Keragaman Jenis Semut Pengganggu Permukiman Di Bogor

KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU
PERMUKIMAN DI BOGOR

APRIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Keragaman Jenis Semut
Pengganggu Permukiman di Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Juni 2016
Apriyanto
B252120011

RINGKASAN
APRIYANTO. Keragaman Jenis Semut Pengganggu Permukiman di Bogor.
Dibimbing oleh UPIK KESUMAWATI HADI dan SUSI SOVIANA.
Bogor memiliki perkembangan penduduk yang tinggi, disertai dengan
pertumbuhan pemukiman, pasar dan restoran cukup pesat. Suhu udara rata-rata
setiap bulannya 260C dan kelembapan kurang lebih 70%, menjadikan Bogor
sangat cocok untuk kawasan permukiman. Perkembangan permukiman yang
tinggi saat ini membuat habitat asli bagi serangga khususnya semut menjadi
terganggu, sehingga semut mencari habitat baru berdampingan dengan manusia.
Penelitian mengenai keragaman jenis semut pengganggu di permukiman wilayah
Bogor, ini diharapkan dapat digunakan sebagai dasar informasi tentang semut
pengganggu dan potensinya sebagai serangga hama. Tujuan dari penelitian adalah
untuk mengindentifikasi ragam jenis semut di permukiman, mengetahui
kelimpahan, dominasi, frekuensi dan mempelajari faktor-faktor yang
mempengaruhi keberadaan semut di permukiman Bogor. Penelitian ini dilakukan
pada 10 pasar, 25 rumah makan, 30 rumah tinggal (indoor) dan 30 perimeter

rumah pada wilayah permukiman di Kabupaten Bogor. Koleksi semut dilakukan
dengan menggunakan bait trap yaitu perangkap dengan umpan cairan gula dan
ikan tongkol, semut yang mendatangi umpan ditangkap secara manual.
Penangkapan semut menggunakan hand collection yaitu menangkap secara
langsung di perimeter rumah yang berjarak tiga meter di sekeliling rumah.
Identifikasi menggunakan kunci identifikasi semut. Pengukuran faktor keberadaan
semut berdasarkan hasil wawancara dengan pedagang dan penghuni rumah.
Hasil dari penelitian ini ditemukan 19 spesies dari 6 subfamily semut,
yaitu
Paratrechina
longicornis,
Anoplolepis
gracilipes,
Tapinoma
melanocephalum, Monomorium pharaonis, Technomyrmex albipes, Camponotus
barbatus, Polyrhachis ackterbergi, Prenolepis impairs, Pheidole sp.,
Monomorium floricola, Solenopsis geminate, Solenopsis invicta, Solenopsis
molesta, Odontomachus haematodes, Odontoponera denticulate, Odontoponera
transversa, Probolomyrmex sp., Tetraponera allaborans, Dolichoderus
thoracicus. Jenis-jenis semut yang terbanyak ditemukan di pasar yaitu

Paratrechina longicornis (60,4%), diikuti oleh Tapinoma melanocephalum
(13,6%) dan Anoplolepis gracilipes (10,9%). Adapun jenis semut terbanyak di
rumah makan yaitu Anoplolepis gracilipes (39,3%), diikuti oleh Paratrechina
longicornis (23,1%) dan Tapinoma melanocephalum (13,4%). Selanjutnya jenis
semut terbanyak ditemukan di dalam rumah yaitu Solenopsis sp. (35,4%), diikuti
oleh Paratrechina longicornis (25,8%), dan Monomorium pharaonis (22%). Jenis
semut terbanyak yang ditemukan di perimeter rumah yaitu Dolichoderus
thoracicus (24,6%), diikuti Paratrechina longicornis (19,1%) dan Monomorium
pharaonis (15,6%). Indeks keragaman pada keempat lokasi pengamatan masih
tergolong sedang yaitu lokasi Pasar sebesar 1.3, rumah makan sebesar 1.6, dalam
rumah sebesar 1.5 dan perimeter rumah sebesar 2.2. Hubungan infestasi semut
terhadap biosekuriti personal, tempat/peralatan dan lingkungan di lokasi Pasar,
Rumah Makan, Dalam Rumah dan Perimeter Rumah, tidak signifikan. Hasil
penelitian menunjukkan semut di permukiman belum menjadi masalah besar yang
mengganggu.
Kata kunci: biosekuriti, indeks keragaman, permukiman, Semut

SUMARY
APRIYANTO. Diversity of nuisance ants at settlement in Bogor. Guided by
UPIK KESUMAWATI HADI and SUSI SOVIANA

Bogor has a high population growth, coupled with the growth of
settlements, traditional markets and restaurants quite rapidly. Average monthly
temperatures 260C and approximately of humidity 70%, making the Bogor very
suitable for residential areas. The development of high current settlements create
natural habitat for insects, especially ants become distracted. So the ant to look for
new habitats that coexist with humans. Research on the species diversity of ants
nuisance in residential areas of Bogor, was expected to be used as the basis of
information about the ant bully and potential as insect pests. The purpose of the
study was to identify the various types of ants in the settlement, knowing
abundance, dominance, frequency and study the factors that influence the
presence of ants in the settlement Bogor. This study was conducted in 10
traditional markets, 25 restaurants, 30 residential (indoor) and 30 houses on the
perimeter of settlement area in Bogor regency. Ant collection is done by using
bait traps is trap with liquid bait sugar and tuna fish, which come to bait ants
arrested manually. The collection of ants was conducted by hand collection
directly on the house perimeter within three meters. Identification of ant was done
according to morphological keys. The interviews were done to measure the
existence of ant in the settlement.
The results of this study found 19 species of 6 subfamily of ants, namely
Paratrechina longicornis, Anoplolepis gracilipes, Tapinoma melanocephalum,

Monomorium pharaonis, Technomyrmex albipes, Camponotus barbatus,
Polyrhachis ackterbergi, Prenolepis imparis, Pheidole sp., Monomorium
floricola, Solenopsis geminata, Solenopsis invicta, Solenopsis molesta,
Odontomachus haematodas, Odontoponera denticulata, Odontoponera
transversa, Probolomyrmex sp., Tetraponera allaborans, Dolichoderus
thoracicus. The species of ants mostly found in the traditional market were
Paratrechina longicornis (60,4%), followed by Tapinoma melanocephalum
(13,6%) and Anoplolepis gracilipes (10,9%). The ant species mostly found in the
restaurants were Anoplolepis gracilipes (39,3%), followed by Paratrechina
longicornis (23,1%) and Tapinoma melanocephalum (13,4%). Furthermore, the
mostly species found in the houses namely Solenopsis sp.(35,4%), followed by
Paratrechina longicornis (25,8%) and Monomorium pharaonis (22%). The
mostly species found in the perimeter of the houses namely Dolichoderus
thoracicus (24,6%), followed by Paratrechina longicornis (19,1%) and
Monomorium pharaonis (15,6%). The diversity index relatively moderate at
traditional markets (1.3), restaurants (1.6), in the houses (1.5) and at perimeter of
the houses (2.2). The relationship between ant infestations and personal,
place/equipment and environmental biosecurities at the traditional markets,
restaurant, houses and the perimeter were not significant. The result showed that
ants infestation in the settlements have not yet became a big problem in nuisance.

Keywords: Ants, biosecurity, diversity index, settlement

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KERAGAMAN JENIS SEMUT PENGGANGGU
PERMUKIMAN DI BOGOR

APRIYANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains

pada
Program Studi Parasitologi dan Entomologi Kesehatan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji luar Komisi pada Sidang Tesis: Dr. Drh. Risa Tiuria MS

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari-Juni 2015 ini
ialah semut permukiman, dengan judul Keragaman Jenis Semut Pengganggu
Permukiman di Bogor.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof Drh Upik Kesumawati Hadi,
MS PhD dan Ibu Dr drh Susi Soviana, MSi selaku pembimbing, serta Bang Mul,
Pak Nino, Ismail, Ikbal dan Dede yang telah banyak memberi saran. Di samping
itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Dinas Pasar, bapak dan ibu selaku

pemilik Perumahan dan Rumah makan yang berada di Bogor sebagai lokasi
penelitian yang telah banyak membantu selama proses pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada orangtua tercinta, istri dan anak,
kakak-kakak saya yang selalu mendukung, memberikan motivasi serta keluarga,
kemudian seluruh pihak yang telah terlibat dalam proses penelitian sampai pada
tahap penyelesaian tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2016
Apriyanto

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi


DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan dan Manfaat Penelitian

1
1
1

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Taksonomi Semut
Biologi Semut
Distribusi Semut
Peranan Semut dalam Kesehatan

2
2

3
4
5

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Analisis Data

6
6
6
7

HASIL DAN PEMBAHASAN
8
Keragaman Jenis Semut Pengganggu di Permukiman
8
Keragaman Jenis Semut yang diperoleh dengan BT dan HC
15

Kelimpahan Nisbi dan Indeks Keragaman Jenis
18
Korelasi Infestasi Semut terhadap Biosekuriti Personal, Tempat/Peralatan
dan Lingkungan di Permukiman
21
Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan Semut dan Hama Pengganggu
Lainnya
22
SIMPULAN

223

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

27

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
1 Tingkatan taksa jenis-jenis semut pengganggu permukiman yang
dikoleksi dari keempat lokasi di permukiman Bogor (Februari-Juni
2015)
2 Jenis-jenis semut yang dikoleksi dengan bait trap pada tiga lokasi di
permukiman Bogor (Februari-Juni 2015)
3 Jenis-jenis semut yang dikoleksi dengan hand collection pada lokasi
perimeter rumah di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015)
4 Kelimpahan, frekuensi, dominasi semut di permukiman Bogor
(Februari-Juni 2015)
5 Hubungan infestasi semut dengan variabel biosekuriti (Februari-Juni
2015)
6 Pandangan masyarakat di lokasi pasar, rumah makan dan pemukiman
terhadap keberadaan semut dan hama lainnya di Bogor (Februari-Juni
2015)

8
16
18
19
21

22

DAFTAR GAMBAR
1 Jenis semut yang diperoleh dari keempat lokasi di permukiman Bogor
Dolichoderus thoracicus (a), Tapinoma melanochepalum (b),
Technomyrmex albipes (c), Camponotus barbatus (d), Polyrhachis
ackterbergi (e), Anoplolepis gracilipes (f), Paratrechina longicornis (g),
Prenolepis impairs (h), Pheidole sp. (i), Monomorium floricola (j),
Monomorium pharaohnis (k), Solenopsis geminata (l), Solenopsis
molesta (m), Solenopsis invicta (n), Odontomachus haematodes (o),
Odontoponera denticulata (p), Odontoponera transversa (q),
Probolomyrmex sp. (r), Tetraponera allaborans (s)

11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Penangkapan semut dengan bait trap (BT) cairan gula dan ikan di
permukiman bogor (Februari-Juni 2015)
2 Penangkapan semut dengan hand collection (HC) pada perimeter rumah
di permukiman bogor (Februari-Juni 2015)
3 Suhu dan kelembaban dari keempat lokasi di permukiman Bogor
(Februari-Juni 2015)
4 Pengukuran infestasi semut pengganggu di permukiman bogor
(Februari-Juni 2015)
5 Distribusi frekuensi jawaban responden berdasarkan variabel
biosekuriti dengan infestasi semut permukiman di Bogor (Februari-Juni
2015)
6 Kuisioner semut pengganggu di permukiman Bogor (Februari-Juni
2015)

29
29
29
31

33
36

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Semut adalah serangga sosial yang tergolong famili Formicidae, ordo
Hymenoptera terbagi lebih dari 12.000 kelompok genus, dengan perbandingan
jumlah yang besar di kawasan tropis. Semut dikenal dengan koloni dan sarangsarangnya yang teratur, terdiri atas ribuan semut per koloni. Koloni semut terdiri
atas semut pekerja, semut pejantan, dan ratu semut. Semut tersebar di dunia dalam
berbagai ekosistem kecuali daerah kutub (Ward 2007). Pada ekosistem tropika
semut dapat mencapai lebih dari 30% total biomassa serangga dan memiliki
beragam peran dalam ekosistem (Hashimoto 2003). Semut sangat peka terhadap
perubahan struktur habitat dan lingkungan tempat hidupnya serta memiliki
kemampuan adaptasi yang berbeda-beda pada tiap tipe habitat (Borror et al.
1996). Semut dapat menjadi indikator terhadap kerusakan habitat dan kunci dalam
mengukur fauna serangga (Wilson 2010).
Penelitian dan publikasi mengenai semut pada permukiman di Indonesia di
antaranya; Astuti et al. (2014) menemukan 11 jenis semut yang tergolong
kedalam empat subfamili dan 11 genus dengan jenis semut terbanyak ditemukan
yaitu Tapinoma melanochepalum di bangunan Kampus Universitas Andalas
Limau Manis Padang dan diantaranya enam jenis semut sebagai semut hama.
Satria et al. (2010) melaporkan 30 jenis semut yang tergolong ke dalam 16 genera
dan lima subfamili dengan spesies terbanyak adalah Tapinoma indicum (23.6%)
ditemukan pada rumah tangga di kota Padang Sumatera Barat. Zulkarnain (2006)
menemukan 8 genus dari 4 subfamili yang berada di pemukiman Dramaga Bogor.
Rizali (2008) menemukan 94 jenis semut dari 7 subfamili dan 45 genus di
permukiman Bogor. Kesumawati dan Sugiarto (2007) menemukan sebanyak 22
spesies semut yang tergolong ke dalam empat subfamili sebagai pengganggu
permukiman di wilayah Bogor. Riyanto (2007) melaporkan jenis semut yang
ditemukan pada tanaman di sekitar lingkungan tempat tinggal adalah Selonopsis
sp., Dolichoderus sp., Ponera sp. Hasryanti et al. (2015) menemukan sebanyak 38
jenis semut pada keseluruhan habitat (perumahan, kebun, taman, semak, pertanian
hingga pinggiran hutan) dan semut yang paling dominan ditemukan pada
keseluruhan habitat adalah Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata dan
Paratrechina longicornis pada daerah urban di Palu, Sulawesi Tengah. Ketiga
spesies semut ini merupakan spesies semut tramp yang biasa berasosiasi dengan
manusia dan bersifat invasif yang berpengaruh negatif tidak hanya bagi
keanekaragaman hayati tapi juga bagi manusia. Sementara itu, informasi
mengenai semut pengganggu di wilayah permukiman khususnya pasar dan rumah
makan belum banyak dipelajari. Informasi ilmiah tersebut sangat penting sebagai
informasi dasar dalam upaya pengendalian hama permukiman secara spesifik di
daerah tersebut.
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian ini bertujuan (1) mengindentifikasi karakteristik jenis-jenis semut
permukiman, (2) mengetahui kelimpahan, dominasi, frekuensi, dan indeks
keragaman jenis semut, (3) mempelajari faktor-faktor yang mempengaruhi

2
keberadaan semut permukiman di Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi mengenai fauna dan distribusi semut pengganggu di
permukiman, dan menjadi bahan pertimbangan untuk penyusunan strategi
pengendalian hama di permukiman.

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi dan Taksonomi Semut
Semut secara khas, mempunyai empat bagian tubuh yang jelas, yaitu kepala,
toraks, dan abdomen. Umumnya, ruas abdomen pertama atau dua ruas abdomen
depan (yang berhubungan dengan toraks) lebih kecil dari pada yang
lainnyasehingga tampak seperti pinggang. Ruas abdomen basal yang kecil ini
disebut petiol, biasanya mempunyai satu atau dua tonjolan yang disebut node,
sedang ruas bagian belakangnya disebut gaster. Bentuk node dan petiol sangat
penting dalam identifikasi semut. Pada kepalanya terdapat sepasang mata
majemuk, sepasang antena yang membentuk siku dan kadang-kadang mempunyai
oseli. Semut dewasa yang reproduktif mempunyai sepasang sayap yang bening
(membran), dan sayap depan lebih luas dan panjang dari pada sayap belakang.
Semut mempunyai tiga pasang tungkai yang menempel pada bagian toraks
(Hashimoto dan Yamane 2014).
Tubuh semut dilapisi oleh lapisan kitin (kutikula) yang tebal dan warnanya
berbeda dari satu jenis dengan jenis lainnya. Bentuk kepala semut bervariasi, bisa
bulat, lonjong, segi empat atau segi tiga, dan semua bagian-bagiannya
memperlihatkan keragaman yang luarbiasa. Mandibula adalah bagian mulut yang
paling banyak berinteraksi dengan lingkungan, bentuknyapun sangat beragam.
Selain mata majemuk yang terletak di bagian sisi kepala, juga terdapat empat buah
mata tunggal yang letaknya ditengah. Antena dilengkapi dengan sel-sel sensoris
yang memenuhi fungsinya untuk membaui dan menyentuh (Hadi 2006).
Klasifikasi semut menurut Bolton (1994);
Filum
: Arthropoda
Sub Filum
: Mandibulata
Kelas
: Hexapoda (serangga)
Ordo
: Hymenoptera
Subordo
: Apocrita
Superfamili : Vespoidea
Famili
: Formicidae
Sub Famili
: Aenictinae, Aneuretinae, Apomyrminae, Cerapachyinae,
Dolichoderinae, Dorylinae, Ecitoninae, Formicinae, Leptanillinae,
Leptanilloidinae, Myrmeciinae, Myrmicinae, Nothomyrmeciinae,
Ponerinae, Proceratiinae, Pseudomyrmecinae
Genus
: Aenictus, Aneuretus, Apomyrma, Neivamyrmex, Cerapachys,
Dolichoderus,
Dorylus,
Camponotus,
Anomalomyrma,
Strumigenys, Monomorium, Odontomachus, Probolomyrmex
Spesies
: Aenictus ambiguous, Neivamyrmex acamatus, Cerapachys

3
antennatus, Dolichoderus thoracicus, Vespa helvola,
Camponotus barbatus, Anomalomyrma taylori, Strumigenys
mandibularis,
Monomorium
pharaonis,
Odontomachus
haemotodes, Probolomyrmex sp., Tetraponera allaborans
Biologi Semut
Semut digolongkan kedalam famili Formicidae, ordo Hymenoptera yaitu
kelompok serangga yang anggotanya selain semut adalah tawon dan lebah (Borror
et al. 1996). Keberadaannya di muka bumi ini diperkirakan sebanyak 9.500 jenis
telah dideskripsikan oleh para ahli dan diperkirakan dua kali lipatnya masih belum
teridentifikasi. Di beberapa negara maju, semut merupakan pengganggu utama
rumah tangga. Yap dan Lee (1994) melaporkan bahwa di Penang, Malaysia
masyarakatnya juga melihat semut sebagai pengganggu setelah nyamuk dan lipas.
Besarnya koloni semut sangat bervariasi dan kebanyakan lokasinya di dalam
tanah, kayu, dan di antara batu-batuan (Southwood 1978). Perilaku makan semut
berbeda – beda, sebagai predator, pemakan bangkai, pengisap cairan tanaman,
atau pemakan segala (omnivora). Oleh karena itu semut tergolong serangga yang
paling sukses. Selain sebagai pengganggu (nuisance) di dalam dan di sekitar
gedung, semut juga berpotensi menularkan penyakit pada manusia dan hewan.
Kehadiran semut di sebuah rumah sakit dapat berakibat yang kurang baik bagi
kesehatan manusia karena sifatnya sebagai pemakan segala macam, termasuk
dahak yang mengandung berbagai kuman penyakit.
Individu semut mengalami metamorfosis sempurna dalam perkembangan,
terdiri atas telur, larva, pupa, dan dewasa. Telurnya sangat kecil (mikroskopis) dan
berwarna putih seperti susu. Larva yang baru menetas berwarna putih, sangat
halus seperti ulat tanpa tungkai dengan kepala menyempit kearah depan. Larva
generasi pertama diberi makan oleh induknya, tetapi larva generasi berikutnya
diberi makan oleh pekerja. Setelah cukup makan dan beberapa kali molting
(menyilih) dan akan berubah menjadi pupa (Borror et al. 1996).
Pupa semut berbentuk seperti dewasa tetapi lebih lunak, berwarna putih
krem, dan tidak aktif. Beberapa jenis, pupanya terselubung oleh kokon sutera.
Ketika seluruh organ pupa mencapai perkembangan sempurna, pekerja akan
membuka dinding pupa, menarik keluar semut muda, melepas selongsong
kutikula yang menutupi tubuh dan kaki-kakinya. Semut dewasa yang baru belum
menunjukkan warna semut yang sempurna. Semut dewasa muncul dalam
beberapa jam atau hari dan mengalami proses pengerasan serta penggelapan
kutikula. Perkembagan dari stadium telur sampai menjadi dewasa berlangsung
selama 6 minggu lebih, tergantung jenis, tersedianya makanan, suhu, musim, dan
faktor lain (Kronauer et al. 2007). Koloni semut dewasa secara umum terdiri atas
dua kasta utama yaitu individu reproduktif seperti ratu dan jantan dan individu
tidak reproduktif yang terdiri atas pekerja.
Semut jantan merupakan semut dewasa bersayap. Tugas utamanya adalah
untuk kawin dengan yang betina (ratu). Proses kawin terjadi di dalam sarang atau
di luar sarang di atas tanah, atau bahkan di udara. Perkawinan di luar sarang
terjadi pada saat swarming (Menke et al. 2014). Semut betina (ratu) merupakan
yang paling besar di dalam koloni. Betina ini memulai hidupnya sebagai serangga
bersayap, tetapi sayap segera dijatuhkan setelah kawin. Secara normal betina

4
kawin hanya sekali, dan dia akan memulai merawat keturunannya, terutama pada
generasi pertama. Tugas utamanya adalah bertelur membangun koloni baru.
Setelah merawat anak pertamanya, tugas ratu adalah hanya bertelur layaknya
mesin bertelur dan tidak berpartisipasi dalam tugas membangun sarang (Belshaw
dan Bolton 1993). Oleh karena itu ratu dirawat dan diberi makan oleh pekerja
keturunannya. Beberapa jenis hanya mempunyai satu betina reproduktif (ratu),
adapun lainnya bisa memiliki banyak ratu dalam satu sarang. Biasanya betina bisa
hidup lebih dari 15 tahun. Ratu baru dapat dibentuk melalui proses pemberian
makan khusus pekerja dewasa atau larva.
Semut pekerja merupakan kasta terbanyak. Kasta ini adalah betina steril
atau anak ratu tanpa sayap. Tugasnya merawat dan membuat sarang, memberi
makan larva dan kasta lain, merawat telur, mempertahankan koloni dari musuh
dan lain-lain. Umur berperan dalam pembagian tugas di antara pekerja. Pekerja
yang lebih muda diberi tugas lebih dekat dengan sarang sebagai perawat sedang
yang lebih tua akan berkelana lebih jauh untuk mencari makanan. Hal ini biasanya
terjadi pada kelompok semut yang monomorfik yaitu yang mempunyai ukuran
seragam. Beberapa semut mempunyai bentuk pekerja yang berbeda (dimorfik)
yaitu pekerja minor (ukuran kecil) dengan jumlah yang lebih banyak dan pekerja
mayor (ukuran besar) dengan jumlah lebih sedikit (Hadi 2006). Pekerja minor
mempunyai tugas lebih ringan daripada pekerja mayor, karena bertugas menjaga
ratu dan anak-anaknya, sedang pekerja mayor bertugas mencari makan,
memindahkan partikel lebih besar dari tanah atau kerikil. Kelompok minor lebih
fleksibel, bisa bekerja di sekitar sarang, dan mencari makan bila diperlukan.
Pekerja mayor dengan kepala yang berkembang dengan baik seringkali disebut
prajurit. Pekerja kebanyakan hidup tidak lebih dari satu tahun.
Semut betina (ratu) dapat mengatur perkembangan koloni. Setelah sekali
kawin dengan jantan, betina akan menghasilkan telur, jantan biasanya mati setelah
kawin. Telur yang dibuahi akan menjadi betina (kebanyakan pekerja), dan telur
yang tidak dibuahi akan menjadi jantan. Pada waktu tertentu dalam satu tahun,
akan dihasilkan sejumlah banyak jantan bersayap dan betina reproduktif. Mereka
akan terbang berkerumun (swarming) kearah cahaya dan biasanya terjadi
perkawinan. Setelah itu jantan akan mati segera. Betina bila sukses, akan
melepaskan sayapnya dan mencari sarang yang sesuai untuk membentuk koloni
baru. Beberapa Jenis semut tidak atau jarang melakukan swarming (Borror et al.
1996). Tetapi, mereka akan kawin di dalam sarang, setelah itu jantan akan diusir
keluar, betina akan menghasilkan betina reproduktif. Beberapa betina, yang telah
dibuahi di dalam sarang asal, bisa bersama pekerjanya keluar meninggalkannya
dan membentuk koloni baru. Cara pembentukan koloni baru biasanya terjadi pada
semut faraoh dan semut argentina.
Distribusi Semut
Semut ditemukan pada setiap daratan yang ditempati di muka bumi. Semut
menghuni setiap iklim dari pegunungan, padang pasir, dataran pantai, pantai, kota,
padang rumput, hutan hujan, dan lokasi lainnya (Wilson 2010; Ramadanu et al.
2013; Susanto et al. 2013). Serangga tersebut mampu beradaptasi dengan
lingkungan karena bentuk atau ukuran yang sangat kecil, memiliki kemampuan

5
bereproduksi lebih besar dalam waktu singkat, mempunyai keragaman yang luar
biasa, bentuk dan perilaku (Borror et al,1996).
Myrmicinae merupakan subfamili yang memiliki jumlah jenis terbesar
dalam famili Formicidae, genus Monomorium yang merupakan hama permukiman
yang sangat dominan (Na dan Lee, 2001). Beberapa subfamili bersifat endemik
pada suatu daerah, seperti Aneuritinae merupakan jenis semut yang endemik di
Australia yang hanya memiliki satu genus, yaitu genus Aneuretus. Subfamili
Ecitoninae yang terdiri dari lima genera dan hanya ditemukan di Amerika Selatan
(kawasan Neartik). Subfamili Leptanilloindinae merupakan semut yang hanya
ditemukan pada derah tropis (Southwood 1978). Da Silva et al. (2004)
melaporkan di permukiman wilayah Brasil ditemukan jenis-jenis semut seperti
Camponotus 27 jenis, Pheidole 13 jenis, Solenopsis 11 jenis, dan Crematogaster 8
jenis. Wilkie et al. (2007) melaporkan hasil temuannya di permukiman wilayah
Ekuador bahwa, keragaman semut ditemukan 47 jenis semut dengan 19 genus,
termasuk jenis baru dan langka. Rizali (2006) melaporkan keseluruhan spesies
semut yang ditemukan di Kepulauan Seribu berjumlah 48 spesies yang termasuk
dalam 5 subfamili dan 28 genus, beberapa spesies seperti Ponera sp., hanya
ditemukan pada pulau-pulau yang lokasinya dekat dengan pulau Jawa, spesies
semut eksotik berhasil ditemukan seperti Anoplolepis gracilipes, Solenopsis
geminata dan Paratrechina longicornis yang dikenal bersifat invasif. Anoplolepis
gracilipes dan Solenopsis geminata hanya ditemukan pada pulau-pulau yang
memiliki dermaga saja. Rahim (2009) melaporkan keanekaragaman semut yang
diperoleh dari tiga pulau (Bokor, Rambut, Untung Jawa) adalah 68.787 individu
yang terdiri dari 4 subfamili 21 genus dan 35 spesies. Spesies Iridomyrmex
anceps, Anoplolepis gracilipes, Solenopsis geminata merupakan spesies yang
memiliki jumlah individu tertinggi. Spesies invasif ditemukan yaitu Paratrechina
longicornis, Solenopsis geminata dan Anoplolepis gracilipes. Astuti et al. (2014)
individu yang paling banyak ditemukan di Bangunan Kampus Universitas
Andalas Limau Manis Padang adalah Tapinoma melanochepalum (273 individu),
diikuti Solenopsis geminata (262 individu) dan Paratrechina longicornis (135
individu), diantaranya enam jenis semut merupakan hama.
Peranan Semut Dalam Kesehatan
Permasalahan yang ditimbulkan oleh adanya hama permukiman dapat
dikelompokkan menjadi tiga bagian. Pertama, berdasarkan tingkat bahaya,
kerugian, atau gangguan yang kemungkinan dapat ditimbulkan oleh hama-hama
tersebut. Kedua, berdasarkan tingkat populasi hama-hama tersebut di lingkungan
permukiman. Ketiga, berdasarkan tingkat toleransi pemukim terhadap keberadaan
hama di lingkungannya. Dalam hal ini terkait dengan nilai ambang toleransi
pemukim terhadap keberadaan hama disekitarnya, yang artinya suatu keadaan
dapat menjadi masalah bagi seseorang tetapi tidak untuk orang lain. Selain
sebagai pengganggu di dalam dan di sekitar gedung, semut juga berpotensi
menularkan panyakit pada manusia dan hewan. Sebagai contoh, semut secara
mekanik dapat membawa berbagai agen penyakit yang menempel pada tubuhnya
atau di saluran pencernaannya (Hadi 2006).
Semut sering berkeliaran di dapur dan tempat-temat pengolahan makanan,
tempat sampah dan kotoran sehingga peranan semut yang dalam dunia kesehatan

6
tidak bisa diabaikan. Semut juga dapat menjadi ancaman apabila infestasinya
tinggi di rumah (Belshaw dan Bolton 1993). Semut juga mengganggu kesehatan
manusia dan hewan karena sengatannya yang cukup menyakitkan, dan bagi orang
yang mempunyai sifat alergi sengatan semut ini bisa menimbulkan gangguan
kesehatan yang serius. Contoh semut yang sengatannya cukup menyakitkan
adalah semut api Solenopsis germinata dan Solenopsis invicta (Wilson 2010).
Kerugian yang diakibatkan oleh semut hama adalah menyebabkan kontaminasi
pada makanan dan peralatan steril di rumah sakit dan laboratorium. Selain
menyebabkan kontaminasi terhadap makanan dan peralatan laboratorium, semut
dapat menyebabkan alergi dan menjadi vektor penyakit karena berasosiasi dengan
beberapa mikroorganisme patogen (Lee 2002).

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan selama lima bulan dari Februari-Juni 2015. Sampel
semut diperoleh dari 10 pasar, 25 rumah makan, 30 di dalam rumah dan 30
perimeter rumah di bawa ke laboratorium. Identifikasi semut dilakukan di
Laboratorium Entomologi bagian Parasitologi dan Entomolgi Kesehatan Fakultas
Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Metode Penelitian
Pengambilan sampel semut dilakukan pada empat titik setiap pasar, dua titik
pada setiap rumah makan, tiga titik setiap rumah, dan satu titik pada setiap
perimeter rumah.
Penangkapan Semut dengan Bait Trap (BT). BT adalah perangkap berumpan
yang berupa wadah piring plastik dan gelas plastik yang telah diberi lubang pada
bagian bawah. Umpan yang digunakan dalam BT adalah cairan gula dan ikan.
Umpan cairan gula dimasukkan ke dalam wadah piring plastik dan ikan
dimasukkan ke dalam gelas plastik yang telah diberi lubang pada bagian bawah,
kemudian diletakkan secara terpisah pada masing-masing spot (titik pengamatan).
Perangkap tersebut disimpan selama 60 menit (Human and Gordon 1996; Mustafa
et al. 2011), setelah itu semut yang berada dalam perangkap dipindahkan ke
dalam botol sampel yang berisi alkohol 70% dengan menggunakan kuas dan
diberi label. Selanjutnya koleksi semut di bawa ke laboratorium untuk diproses
lebih lanjut.
Penangkapan Semut dengan Tanpa Umpan. Penangkapan semut dilakukan
secara manual pada lokasi perimeter rumah dengan jarak tiga meter dari rumah,
menggunakan kuas, plastik dan botol sampel yang berisi alkohol 70%.
Penangkapan semut dilakukan selama 30 menit (Watanasit et al. 2007).
Selanjutnya semut yang dikoleksi kemudian diberi label dan dibawa ke
laboratorium untuk diproses serta diidentifikasi.

7
Pengukuran Faktor Fisik Lingkungan. Suhu dan kelembaban udara diukur
menggunakan alat Thermohygrometer digital pada lokasi pasar, rumah makan,
dalam rumah dan perimeter rumah. Hasil yang diperoleh dari pengamatan dicatat
dan disajikan dalam bentuk tabel.
Pengukuran Korelasi Infestasi Semut terhadap Biosekuriti Personal,
Tempat/Peralatan dan Lingkungan. Pengukuran korelasi infestasi semut,
dilakukan dengan wawancara terhadap masyarakat secara langsung menggunakan
kuesioner. Jumlah responden peserta kuesioner di pasar sebanyak 100 responden,
rumah makan sebanyak 69 responden dan pemukiman sebanyak 100 responden.
Adapun aspek yang diamati yaitu biosekuriti personal, biosekuriti
tempat/peralatan, biosekuriti lingkungan sebagaimana tersaji pada Lampiran 6.
Identifikasi Semut. Seluruh semut yang tertangkap dengan dan tanpa
pengumpanan, diidentifikasi di bawah mikroskop stereo. Identifikasi dilakukan
berdasarkan panduan Bolton (1994), Na dan Lee (2001), Hashimoto dan Rahman
(2003).
Analisis Data
Data karakteristik habitat, jenis-jenis semut, dan data korelasi infestasi
semut terhadap biosekuriti personal, biosekuriti tempat/peralatan, biosekuriti
lingkungan dianalisis secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel. Untuk
mengetahui fauna semut dianalisis dengan menggunakan beberapa parameter :
Dihitung berdasarkan proporsi semut Jenis tertentu terhadap jumlah total
semut tertangkap dikali 100%, dengan rumus :
Kelimpahan Nisbi = ∑ individu Jenis tertentu yang tertangkap x 100%
∑ total seluruh individu Jenis yang tertangkap
Dihitung berdasarkan jumlah minggu semut Jenis tertentu tertangkap dibagi
dengan jumlah minggu penangkapan, dengan rumus :
Frekuensi Jenis = ∑ minggu tertangkapnya semut Jenis tertentu
∑ minggu penangkapan
Angka dominansi Jenis dihitung berdasarkan perkalian antara
Kelimpahan dengan Frekwensi semut tertangkap setiap Jenis, dengan rumus :
Dominasi Jenis = (Kelimpahan Nisbi x Frekuensi Jenis)
Indeks Keragaman Jenis (H’) Shannon- Wiener (Southwood, 1978), yaitu:
H’ = -∑Pi Ln(Pi); dengan Pi = Ni/N
Keterangan :
H’
: indeks Keragaman Jenis
Pi
: perbandingan jumlah individu suatu Jenis dengan keseluruhan Jenis
Ni : jumlah individu ke-i
N
: jumlah total individu semua Jenis
Kriteria indeks Keragaman Jenis dibagi menjadi empat:
H’3 (tinggi)
Pengukuran korelasi infestasi semut terhadap biosekuriti personal,
biosekuriti tempat/peralatan, biosekuriti lingkungan dilakukan dengan mengukur

8
koefisien korelasi menggunakan software SPSS 17.0 dan kriteria angka koefisien
korelasi yaitu : 0,00 – 0,199 = sangat rendah; 0,20 – 0,399 = rendah; 0,40 – 0,599
= sedang; 0,60 – 0,799 = kuat; 0,80 – 1,000 = sangat kuat (Sugiono 2010). Angka
kepercayaan (α = 0,05) atau 95%

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaman Jenis Semut Pengganggu di permukiman
Hasil penelitian menunjukkan jenis-jenis semut yg diperoleh dari lokasi
pasar, rumah makan, dalam rumah dan perimeter rumah ditemukan 21 jenis semut
dari 6 subfamili, dan 15 genus (Tabel 1). Jenis semut dari subfamili
Dolichoderinae terdapat tiga jenis, subfamili Formicinae 6 jenis, subfamili
Myrmicinae 7 jenis, subfamili Ponerinae tiga jenis, subfamili Proceratiinae dan
Pseudomyrmecinae masing-masing satu jenis. Morfologi jenis-jenis semut
pengganggu permukiman sebagai berikut;
Tabel 1. Tingkatan taksa jenis-jenis semut pengganggu permukiman yang dikoleksi
dari keempat lokasi di permukiman Bogor (Februari-Juni 2015)
No
1

2

Subfamili
Dolichoderinae

Formicinae

Tribe
Dolichoderini
Tapinomini
Camponotini

Genus
Dolichoderus
Tapinoma

Jenis
Dolichoderus thoracicus

Technomyrmex

Technomyrmex albipes

Camponotus
Polyrhachis

Camponotus barbatus

Tapinoma melanocephalum

Polyrhachis sp.
Polyrhachis ackterbergi

3

Myrmicinae

Lasiini

Anoplolepis

Anoplolepis gracilipes

Plagiolepidini

Paratrechina

Paratrechina longicornis

Prenolepis

Prenolepis imparis

Pheidole
Monomorium

Pheidole sp.

Attini
Solenopsidini

Monomorium floricola
Monomorium pharaonis

Solenopsis

Solenopsis geminata
Solenopsis invicta
Solenopsis molesta
Solenopsis sp.

4

Ponerinae

Ponerini

Odontomachus
Odontoponera

Odontomachus haematodes
Odontoponera denticulata
Odontoponera transversa

5

Proceratiinae

Probolomyrmecini

Probolomyrmex

Probolomyrmex sp.

6

Pseudomyrmecinae

Pseudomyrmecini

Tetraponera

Tetraponera allaborans

9

a

b

c

d

e

f

g

h

10

i

j

k

l

m

n

o

p

11

q

r

s

Gambar 1. Jenis semut yang diperoleh dari keempat lokasi di permukiman Bogor
Dolichoderus thoracicus (a), Tapinoma melanochepalum (b), Technomyrmex
albipes (c), Camponotus barbatus (d), Polyrhachis ackterbergi (e), Anoplolepis
gracilipes (f), Paratrechina longicornis (g), Prenolepis impairs (h), Pheidole
sp. (i), Monomorium floricola (j), Monomorium pharaohnis (k), Solenopsis
geminata (l), Solenopsis molesta (m), Solenopsis invicta (n), Odontomachus
haematodes (o), Odontoponera denticulata (p), Odontoponera transversa (q),
Probolomyrmex sp. (r), Tetraponera allaborans (s)
Subfamili Dolichoderinae. Semut subfamili ini tidak memiliki alat sengat,
tangkai metasoma terdiri satu segmen dan tidak ada penyempitan antara dua
segmen berikutnya. Pada umumnya berukuran agak kecil (Borror et al. 1996).
Acidopore pada subfamili ini berbentuk seperti celah tanpa ada rambut
disekelilingnya (Bolton 1994; Na dan Lee 2001; Hashimoto dan Rahman 2003).
Ciri utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Dolichoderus thoracicus
(Gambar 1.a) mempunyai pedicel dengan satu node (petiole); biasanya tanpa
penyengat. Ujung abdomen tanpa lingkaran rambut. Node memuncak tetapi
tumpul (nodiform). Karakteristik lain: keras dan kulit berupa ukiran; bagian
punggung toraks dengan satu penonjolan keatas; warna tubuh hitam.
Tapinoma melanochepalum (Gambar 1.b) merupakan jenis yang termasuk
monomorphic. Warna tubuh berbeda, kepala dan bagian lateral alitrunk berwarna
coklat kehitam-hitaman, bagian dorsal alitrunk (kecuali propodeum), mandibula,

12
gaster dan kaki berwarna kuning pucat. Sedangkan gaster biasanya berwarna
pucat dan kadang-kadang berwarna coklat. Mata berukuran besar. Mandibula
dengan tiga buah gigi dan sekitar tujuh buah denticle. Clypeus tanpa longitudinal
carinae, bagian anterior sedikit cekung. Alitrunk sedikit mengembung dengan
bagian metasoma yang ramping. Propodeum tidak memiliki duri. Permukaan
bagian atas alitrunk lebih pendek dibandingkan terhadap permukaan bagian
bawah. Gaster dengan empat segmen. Terdapat rambut pada gaster dan setae
yang tegak hanya pada clypeus dan ujung dari gaster. Technomyrmex albipes
(Gambar 1.c) mempunyai petiole dengan satu node (node datar); biasanya tanpa
penyengat. Ujung abdomen tanpa lingkaran rambut. Lima tergites gaster dapat
terlihat. Kaki tidak sebanding dengan tubuh; atas tubuh ditutupi dengan beberapa
rambut panjang berwarna coklat gelap dengan tubuh berwarna hitam; tarsi
berwarna kuning atau putih.
Subfamili Formicinae. Subfamili ini tidak memiliki alat sengat. Mata
berkembang dengan baik, tetapi kadang-kadang tidak memiliki pada genus
Acropyga. Terdapat ocelli. Ujung antena tidak berbentuk club. Petiole terdiri atas
satu node. Segmen kedua gaster tidak berbentuk tubulate. Gaster terdiri atas lima
buah segmen. Memiliki acidopore dan tidak memiliki sengat. Acidopore
berbentuk circular atau semicircular dengan rambut yang pendek di sekitarnya
(Bolton 1994; Borror 1996; Na dan Lee 2001; Hashimoto dan Rahman 2003).
Pada subfamili ini didapatkan lima jenis yang tergolong lima genera semut
pengganggu. Ciri utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Camponotus
barbatus (Gambar 1.d) memiliki petiole dengan satu node (node dengan puncak
yang tajam squamiform); biasanya tanpa menyengat. Ujung abdomen dengan
lingkaran rambut. Thorax terlihat bulat merata di sampingnya; pekerja polimorfik.
Tubuh hitam, gaster berat ditutupi dengan rambut telentang keabu-abuan).
Polyrhachis ackterbergi (Gambar 1.e) memiliki Clypeus di Kepala yang
sangat luas, jelas lebih lebar memanjang. Pronotum di bagian punggung, gigi
tumpul. Rahang sangat halus, mesosoma jelas dan teratur. Gaster sangat halus.
Coxae dari kaki depan. Subpetiole coklat kemerahan, ujung kaki sangat terang
berwarna oranye. Ujung proksimal tibiae dan tarsi berwarna coklat sangat gelap
sampai hitam. Gaster berwarna sangat gelap coklat kemerahan. Anoplolepis
gracilipes (Gambar 1.f) memiliki petiole dengan satu node (node dengan puncak
yang tajam); biasanya tanpa menyengat. Ujung abdomen dengan lingkaran
rambut. Toraks terlihat merata di sampingnya; pekerja monomorfik. Antena
dengan 11 segmen; antena tanpa club; kepala dengan dua baris rambut menegang,
tidak ada rambut yang menegang pada antena segmen pertama dan toraks; tubuh
kurus dengan kaki yang sangat panjang; tubuh berwarna kuning.
Paratrechina longicornis (Gambar 1.g) memiliki karakteristik; antena
berjumlah 12 segmen. Mandibula dengan tipe subtriangular atau elongatetriangular. Antena socket sangat dekat dengan clypeus. Palpus panjang. Memiliki
petiole dengan satu node. Tidak memiliki sengat. Bersifat monomorphisme
dengan warna tubuh coklat tua atau kehitam-hitaman. Antena sangat panjang.
Kepala berbentuk elongate. Mandibula terdiri dari lima buah gigi. Clypeus tanpa
longitudinal carinae. Alitrunk ramping, propodeum tanpa duri, posterodorsal
membulat dan terdapat spirakel propodeal. Propodeum tidak memiliki rambut
yang tegak. Pada seluruh permukaan tubuh terdapat rambut-rambut halus.
Prenolepis impairs (Gambar 1.h) memiliki petiol dengan satu node (node dengan

13
puncak yang tajam); biasanya tanpa penyengat. Ujung abdomen dengan lingkaran
rambut. Thorax terlihat merata di bagian samping; pekerja monomorfik. Antena
dengan 12 segmen. Kepala dan thoraks tidak ada ukiran. Scape meluas atas
kepala; ocelli tidak ada. Panjang scape adalah satu setengah panjang kepala; scape
dan tubuh ditutupi dengan rambut menegang, tetapi tidak diatur dan berbeda
secara berpasangan; mandibula dengan enam gigi; berwarna kuning kecoklatan.
Subfamili Myrmicinae. Myrmicinae merupakan subfamili yang memiliki
jumlah jenis terbesar diantara semut lainnya, dicirikan dengan adanya metasoma
yang memiliki dua segmen. Tidak mempunyai ocelli, antena berjumlah 4-12
segmen. Mandibula mempunyai bentuk yang bervariasi, pertumbuhan jumlah gigi
merupakan karakter taksonomi yang penting untuk membedakan setiap jenisnya
(Bolton 1994; Borror 1996; Na dan Lee 2001; Hashimoto dan Rahman 2003).
Dari subfamili ini 6 jenis semut pengganggu yang tergolong kepada tiga genera.
Ciri utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Pheidole sp. (Gambar 1.i)
memiliki Pedicel dengan dua node (petiol dan postpetiol); dengan alat penyengat.
Belakang thorax dengan sepasang duri. 12-tersegmentasi antena yang berakhir
pada club 3-tersegmentasi (karakteristik lain: tubuh coklat kemerahan; pedicel
melekat pada tengah gaster; pekerja dimorfik - utama: kepala membesar dan
sedikit beralur; minor: kepala tidak membesar, sedikit beralur dan mengadu).
Monomorium floricola (Gambar 1.j) memiliki Pedicel dengan dua node
(petiol dan postpetiol); dengan alat penyengat. Belakang thorax (propodeum)
tanpa duri di atas. 11-12 tersegmentasi antena yang berakhir pada club 3tersegmentasi. panjang tubuh 1,5-2,0 mm; 11-12-tersegmentasi antenna. 12tersegmentasi antena (karakteristik lain: kepala dan gaster berwarna gelap;
sengatan terlihat). Monomorium pharaohnis (Gambar 1.k) memiliki karakteristik;
Tubuh berwarna kuning kemerah-merahan dengan gaster berwarna hitam. Tubuh
tidak tertutupi oleh rambut. Mesosoma biasanya berwarna pucat. Node petiole
ramping dan membulat, sedangkan node postpetiole lebih besar dari petiole.
Solenopsis geminata (Gambar 1.l) memiliki karateristik yang bersifat
polymorphic. Tubuh berwarna coklat kemerah-merahan dengan kepala berwarna
coklat, kepala berbentuk persegi empat, bagian margin posterior mencembung,
mandibula besar dan tegap. Memiliki empat buah gigi. Clypeus dengan sepasang
longitudinal carinae. Mata relatif kecil yang terdiri kurang lebih 20 ammatidia.
Terdapat ocelli pada bagian anterior kepala. Scape pendek, antena club sama
panjangnya dengan kombinasi segmen antena ke-3 sampai ke-9. Pada mesosoma
dan gaster terdapat banyak rambut yang tegak. Mandibula terdiri dari empat buah
gigi. Scape pada antena mencapai bagian posterior dari kepala. Clypeus dengan
sepasang carinae. Carinae mencapai permukaan dorsal dari propodeum.
Solenopsis molesta (Gambar 1.m) memiliki pedicel dengan dua node (petiol
dan postpetiol); dengan alat penyengat. Belakang thorax (propodeum) tanpa duri
di atas. 10-tersegmentasi antena yang berakhir pada club 2-tersegmentasi. ukuran
tubuh yang kecil (sekitar 1,5 mm) (karakteristik lain: sengatan tidak terlihat,
pekerja monomorfik; kekuningan warna tubuh coklat). Solenopsis invicta (Gambar
1.n) memiliki pedicel dengan dua node (petiol dan postpetiol); dengan alat
penyengat. Belakang thorax (propodeum) tanpa duri di atas. 10-tersegmentasi
antena yang berakhir pada club 2-tersegmentasi. Panjang tubuh dari > 3 mm
(karakteristik lain: seluruh tubuh ditutupi dengan rambut panjang, pekerja
polimorfik; warna tubuh coklat kemerahan). Mandibula dengan empat gigi yang

14
berbeda (gigi keempat pekerja utama adalah tidak berbeda); ukuran kepala relatif
sama dengan tubuh.
Subfamili Ponerinae. Subfamili ini tangkai metasoma hanya satu ruas,
tetapi terdapat satu penyempitan yang jelas antara dua ruas berikutnya posterior
terhadap tangkai. Panjangnya 2-4 mm (Borror et al. 1996). Ditemukan tiga jenis
dengan dua genera. Jenis ini tidak termasuk sebagai semut pengganggu/hama,
subfamili Ponerinae lebih dikenal sebagai semut prdator (Agosti et al, 2000). Ciri
utama dari masing-masing jenis semut yaitu; Odontomachus haematodes (Gambar
1.o) memiliki satu petiole yang dapat memisahkan alitrunk dan gaster. Ujung
gaster dengan sting yang terlihat jelas, pygidium dan hipopygidium tidak
dilengkapi sisir atau susunan duri yang menebal. Kantung antena dengan ujung
tepi posterior dan clypeus terpisah. Spirakel pada ruas gaster keempat dan kelima
tersembuyi. Mandibula yang sama dengan Anochetus. Kepala bergabung
dipertengahan membentuk huruf V, sedangkan puncak kepala membentuk garis
mengalur dipertengahan.
Odontoponera denticulate (Gambar 1.p) memiliki mandibula berbentuk
triangular dengan lima gigi yang besar. Terdapat frontal lobes yang saling
berdekatan dan hanya terpisah dengan garis tipis segitiga. Bila dilihat dari sisi
anterior tubuh, metatibia tungkai belakang terdapat dua taji pectinate yang kecil.
Cakar pretarsal sederhana tanpa adanya gigi. Tepi anterior clypeus dengan tujuh
geligi kecil yang tumpul Pronotum dengan sepasang gigi triangular. Permukaan
pronotum dan kepala yang kasar beralur dijadikan karakter yang khas. Memiliki
scape antena (bagian pangkal antena yang tidak bersegmen) dan relatif lebih
pendek. Ukuran mata relatif lebih besar. Bagian kepala (caput) memiliki bentuk
cekungan yang sempit. warna lebih gelap (terkadang hitam) dengan kaki yang
berwarna agak kemerahan. Berdasarkan habitatnya serta perilakunya, umumnya
banyak ditemukan pada daerah-daerah terganggu atau daerah yang banyak
aktivitas manusia. Juga lebih menyukai tempat yang lebih terbuka.
Odontoponera transversa (Gambar 1.q) memiliki mandibula berbentuk
triangular dengan lima gigi yang besar. Terdapat frontal lobes yang saling
berdekatan dan hanya terpisah dengan garis tipis segitiga. Bila dilihat dari sisi
anterior tubuh, metatibia tungkai belakang terdapat dua taji pectinate yang kecil.
Cakar pretarsal sederhana tanpa adanya gigi. Tepi anterior clypeus dengan tujuh
geligi kecil yang tumpul Pronotum dengan sepasang gigi triangular. Permukaan
pronotum dan kepala yang kasar beralur dijadikan karakter yang khas. Memiliki
scape antena (bagian pangkal antena yang tidak bersegmen) yang relatif lebih
panjang. Ukuran mata relatif lebih kecil. Bagian kepala (caput) memiliki bentuk
cekungan yang agak lebar. umumnya memiliki warna lebih cerah (cokelat
kemerahan). Berdasarkan habitatnya serta perilakunya, umumnya banyak
dijumpai di kawasan hutan atau daerah yang tidak banyak aktivitas dan gangguan
manusianya dan hampir tidak pernah dijumpai di daerah yang banyak aktivitas
manusia. Juga lebih menyukai tempat yang lebih gelap dan lembab.
Subfamili Proceratiinae. Subfamili Proceratiinae ditemukan satu jenis
dengan satu genera. Jenis semut yaitu Probolomyrmex sp. (Gambar 1.r) memiliki
ciri satu petiol menyerupai gaster. Toraks rata tanpa ukiran. Pada ujung gaster
terdapat lingkaran dan rambut-rambut. Jenis semut tersebut tidak termasuk
sebagai semut pengganggu/hama, subfamili Proceratiinae lebih dikenal sebagai
semut generalis (Agosti et al. 2000).

15
Subfamili Pseudomyrmicinae. Subfamili Pseudomyrmecinae memiliki
tubuh yang ramping (Borror et al. 1996), ditemukan satu jenis dengan satu genus.
Jenis semut yaitu Tetraponera allaborans (Gambar 1.s) memiliki ciri dua petiole.
Pygidium melekuk tanpa adanya duri yang tersusun diujungnya. Tidak terdapat
frontal lobes. Kantung antena terbuka tidak ditutupi frontal lobes. Tibia tungkai
belakang dengan taji berbentuk pectinate. Tepi posterior dari pertengahan clypeus
tidak melekuk. Jenis semut tersebut tidak termasuk sebagai semut
pengganggu/hama, subfamili Pseudomyrmicinae lebih dikenal sebagai semut
generalis (Agosti et al. 2000).
Keragaman Jenis Semut yang diperoleh dengan Bait Trap dan Hand
Collection
Jenis semut yang diperoleh dengan bait trap, ditemukan 10 jenis semut
dari tiga subfamili dengan jumlah sebanyak 16.620 individu. Jenis semut dengan
jumlah individu terbanyak ditemukan yaitu Paratrechina longicornis (27,8%),
diikuti oleh Solenopsis sp. (23,9%), dan Monomorium pharaonis (16,7%) (Tabel
2). Jenis semut tersebut sering dijumpai pada tiga lokasi penelitian, dan ada
beberapa jenis semut yang hanya ditemukan pada lokasi tertentu saja seperti
Dolichoderus thoracicus dan Polyrhachis sp. yang hanya ditemukan di lokasi
Pasar, dan Technomyrmex albipes yang hanya ditemukan pada lokasi Rumah
Makan (Tabel 2). Sementara itu, dari dalam rumah suhu 30,50C dan kelembaban
62,6% diperoleh 7 jenis semut dengan 11,439 individu. Pada lokasi pasar rata-rata
suhu 30,70C dan kelembaban 72,2% ditemukan 8 jenis semut dengan 1,327
individu. Selanjutnya di lokasi rumah makan dengan rata-rata suhu 31,40C dan
kelembaban 69,3% dapat ditemukan 9 jenis semut dengan 4,301 individu.
(Lampiran 3). Sementara itu, Zulkarnain (2006) melaporkan bahwa semua jenis
semut yang ditemukan aktif siang hari pada suhu suhu di bawah 30 0C dan
kelembaban udara di atas 60%.
Persentase jenis semut terbanyak ditemukan pada lokasi pasar adalah
Paratrechina longicornis (60,4%). Adapun, di lokasi rumah makan adalah
Anoplolepis gracilipes (39,3%). Selanjutnya di lokasi dalam rumah Solenopsis sp.
(35,4%). Pada tiga lokasi penangkapan menggunakan bait trap, jenis semut yang
paling sering ditemukan adalah Paratrechina longicornis. Hal tersebut sama
dengan yang dilakukan Rizali (2011) pada penelitian yang dilakukan di
permukiman banyak ditemukan jenis semut Paratrechina longicornis. Menurut
Zulkarnain (2006) semut di permukiman yang tertarik pada berbagai jenis umpan
dan berhabitat di dalam rumah adalah Paratrechina sp., semut tersebut dijumpai
pada kondisi sanitasi yang tidak baik.
Dalam rumah jumlah total individu semut paling banyak yaitu 11439
individu, sedang lokasi pasar memiliki jumlah total individu semut paling sedikit
yaitu 1327 individu tetapi untuk keanekaragaman jenis semut masih lebih stabil.
Faktor suhu dan kelembaban udara mikro dalam ekosistem turut mempengaruhi
keragaman jenis semut, karena titik optimum suhu dan kelembaban untuk masingmasing semut berbeda. Paratrechina longicornis dan Tapinoma melanocephalum
merupakan semut rumah. Menurut Lee dan Tan (2004), Paratrechina longicornis

16

Tabel 2. Jenis - jenis semut yang dikoleksi dengan Bait trap pada tiga lokasi
di Permukiman Bogor (Februari – Juni 2015).
No

Subfamili
Jenis

1
2
3

Dolichoderinae
Tapinoma
melanocephalum
Dolichoderus thoracicus
Technomyrmex albipes

1
2
3

Formicinae
Paratrechina longicornis
Anoplolepis gracilipes
Camponotus barbatus

4

Polyrhachis sp.

1
2
3
11

Myrmicinae
Monomorium pharaonis
Pheidole sp.
Solenopsis sp.
Total

Jumlah individu setiap lokasi
Pasar

%

Rumah makan

%

Total

Dalam Rumah

%



%

180

13.6

578

13.4

1356

11.9

2114

12.4

4
0

0.3
0

0
3

0
0.1

0
0

0
0

4
3