Karakterisasi Dan Alkaline Pretreatment Lignoselulosa Cabomba Caroliniana

KARAKTERISASI DAN ALKALINE PRETREATMENT
LIGNOSELULOSA Cabomba caroliniana

EKA RAZAK KURNIAWAN

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Karakterisasi dan
Alkaline Pretreatment Lignoselulosa Cabomba caroliniana” adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016
Eka Razak Kurniawan
NIM C34110055

ABSTRAK
EKA RAZAK KURNIAWAN. Karakterisasi dan Alkaline Pretreatment
Lignoselulosa Cabomba caroliniana. Dibimbing oleh UJU dan JOKO SANTOSO.
Lignoselulosa merupakan komponen serat yang meliputi selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Kadar lignin yang tinggi dapat menghambat akses enzim
selulase dalam proses hidrolisis. Tujuan penelitian adalah mengkarakterisasi
struktur tanaman air Cabomba caroliniana segar dan setelah pretreatment, serta
menentukan faktor konsentrasi alkali (NaOH 3% atau 6%), suhu (55 οC atau 80 οC)
dan waktu pretreatment (6 jam atau 12 jam) yang paling maksimal dalam
mendegradasi lignin. Komposisi lignoselulosa dari tanaman Cabomba caroliniana
segar memiliki hemiselulosa, selulosa dan lignin berturut-turut 17,30±0,13%,
14,03±0,32% dan 11,14±0,68%. Jumlah yield regenerated biomass terendah
(14,84±0,36%) dan lignin terekstrak tertinggi (3,56±0,03 mg/L) dihasilkan pada
perlakuan konsentrasi NaOH 6% pada suhu 80οC selama 12 jam. Karakteristik
struktural sampel perlakuan tersebut memiliki nilai puncak intensitas selulosa pada

panjang gelombang 899 cm-1, 1161 cm-1 dan 1200 cm-1 dan lignin 1543 cm-1 pada
sampel segar dengan indeks kristalinitas tertinggi 56,0%. Struktur tanaman
mengalami perubahan berupa jaringan yang terputus dan tidak kompak. Jenis gula
yang terdapat pada filtrat yang diberikan perlakuan adalah maltosa, glukosa dan
arabinosa.
Kata kunci: Alkali, Cabomba caroliniana, kristalinitas, lignoselulosa

ABSTRACT
EKA RAZAK KURNIAWAN. Characterization and Alkaline Pretreatment
Lignocellulose of Cabomba caroliniana. Supervised by UJU and JOKO
SANTOSO.
Lignoselulosa is a component of fiber consist of cellulose, hemicellulose
and lignin. Lignin at high concentrate can inhibit the cellulose enzyme access in the
process of hydrolysis. The aims of the research were to characterize the structure of
aquatic plants Cabomba caroliniana fresh and after pretreatment and to determine
the factors of concentration of alkali (NaOH 3% or 6%), temperature (55 οC or 80
ο
C) and pretreatment time (6 hours or 12 hours) on degrading maximum of lignin.
The composition of lignocellulose from plant fresh Cabomba caroliniana had
hemicellulose, cellulose and lignin were 17.30±0.13%, 14.03±0.32% and

11.14±0.68% respectively. The lowest number of yield regenerated biomass
(14.84±0.36%) and the highest lignin extracted (3.56±0.03 mg/L) were obtained
from the concentration of NaOH treatment 6% at a temperature of 80 οC for 12
hours. Structural characteristics of that samples have values of peak intensity
cellulose at a wavelength of 899 cm-1,1200 cm-1; hemicellulose at 1161 cm-1 and
1543 cm-1 for lignin on fresh samples. Surface morphology on the sample was
changed in the plant of network which disconnected and not compact. The kind of
sugars found in filtrate treatment given was maltose, glucose and arabinose.
Keywords: Alkaline, Cabomba caroliniana, crystallinity, lignocellulose.

© HAK CIPTA MILIK IPB, TAHUN 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa
mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan,
penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak
merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya
tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


KARAKTERISASI DAN ALKALINE PRETREATMENT
LIGNOSELULOSA Cabomba caroliniana

EKA RAZAK KURNIAWAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirahiim.
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan dengam judul

“Karakterisasi dan Alkaline Pretreatment Lignoselulosa Cabomba caroliniana”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:
1 Dr Eng Uju, SPi MSi dan Prof Dr Ir Joko Santoso, MSi selaku dosen
pembimbing dan sekaligus Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan,
atas segala bimbingan dan pengarahannya kepada penulis.
2 Dr Ir Iriani Setyaningsih MS selaku Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perairan.
3 Dr Ella Salamah MSi selaku dosen penguji atas segala masukan, arahan
serta ilmu yang diberikan kepada penulis.
4 Bambang Riyanto Spi Msi selaku dosen Komisi Pendidikan Teknologi
Hasil Perairan yang telah memberi masukan dan saran yang diberikan
kepada penulis.
5 Dr Ir Evi Savitri Iriani MSi dan laboran Balai Besar Pasca Pertanian
Cimanggu, Bogor yang telah membantu penulis dalam melakukan
analisis.
6 Dr Yopi dan laboran Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Cibining,
Bogor yang telah membantu penulis dalam melakukan analisis.
7 Orangtua dan keluarga tercinta yang telah memberikan dukungan dan
kasih sayangnya kepada penulis.

8 Teman-teman Peneliti Laboratorium Membran serta teman-teman THP
47, 48, 49, dan 50 atas dukungannya dalam masa akademik penulis di
Institut Pertanian Bogor.
9 Mas Zaky, Mas Ipul, Ibu Ema dan Mbak Dini yang telah membantu dalam
masa penelitian.
10 Muhammad Imam Suhaya, Rika Lestari, Rica Monica, Asya Fathya Nur
Zakiah yang telah menjadi teman diskusi selama masa akademik penulis
di Institut Pertanian Bogor.
11 Semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada penulis hingga terselesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi masih terdapat kekurangan, oleh karena itu
penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun untuk perbaikan penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Bogor, Januari 2016

Eka Razak Kurniawan

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................
PENDAHULUAN ...........................................................................................
Latar Belakang .............................................................................................
Rumusan Masalah ........................................................................................
Tujuan Penelitian .........................................................................................
Manfaat Penelitian........................................................................................
Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................
METODE PENELITIAN .................................................................................
Waktu dan Tempat .......................................................................................
Bahan ...........................................................................................................
Alat ..............................................................................................................
Prosedur Penelitian .......................................................................................
Prosedur Analisis .........................................................................................
Analisis Data ................................................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................
Karakteristik Lignoselulosa Cabomba caroliniana .......................................
Karakteristik Yield Regenerated Biomass Cabomba caroliniana...................
Karakteristik Fraksi Filtrat ............................................................................
KESIMPULAN DAN SARAN ........................................................................
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................

LAMPIRAN ....................................................................................................
RIWAYAT HIDUP .........................................................................................

ix
ix
1
1
2
3
3
3
3
3
3
4
4
5
7
8
8

9
14
17
17
22
27

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir prosedur penelitian karakterisasi dan alkalinevvvvvvv
pretreatment lignoselulosa Cabomba caroliniana ................................... 5
2 Komposisi lignoselulosa Cabomba caroliniana ....................................... 8
3 YRB pada berbagai perlakuan alkaline pretreatment ............................... 9
4 Struktur jaringan lignoselulosa ................................................................ 10
5 Mikrostruktur lignoselulosa Cabomba caroliniana .................................. 11
6 Spektrum inframerah (FTIR) Cabomba caroliniana ................................ 12
7 Struktur kimia lignoselulosa .................................................................... 13
8 Pola intensitas X-Ray Cabomba caroliniana ............................................ 14
9 Lignin terekstrak pada berbagai perlakuan alkaline pretreatment............. 15
10 Total gula pereduksi pada pretreatment Cabomba caroliniana ................ 16
11 Jenis gula pereduksi Cabomba caroliniana pretreated ( ) 3% NaOH

55 οC 6 jam dan ( ) 6% NaOH 80 οC 12 jam .......................................... 16

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5
6
7
8

Data analisis yield regenerated biomass ...................................................
Data analisis lignin terekstrak ...................................................................
Data analisis gula pereduksi .....................................................................
Grafik dan tabel HPLC perlakuan NaOH 3% pada suhu 55 oC ..................
Grafik dan tabel HPLC perlakuan NaOH 6% pada suhu 80 oC ..................
Cabomba caroliniana segar, ukuran 37 mesh dan pretreatment ................
Biomassa kering pretreatment ..................................................................

Filtrasi hasil pretreatment .........................................................................

23
23
24
24
25
25
26
26

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan jumlah penduduk di Indonesia menyebabkan negara harus
menyediakan sumber energi yang lebih banyak agar kebutuhan energi penduduk
terpenuhi. Saat ini pemenuhan kebutuhan energi bahan bakar di Indonesia belum
didukung oleh jumlah cadangan energi yang mencukupi. Kementrian Energi dan
Sumberdaya Mineral melaporkan bahwa cadangan minyak bumi Indonesia pada
tahun 2014 sekitar 3624,2 Million Metric Stock Tank Barrels (MMSTB)
(Kementrian ESDM 2015). Hal ini diperkuat dengan data statistik energi dunia per
Juni 2014 yang melaporkan jika penggunaan minyak bumi Indonesia dipergunakan
secara konstan diperkirakan akan habis sekitar 11,6 tahun kemudian (Dudley 2014).
Pemeritah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 71 Tahun 2006 untuk membuat
fast track program fase I 10000 MW dengan bahan baku batu bara sebagai salah
satu upaya untuk mengatasi krisis energi yang terjadi di beberapa daerah. Program
ini dilanjutkan dengan fase II sesuai dengan Peraturan Presiden No. 4 Tahun 2010
dengan menambah kembali energi 10000 MW serta melakukan perbaikan energi
yang berasal dari energi terbarukan, diantaranya berasal dari energi biomassa.
Potensi listrik biomassa diprediksi dapat mencapai 50000 MW. Teknologi listrik
biomassa ini masih kurang dikembangkan dan hingga saat ini kapasitas baru
mencapai 1618 MW (Yose dan Atje 2012). Jenis energi biomassa yang dapat
dikembangkan adalah bioetanol.
Bioetanol merupakan cairan biokimia hasil fermentasi gula dari sumber
karbohidrat melalui bantuan mikroorganisme. RFA (2015) melaporkan etanol dapat
mengurangi emisi knalpot 30% dan material partikel halus emisi knalpot 50%.
Umumnya bioetanol dapat diproduksi dari tanaman-tanaman yang mengandung
gula atau pati. Tanaman yang sudah digunakan sebagai sumber bahan baku antara
lain ubi kayu, jagung dan tebu (Arshadi dan Grundberg 2011). Tanaman tersebut
sebagai tanaman pangan yang dikonsumsi masyarakat. Alternatif lain pembuatan
bioetanol dapat berasal dari lignoselulosa. Lignoselulosa memiliki beberapa
komponen serat, antara lain selulosa, hemiselulosa dan lignin (Soccol et al. 2011).
Tanaman berlignoselulosa dapat berasal dari tanaman gulma ataupun limbah
industri pertanian.
Cabomba caroliniana merupakan tanaman air yang memiliki serat berupa
lignin, selulosa dan hemiselulosa. Saat ini tanaman tersebut menjadi masalah
terhadap ekosistem perairan, contohnya mengganggu operasional waduk,
mempengaruhi kualitas air (Hogsden et al. 2007) dan mengurangi fungsi estetika
(Xiaofeng et al. 2005). Di sisi lain, keunggulan tanaman air yaitu memiliki kadar
lignin yang rendah, mudah untuk dibudidayakan serta memiliki kecepatan
pertumbuhan yang tinggi. CRCA (2003) melaporkan kecepatan pertumbuhan
Cabomba caroliniana di danau Macdonald-Queensland, Australia mencapai 55
mm perhari. Kepadatan yang tinggi pada Cabomba caroliniana memberi potensi
positif bahwa ketersediaan bahan baku bioetanol dapat diproduksi secara
keberlanjutan. Serat pada tanaman tersebut bermanfaat sebagai bahan baku
pembuatan bioetanol. Selulosa dan hemiselulosa dilindungi oleh lapisan lignin.

2

Kadar lignin yang tinggi dapat menjadi penghambat akses enzim selulase dalam
menghidrolisis selulosa menjadi monomer gula (Ishizaki dan Keiji 2014). Tanaman
yang mengandung lignin sebelum dihidrolisis membutuhkan suatu pretreatment
yang dapat merusak lignin dan melemahkan ikatan hidrogen. Perlakuan ini
dilakukan agar lignoselulosa terurai sehingga polimer polisakarida dapat dipecah
menjadi monomer gula. Metode pretreatment biomassa lignoselulosa menurut
Kristina et al. (2012) dapat dibedakan menjadi empat, yaitu secara biologi dengan
cara penggunaan mikroorganisme lignoselulolitik (Agustini dan Lisna 2015),
secara fisika dengan penggilingan dan penghancuran (Soccol et al. 2011), secara
kimia menggunakan bahan kimia dalam delignifikasi (Sindhu et al. 2015) dan
secara fisika-kimia menggunakan alat penggiling dan pencacah bahan
dikombinasikan dengan bahan kimia (Wiratmaja et al. 2011).

Rumusan Masalah
Alkaline pretreatment adalah salah satu teknik pretreatment yang potensial
untuk merusak jumlah lignin secara signifikan. Karunanity dan Muthukumarappan
(2011) menyatakan bahwa alkaline pretreatment dapat mengubah sifat struktural,
seperti luas permukaan dan kristalinitas substrat sehingga dapat meningkatkan
hidrolisis enzimatik dan merusak lignin. Sindhu et al. (2015) dan Mosier et al.
(2005) menyatakan bahwa penambahan alkali tidak akan menimbulkan korosi pada
alat yang digunakan dan dapat dilakukan pada suhu dan tekanan rendah. Selama
pretreatment, lignoselulosa mengalami dua reaksi yaitu solvasi dan saponifikasi
yang menyebabkan struktur lignoselulosa membesar dan penurunan derajat
polimerisasi yang membuat komponen lignoselulosa lebih sederhana sehingga
mudah saat proses hidrolisis enzimatik dan fermentasi. Alkaline pretreatment yang
paling umum digunakan menggunakan NaOH dan Ca(OH) 2 (Sindhu et al. 2015).
Wiratmaja et al. (2011) melaporkan bahwa NaOH dapat membentuk larutan alkali
yang kuat ketika dilarutkan ke dalam air dan dapat mendegradasi lignin dengan baik.
Zuo et al. (2012) melaporkan penggunaan NaOH pada brangkasan jagung
dapat menurunkan lignin 63,6% dan Kuttiraja et al. (2013) melaporkan penggunaan
NaOH dan penambahan NH4OH pada bambu dapat meningkatkan selulosa dari
46,7% menjadi 63,1%. Fockink et al. (2015) melakukan pretreatment
menggunakan NaOH dengan perlakuan interaksi perbedaan konsentrasi (2% atau
4%) - suhu (100 οC atau 120 οC ), sedangkan Cabrera et al. (2014) menggunakan
NaOH dengan perlakuan interaksi perbedaan konsentrasi (0,5%, 1% atau 3%) –
waktu (24 jam atau 48 jam). Kebaruan pada penelitian ini yaitu menggunakan suhu
rendah dan waktu yang relatif singkat, kombinasi ketiga faktor pretreatment
(konsentrasi-suhu-waktu), serta belum adanya penelitian tentang karakterisasi dan
potensi Cabomba caroliniana sebagai bahan baku bioetanol.
Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penelitian mengenai karakterisasi
struktural lignoselulosa dan pengaruh penggunaan alkali dalam mereduksi jumlah
lignin pada Cabomba caroliniana serta prospek tanaman tersebut sebagai bahan
baku pembuatan bioetanol. Penelitian ini juga sekaligus dapat menentukan
perlakuan yang paling maksimal dalam mendegradasi struktur lignoselulosa pada
tanaman Cabomba caroliniana.

3

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengkarakterisasi struktur tanaman air
Cabomba caroliniana segar dan setelah pretreatment, serta menentukan faktor
konsentrasi alkali, suhu dan waktu pretreatment yang paling maksimal dalam
mendegradasi lignin.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk mendukung pengembangan bahan baku
bioetanol, formula konsentrasi alkali, suhu, dan lama perlakuan dalam
mengkarakterisasi struktur lignoselulosa serta mengukur tingkat potensi tanaman
air Cabomba caroliniana sebagai bahan baku bioetanol.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi preparasi bahan baku, karakterisasi
lignoselulosa, karakterisasi struktural, alkaline pretreatment dan karakterisasi
struktural kembali serta analisis komponen terekstrak pada filtrat tanaman air
Cabomba caroliniana.

METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga bulan Juli 2015.
Penelitian dilakukan di Laboratorium Membran, Laboratorium Biokimia Hasil
Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Laboratorium Pusat Studi
Biofarmaka, Laboratorium Nanoteknologi Balai Besar Pascapanen, CimangguBogor, Laboratorium Bioteknologi LIPI Cibinong, Bogor.

Bahan
Bahan utama yang digunakan adalah tanaman air budidaya segar Cabomba
caroliniana yang diperoleh dari Gunung Bunder, Pamijahan, Bogor. Bahan yang
digunakan untuk karakterisasi kimia adalah granul preparasi tanaman air, akuades,
larutan Neutral Detergent Solution (NDS), larutan Neutral Detergent Fiber (NDF),
H2SO4 72% Merck. Bahan yang digunakan untuk analisis komponen terlarut adalah
lignin alkali (Sigma), H2SO4 dan dinitrosalisilat (DNS). Bahan yang digunakan
untuk pretreatment adalah akuades, NaOH 3%, NaOH 6% Merck dan granul
Cabomba caroliniana 37 mesh.

4

Alat
Alat yang digunakan untuk preparasi adalah saringan 37 mesh, wadah
penjemuran, penggiling dan gunting. Alat yang digunakan untuk karakterisasi
lignoselulosa adalah alat-alat gelas, kaca masir, oven, vakum filtrasi dan timbangan.
Alat yang digunakan untuk pretreatment adalah penyaring vakum custom THP,
kaca masir, timbangan DIAMOND, magnetic stirrer 79-1A OSW, spinbar
CIENCEWARE, saringan nilon mesh 1000 µ dan oven custom THP. Alat yang
digunakan untuk karakterisasi struktural adalah Fourier Transform Infra Red
(BRUKER TENSOR 37, Kalkar, Jerman), Scanning Electron Microscopy (ZEISS
EVO MA-10, Jena, Jerman), Coating emas (QUORUM Q150R ES, United
Kingdom), X-Ray Diffraction (BRUKER D8 ADVANCE, Kalkar, Germany), High
Performance Liquid Chromatography (UFLC Shimadzu LC-20AB, Kyoto, Japan)
dan Spektrofotometer UV-Vis (HITACHI U-2900, Tokyo, Japan).

Prosedur Penelitian
Penelitian ini dibagi menjadi lima tahap yaitu preparasi, karakterisasi
lignoselulosa, karakterisasi struktural, alkaline pretreatment, karakterisasi
struktural kembali serta analisis komponen terlarut pada filtrat. Tahap preparasi
meliputi pengeringan sampel selama 2 hari menggunakan sinar matahari. Sampel
yang sudah kering kemudian digiling dan disaring hingga didapatkan ukuran 37
mesh. Karakterisasi kimia meliputi pengukuran selulosa, hemiselulosa dan lignin.
Karakterisasi struktural meliputi analisis gugus fungsi dengan Fourier Transform
Infra Red (FTIR), mikrostruktur dengan Scanning Electron Microscopy (SEM) dan
indeks kristalinitas dengan X-Ray Diffraction (XRD) untuk mengetahui komponen
dan struktur jaringan pada tanaman tersebut. Alkaline pretreatment (modifikasi
Gunam et al. 2011) dilakukan dengan cara sampel (0,50 g) dipanaskan di atas
magnetic stirrer dalam larutan NaOH 3% atau 6% pada suhu 55 οC atau 80 οC
selama 6 atau 12 jam. Sampel yang telah diberi perlakuan dipisahkan antara yield
regenerated biomass (YRB) dan filtrat menggunakan vakum filtrasi. Setelah
pemisahan, YRB dibilas dengan akuades 90 mL. YRB yang dihasilkan kemudian
dikeringkan dengan oven pada suhu 50 οC selama 3 hari. Filtrat yang didapat,
kemudian dianalisis kandungan lignin terekstrak menggunakan spektrofotometer
dan dianalisis gula pereduksi serta jenis gula sederhana. YRB yang diperoleh
selanjutnya dikarakterisasi mikrostruktur jaringan, gugus fungsi dan indeks
kristalinitas. Prosedur penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

5

Cabomba caroliniana

Pengeringan dan
Penggilingan 37 mesh
Karakterisasi Struktural
 Mikrostruktur
 Gugus Fungsi
 Indeks
Kristalinitas

Granul Cabomba
caroliniana

Karakterisasi
Lignoselulosa
 Hemiselulosa
 Selulosa
 Lignin

Alkaline pretreatment (NaOH)
(Gunam et al. 2011)
Konsentrasi
: 3% atau 6%
Suhu
: 55 oC atau 80 oC
Lama Perlakuan : 6 Jam atau 12 Jam

Filtrasi Vakum

Biomassa

Filtrat

Pencucian dengan akuades 90 mL

Komponen Terlarut
 Lignin
 Gula Pereduksi
 Jenis Gula
Sederhana

Pengeringan dengan oven pada
50 οC selama 3 hari

Yield Regenerated Biomass (YRB)

Gambar 1 Diagram alir prosedur penelitian karakterisasi dan alkaline
vvpretreatment lignoselulosa Cabomba caroliniana
Prosedur Analisis
Karakterisasi Lignoselulosa (modifikasi Van Soest 1973)
Analisis ADF (Acid Detergent Fiber). Sampel ditimbang sebanyak 1 g (A),
selanjutnya dimasukkan ke dalam gelas piala 600 mL, dan ditambahkan dengan 100
mL larutan ADS. Sampel kemudian diekstraksi selama 60 menit dari mulai
mendidih. Sampel hasil ekstraksi disaring menggunakan cawan kaca masir yang
telah ditimbang sebelumnya (B). Residu hasil ekstraksi dibilas menggunakan air
panas dan aseton. Sampel dikeringkan dengan oven 105 °C selama ± 4 jam sampai
beratnya stabil, selanjutnya cawan diangkat dan didinginkan dalam eksikator.
Setelah dingin, cawan dikeluarkan dari desikator dan ditimbang (C).
Analisis selulosa. Sampel analisa ADF yang sudah ditimbang (C) ditambah
dengan larutan asam sulfat (H2SO4) 72% sampai terendam selama 3 jam. Setelah 3

6

jam, residu dibilas menggunakan air panas dan aseton. Selanjutnya dikeringkan
dengan oven 105 °C selama ± 4 jam sampai beratnya stabil, sampel diangkat dan
didinginkan dalam eksikator. Setelah dingin, cawan dikeluarkan dari eksikator dan
ditimbang (D).
Analisis lignin. Sampel yang sudah dikeringkan (D), selanjutnya dibakar
dalam tanur dengan suhu 600 °C selama 6-8 jam. Sampel yang ditempatkan dalam
cawan diangkat dan didinginkan dalam eksikator dan ditimbang beratnya (E).
Kandungan ADF, selulosa dan lignin dapat dihitung dengan persamaan berikut:
ADF (%) =



Selulosa (%) =
Lignin (%) =

X 100%




X 100%
X 100%

Perhitungan Yield Regenerated Biomass (YRB) (Uju et al. 2013)
Biomassa terekstraksi merupakan rasio massa kering sampel setelah
pretreatment dengan massa awal sebelum pretreatment (Lampiran 1). Biomassa
terekstraksi dihitung berdasarkan persamaan sebagai berikut:
YRB (%) =

e
pe setelah
e e h pretreatment
�������� � �
berat
sampel
x 100 %
berat
sampel
pretreatment
e
pe sebelum
e e
��������
� �

Perubahan Mikrostruktur (modifikasi Uju et al. 2015)
Karakterisasi dilakukan terhadap sampel segar dan setelah pretreatment
dengan perlakuan NaOH, suhu dan lama ekstraksi. Sampel dikeringkan dan
dipotong dengan ukuran 0,5 x 0,5 cm2. Sampel dilapisi emas dengan alat pelapis
(QUORUM Q150R ES, United Kingdom). Sampel yang telah dilapisi emas dilihat
mikrostruktur jaringan menggunakan mikroskop elektron (ZEISS EVO MA-10
Jena, Jerman) dengan tegangan 14 kV, dan perbesaran 250, 500, 1000, 1500, 3000
dan 10000 kali.
Perubahan Gugus Fungsi (modifikasi Uju et al. 2015)
Analisis Cabomba caroliniana sebelum dan setelah dikarakterisasi dengan
menggunakan alat FTIR (BRUKER TENSOR 37, Kalkar, Jerman). Sampel
dicampur dengan KBr dan diletakkan pada wadah yang terbuat dari pelat timah.
Sampel yang telah dipreparasi dengan KBr, ditembakkan sinar infra merah pada
rentang 3500 – 450 cm-1 dengan pemindaian pada resolusi 4 cm-1 untuk menyelidiki
kemungkinan perubahan gugus fungsional tanaman tersebut pada perbedaan
perlakuan (Gunam et al. 2011).
Perubahan Indeks Kristalinitas (modifikasi Uju et al. 2015)
Kristalinitas biomassa Cabomba coroliniana diukur dengan menggunakan
X-Ray Diffraction (BRUKER D8 ADVANCE, Kalkar, Germany). Sampel yang
digunakan adalah sampel segar dan sampel yang telah mengalami pretreatment
dengan NaOH. Sebelumnya sampel dihasilkan hingga berukuran 100 mesh, lalu
sampel dipadatkan diwadah khusus XRD. Selanjutnya sampel dipindai dengan
melalui difraksi sudut (2ᶿ) = 5-50o dengan ukuran tahapan 0,02o. Tegangan operasi

7

40 kV dan arus 35 mA. Metode empiris (Segal et al. 1959) digunakan untuk
memperoleh indeks kristalinitas (Xc) ditentukan dengan persamaan:
Xc (%) = I200 – Iam x 100 %
I200

Keterangan :
I200 =merupakan puncak intensitas kristalinitas bahan,
Iam =merupakan puncak intensitas amorf bahan.

Analisis Lignin Terekstrak (Uju et al. 2013)
Filtrat hasil pretreatment sebanyak 2 mL dianalisis kandungan lignin dengan
menggunakan spektrofotometer (HITACHI U-2900, Tokyo, Japan) dengan panjang
gelombang 283 nm dengan sistem visual. Sampel dimasukkan ke kuvet dan
dianalisis absorbansinya. Blanko yang digunakan adalah larutan NaOH dengan
konsentrasi yang sama tanpa penambahan sampel dibandingkan dengan kurva
standar (Lampiran 2).
Analisis Gula Pereduksi (Miller 1959)
Sebanyak 1 mL filtrat dan 3 mL pereaksi DNS dimasukkan ke dalam tabung
reaksi. Sampel tersebut ditempatkan dalam penangas air mendidih selama 5 menit.
Sampel didinginkan pada suhu ruang. Kadar glukosa diukur dengan
spektrofotometer pada panjang gelombang 540 nm dibandingkan dengan kurva
standar (Lampiran 3).
Analisis Profil Gula Sederhana (modifikasi Sa et al. 2011)
Pengujian profil gula sederhana filtrat dilakukan dengan menggunakan High
Performance Liquid Chromatography (UFLC Shimadzu LC-20AB, Kyoto, Japan)
kolom Aminex-HPX 87H. Filtrat sebanyak 450 µL dipipet langsung ke dalam vial
HPLC dengan volume injeksi 20 µL dan flow rate 0,6 mL/min selama 20 menit.
Standar gula xylosa, mannosa, maltosa, glukosa, arabinosa, dan galaktosa secara
terpisah disiapkan dengan air murni dan disimpan dalam lemari pembeku. Larutan
tersebut setelah diencerkan digunakan untuk analisis gula. Perhitungan dilakukan
dengan Refractive Index Detector (RID) RID-20 A dalam bentuk kromatogram
(Lampiran 4 dan 5).

Analisis Data
Penelitian menggunakan perlakuan konsentrasi NaOH 3% atau 6% pada
suhu 55 oC atau 80 oC selama 6 jam atau 12 jam. Faktor-faktor tersebut
dikombinasikan dengan dua kali ulangan. Hasil yang diperoleh adalah persentase
YRB dan nilai filtrat lignin terekstrak. Data diolah dengan Microsoft Excel 2013
dan disajikan secara deskriptif.

8

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Lignoselulosa Cabomba caroliniana
Cabomba caroliniana merupakan salah satu jenis tanaman air, umumnya
hidup di perairan mengalir dan mampu hidup hingga kedalaman 10 m. Saat ini
tanaman tersebut menjadi tanaman hias akuarium, sebagai tempat ikan bertelur dan
gulma di beberapa perairan. Tanaman ini tumbuh melalui akar serabut dan mampu
tumbuh hingga batang mencapai 10 m (Lampiran 6). Cabomba caroliniana dapat
hidup di perairan eutrofik dengan pH rendah. Suhu optimum pertumbuhan tanaman
ini adalah 13-27 οC dan dapat bertahan hidup pada suhu mencapai 0 οC
(Zulmi 2012).
Cabomba caroliniana memiliki kandungan lignin 11,14±0,68%,
hemiselulosa 17,30±0,13% dan selulosa 14,03±0,32% (Gambar 2). Kandungan
lignin tanaman ini lebih rendah dibandingkan tanaman Pandanus tectorius yang
memiliki lignin 24±0,8% (Sheltami et al. 2012). Kandungan lignin yang rendah
memberikan dampak pada selulosa dan hemiselulosa menjadi mudah untuk
dikonversi menjadi gula dan banyaknya jumlah gula yang digunakan dalam
fermentasi.
20
18

17,30

16

14,03

Kadar (%)

14

11,14

12
10
8
6
4
2
0
Hemiselulosa

Selulosa

Lignin

Gambar 2 Komposisi lignoselulosa Cabomba caroliniana
Lignin merupakan senyawa yang tersusun atas struktur polimer aromatik
(p-hidroksil-fenil-propanoid). Lignin berperan sebagai polimer pengikat selulosa
dan hemiselulosa serta melindungi terhadap degradasi kimia. Senyawa ini tidak
dapat diubah menjadi gula dan penghambat dalam proses konversi selulosa dan
hemiselulosa menjadi gula (Sagar dan Kumari 2013). Hal ini mengakibatkan
konversi biomassa menjadi bioetanol membutuhkan pretreatment yang kuat untuk
mendegradasi lignin dan memberi kemudahan akses enzim untuk sakarifikasi.
Gambar 2 menunjukkan kandungan hemiselulosa Cabomba caroliniana yang
tinggi. Hemiselulosa merupakan polimer bercabang yang tersusun atas heksosa dan
pentosa. Polimer bercabang memberikan peran pada ikatan hidrogen untuk
mencegah terbentuknya struktur kristal. Hal tersebut membuat hemiselulosa mudah

9

untuk dihidrolisis sehingga banyak terbentuk gula saat fermentasi (Arshadi dan
Grundberg 2011).
Karakteristik Yield Regenerated Biomass Cabomba caroliniana
Yield Regenerated Biomass (YRB)
Lignoselulosa merupakan biomassa yang terdapat pada limbah pertanian,
industri kehutanan dan rerumputan. Biomassa tanaman mengandung berbagai
jumlah selulosa, hemiselulosa, lignin dan sejumlah kecil ekstraktif lainnya.
Sindhu et al. (2015) menyatakan jumlah biomassa lignoselulosa dipengaruhi oleh
konsentrasi alkali, suhu dan waktu yang diberikan selama pretreatment.
Konsentrasi lignin yang terbesar terdapat pada bagian lamela tengah sel dan akan
mengecil pada lapisan di dinding sekunder (Sjostrom 1993). Keberadaan lignin
menyebabkan tanaman menjadi kaku sehingga mampu menahan tekanan mekanis
yang besar.
Gambar 3 menunjukkan pretreatment dengan perlakuan konsentrasi NaOH
3% pada suhu 55 oC selama 6 jam memiliki YRB tertinggi yaitu 29,05±3,04% dan
perlakuan konsentrasi NaOH 6% dengan suhu 80 oC selama 12 jam memiliki YRB
terendah 14,84±0,36%. Hal ini diduga bahwa perlakuan konsentrasi NaOH 6%
pada suhu 80 οC selama 12 jam pretreatment memberikan kondisi yang paling
maksimal dalam proses delignifikasi (Lampiran 7).
35
30

YRB (%)

25
20
15
10
5
0
6 Jam

12 Jam

6 Jam

55 ᵒC

12 Jam

80 ᵒC
NaOH 3%

6 Jam

12 Jam

6 Jam

55 ᵒC

12 Jam

80 ᵒC
NaOH 6%

Gambar 3 YRB pada berbagai perlakuan alkaline pretreatment
Hasil yang senada juga dilaporkan oleh Cabrera et al. (2014) bobot jerami
dan sekam padi setelah dilakukan alkaline pretreatment terjadi penurunan bobot
akhir dari 83,7% menjadi 69,4% dan 75,2% menjadi 57,6%. Hong et al. (2015)
menyatakan bahwa peningkatan konsentrasi alkali dan waktu pretreatment
menyebabkan penurunan bobot akhir pada sampel. Penurunan bobot tidak hanya
dari hasil delignifikasi, namun dihasilkan dari komponen ekstrak yang terlarut
selama pretreatment.

10

Perubahan Mikrostruktur
Ilustrasi pada Gambar 4 menunjukkan jaringan lignoselulosa. Lignin
merupakan polimer yang menyelimuti jaringan hemiselulosa dan selulosa. Lignin,
hemiselulosa dan selulosa dihubungkan dengan ikatan eter (glikosidik). Ikatan
tersebut menghubungkan antara lignin dengan hemiselulosa dan hemiselulosa
dengan selulosa. Gugus fungsi yang dimiliki lignin meliputi cincin aromatik,
hidroksil, ikatan antar karbon, dan ikatan eter (glikosidik); hemiselulosa meliputi
ikatan eter (glikosidik), ikatan ester, hidrogen; dan selulosa meliputi ikatan eter
(glikosidik) dan hidrogen (Harmsen et al 2010). Pengisolasian selulosa dilakukan
dengan mendegradasi jaringan lignin, sehingga hemiselulosa dan selulosa dapat
bebas dari ikatan lignin. Selulosa dan hemiselulosa yang murni dapat meningkatkan
jumlah gula yang dihasilkan dalam hidrolisis.

Gambar 4 Struktur jaringan lignoselulosa
(US Department of Energy Genome Programs 2011)

SEM digunakan untuk mengetahui perubahan morfologi permukaan dan
struktur sampel sebelum dan setelah pretreatment. Struktur Cabomba caroliniana
segar memiliki kerapatan jaringan lignoselulosa yang masih kompak dan kaku
(Gambar 5a). Pretreatment menyebabkan permukaan rusak dan struktur dalam
tanaman terbuka, sehingga menghasilkan beberapa celah jaringan yang tidak teratur
dan berpori-pori. Setelah pretreatment jaringan tanaman yang mulai putus serta
tidak memiliki kerapatan yang kompak (Gambar 5b,c,d dan e). Tingkat kerusakan
sel semakin parah dengan peningkatan suhu dan lama pretreatment yang dilakukan.
Hasil tersebut serupa dengan penelitian Liu et al. (2016) yang melaporkan
pada tebu yang telah diberi perlakuan alkali terlihat struktur jaringan yang kasar
dan terdapat lengkungan jaringan yang jelas. Adanya kerusakan sel tanaman diduga
telah terdegradasinya lignin dalam sel. Efek degradasi tersebut semakin terlihat
dengan penambahan konsentrasi NaOH, suhu dan lama perlakuan selama
pretreatment. Hal yang sama juga dilaporkan oleh Goshadrou et al. (2011) bahwa
konsentrasi NaOH dapat merusak struktur serat sehingga menyebabkan jaringan
lignoselulosa terbuka dan berpori. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan pada
luas permukaan jaringan sehingga lebih memudahkan akses enzim pada reaksi
enzimatik.

11

a

b

c

d

e

Gambar 5vMikrostruktur lignoselulosa Cabomba caroliniana a) sebelum
vperlakuan b) perlakuan 3% NaOH pada 55 οC selama 6 jam c)
vperlakuan 3% NaOH pada 55 οC selama 12 jam d) perlakuan 6%
vNaOH pada 80 οC selama 6 jam e) perlakuan 6% NaOH pada 80 οC
vselama 12 jam (perbesaran 1500x)
Perubahan Gugus Fungsi Lignoselulosa
Lignoselulosa terdiri dari komponen serat lignin, selulosa dan hemiselulosa.
Stuart (2004) melaporkan bahwa tanaman terdiri hingga 80% berat kering yaitu
karbohidrat. Selulosa, lignin, hemiselulosa, pati, pektin, dan gula merupakan
komponen yang paling menonjol dari karbohidrat. Setiap komponen serat tersebut
memiliki daerah panjang gelombang yang berbeda-beda.
Hasil analisis FTIR (Gambar 6) pada sampel yang telah mengalami
pretreatment memperlihatkan perubahan dari sampel segar. Lembah panjang
gelombang pada 899 cm-1 menunjukkan vibrasi COC dari gugus β-D-selulosa
(Stuart 2004) dan pada sampel segar tidak terdapat vibrasi tersebut. Vibrasi CH
pada panjang gelombang 1161 cm-1 merupakan gugus alkil dari selulosa (Stuart
2004), pada gelombang tersebut terdapat lembah yang curam (Gambar 6c, d dan e).
Pita 1200 cm-1 menunjukkan adanya ikatan COH dari gugus selulosa II (Oh et al.
2005), namun tidak terbentuk lembah pada sampel segar. Panjang gelombang 1543
cm-1 pada sampel segar menunjukkan vibrasi C=C dari gugus aromatik lignin (Bui
et al. 2015), sedangkan pada sampel yang mengalami pretreatment tidak terdapat
gugus lignin pada gelombang tersebut. Hasil ini menunjukkan bahwa terjadi proses

12

Transmitan (%)

kerusakan lignin pada pretreatment. Sheltami et al. (2012) melaporkan pada
penelitiannya bahwa gugus lignin yang hilang pada sampel disebabkan oleh
pretreatment.

Panjang gelombang cm-1
Gambar 6 Spektrum inframerah (FTIR) Cabomba caroliniana a) sebelum perlakuan
b) perlakuan 3% NaOH pada 55 οC selama 6 jam c) perlakuan 3% NaOH
pada 55 οC selama 12 jam d) perlakuan 6% NaOH pada 80 οC selama 6
jam e) perlakuan 6% NaOH pada 80 οC selama 12 jam
Ilustrasi pada Gambar 7 menunjukkan susunan struktur kimia dari selulosa,
hemiselulosa dan lignin. Ikatan intermolekul selulosa dihubungkan oleh ikatan
hidrogen, ikatan β-D glikosidik (Harmsen et al. 2010) dan gugus karboksil (Krassig
dan Schurz 2002), namun pada hemiselulosa karboksil dapat berubahn menjadi
ikatan ester; lignin oleh ikatan eter dan antar karbon. Gugus β-D-selulosa dan COHselulosa II merupakan gugus identitas dari selulosa, pada Gambar 5 terdapat lembah
yang curam pada panjang gelombang gugus tersebut, hal ini diduga bahwa
terjadinya pengonsentrasian selulosa setelah dilakukannya pretreatment alkali. Saat
pretreatment ion hidroksil dari pelarut merusak jaringan lignin, sehingga jaringan
selulosa menjadi bebas dan terjadi pengonsentrasian sesuai dengan gambar FTIR
tersebut. Kebebasan jaringan tersebut diperkuat dari hasil hemiselulosa yang
memiliki lembah curam pada (gugus alkil selulosa yang termasuk dalam ikatan
ester) setiap sampel hasil pretreatment, hal ini menunjukkan bahwa lignin benarbenar telah dirusak oleh pelarut alkali tersebut, dengan ditunjukkannya hasil pada
sampel setelah pretreatment bahwa tidak terdapat vibrasi dari gugus lignin.

13

Gambar 7 Struktur kimia lignoselulosa
www.biofuel.webgarden.com/

Perubahan Indeks Kristalinitas
XRD menunjukkan bahwa puncak intensitas sampel segar terletak di 20,6°
dan setelah dilakukan pretreatment puncak intensitas sampel bergeser pada 22,5°
(Gambar 8). Puncak tersebut merupakan struktur kristalinitas selulosa I
(Uju et al. 2015). Puncak kecil terlihat pada 16° pada sampel dengan perlakuan 6%
NaOH pada suhu 80 οC selama 6 jam dan 12 jam yang merupakan struktur
kritalinitas selulosa II (Nelson dan Connor 1964).
Indeks kristalinitas merupakan faktor penting yang mempengaruhi proses
enzimatik biomassa lignoselulosa. Kristalinitas meningkat dengan dilakukannya
pretreatment (Tabel 1). Perlakuan segar memiliki nilai kristalinitas yang paling
kecil yaitu 41,1% dan perlakuan 6% NaOH pada 80 οC selama 12 jam memiliki
nilai derajat kristalinitas yang paling tinggi yaitu 56%.
Tabel 1 Indeks kristalinitas pada berbagai kondisi perlakuan
Perlakuan
Indeks kristalinitas (%)
Segar
41,1
ο
Pretreatment 3% NaOH pada 55 C selama 6 jam
43,9
Pretreatment 3% NaOH pada 55 οC selama 12 jam
42,9
ο
Pretreatment 6% NaOH pada 80 C selama 6 jam
54,5
Pretreatment 6% NaOH pada 80 οC selama 12 jam
56,0
Peningkatan derajat kristalinitas diduga terjadi karena peningkatan
konsentrasi NaOH dan suhu yang diberikan. Hal ini disebabkan oleh terlarutnya
komponen amorf lignin (Zain et al. 2014) dan amorf hemiselulosa ketika
pretreatment berlangsung yang mengakibatkan peningkatan nilai kristalinitas
sampel (Zhang et al. 2016). Hal yang serupa dilaporkan oleh Sheltami et al. (2012)
bahwa terjadi peningkatan kristalinitas daun mengkuang (Pandanus tectorius) pada
saat sebelum dan setelah dilakukan pretreatment. Daun mengkuang segar dan

14

Intensitas (-)

setelah alkaline pretreatment pada konsentrasi NaOH 4% masing-masing memiliki
nilai kristalinitas 55,1% dan 60,2%.

Derajat 2ᶿ
Gambar 8 vPola intensitas X-Ray Cabomba caroliniana a) sebelum perlakuan b)
vperlakuan 3% NaOH pada 55 οC selama 6 jam c) perlakuan 3% NaOH
vpada 55 οC selama 12 jam d) perlakuan 6% NaOH pada 80 οC selama 6
vjam e) perlakuan 6% NaOH pada 80 οC selama 12 jam
Mou et al. (2014) menyatakan bahwa lignin dan hemiselulosa merupakan
komponen yang bersifat amorf sehingga komponen tersebut dapat larut dalam
pretreatment. Kadar lignin yang berkurang akan memberi kemudahan pada enzim
untuk mengakses selulosa dan hemiselulosa. Pretreatment mengakibatkan sebagian
ikatan mikrofibril menjadi terbuka dan hemiselulosa terhidrolisis menjadi
monosakarida.
Karakteristik Fraksi Filtrat
Lignin Terekstrak
Filtrat yang didapatkan dari hasil pretreatment memiliki kandungan lignin
dan karbohidrat yang terekstrak. Gambar 9 terlihat bahwa konsentrasi lignin
terekstrak semakin meningkat seiring peningkatan konsentrasi NaOH, suhu dan
waktu yang digunakan untuk pretreatment. Perlakuan konsentrasi NaOH 3%
dengan suhu 55 oC selama 6 jam memiliki konsentrasi lignin 2,4 ± 0,31 g/L dan
pada perlakuan konsentrasi NaOH 6% dengan suhu 80 oC selama 12 jam memiliki
konsentrasi lignin 3,56 ± 0,03 g/L. Konsentrasi lignin yang besar menunjukkan
bahwa nilai biomassa yang dihasilkan lebih sedikit, hal ini disebabkan banyaknya
lignin yang telah terekstrak selama pretreatment (Lampiran 8). Pendegradasian
lignin dipengaruhi oleh adanya ion-ion hidroksil, banyaknya ion hidroksil
menyebabkan kenaikan hidrofilisitas lignin sehingga lignin yang terdegradasi larut
dalam pretreatment. NaOH akan membentuk ion OH-, ion OH- bereaksi dengan
memutus ikatan eter (lignin) dan menghasilkan gugus-gugus hidroksil fenol. Lignin
yang telah terdegradasi selanjutnya larut lindi pemasakan menjadi natrium fenolat
(Sjostrom 1993). Kristina et al. (2012) menyatakan bahwa semakin meningkatnya

15

Konsentrasi (g/L)

lama dan suhu pretreatment, maka kandungan lignin yang terekstrak semakin
banyak.
4
3,5
3
2,5
2
1,5
1
0,5
0

6 Jam 12 Jam 6 Jam 12 Jam 6 Jam 12 Jam 6 Jam 12 Jam
55 ᵒC

80 ᵒC
NaOH 3%

55 ᵒC

80 ᵒC
NaOH 6%

GGGGambar 9 Lignin terekstrak pada berbagai perlakuan alkaline pretreatment
Berdasarkan Gambar 3 dan 9 terdapat korelasi positif antara jumlah biomassa
terekstrak dengan jumlah lignin terekstrak. Peningkatan jumlah lignin terlarut
memberikan efek nilai biomassa yang dihasilkan semakin rendah. Hal ini diduga
bahwa komponen lignin dan senyawa fenolik lainnya telah terekstraksi sehingga
menurunkan bobot yang ada pada sampel tersebut. Penambahan NaOH dapat
menyebabkan tingginya konsentrasi ion hidroksil dalam proses perlakuan sehingga
pemutusan ikatan intra-molekul lignin akan berjalan dengan cepat dan
mengakibatkan lignin akan larut dalam proses pretreatment (Simatupang et al.
2012). Lignin menjadi larut disebabkan terjadinya transfer ion hidrogen dari gugus
hidroksil pada lignin ke ion hidroksil sehingga menurunnya rendemen biomassa
yang dihasilkan (Sjostrom 1993).
Jenis dan Total Gula Pereduksi Filtrat Alkaline pretreatment
Hasil pengukuran gula pereduksi pada sampel tersebut menunjukkan bahwa
sampel dengan perlakuan NaOH 3% pada suhu 55 οC selama 6 jam memiliki nilai
gula pereduksi 16,35 mg/L dan sampel dengan perlakuan NaOH 6% pada suhu
80 οC selama 12 jam memiliki nilai gula pereduksi 14,47 mg/L (Gambar 10). Hal
ini diduga bahwa gula yang dihasilkan berasal dari hemiselulosa. Hemiselulosa
memiliki sifat kimia yang mudah larut dalam larutan alkali dibandingkan selulosa
(Iberahim et al. 2013). Hasil tersebut diperkuat pada Gambar 6 yang menunjukkan
bahwa jaringan lignin telah rusak, dengan tidak terdapatnya vibrasi dari gugus
lignin pada sampel setelah pretreatment, sehingga hemiselulosa dapat ikut larut
dalam pretreatment.
Gugus alkil selulosa merupakan salah satu gugus identitas dari
hemiselulosa, terlihat pada Gambar 6 bahwa terdapat lembah yang curam pada
gugus alkil selulosa dan tidak terdapatanya gugus C=C aromatik lignin pada sampel
setelah pretreatment. Hal ini mengindikasikan bahwa hemiselulosa telah bebas dari
jaringan pelindung (lignin) sehingga mudah terlarut dalalm pretreatment. Dugaan
tersebut diperkuat pada Gambar 11 yang menunjukkan terdapatnya jenis gula
sederhana berupa arabinosa dan glukosa, jenis gula tersebut merupakan penyususn
dari ikatan hemiselulosa.

Konsentrasi (mg/L)

16

18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

16,35
14,47

NaOH 3% 55ᵒC 6 jam

NaOH 6% 80ᵒC 12 jam

GGambar 10 Total gula pereduksi pada pretreatment Cabomba caroliniana
dengan NaOH pada kondisi perlakuan
Karbohidrat dapat diklasifikasikan menjadi tiga grup: (1) Monosakarida
adalah gula sederhana meliputi D-glukosa, D-manosa, D-galaktosa, D-xilosa dan
L-arabinosa yang merupakan unsur pembentuk dinding sel tanaman.
(2) Oligosakarida mengandung dua sampai 10 monosakarida yang tergabung
bersama dalam ikatan glikosidik. (3) Polisakarida merupakan molekul kompleks
yang tersusun dari jumlah besar monosakarida yang tergabung dalam ikatan
glikosidik (Sjostrom 1993). Kandungan karbohidrat pada filtrat dari pretreatment
kemudian dianalisis HPLC, untuk mengetahui jenis dan jumlah gula yang terdapat
pada filtrat tersebut. Hasil pada Gambar 11 menunjukkan bahwa filtrat hasil
pretreatment mengandung jenis gula maltosa, glukosa dan arabinosa. Molekul
glukosa termasuk dalam golongan heksosa, sedangkan arabinosa termasuk dalam
golongan pentosa. Selulosa tersusun atas molekul-molekul heksosa dan
hemiselulosa tersusun atas molekul-molekul heksosa dan pentosa (Arshadi dan
Grundberg 2011). Maltosa merupakan disakarida yang tersusun atas α-D-glukosa.
0,400

0,360

Konsentrasi (mg/L)

0,317

0,300

0,275
0,244

0,200

0,100
0,003

0,001

0,000
Maltosa

Glukosa

Arabinosa

Gambar 11 vJenis gula pereduksi Cabomba caroliniana pretreated ( ) 3% NaOH
vv55 οC 6 jam dan ( ) 6% NaOH 80 οC 12 jam
Hasil di atas menunjukkan kadar gula jenis maltosa, glukosa dan arabinosa
yang dihasilkan antara perlakuan 3% NaOH pada 55 οC selama 6 jam dengan 6%
NaOH pada 80 οC selama 12 jam relatif sama. Hal ini didukung oleh hasil gula
pereduksi (Gambar 9) yang menunjukkan penurunan kadar gula dengan
peningkatan suhu, waktu dan konsentrasi NaOH pada perlakuan. Penurunan kadar

17

gula tersebut diduga bahwa komponen pereduksi pada sampel perlakuan 3% NaOH
pada 55 οC selama 6 jam lebih banyak sehingga menghasilkan asam dinitrosalisilat
lebih banyak terbentuk. DNS sebagai oksidator akan tereduksi membentuk 3-amino
5-nitrosalicylic acid (Sumarlin et al. 2013). Bila terdapat gula reduksi pada sampel,
maka larutan DNS yang awalnya berwarna kuning akan bereaksi dengan gula
reduksi sehingga menimbulkan warna jingga kemerahan.

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Komposisi lignoselulosa dari tanaman Cabomba caroliniana segar memiliki
hemiselulosa, selulosa dan lignin berturut-turut 17,30±0,13%, 14,03±0,32% dan
11,14±0,68%. Proses reduksi lignin dengan perlakuan penambahan NaOH,
perbedaan suhu, dan waktu pretreatment memberi efek pada kandungan lignin yang
semakin menurun. Pretreatment dengan penambahan NaOH 6%, suhu 80 οC dan
lama perlakuan selama 12 jam menghasilkan YRB yang lebih rendah dan nilai
lignin terekstrak lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Morfologi
Cabomba caroliniana setelah pretreatment pada pengamatan SEM mengalami
kerusakan pada struktur jaringan. Nilai intensitas gelombang pada FTIR
menunjukkan bahwa hasil delignifikasi terjadi dengan adanya peningkatan
konsentrasi NaOH, suhu dan waktu pretreatment yang berbeda. Indeks kristalinitas
cenderung meningkat yang disebabkan komponen yang bersifat amorf hilang. Hasil
delignifikasi maksimal terdapat pada perlakuan NaOH 6% pada suhu 80 οC dan
waktu perlakuan selama 12 jam. Jenis gula yang dihasilkan pada daun pretreated
adalah maltosa, glukosa dan arabinosa.

Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah perlu dilakukan pengoptimalan
konsentrasi alkali, suhu dan waktu pretreatment sehingga diperoleh nilai biomassa
dan lignin yang optimum.

DAFTAR PUSTAKA

Agustini L, Lisna E. 2015. Pengaruh perlakuan delignifikasi terhadap hidrolisis
selulosa dan produksi etanol dari limbah berlignoselulosa. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan. 33(1): 69-80.

18

Arshadi M, H Grundberg. 2011. Handbook of Biofuels Production: Biochemical
Production of Bioethanol. Cambridge (UK): Woodhead Publishing Limited.
hlm. 199-220.
Bui NQ, Pascal F, Franck R, Cyril D, Nadege C, Christpohe V, Nadine E. 2015.
FTIR as a simple tool to quantify unconverted lignin from chars in biomass
liquefaction process: Application to SC ethanol liquefaction of pine wood.
Fuel Processing Technology. 134: 378-386.
Cabrera E, Maria JM, Ricardo M, Ildefonso C, Caridad C, Ana BD. 2014. Alkaline
and alkaline peroxide pretreatments at mild temperature to enhance
enzymatic hydrolysis of rice hulls and straw. Bioresource Technology. 167:
1-7.
[CRCA] Cooperative Research Centres Association. 2003. Weed Management
Guide: Cabomba caroliniana. Barton (AU): CRCA. hlm. 1-6.
Dudley B. 2014. BP Statistical Review of World Energy June 2014. London (UK):
BPStat. hlm. 1-45.
[ESDM] Kementrian Energi dan Sumberdaya Mineral. 2015. Cadangan Minyak
Bumi
Indonesia.
[terhubung
berkala].
http://statistik.migas.esdm.go.id/index.php?r=cadanganMinyakBumi/index.
[6 Juli 2015].
Fockink DH, Marcelo ACM, Luiz PR. 2015. Production of cellulosic ethanol from
cotton processing residues after pretreatment with dilute sodium hydroxide
and enzymatic hydrolysis. Bioresource Technology. 187: 91-96.
Goshadrou A, Keikhosro K, Taherzadeh MJ. 2011. Improvement of sweet sorghum
bagasse hydrolysis by alkali and acidic pretreatments. Bioenergy Technology.
1: 374-380.
Gunam IBW, Wartini NM, Anggreni AAMD, Pande MS. 2011. Delignifikasi
ampas tebu dengan larutan natrium hidroksida sebelum proses sakarifikasi
secara enzimatis menggunakan enzim selulase kasar dari Aspergillus niger
FNU 6018. LIPI PRESS. 3: 24-32.
Harmsen PFH, Huijgen WJJ, Lopez LMB, Bakker RRC. 2010. Literature Review
of Physical and Chemical Pretreatment Processes for Lignocellulosic
Biomass. Wageningen (NL): Biosynergy. hlm. 1-49.
Hogsden KL, Eric PSS, Tom CH. 2007. The impacts of the non-native macrophyte
Cabomba caroliniana on littoral biota of Kasshabog Lake, Ontario. Journal
Great Lakes Resources. 33: 497-504.
Hong E, Doosub K, Jinyeong K, Jinwon K, Sanyoung Y, Seunggyo R, Sukjin H,
Yeonwoo R. 2015. Optimization of alkaline pretreatment on corn stover for
enhanced production of 1.3-propanediol and 2,3-butanediol by Klebsiella
pneumoniae AJ4. Biomass and Bioenergy. 77: 177-185.
Iberahim NI, Jamaliah MJ, Shuhaida H, Tusirin M, Nor M, Osman H. 2013. Sodium
hydroxide pretreatment and enzymatic hydolysis of oil palm mesocarp fiber.
International Journal of Chemical Engineering and Applications. 4(3): 101105.

19

Ish