesifikasi lengkap pada Lampiran 1) dengan lebar alat 2.5 m, dekoder
GPS, traktor, bajak rotari, cangkul, kored, tali rafia, patok, dan timbangan. Tahap
analisis data dan pembuatan software komputer memerlukan seperangkat komputer
dengan OS Windows 7 ultimate 32 bit dan software komputer Visual Basic 6.0 dan
Excel 2007.
Prosedur Analisis Data
Pengembangan metode akuisisi data kandungan unsur hara makro secara
spasial dengan sensor EC dan GPS pada penelitian ini diterapkan pada budidaya
kacang tanah varietas gajah. Secara umum, penelitian yang dilaksanakan meliputi
perancangan sistem, pengembangan perangkat lunak, pengujian lapangan dan
analisis hasil, dan pembuatan peta. Perancangan sistem digambarkan pada diagram

9
alir sebelah kanan, pengembangan perangkat lunak ditandai pada bagian pembuatan
program, sedangkan pengujian lapang dan analisis hasil diterapkan pada budidaya
kacang tanah pada diagram alir penelitian sebelah kiri. Tahapan dalam penelitian
ini disajikan dalam bentuk diagram alir seperti pada Gambar 3.
Mulai
Pengukuran posisi dan nilai EC tanah dengan
sensor GPS dan instrumen Veris 3100

Persiapan lahan

Pengambilan sampel tanah

Pemberian Perlakuan

Analisis kandungan unsur tanah

Pengolahan lahan

Hasil analisis
Penanaman
Pembuatan program
Pemupukan dan perawatan

Rekomendasi

Panen

Selesai

Diagram alir penelitian
Perbedaan perlakuan antara periode 1 dan 2 terletak pada tahap pemupukan
(pemberian dosis pupuk). Pada periode 1 pemupukan diberikan dengan dosis yang
seragam tiap grid, sedangkan pada periode 2 dilakukan pemberian dosis pupuk yang
dibedakan tiap gridnya berdasarkan peta EC.
Budidaya Kacang Tanah
Penentuan jumlah benih
Benih yang digunakan dalam budidaya ini adalah kacang tanah varietas gajah.
Tiap lubang tanam diisi satu atau dua benih, dengan jarak antar barisan 0.4 m dan
jarak dalam barisan 0.2 m pada lahan seluas 0.1 ha. Bobot benih yang dibutuhkan
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
�=

× ×

× ×

Dimana :
B = Bobot benih (kg),
a = Jumlah benih / lubang,
b = Benih per 1000 biji (g)
c = Luas lahan yang akan ditanam (ha),
p = Jarak antar barisan (m), dan
q = Jarak dalam barisan (m).

(1)

10
Pada penelitian ini dilakukan penimbangan 1000 butir benih kacang tanah,
diperoleh massa sebesar 459 g. Dari data-data yang diketahui tersebut, dengan
menggunakan persamaan (1) diperoleh bobot yang dibutuhkan 5.7375 kg benih
kacang tanah varietas gajah atau 11.3 kg dengan rendemen 50%. Benih tambahan
dibutuhkan saat melakukan penyulaman pada tanaman kacang tanah yang tidak
tumbuh /mati.
Pengelolaan media tanam
1. Persiapan lahan
Pengukuran luas lahan sangat berguna untuk mengetahui berapa jumlah benih
yang dibutuhkan. Kondisi lahan yang terpilih disesuaikan dengan persyaratan
tanaman kacang tanah. Pada saat pembukaan lahan dilakukan pembersihan lahan
dari segala macam gulma (tumbuhan pengganggu) dan akar-akar pertanaman
sebelumnya. Tujuannya untuk memudahkan perakaran tanaman kacang tanah
berkembang dan menghilangkan tumbuhan inang bagi hama dan penyakit yang
mungkin ada. Pengolahan lahan dengan bajak rotari dilakukan untuk menurunkan
tingkat kepadatan tanah. Pembajakan dilakukan dalam tahap persiapan lahan
dengan traktor yang dipasang implemen bajak piring seperti pada Gambar 4.

Pesiapan lahan dengan bajak piring
2. Pengapuran
Pemberian perlakuan berupa penambahan kapur diperlukan karena budidaya
kacang tanah membutuhkan unsur kalsium pada fase generatif. Untuk menaikkan
pH tanah, terutama pada lahan yang bersifat sangat masam, perlu dilakukan
pengapuran. Proses pemberian kapur dilakukan dengan cara ditaburkan pada lahan
secara merata sebelum tanam seperti pada Gambar 5.

Pengapuran

11
Dosis yang digunakan untuk pengapuran pada saat persiapan lahan adalah 1
– 2.5 ton/ha dicampurkan dan diaduk hingga merata 1 bulan sebelum tanam. Kapur
yang digunakan pada penelitian ini yaitu dolomit dan kalsit sebanyak 10 kg.
3. Pembentukan bedengan
Untuk memudahkan pengaturan dalam penanaman dilakukan pembedengan
sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan, yaitu untuk lereng agak curam jarak
tanam cukup 50 cm dan untuk lahan yang tidak begitu miring bisa antara 30 – 40
cm (BADP, 1999). Berdasarkan acuan tersebut, bedengan ditentukan dengan jarak
antar barisan 40 cm dan jarak dalam barisan (ketebalan bedengan) 20 cm pada lahan
penelitian seluas 0.1 ha. Hasil dari pembentukan bedengan pada lahan penelitian
dapat dilihat seperti pada Gambar 6.

Hasil pembentukan bedengan
Teknik penanaman
Pola tanaman dibuat berbentuk larikan dalam bedengan dengan jarak tanam
40 x 20 cm. Pembuatan lubang tanam dilakukan dengan tugal sedalam 3 cm dengan
jarak yang telah ditentukan (Gambar 7). Cara penanamannya, dipilih benih kacang
yang telah memenuhi syarat benih bermutu tinggi. Kemudian dimasukkan benih
satu atau dua butir ke dalam lubang tanam yang telah dibuat dengan tugal,
selanjutnya ditutup kembali dengan lapisan tanah tipis. Waktu tanam dilakukan
pada sore hari agar biji yang ditanam tidak langsung terkena sengatan matahari.
Waktu tanam dilakukan pada awal bulan April (tanggal 3-5) yang merupakan awal
musim hujan, hal ini sesuai dengan anjuran waktu tanam yang paling baik menurut
Badan Agribisnis Departemen Pertanian.

Pembuatan lubang tanam dengan tugal

12
Pemeliharaan tanaman
Pemeliharaan tanaman terdiri dari penyulaman, penyiangan, pembumbunan
dan pemupukan. Penyulaman dilakukan pada tanaman yang tidak tumbuh / mati.
Penyulaman dilakukan pada 7 hari setelah tanam, saat tanaman mulai tampak.
Kegiatan penyulaman dapat dilihat pada Gambar 8.

Penyulaman
Penyiangan dan pembumbunan dilakukan 2 kali saat tanaman berumur 1 dan
6 minggu. Penyiangan dilakukan dengan hati-hati agar tidak merusak bunga dan
polong kacang tanah. Pembumbunan dilakukan bersamaan saat penyiangan,
tujuannya untuk menutup bagian berakaran.
Pemupukan dilakukan pada 30 hari setelah tanam, yaitu dengan pemberian
pupuk majemuk (phonska (15:15:15) sesuai dengan dosis yang dianjurkan, 250
kg/ha. Pemberian dosis pupuk pada budidaya periode 1 dilakukan sama rata tiap
grid, sedangkan pada periode 2 pemberian dosis pupuk dibedakan berdasarkan peta
EC. Grid yang memiliki nilai EC lebih tinggi diberi pupuk dengan jumlah yang
lebih sedikit dibanding dosis pada grid lainnya. Peta yang dijadikan acuan
merupakan peta hasil mapping nilai EC setelah pengolahan tanah.
Panen
Panen dilakukan setelah 100 hari setelah tanam dengan cara mencabut
tanaman dari tanah kemudian dikumpulkan tiap grid. Polong dipisahkan dari
tanaman kacang tanah kemudian ditimbang, kegiatan panen dapat dilihat pada
Gambar 9.
(a)

(b)

(c)

(d)

(a) Panen, (b) memisahkan polong dari tanaman, (c) menimbang
polong kacang tanah tiap grid, (d) menimbang tanaman tanpa polong

13
Massa polong kacang tanah hasil panen tiap grid dapat dilihat pada Lampiran
2. Diperoleh rata-rata hasil panen pada periode pertama 1.91 ton/ha dan pada
periode 2 sebanyak 2.45 ton/ha.
Pengukuran EC
Pengambilan data EC dilakukan 3 kali dalam 1 siklus budidaya, yaitu :
sebelum pengolahan tanah, setelah pengolahan tanah, dan setelah panen.
Pengukuran dan pembagian lahan 0.1 ha menjadi 40 grid dengan ukuran tiap grid 5
x 5 m dilakukan pada saat persiapan lahan.
Instrumen Veris 3100 dikalibrasi sesuai dengan instruksi pada buku
panduannya, sebelum pengambilan data EC. instrumen Veris 3100 menggunakan
tiga pasang Disk-elektroda untuk menentukan EC tanah. Tiap disk akan menembus
permukaan tanah hingga kedalaman sekitar 6 cm. Satu pasang dari fungsi elektroda
untuk memancarkan arus listrik ke dalam tanah, sementara dua pasang lainnya
mendeteksi penurunan arus yang dipancarkan karena transmisi melalui tanah
(resistensi) seperti pada Gambar 10.

Cara kerja pengukuran EC tanah pada instrumen Veris 3100
Kedalaman pengukuran didasarkan pada jarak dari disk-elektroda. Pasangan
pusat (tengah) akan mengintegrasikan resistensi antara kedalaman 0 – 30 cm,
sedangkan pasangan luar terintegrasi antara 0 – 90 cm. Output dari data Logger
instrumen Veris 3100 mencerminkan konversi konduktivitas resistensi (1/resistansi
= konduktivitas).

Data logger

14
Data logger merupakan bagian dari instrumen Veris 3100 yang berfungsi
untuk merekam data pengukuran EC (Gambar 11). Data logger menghasilkan data
lintang, bujur, ketinggian dalam satuan meter dari permukaan air laut (m dpl), data
EC dangkal dan EC dalam dalam satuan miliSiemens per meter (mS/m) dengan 1
detik interval dalam format teks ASCII. Data EC kemudian dipindahkan ke
software surfer untuk menguji peta hasil program yang dibangun dengan Software
Visual Basic. Selain itu, dilakukan pengujian arah pengambilan data untuk
memastikan pengambilan data dengan instrumen Veris 3100 dari arah manapun
akan menghasilkan peta yang sama.
Pengambilan Sampel Tanah
Pengambilan sampel tanah menggunakan ring soil sample dengan kedalaman
10-20 cm dari permukaan tanah. Masing-masing grid diambil 1 sampel tanah untuk
dianalisis C-organik, N-Total, C/N ratio, KTK, dan NO3 serta kadar air di
Laboratorium Departemen Ilmu Tanah Sumber Daya Lahan IPB. Analisis statistik
dasar seperti rata-rata, nilai minimum, nilai maksimum, standar deviasi dan median
digunakan untuk memahami fitur dasar dari sampel tanah.
Panen dilaksanakan pada 100 hari setelah tanam dengan mengumpulkan hasil
panen tiap grid untuk ditimbang. Hasil panen dan nilai EC setelah panen dicari
hubungannya dengan meregresikan data tiap grid.

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Laboratorium Sampel Tanah
Penelitian ini menggunakan lahan yang memiliki tekstur tanah lempung
(loam) berdasarkan sistem klasifikasi USDA dengan kandungan 24% pasir, 49%
debu dan 27% liat. Pengujian tekstur tanah ini menggunakan metode hydrometer
sesuai standar JIS A1204-1980. Hasil uji sampel tanah di laboratorium Ilmu Tanah
dapat dilihat pada Lampiran 3. Data hasil uji sampel tanah dari 40 grid secara
statistik dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Deskripsi data statistik hasil uji sampel tanah
C-organik N-total
NO3
C/N rasio
KTK
Kadar Air
(%)
(%)
(ppm)
(%)
(me/100g)
(%)
rata-rata
1.20
0.12
766.69
10.02
11.38
36.99
maksimum
2.79
0.25 4185.00
11.88
14.76
45.47
minimum
0.48
0.05
122.76
9.00
6.19
29.38
standar deviasi
0.42
0.04
983.72
0.65
2.14
3.48
Median
1.11
0.12
368.28
9.94
11.97
37.46
Keterangan

Data pada Lampiran 3 dikelompokkan berdasarkan nilai EC menjadi 5 kelas
untuk mencari hubungan antara EC dengan setiap parameter dari uji sampel tanah.
Rata-rata dari nilai parameter uji sampel tanah setiap kelas nilai EC dapat dilihat
pada Tabel 3.

15
Tabel 3. Rata-rata parameter hasil uji sampel tanah tiap kelas EC
Kelas EC C-Organik N-Total
(mS/m)
(%)
(%)
< 10
10 – 12
12 – 14
14 - 16
> 16
2
R (EC)

NO3
(Pam)

2.02
0.19 429.66
1.35
0.14 537.33
1.16
0.12 1058.26
0.88
0.09 296.99
1.27
0.12 1124.99
0.5177 0.5678 0.2432

Rasio C/N
KTK
Kadar Air
EC
(%)
(Ma/100g)
(%)
(mS/m)
10.57
9.90
10.03
9.73
10.57
0.0018

12.86
10.97
11.48
10.39
13.08
0.0001

38.63
38.05
37.02
36.20
35.39
0.9991

9.49
10.95
13.06
14.78
16.68
-

Hasil regresi tiap parameter yang diuji dari sampel tanah dengan nilai ratarata EC dapat dilihat pada grafik di Lampiran 4. Berdasarkan hasil analisis tersebut
terlihat C-Organik menurun seiring peningkatan nilai EC dengan koefisien
determinan (R2) 0.5177. Begitu juga penurunan terjadi pada uji sampel N-Total
yang mengikuti peningkatan nilai EC dengan R2 0.5678. Sedangkan pada uji sampel
tanah NO3 berkorelasi positif terhadap peningkatan nilai EC dengan R2 0.2432,
sehingga apabila terjadi peningkatan nilai EC juga berpengaruh pada peningkatan
nilai NO3. Parameter hasil uji sampel tanah lainnya (C/N ratio dan KTK) pada
penelitian ini menunjukkan tidak berhubungan langsung dengan nilai EC karena
nilai R2 yang sangat rendah, yaitu 0.0018 untuk Rasio C/N dan 0.0001 pada KTK.
Kadar air pada selang 29.38 – 45.47% memiliki hubungan korelasi negatif terhadap
rata-rata nilai EC, hal ini ditunjukkan dengan tingginya nilai koefisien determinan
yaitu 0.9991.
Besarnya hubungan antara nilai EC dengan kadar air pada penelitian ini
menunjukkan adanya pengaruh cuaca dan musim tanam terhadap konduktivitas
listrik pada tanah. Pada musim hujan, nilai EC akan cenderung besar. Sebaliknya,
lahan kering pada musim panas akan cenderung kecil nilai EC tanahnya. Pola
hubungan nilai EC dan kadar air dalam penelitian ini serupa seperti pola yang
didapatkan pada hasil penelitian yang dilakukan oleh Rogero et al. (2013). Pada
penelitiannya dikemukakan bahwa nilai resistivitas tanah turun secara eksponensial
sampai mencapai nilai optimum ketika semua pori tanah terisi air lalu nilainya akan
naik kembali saat tanah sudah melebihi kondisi jenuh oleh air. Pada penelitian
tersebut, nilai resistivitas tanah optimum berada pada kadar air 48.9%.

Hasil Pengukuran EC dengan Instrumen Veris 3100
Electrical Conductivity (EC) tanah diukur menggunakan instrumen Veris
3100 yang digandengkan pada traktor (Gambar 12). Pengukuran EC tanah
dilakukan sebelum dan setelah pengolahan lahan (sebelum tanam) dengan tiga kali
pengulangan. Selain itu dilakukan pengukuran EC setelah panen untuk
membandingkan nilai EC tanah dengan yield (hasil panen) yang dihasilkan, karena
tidak dimungkinkan pengukuran EC tanah pada saat budidaya.

16
GPS Receiver &
EC Data Logger

GPS antenna

ECa Probe

Instrumen Veris 3100 & GPS ditarik dengan traktor
Hasil pengukuran EC tanah dengan instrumen Veris 3100 berupa file yang
tersimpan di SDcard pada data logger (format: .dat). Dalam satu kali pengambilan
data EC selama 20 menit diperoleh data sekitar 1200 data. Banyaknya jumlah data
dipengaruhi oleh kecepatan traktor yang menarik instrumen Veris 3100. Dari hasil
pengukuran diketahui lahan yang digunakan dalam penelitian ini terletak di
ketinggian sekitar 200 m dpl. Contoh bentuk data yang dihasilkan dari data logger
instrumen Veris 3100 dapat lihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Contoh bentuk data hasil instrumen Veris 3100
Bujur
(derajat)
106.7268950
106.7269034
106.7269067
106.7269116
106.7269150

Lintang
(derajat)
-6.5634317
-6.5634300
-6.5634317
-6.5634317
-6.5634334

EC dangkal
(mS/m)
7.1
8.0
9.2
9.8
10.0

EC dalam
(mS/m)
4.4
5.3
5.4
5.6
5.8

Ketinggian
(m dpl)
199.9
199.7
199.9
199.9
200.1

Beberapa pengukuran EC yang telah dilakukan menunjukkan bahwa nilai EC
dangkal (0 – 30 cm) lebih tinggi dibandingkan dengan nilai EC dalam (0 – 90 cm).
Hal ini membuktikan bahwa lapisan top soil memiliki tingkat kesuburan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan lapisan di bawahnya (sub-soil). Lapisan top soil lebih
subur karena memiliki unsur hara yang lebih banyak dibanding lapisan sub-soil.
Nilai EC yang dilakukan pengulangan sebanyak 3 kali (sebelum pengolahan
dan setelah panen) menunjukkan data yang sama walaupun ada beberapa petak
yang tidak sama. Nilai rata-rata setiap pengukuran EC selama penelitian dapat
dilihat pada Gambar 13. Nilai EC menurun setelah budidaya kacang dengan ratarata 4.27 mS/m (periode 1) dan 0.03 mS/m (periode 2). Penurunan rata-rata nilai
EC pada periode 2 lebih rendah dikarenakan adanya perlakukan pemberian dosis
pupuk yang spesifik lokasi berdasar