Pengetahuan, Sikap, Dan Praktik Peternak Sapi Perah Di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang Dalam Pengendalian Bruselosis

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTIK PETERNAK SAPI PERAH DI
DESA NGABAB, KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG
DALAM PENGENDALIAN BRUSELOSIS

WIDYA PUTRA RACHMAWAN

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengetahuan, Sikap, dan
Praktik Peternak Sapi Perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang
dalam Pengendalian Bruselosis adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015
Widya Putra R.
NIM B04110093

2

ABSTRAK
WIDYA PUTRA RACHMAWAN. Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Peternak Sapi
Perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang Dalam Pengendalian
Bruselosis. Dibimbing oleh ETIH SUDARNIKA dan ARDILASUNU
WICAKSONO.
Bruselosis dikenal sebagai penyakit reproduksi menular dan merupakan
penyakit zoonotik disebabkan oleh bakteri genus Brucella. Tujuan dari penelitian
ini adalah mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan praktik serta mengidentifikasi
faktor-faktor yang berasosiasi terhadap praktik peternak sapi perah dalam
pengendalian bruselosis. Penelitian ini dirancang menggunakan kajian lapang lintas
seksional. Data diperoleh dengan cara mewawancarai tiga puluh peternak sapi
perah Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang menggunakan kuesioner
terstruktur. Hasil penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan dan praktik berada

pada tingkat sedang dan tingkat sikap berada pada tingkat baik. Berdasarkan hasil
penelitian terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan praktik
(p=0.013;r=0.4500) dan pengetahuan dengan sikap (p=0.000;r=0.660).
Peningkatan pengetahuan akan memengaruhi sikap dan praktik pada peternak sapi
perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang dalam pengendalian
bruselosis.
Kata kunci: pengendalian bruselosis, pengetahuan, praktik, sikap,

ABSTRACT
WIDYA PUTRA RACHMAWAN. Knowledge, Attitude, and Practice of Dairy
Cattle Farmers at Ngabab Village, Pujon Sub-district, Malang district on
Brucellosis Control Program. Supervised by ETIH SUDARNIKA and
ARDILASUNU WICAKSONO.
Brucellosis was known as a contagious reproductive diseases in animals, and
also zoonoses caused by genus Brucella. This research was aimed to determine the
level of knowledge, attitude, and practice and also to identify the factors which
associated to the dairy farmers practice on brucellosis control. This research was
designed with cross-sectional study. Data was obtained by interviewing 30 dairy
cattle farmers at Ngabab Village, Pujon Sub-distrcit, Malang District using
structured questionnaire. The results indicated that the knowledge and practice level

were in moderate level, and the attitude were in good level. There are significant
corellations between knowledge and practice (p=0.013;r=0.450) and knowledge
with attitude (p=0.000;r=0.660). The increasing of level knowledge influences the
attitude and practices level of dairy cattle farmers at Ngabab Village, Pujon Subdistrict, Malang district on brucellosis control.
Keywords: attitude, brucellosis control, knowledge, practices

PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTIK PETERNAK SAPI
PERAH DI DESA NGABAB, KECAMATAN PUJON KABUPATEN
MALANG DALAM PENGENDALIAN BRUSELOSIS

WIDYA PUTRA RACHMAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

4

6

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2015 ini ialah pengetahuan, sikap
dan praktik peternak, dengan judul Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Peternak Sapi
Perah Desa Ngabab, Kecamatan Pujon Kabupaten Malang terhadap Pengendalian
Bruselosis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Etih Sudarnika, MSi dan
Bapak Drh Ardilasunu Wicaksono, MSi selaku pembimbing yang telah
meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, nasehat dan motivasi
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima
kasih kepada dosen dan staf karyawan Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan
Kesehatan Masyarakat Veteriner, seluruh staf Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kabupaten Malang, dan pegawai, jajaran direktur dan pengawas serta

seluruh anggota Koperasi Susu SAE Pujon, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang
yang membantu penulis dalam memberikan informasi tentang manajemen ternak
dan bruselosis di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang.
Semoga Allah SWT senantiasa membalas segala amal ibadah dan kebaikan
kepada mereka semua. Kesalahan dalam penulisan skripsi ini tentu datang dari saya
sebagai penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna,
namun penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat sebagaimana
mestinya.Badan Meteorologi dan Geofisika, Ibu Ir. Emmy Sudirman beserta staf
Stasiun Klimatologi Klas I Darmaga, serta Bapak Ir. Husni beserta staf Unit
Pelaksana Teknik Hujan Buatan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, yang
telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015
Widya Putra R.

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI


ii

DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR GAMBAR

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iii

PENDAHULUAN

1

TINJAUAN PUSTAKA


2

Bruselosis

2

Pengetahuan, Sikap dan Praktik

2

METODE

3

Waktu dan Tempat

3

Metode Penelitian


3

Analisis Data

6

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Karakteristik Peternak

7

Manajemen Pemeliharan Ternak

7

Manajemen Kesehatan Ternak


9

Riwayat Kejadian dan Pengendalian Bruselosis

10

Akses Informasi terhadap Bruselosis

11

Tingkat Keterlibatan Peternak dalam Organisasi

12

Pengetahuan, Sikap dan Praktik Peternak terhadap Pengendalian Bruselosis 12
Karakteristik Peternak yang memengaruhi Pengetahuan dan Praktik
Pengendalian Bruselosis

14


Hubungan antara Pengetahuan, Sikap dan Praktik

15

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16


LAMPIRAN

20

RIWAYAT HIDUP

32

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.

Definisi operasional peubah yang digunakan
Karakteristik peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon
Manajemen pemeliharaan ternak di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon
Manajemen kesehatan ternak di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon
Jumlah kejadian keguguran pada ternak
Akses informasi peternak sapi perah
Tingkat keterlibatan organisasi peternak sapi perah
Sebaran tingkat pengetahuan, sikap dan praktik peternak sapi perah
Hubungan karakteristik peternak terhadap tingkat pengetahuan
Hubungan karakteristik peternak terhadap tingkat praktik
Hubungan pengetahuan, sikap, dan praktik peternak sapi perah

5
7
8
9
11
11
12
13
14
15
16

DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka konsep penelitian

3

DAFTAR LAMPIRAN
1. Kuesioner penelitian

22

PENDAHULUAN
Latar Belakang
`
Provinsi Jawa Timur merupakan salah satu sentra sapi perah dengan
populasi mencapai 50.9% dari populasi nasional yaitu 636.064 ekor tercatat pada
tahun 2013. Populasi sapi perah di Provinsi Jawa Timur pada periode 2012-2013
mengalami peningkatan sebesar 4% (DITJENNAK 2013). Peningkatan populasi
sapi perah tidak diiringi dengan peningkatan kualitas higiene dan sanitasi kandang
sehingga memudahkan penularan penyakit melalui kontak langsung. Bruselosis
merupakan penyakit zoonotik yang dapat menyebabkan keguguran pada ternak
produktif dan dapat menular ke manusia. Penularan ke manusia, ditularkan dari
ternak melalui kontak langsung dengan darah, plasenta, fetus atau sekresi rahim
serta melalui konsumsi susu yang tidak terpasteurisasi (Novita 2014).
Berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Peternakan Nomor
59/Kpts/PD610/05/2007 tentang Jenis Jenis Penyakit Hewan Menular yang
Mendapat Prioritas Pengendalian dan atau Pemberantasannya menyatakan bahwa
bruselosis merupakan salah satu penyakit hewan menular strategis (PHMS) di
Indonesia. Kerugian ekonomi yang ditimbulkan dari kejadian bruselosis mencapai
138,5 milyar rupiah setiap tahun akibat tingginya angka keguguran, infertilitas,
sterilitas, kematian dini pedet, dan penurunan produksi susu. Tidak terlihatnya
gejala klinis, sulitnya monitoring lalu lintas ternak, belum optimalnya pelaksanaan
kebijakan test dan slaughter, tidak sesuainya biaya kompensasi dengan jumlah
kasus, dan belum optimalnya keikutsertaan petani dalam pengendalian penyakit
menjadi penyebab sulitnya melakukan program pemberantasan dan pengendalian
bruselosis pada sapi perah (Noor 2006).
Peran serta peternak merupakan hal penting dalam pengendalian penyakit.
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Malang telah melakukan
berbagai upaya dalam meningkatkan peran serta peternak dalam pengendalian
penyakit, salah satunya adalah dengan mengadakan penyuluhan. Survey pada
penelitian ini didisain untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik
peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang dalam
pengendalian bruselosis.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap dan
praktik peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang
mengenai pengendalian bruselosis. Tujuan lainnya adalah untuk mengidentifikasi
faktor-faktor yang berasosiasi terhadap praktik peternak sapi perah Desa Ngabab,
Kecamatan Kabupaten Malang dalam pengendalian bruselosis.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang tingkat
pengetahuan, sikap dan praktik peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang terhadap pengendalian bruselosis. Manfaat lainnya

2

adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang berasosiasi terhadap praktik peternak
sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang terhadap
pengendalian bruselosis.

TINJAUAN PUSTAKA
Bruselosis
Bruselosis merupakan salah satu penyakit hewan menular yang hampir ada
di seluruh dunia. Bruselosis telah menjadi penyakit zoonotik yang muncul sejak
ditemukannya Brucella melitensis oleh David Bruce pada tahun 1887. Penyakit
bruselosis menyerang hewan domestik seperti sapi, domba, kambing, babi, dan
anjing. Bruselosis pada manusia dapat menyebabkan demam bersifat undulant
sering disebut Malta fever (OIE 2011). Bruselosis disebabkan oleh bakteri genus
Brucella. Bakteri Brucella bersifat gram negatif, berbentuk bulat, tidak berspora
tidak bergerak, serta belum terbukti menghasilkan faktor virulensi seperti kitolisin,
kapsul, eksotoksin, sekresi protease, fili, fimbrae, flagella, racun, dan plasmid
(Corbel 2010). Brucella mudah menular karena memilliki daya tahan yang cukup
baik di luar tubuh induk semang pada berbagai kondisi lingkungan. Spesies
Brucella yang sering menginfeksi sapi di Indonesia adalah strain B. abortus.
Bruselosis di Indonesia umumnya dikenal sebagai penyakit reproduksi menular
pada sapi, yang mengakibatkan terjadinya abortus pada sapi bunting yang
terinfeksi. Meningkatnya penyebaran bruselosis pada sapi di Indonesia disebabkan
adanya perpindahan ternak yang kurang dapat dipantau oleh petugas peternakan,
biaya kompensasi pengganti sapi sangat mahal, kesadaran dan pengetahuan
peternak yang rendah (Noor 2006b).
Pengetahuan, Sikap dan Praktik
Pengetahuan merupakan hasil dari mengetahui dan terbentuk setelah
seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu (Notoadmojo
2008). Sedangkan Shinta (2005) menyebutkan bahwa yang memengaruhi tingkat
pengetahuan responden adalah pengalaman dan tingkat pendidikan. Hal yang
memengaruhi pendidikan adalah akses terhadap sumber informasi dan daerah
topografi. Bila suatu daerah yang kondisi topografinya relatif mudah dan dekat dari
pusat pendidikan dan lembaga penelitian, maka tingkat pengetahuan penduduk di
daerah tersebut relatif tinggi (Hanafi 2014).
Sikap merupakan lanjutan dari pengetahuan yang diterapkan oleh seseorang
dalam melakukan aktivitas yang baik dan sesuai. Sikap seseorang dipengaruhi oleh
faktor internal yaitu faktor psikologis dan fisiologis serta eksternal berupa
intervensi yang datang dari luar individu, misalnya berupa pendidikan, pelatihan
dan penyuluhan (Rahmawati 2007). Sikap merupakan kecenderungan untuk
merespon positif atau negatif terhadap suatu hal dan merupakan predisposisi
terbentuknya perilaku.
Praktik adalah tindakan yang dilakukan oleh sesorang dalam kegiatan
sehari-hari. Praktik dipengaruhi oleh tiga faktor yaitu: (1) faktor predisposisi yang

3

terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan dan sosio demografi
(2) faktor pendorong, terwujud dalam ucapan, sikap dan tindakan dari petugas
kesehatan, lingkungan, keluarga dan masyarakat (3) faktor pendukung yang
terwujud dalam ketersediaan fasilitas. Praktik sangat dipengaruhi oleh sikap
maupun pengetahuan, bila seseorang memiliki pengetahuan dan sikap yang baik,
seharusnya seseorang tersebut mampu menerapkan yang baik pula (Khoiron 2012).
Faktor yang Memengaruhi Peran Serta Masyarakat dalam Pengendalian
Penyakit
Peran serta masyarakat diperlukan dalam pengendalian penyakit di daerah
tersebut. Menurut Loran (2015) salah satu faktor keberhasilan dalam pengobatan
penyakit adalah bergantung pada pengetahuan dan peran serta masyarakat. Faktor
yang memengaruhi berjalannya peran serta masyarakat adalah dengan adanya
kemitraan kerja pemerintah dalam pengendalian penyakit (Bahtiar 2012). Faktor
lainnya adalah motivasi keluarga dan penjelasan dari penyuluh yang mampu
meningkatkan pengetahuan sehingga masyarakat secara sadar akan berpartisipasi
dalam pengendalian penyakit.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari 2015 hingga Juni 2015 di Desa
Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Analisis data dilakukan di Lab
Epidemiologi FKH IPB.
Metode Penelitian
Kerangka Konsep
Kerangka konsep yang dibangun dalam penelitian ini dapat dilihat pada
Gambar 1.
1. Karakteristik peternak sapi
perah
2. Manajemen pemeliharaan
3. Manajemen kesehatan
4. Riwayat kejadian dan
pengendalian bruselosis
5. Akses informasi
6. Tingkat keterlibatan
peternak dalam organisasi

Pengetahuan tentang
pengendalian bruselosis
Praktik tentang
pengendalian bruselosis

Sikap tentang
pengendalian bruselosis
Gambar 1 Kerangka konsep penelitian

4

Desain Penelitian
Penelitian dirancang menggunakan kajian lapang lintas seksional (crosssectional study). Data diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner yang
disusun secara terstruktur.
Penarikan Sampel
Populasi penelitian adalah peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang. Besaran sampel yang diambil adalah tiga puluh peternak
sapi perah sebagai responden. Dalam penelitian sosial besaran sampel yang
ditentukan minimal adalah tiga puluh (Sugiarto 2003). Sampel diambil
mengunakan teknik penarikan contoh acak sederhana. Pengumpulan data dilakukan
dengan mengumpulkan tiga puluh responden yang terpilih ke dalam balai desa
kemudian dilakukan wawancara dengan menggunakan kuesioner terstruktur. Selain
wawancara untuk memperdalam informasi dilakukan pengamatan praktik
pengendalian bruselosis menggunakan borang checklist.
Kuesioner
Kuesioner berisi pertanyaan tentang karakteristik peternak, manajemen
pemeliharaan, manajemen kesehatan dan reproduksi ternak, riwayat kejadian dan
pengendalian bruselosis, akses informasi, tingkat keterlibatan peternak dalam
organisasi, pengetahuan, sikap, dan praktik peternak terhadap pengendalian
bruselosis. Sebelum kuesioner digunakan untuk mengumpulkan data, dilakukan uji
validitas dan reliabilitas. Uji validitas terhadap kuesioner telah dilakukan dengan
metode Pearson, yaitu mengkorelasikan skor peubah jawaban responden dengan
total skor masing-masing peubah. Hasil korelasi dibandingkan dengan nilai kritis
pada taraf signifikan 0.05. Menurut Sugiyono (2006) uji validitas adalah suatu
langkah pengujian yang dilakukan terhadap isi dari suatu instrumen (kuesioner),
dengan tujuan untuk mengukur ketepatan instrumen yang digunakan dalam suatu
pendidikan agar data yang diperoleh sesuai dengan tujuan didadakannya
pengukuran tersebut. Kuesioner penelitian terlampir pada Lampiran 1.
Pengodean
Penilaian tingkat pengetahuan responden dirancang dengan menggunakan
sebelas pernyataan. Pernyataan terdiri dari pernyataan postitif dan pernyataan
negatif. Setiap jawaban yang benar dari pernyataan mengenai pengetahuan
bruselosis secara umum diberikan nilai satu, adapun jawaban yang salah dan tidak
tahu diberikan nilai nol. Nilai maksimum tingkat pengetahuan adalah sebelas dan
nilai minimumnya adalah nol. Berdasarkan kriteria penilaian diatas, maka untuk
menilai tingkat pengetahuan peternak sapi perah adalah sebagai berikut :
 Pengetahuan buruk jika nilai < 4
 Pengetahuan sedang jika nilai antara 4-7
 Pengetahuan baik jika nilai >7
Penilaian tingkat sikap peternak sapi perah dirancang dengan menggunakan
sepuluh pernyataan yang terdiri dari pernyatan positif dan pernyataan negatif.
Penilaian sikap menggunakan skala ‘setuju’ , ‘ragu-ragu’, ‘tidak setuju’. Setiap
jawaban yang setuju dari pernyataan mengenai sikap diberikan nilai dua, jawaban
netral (Tidak tahu) diberikan nilai satu dan jawaban salah diberikan nilai nol

5

(Palaian et al. 2006). Dengan demikian untuk tingkat sikap, nilai maksimumnya
adalah dua puluh dan nilai minimumnya adalah nol. Berdasarkan kriteria penilaian
diatas, maka untuk menghitung tingkat sikap peternak sapi perah adalah sebagai
berikut:
 Sikap buruk jika nilai < 7
 Sikap sedang jika nilai antara 7-14
 Sikap baik jika nilai >14
Penilaian tingkat praktik peternak sapi perah terhadap pengendalian
bruselosis dirancang dengan menggunakan sepuluh pertanyaan. Nilai
maksimumnya adalah sepuluh dan nilai minimumnya adalah nol. Berdasarkan
kriteria penilaian di atas, maka untuk menilai tingkat praktik peternak sapi perah
adalah sebagai berikut:
 Praktik buruk jika nilai < 4
 Praktik sedang jika nilai antara 4 – 7
 Praktik baik jika nilai > 7
Definisi Operasional (DO)
Definisi operasional yang digunakan di dalam penelitian ini disajikan pada
Tabel 1.
Tabel 1 Definisi operasional peubah yang digunakan pada penelitian
Peubah
Umur

Definisi operasional
Umur peternak
sapi perah :
Anak-remaja (45
tahun)
(DEPKES 2014)
Jenjang pendidikan
formal terakhir
peternak sapi

Alat ukur
Kuesioner

Cara ukur
Wawancara

Kategori
Interval
1=45 tahun

Kuesioner

Wawancara

Tujuan beternak

Kepentingan usaha
ternak sapi perah

Kuesioner

Wawancara

Ordinal
1= maksimal SD
2=maksimal SMP
3=maksimal SMA
Nominal
1= pokok
2= sampingan

Jumlah ternak

Jumlah sapi yang
dimiliki peternak

Kuesioner

Wawancara

Mendapatkan
penyuluhan

Peternak sapi perah
yang mendapatkan
sosialisasi oleh tenaga
ahli
Cara peternak sapi
mendapatkan
informasi mengenai
bruselosis

Kuesioner

Wawancara

Kuesioner

Wawancara

Pendidikan

Mendapatkan
informasi dari sumber
lain

Nominal
1= 5 ekor
Nominal
1= Ya
2= Tidak
Nominal
1= Ya
2= Tidak

6

Tabel 1 Definisi operasional peubah yang digunakan pada penelitian (Lanjutan)
Peubah
Frekuensi aktif di
koperasi

Definisi operasional
Keaktifan peternak
sapi perah dalam
kegiatan koperasi

Alat ukur
Kuesioner

Cara ukur
Wawancara

Tingkat pengetahuan

Pengetahuan peternak
sapi perah terhadap
bruselosis

Kuesioner

Wawancara

Tingkat sikap

Sikap peternak sapi
terhadap bruselosis

Kuesioner

Wawancara

Tingkat praktik

Praktik peternak sapi
terhadap
pengendalian
bruselosis

Checklist

Pengamatan

Kategori
Interval
1=Sehari sekali
2=Minimal sekali
dalam seminggu
3=Minimal sekali
dalam sebulan
4=Setahun sekali
5=Sehari 2 kali
6=Tidak menentu
Ordinal
1= Buruk
2= Sedang
3= Baik
Ordinal
1= Buruk
2= Sedang
3= Baik
Ordinal
1= Buruk
2= Sedang
3= Baik

Analisis Data
Data dianalisis menggunakan uji khi kuadrat dan korelasi Pearson untuk
mengetahui hubungan antara peubah yang diamati. Menurut Wardana (2007),
kekuatan korelasi dibagi menjadi tiga kategori, yaitu lemah (0.10-0.29), sedang
(0.30-0.49), dan kuat (0.50-1.00). Sedangkan, arah korelasi bernilai negatif dan
positif. Analisis data dilakukan menggunakan program Microsoft Excel 2010.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Desa Ngabab terbagi menjadi tiga Dusun yaitu Dusun Krajan, Dusun
Lembungrejo, dan Dusun Torongrejo. Jumlah penduduk yang ada di Desa Ngabab
berjumlah 7412 orang. Jumlah keseluruhan kepala keluarga yang ada di Desa
Ngabab adalah 2185 KK. Mata pencaharian penduduk Desa Ngabab adalah Petani
(3087 orang), pekerja sektor jasa/perdagangan (65 orang), dan pekerja sektor
industri (41 orang).
Desa Ngabab merupakan daerah yang sangat potensial dalam segi peternakan.
Desa Ngabab adalah penghasil susu sapi terbesar yang ada di Kecamatan Pujon.
Setiap hari, rata-rata produksi susu yang dihasilkan di Desa Ngabab adalah
sebanyak 9000 liter. Hasil produksi susu itu diperoleh dari 1900 ekor sapi perah
yang dimiliki oleh warga di Desa Ngabab. Hasil produksi susu tersebut disetorkan
ke Pos Penerimaan Susu Desa Ngabab setiap pagi dan sore, susu tersebut dijual Rp.
3000,-/liter.

7

Karakteristik Peternak
Karakteristik peternak di Desa Ngabab meliputi jenis kelamin, umur,
pendidikan, tujuan budidaya ternak, dan jumlah ternak yang dimiliki dapat dilihat
secara rinci pada Tabel 2. Berdasarkan hasil penelitian, sebanyak 50% responden
berusia 25-45 tahun, dan sisanya berusia lebih dari 45 tahun. Sebagian besar
(73.3%) responden memiliki pendidikan terakhir di tingkat Sekolah Dasar (SD).
Menurut Baba (2011) semakin tinggi umur dan tingkat pendidikan seseorang,
mereka memiliki tingkat pengetahuan baik.
Sebanyak (63.3%) responden menyatakan bahwa tujuan budidaya ternak
merupakan usaha sampingan. Hal tersebut mengakibatkan peternak cenderung
tidak menerapkan praktik yang baik karena kehidupannya tidak bergantung pada
kegiatan budidaya ternak. Selain sebagai usaha sampingan, peternak juga memiliki
usaha pokok diantaranya sebagai pengawas dan pegawai koperasi, buruh tani,
pegawai swasta dan pedagang. Sebesar 56.7% responden memelihara sapi kurang
dari lima ekor. Hal tersebut dipengaruhi oleh lamanya waktu usaha yang telah
dijalankan. Responden yang memelihara sapi kurang dari lima ekor dikarenakan
keterbatasan modal yang dimiliki dan baru menekuni usaha ternak kurang dari lima
tahun.
Tabel 2 Karakteristik peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon,
Kabupaten Malang
Jumlah (n=30)

Karakteristik peternak
Umur
- 45 tahun
Tingkat pendidikan formal
- lulusan SD
- lulusan SMP
- lulusan SMA
Tujuan budidaya ternak
- Pokok
- Sampingan
Jumlah ternak yang dimiliki
- Kurang dari 5 ekor
- Lebih dari 5 ekor

n

%

0
15
15

0.0
50.0
50.0

22
6
2

73.3
20.0
6.7

11
19

36.7
63.3

17
13

56.7
43.3

Manajemen Pemeliharan Ternak
Tabel 3 menyajikan data manajemen pemeliharaan ternak di Desa Ngabab,
Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
seluruh sapi perah dipelihara dengan cara dikandangkan. Seluruh kandang yang
dimiliki oleh peternak berlokasi dekat dengan pemukiman. Lokasi yang ideal untuk
pembangunan kandang adalah daerah yang letaknya cukup jauh dari pemukiman

8

penduduk tetapi mudah dicapai, kandang harus dipisah dari rumah tinggal dengan
jarak minimal sepuluh meter (BPTPJ 2010).
Tabel 3 Manajemen pemeliharaan ternak pada peternak di Desa Ngabab,
Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang
Manajemen pemeliharaan ternak
Tipe pemeliharaan
- Digembalakan
- Dikandangkan
- Digembalakan siang hari, dikandangkan
malam hari
Lokasi kandang dekat dengan pemukiman
- Ya
- Tidak
Bahan atap yang digunakan
- Asbes atau seng
- Kayu dan jerami
- Genteng
Bahan dinding yang digunakan
- Bambu
- Batu bata
Bahan lantai yang digunakan
- Tanah
- Semen
- Kayu
Tipe Lantai
- Miring
- Tidak miring
Kepadatan hewan ternak /6m²
- 1 Hewan Ternak
- 2 Hewan Ternak
- 3 Hewan Ternak
Sumber air
- Air PDAM
- Swadaya

Jumlah (n=30)
n

%

0
30

0
100.0

0

0

30
0

100.0
0

17
2
11

56.7
6.6
36.7

8
22

26.7
73.3

30
0
0

40.0
56.7
3.3

19
11

63.3
36.7

1
19
10

3.3
63.3
33.3

6
24

20.0
80.0

Sebagian besar (56.7%) responden menggunakan asbes sebagai atap untuk
kandang sapi perahnya. Sisanya, sebanyak 36.7% responden menggunakan bahan
genteng. Sebanyak 73.3% responden menggunakan batu bata sebagai dinding
kandang dan seluruh alas kandang yang dimiliki oleh responden masih
menggunakan tanah. Bahan atap kandang yang ideal digunakan di negara Indonesia
adalah genteng karena tahan lama, mudah didapat, serta di antara genteng terdapat
celah-celah, sehingga sirkulasi udara baik (Sasono 2003).
Sebagian besar (63.3%) responden memelihara ternaknya dengan kepadatan
ternak dua ekor untuk luas kandang 6m2. Terdapat 33.3% responden memelihara
ternaknya dengan kepadatan ternak tiga ekor untuk luas kandang 6m2, sedangkan
sisanya (3.3%) memelihara ternaknya dengan kepadatan ternak satu ekor untuk luas

9

kandang 6m2. Kapasitas tampung ternak yang ideal dalam kandang model
kelompok adalah satu ekor untuk luas kandang 6m2. (Rasyid 2007).
Sebanyak 20% responden menggunakan sumber air PDAM untuk memenuhi
kebutuhan ternaknya dan sebagian besar responden (80%) menggunakan sumber
air swadaya. Swadaya merupakan cara yang dipilih peternak untuk mengumpulkan
air dari beberapa sumber diantaranya adalah sungai, sumber air pegunungan,
selokan, dan sumur. Menurut LeJune (2010) beberapa hal yang perlu diperhatikan
ketika menyediakan air agar mengurangi sumber kontaminan adalah paparan sinar
matahari, temperatur dan kompetisi mikroorganisme.

Manajemen Kesehatan Ternak
Keseharian peternak diamati untuk mengetahui tingkat praktik dalam
pengendalian bruselosis. Manajemen kesehatan ternak di Desa Ngabab, Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang disajikan pada Tabel 4. Manajemen kesehatan ternak
yang diamati meliputi pengelolaan limbah padat dan limbah cair, tindakan saat
pembelian ternak baru, adanya kandang khusus karantina dan induk bunting tua.
Tabel 4 Manajemen kesehatan ternak pada peternak di Desa Ngabab, Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang
Manajemen kesehatan ternak
Pengelolaan limbah padat (feses dan sisa pakan)
- Ditimbun di atas permukaan tanah
- Ditimbun di dalam tanah (septic tank)
- Diolah untuk dijadikan biogas
- Dibuang di perairan umum
Pengelolaan limbah cair (urin dan sisa air minum)
- Dibuang di perairan umum
- Diolah
Tindakan pada saat pembelian ternak baru
- Langsung dicampur dengan ternak lama
- Dipisahkan selama 2 minggu dari ternak lama
Kandang khusus karantina
- Ada
- Tidak ada
Kandang khusus untuk induk bunting tua
- Ada
- Tidak ada

n

Jumlah (n=30)
%

5
1
13
11

16.7
3.3
43.3
36.7

28
2

93.3
6.7

29
1

96.7
3.3

4
26

13.3
86.7

2
28

6.7
93.3

Berdasarkan hasil penelitian, sebesar 43.3% peternak sapi perah mengolah
limbah padat untuk dijadikan biogas, dan 36.7% lainnya membuang limbah padat
di perairan umum, dan sisanya (3.3%) peternak menimbun limbah padat di tempat
khusus (septic tank). Limbah cair yang dihasilkan terdiri dari urin ternak dan sisa
air minum. Sebagian besar (93.3%) peternak membuang limbah cair di perairan
umum, sedangkan 6.7% lainnya memanfaatkan limbah cair untuk dijadikan pupuk.
Perilaku yang kurang baik dalam menangani limbah dapat menimbulkan akibat

10

buruk, diantaranya adalah mengurangi nilai estetika lingkungan, tercemarnya tanah,
air dan udara, serta memudahkan terjadinya penularan penyakit (Khoiron 2012).
Dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No 1 Tahun 2010 tentang Tata
Laksana Pengendalian Pencemaran Air menyatakan bahwa pencemaran air adalah
masuk atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan komponen lain ke
dalam air oleh kegiatan manusia sehingga melampaui baku mutu air limbah yang
telah ditetapkan. Pencemaran air oleh air limbah dan feses yang mengandung
organisme dapat menimbulkan penyakit, termasuk bruselosis.
Pada saat pembelian ternak baru, sebagian besar (96.7 %) peternak
menempatkan ternak barunya berdekatan dengan ternak lama. Sisanya (3.3 %)
peternak menempatkan ternak baru secara tertutup dan terpisah dari ternak lama
selama dua minggu. Sebanyak 86.7% peternak tidak menyediakan kandang khusus
untuk ternak yang sakit, sisanya (13%) peternak sapi perah menyediakan kandang
khusus untuk ternak yang sakit. Sebanyak 93.3% peternak juga tidak menyediakan
kandang khusus untuk induk sapi yang sedang bunting tua. Berdasarkan Peraturan
Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomer 100/Permentan/OT.140/7/2014
tentang Pedoman Pembibitan Sapi Perah yang Baik, pemeliharaan induk bunting
(umur 15 bulan hingga melahirkan umur 24 bulan) harus dikelompokkan dan
dipisahkan di kandang yang bersih, kering, dan terang. Pemisahan kandang untuk
pemeliharaan induk sapi yang sedang bunting tua bertujuan untuk menjaga proses
pembibitan.

Riwayat Kejadian dan Pengendalian Bruselosis
Prevalensi bruselosis di Indonesia berkisar antara 0% hingga 46% dengan
prevalensi yang tinggi di sebagian besar provinsi di Pulau Jawa dan Nusa Tenggara
(Putra 2006). Salah satu upaya pencegahan bruselosis dilakukan dengan memonitor
secara rutin dan berkelanjutan (surveilans). Berdasarkan hasil wawancara
ditemukan sebanyak 10% responden memiliki ternak yang mengalami keguguran
dalam kurun waktu satu tahun terakhir. Keguguran merupakan salah satu gejala
klinis yang khas pada hewan yang menderita bruselosis, namun memerlukan uji
serologis untuk memastikan kejadian penyakit tersebut (Bahri 2010 ).
Salah satu program pencegahan penyakit bruselosis di Kabupaten Malang
melalui vaksinasi oleh petugas Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten
Malang. Tindakan tersebut merupakan upaya pemerintah setempat untuk menjaga
Kabupaten Malang tetap menjadi daerah bebas bruselosis. Sebagian besar (93.3%)
peternak telah melakukan vaksin bruselosis terhadap ternaknya. Hanya sebagian
kecil saja (6.7%) yang belum melakukan vaksin bruselosis untuk ternaknya.
Responden yang belum melakukan vaksin dikarenakan tidak berada di tempat pada
saat dilakukannya vaksinasi oleh petugas. Riwayat kejadian dan pengendalian
bruselosis di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang dapat dilihat
pada Tabel 5.

11

Tabel 5 Jumlah kejadian pada ternak yang mengalami keguguran dalam kurun
waktu satu tahun terakhir di lingkungan sekitar peternak
Jumlah (n=30)

Kejadian pada ternak
Ternak keguguran
- Ada
- Tidak
Pemberian vaksin bruselosis
- Ya
- Tidak

n

%

3
27

10.0
90.0

28
2

93.3
6.7

Akses Informasi terhadap Bruselosis
Pemberian informasi mengenai bruselosis sangat penting dilakukan agar
peternak lebih paham risiko, bahaya dan cara pengendalian bruselosis bila
mewabah di daerah peternakannya. Akses informasi peternak sapi perah di Desa
Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang terhadap bruselosis dapat dilihat
pada Tabel 6. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 80% responden telah mengikuti
penyuluhan bruselosis yang dilakukan oleh Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Kabupaten Malang, sedangkan 20% lainnya tidak mengikuti penyuluhan.
Tabel 6 Akses informasi yang dimiliki peternak di Desa Ngabab, Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang
Akses informasi
Mendapatkan penyuluhan
- Ya
- Tidak
Isi materi penyuluhan
- Bahasa sulit dimengerti
- Biasa saja
- Menarik
- Sangat Menarik
Mendapatkan informasi dari sumber lain
- Ya
- Tidak
Sumber informasi
- Majalah / koran
- Internet
- Artikel
- TV / radio

Jumlah (n=30)
n

%

24
6

80.0
20.0

3
2
10
9

10.0
6.7
33.3
30

2
22

8.4
91.6

0
1
0
1

0
50
0
50

Sebagian besar (63.3%) responden menyatakan isi dari penyuluhan tersebut
adalah menarik hingga sangat menarik. Dari hasil wawancara, sebagian besar
peternak tidak mencari informasi sendiri, hanya sebagian kecil saja (8.4%)
responden yang mendapat informasi bruselosis dari sumber lain yaitu internet, radio
dan TV. Pengetahuan peternak sangat bergantung dengan pemerintah, oleh karena

12

itu pemerintah harus aktif menyediakan informasi dengan memberikan penyuluhan
secara rutin dan berkelanjutan. Pemerintah juga harus meningkatkan kualitas
penyuluhan agar pengetahuan masyarakat meningkat. Menurut Rahmawati (2007)
mengadakan penyuluhan dengan media audio visual terbukti mampu meningkatkan
pengetahuan responden.

Tingkat Keterlibatan Peternak dalam Organisasi
Sebagian besar peternak sapi perah merupakan anggota koperasi SAE Pujon.
Koperasi SAE Pujon merupakan salah satu organsiasi yang aktif di desa tersebut.
Tabel 7 akan menjelaskan keaktifan peternak sapi perah Desa Ngabab, Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang.
Tabel 7 Tingkat keterlibatan peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang dalam Organisasi
Akses informasi
Frekuensi aktif pada kegiatan koperasi
- Minimal sehari sekali
- Minimal seminggu sekali
- Minimal sebulan sekali
- Setahun sekali
- Tidak menentu

Jumlah (n=30)
N

%

11
9
1
8
1

36.7
30.0
3.3
26.7
3.3

Dari hasil penelitian, seluruh responden merupakan anggota aktif koperasi
susu SAE Pujon, Kabupaten Malang. Sebagian besar (36.7%) responden aktif pada
kegiatan koperasi dengan frekuensi minimal sehari sekali. Sebanyak (30.0%)
responden aktif pada kegiatan koperasi dengan frekuensi minimal seminggu sekali,
dan sisanya (26.7%) responden aktif pada kegiatan koperasi dengan frekuensi
minimal setahun sekali. Hanya sebagian kecil saja (3.3%) responden aktif pada
kegiatan koperasi hanya dengan frekuensi minimal sebulan sekali dan tidak
menentu. Menurut Yunasaf (2006) keaktifan anggota memiliki hubungan positif
yang nyata dengan kesejahteraan peternak sapi perah. Beberapa kegiatan dalam
Koperasi Susu SAE Pujon diantaranya adalah Rapat Akhir Tahunan (RAT), rapat
mingguan terkait pelaksanaan teknis pemeliharaan sapi perah oleh tim koperasi
beserta penanggung jawab kelompok dan halal bihalal.

Pengetahuan, Sikap dan Praktik Peternak terhadap Pengendalian Bruselosis
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar peternak sapi perah di
Desa Ngabab (53.3%) memiliki tingkat pengetahuan mengenai bruselosis pada
kategori sedang, 40% peternak memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori baik,
dan sisanya (6.7%) peternak memiliki tingkat pengetahuan dengan kategori buruk.
Hasil penelitian ini lebih baik bila dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan
Kansiime et al. (2014) bahwa lebih dari 50% peternak sapi di Danau Mburo,

13

Kiruhura, Uganda yang memiliki tingkat pengetahuan mengenai bruselosis pada
kategori sedang.
Tabel 8 Sebaran berdasarkan tingkat pengetahuan, sikap dan praktik peternak
sapi perah Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang
Kategori
Pengetahuan
- Buruk
- Sedang
- Baik
Sikap
- Buruk
- Sedang
- Baik
Praktik
- Buruk
- Sedang
- Baik

Jumlah (n=30)
n

%

2
16
12

6.7
53.3
40.0

1
12
17

3.3
40.0
56.7

9
18
3

30.0
60.0
10.0

Beberapa faktor yang dapat meningkatkan pengetahuan peternak sapi
mengenai bruselosis di Desa Ngabab, Kecamatan Pujon, Kabupaten Malang ini
diantaranya dengan adanya program penyuluhan oleh Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kabupaten Malang. Media penyuluhan yang sesuai dengan
bahasa yang digunakan oleh peternak mempunyai pengaruh yang baik terhadap
tingkat pengetahuan peternak sapi perah (Satmoko 2006). Keaktifan sebagai
anggota koperasi juga mampu meningkatkan pengetahuan peternak, karena lebih
mudah dalam mendapatkan informasi mengenai bruselosis. Sebaran tingkat
pengetahuan, sikap, dan praktik peternak sapi perah di Desa Ngabab, Kecamatan
Pujon, Kabupaten Malang dapat dilihat pada Tabel 8.
Sebesar 56.7% dari 30 peternak sapi perah di Desa Ngabab memiliki sikap
yang dikategorikan baik, sedangkan sisanya memiliki sikap yang dikategorikan
sedang (40%) dan buruk (3.3%). Sikap peternak sapi terhadap bruselosis di Desa
Ngabab termasuk dalam kategori baik. Hasil ini lebih baik bila dibandingkan
dengan penelitian Grahn (2013) yang menyatakan bahwa sikap peternak sapi
terhadap bruselosis di daerah Tajikiztan dikategorikan buruk dengan persentase
yang tinggi mencapai 90%.
Praktik peternak sapi perah Desa Ngabab terhadap bruselosis diperoleh hasil
bahwa sebagian besar (60%) peternak memiliki praktik dalam pencegahan
bruselosis pada kategori sedang, sedangkan 30% memiliki praktik pada kategori
buruk dan sisanya (10%) memiliki praktik pada kategori baik. Hasil ini lebih baik
bila dibandingkan dengan penelitian Grahn (2013) yang menyatakan bahwa praktik
peternak sapi terhadap bruselosis di daerah Tajikiztan dikategorikan buruk dengan
persentase yang tinggi mencapai 90%. Menurut Notoadmojo (2010) tidak semua
praktik dapat diwujudkan dalam tindakan. Hal ini karena untuk terwujudnya suatu
tindakan diperlukan beberapa faktor seperti adanya fasilitas, sarana, dan prasarana,
dan faktor sosio-ekonomi.

14

Karakteristik Peternak yang memengaruhi Pengetahuan dan Praktik
Pengendalian Bruselosis
Data karakteristik peternak yang memengaruhi pengetahuan dan praktik
pengendalian bruselosis berikut disajikan pada Tabel 9 dan Tabel 10. Berdasarkan
penelitian ini, didapatkan hasil yang menunjukkan tidak adanya hubungan yang
signifikan antara umur dengan pengetahuan terntang bruselosis yang dinyatakan
pada taraf nyata (p>0.05). Karakteristik lain seperti pendidikan, tujuan budidaya
ternak, jumlah ternak dan frekuensi aktif di kegiatan organisasi juga tidak memiliki
hubungan yang nyata dengan pengetahuan tentang bruselosis (Tabel 9).
Tabel 9 Hasil analisis hubungan antara karakteristik peternak sapi perah
terhadap pengetahuan
Karakteristik
Tingkat Pengetahuan
Peternak
Buruk
Sedang
Baik
χ2
N %
n
%
n %
Umur
- 45 tahun
1 6.7
7
46.7
7 46.7
Pendidikan
- Lulusan SD
2 9.1
14
63.6
6 27.3
6.439
- Lulusan SMP
0 0.0
2
33.3
4 66.7
- Lulusan SMA
0 0.0
0
0.0
2 100.0
Tujuan budidaya
ternak
- Pokok
1 9.1
6
54.5
4 36.4
0.215
- Sambilan
1 5.3
10
52.6
8 42.1
Frekuensi aktif di
kegiatan koperasi
- Minimal sehari 0 0.0
5
50.0
5 50.0
11.295
sekali
- Minimal
0 0.0
0
0.0
1 100.0
seminggu
sekali
- Minimal
1 11.2
4
44.4
4 44.4
sebulan sekali
- Minimal
0 0.0
1
50.0
1 50.0
setahun sekali
- Tidak menentu 1 12.5
6
75.0
1 12.5

p

0.847

0.218

1.000

0.549

*berbeda nyata pada p