ALKALINE PRETREATMENT DAN PROSES SIMULTA

BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Buah kelapa termasuk salah satu jenis tumbuhan yang cukup banyak
ditemukan khususnya di Kota Samarinda, Kalimantan Timur. Jumlah buah kelapa
yang di hasilkan Kota Samarinda pada tahun 2013 adalah 228 ton/tahun (Dinas
Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur, 2014). Salah satu bagian dari buah kelapa
adalah serabut kelapa, dengan bobot serabut kelapa dalam setiap buah kelapa
adalah 35% (Wildan, 2010), maka dapat diperkirakan jumlah serabut kelapa yang
dihasilkan oleh Kota Samarinda pada tahun 2013 sekitar 218 kg/hari.
Berdasarkan data di atas, serabut kelapa yang jumlahnya cukup banyak
hanya dimanfaatkan secara tradisional, contohnya, sebagai bahan baku untuk
kerajinan tangan, sebagai pengganti kayu bakar atau bahkan hanya menjadi
limbah yang dibuang begitu saja. Limbah serabut kelapa merupakan bahan
organik, jika ditumpuk akan mudah untuk terdegradasi dengan tanah dan
mengalami pembusukan, sehingga menimbulkan bau tidak sedap di udara.
Serabut kelapa mengandung beberapa komponen yaitu selulosa 43.44%,
hemiselusosa 0.25%, lignin 45.84%, air 5.25% dan abu 2.22% (Sukadarti dkk.,
2010 dalam Anggorowati dan Dewi, 2013). Salah satu komponen yang dapat
diolah adalah selulosa dan hemiselulosa, yaitu dengan memanfaatkannya menjadi


bioetanol yang diproses menggunakan metode fermentasi dengan bantuan jamur
saccharomyses cerevisiae (ragi tape).
Bioetanol merupakan salah satu sumber energi alternatif pengganti Bahan
Bakar Minyak (BBM), sehingga dapat digunakan sebagai solusi untuk mengatasi
krisis bahan bakar fosil khususnya di Indonesia. Penggunaan etanol sebagai bahan
bakar mempunyai beberapa keunggulan dibandingkan dengan BBM yaitu,
memiliki kandungan oksigen yang tinggi (35%) sehingga apabila dibakar akan
menghasilkan buangan yang bersih dan lebih ramah lingkungan karena emisi gas
karbon monoksida yang dihasilkan lebih rendah 19.25% dibandingkan dengan
BBM sehingga tidak memberikan kontribusi pada akumulasi karbon monoksida di
atmosfer (Muryanto, 2012).
1.2 Rumusan Masalah
Pada penelitian terdahulu proses yang dilakukan untuk menghasilkan
bioetanol adalah menggunakan metode utama yang sama yaitu, fermentasi dengan
bantuan jamur saccharomyses cerevisiae (ragi tape) serta menggunakan bahan
baku yang sama pula yaitu, serabut kelapa. Akan tetapi, metode pretreatment yang
digunakan oleh peneliti Anggorowati dan Dewi, 2013 adalah metode hidrolisis,
sedangkan metode yang digunakan oleh peneliti Zely, 2014 adalah sakarifikasi.
Variabel-variabel yang divariasikan dalam penelitian Anggorowati dan Dewi,
berupa konsentrasi HCl dan waktu fermentasi. Kondisi operasi optimum yang

didapat dari penelitian ini adalah konsentrasi HCl sebesar 10% dengan kadar

glukosa sebesar 17.4%, serta waktu fermentasi selama 7 hari dan didapatkan hasil
terbaik berupa kadar etanol sebesar 0.01289%. Dalam penelitian Zely, variabelvariabel yang divariasikan yaitu, konsentrasi ragi tape dan waktu fermentasi.
Berdasarkan penelitian tersebut didapatkan kondisi operasi optimum yaitu, ragi
tape sebesar 15%, dengan waktu fermentasi selama 7 hari dan didapatkan hasil
terbaik berupa kadar etanol sebesar 7.87%.
Penelitian yang dilakukan oleh Anggorowati dan Dewi masih memiliki
kelemahan yaitu, kadar etanol yang sangat kecil dibandingkan kadar etanol yang
didapatkan dalam penelitian Zely. Akan tetapi, kadar etanol dalam penelitian yang
dilakukan oleh zely juga masih kecil dari kadar etanol yang sesuai standar.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dari kedua peneliti tersebut,
maka dapat dilakukan perbaikan. Perbaikan dapat dilakukan dengan cara
memperbesar jumlah glukosa yang akan difermentasikan. Upaya yang akan
dilakukan untuk memperbesar jumlah glukosa adalah dengan proses alkaline
pretreatment. Alkaline pretreatment adalah proses penghilangan kandungan lignin
didalam biomassa dengan menggunakan NaOH. Semakin besar konsentrasi
NaOH maka semakin sempurna proses pemecahan ikatan lignin, sehingga dapat
merusak struktur krital dari sellulosa. Rusaknya struktur kristal sellulosa akan
mempermudah terurainya selulosa menjadi glukosa yang akan dikonversikan

menjadi etanol.

1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan bertujuan untuk mengetahui pengaruh
konsentrasi NaOH pada proses delignifikasi terhadap kadar etanol yang
dihasilkan. Sasaran akhir dari penelitian ini adalah mendapatkan % kadar etanol
yang lebih tinggi dari peneliti sebelumnya.
Manfaat dari penelitian ini adalah mengurangi pencemaran udara akibat
bau busuk yang ditimbulkan dari penumpukan serabut kelapa.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Serabut Kelapa
Biomassa berselulosa merupakan sumber daya alam yang berlimpah dan
murah serta memiliki potensi untuk produksi komersial industri etanol atau
butanol (Prahandana, dkk., 2007). Salah satu biomassa berselulosa adalah serabut
kelapa (coco fiber) (Prahandana, dkk., 2007). Kandungan selulosa yang terdapat
pada serabut kelapa ini dapat dimanfaatkan untuk memproduksi glukosa melalui
proses hidrolisis, baik secara kimia maupun enzimatis (Fan et al., 1987).
Serabut kelapa merupakan bahan berserat dengan ketebalan sekitar 5 cm

yang terdiri atas kulit ari, serat, dan sekam. Diantara ketiga komponen penyusun
serabut kelapa ini penggunaan serat adalah yang paling banyak dan telah
berkembang (Suhardiyono, 1988). Secara tradisional serabut kelapa hanya
dimanfaatkan untuk bahan pembuat sapu, keset, tali dan alat-alat rumah tangga
lain (Raharjo, 1999).
2.2 Alkaline Pretreatment
Pretreatment biomassa lignoselulosa harus dilakukan untuk mendapatkan
hasil yang tinggi. Pada umumnya hidrolisis bahan lignoselulosa
dapat digunakan dengan dua cara yaitu, hidrolisis asam dan
hidrolisis enzimatis. Hambatan proses hidrolisis selulosa baik
secara asam maupun enzimatis adalah adanya struktur kristalin

dan lignin yang berfungsi sebagai pelindung selulosa (Fan et al.,
1987).
Masalah

tersebut

dapat


diatasi

dengan

pemberian

perlakuan pendahuluan terhadap bahan yang akan dihidrolisis.
Salah satu metode perlakuan pendahuluan secara kimia adalah
perlakuan

delignifikasi

menggunakan

NaOH.

Delignfikasi

dilakukan dengan larutan NaOH, karena larutan ini dapat
menyerang dan merusak struktur lignin, bagian kristalin dan

amorf, memisahkan sebagian lignin dan hemiselulosa serta
menyebabkan

penggembungan

struktur

selulosa

(Sun

and

Cheng, 2002 in Cheng, 2009).
2.3 Jamur Tricoderma reesei dan Aspergillus niger
Jamur merupakan salah satu tumbuhan tingkat rendah yang tidak
berklorofil, namun memiliki potensi bisnis cukup besar (Abdurrahman, 2006).
Terdapat beberapa jamur yang aman dimakan manusia, contoh jamur yang biasa
di makan yaitu, jamur tricoderma reesei dan jamur aspergilus niger (Kuhad and
Singh, 2013) .

Jamur trichoderma dapat berkembang biak dengan baik pada kondisi
tanah yang asam, netral maupun alkalin, akan tetapi sangat baik pada kondisi
asam karena persaingannya dengan bakteri dan actinomycetes sangat terbatas.
Selain itu, jamur trichoderma memiliki kemampuan untuk dapat menghancurkan

selulosa, zat pati, lignin, gum dan senyawa-senyawa organik yang mudah larut
seperti protein dan gula (Tkacz and Lange, 2004).
Trichoderma

reesei

merupakan

jamur

berfilamen

yang

dapat


menghasilkan endoglukanase dan eksoglukanase sampai 80% tetapi βglukosidasenya lebih rendah sehingga produk utama hidrolisisnya bukan glukosa
melainkan selobiosa (Juhasz, et al., 2003).
Aspergillus niger adalah satu spesies yang paling umum dan mudah
diidentifikasi dari genus aspergillus. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan
cepat, dapat tumbuh pada suhu 35ºC-37ºC (optimum), 6ºC-8ºC (minimum), 45ºC47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (Juhasz, et al., 2003).
Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan
lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Aspergillus niger
merupakan salah satu jamur berfilamen yang dapat memproduksi enzim selulase.
Enzim selulase diperoleh dari campuran enzim endoglukanase, eksoglukanase,
dan β-glukosidase. Aspergillus niger menghasilkan β-glukosidase tinggi akan
tetapi endo-β-1, 4- glukanase dan ekso-β-1,4 glukanasenya rendah (Juhasz, et
al.,2003).
2.4 Saccharomyses Cerevisiae (Ragi Tape)

Ragi umunya digunakan dalam industri makanan dan minuman seperti
roti, tempe, bir, dll. Mikroorganisme yang digunakan dalam ragi umumnya terdiri
dari berbagai bakteri dan fungi (khamir dan kapang) (Mishra et al, 2003).
Khamir merupakan salah satu kelompok mikroorganisme yang banyak
diteliti berkaitan dengan kemampuannya memfermentasikan gula, tetapi hanya

satu spesies yang dikenal dapat mengkonversi gula menjadi etanol yang sangat
tinggi yaitu saccaromyces cereviceae (Juhasz, et al.,2003). Jenis ini menghasilkan
enzim zimase dan invertase. Fungsi enzim invertase adalah untuk memecah
sukrosa ataupun polisakarida (pati) yang belum terhidrolisis untuk diubah menjadi
monosakarida (glukosa). Sedangkan enzim zimase selanjutnya mengubah
monosakarida menjadi etanol dengan proses fermentasi (Gandjar, dkk., 2006).
Saccharomyces cerevisiae berkembang biak dengan membelah diri
melalui “buildding cell”. Mikroorganisme ini dapat berkembang biak dengan baik
di dalam gula sederhana seperti glukosa (Wilkinso and Schut, 1998).
Reproduksinya dapat dipengaruhi oleh keadaan lingkungan serta jumlah nutrisi
yang tersedia bagi pertumbuhan sel serta mampu menggunakan sistem aerob
maupun anaerob untuk memperoleh energi dari pemecahan glukosa (Juhasz, et
al.,2003).
2.5 Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan
Hidrolisis

umumnya

digunakan


pada

industri

etanol.

Konversi pati menjadi etanol dapat melalui berbagai macam cara, salah satunya

adalah dapat dilakukan dengan menggunakan enzim yang sering
disebut dengan enzymatic hydrolysis yaitu hidrolisis dengan
menggunakan enzim jenis selulase atau jenis yang lain (Isci,
2008).
Hidrolisis enzimatik sering disebut sebagai proses sakarifikasi. Pada tahap
sakarifikasi, selulosa diubah menjadi selobiosa dan selanjutnya menjadi gula-gula
seperti glukosa. Kelebihan metode ini ialah waktu proses lebih pendek, dapat
meningkatkan

rendemen

produk,


mengurangi

kebutuhan

enzim

serta

meningkatkan kecepatan hidrolisis dengan konversi gula sehingga dapat
mengurangi biaya produksi (Kamatam, 2007) .
Kecepatan hidrolisis dengan konversi gula dipengaruhi oleh enzim yang
memiliki kemampuan mengaktifkan senyawa lain secara spesifik dan dapat
meningkatkan kecepatan reaksi kimia (Fan et al, 1987).
Enzim yang digunakan untuk menghidrolisis selulosa dari serabut kelapa
yaitu enzim selulase. Enzim selulase diperoleh dari campuran enzim
endoglukanase, eksoglukanase dan β glukosidase. Selulase dapat dihasilkan oleh
jamur, bakteri maupun tumbuhan. Jamur berfilamen seperti Trichoderma dan
Aspergilus adalah penghasil enzim selulase (Zabel and Morell, 1992 dalam
Gandjar, dkk., 2006)
Pada metode terdahulu, proses sakarifikasi dan fermentasi dilakukan
secara terpisah. Namun cara yang paling ekonomis adalah dengan melalui proses
Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan atau SFS (Shleser, 1994 in Lens, 2005). SSF

ini dilakukan dalam satu wadah yang sama dan kontinu. Sakarifikasi bertujuan
memecah

polisakarida

menjadi

monosakarida

sehingga

dapat

langsung

difermentasi oleh yeast (Kamatam, 2007).
Fermentasi akan merubah satu molekul glukosa menjadi etanol dan
karbondioksida (Fessende, 1990 in Manahan, 1990). Keadaan lingkungan untuk
fermentasi oleh saccharomyces cerevisiae adalah 25-300 oC dengan pH 4-5.
Bahan-bahan yang mengandung monosakarida bisa langsung difermentasikan,
akan tetapi disakarida, polisakarida harus disakarifikasikan terlebih dahulu
menjadi komponen yang lebih sederhana. Oleh karena itu agar proses fermentasi
berjalan optimal maka bahan-bahan harus mengalami perlakuan pendahuluan
sebelum ke proses fermentasi (Fessende, 1990 in Manahan, 1990).
2.6 Substrat atau Medium
Substrat merupakan sumber nutrient utama bagi jamur. Nutrisi dan produk
fermentasi juga perlu dikendalikan, sebab jika berlebih nutrisi dan produk
metabolit hasil fermentasi tersebut dapat menyebabkan inhibisi dan represi.
Pengendalian diperlukan karena pertumbuhan biomassa dalam suatu medium
(substrat) fermentasi dipengaruhi banyak faktor baik ekstraselular maupun faktor
intraselular. Faktor intraselular meliputi struktur, mekanisme, metabolisme, dan
genetika. Sedangkan faktor ekstraselular meliputi kondisi lingkungan seperti pH,
suhu, tekanan (Gandjar, dkk., 2006).
Medium yang digunakan dalam proses fermentasi etanol adalah medium
cair yang terdiri dari 2 macam larutan. Larutan pertama berisi garam-garam nutrisi

untuk pertumbuhan ragi, sedangkan larutan kedua adalah substrat yang umumnya
berupa latutan glukosa dalam air. Nutrisi yang diperlukan dalam medium
petumbuhan ragi antara lain unsur N, S, O, H, Mg, K, Ca (Bailey and Ollis, 1986
in Doran, 2013 )
Glukosa merupakan substrat utama, maka pertumbuhan biomassa sel
saccharomycess cereviceae merupakan fungsi dari konsentrasi glukosa. Glukosa
disebut juga reducing sugar sehingga pemanfaatannya oleh saccharomycess
cereviceae dilakukan dengan mengoksidasi glukosa yaitu dengan cara pemutusan
ikatan rangkap pada gugus karbonil glukosa. Hasil perombakan glukosa oleh sel
adalah berupa CO2 dan H2O. Selain glukosa, ke dalam medium fermentasi juga
ditambahkan zat-zat lain yang berfungsi sebagai sumber makronutrien dan
mikronutrien serta growth factor (Flores et al., 2000 dalam Gandjar, dkk., 2006)
2.7 Bioetanol
Etanol merupakan kependekan dari etil-alkohol (C2H5OH), bentuknya
berupa cairan tak berwarna dan mempunyai bau khas yang menusuk hidung,
mudah menguap, larut dalam air dan eter serta mudah terbakar. Kebutuhan akan
etanol semakin bertambah seiring dengan menipisnya persediaan bahan bakar
minyak bumi (Prihandana, dkk., 2007).
Bioetanol adalah energi biomassa yang berasal dari sisa-sisa metabolisme
makhluk hidup. Bioetanol dihasilkan dari proses fermentasi gula, pati-patian atau
biomassa lignoselulosa (Kong, 2010).

Bioenergi

berupa

bioetanol,

merupakan

energi

alternatif

untuk

menyelesaikan masalah ketersediaan bahan bakar yang yang saat ini masih
tergantung pada bahan bakar minyak (BBM). Pengembangan bioetanol sebagai
pengganti BBM memiliki beberapa keuntungan yaitu penggunaan bioetanol
sebagai campuran premium (gasohol) menghasilkan emisi gas buangan yang lebih
ramah lingkungan karena kandungan oksigennya dapat meningkatkan efisien
pembakaran. Bioetanol juga mampu menaikan bilangan oktan dan mampu
mengurangi penggunaan aditif bertimbel yang berbahaya terhadap lingkungan
hidup (Prihandana, dkk., 2007)
2.8 DESTILASI
Destilasi adalah suatu proses penguapan dan pengembunan kembali, yang
dimaksudkan untuk memisahkan campuran dua atau lebih zat cair ke dalam fraksi
– fraksinya berdasarkan perbedaan titik didih. Pada umumnya, pemisahan hasil
fermentasi glukosa/dektrosa menggunakan sistem uap-cairan, dan terdiri dari
komponen – komponen tertentu yang mudah tercampur. Umumnya destilasi
berlangsung pada tekanan atmosfer, contoh dalam hal ini adalah sistem alkoholair, yang memiliki titik didih sebesar 78,60C pada tekanan 1 atm
(Tjokroadikoesoemo, 1986).
Komponen yang banyak terdapat dalam uap disebut komponen yang lebih
mudah menguap (more volatile component), sedangkan yang banyak terdapat
dalam larutan disebut komponen yang sukar menguap (less volatile component).

Uap yang terbentuk dalam kolom dialirkan ke kondensor, setelah dingin akan
mengkondensasi dan hasilnya terpisah dari residunya yang tertinggal dalam
kolom. Uap hasil yang keluar dari pemanas selalu berada dalam keseimbangan
dengan zat cair yang terdapat didalam pemanas, tetapi karena uap itu lebih kaya
akan komponen yang lebih mudah menguap, komposisi uap maupun zat cair
tersebut tidaklah konstan (Purwono, 2005).

2.9 Gas Chromatography (GC)
Kromatografi adalah suatu metode pemisahan fisik, di mana komponenkomponen yang dipisahkan didistribusikan di antara dua fase, salah satu fase
tersebut adalah suatu lapisan stasioner dengan permukaan yang luas, yang lainnya
sebagai fluida yang mengalir lembut di sepanjang landasan stasioner (Underwood,
dkk., 1996)
Pada umumnya senyawa-senyawa organik seperti etanol dianalisis
menggunakan metode Kromatografi, termasuk metode Kromatografi Gas ( Gas
Chromatography / GC ). Prinsip dasar kromatografi adalah pemisahan senyawa
berdasar fasa diam dan fasa bergerak. Suatu komponen dalam satu campuran
dibawa melewati fasa diamnya oleh aliran fasa bergerak, baik itu gas maupun
cairan, dimana pemisahan terjadi berdasarkan pada perbedaan laju perpindahan
komponen sampel (Skoog et al.,1986)

Kromatografi Gas dapat digunakan untuk analisis kualitatif maupun
kuantitatif. Pada analisis kualitatif, dilakukan penambahan sampel pada suatu
komponen yang diselidiki pada keadaan murni, dimana terjadinya penambahan
tinggi/area peak yang menunjukkan hasil positif adanya senyawa tersebut dalam
sampel. Pada analisis kuantitatif didasarkan pada perbandingan baik tinggi
maupun area puncak dengan suatu larutan standar. Pada kondisi tertentu kedua
parameter ini merupakan fungsi terhadap konsentrasi (Skoog et al., 1986). Untuk
menganalisa gas kromatografi secara kuantitatif terdapat beberapa metode, yaitu:



Analisa berdasarkan Tinggi Puncak
Tinggi dari sebuah peak dari suatu kromatorgram merupkan jarak tegak

lurus antara puncak peak terhadap garis hubung peak.


Analisa berdasarkan Area Puncak
Luas puncak tidak bergantung pada temperatur kolom, laju alir eluent, dan

laju injeksi sampel. Oleh karena itu, analisa berdasarkan luas puncak ini lebih baik
digunakan sebagai parameter analisa dibandingkan analisa berdasarkan tinggi
puncak.
kadar etanol=



luas arealarutan cuplikan
x 100
luas arealarutan baku

Analisa dengan Kurva Kalibrasi dengan Standard
Metode lain untuk analisa kuantitatif gas kromatografi adalah metode

kurva kalibrasi. Dalam metode ini, kromatogram standard dan tinggi puncak di

plot sebagai fungsi konsentrasi. Dimana kurva kalibrasi ini memiliki hubungan
yaitu sumbu x merupakan konsentrasi sedangkan sumbu y adalah tinggi puncak
(peak) sehingga akan terdapat persamaan garis Y = bX + a, dimana slope = b.


Metode Internal Standard
Dalam prosedur ini, kuanititas yang ditentukan dalam sebuah standard

internal terbagi menjadi dua, yaitu untuk standard dan sampel. Parameter dari
metode ini adalah rasio luas (tinggi) puncak analit dengan luas (tinggi) dari
puncak standard internal (Skoog et al, 1986).

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dimulai pada bulan September 2016 sampai Februari
2017. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Teknik Kimia Politeknik Negeri
Samarinda. Pengambilan sampel bahan baku yang berupa serabut kelapa akan
dilakukan di Samarinda, Kalimantan Timur. Analisa kadar etanol dengan
menggunakan GC (ASTM D-5501) dilakukan di Laboratorium Teknik Kimia
Politeknik Negeri Samarinda.
3.2 Rancangan Penelitian
Beberapa variabel yang digunakan sebagai berikut :

A. Variabel berubah
 Konsentrasi NaOH = 1% , 1.5%, 2%, 2.5% dan 3%
B. Variabel tetap
 Massa serabut kelapa = 200 gram
 Volume air tambahan = 1000 ml
 Suhu delignifikasi = 100 oC
 Waktu delignifikasi = 90 menit
 Konsentrasi HCl = 1 M
 Trichoderma reesei = 10 %
 Aspergilus niger = 5 %
 pH sarifikasi dan fermentasi = 5
 Sacchromyces cerevisiae = 15 %
 waktu fermentasi = 8 hari
C. Variabel respon
 Analisa kadar etanol dengan menggunakan metode ASTM D-5501
3.3 Alat dan Bahan
A.

Peralatan Penelitian
a) Sheker

d) Gelas kimia

b) Blender

e) Erlenmeyer

c) Hotplate

f) Ph meter

g) Pengaduk

l) Oven

h) Gelas ukur

m) Seperangkat alat destilasi

i) Neraca analitik

n) Pipet tetes

j) Pisau

o) Labu ukur

k) Vacum filter

p) Kaca arloji

B.

Bahan-bahan Penelitian
a) Serabut kelapa

f) NaOH 1% , 1.5%, 2%, 2.5%

b)
c)
d)
e)

dan 3%
g) HCl 1M
h) Etanol 99.9%

Thricoderma reesei
Aspergilus ninger
Aquadest
Sacchromyces cerevisiae

3.4 Prosedur Penelitian
A. Diagram alir penelitian
i)
Pengumpulan
serabut kelapa
j)

Pemotongan serabut kelapa

Penjemuran serabut kelapa selama
1 hari

k)
l)

Penghalusan serabut kelapa

Sterilisasi alat (perebusan alat) selama 15
menit

Penimbangan 200 gram serabut kelapa

Penambahan
air 1000 mL

Pemanasan 100 oC dan
pengadukan serabut kelapa

m)

n)
Penambahan NaOH
dengan variasi 1 %,
o) dan
1.5%, 2%, 2.5%
3%,

Penyaringan dan pencucian
serabut kelapa

p)

Pengovenan serabut kelapa pada
suhu 50 oC

q)

Penimbangan ampas 1:4 dari bobot awal
r)

s)
t)
u)
v)
w)
x)
y)
z)
aa)
Penambahan
bb)
aquadest
cc)150
mLdd)
ee)

Penyimpanan ampas serabut
kelapa dalam wadah SSF

Penambahan 10%
Tricoderma sp dan
5% Aspergilus niger
Sakarifikasi Aspirgilus
niger
Saccharomyses
cerevisiae 15%

Sakarifikasi dan fermentasi simultan
selama 7 hari

ff)
B. Prosedur Penelitian
gg) B.1 Alkaline Pretreatment

Penyaringan
Destiasi

1. Mengumpulkan
serabut
kelapa
Analisa
etanol
menggunakan GC
2. Mengeringkan serabut kelapa, kemudian mencacah serabut kelapa
hingga berukuran kecil
3. Selanjutnya mengeringkan serabut kelapa untuk mengurangi kadar air
dengan bantuan sinar matahari selama 1 hari
4. Meperhalus serabut kelapa dengan cara memblender serabut kelapa
yang telah kering

5. Sterilisasi alat dengan merebus alat-alat yang akan digunakan dalam
percobaan selama kurang lebih 15 menit. Kemudian, menempatkan
alat dalam plastik yang sudah disterilkan
6. Menimbang serabut kelapa sebanyak 200 gram
7. Memasukan serabut kelapa ke dalam erlenmeyer yang telah didisi air
sebanyak 1000 mL
8. Menambahkan masing-masing larutan dengan variasi NaOH

1%,

1.5%, 2%, 2.5% dan 3% ke dalam enlemeyer sampai terendam disertai
pemanasan pada suhu 100 oC dan pengadukan 150 rpm selama 90
menit
9. Selanjutnya menyaring dan mencuci ampas serabut kelapa dengan
menggunakan aquadest
10. Kemudian mengeringkan ampas ke dalam oven sampai berat ampas
konstan.
hh) B.2 Produksi Etanol dengan Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan
1. Menimbang serabut kelapa yang telah didelignifikasi dengan
perbandingan 1:4 dari bobot awalnya
2. Memasukan serabut kelapa yang telah ditimbang ke dalam

gelas

kimia 500 mL (wadah SSF)
3. Lalu menambahkan aquadest sebanyak 150 mL ke dalam wadah SSF
dan mengaduknya hingga rata.
4. Selanjutnya menambahkan sebanyak 10% Tricoderma reesei, 5%
Aspergilus niger dan saccharomyces cereviseae 15%.
5. Setelah itu mengaduk sampel dengan kecepatan 160 rpm dan diukur
pH awal 5 dengan menambahkan HCl atau NaOH
6. Melakukan proses sakarifiksi dan fermentasi simultan selama 7 hari
untuk setiap variasi

ii) B.3 Analisa kadar etanol dengan menggunakan GC
1. Menyaring hasil dari fermentasi dengan menggunakan vacum filter
2. Mendestilasi filtrat yang didapat sampai seluruh cairan menguap dan
yang tersisa hanyalah residu padat
3. Menganalisa hasil filtrat dengan menggunakan Gas Chromatography
(ASTM D-5501)
4. Menghitung kadar etanol berdasarkan luas area pada kromatogram
luas arealarutan cuplikan
x 100
jj) kadar etanol=
luas arealarutan baku
kk)
ll)
mm)
nn)
oo)
pp)
qq)

DAFTAR RUJUKAN

rr) Abdurahman, D. (2008). Biologi Kelompok Pertanian dan Kesehatan.
Bandung: Grafindo Media Pratama.
ss) Anggorowati, D.A., Dewi, B.K. (2013, September). Pembuatan Bioetanol
dari Limbah Sabut Kelapa Dengan Metode Hidrolisis Asam dan Fermentasi
dengan Menggunakan Ragi Tape. Jurnal Teknik Industri Inovatif, Vol.3, NO.
2, 9-13. April 2, 2015. http://industri.itn.ac.id/asset/download/2014-11-29-0708-53_3%20No%202.pdf
tt) Cheng, J. (2009). Biomass to Renewable Energy Processes. United State of
America: Tylor and Francis Group. https://books.google.co.id/books?
id=wFvNBQAAQBAJ&pg=PA438&dq=Biomass+to+Renewable+Energy+Pr
ocesses

uu) Day, R.A., JR., Underwood,A.L. (1996). Analisa Kimia Kuantitatif (Edisi ke5) (Iis Sopyan, Penerjemah). Jakarta: Erlangga
vv) Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Timur (2014). Komoditi Kelapa
Dalam
Provinsi
Kalimantan
Timur.
16
April
2015.
http://disbun.kaltimprov.go.id /statis-34-komoditi-kelapa-dalam.html
ww) Doran, P.M. (2013). Bioprocess Engineering Principles (2nd ed). United
State of America: Elsevier Ltd. https://books.google.co.id/books?
id=wZSylDhgEXMC&printsec=frontcover&dq=Bioprocess+Engineering+Pri
nciples
xx) Fan, L.T., Gharpuray, M.M.,
& Lee, Y.H. (1987). Biotechnology
Monographs Cellulose Hydrolysis. Berlin Heidelberg New York: SpringerVerlag.
https://books.google.co.id/books?
id=MmHwCAAAQBAJ&pg=PA70&dq=kinetic+hydrolysis
yy) Gandjar, I., Sjamsuridzal, W., & Oetari ,A. (2006, November). Mikologi
Dasar dan Terapan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
zz) Isci, A. (2008). Cellulosic Ethanol Production Via Aqueous Ammonia
Soaking Pretreatment and Simultaneous Saccharification and Fermentation.
Doctor of Philosophy. Juni 3, 2015. https://books.google.co.id/books?
id=7dIl6KNpf08C&printsec=frontcover
aaa) Juhasz, T., K. Kozma, Z., Szengyel, K., & Reczey (2003). Production of βGlucosidase in Mixed Culture of Aspergillus niger BKMF 1305 and
Trichoderma reesei RUT C30, Food Technol. Biotechnol, 49–53. Juni 2,
2015. http://hrcak.srce.hr/file/163486
bbb) Kamatan, S. (2007). Modelling of Kinetics Oof Saccharification and

Fermentation in The Ethanol Production Process Using Parameter
Estimation
Techniques.
Unitated
State:
UMI
microform.
https://books.google.co.id/books?
id=Rjb3RARUtXQC&pg=PA20&dq=ethanol+simultaneous+saccharification
+and+fermentation
ccc) Kong, G.T. (2010). Peran Biomassa Bagi Energi Terbarukan. Jakarta: PT
Elex
Media
Komputindo.
https://books.google.co.id/books?
id=w10sVVF7FNkC&printsec=frontcover&dq=Peran+Biomassa+Bagi+Ener
gi+Terbarukan
ddd) Kuhad, R.C., & Singh ,A. (2013) . Biotechnology for Environmental
Management
and
Resource
Recovery.
Delhi:
Springer.
https://books.google.co.id/books?
id=rYJEAAAAQBAJ&pg=PR7&dq=Biotechnology+for+Environmental+Ma
nagement+and+Resource+Recovery

eee) Lens, P. (2005). Biofuels for Fuel Cells, Renewable Energy from Biomass
Fermentation. London: IWA Publishing. https://books.google.co.id/books?
id=AVpSmSb5ecMC&printsec=frontcover&dq=Biofuels+for+Fuel+Cells
fff) Manahan, S.E. (1990). Hazardous Waste Chemistry, Toxicology, and
Treatment. United State of America: Lewis Publisehrs.
ggg) Mishra, A., Clark, J.H., Kraus, G.A., Seidl, P.A., Stankiewicz,A., & Kou,
Y. (2003). Green Materials for Sustainable Water Remediation and
Treatment. Cambridge UK: The Royal Society of Chemistry.
https://books.google.co.id/books?
id=_cLuAQAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=green+Materials+for+Sustai
nable+Water+Remediation+and+Treatment
hhh) Muryanto. (2012, Juni). Enkapsulasi Rhizopus Oryzae dalam KalsiumAlginat Untuk Produksi Bioetanol dari Tandan Kosong Kelapa Sawit dengan
Sakarifikasi dan Fermentasi Serentak.
Tesis. April 2, 2015.
http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20301522-T30615-Muryanto.pdf
iii) Pandey, A. (2006). Enzyme Technology.New York: Asiatech Publishers
https://books.google.co.id/books?
id=x13NiCGHMt8C&printsec=frontcover&dq=Enzyme+Technology
jjj) Prahandana, R., Noerwijari, K., Adinurani, P.G., Setyaningsih, D., Setiadi, S.,
& Hendroko, R. (2007, Agustus). Bioetanol Ubi Kayu Bahan Bakar Masa
Depan. Jakarta Selatan: PT Agromedia Pustaka
kkk)Purwono, S. (2005). Pengantar Operasi Stage Seimbang. Gajah Mada University
Press. Yogyakarta.

lll) Raharjo, A. (1999). Prospek Bisnis Limbah Kelapa. Yogyakarta: Kanisius.
mmm) Skoog, D.A., West, D.M., Holler, F.J., & Crouch, S.R. (1986).
Fundamentals of Analytical Chemistry (9th ed). United State of America:
Mary
Finch.
https://books.google.co.id/books?
id=8bIWAAAAQBAJ&printsec=frontcover&dq=Fundamentals+of+Analytic
al+Chemistry
nnn) Standar Nasional Indonesia. (27 Desember 2006). SNI 0698:2010
Bioetanol
Terdenaturasi
untuk
Gasohol.
7
Mei
2015.
http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni_2/7396
ooo) Standar Nasional Indonesia. (9 Desember 2008). SNI 7390: 2012 Metode
Standar
Tes
Kadar
Etanol.
31
Mei
2015.
http://sisni.bsn.go.id/index.php?/sni_main/sni/detail_sni/9516
ppp) Suhardiyono, L. (1988). Budidaya dan Pemanfaatan Tanaman Kelapa.
Yogyakarta: Kanisius.
qqq) Tjokroadikoesoemo, S. 1986. HFS dan Industri Ubi Kayu Lainnya. Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama

rrr) Tkacz, J.S., & Lange. L. (2004). Advances in Fungal Biotechnology for
Industry, Agriculture, and Medicine. New York: Plenum Publishers.
https://books.google.co.id/books?
id=8iilRWC06fAC&printsec=frontcover&dq=fungi
sss) Wildan, A. (2010). Studi Proses Pemutihan Serat Kelapa Sebagai Reinforced
Fiber. Tesis. April 30, 2015. http://repository.unib.ac.id/8615/2/IV,V,LAMP,I14-fek-FK.pdf
ttt)
uuu) Wilkinson, M.H.F., Schut, F. (1998). Digital Image Analysis of Microbes.
New York: John Wiley & Sons Ltd.
vvv)
https://books.google.co.id/books?
id=8JJwuU13YPAC&printsec=frontcover&dq=Digital+Image+Analysis+of+
Microbes
www) Yang, S.T.. El-Ensashy, E., & Thongchul, N. (2013).Bioprocessing
Technologies in Biorefinery for Sustainable Production of Fuels, Chemicals,
and Polymers. New Jersey: Wiley. https://books.google.co.id/books?
id=WabhWXsxQRwC&pg=PA1983&dq=Bioprocessing+Technologies
xxx) Zely, F.D. (2014, Februari). Pengaruh Waktu dan Kadar Saccharomyces
Cerevisiae Terhadap Produksi Etanol dari Serabut Kelapa Pada Proses
Sakarifikasi dan Fermentasi Simultan dengan Enzim Selulase. Skripsi. April
2, 2015. http://repository.unib.ac.id/id/eprint/8615