BAGIAN 4-HUBUNGAN TINGKAT PENDAPATAN PETERNAK SAPI PERAH TERHADAP TINGKAT PENDIDIKAN KELUARGA DI DESA PANDESARI KECAMATAN PUJON KABUPATEN MALANG

(1)

BAB IV

KAJIAN FISIK DAN SOSIAL 4.1 Kajian Fisik

Pandesari merupakan salah satu desa yang terletak dalam cakupan wilayah administrasi kecamatan pujon, kabupaten malang. Khususnya dalam kajian penggunaan lahan, desa pandesari secara global merupakan desa dengan alokasi hutan lindung terbesar dibandingkan dengan desa-desa lainnya yang berada di kecamatan pujon. Kuantitas tersebut sebesar 1033.1 hektar dialokasikan sebagai hutan lindung, sedangkan sebesar 383.9 hektar dialokasikan sebagai hutan produksi. Hal tersebut sejalan dengan signifikansi social ekonomi masyarakat yang notabene bermatapencaharian sebagai peternak sapi perah yang membutuhkan bahan makanan sapi berupa rumput. Sebagai pendampingnya, perhutani sebagai pengelola tunggal hutan yang ada di kawasan desa pandesari, hanya mengizinkan penanaman hutan dalam rangka untuk mencukupi kebutuhan akan rumput makan ternak saja bukan sebagai lahan pertanian atau perkebunan.

Pandesari terbagi atas 5 dusun, yaitu sebaluh, marun sebaluh, krajan, gesingan, dan jurang rejo. Kelimanya mencakup penggunaan lahan dalam hal permukiman seluas 93 hektar, lahan persawahan 96.86 hektar, perkebunan 6 hektar, pemakaman 2.451 hektar, pekarangan seluas 26.39 hektar, taman 1.5 hektar, perkantoran 0.93 hektar, tegalan 231.54 hektar, serta prasarana umum lainnya seluas 132.499 hektar. Dominasi tersebut terletak pada alokasi penggunaan lahan jenis tanah kering berupa tegalan atau perladangan dikarenakan masyarakat selain sebagai peternak sapi perah juga mengandalkan terhadap hasil pertanian yang berjenis non-pertanian. Hampir sebagian besar peternak merangkap sebagai petani independen (petani atas lahan sendiri) atau petani dependen (mengerjakan lahan orang lain). Sedangkan untuk lahan persawahan tidak terlalu mendominasi penggunaan lahan di desa pandesari karena adanya kesulitan pengairan atau irigasi apabila suatu lahan ditanami komoditas sawah yang membutuhkan kuatitas air yang besar seperti halnya


(2)

padi. Namun masyarakat lebih mendominasikan persawahan kering atau disebut sebagai ladang dengan komoditas pertanian yang tidak membutuhkan air dalam jumlah yang relative banyak seperti kentang, bawang merah, wortel, dan lain sebagainya.

Dominasi penggunaan lahan lainnya terletak pada fasilitas umum berupa lahan kas desa 37.034 hektar, lapangan olahraga seluas 0.865 hektar, perkantoran pemerintah 0.13 hektar, pembuangan sampah 1.3 hektar, dan jalan 5.916 hektar. Sehingga total keseluruhannya sebesar 49.331 hektar penggunaan lahan dialokasikan pada fasilitas umum desa. Dominasinya terletak pada tanah kas desa yang pada kenyataannya berupa lahan cadangan yang mana fungsinya digunakan sebagai tanah “tendon” apabila diperlukan suatu waktu tertentu untuk dibangun. Hal ini didasarkan pada terbatasnya lahan yang dapat digunakan atau dialihfungsikan meskipun kuantitasnya cukup banyak dan mendominasi penggunaan lahan desa, seperti hutan lindung dan pekarangan. Sebagai bentuk kajian lainnya yang ada di kawasan penelitian kuliah kerja lapangan III maka akan dibahas secara detail pada kajian berdasarkan temuan di lapangan.

Kajian temuan dalam laporan ini dimaksudkan sebagai bentuk komparasional akan kajian data atau disebut dengan nomograf. Selain itu kajian temuan merupakan aspek koreksi akan data yang dipaparkan dalam nomograf, karena data nomograf terkadang sudah using dan belum mengalami pembaruan karena adanya keterbatasan periode atau pengulangan survey secara menyeluruh disegala bidang. Penggunaan lahan dalam nomograf dengan ralitasnya dilapangan memiliki perbedaan yang cukup signifikan apabila ditelaah lebih jauh. Banyak aspek-aspek penggunaan lahan yang sudah berubah dan tidak sesuai dengan paparan data. Meskipun dalam kajian temuan ini tidak disampaikan secara mendetail mengenai luasan-luasan penggunaan lahan, namun akan dipaparkan perubahan penggunaan lahan di lapangan.

Berdasarkan peta kajian geologi Kediri, maka didapatkan bahwa kawasan desa pandesari terletak pada lingkup kode batuan QPkb atau disebut dengan batuan gunung api kawi-butak. Satuan masanya, QPkb terletak pada masa pleistosen,


(3)

khususnya pleistosen tengah hingga akhir (Santosa dan Atmawinata, 1992). Letaknya diantara gunung kawi dan gunung butak, dengan variasi kawasan yang cukup, yaitu terdapat kontak batuan antara jenis batuan gunung butak dan jenis batuan gunung kawi. Selain itu terbentang sesar dan porsi igir juga mendominasi. Tidak menutup kemungkinan karena adanya kontak batuan dan sesar maka terdapat asosiasi batuan lainnya yaitu Qpvp atau disebut dengan batuan gunung api parasite tua pada masa pleistosen akhir. Karena memang batuan gunung api kawi butak menjangkau hingga pleistosen akhir. Selain itu terdapat bentukan gunung pehwangu pada pleistosen akhir, yang juga mengalami kontak akibat sesar yang berada disekitar gunung kawi, maka memang tidak menutup kemungkinan terjadi perubahan menjadi batuan parasite tua termodifikasi dengan batuan kawi butak.

Secara signigfikan, penggunaan lahan di kawasan desa pandesari telah mengalami banyak perubahan, bahkan hampir keseluruhan mengalami perubahan. Penggunaan lahan berdasarkan temuan penelitian kuliah kerja lapangan III menunjukkan bahwa kuantitas atau porsi penggunaan lahan untuk hutan lindung sudah sangat benyak berkurang. Dapat diasumsikan bahwa hutan lindung hanya sekedar tersisa sebesar 60% dari total yang disebutkan dalam nomograf. Sebagai sampelnya di dusun jurang rejo (yang mana merupakan titik tertinggi desa pandesari) menunjukkan bahwa terdapat perselingan antara hutan lindung dengan usaha msyarakat. Perselingan tersebut tidak hanya menguarangi porsi lahan untuk hutan lindung saja, namun juga merubah bentukan lahannya atau morfologinya. Perselingan tersebut dapat berupa penanaman secara massif untuk rumput gajah, maupun tanaman-tanaman kebutuhan sehari-hari seperti cabe, jahe, lengkuas, dan sebagainya.

Perubahan morfologi yang sangat jelas terlihat adalah berupa pembuatan teras bangku yang selanjutnya oleh masyarakat ditanami dengan rumput gajah di semua lapisannya. Vegetasi yang awalnya merupakn pohon pinus semakin mengalami pergeseran dan pengurangan jumlah hingga 40%. Menurut kepala dusun jurang rejo dalam wawancara mengenai peterbakan sapi perah di desa pandesari, menyatakan bahwa kauntitas lahan semakin tidak jelas arahnya kemana karena memang


(4)

kebutuhan masyarakat akan rumput gajah sangat tinggi, sehingga banyak lahan yang secara illegal dimanfaatkan sebagai lahan untuk ditanami. Namun sebenarnya regulasi mengenai pemanfaatan lahan untuk ditanami dengan rumput gajah tidak dilarang, hanya saja pihak perhutani tidak mengijinkan adanya perubahan morfologi kawasan seperti pembuatan teras atau pengolahan lahan secara signifikan.

Lahan masyarakat yang berbasis persawahan lebih memiliki kecenderungan tidak terlalu mendominasi, namun banyaknya tegalan mengindikasikan bahwa permasalahan kesulitan air memang terjadi di lapangan. Pertanian dengan skala kecil di dusun jurang rejo sebagai sampelnya membutuhkan setidaknya dukung diesel pompa air untuk mencukupi irigasinya, meskipun sebenarnya tanaman tersebut tidak terlalu besar ketergantungannya terhadap air. Penanaman akan wortel, kentang, daun bawang, jeruk nipis, cengkeh menyebar diseluruh kawasan desa pandesari. Sedang pengelolaannya dikategorikan atas kepemilikan lahan itu sendiri.

Perubahan yang terjadi dalam penggunaan lahan tidak hanya sebatas itu, namun juga mencakup pada alih fungsinya. Karena pada titik tertinggi vegetasi penopang recharge area mengalami penurunan yang cukup signifikansi, maka tanah bagian top soil banyak tererosi dan mengalami pencucian mineralnya, sehingga berwarna merah dan hitam (berselingan setiap teras tanahnya). Asosiasi regosol dan andosol memang signifikan di kawasan pandesari, namun pola penggunaan lahan yang mendukung semakin besarnya erosi menyebabkan perubahan pula pada hara tanah. Sehingga juga menyebabkan perubahan pola penggunaan tanah dibagian tengah dan bawah. Seperti yang pada awalnya warga menanam komoditas pertanian di bagian tengah, maka semakin lama warga akan semakin naik untuk menggunakan lahan dibawah kanopi hutan lindung yang notabene asosiasi regosol dan andosol masih baik.

Penggunaan lahan lainnya yang digolongkan kedalam basis masyarakat adalah penggunaan untuk bangunan atau kuantitas lahan terbangun. Menurut nomograf, penggunaan lahan untuk kawasan terbangun seperti rumah warga, jalan, dan perkantoran disebutkan sedikit dan tidak melampaui 100 hektar. Sedangkan


(5)

temuan di lapangan, bahwa semakin massifnya pembangunan rumah di kawasan atas, khususnya di dusun jurang rejo, termasuk pembangunan kandang sapi yang juga menambah padatnya perumahan. Kawasan perkantoran saja yang mungkin tidak mengalami signifikansi perubahan atau perluasan, sedangkan fasilitas umum, seperti jalan, dan sebagainya sangat mengalami perkembangan dan cukup mendominasi porsi penggunaan lahan di desa pandesari. Seperti pada kawasan atas, pembukaan jalan-jalan baru untuk memberikan akses sambungan terhadap dusun jurang rejo, sebaluh, dan krajan pasti telah menambah jumlah alokasi lahan yang terbangun untuk jalan dan mengurangi porsi penggunaan lahan untuk kawasan hutan lindung. Sejalan dengan hal tersebut, banyaknya pembangunan rumah makan di kawasan dusun krajan, juga menyebabkan berkurangnya kuantitas lahan tersebut. Hal ini dikarenakan factor destinasi yang sengaja diciptakan dengan landmark “pujon kecamatan susu” maka banyaknya wisatawan yang datang juga mengakibatkan masyarakat mengikuti alur perubahan tersebut.

Kajian mengenai penggunaan lahan akan jauh lebih mendalam dibahas dan diperkuat dengan adanya kajian mengenai pH tanah, bahan organik tanah,

Tabel 4.1 Warna, Kandungan Bahan Organik dan Kapur Tanah

Nomer Titik Pengamatan HCl H2O

1 X = 0664857 Y = 9134066

Tidak Bereaksi Bereaksi

2 X = 0664856 Y = 9134081

Tidak Bereaksi Beraksi

3 X = 0664844 Y = 9134093

Tidak Bereaksi Bereaksi

4 Tanah warna coklat Tidak Bereaksi Bereaksi


(6)

Pada proses pengukuran kemiringan lereng, diperoleh 7 sekmen dengan rata-rata prosentase mencapai 45%. Untuk tiap sekmen pengambilan data dlakukan dengan cara mengambil jarak sepanjang 5 M. Hal tersebut bertujuan untuk menyesuaikan dengan kondisi umum topografi yang ada. Pada sekmen pertama, diperoleh hasil kemiringan sebesar 7° 30” jika diprosentasekan menjadi 35%. Kondisi umum pada sekmen pertama yaitu berupa lahan pertanian sayur, dimana sistem pengairan yang ada sudah menggunakan sistim peranian yang notabennya cocok digunakan untuk lahan dengan kemiringan yang ada. Selain itu dari pengukuran beberapa sekmen selanjutnya juga memiliki karakteristik yang sama yaitu berada pada lahan pertanian dengan beberapa tutupan kanopi yang relatif lebat. Adapun pengambilan tiap sekmen yang ada diperoleh titik koordinat berupa UTM yakni:

Tabel. 4.2 Kemiringan Lereng

NO Titik Koordinat Kemiringan Prosentase

1. 0664334

9134063 7° 30” 35%

2. 0664833

9134065 7° 50” 36%

3. 0664842

9134066 12° 30” 45%

4. 0664848

9134064 9° 0” 40%

5. 0664854

9134067 19° 50” 65%

6. 0664853

9134067 19° 10” 63%

7. 0664829

9134090 20° 0” 65%

Pada proses pengukuran lereng juga diketahui bahwa terdapat beberapa sekmen dengan kemiringan yang relatif sama akan tetapi juga diketahui terdapat 1 sekmen dengan kemiringan mencapai 65%, adapun karakteristik dari lokasi kajian tersebut yaitu merupakan daerah batas terasiring sehingga pengukuran dengan jarak 5 M yang diambil memiliki tingkat kemiringan yang relatif tinggi. Pada lokasi kajian juga dilakukan proses penghitungan kerapatan kanopi.


(7)

Penghitungan kerapatan kanopi didasarkan atas zonasi dan lokasi pengukuran kemiringan lereng. Pengukuran tingkat kerapatan yang ada dilakukan dengan cara mengambil jarak 15M². Pada penghitungan tersebut diperoleh hasil 46 pohon yang terdiri dari 23 pohon Pinus, 7 pohon lamtoro, 2 pohon nangka, 3 pohon jati, dan 5 pohon kopi. Dengan kondisi kerapatan kanopi yang relatif lebat, kemiringan lereng yang ada masih bisa terkonrol dari tingkat bahaya erosi. Selain itu pada sebagian lahan juga terdapat tanaman pakan ternak (Rumput Gajah) dan sebagian lagi digunakan sebagai lahan sayur gubis dan cabai rawit. Oleh karena itu pada lokasi kajian dapat diklasifikasikan sebgai lahan degan kondisi yang relatif miring akan tetapi masih tergolong aman dari tigkat bahaya erosi. Sehingga pada proses pengolahan selanjutnya perlu diperhitungkan lagi untuk pembuatan saluran pengairan yang ada agar konservasi lahan yang ada dapat terjaga dengan baik.

4.2 Kajian Sosial

1. Penduduk Desa Pandesari

Jumlah penduduk desa Pandesari kecamatan Pujon kabupaten Malang pada tahun 2015 sebanyak 10,322 jiwa (profil desa Pandesari, 2015). Dari jumlah total tersebut terbagi atas 5,366 jiwa laki-laki dan 4,956 jiwa perempuan. Jumlah penduduk pada tahun 2015 mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2014 jumlah penduduk desa Pandesari sebanyak 10, 275 jiwa. Hal ini berarti jumlah penduduk desa Pandesari dari tahun 2014 menuju tahun 2015 mengalami peningkatan sebesar 0,46 %. Dengan rincian terjadi peningkatan 0,37% pada penduduk laki-laki dan penduduk perempuan sebesar 0,54%.

Peningkatan jumlah penduduk yang sangat cepat di desa Pandesari dikarenakan banyaknya penduduk desa Pandesari yang pada usia subur tidak mengikuti program keluarga berencana (KB). Dari jumlah keseluruhan jumlah penduduk perempuan usia subur yang tidak mengikuti program keluarga berencana sebanyak 2,186 jiwa. Sedangkan yang mengikuti program keluarga berencana hanya 634 jiwa. Sedikitnya partisipasi penduduk desa Pandesari terhadap program keluarga berencana membuat peningkatan jumlah penduduk di desa Pandesari cukup tinggi.


(8)

Peningkatan jumlah penduduk yang cukup pesat di desa Pandesari selain dipengaruhi rendahnya minat penduduk desa Pandesari terhadap program keluarga berencana juga dipengaruhi oleh hal lain. Hal lain yang memperngaruhi tingginya pertumbuhan jumlah penduduk desa Pandesari adalah kualitas jumlah bayi yang lahir di desa Pandesari. Menurut data profil penduduk desa Pandesari pada tahun 2015 bayi yang lahir di desa Pandesari sebanyak 171 bayi. Dari total bayi yang lahir sebanyak 171 bayi semuanya dalam kondisi sehat. Selain kondisinya yang sehat ketika sejak lahir, kasus tingkat kematian bayi pada usia 0―12 bulan tidak ditemui di desa Pandesari.

2. Tingkat Kesehatan Masyarakat

Tingkat kesehatan masyarakat merupakan hal yang sangat penting untuk diperhatikan. Tingkat kesehatan berhubngan dengan tingkat produktivitas masyarakat dan harapan hidup masyarakat. Tingkat kesehatan masyarakat juga menggambarkan tingkat kebersihan suatu lingkungan yang menjadi tempat tinggal. Selain itu hal yang berhubungan dengan masyarakat yakni tingkat kesehatan kebutuhan makan dan minum serta mencuci yang digunakan oleh penduduk tersebut.

Menurut data profil desa Pandesari pada tahun 2015 wabah penyakit dengan penderita yang sangat banyak adalah muntaber. Jumlah penduduk desa Pandesari menurut data tahun 2015 terdapat 40 orang yang terkena wabah penyakit muntaber. Wabah muntaber yang menyerang penduduk desa Pandesari tersebut tidak sampai menyebabkan kotban meninggal dunia. Tingginya wabah penyakit muntaber yang terjadi di desa Pndesari dapat disebabkan oleh masih banyaknya jumlah keluarga yang memiliki WC dibawah standar kesehatan. Jumlah keluarga yang belum memiliki WC sehat sebanyak 475 keluarga.

Kesadaran penduduk desa Pandesari terhadap tingkat kesehatan dapat dikatakn sudah cukup baik. Hal ini berdasarkan data yang dihimpun dari buku profil desa Pandesari tahun 2015 yang menerangkan bahwa, penduduk akan berkunjung ke dokter apabila sedang menderita sakit. Sedangkan penduduk yang berkunjung ke


(9)

dukun terlatih maupun ke paranormal jumlahnya lebih sedikit. Tingkat kesadaran penduduk desa Pandesari yang berkunjung ke dokter ketika menderita sebuah penyakit mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran penduduk desa Pandesari sudah mulai tinggi.

3. Potensi Penduduk

Jumlah angkatan kerja yang terdapat di desa Pandesari pada tahun 2015 sebanyak 5,951 jiwa. Dari total keseluruhan tersebut terdapat 1,420 jiwa penduduk berusia 18―56 tahun yang masih sekolah dan tidak bekerja. Pada tingkatan usia yang sama terdapat penduduk sebanyak 2,340 jiwa yang hanya menjadi ibu rumah tangga. Penduduk yang bekerja secara penuh pada tingkatan usia 18―56 tahun terdapat 4,228 jiwa. Sedangkan penduduk yang bekerja secara tidak penuh sebanyak 1,740 jiwa dan juga terdapat penduduk yang berusia dalam rentang umur 18―56 tahun dalam keadaan cacat dan tidak bekerja sebanyak 10 jiwa.

Jumlah penduduk yang bekerja penuh dalam setiap hari lebih banyak dari penduduk yang menjadi beban (penduduk yang tidak bekerja, sekolah dan ibu rumah tangga). Banyaknya jumlah penduduk yang bekerja berarti tingkat produktivitas desa Pandesari sangat tinggi. Tingkat produktivitas yang tinggi akan berpengaruh kepada tingkat kesejahteraan masyarakat desa Pandesari.

Secara keseluruhan tingkat kesejahteraan penduduk desa Pandesari pada tahun 2015 dapat dikelompokkan menjadi lima kategori. Kategori tingkat kesejahteraan penduduk desa Pandesari tersebut diklasifikasikan dalam keluarga prasejahtera, keluarga sejahtera tingkat 1, keluarga sejahtera tingkat 2, keluarga sejahtera tingkat 3, dan keluarga sejahtera tingkat 3 plus. Dari masing-masing tingkat kesejahteraan pada tingkat keluarga prasejahtera terdapat sebanyak 671 keluarga, pada tingkat keluarga sejahtera tingkat 1 terdapat 349 keluarga, tingkat keluarga sejahtera tingkat 2 terdapat 563 keluarga, tingkat keluarga sejahtera tingkat 3 terdapat 1,019 dan tingkat keluarga sejahtera tingkat 3 plus terdapat 176 jiwa.


(10)

Letak desa Pandesari berada di daerah pegunungan dengan iklim yang dingin. Lokasi desa yang berada di daerah pegunungan membuat tingkat kebisingan yang terjadi di desa Pandesari sangat rendah (profil desa Pandesari, 2015). Kondisi desa yang seperti itu membuat sangat mendukung peternakan sapi perah yang ada di desa Pandesari.

A. Sektor pertanian masyarakat 1. Tanaman pangan

Mayoritas masyarakat desa pandesari merupakan masyarakat yang bekerja sebagian besar adalah pertanian dan peternakan. Hal ini di karenakan lahan yang subur untuk di tanami sebagai lahan pertanian, namun kebanyakan masyarakat juga menjadi petani dan juga peternak sapi perah. Alas an yang mereka ungkapkan sangatlah sederhana, yaitu untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari hari dan juga kebutuhan ternak mereka.

Dalam data yang kami peroleh di jelaskan mayoritas masyarakat dsa tersebut bekerja di sector pertanian dan peternakan. Untuk lahan pertanian pangan total semua petani seribu tigaratus satu (1301) keluarga yang bekerja di sector pertanian pangan. Namun masih di bagi lagi dalam beberapa tingkatan, yaitu jumlah keluarga yang memiliki tanah pertanian di kawasan Desa Pandesari ada delapan ratus satu (801) keluarga. Dan yang tidak memiliki lahan pertanian di Desa Pandesari ada sebanyak limaratus satu (501) keluarga yang tidak memiliki lahan pertanian.

Untuk jumlah keluarga yang memiliki lahan pertanian yang jumlah luas tanahnya kurang dari 10 hektar ada tujuh ratus tiga puluh dua (732) keluarga. Untuk kepemilikan lahan yang di atas lebih dari 10 – 50 hektar total keluarga adalah 0, dan untuk kepemilikan lahan lebih dari 50 – 100 hektar total keluarga ada 0, serta 100 hertar > adalah 0 keluarga. Dari total keluarga di atas dan jumlah mayoritas penggunaan lahan prtanian masih dibawah sepuluh hektar.


(11)

Masyarkat di daerah Desa Pandesari merupkan masyarakat pertanian yang sangat maju dalam produktifitas tanaman pangan. Hal ini dapat di katakana bahwa masyarakat daerah tersebut sukses dalam pemanfaatan lahan untuk bidang pertanian di sector pangan. Dapat kita lihat dari luas daerah tanaman pangan yang di tanam oleh petani merurut komoditasnya. Dari total lahan pertanian yang di manfaatkan untuk tanaman pangan hanya seluas empat puluh satu (41) hektar dan produktifitas dari total keseluruhannya adalah tigaratus tujuh puluh (370) ton per hektar.

Dalam pemanfaatan lahan yang paling tinggi di daerah Desa Pandesari adalah penggunaan lahan pertanian yang di tanami tanaman jugung sekitar 10 sepuluh hektar. Hal ini di karenakan mayoritas tanaman jagung tersebut di manfaatkan lagi pohonnya untuk pakan ternak. Dari jumlah lahan yang sangat luas tersebut hanya mampu menghasilkan produktifitas tanaman jagung sebesar tiga belas 13 ton perhektar.

Selain produktifitas jagung yang sangat berpengaruh yaitu produktifitas kubis, hal ini dapat di lihat dari hasil panen pertahun dan jumlah lahan yang di gunakan untuk menanam tanaman kubis tersebut. Untuk tanaman kubis sendiri di tanam dengan luas lahan enam hektar (6) dan menghasilkan panen sebanyak seratus dua puluh tiga ton (123) perhektar. Hal ini dapat kita kita lihat produktifitas unggulan di Desa Pandesari adalah Kubis yang sangat tinggi di kawasan tersebut.

Kemudian untuk hasil pertahun yang paling banyak setelah kubis adalah Sawi, hal ini di karenakan tanman sawi merupakan tanaman yang mudah di kembangkan, hanya membutuhkan waktu yang sebentar untuk memanen tanaman tersebut, jadi hasil yang terbanyak setelah kubis adalah sawi yang di tanam di lahan seluas empat (4) hektar dan mampu menghasilkan panen sebanyak seratus empat belas (114) ton perhektar. Factor pendukung yang mempengaruhi hasil panen sawi lebih mudah dan perawatan sawi tidak rumit.

Untuk hasil dari komuditas yang lain yaitu tanaman tomat yang cukup banyak kita temui di kawasan Desa Pandesari. Tanaman tomat sendiri merupakan tanaman


(12)

yang sangat membutuhkan perawatan yang cukup, hal ini di karenakan tanaman tomat jika di panenterlalu matang akan busuk dan jika terlalu muda akan tidak laku, jadi pada saat memanen tanaman tomat harus tepat dan juga tanaman tomat membutuhkan perhatian yang lebih karena mudah sekali terserang oleh hama. Dari total tanaman buah tomat yang di tanam di lahan seluas tiga (3) hektar dapat menghasilkan komoditi tomat sebanyak enam puluh (60) ton perthektar, dapat di katakan tomat merupakan salah satu tanaman komuditi di kasawan Desa Pandesari.

Selain ke empat jenis tanaman pangan di atas masih ada tanaman komoditas yang lain seperti wortel. Wortel merupakan tanaman yang dapat tumbuk baik dan bagus di kawasan yang memiliki iklim dan ketinggian tempat tertentu, hal ini di karenakan wortel adalah tanaman yang sangat membutuhkan perawatan yang cukup untuk menghasilkan wortel yang baik. Di Desa Pandesari sendiri merupakan desa yang berada di kawan dataran tinggi, lahan yang di gunakan untuk menanam tanaman wortel tersebut seluas sepuluh hektar (10 hektar), dengan pendapatan hasil panen pertahunnya sekitar dua puluh delapan ton (28 ton/hektar). Dari hasil tersebut dapat di simpulkan wortel merupakan tanaman komoditi di kawasan tersebut.

Tanaman lain yang banyak kita jumpai yaitu cabe, seiring perkembangan harga cabe yang masih tergolong tinggi, di daerah Pandesari sendiri merupakan kawasan yang memiliki komoditi cabe. Hal ini dapat di lihat denga jumlah para petani cabe yang banyak di jumpai sepanjang jalan menuju kasawasa Dusun Jurang Rejo yang berada di kawasan atas banyak sekali para petani yang menanam tanaman tersebut. Dari lahan yang di tanami sekitar empat hektar (4 hektar) dapat menghasilkan cabe sebanyak duapuluh empat ton (24 ton/hektar).

Selain tanaman untuk kebutuhan sehari hari di kawasan tersebut juga merupakan daerah penghasil ubi – ubian, ubo jalar merupakan tanaman yang sangat bagus di tanam di kawasan yang beriklim tropis, ubi jalar sendiri di tanam sekitar satu hektar dengan total penghasilan panen pertahunnya adalah 5 ton perhektar. Selain ubi jalar ada jga ubi kayu yang di taman di lahan seluas satu hektar dengan presentase hasiil tanam sebanyak satu ton pertahun. Hal ini di karenakan untuk ubi kayu sendiri


(13)

mrmbutuhkan waktu yang lama dan untuk umbi jalas hanya membutuhkan waktu bebrapa bulan untuk memanen, jadi terdapat perbandingan yang cukup banyak meskipun sama sama di tanam di lahan seluas satu hektar.

Daerah Desa Pande Sari merupakan daerah yang sangat bervariasi dalam hasil tanaman yang di hasilkan, selain itu model bertanam di daerah tersebut juga berfariasi ada yang dengan tunggal ada juga yang menggabungan ke dua tanaman di tanam dalam satu lahan, masyarakat sekitar menyebutnya tumpangsari. Untuk penanaman tumpangsi sendiri di lakukan masyrakat di lahan seluas satu hektar dengan jenis tanaman yang berbeda, dengan hasi pertahunnya sebanyak dua ton pertahun dari macam macam tanaman yang berada dalam satu lahan tersebut.

Selain tanaman di atas seperti kacang kedelai, kacang tanah, kacang panjang, kacang mede, kacang merah, padi sawah, padi lading, bawang merah, bawang putih, kentang, mentimun, buncis brokoli, terong, bayam, kangkung, kacang tumis, umbi-umbian, selada, talas merupakan tanaman yang hanya sebagian kecil di tanam oleh petani karena kurang dari satu hektar lahan yang di butuhkan jadi tidak mempengaruhi komuditas utama yang ada di kawasan tersebut hana sebagai pelengkap dalam pertanian dan kebutuhan masyarakat sekitar tidak di jual belikan di luar kota.


(14)

3. Jenis komoditas buah buahan yang di budidayakan Kepemilikan lahan tanaman buah

Masyarakiat Desa Pandesari selain bekersa bebagai petani sayur mereka pun juga membudidayakan tanaman antra lain seperti buah- buahan. Namun jumlah keluarga yang memiliki tanah atau lahan yang di gunakan sebagai tanah perkebunan hanya sekitar 6 kepala keluarga yang memiliki perkebunan tersebut. Selain itu mayoritas masyarakat yang tidak memiliki perkebunan sangatlah banyak yaitu dua ribu tujuh ratus tujuh puluh dua (2772 keluarga).

Untuk jumlah keluarga yang memiliki lahan pertanian yang jumlah luas tanahnya kurang dari 10 hektar ada enam (6) keluarga. Untuk kepemilikan lahan yang di atas lebih dari 10 – 50 hektar total keluarga adalah 0, dan untuk kepemilikan lahan lebih dari 50 – 100 hektar total keluarga ada 0, serta 100 hertar > adalah 0 keluarga. Dari total keluarga di atas dan jumlah mayoritas penggunaan lahan perkebunan masih dibawah sepuluh hektar ada6 keluarga.

Masyarakat di sana merupakan masyarakat yang paling banyak bekerja di sector pertanian buah dan juga petani sayuran. Dikarenakan factor yang mendukung sebelunya sudah di jelaskan di atas, sebagian besar wilayah Pandesari merupakan kawasan yang berada di dataran tinggi, selain memiliki lahan yang subur juga memiliki jenis tanah yang bagus di kembangkan sebagai lahan pertanian yang sangat maju.

Wilayah Desa Pandesari merupakan desa yang sangat luas di bandingkan desa yang lain, hal ini dapat di lihat dari dipecahnya desa pandesari atas dan pandesari bawah, demikian masyarakat sekitar menyebut. Mayoritas penduduk beragam suku yang berbeda seperti Madura, Jawa dan selain itu kearifan local penduduk sangatlah berpengaruh dengan toeransi yang sangat baik dengan demikan masyarakat Pandesari sangatlah bersatu dalam urusan desanya.

Dalam pertanian dan juga peternakan mayoritas desa Pandesari sangatlah maju dalam mehjalankan semua kegiatan tersebut masyarakat selalu di damping oleh tim ahli


(15)

dalam mengembangkan dan juga meningkatkan hasil pertanian dan juga hasil peternakan. Dapat di lihat dengan adanya paguyuban yang memberikan penyuluhan tentang pertanian dan juga peternakan.

Selain itu di desa Padesari sangat sering di gunakan untuk para mahasiswa dalam melakukan kegiatan kuliah seperti KKL dan KKN. Oleh sebab itu masyarakat sangatlah terbuka bagi kegiatan yang masuk di desa Pandesari. Dalam pertanian di sector perkebunan yaitu buah –buahan di kawasan desa Pndesarui yang menjadi komoditas utamanya adalah apel.

Tanaman yang tumbuh di kawasan desa Pandesari adalah tanaman yang produktif dengan jumlah pendapatan sangatlah mendukung dan juga banyak. Dengan demikian Pandesari selain sebagai desa yang memilii komuditas utama sebagai peternak dan penghasil susu terbanyak juga sebagai desa yang mampu berkembang dalam sector partanian dan juga perkebunan.

Untuk tanaman apel sendiri di tanam di Desa Pandesari seluas 5 hektar dan hasil dalam satu hektar adalah 16 ton per hektar, jadi dapat di katakana bahwa tanaman buah apel sangat bagus atau cocok di tanam di daerah tersebut. Selain itu masyarakat sangatlah bergantung dari sector tersebut, tanaman lain ang menjadikan desa Pandesari sebagai desa yang dapat memenuhi kebutuhan dan menghasilkan produk unggulan yaitu buah jeruk, alpukat, dan pisang.

Untuk buah alpukat sendiri, yang di tanami buah tersebut berada di lahan yang ada di dataran tinggi tepat di Dusun Jurang rejo dengan luas lahan yaitu satu hektar, dengan jumlah lahan tersebut dapat menghasilkan panen buah alpukad sebanyak tiga ton per hektar. Jadi dapat di katakana bahwa buah alpukat tumbuh dengan baik di kawasan tersebut dikarenakan suhunya yg lumayan dingin dan alpukad dapat tumbuh baik di kawasan yang sejuk.

Selain buah alpukat, buah jeruk juga menjadi salah satu komuditi paling memberikan kontribbusi yang bayak di bidang erkebunan setelah apel. Hal ini dapat kita lihat dari jumlah tanaman buah jeruk yang ada di kawasan Desa Pandesari di


(16)

tanam di lahan seluas Lima hektar, dengan jumlah panen per hektarnya adalah Sembilan ton per hektar. Jadi tanaman jeruk merupakan tanaman yang menjadi produk unggulan setelah tanaman buah apel.

Selanjutnya untuk buah pisang di tanam di lahan seluas satu hektar dengan jumlah hasil panen yaitu lima ton perhektanya. Selain buah di atas terdapat juga kenis buah yang lainnya seperti: anggur, murbey, nanas dan lain sebaginya. Dari total keseluruhan yang dapat di peroleh kawasan Desa Pandesaridalam biadang tanaman dan buah buahan dengan total lahan 12 hektar dangan hasil per heltar total semuanya adalah 33 ton perhektarnya.

Dengan total lahan yang di tanami tanaman tersebut sebagai komoditas utama dalam sector perkebunan, desa Pandesari sendiri merupakan desa yang kaya akan sumber daya alam yang sangat bagus dan potensial, dan selain tanaman juga dari segi peternakan pandesari merupakan desa yang maju akan peternakan sapi perahnya dan desa dengan penghasil susu sapi terbesar se malang raya. Oleh sebab itu mayoritas masyarakat di desa tersebut tergolong makmur dan sejahtera dalam hasil pendapatannya.

4. Untuk Penjualan hasil tanaman pangan dan buah –buahan

Untuk penjualan hasil panen buah dan sayur, mayoritas masyarakat di sana menjual sayurannya kepada pengecer, hal ini di karenakan tidak membutuhkan waktu yang lama dalam proses penjualan, selain itu masyarakat langsung menerima hasil dari panen mereka secara langsung di lokasi tersebut atau juga di ladang. Jadi masyarakat memilik anggapang mereka langsung menjual hasil panen mereka kepada pengecer dengan tujuan ingin segara menikmati hasil dari panen mereka, dan tidak melalui perantara atau pengepul.

B. Peternakan

Peternakan adalah kegiatan mengembangbiakkan dan membudidayakan hewan ternak untuk mendapatkan manfaat dan hasil dari kegiatan tersebut. Peternakan tidak terbatas pada pemeliharaan saja, tetapi bertujuan untuk


(17)

menghasilkan sesuatu dari ternak peliharaan tersebut. memelihara dan beternak perbedaannya terletak pada tujuan yang ditetapkan. Masyarakat dusun Jurangrejo, desa Pandesari, Pujon terkenal dengan peternakan sapi perahnya. Peternakan sapi perah di dusun ini merupakan sebuah usaha dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Usaha peternakan sapi perah di Indonesia saat ini sebagian besar (90%) masih merupakan usaha peternakan rakyat yang merupakan defenisi usaha tani dalam arti sempit dengan tujuan utama untuk memenuhi kebutuhan subsistensi petani dan keluarganya (Mubyarto, 1995 dalam Sulistyati, 2013). Selanjutnya Atmadilaga (1975) mengemukakan bahwa peternakan rakyat merupakan suatu usaha keluarga yang tidak menggunakan hukum ekonomi produksi secara ketat. Dikatakan tidak menggunakan hokum produksi ekonomi secara ketat, karena pada dusun tersebut dijumpai peternakan rakyat yang mana tujuannya hanya berupa mendapatkan hasil dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari dan tidak mengembangkan industry sapi perah lebih jauh lagi.

Dusun Jurangrejo, Desa pandesari merupakan sebuah desa yang terbilang cukup berpotensi dalam bidang pertanian dan peternakan. Jenis tanah, iklim, ketinggian yang mendukung serta curah hujan yang mencukupi. Sehingga memenuhi kebutuhan pakan ternak dan kebutuhan pertanian lainnya. Kondisi tersebut berbanding terbalik dengan kondisi sumber daya manusia yang ada, sehingga merupakan kendala besar dalam meningkatkan hasil ternak dan menciptakan sebuah industry yang menguntungkan bagi warga sekitar. Hal yang menyebabkan rendahnya sumber daya manusia adalah belum terbukanya pemikiran warga sekitar dalam hal pentingnya pendidikan dan sekolah. Inilah salah satu hal mengapa dikatakan usaha peternakan rakyat yang masih sempit yang, dalam rangka bertani atau beternak hanya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Rendahnya pendidikan diakibatkan doktrin dari orangtua dan masyarakat setempat sendiri, bahwa sekolah tidak perlu tinggi-tinggi, cukup untuk mengetahui membaca dan menulis. Karena bagi mereka sekolah tinggi itu tidak ada gunanya. Alasannya orangtua setempat juga tidak sekolah, hanya beternak sapi perah, tetapi mampu memenuhi kebutuhan seharu-hari, jadi bagi mereka bekerja merupakan nomor 1.


(18)

Rendahnya sumber daya manusia yang ada mengakibatkan pengelolaan peternakan sapi perah masih bersifat tradisional. Hal ini terlihat dari cara mengelola pakan dan kotoran sapi, serta pengelolaan susu sapi serta cara memproduksinya. Masyarakat peternak sapi perah di dusun ini masih menggunakan makanan jenis rumput dan obat-obatan yang bersifat tradisional, bahkan obat tersebut juga diperoleh dari koperasi yang menawarkan dan menyediakan. Belum ada ditemui warga yang memberikan makanan atau obat khusus dalam meningkatkan kualitas susu sapi yang dihasilkan. Pengelolaan kotoran sapi masih bersifat tradisional yaitu, jika tidak dijadikan sebagi biogas, maka dibuang ke sungai. Penggunaan biogas juga tidak seberapa oleh masyarakat setempat, sedangkan desa dusun rejo memiliki kawasan pertanian sayur yang cukup luas. Hal ini tidak dikelola secara kreatif diakibatkan oleh tingkat pendidikan dan kreatifitas warga setempat yang masih rendah. Cara memeras susu sapi juga masih bersifat sangat tradisional, masih diperah dengan tangan dengan kata lain manual, berbeda dengan peternakan susu spai perah yang ada di Tapanuli Utara, Sumatera Utara sudah menggunakan alat bantu berupa mesin dalam memerah susu sapi. Hal ini dikarenakan masyrakat atau warga sekitar takut akan biaya dan belum terbuka dengan tehnologi yang ada.

Produksi serta industry yang besar muncul dari adanyan pemikiran kreatif seseorang untuk membangun dirinya terlebih dahulu. Rendahnya SDM yang ada mengakibatkan masyarakat sekitar masih bergantung pada koperasi yang ada, sehingga keuntungan yang dihasilkan terbatas. Berbeda jika dikelola sendiri dan membuka industry susu rumahan sendiri, kemungkinan akan menghasilkan lebih banyak dari pada harus menjual mentah kepada koperasi dusun tersebut yang hanrganya relative murah, yang bersikar Rp 4000 s/d Rp 5000 tergantung kelebihan lemak yang terdapat dalam susu. Dibalik hal tersebut, ada beberapa peternak sapi perah yang beruntung karena sapinya sudah di tawar oleh beberapa perusahaan susu yang besar untuk diambil perahan susunya. Seperti Indolakto, Nestle dll. Dari peristiwa tersebut harusnya mampu menciptakan pasar yang menghasilkan lebih besar dari biasanya, sebelum pada akhirnya para peternak susu sapi perah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan yang lebih besar tersebut.


(19)

Geografi ekonomi ialah kajian lokasi, pengagihan, dan susunan ruangan tentang aktiviti-aktiviti ekonomi merentasi seluruh dunia. Isi yang diselidiki amat dipengaruhi oleh pendekatan perkaedahan seseorang penyelidik. Dari pengertian tersebut dapat disimpulakn bahwa perekonomian suatu masyarakat tersebut harus didukung oleh aktivitas dari seisi ruang tersebut, sehingga tidak dapat difokuskan pada satu pekerjaan, seperti yang ada didusun jurang rejo, tetapi harus seimbang antara pekerjaan dengan pemikiran yang menghasilkan. Namun demikian, usaha peternakan sapi perah sampai saat ini masih terus bertahan. Rendahnya produktivitas sapi perah disebabkan oleh kondisi manajemen usaha sapi perah di tingkat peternak yang masih tradisional. Manajemen budidaya (on farm) yang baik dan benar belum diadopsi dengan sempurna oleh peternak. Hal ini diperburuk dengan sistem mata rantai pengumpulan distribusi susu yang tidak memadai. Maka dengan demikian diharapkan masyarakat mau terbuka dengan adanya pendidikan dan mau terbuka dengan pentingnya pendidikan agar mampu menciptakan industry yang lebih menguntungkan bagi masyarakat itu sendiri, dalam mendukung tulisan ini, penulis mendapatkan beberapa data peternakan yang factual berdasarkan data lapangan.

Tabel 4.3 Kepemilikan Ternak

Uraian Jumlah

pemili k

Perkiraan jumlah populasi

Satuan

Sapi 1450 5800 Ekor

Kerbau 0 0 Ekor

Babi 0 0 Ekor

Ayam kampung 450 2900 Ekor

Jenis ayam broiler 0 0 Ekor

Bebek 30 597 Ekor

Kuda 2 5 Ekor


(20)

Domba 14 271 Ekor

Angsa 16 70 Ekor

Burung puyuh 0 0 Ekor

Kelinci 12 150 Ekor

Burung walet 0 0 Ekor

anjing 17 50 Ekor

kucing 20 70 Ekor

Ular cobra 0 0 Ekor

Burung onta 0 0 Ekor

Ular pithon 0 0 Ekor

Burung cendrawasih 0 0 Ekor

Burung kakatua 0 0 Ekor

Burung beo 1 0 Ekor

Burung merak 0 0 Ekor

Burung langka lainnya 0 0 Ekor

buaya 0 0 Ekor

Tabel 4.4 Produksi Peternakan

Uraian Volume

Susu (ton) 10.000.000

Kulit (ton) 0

Telur (ton) 0

Daging (ton) 0

Madu (ton) 0

Liur (ton) 0

Liur burung wallet (ton) 0

Minyak (ton) 0


(21)

Aderamata (ton) 0

Tabel 4.5 Ketersediaan hijauan pakan ternak

Uraian Volume

Luas tanaman pakan ternak (rumput gajah) 350 Produksi hijauan pakan ternak (ton) 40.000

Luas lahan gembalaan (ton) 0

Dipasok dari luar desa (ton) 0

Disubsidi dinas (ton) 0

Tabel 4.6 Pemilik usaha pengolahan hasil ternak

Uraian Jumlah pemilik Satuan

Dendeng 0 Orang

Abon 0 Orang

Penyamakan kulit 0 Orang

Madu lebah 0 Orang

Biogas 237 Orang

Telur asin 0 Orang

Krupuk kulit 0 Orang

Penyemakan kulit 0 Orang

Kerajinan tangan 0 Orang

Tabel 4.7 Mekanisme pemasaran hasil ternak

Uraian Pilihan

Dijual langsung ke konsumen Tidak

Dijual ke pasar Tidak


(22)

Dijual melalui tengkulak Tidak

Dijual melalui pengecer Tidak

Dijual ke lumbung dessa Tidak

Tidak dijual Tidak

Tabel 4.8 Ketersediaan lahan pemeliharaan ternak atau padang pengembalaan

Uraian Luas/ha

Milik masyarakat umum 0

Milik perusahaan peternakan 0

Milik perorangan 0

Sewa pakai 0

Milik pemerintah 0


(23)

Rujukan

Santosa, S dan S. Atmawinata. 1992. Peta Gelogi Lembar Kediri, Jawa. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.


(1)

Rendahnya sumber daya manusia yang ada mengakibatkan pengelolaan peternakan sapi perah masih bersifat tradisional. Hal ini terlihat dari cara mengelola pakan dan kotoran sapi, serta pengelolaan susu sapi serta cara memproduksinya. Masyarakat peternak sapi perah di dusun ini masih menggunakan makanan jenis rumput dan obat-obatan yang bersifat tradisional, bahkan obat tersebut juga diperoleh dari koperasi yang menawarkan dan menyediakan. Belum ada ditemui warga yang memberikan makanan atau obat khusus dalam meningkatkan kualitas susu sapi yang dihasilkan. Pengelolaan kotoran sapi masih bersifat tradisional yaitu, jika tidak dijadikan sebagi biogas, maka dibuang ke sungai. Penggunaan biogas juga tidak seberapa oleh masyarakat setempat, sedangkan desa dusun rejo memiliki kawasan pertanian sayur yang cukup luas. Hal ini tidak dikelola secara kreatif diakibatkan oleh tingkat pendidikan dan kreatifitas warga setempat yang masih rendah. Cara memeras susu sapi juga masih bersifat sangat tradisional, masih diperah dengan tangan dengan kata lain manual, berbeda dengan peternakan susu spai perah yang ada di Tapanuli Utara, Sumatera Utara sudah menggunakan alat bantu berupa mesin dalam memerah susu sapi. Hal ini dikarenakan masyrakat atau warga sekitar takut akan biaya dan belum terbuka dengan tehnologi yang ada.

Produksi serta industry yang besar muncul dari adanyan pemikiran kreatif seseorang untuk membangun dirinya terlebih dahulu. Rendahnya SDM yang ada mengakibatkan masyarakat sekitar masih bergantung pada koperasi yang ada, sehingga keuntungan yang dihasilkan terbatas. Berbeda jika dikelola sendiri dan membuka industry susu rumahan sendiri, kemungkinan akan menghasilkan lebih banyak dari pada harus menjual mentah kepada koperasi dusun tersebut yang hanrganya relative murah, yang bersikar Rp 4000 s/d Rp 5000 tergantung kelebihan lemak yang terdapat dalam susu. Dibalik hal tersebut, ada beberapa peternak sapi perah yang beruntung karena sapinya sudah di tawar oleh beberapa perusahaan susu yang besar untuk diambil perahan susunya. Seperti Indolakto, Nestle dll. Dari peristiwa tersebut harusnya mampu menciptakan pasar yang menghasilkan lebih besar dari biasanya, sebelum pada akhirnya para peternak susu sapi perah dikuasai oleh perusahaan-perusahaan yang lebih besar tersebut.


(2)

Geografi ekonomi ialah kajian lokasi, pengagihan, dan susunan ruangan tentang aktiviti-aktiviti ekonomi merentasi seluruh dunia. Isi yang diselidiki amat dipengaruhi oleh pendekatan perkaedahan seseorang penyelidik. Dari pengertian tersebut dapat disimpulakn bahwa perekonomian suatu masyarakat tersebut harus didukung oleh aktivitas dari seisi ruang tersebut, sehingga tidak dapat difokuskan pada satu pekerjaan, seperti yang ada didusun jurang rejo, tetapi harus seimbang antara pekerjaan dengan pemikiran yang menghasilkan. Namun demikian, usaha peternakan sapi perah sampai saat ini masih terus bertahan. Rendahnya produktivitas sapi perah disebabkan oleh kondisi manajemen usaha sapi perah di tingkat peternak yang masih tradisional. Manajemen budidaya (on farm) yang baik dan benar belum diadopsi dengan sempurna oleh peternak. Hal ini diperburuk dengan sistem mata rantai pengumpulan distribusi susu yang tidak memadai. Maka dengan demikian diharapkan masyarakat mau terbuka dengan adanya pendidikan dan mau terbuka dengan pentingnya pendidikan agar mampu menciptakan industry yang lebih menguntungkan bagi masyarakat itu sendiri, dalam mendukung tulisan ini, penulis mendapatkan beberapa data peternakan yang factual berdasarkan data lapangan.

Tabel 4.3 Kepemilikan Ternak

Uraian Jumlah

pemili k

Perkiraan jumlah populasi

Satuan

Sapi 1450 5800 Ekor

Kerbau 0 0 Ekor

Babi 0 0 Ekor

Ayam kampung 450 2900 Ekor

Jenis ayam broiler 0 0 Ekor

Bebek 30 597 Ekor

Kuda 2 5 Ekor


(3)

Domba 14 271 Ekor

Angsa 16 70 Ekor

Burung puyuh 0 0 Ekor

Kelinci 12 150 Ekor

Burung walet 0 0 Ekor

anjing 17 50 Ekor

kucing 20 70 Ekor

Ular cobra 0 0 Ekor

Burung onta 0 0 Ekor

Ular pithon 0 0 Ekor

Burung cendrawasih 0 0 Ekor

Burung kakatua 0 0 Ekor

Burung beo 1 0 Ekor

Burung merak 0 0 Ekor

Burung langka lainnya 0 0 Ekor

buaya 0 0 Ekor

Tabel 4.4 Produksi Peternakan

Uraian Volume

Susu (ton) 10.000.000

Kulit (ton) 0

Telur (ton) 0

Daging (ton) 0

Madu (ton) 0

Liur (ton) 0

Liur burung wallet (ton) 0

Minyak (ton) 0


(4)

Aderamata (ton) 0

Tabel 4.5 Ketersediaan hijauan pakan ternak

Uraian Volume

Luas tanaman pakan ternak (rumput gajah) 350 Produksi hijauan pakan ternak (ton) 40.000

Luas lahan gembalaan (ton) 0

Dipasok dari luar desa (ton) 0

Disubsidi dinas (ton) 0

Tabel 4.6 Pemilik usaha pengolahan hasil ternak

Uraian Jumlah pemilik Satuan

Dendeng 0 Orang

Abon 0 Orang

Penyamakan kulit 0 Orang

Madu lebah 0 Orang

Biogas 237 Orang

Telur asin 0 Orang

Krupuk kulit 0 Orang

Penyemakan kulit 0 Orang

Kerajinan tangan 0 Orang

Tabel 4.7 Mekanisme pemasaran hasil ternak

Uraian Pilihan

Dijual langsung ke konsumen Tidak

Dijual ke pasar Tidak


(5)

Dijual melalui tengkulak Tidak

Dijual melalui pengecer Tidak

Dijual ke lumbung dessa Tidak

Tidak dijual Tidak

Tabel 4.8 Ketersediaan lahan pemeliharaan ternak atau padang pengembalaan

Uraian Luas/ha

Milik masyarakat umum 0

Milik perusahaan peternakan 0

Milik perorangan 0

Sewa pakai 0

Milik pemerintah 0


(6)

Rujukan

Santosa, S dan S. Atmawinata. 1992. Peta Gelogi Lembar Kediri, Jawa. Bandung: Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi.