Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Petugas Karantina Hewan dalam Pengendalian Bruselosis di Sulawesi Selatan

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTIK PETUGAS
KARANTINA HEWAN DALAM PENGENDALIAN
BRUSELOSIS DI SULAWESI SELATAN

SUMITRO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Tingkat Pengetahuan,
Sikap dan Praktik Petugas Karantina Hewan dalam Pengendalian Bruselosis di
Sulawesi Selatan adalah benar karya saya denganarahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2015
Sumitro
NIM B251130184

RINGKASAN
SUMITRO. Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Petugas Karantina Hewan
dalam Pengendalian Bruselosis di Sulawesi Selatan. Dibimbing oleh HADRI
LATIF dan ETIH SUDARNIKA.
Bruselosis adalah salah satu penyakit hewan menular yang menjadi prioritas
nasional dalam pengendaliannya.Penyakit ini dapat menimbulkan kerugian
ekonomis dan bersifat zoonosis. Status bruselosis di wilayah Indonesia yang
beragam menjadi titik kritis perhatian agar penyebaran bruselosis akibat lalulintas
hewan dapat dihindari. Hal ini berkaitan erat dengan tugas pokok dan fungsi
karantina hewan dalam mencegah masuk dan tersebarnya penyakit hewan dalam
wilayah Republik Indonesia.
Sumberdaya manusia yang berkualitas sangat penting dalam menunjang
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi suatu organisasi. Variabel yang menunjukkan
kualitas individuantaralain pengetahuan, sikap, dan praktik. Pengetahuan menjadi
dasar terbentuknya sikap seseorang terhadap sesuatu hal. Sikap belum tentu

terwujudsecara otomatis dalam suatu praktik.Faktor pendukung atau suatu kondisi
yang memungkinkan diperlukan untuk mewujudkannya menjadi perbuatan nyata.
Penelitian ini bertujuan (1) mengidentifikasi karakteristik petugas karantina
hewan di Sulawesi Selatan; (2) mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik
petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan; (3)
menganalisis pola hubungan karakteristik, pengetahuan, dansikap terhadap
praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi
Selatan.
Penelitian ini dilakukan di dua Unit Pelaksana Teknis Badan Karantina
Pertanian di Sulawesi Selatan mulai Juli sampai Oktober 2014 dengan 51 orang
petugas karantina hewan sebagai responden. Metode pengumpulan data
menggunakan kuesioner terstruktur meliputi aspek karakteristik, pengetahuan,
sikap, dan praktik terhadap pengendalian bruselosis.Penilaian tingkat
pengetahuan,sikap, dan praktik dilakukandengan membagi tiga selisih antara skor
maksimal dengan skor minimal.Hasil pembagian tersebut kemudian dijadikan
selang untuk menentukan kategori tingkat pengetahuan, sikap dan praktik. Pola
hubungan antar variabel penelitian dianalisis menggunakan analisis jalur (path
analysis)berdasarkan nilai koefisien korelasi Pearson yang distandardisasi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik petugas karantina hewan
sebagian besar berusia antara 30-45 tahun,lama bekerja sebagai pegawai negeri

sipil (PNS) maupun lama bekerja di tempat sekarang kurang dari lima tahun, dan
pendidikannyasebagian besar SMA/sederajat. Tidak semua petugas karantina
hewan adalah pejabat fungsional sertamayoritas belum pernah mengikuti
pelatihan terkait bruselosis. Tingkat sikap dan praktik petugas karantina hewan
dalam pengendalian bruselosis sebagian besar berkategori baik, sedangkan tingkat
pengetahuannyasebagian besar berkategori cukup.
Pola hubungan antar variabel penelitian menunjukkan bahwa praktik
pengendalian bruselosis dipengaruhi secara nyata oleh lama bekerja sebagai PNS
dan sikap.Sikap terkait pengendalian bruselosis secara nyata dipengaruhi oleh

tingkat fungsional dan pengetahuan.Pengetahuan terkait pengendalian bruselosis
secara nyata dipengaruhi oleh pendidikan formal.
Analisis jalur menunjukkan bahwa terdapat duavariabel yang berpengaruh
langsung terhadap praktik pengendalian bruselosis yaitu: sikap dan lama sebagai
PNS. Pendidikan formal memiliki pengaruh total terbesar ketiga setelah variabel
lama PNS dan sikap walaupun tidak berpengaruh secara nyata terhadap praktik
pengendalian bruselosis. Pengaruh total tersebut berasal dari pengaruh langsung
dan pengaruh tidak langsung terhadap sikap maupun pengetahuan.
Pendidikan formal berperan penting dalam terbentuknyapengetahuan, sikap,
dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis.Semakin

tinggi pendidikan formal yang dimiliki oleh petugas karantina hewan semakin
baik pula pengetahuan, sikap dan praktik terkait pengendalian bruselosis.
Sehingga upaya peningkatan pendidikan formalpada petugas karantina hewan
perlu dilakukan.
Kata kunci: bruselosis, analisis jalur, pengetahuan, praktik, sikap

SUMMARY
SUMITRO. Knowledge,Attitude, and Practice Level of Animal Quarantine
Officers in the Control of Brucellosis in South Sulawesi. Supervised by HADRI
LATIF and ETIH SUDARNIKA.
Brucellosisisacontagious
animaldiseasethatbecomesa
nationalpriorityincontrol. This diseasecouldcauseeconomiclossesand be transmited
to humans (zoonotic). A different status of brucellosis in some parts in Indonesia
should be taken into account as a critical point in order to prevent the spread of
brucellosis through animal movements.It is related to the duty and function of
animal quarantine to prevent the introduction and spread of animal diseases into
the territory of the Republic ofIndonesia.
The high quality of human resources plays an important role to support the
duty and function of an organization.The variableswhichindicatethe quality

ofperson are knowledge, attitudes,andpractices. Knowledgeis abasicto develop
someone’s
attitudes
towardssomething.Attitudecould
not
be
performedautomaticallyinapractice. Supporting factorsorconditionsare required to
make attitude intorealaction.This studywas aimed to(1) identify the characteristics
ofthe animalquarantineofficersinSouth Sulawesi; (2) measurethe level
ofknowledge, attitudeandpractice ofanimalquarantineofficersin controlling
ofbrucellosisinSouthSulawesi;
(3)
analyzethe
relationship
patterns
ofcharacteristics, knowledge, and attitudes towards the practicesof
animalquarantineofficersin the control ofbrucellosisinSouthSulawesi.
This research was conductedintwoTechnical Implementation Unitof
Agriculture
Quarantine

AgencyinSouthSulawesifrom
July
toOctober
2014involving51animalquarantineofficersasrespondents.
Data collectionwas
conducted usinga structured questionnairescoveringaspects ofcharacteristics,
knowledge, attitudesandpracticestowardsbrucellosis control. Assessment of the
levelof knowledge, attitudes, andpracticeswas carried outby dividing
thedifferencebetween maximum score and minimum score with three. The result
ofthe division wasthenused asthe intervaltodeterminethe categorylevel of
knowledge, attitudeandpractice. The pattern ofrelationships amongvariables was
analyzedusingpathanalysisbased on thePearsoncorrelationcoefficient valuesthat
had beenstandardized.
The
study
showed
that
the
characteristics
ofthe

animalquarantineofficerswere mostly30-45yearsold,andthey worked as a
government officerslessthanfiveyears. Most of them went tothehigh schoolor
equivalent. Not allof animalquarantineofficers were as functionaland themajority
of themhave not yet attended the trainingon brucellosis. The attitudeandpractice
level ofanimalquarantineofficersinthe brucellosiscontrolwere mostly in
thegoodcategory, while the level ofknowledgein a few more of respondensts was
categorizedmoderate.
The pattern ofrelationship amongvariables in the studyshowedthatthe
practices of the brucellosiscontrol were influencedsignificantlybythe period of
working timeasgovernment officersandthe attitude. Theattitudesrelated to the
brucellosiscontrolwas significantly affectedbythe functional levelsandknowledge.

The knowledgerelated to the brucellosiscontrolwas significantly affectedbythe
formaleducation.
Path analysisshowedthatthere were two variablesthatdirectly influenced
thebrucellosiscontrol practices, i.e., attitudeandperiod of working time as
government officers.Formal educationwas thethirdlargest oftotal effects
aftervariables of period of working time as governement officer and attitude,
although it did not significantly affectthe practice ofbrucellosiscontrol. The total
effects

were
derivedfromthe
directeffectandindirect
effecttowards
attitudesandknowledge.
Formaleducationplayed an important roleinthe development ofknowledge,
attitudes, andpracticesof animalquarantineofficersin controllingbrucellosis. Higher
formal educationof animalquarantineofficers showed betterknowledge,
attitudesandpracticesrelated tocontrolbrucellosis. So the improvement of formal
educationinanimalquarantineofficers wasneeded.
Keywords: attitude, brucellosis, knowledge, path analysis, practice

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

TINGKAT PENGETAHUAN, SIKAP, DAN PRAKTIK PETUGAS
KARANTINA HEWAN DALAM PENGENDALIAN
BRUSELOSIS DI SULAWESI SELATAN

SUMITRO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Drh Trioso Purnawarman, MSi


Judul Tesis :Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Petugas Karantina Hewan
dalam Pengendalian Bruselosis di Sulawesi Selatan
Nama
: Sumitro
NIM
: B251130184

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr med vet DrhHadri Latif, MSi
Ketua

Dr Ir Etih Sudarnika, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Kesehatan Masyarakat Veteriner

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr med vet Drh Denny Widaya Lukman, MSi

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian:13 Februari 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul tesis ini
adalah Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Praktik Petugas Karantina Hewan dalam
Pengendalian Bruselosis di Sulawesi Selatan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr med vetDrh Hadri Latif,
MSi dan Ibu Dr Ir Etih Sudarnika, MSi selaku pembimbing.Terima kasih juga
disampaikan kepada Bapak Dr med vet Drh Denny W Lukman, MSi selaku Ketua
Program Studi Kesehatan Masyarakat Veteriner serta segenap staf pengajar
Program Studi Kesmavet yang telah banyak memberi saran dan motivasi kepada
penulis untuk menyelesaikan tesis ini.
Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Drh Muhlis Natsir, MSi
beserta staf Stasiun Karantina Pertanian Kelas I Parepare, serta Bapak Dr
Hermansyah, MM beserta staf Balai Besar Karantina Pertanian Makassar, yang
telah membantu selama pengumpulan data.Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, isteri dan anaku tercintaserta seluruh keluarga, atas
segala doa dan kasih sayangnya.Penulis juga menyampaikan selamat kepada
rekan-rekan kolega KMV 2013kelas khusus karantina.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2015
Sumitro

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xiv

DAFTAR GAMBAR

xiv

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
3

2

TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian Bruselosis
Studi Terhadap Pengetahuan, Sikap,dan Praktik

3
3
4

Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
3

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Desain Penelitian
Kerangka Konsep Penelitian
Definisi Operasional
Kriteria dan Penilaian Kuesioner
Validitas Instrumen
Analisis Data

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
Karakteristik Petugas Karantina Hewan
Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
5

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

6
7
7
7
7
8
9
10
10
11
11
11
12
13
18
18
19

DAFTAR PUSTAKA

19

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

29

DAFTAR TABEL
1 Definisi operasional variabel penelitian

8

2 Penilaian tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina
hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan

10

3 Karakteristik petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan Tahun 2014

11

4 Frekuensi dan persentase pengetahuan, sikap, dan praktik petugas
karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan
Tahun 2014

12

5 Persamaan regresi dalam analisis jalur penelitian

13

6 Pengaruh langsung, pengaruh total dan signifikansi uji variabel yang
mempengaruhi pengetahuan petugas karantina hewan dalam
pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014

14

7 Pengaruh langsung dan tidak langsung serta signifikansi variabel yang
mempengaruhi sikap petugas karantina hewan dalam pengendalian
bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014

15

8 Pengaruh langsung dan tidak langsung serta signifikansi variabel yang
mempengaruhi praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian
bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014

16

DAFTAR GAMBAR
1

Kerangka konsep penelitian

2

Nilai koefisien jalur variabel penelitian

7
13

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Provinsi Sulawesi Selatan dikenal sebagai sentra ternak sapibali. Data
Badan Pusat Statistik pada Tahun 2012 menunjukkan bahwa lebih dari satu juta
ekor sapi yang tersebar di 24 kabupaten/kota di Provinsi Sulawesi Selatan (BPS
2013). Sapibali merupakan salah satu plasma nutfah asli Indonesia dan memiliki
potensi yang tinggi untuk dikembangkan. Keunggulan sifat yang dimiliki oleh
sapi bali antara lain adalah sifat adaptasiyang tinggi pada lingkungan, tingginya
angka kelahiran serta memiliki persentase karkas yang tinggi. Keunggulan sifat
sapibali inilah yangpada akhirnya mendorong lalulintas ternak antar daerah guna
memenuhi permintaan kebutuhan sapi, baik sebagai ternak bibit maupun sebagai
ternak potong.
Salah satu penyakit endemik pada sapi di Provinsi Sulawesi Selatan adalah
bruselosis. Bruselosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri genus
Brucella dan dikategorikan oleh Office International des Epizooties (OIE) sebagai
penyakit zoonotik (Alton et al. 1988).Bruselosis dapat menimbulkan kerugian
ekonomis akibat keguguran pada hewan bunting. Keguguran biasanya terjadi
pada kebuntingan bulan ke-5 sampai ke-9 dan apabila tidak terjadi abortus, kuman
Brucella dapat dieksresikan ke plasenta, cairan fetus, dan leleran vagina sehingga
dapat mencemari lingkungan serta dapat menularkan ke hewan lain. Hal ini
menyebabkan meningkatnya biaya yang dikeluarkan untuk pengendalian. Kelenjar
susu dan kelenjar getah bening juga dapat terinfeksi yang pada akhirnya
mikroorganisme ini diekskresikan ke susu (OIE 2012).
Prosedur pengeluarandan pemasukan bibit ternak dan ternak potong dalam
wilayah Republik Indonesia telah diatur oleh pemerintah. Perorangan, badan
hukum atau instansi pemerintah yang mengeluarkan benih dan/atau bibit
ternakwajib mencegah kemungkinan timbul dan menyebarnya hama penyakit
hewan karantina/penyakit hewan menular utama dan bertanggung jawab terhadap
perlindungan sumberdaya genetik ternak,serta menjaga kelangsungan
pengembangan populasi ternak dalam negeri (Kementan 2008a). Salah satu
instansi yang terlibat terlibat dalam pengeluaran dan pemasukan sapi adalah
Badan Karantina Pertanian.
Badan Karantina Pertanian melalui Unit Pelaksana Teknis (UPT) nya di
seluruh Indonesia memiliki tugas pokok dan fungsi melaksanakan tindakan
karantina untuk mencegah masuk dan tersebarnya Hama dan Penyakit Hewan
Karantina (HPHK). Pelaksanaan tindakan karantina baik pemasukan maupun
pengeluarandari dan ke luar wilayah negara Republik Indonesia dilakukan untuk
menjamin bahwa hewan maupun produk hewan yang dilalulintaskan aman serta
tidak berpotensi menularkan penyakitbaik pada hewan maupun manusia.
Status bruselosis pada wilayah Republik Indonesia yang beragam
berdampak pada meningkatnya risiko penyebaran penyakit bruselosis akibat
lalulintas ternak. Provinsi Sulawesi Selatan endemis bruselosis dengan prevalensi
diatas dua persen dan dikategorikan pada tahap satu dalam program
pemberantasannya. Adanya lalulintas sapi bali dari Sulawesi Selatan yang
endemis bruselosis berisiko terhadap penyebaran bruselosis ke daerah lain.Daerah

2
pemasukan sapibali yang berasal dari Provinsi Sulawesi Selatan adalah provinsi
lain di Pulau Sulawesi, Pulau Kalimantan, Pulau Papua, Provinsi Maluku, dan
Provinsi Maluku Utara (SKP Parepare 2013).
Terdapat dua UPT lingkup Badan Karantina Pertanian di Provinsi Sulawesi
Selatan yaitu Balai Besar Karantina Pertanian (BBKP) Makassar dan Stasiun
Karantina Pertanian (SKP) Kelas I Parepare (Kementan 2008b). Kedua UPT
tersebut mengawasi 19 tempat pemasukan/pengeluaran yang tersebar di 24
kabupaten/kota di Sulawesi Selatan (Kementan 2011).Luasnya wilayah
pengawasan serta banyaknya tempat pemasukan/pengeluaran belum sebanding
dengan jumlah sumber daya manusia khususnya petugas karantina hewan.
Sumberdaya manusia yang berkualitas sangat penting untuk mendukung
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.Variabel yang menunjukkan
kualitas individu antara lain pengetahuan dan sikap yang dimiliki serta praktik
yang dilakukannya. Pengetahuan menjadi dasar terbentuknya sikap seseorang
terhadap sesuatu hal. Sikap belum tentu terwujud secara otomatis dalam suatu
praktik, untuk mewujudkannya menjadi perbuatan nyata diperlukan faktor
pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.Praktik atau perilaku
dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa karakteristik
individu yang bersifat khas dan faktor eksternal adalah lingkungan, sosial
ekonomi, dan budaya(Harihanto 2001).

Rumusan Masalah
Bertolakdari latar belakang diatas, rumusan masalah dalam penelitian ini
adalah:
1. Bagaimana gambaran karakteristik petugas karantina hewan di Sulawesi
Selatan?
2. Bagaimana tingkat pengetahuan, sikap dan praktik petugas karantina hewan
dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan?
3. Bagaimana pola hubungan antara karakteristik, pengetahuan, dan sikap
terhadap praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di
Sulawesi Selatan?

Tujuan Penelitian
1. Mengidentifikasi karakteristik petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan.
2. Mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina hewan
dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan.
3. Menganalisis pola hubungan karakteristik, pengetahuan dan sikap terhadap
praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi
Selatan.

3
Manfaat Penelitian
Diharapkan hasil penelitian ini akan dapat memberikan informasi tentang
pengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian
bruselosis di Sulawesi Selatan, sehingga dapat dijadikan bahan evaluasi
pelaksanaan kegiatan maupun pembangunan sumberdaya manusia.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Pengendalian Bruselosis
Pengendalian bruselosis pada ternak melibatkan kombinasi dari
manajemenpeternakan, program vaksinasi, dantest and slaughter. Keputusan
untuk memilih metode dalam pengendalian bruselosis harus berdasarkan atas studi
epidemiologi dan ekonomi penyakit. Manajemen peternakan harus diterapkan
pada daerah peternakan dengan sejarah bruselosis. Jika ada ternak yang
didiagnosis bruselosis harus segera dipisahkan dan jika ada kejadian abortus, fetus
dan membran fetus harus segera dikirim ke laboratorium untuk diuji. Tempat
terjadinya abortus harus didesinfeksi dan semua material yang terkontaminasi
dipendam dalam tanah.Vaksinasi merupakan metode yang efektif untuk mencegah
bruselosis pada hewan. Anak sapi sampai umur delapan bulan dapat divaksinasi
dengan vaksin hidupBrucella yang akan melindunginya dari bruselosis. Namun,
metode yang paling efektif untuk kontrol bruselosis pada ternak adalah dengan
test and slaughter terhadap ternak yang terinfeksi (Noor 2006).
Masuk dan tersebarnya suatu penyakit ke dalam suatu wilayah berhubungan
erat dengan tingkat biosekuriti yang dilakukan. Biosekuriti didefinisikan sebagai
penerapan kontrol kesehatan dan usaha-usaha untuk mencegah masuk dan
menyebarnya agen infeksius baru ke dalam suatu kelompok hewan (Pinto dan
Urcelay 2003). Biosekuriti memiliki tiga komponen mayor yaitu : isolasi, kontrol
lalu lintas, dan sanitasi. Isolasi merujuk kepada penempatan hewan di dalam
lingkungan yang terkontrol. Kontrol lalu lintas mencakup lalu lintas masuk ke
dalam peternakan, di dalam peternakan, dan keluar peternakan. Sanitasi merujuk
kepada desinfeksi material, manusia, dan peralatan yang masuk ke lingkungan
peternakan dan kebersihan personel peternakan (Yee et al. 2009).
Pemeriksaan laboratorium terhadap bruselosis menjadi persyaratan yang
wajib dipenuhi apabila hewan akan dilalulintaskan. Hal ini berkaitan dengan sifat
penyakit yang intraseluler dan sulitnya mendiagnosa hewan terinfeksi hanya
berdasar gejala klinik karena sebagian besar hewan yang terinfeksi nampak sehat.
Pemeriksaan laboratorium yang umum digunakan adalah serologis dengan Rose
Bengal Test (RBT) karena mudah diaplikasikan dan memiliki sensitivitas yang
tinggi sedangkan Complement Fixation Test (CFT) dapat digunakan sebagai uji
konfirmasi terhadap hasil RBT positif.

4
Studi Terhadap Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
Studi mengenai pengetahuan, sikap, dan praktik menunjukkan apa yang
seseorang ketahui mengenai sesuatu hal, bagaimana perasaan mereka tentang hal
itu dan bagaimana mereka bertindak. Kajian knowledge, attitude, practise (KAP)
adalah suatu studi representatif dari suatu populasi spesifik untuk mengumpulkan
informasi tentang apa yang diketahui, dipercayai, dan dilakukan terkait dengan
topik tertentu (Kaliyaperumal 2004).
Survei KAP menggunakan kuesioner untuk mengumpulkan data, kuesioner
disusun secara terstruktur dan diisi sendiri oleh responden. Data yang terkumpul
kemudian dianalisa secara kualitatif dan kuantitatif tergantung pada tujuan dan
desain studi. Survei KAP didesain secara khusus untuk menjaring informasi
tentang topik tertentu. Data hasil survei KAP bermanfaat untuk membantu
merencanakan, melaksanakan, dan mengevaluasi suatu kegiatan. Survei KAP
dapat mengidentifikasi informasi yang umumnya menjadi suatu pengetahuan dan
sikap.Lebih jauh, survei KAP dapat mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi perilaku yang tidak diketahui pada kebanyakan orang, alasanalasan terhadap sikapnya, serta bagaimana dan mengapa orang-orang melakukan
atau menerapkan perilaku tertentu (Wulandari 2012).
Pengetahuan
Pengetahuan adalah kesan yang didapatkan dari hasil pengolahan panca
inderanya. Pengetahuan tersebut diperoleh melalui kenyataan (fakta), penglihatan,
pendengaran, serta keterlibatan langsung dalam suatu aktivitas. Pengetahuan juga
didapatkan dari hasil komunikasi dengan orang lain seperti teman dekat dan relasi
kerja. Pengetahuan yang tersimpan dalam ingatan ini digali saat dibutuhkan
melalui bentuk ingatan mengingat (recall) atau mengenal kembali
(recognition)(Soekanto 2003). Pengetahuan merupakan sekumpulan informasi
yang dipahami, yang diperoleh melalui proses belajar selama hidup dan dapat
digunakan sewaktu-waktu sebagai alat penyesuaian diri sendiri maupun
lingkungan (Supriyadi 1993).
Faktor-faktor yang berpengaruh dalam tingkatan pengetahuan seseorang
menurut Nasution (1999) yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003) antara lain: (1)
Tingkat pendidikan, semakin tinggi tingkat pendidikan, maka makin mudah
menerima informasi; (2) Informasi, masyarakat yang mempunyai banyak sumber
informasi dapat memberikan peningkatan terhadap tingkat pengetahuan tersebut.
Informasi dapat diperoleh melalui media massa seperti majalah, koran, berita
televisi, dan dapat juga diperoleh melalui penyuluhan; (3) Budaya, budaya sangat
berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan seseorang, hal ini dikarenakan
informasi yang baru akan disaring sesuai dengan budaya dan agama yang dianut;
(4) Pengalaman,pengalaman merupakan salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi pengetahuan yang berkaitan dengan umur dan pendidikan
individu. Hal ini berarti bahwa semakin bertambahnya umur dan pendidikan yang
tinggi, maka pengalaman seseorang akan jauh lebih luas; (5) Sosial ekonomi,
dalam mendapatkan informasi yang memerlukan biaya, tingkat sosial ekonomi
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang.
Semakin tinggi tingkat sosial ekonomi seseorang, maka orang tersebut akan lebih
mudah untuk mendapatkan informasi.

5
Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara
langsung atau dengan angket yang menanyakan tentang isi materi yang akan
diukur dari responden atau subyek penelitian. Kedalaman pengetahuan responden
yang ingin diukur atau diketahui dapat disesuaikan dengan tingkat pengetahuan
responden.
Sikap
Pengertian sikap menurut Rakhmat (2001) adalah sebagai berikut: (1) Sikap
adalah kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa
dalammenghadapi obyek, ide, situasi atau nilai tertentu; (2) Sikap mempunyai
daya dorong dan motivasi; (3) Sikap relatif lebih menetap; (4) Sikap mengandung
aspek evaluatif; (5) Sikap dapat timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir
tapi merupakan hasil belajar, sehingga sikap dapat diperkuat atau diubah.
Gerungan (1996) menyebutkan bahwa manusia tidak dilahirkan dengan
pandangan ataupun perasaan tertentu, tapi sikap tersebut dibentuk sepanjang
perkembangannya. Sikap tersebut menyebabkan manusia akan bertindak secara
khas terhadap obyek tertentu, oleh karena itu: (1) Sikap tidak dibawa sejak
manusia dilahirkan, melainkan dibentuk atau dipelajarinya sepanjang
perkembangan manusia tersebut dalam hubungan dengan obyeknya; (2) Sikap
dapat mengalami perubahan, oleh karena itu sikap dapat dipelajari; (3) Obyek
sikap dapat merupakan satu hal tertentu, tapi juga dapat merupakan kumpulan dari
hal-hal tersebut; (4) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi
perasaan;(5) Sikap tidak berdiri sendiri tapi mengandung relasi tertentu terhadap
suatu obyek.
Azwar(2003) mengemukakan berbagai metode dan teknik yang
dikembangkan untuk mengungkapkan sikap manusia dan memberikan interpretasi
yang valid. Pengungkapan sikap manusia dilakukan dengan beberapa metode
diantaranya dengan: (a) Observasi langsung, dilakukan dengan memperhatikan
perilakunya karena perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu, namun
hal ini hanya bila sikap berada pada kondisi yang ekstrim. Perilaku hanya akan
konsisten dengan sikap apabila kondisi dan situasi memungkinkan;(b) Penanyaan
langsung, asumsi yang mendasari metode ini adalah bahwa individu merupakan
orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri dan manusia mengungkapkan
dirinya sendiri dan manusia akan mengungkapkan secara terbuka apa yang
dirasakannya; (c) Pengungkapan langsung, metode ini digunakan karena metode
penanyaan langsung memiliki beberapa kelemahan diantaranya orang akan
mengemukakan pendapat dan jawaban yang sebenarnya secara terbuka hanya
apabila situasi dan kondisi memungkinkan. Metode pengungkapan langsung
secara tertulis dilakukan dengan meminta responden menjawab langsung suatu
pertanyaan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju.
Praktik
Praktik atau perilaku berarti aplikasi peraturan dan pengetahuan yang
mengarah ke tindakan/perbuatan (Lakhan dan Sharma 2010). Menurut Harihanto
(2001) perilaku individu secara umum dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor
luar. Faktor dalam yang mempengaruhi perilaku adalah karakteristik internal
(sesuatu yang dimiliki oleh seseorang secara unik) baik yang bersifat fisik atau
kejiwaan (psikis). Faktor yang bersifat psikis adalah persepsi, kepribadian, mental,

6
intelektual, ego, moral, keyakinan, dan motivasi. Faktor luar yang dapat
mempengaruhi perilaku adalah faktor sosial budaya, sosial ekonomi, dan
lingkungan fisik seperti pendidikan, pengetahuan, penghargaan sosial, hukuman,
kebudayaan, norma sosial, tekanan sosial, panutan, input informasi, kohesi
kelompok, dukungan sosial, agama, ekonomi politik, pola perilaku kelompok,
status, dan peranan individu dalam masyarakat.
Azemi (2010) mengemukakan bahwa suatu sikap belum tentu terwujud
secara otomatis dalam suatu praktik. Untuk mewujudkannya menjadi perbuatan
nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan.

Hubungan Antara Pengetahuan, Sikap dan Praktik
Seseorang yang mempunyai sikap positif terhadap suatu obyek, besar
kemungkinan untuk bertindak positif juga terhadap obyek tersebut. Timbulnya
sikap positif tersebut didasari oleh adanya pemikiran dan pengetahuan terhadap
obyek tersebut (Sujarwo 2004).
Tindakan individu sangat dipengaruhi oleh sikap maupun pengetahuannya.
Seseorang bersikap suka atau tidak suka, baik atau tidak baik, senang atau tidak
senang terhadap suatu obyek sangat dipengaruhi oleh pengalamannya atau
pengetahuannya (Harihanto 2001). Sikap dan praktik terdapat hubungan,
keberadaan hubungan ini ditentukan oleh kespesifikan sikap, kekuatan sikap,
kesadaran pribadi dan norma-norma subyektif yang mendukung (Zahid
1997).Gerungan (1996) menyatakan bahwa pengetahuan mengenai suatu obyek
akan menjadi attitude terhadap obyek tersebut apabila pengetahuan itu disertai
dengan kesiapan untuk bertindak sesuai dengan pengetahuan terhadap obyek
tersebut. Sikap mempunyai motivasi, yang berarti ada segi kedinamisan untuk
mencapai suatu tujuan. Terbentuknya sikap karena adanya interaksi manusia
dengan obyek tertentu (komunikasi), serta interaksi sosial di dalam kelompok
maupun di luar kelompoknya.

7

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di dua UPT lingkup Badan Karantina Pertanian di
Sulawesi Selatan yaitu BBKP Makassar dan SKP Kelas I Parepare dari bulan Juli
sampai Oktober 2014.

Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan kajian cross sectional menggunakan kuesioner
terstruktur untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik dari
responden. Variabel yang digunakan di dalam penelitian ini yaitu karakteristik,
pengetahuan, sikap, dan praktik dari petugas karantina hewan. Pengumpulan data
dilakukan melalui wawancara dan observasi.
Responden pada penelitian ini adalah seluruh petugas karantina hewan pada
dua UPT Badan Karantina Pertanian di Sulawesi Selatan yang terdiri dari dokter
hewan, paramedik veteriner maupun petugas non fungsional yang terlibat dalam
pelaksanaan tindakan karantina hewan.

Kerangka Konsep Penelitian
Variabel yang diamati di dalam penelitian ini yaitu karakteristik,
pengetahuan, dan sikap petugas karantina hewan terkait pengendalian bruselosis.
Selanjutnya seluruhvariabel tersebut dihubungkan dengan praktik petugas
karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan.Secara umum
gambaran kerangka konsep penelitian yang dilakukan seperti pada Gambar 1.
Karakteristik petugas
Umur
Tingkat pendidikan
Tingkat jabatan fungsional
Lama bekerja sebagai PNS
Lama bekerja di tempat
sekarang
F. Banyaknya pelatihan
A.
B.
C.
D.
E.

sikap

Praktik

Pengendalian
bruselosis
Pengetahuan

Gambar 1 Kerangka konsep penelitian

8
Definisi Operasional
Definisi operasional memuat tentang batasan pengertian variabel
penelitian berikut cara pengukuran, penyajian, serta jenis skala yang diharapkan.
Definisi operasional dalam penelitian ini secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Definisi operasional variabel penelitian
Variabel
Umur

Tingkat
pendidikan

Definisi Operasional
Pengukuran
Usia pada saat penelitian
kuisioner
dilakukan dengan cara
mengurangkan tahun 2014
dengan tahun kelahiran
Pendidikan formal sesuai dengan kuisioner
ijazah terakhir yang dimiliki

Tingkat
Jabatan
fungsional

Jabatan fungsional petugas
karantina hewan sesuai dengan
SK terakhir yang dimiliki

kuisioner

Lama bekerja
sebagai PNS

Lamanya waktu bekerja
terhitung sejak diangkat sebagai
Pegawai Negeri Sipil
Lamanya bekerja petugas
karantina hewan di unit
kerja/bidang kerja pada UPT
saat penelitian dilakukan
Banyaknya pelatihan yang
pernah diikuti selama menjadi
PNS yang berhubungan dengan
bruselosis berupa
inhousetraining
pengujian,seminar dll.
Pengetahuan tentang
pengendalian bruselosis
Sikap terhadap usaha
pencegahan penyebaran/
pengendalian bruselosis
Tindakan yang dilakukan terkait
pencegahan penyebaran
bruselosis

kuisioner

1.SMA/sederajat
2.D3
3.S1
4.S2
1.tidak
fungsional
2.PMV
pelaksana
3.PMV
pelaksana
lanjutan
4.PMV penyelia
5.MV pertama
6.MV muda
tahun

kuisioner

tahun

rasio

kuisioner

kali

rasio

kuisioner

skor

interval

kuisioner

skor

interval

kuisioner
dan
observasi

skor

interval

Lama bekerja
di tempat
bekerja
sekarang
Pelatihan

Pengetahuan
Sikap

Praktik

Penyajian
tahun

Skala
rasio

ordinal

PMV: paramedik veteriner; MV: medik veteriner

Kriteria dan Penilaian Kuesioner

ordinal

rasio

9
Pengukuran pengetahuan menggunakan 20 pertanyaan. Masing-masing
pertanyaan memilikitiga pilihan jawaban yaitu benar, salah dan tidak tahu (Hart et
al. 2007). Jika jawaban benar diberi nilai 1, jika jawaban salah dan tidak tahu
diberi nilai 0 (Palaian et al. 2006). Pertanyaan dibedakan menjadi pertanyaan
positif dan negatif yang berfungsi untuk mengurangi bias dari jawaban responden.
Pertanyaan positif jawaban benar apabila responden memilih pilihan jawaban
“Benar”, sementara pertanyaan negatif benar apabila responden memilih pilihan
jawaban “Salah”. Jumlah skor untuk setiap responden dihitung berdasarkan
jawaban yang benar. Skor nilai dari pengetahuan ini mempunyai kisaran nilai 0-20.
Penilaian tingkat pengetahuan dilakukandengan membagi tiga selisih antara
skor maksimal dengan skor minimal.Hasil pembagian tersebut kemudian
dijadikan selang untuk menentukan kategori tingkat pengetahuan. Tingkat
pengetahuan “baik” bila skor jawaban responden mencapai lebihbesar dari 14,
tingkat pengetahuan “cukup” bila skor jawaban responden antara 7-14 dan tingkat
pengetahuan “kurang” bila skor jawaban responden lebih kecildari 7 (Siahaan
2007).
Sikap terhadap pengendalian bruselosisdiukur menggunakan sejumlah 20
pernyataan (terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif). Masing-masing
pernyataan memiliki tiga pilihan jawaban yaitu: setuju, ragu-ragu, dan tidak setuju
(Bas et al. 2006). Penilaian skor sikap dilakukan dengan mengalikan jawaban
pertanyaan dengan skor. Pernyataan positif berlaku cara pemberian skor jawaban
sebagai berikut:responden yang menjawab “setuju” mendapat skor 3; responden
yang menjawab “ragu-ragu/netral” mendapat skor 2; responden yang menjawab
“tidak setuju” mendapat skor 1, sedangkan untuk pernyataan negatif berlaku skor
sebaliknya, yaitu:responden yang menjawab “setuju” mendapat skor 1; responden
yang menjawab “ragu-ragu/netral” mendapat skor 2; responden yang menjawab
“tidak setuju” mendapat skor 3. Skor nilai dari sikap ini mempunyai kisaran nilai
20-60.
Penilaian tingkat sikap dilakukan dengan membagi tiga selisih antara
skormaksimal dengan skor minimal.Hasil pembagian tersebut kemudian dijadikan
selang untuk menentukan kategori tingkat sikap. Tingkat sikap “baik” bila skor
jawaban responden mencapai lebih besar dari 46, tingkat sikap “cukup” bila skor
jawaban responden antara 33-46 dan tingkat sikap “kurang” bila skor jawaban
lebih kecil dari 33.
Praktik petugas karantina hewan terhadap pengendalian bruselosis diukur
menggunakan checklist sejumlah 20 pernyataan yang menggambarkan kondisi
praktik yang dilakukan.Checklistmenggunakan skala Likert dengan tiga pilihan
jawaban yaitu selalu, kadang-kadang, dan tidak pernah. Penilaian skor praktik
petugas karantina hewan mengenai pengendalian bruselosis dilakukan dengan
mengalikan jawaban pertanyaan dengan skor. Adapun pemberian skor jawaban
sebagai berikut: responden yang menjawab “selalu” mendapat skor 3; responden
yang menjawab “kadang-kadang” mendapat skor 2; responden yang menjawab
“tidak pernah” mendapat skor 1. Skor nilai dari praktik ini mempunyai kisaran
nilai 20-60.
Penilaian tingkat praktikdilakukan dengan membagi tiga selisih antara skor
maksimal dengan skor minimal.Hasil pembagian tersebut kemudian dijadikan
selang untuk menentukan kategori tingkat praktik.Tingkat praktik “baik” bila skor

10
jawaban responden mencapai lebih besar dari 46, tingkat praktik “cukup” bila skor
jawaban responden antara 33-46 dan tingkat praktik “kurang” bila skor jawaban
lebih kecil dari 33. Rangkuman penilaian tingkat/kategori pengetahuan, sikap, dan
pratikpada kuisioner disajikan pada Tabel 2.
Tabel 2

Penilaian tingkat pengetahuan, sikap, dan praktik petugas karantina
hewan dalam pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan

Skor

Jumlah
Nilai
Nilai
pertanyaan maksimum minimum Kurang
Pengetahuan
20
20
0
14
> 46
> 46

Validitas Instrumen
Sebelum kuisioner digunakan dalam penelitian, dilakukan pretestpada
petugas karantina hewan di BBKP Tanjung Priok untuk mengetahui estimasi
waktu
dan tingkat
kesulitan dari pertanyaan
dalam kuisioner.
Selanjutnyadilakukan pengujian terhadap validitas danreliabilitas kuisioner.
Pengujian validitas kuisioner dilakukan dengan menggunakan uji korelasi
Spearman sedangkan pengujian reliabilitas menggunakan model single trial
administration dengan metode konsistensi internal belah dua (split-half method)
(Idrus 2009; Riduwan dan Sunarto 2009).

Analisis Data
Data dianalisis menggunakan analisis jalur (path analysis)untuk mengetahui
korelasi dan besarnya pengaruh langsung dan tidak langsung dari setiap variabel
berdasarkan pada koefisien korelasi Pearson yang distandardisasi. Analisis data
menggunakan SPSS Statistics Versi 16. Untuk data kualitatif, data terlebih dahulu
dilakukan transformasi menggunakan method of successive interval (MSI)
sebelum dianalisis (Riduwan dan Sunarto 2009).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

11
Kondisi Umum Wilayah Penelitian
BBKP Makassar memiliki 10tempat pemasukan/pengeluaran yang terdiri
dari 1 bandar udara, 8 pelabuhan laut dan 1 kantor pos, sedangkan SKP Kelas I
Parepare memiliki 9 tempat pemasukan dan pengeluaran yang tediri dari 7
pelabuhan laut dan 2 bandar udara (Kementan 2011). Wilayah pemantauan BBKP
Makassar meliputi 11 dari 24 kab/kota di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu :
Pangkajene dan Kepulauan, Maros, Makassar, Gowa, Takalar, Janeponto,
Bantaeng, Sinjai, Bone, Bulukumba, dan Kepulauan Selayar sedangkan
selebihnya sebanyak 13 kab/kota masuk dalam wilayah pemantauan SKP Kelas I
Parepare. Jumlah pegawai karantina hewan pada BBKP Makassar sebanyak 42
orang yang terdiri dari 11 medik veteriner dan 31 paramedik veteriner sedangkan
jumlah pegawai karantina hewan pada SKP Kelas I Parepare sebanyak 15 orang
yang terdiri dari 4 medik veteriner dan 11 paramedik veteriner.

Karakteristik Petugas Karantina Hewan
Karakteristik petugas karantina dari BBKP Makassar dan SKP Kelas I
Parepare, diuraikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik petugas karantina hewan di Sulawesi Selatan Tahun 2014
No
1

2

3

4

5
6

Karakteristik
Pendidikan

Kategori
SMA/sederajat
D3
S1 bukan dokter hewan
S1 dokter hewan
S2
Fungsional
Belum fungsional
Fungsional non aktif(struktural)
PMV pelaksana
PMV pelaksana lanjutan
PMV penyelia
Medik veteriner pertama
Medik veteriner muda
Umur
< 30 tahun
30 – 45 tahun
> 45 tahun
Lama PNS
< 5 tahun
5-10 tahun
> 10 tahun
Lama di tempat < 5 tahun
sekarang
> 5 tahun
Pelatihan
Tidak pernah
pernah

Frekuensi
23
8
3
14
3
8
3
10
7
9
10
4
7
33
11
23
11
17
33
18
32
19

Persen
45.1
15.7
5.9
27.4
5.9
15.7
5.9
19.6
13.7
17.6
19.6
7.8
13.7
64.7
21.6
45.1
21.6
33.3
64.7
35.3
62.7
37.3

Sebagian besar petugas karantina hewan berusia antara 30-45 tahun dan
termasuk dalam kategori usia produktif. Sebagian besar petugas karantina hewan

12
telah bekerja sebagai PNS maupun bekerja di tempat yang sekarang kurang dari
lima tahun. Dari segi pendidikan, sebagian besar pendidikan petugas karantina
hewan adalah SMA/sederajat. Ada sebagian petugas karantina hewan yang belum
fungsional serta belum semua petugas karantina pernah mengikuti pelatihan
terkait bruselosis (Tabel 3).
Pengendalian bruselosis pada ternak melibatkan kombinasi dari manajemen
peternakan, program vaksinasi dan test and slaughter. Adapun manajemen
peternakan berkaitan erat dengan biosekuriti yang mencakup tiga aspek yaitu
isolasi, pengawasan lalulintas, dan sanitasi. Pelatihan terhadap aspek-aspek
tersebut perlu dilakukan mengingat belum semua petugas karantina mendapat
pelatihan terkait pengendalian bruselosis.

Tingkat Pengetahuan, Sikap, dan Praktik
Sebaran tingkat pengetahuan, sikap dan praktik petugas karantina hewan
dalam pengendalian bruselosis selengkapnya disajikan pada Tabel 4. Sebagian
besar sikap dan praktik petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis
menunjukkan kategori baik, sedangkan sebagian besar pengetahuan petugas
karantina hewan terkait pengendalian bruselosis berkategori cukup.
Tabel 4 Frekuensi dan persentase pengetahuan, sikap dan praktik petugas
karantina hewan di Sulawesi Selatan Tahun 2014
No
1

Variabel
Pengetahuan

2

Sikap

3

Praktik

Kategori
Kurang
Cukup
Baik
Kurang
Cukup
Baik
Kurang
Cukup
Baik

Frekuensi
3
34
14
0
21
30
0
3
48

Persentase
5.9
66.7
27.5
0
41.2
58.8
0
5.9
94.1

Masih terdapatnya pengetahuan petugas karantina hewan terkait
pengendalian bruselosis yang berkategori kurang dan sebagian besar berkategori
cukup diperlukan usaha-usaha yang dapat meningkatkan pengetahuan. Usaha
peningkatan pengetahuan dapat dilakukan melalui pendidikan dan pelatihan.

Hubungan Karakteristik, Pengetahuan, Sikap, dan Praktik

13
Hubungan antara variabel bebas dan tidak bebas yang berpengaruh terhadap
pengetahuan, sikap, dan praktik dianalisis dengan analisis jalur. Di samping itu,
analisis jalur dapat menunjukkan pengaruh langsung dan tidak langsung
seperangkat variabel bebas terhadap variabel tidak bebas. Model persamaan
struktural berdasarkan kerangka konsep penelitian ditunjukkan pada Tabel 5.
Tabel 5 Persamaan regresi dalam analisis jalur penelitian
Model

Variabel
tidak bebas
X1

Variabel
Persamaan struktur
bebas
Model 1
A,B,C,D,
X1= ρx1AA + ρx1BB + ρx1CC + ρx1DD + ρx1EE +
E,F,
ρx1FF + ρx1*ƐX1
Model 2
X2
A,B,C,D,E, X2= ρx2AA + ρx2BB + ρx2CC + ρx2DD + ρx2EE +
F,X1
ρx2FF + ρx2X1X1 +ρx2*ƐX2
Model 3
Y
A,B,C,D,E, Y= ρYAA + ρYBB + ρYCC + ρYDD + ρYEE + ρYFF
F,X1,X2
+ ρYX1X1 + ρYX2X2 + ρy*Ɛy
1). A: umur; B: pendidikan formal; C: tingkat fungsional; D: lama PNS; E: lama bekerja
di tempat sekarang; F: pelatihan; X1: pengetahuan; X2: sikap; Y: praktik
2) ρij : koefisien jalur; Ɛi: galat sisa

Hubungan antar variabel berdasarkan kerangka konsep penelitian
ditunjukkan dengan nilai koefisien jalur. Berdasarkan persamaan struktural pada
Tabel 5, nilai koefisien jalur dari masing-masing variabel bebas dan tidak bebas
selengkapnya disajikan pada Gambar 2.
Karakteristik petugas
A.Umur
B.Tingkat pendidikan
C.Tingkat fungsional
D.Lama PNS
E.Lama bekerja di tempat
sekarang
F.Pelatihan
0.421
0.603*

-0.150
0.079
0.173

-0.227
0.247
0.231*
0.231
-0.161
0.117

Sikap (X2)

0.184

Praktik (Y)
0.457*

-0.498
0.032

0.647*
0.105
0.174

Ɛ X2:0.565

0.459*

0.132

0.082
Pengetahuan (X1)

Ɛ X1:0.655

* : Menunjukkan adanya hubungan yang nyata pada α = 0.05
Gambar 2 Nilai koefisien jalur variabel penelitian
Asosiasi Karakteristik Individu Terhadap Pengetahuan (Model 1)

ƐY: 0.602

14
Nilai koefisien jalur pengaruh langsung berbagai macam variabel
karakteristik individu terhadap pengetahuan petugas karantina hewan dalam
pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6Pengaruh langsung, pengaruh total dan signifikansi uji variabel yang
mempengaruhi pengetahuan petugas karantina hewan dalam
pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014
Pengaruh
%
Sig.
Pengaruh total
langsung
A terhadap X1
0.421
0.421
29.17
0.113
41.79
B terhadap X1
0.603
0.603
0.000*
C terhadap X1
0.184
0.184
12.75
0.101
D terhadap X1
-0.498
-0.498
-34.51
0.081
E terhadap X1
0.032
0.032
2.22
0.796
F terhadap X1
0.082
0.082
5.68
0.428
Jumlah
0.824
(57.1%)
57.1
1). A: umur; B: pendidikan formal; C: tingkat fungsional; D: lama PNS; E: lama bekerja
di tempat sekarang; F: pelatihan; X1: pengetahuan;
2). * : menunjukkan adanya hubungan yang nyata pada α = 0.05
Pengaruh variabel

Total pengaruh variabel pendidikan formal terhadap pengetahuan petugas
karantina hewan terkait pengendalian bruselosis memiliki persentase tertinggi jika
dibandingkan dengan variabel karakteristik lainnya.Dari total pengaruh variabel
karakteristik terhadap pengetahuan yang digambarkan oleh model sebesar 41.79%
dari 57.1% atau kurang lebih 73% dipengaruhi oleh pendidikan formal.
Disamping memiliki total pengaruh dengan persentase tertinggi, pendidikan
formaljuga secara nyata berpengaruh terhadap pengetahuan petugas karantina
hewan terkait pengendalian bruselosis di Sulawesi Selatan berdasarkan hasildari
uji parsialvariabel karakteristik yang berpengaruh terhadap pengetahuan.
Pengetahuan seseorang dipengaruhi oleh latar belakangnya seperti umur,
status perkawinan, pendidikan, lingkungan sosial yang meliputi lingkungan
tempat tinggal dan lingkungan pekerjaan. Pengetahuan seseorang dapat berubah
dan berkembang sesuai kemampuan, kebutuhan, pengalaman dan tinggi
rendahnya penerimaan informasi yang ada di lingkungan sekitarnya. Akses untuk
mendapatkan informasi juga merupakan aspek penting untuk meningkatkan
pengetahuan. Selain itu pengetahuan juga dapat diperoleh dari proses belajar yang
dilakukan oleh seseorang selama hidupnya (Oktarinaet al. 2009).
Adanya hubungan yang nyata antara pendidikan dengan pengetahuan senada
dengan pendapat Kheiri et al. (2011) bahwa pendidikan meningkatkan
pengetahuan. Pendidikan merupakan pembentukan perilaku yang menguntungkan
bagi individu dan orang lain dalam beberapa waktu yang akan datang. Perilaku
yang diatur melalui pendidikan bertujuan untuk pengkondisian seperti pendalaman,
latihan, dan praktik (Skinner 2013).
Menurut Mangkuprawira (2003) yang dikutip oleh Darmawan (2012)
berpendapat bahwa pelatihan adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan
keahlian tertentu serta sikap agar individu semakin terampil dan mampu dalam
melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai standar. Semakin
banyak pelatihan terkait bruselosis yang pernah diikuti oleh petugas karantina

15
hewan seharusnya berkorelasi positif dan berpengaruh secara nyata terhadap
pengetahuan terkait bruselosisyang dimiliki. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pelatihan yang pernah diikuti oleh petugas karantina hewan terkait pengendalian
bruselosis tidak bepengaruh nyata terhadap pengetahuan, sehingga perlu
dilakukan evaluasi dan perbaikan terhadap pelaksanaan pelatihan yang telah
dilakukan agar tujuan pelatihan yang sebenarnya dapat dicapai.
Besarnya pengaruh total pada variabel lama PNS yang menunjukkan arah
negatif terhadap pengetahuan dapat dijadikan bahan evaluasi dalam penguatan
pembangunan sumberdaya manusia Badan Karantina Pertanian kedepannya
melalui refresh maupun upgrade pengetahuan sehingga lama PNS berkorelasi
positif terhadap pengetahuan.
Asosiasi Karakteristik Individu dan Pengetahuan Terhadap Sikap (Model 2)
Berdasarkan kerangka konsep penelitian, sikap dipengaruhi secara langsung
dan tidak langsung oleh karakteristik individu dan pengetahuan, sehingga
pengaruh totalnya terdiri atas pengaruh langsung dan tidak langsung. Nilai
koefisien jalurpengaruh langsung dan tidak langsung berbagai macam variabel
karakteristik dan pengetahuan terhadap sikap disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Pengaruh langsung dan tidak langsung serta signifikansi variabel yang
mempengaruhi sikap petugas karantina hewan dalam pengendalian
bruselosis di Sulawesi Selatan Tahun 2014
Pengaruh variabel

Pengaruh
langsung

Pengaruh
Pengaruh
%
Sig.
tak langsung
total
melalui X1
A terhadap X2
-0.227
0.193
-0.034
-1.80
0.337
B terhadap X2
0.247
0.277
0.524
27.97
0.060
C terhadap X2
0.231
0.084
0.315
16.85
0.024*
D terhadap X2
0.231
-0.229
0.002
0.13
0.365
E terhadap X2
-0.161
0.015
-0.146
-7.81
0.144
F terhadap X2
0.117
0.038
0.155
8.26
0.196
X1 terhadap X2
0.459
0.459
24.51
0.001*
Jumlah
0.897
0.378
(47.9%)
(20.2%)
68.1
1). A: umur; B: pendidikan formal; C: tingkat fungsional; D: lama PNS; E: lama bekerja
di tempat sekarang; F: pelatihan; X1: pengetahuan; X2: sikap.
2). *: menunjukkan adanya hubungan yang nyata pada α = 0.05

Hasildari uji parsialberbagai variabel yang berpengaruh terhadap sikap,
ditunjukkan bahwa tingkat fungsional dan pengetahuan berpengaruh secara nyata
terhadap sikap petugas karantina hewan dalam pengendalian bruselosis di
Sulawesi selatan. Pendidikan formal yang dimiliki oleh petugas karantina hewan
memiliki total pengaruh yang paling besar dibandingkan dengan variabel lainnya
yang berpengaruh terhadap sikap.Dari total pengaruh variabel yang berpengaruh
terhadap sikapyang digambarkan oleh model sebesar27.97% dari 68.1%atau
kurang lebih 41% dipengaruhi oleh pendidikan.Variabel pendidikan formal
memiliki persentase pengaruh total terbesar walaupun tidak menunjukkan
hubungan yang nyata terhadap sikap akibat besarnya pengaruh tidak langsung
yang didapat dari pengetahuan.

16
Pengetahuan menjadi dasar terbentuknya sikap seseorang (Fabrigar et al.
2006).Hal yang sama juga dikemukakan oleh Ohlander et al. (2005) bahwa
pengetahuan dapat merubah keyakinan dan nilai-nilai seseorang dan perubahan ini
berlangsung selamanya. Pengetahuan seseorang yang akan mendorong seseorang
untuk membentuk suatu kepercayaan yang kemudian akan mempengaruhi sikap.
Adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan dan sikap pada penelitian ini
berarti semakin tinggi pengetahuan maka semakin baik sikap petugas karantina
hewan terkait pengendalian bruselosis.
Tingkatan fungsional menunjukkan keterampilan dan keahlian seseorang
pada bidang pekerjaannya.