Pengaruh Teknik Skarifikasi Fisik Dan Media Perkecambahan Terhadap Daya Berkecambah Benih Pala (Myristica Fragrans)

PENGARUH TEKNIK SKARIFIKASI FISIK DAN MEDIA
PERKECAMBAHAN TERHADAP DAYA BERKECAMBAH
BENIH PALA (Myristica fragrans)

DWI GERY FEBRIYAN

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Teknik
Skarifikasi Fisik dan Media Perkecambahan terhadap Daya Berkecambah Benih
Pala (Myristica fragrans) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Dwi Gery Febriyan
NIM A24100110

ABSTRAK
DWI GERY FEBRIYAN. Pengaruh Teknik Skarifikasi Fisik dan Media
Perkecambahan terhadap Daya Berkecambah Benih Pala (Myristica fragrans).
Dibimbing oleh ENY WIDAJATI.
Percobaan ini bertujuan mempelajari perlakuan skarifikasi fisik kulit benih
pala dan penggunaan media perkecambahan dalam upaya mempercepat
perkecambahan dan meningkatkan viabilitas benih pala. Percobaan dilaksanakan
pada bulan Desember 2013 hingga Mei 2014 di rumah kaca Kebun Percobaan
Leuwikopo dan Laboratorium Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Rancangan percobaan yang
digunakan adalah rancangan faktorial dan rancangan kelompok lengkap teracak
(RKLT). Percobaan terdiri dari dua faktor dengan masing-masing faktor terdiri
tiga kali ulangan. Faktor pertama adalah perlakuan skarifikasi fisik kulit benih
dengan tiga taraf perlakuan, yaitu tanpa perlakuan skarifikasi, skarifikasi satu

lubang bagian pangkal benih, dan skarifikasi dua lubang bagian ujung dan
pangkal benih. Faktor kedua adalah jenis media perkecambahan benih yang terdiri
dari tiga taraf, yakni pasir, arang sekam, dan campuran antara pasir dengan
kompos 1:1 (v/v). Hasil percobaan menunjukkan perlakuan skarifikasi fisik dua
lubang dapat meningkatkan perkecambahan benih pala berdasarkan kemunculan
akar dan tunas yang lebih awal. Media pasir merupakan media yang nyata lebih
baik berdasarkan tolok ukur daya berkecambah dan tinggi tunas. Skarifikasi benih
pala dua lubang yang ditanam di media pasir menunjukkan jumlah akar lateral
nyata lebih banyak sejumlah enam buah. Pertumbuhan bibit pala selama 7 minggu
setelah pindah tanam dengan kecambah yang berasal dari media pasir lebih baik
dibandingkan kecambah yang berasal dari media arang sekam pada parameter
diameter batang, tinggi bibit, jumlah daun, lebar tajuk, dan warna daun.
Kata kunci: Myristicaceae, kecambah benih pala, perlakuan kulit benih

ABSTRACT
DWI GERY FEBRIYAN. The Effects of Physical Scarification Technique and
Germinating Substrate on Nutmeg (Myristica fragrans) Seed Germination
Potency. Supervised by ENY WIDAJATI.
The objective of this experiment is studying the effect of physical
scarification of nutmeg seed coat and germination media to accelerating

germination rate and enhancing nutmeg seed viability. This experiment was
conducted in December 2013 until May 2014 at Leuwikopo Experimental Field’s
green house and Seed Laboratory of Agronomy and Horticulture Department,
Faculty of Agriculture, Bogor Agricultural University. This experiment was using
factorial design and randomize complete block design with 3 replications. The
first factor was physical scarification on the seed coat with three levels: without
scarification, one hole scarification on seed’s base, and two holes scarifications on
seed’s base. The Second factor was the seed germination substrate that consist of
sand, charcoal of husk rice, and mixture of sand and compost 1:1 (v/v). The

results showed that two holes physical scarification could enhance germination
process according to the earlier appearance of roots and shoot. Sand as the
germinating substrate was observed as a better substrate according to the
parameters of germinating potency and shoot height. Two holes physical
scarification treatment which was sowed in sand substrate showed the increase of
lateral root number into 6 lateral roots. Nutmeg seedling growth in 7 weeks after
transplanting from sand substrate seedling showed a better growth than the
charcoal of husk rice substrate seedling by evaluating these parameters on stem
diameter, seedling’s height, amount of leaves, canopy’s width, and leaves colour.
Keywords: Myristicaceae, nutmeg germinated seedling, seed coat treatment


PENGARUH TEKNIK SKARIFIKASI FISIK DAN MEDIA
PERKECAMBAHAN TERHADAP DAYA BERKECAMBAH
BENIH PALA (Myristica fragrans)

DWI GERY FEBRIYAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 hingga
bulan Mei 2014 ini ialah perkecambahan benih pala, dengan judul Pengaruh
Teknik Skarifikasi Fisik dan Media Perkecambahan terhadap Daya Berkecambah
Benih Pala (Myristica fragrans). Penelitian ini merupakan rangkaian dalam
penelitian BOPTN tahun 2013 yang diketuai oleh Ibu Dr Ir Faiza C Suwarno, MS
dengan anggota Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Eny Widajati, MS selaku
dosen pembimbing skripsi, Ibu Dr Ir Faiza C Suwarno, MS selaku dosen penguji,
Bapak Dr Ir Eko Sulistyono, MSi selaku dosen wakil urusan komisi pendidikan,
serta Bapak Dr Ir Abdul Qadir, MSi selaku dosen pembimbing akademik.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Wartono, Ibu Prihartati,
Kakak Eka Wati Ning Puspita, SKep serta seluruh keluarga, atas segala doa dan
dukungannya. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
sudah membantu, Nailan Nabila, Mita Dianasari, Sundari, Listya Pramudita, Siti
Nur Apriyani, dan seluruh teman-teman Edelweiss AGH 47. Penulis tak lupa
memberikan apresiasi dan ungkapan terima kasih kepada pihak Bogor
International Club (BIC) yang telah memberi beasiswa kepada penulis.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Agustus 2014
Dwi Gery Febriyan

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1


Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Perkecambahan Benih

2

Perlakuan Pra Perkecambahan terhadap Kulit Benih

3


Media Perkecambahan Benih

4

METODE

5

Lokasi dan Waktu Penelitian

5

Bahan dan Alat

5

Rancangan Percobaan Penelitian

5


Pelaksanaan Penelitian

6

Pengamatan

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Viabilitas Benih Pala
Pengamatan Pertumbuhan Bibit Pala di Polibag
SIMPULAN DAN SARAN

8
8
12
15

Simpulan


15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL

1 Rekapitulasi sidik ragam pengeruh skarifikasi fisik dan media
perkecambahan terhadap perkecambahan benih pala
2 Nilai tengah pengaruh faktor tunggal skarifikasi fisik terhadap
perkecambahan benih pala setelah 88 HST
3 Nilai tengah pengaruh faktor tunggal media perkecambahan terhadap
perkecambahan benih pala setelah 88 HST
4 Pengaruh interaksi skarifikasi fisik dan media perkecambahan pada
jumlah akar lateral kecambah benih pala setelah 88 HST
5 Pertumbuhan bibit pala yang berasal dari perkecambahan pada media
pasir dan media arang sekam

8
9
10
11
12

DAFTAR GAMBAR
1 Kecambah pala setelah 88 hari setelah tanam
2 Pengukuran diameter batang dan tinggi bibit pala yang berasal dari
perkecambahan pada media pasir (○) dan media arang sekam (□)
3 Pengukuran jumlah daun dan luas daun bibit pala yang berasal dari
perkecambahan pada media pasir (○) dan media arang sekam (□)
4 Pengukuran lebar tajuk dan warna daun bibit pala yang berasal dari
perkecambahan pada media pasir (○) dan media arang sekam (□)

7
13
13
14

DAFTAR LAMPIRAN
1 Karakter benih pala yang berasal dari tiga lokasi yang berbeda di
Provinsi Maluku

18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pala (Myristica fragrans) merupakan komoditas rempah asli Indonesia yang
sebagian besar berasal dari daerah Maluku. Pala memiliki nilai ekonomi yang
tinggi sebab komoditas ini menjadi andalan sumber devisa bagi ekspor non migas
dalam bentuk biji pala, fuli, dan pala glondong. Indonesia mampu memenuhi
permintaan pasar dunia terhadap pala sebesar 60% hingga 75% serta mengungguli
negara-negara pengekspor pala lainnya, seperti Grenada, India, Sri Langka, dan
Papua New Guinea (Bustaman 2008; Alegantina dan Mutiatikum 2009). Volume
ekspor pala di Indonesia berupa biji kering dan fuli kering pada tahun 2009 hingga
tahun 2013 mengalami fruktuasi. Ekspor pala tertinggi terjadi pada tahun 2011
yakni mencapai 14 985 ton sedangkan pada tahun 2012 volume ekspor pala
mengalami penurunan menjadi 12 849 ton (Kementan 2014).
Penurunan mutu dan produksi pala di Indonesia disebabkan oleh usia
tanaman yang sedang berproduksi semakin tua, pemeliharaan yang jarang
dilakukan, penggunaan benih atau bibit yang tidak unggul, kelembagaan petani
yang lemah, dan mutu produksi yang rendah. Pemerintah Indonesia telah
mempersiapkan rencana untuk pengembangan potensi pala dalam rangka
peningkatan produksi pala nasional yakni dengan perluasan wilayah penanaman
pala, penggunaan bahan tanam yang unggul, dan pendampingan petani pala.
Perluasan lahan untuk bertanam pala pada tahun 2012 telah direncanakan sebesar
3 600 ha yang tersebar di lima provinsi di Indonesia, yaitu Maluku, Maluku Utara,
Jawa Barat, Sumatera Barat, dan Sulawesi Utara (Ditjenbun 2012).
Pengembangan wilayah penanaman pala yang cukup luas tersebut tentunya
akan membutuhkan bahan tanam yang cukup banyak. Penggunaan bibit pala yang
baik akan meningkatkan produksi dan keberhasilan usaha tani tanaman pala.
Perbanyakan tanaman pala yang umumnya dilakukan hingga saat ini adalah
perbanyakan generatif menggunakan benih sebab perbanyakan secara vegetatif
belum memberikan hasil yang memuaskan (Arif 2010). Penggunaan bibit pala
yang berasal dari benih mempunyai kelebihan yakni sistem perakaran yang lebih
kuat dan mampu berumur panjang. Bibit pala asal benih juga memiliki arti
penting dalam menyediakan batang bawah yang diperlukan untuk memproduksi
bibit okulasi atau penyambungan (Asare dan Bennett-Lartey 2000).
Kebutuhan bahan tanam yang cepat untuk memenuhi permintaan yang
cukup besar tersebut akan terkendala pada lamanya perkecambahan benih pala.
Penggunaan biji sebagai perbanyakan tanaman pala perlu mendapat perlakuan
khusus sebelum benih ditanam karena benih pala memiliki struktur kulit yang
sangat keras. Proses perkecambahan benih pala membutuhkan waktu paling cepat
tiga bulan bila benih tidak mendapatkan perlakuan khusus. Masa ini disebut
dengan masa dormansi yang disebabkan oleh struktur fisik benih sehingga
imbibisi air terhambat (Arrijani 2005). Beberapa upaya untuk mengatasi hambatan
fisik benih dalam upaya meningkatkan perkecambahan telah dilakukan oleh
beberapa peneliti. Perlakuan benih pala dengan penghilangan kulit benih dapat
meningkatkan daya berkecambah sebesar 62.00% dibandingkan perlakuan kimia
menggunakan H2SO4 18N (0.00%) dan KNO3 0.2% (26.00%) atau perendaman

2
air panas (0.00%) pada 100 hari setelah tanam (Ramadhan 2007). Penelitian lain
pada benih palahar (Dipterocarpus retusus BL) yang dilakukan oleh Sartika
(2003) dengan perlakuan pengupasan kulit benih berpengaruh sangat nyata dalam
meningkatkan daya berkecambah benih sebesar 14.47% dibandingkan pada benih
yang tidak dikupas kulitnya sebesar 5.26% pada pengamatan selama 81 hari.
Perlakuan pematahan dormansi selain penghilangan kulit benih yang keras juga
dapat dilakukan dengan cara skarifikasi, yakni pengikisan kulit benih. Benih aren
pada penelitian Saleh et al. (2008) yang diberi perlakuan skarifikasi + perendaman
KNO3 0.5% 36 jam + suhu 40 ºC yang ditanam pada media campuran tanah dari
hutan aren dan bahan organik (1:1) menghasilkan daya berkecambah nyata lebih
baik sebesar 86.67% pada 90 hari setelah tanam.
Faktor lain yang mempengaruhi perkecambahan benih adalah media
perkecambahan. Media perkecambahan juga memiliki peranan penting dalam
membantu mempercepat perkecambahan dan setiap benih akan memiliki respon
yang berbeda-beda untuk perkecambahan terhadap media tertentu. Penelitian
terhadap pengaruh jenis media perkecambahan secara spesifik bagi benih pala
belum banyak dilakukan di Indonesia. Khandekar et al. (2006) melakukan
penelitian mengenai media perkecambahan benih pala di Maharashtra, India
menyatakan media dedak padi dapat mempercepat benih pala berkecambah pada
27.2 hari setelah tanam, kemudian diikuti oleh media campuran pasir dan dedak
padi (28.1 hari) serta media pasir (28.5 hari). Penelitian lain oleh Abirami et al.
(2010) mengenai media perkecambahan benih pala yang menggunakan media
campuran vermikompos dan serabut kelapa mampu mempercepat kemunculan
kecambah pada 42.10 hari setelah tanam yang dilakukan di Kerala, India.
Kombinasi perlakuan dalam penelitian ini yakni skarifikasi fisik dengan alat
gerinda listrik diharapkan mampu membantu mempercepat imbibisi air dan
perkecambahan benih pala serta media perkecambahan yang tersedia dan mudah
ditemukan di wilayah Indonesia dapat meningkatkan viabilitas benih pala.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari perlakuan skarifikasi fisik kulit benih
pala dan penggunaan media perkecambahan dalam upaya mempercepat perkecambahan dan meningkatkan viabilitas benih pala.

TINJAUAN PUSTAKA
Perkecambahan Benih
Benih yang telah masak fisiologi memiliki viabilitas tinggi yang ditandai
dengan kemampuan benih tersebut tumbuh menjadi kecambah normal dalam
kondisi optimum. Proses perkecambahan tersebut dimulai dengan imbibisi air ke
dalam benih untuk mengaktifkan kembali aktivitas pertumbuhan benih dan
menginisiasi pertumbuhan embrio kemudian dilanjutkan dengan kemunculan akar
yang menembus kulit benih (Widajati et al. 2013). Ramadhan (2007) menyatakan
bahwa benih pala yang berasal dari tingkat kemasakan buah umur 9 bulan nyata

3
meningkatkan perkecambahan benih pala dengan tolok ukur potensi tumbuh
maksimum (PTM), daya berkecambah (DB), dan kecepatan tumbuh (KCT). Buah
yang telah masak fisiologi tersebut ditandai dengan kulit buah berwarna kuning
tua kusam, getah tangkai buah hampir tidak ada, daging buah berwarna kuning
kecokelatan, tidak getas dan sudah merekah, serta warna fuli merah tua
seluruhnya.
Perkecambahan merupakan suatu proses benih berkembang menjadi
kecambah yang mencapai pada stadia munculnya bagian dari struktur-struktur
esensial benih. Kecambah tersebut akan menunjukkan kemampuan untuk berkembang lebih lanjut menjadi tanaman normal dalam kondisi optimal (BPMPTPH
2006). Kuswanto (1996) menambahkan benih dikatakan berkecambah jika dari
benih tersebut telah muncul plumula dan radikula dari embrio. Kecambah normal
benih pala belum memiliki kriteria pengujian oleh International Seed Testing
Association (ISTA). Tanaman pala tergolong dalam tanaman tahunan dikotil
memiliki perkecambahan yang sangat lambat. Kecambah dapat dikatakan normal
apabila penjumlahan panjang akar primer dan hipokotil adalah empat kali atau
lebih dari panjang benih dengan kriteria kecambah lainnya normal (BPMPTPH
2005). Pengamatan perhitungan kecambah normal benih pala yang telah masak
fisiologis dapat dilakukan pada hari pengamatan pertama adalah hari ke-60 setelah
tanam dan hari pengamatan kedua adalah hari ke-100 setelah tanam (Ramadhan
2007).
Perlakuan Pra Perkecambahan terhadap Kulit Benih
Faktor internal yang berasal dari benih itu sendiri dan dapat mempengaruhi
perkecambahan benih salah satunya adalah adanya sifat dormansi suatu benih.
Widajati et al. (2013) menyatakan dormasi benih merupakan suatu kondisi dimana
benih hidup tidak berkecambah sampai batas waktu akhir pengamatan perkecambahan walaupun faktor lingkungan optimum untuk perkecambahannya.
BPMPTPH (2005) menyatakan struktur kulit benih sering sekali menjadi faktor
pembatas pada dormansi benih. Pembatasan tersebut dapat berupa penghambatan
dalam pemasukan air dan oksigen serta pembatasan mekanik sehingga menghambat pembesaran embrio. Benih pala memiliki kulit benih yang cukup tebal
dengan ukuran 0.4 mm hingga 0.6 mm dan keras karena tersusun atas sel-sel
Malphigi kompak seperti jaringan palisade (Parimala dan Amerjothy 2013). Hal
ini diduga benih pala mengalami dormansi fisik dari kulit benih yang keras.
Pengecambahan benih bertujuan mendapatkan jumlah benih yang mampu
berkecambah lebih banyak pada kondisi yang optimum. Benih-benih yang berpotensi memiliki sifat dormansi diperlukan perlakuan pra perkecambahan untuk
mematahkan dormansi benih tersebut sehingga benih dapat tumbuh serempak
(BPMPTPH 2005). Pematahan dormansi pada benih yang berkulit keras dapat
dilakukan secara mekanis, salah satunya adalah skarifikasi. Sutopo (2002) menyebutkan bahwa skarifikasi mencakup cara-cara seperti mengikir atau menggosok
kulit benih dengan kertas ampelas, melubangi kulit benih dengan pisau, serta
perlakuan goncangan untuk benih yang memiliki sumbat gabus. Perlakuanperlakuan tersebut ditujukan agar melemahkan kulit benih yang keras sehingga
lebih permeabel terhadap air atau gas.

4
Penelitian pada benih aren yang dilakukan oleh Widyawati et al. (2009)
menyatakan dengan pengikisan kulit benih mampu memperbaiki perkecambahan
benih aren. Pengikisan kulit benih aren yang semakin luas menyebabkan peningkatan kadar air, penambahan berat benih, dan daya hantar listrik larutan rendaman
benih. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin banyak testa (kulit) benih yang
dihilangkan melalui pengikisan semakin berkurang hambatan mekanis dari
jaringan tersebut untuk melakukan imbibisi sehingga benih lebih cepat terhidrasi.
Penelitian lain pada benih semangka non biji oleh Sunarlim et al. (2012) menunjukkan perlakuan pelukaan benih mampu meningkatkan daya berkecambah (DB)
sebesar 64.54% nyata lebih tinggi dibandingkan benih tanpa pelukaan sebesar
38.28%. Pelukaan kulit benih semangka tersebut mampu meningkatkan laju
perkecambahan dan mematahkan dormansi fisik (mekanik) akibat kulit benih
yang keras sehingga pertukaran air dan gas dapat berjalan dengan baik yang
kemudian membantu memperbaiki DB benih semangka.
Media Perkecambahan Benih
Perkecambahan benih tentu dipengaruhi juga oleh faktor eksternal yang
berasal dari lingkungan tumbuh benih tersebut. Media perkecambahan sebagai
substrat yang digunakan dalam menopang pertumbuhan benih menjadi kecambah
akan memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kecambah.
Sutopo (2002) menyatakan kondisi fisik dari media sangat penting bagi kehidupan
kecambah menjadi tanaman dewasa. Persyaratan media tumbuh yang baik
sehingga mendukung pertumbuhan tanaman antara lain cukup kompak agar kuat
menopang tegaknya batang, memiliki kapasitas pegang air yang baik, dan bebas
dari organisme penyebab penyakit terutama cendawan.
Penelitian mengenai pengaruh media perkecambahan pada perkecambahan
benih telah banyak dilakukan. Khandekar et al. (2006) melakukan penelitian
terhadap media perkecambahan benih pala dan menyebutkan bahwa DB benih
pala dapat ditingkatkan dengan menggunakan media dedak padi (82.3%), media
pasir (82.0%) serta media campuran pasir dan dedak padi (81.7%). Penelitian lain
menyebutkan kombinasi vermikompos dan serabut kelapa mampu meningkatkan
DB benih pala juga sebesar 86.67% dan laju perkecambahan sebesar 0.021
(Abirami et al. 2010). Penambahan media arang sekam mencapai 30% dari
perbandingan volume media bahan organik pada penelitian Aklibasinda et al.
(2011) yang diujikan benih Pinus sylvestris menunjukkan pertumbuhan tinggi
tunas mencapai 9.74 cm dan panjang akar 14.20 cm. Premeswari dan Tata (2004)
juga menyatakan pada benih tengkawang yang dikecambahkan pada media
campuran tanah dan arang sekam (1:1) meningkatkan bobot kering total (14.36 g)
dan indeks kualitas bibit (skala 1.34). Penelitian Sumiasri et al. (2010) menambahkan bahwa media untuk perkecambahan dan bertumbuhan bibit palem putri
terbaik adalah kompos berdasarkan parameter kecepatan tumbuh, persen tumbuh,
jumlah daun, tinggi bibit, dan panjang akar.

5

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di green house Kebun Percobaan Leuwikopo
dan Laboratorium Benih Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan Desember 2013 hingga bulan Mei
2014.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih pala yang telah
mencapai masak fisiologi dan dipanen pada minggu kedua bulan Desember 2013.
Benih tersebut berasal dari tiga lokasi yang berbeda di Provinsi Maluku, yakni
Liliboi, Toisapu, dan Wakal dengan keterangan benih tercantum pada Lampiran 1.
Media yang digunakan adalah kompos, arang sekam, dan pasir serta fungisida
yang berbahan aktif mankozeb 80%. Bahan lain yang digunakan antara lain
hidrogel, polibag, paranet, dan label. Alat-alat yang digunakan antara lain bak
plastik ukuran 38 cm × 32 cm × 10 cm, boks plastik besar, mesin gerinda tipe
bench grinder MD-150, oven, desikator, cawan aluminium, gembor, timbangan
digital, jangka sorong, bor listrik, pisau, saringan alumunium, dan alat tulis.
Rancangan Percobaan Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan percobaan faktorial dengan
rancangan lingkungan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT). Percobaan
terdiri atas dua faktor dengan tiga kali ulangan setiap faktornya. Faktor pertama
adalah perlakuan skarifikasi fisik kulit benih dengan tiga taraf perlakuan, yaitu
tanpa perlakuan skarifikasi (S0), skarifikasi satu lubang bagian pangkal benih (S1),
dan skarifikasi dua lubang bagian ujung dan pangkal benih (S2). Faktor kedua
adalah jenis media perkecambahan benih yang terdiri dari tiga taraf, yakni pasir
(M1), arang sekam (M2), dan campuran antara pasir dengan kompos 1:1 (v/v)
(M3). Penelitian ini terdiri atas 9 kombinasi percobaan dengan 27 satuan
percobaan. Setiap satuan percobaan terdiri dari 25 benih sehingga jumlah benih
yang dibutuhkan sebanyak 675 benih pala. Model aditif linier yang digunakan
yakni:
Yijk = µ + αi + βj + (αβ)ij + ρk + εijk
Keterangan:
Yijk = respon perlakuan skarifikasi fisik ke-i, media perkecambahan ke-j dan
ulangan ke-k
µ
= rataan umum percobaan
αi
= perlakuan skarifikasi fisik ke-i (i= 1,2, dan 3)
βj
= perlakuan kombinasi media perkecambahan ke-j (j= 1, 2, dan 3)
(αβ)ij = pengaruh interaksi skarifikasi fisik ke-i dan kombinasi media
perkecambahan ke-j
ρk = pengaruh pengelompokan ke-k (k= 1,2, dan 3)

6
εijk

= galat percobaan dari perlakuan skarifikasi fisik ke-i, media
perkecambahan ke-j dan ulangan ke-k
Uji F dilakukan untuk melihat ada tidaknya perbedaan antar perlakuan dan
akan dilanjutkan dengan uji Duncan multiple range test (DMRT) apabila terdapat
perbedaan nyata pada taraf 5%. Pengolahan data untuk pengujian tersebut
menggunakan perangkat lunak statistical analysis system (SAS).
Data yang diperoleh dari pengamatan pembibitan pala hasil perkecambahan
sebelumnya dilakukan Uji-t dengan selang kepercayaan 95% dan dibandingkan
antar perlakuan setiap minggunya dengan menggunakan perangkat lunak SAS.
Pelaksanaan Penelitian
Persiapan wadah media berupa bak plastik dilubangi menggunakan bor
listrik sebanyak 6 lubang dengan jarak 15 cm antar lubang pada bagian bawah bak
sebagai lubang pengeluaran limpahan air. Media pasir diayak dengan saringan
alumunium secara manual agar partikel pasir lebih seragam. Media pasir dan
kompos dicampurkan dengan proporsi masing-masing media setengah dari
volume bak plastik. Media arang sekam langsung diisikan ke dalam bak plastik.
Media diberi fungisida 2 g per liter air dan disiramkan ke media secara merata
agar mengurangi potensi serangan cendawan.
Benih pala diekstraksi dengan membelah buah menggunakan pisau dan fuli
(selaput benih) dipisahkan dari kulit benih. Benih diambil 6 butir dan diiris
menggunakan mesin pengiris dari masing-masing lokasi untuk diukur kadar
airnya dengan metode oven suhu 105 ºC selama 17 jam. Benih-benih lainnya
dikumpulkan dalam boks plastik besar yang sudah berisi hidrogel untuk menjaga
kelembapan benih pala. Beberapa benih diambil untuk ditimbang bobot benih
menggunakan timbangan digital. Benih tersebut juga diukur panjang dan diameter
benih menggunakan jangka sorong. Benih kemudian diberi fungisida dengan
konsentrasi 2 g per liter air yang telah dilarutkan dalam bak plastik dan direndam
selama 10 menit. Benih kemudian dicuci dengan air bersih dan ditiriskan lalu
dikeringanginkan agar mudah dilakukan skarifikasi fisik.
Perlakuan skarifikasi benih dilakukan menggunakan mesin gerinda listrik
dengan cara menempelkan kulit benih ke piringan gerinda yang berputar dengan
kecepatan 2950 rpm. Kulit benih dicek setiap rentang waktu beberapa detik agar
proses skarifikasi tidak sampai merusak bagian permukaan embrio benih dan
mencegah kegosongan. Benih yang telah diskarifikasi diberi fungisida kembali
dan ditanam sebanyak 25 butir per bak serta ditempelkan kertas label identitas
perlakuan. Benih ditanam seperti metode di atas pasir (top of sand) yaitu benih
hanya ditekan di atas permukaan media sedalam 2 cm. Paranet diberikan selama
proses pengujian dalam green house agar kondisi tetap teduh. Pemeliharaan rutin
dilakukan setiap satu hari sekali terhadap kondisi media perkecambahan agar tetap
lembap. Media perkecambahan disiram air dengan menggunakan gembor setiap
hari.
Kecambah-kecambah yang tumbuh dari salah satu perlakuan skarifikasi
kemudian diamati kembali pada masa pembibitan selama 7 minggu. Kecambahkecambah tersebut dipindahtanamkan ke dalam polibag berukuran 20 cm × 40 cm
dengan media campuran antara tanah dan kompos 2:1 (v/v). Polibag tersebut

7
masing-masing berisi satu kecambah. Pembibitan pala ini dilakukan di dalam
green house dan dinaungi oleh paranet. Pemeliharaan yang dilakukan yaitu
penyiraman dan pengendalian gulma secara manual.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan dalam penelitian ini terbagi dalam tiga waktu
pengamatan, yakni pengamatan saat kecambah masih dalam bak perkecambahan,
pengamatan saat pindah tanam kecambah, dan pengamatan saat di pembibitan.
Parameter yang diamati saat kecambah masih dalam bak perkecambahan yaitu:
1. Hari kemunculan akar (hari), pengamatan dilakukan dengan mengangkat
benih dari media secara hati-hati dengan interval waktu dua hari sekali.
2. Hari kemunculan tunas (hari), pengamatan dilakukan dengan melihat
kemunculan tunas menembus media dengan interval waktu dua hari sekali.
3. Potensi tumbuh maksimal (PTM), pengamatan dilakukan dengan menghitung
jumlah benih yang berkecambah hingga akhir waktu pengamatan (hari ke-88).
Potensi tumbuh maksimum dihitung menggunakan rumus:
PTM % =

Total benih yang berkecambah
× 100 %
Jumlah benih yang ditanam

4. Daya berkecambah (DB), pengamatan dilakukan dengan menghitung persentase kecambah normal (KN) pada hari ke-52 (hitungan 1) dan hari ke-88
(hitungan 2). Kriteria kecambah normal pala dapat terlihat pada Gambar 1.
Daya berkecambah dihitung menggunakan rumus:
DB % =

Σ KN hitungan 1 + Σ KN hitungan 2
×100%
Jumlah benih yang dikecambahkan

A

B

Keterangan: (A) kecambah normal; (B) kecambah abnormal

Gambar 1 Kecambah pala setelah 88 hari setelah tanam
5. Kecepatan tumbuh (KCT), pengamatan dimulai saat 10 hari setelah benih
ditanam hingga 88 hari setelah tanam dengan interval pengamatan setiap 5
hari sekali.
N1
N2
Nn
KCT =
+
+⋯+
W1 W2
Wn
Keterangan: Nn = banyak kecambah hari ke-n (n= 1, 2, dan seterusnya)
Wn = etmal (24 jam) hari ke-n (n = 1, 2, 3, dan seterusnya)

8
Pengamatan selanjutnya pada saat pindah tanam kecambah yakni hari ke-88
setelah tanam. Parameter yang diamati antara lain diameter akar yang diukur 1 cm
dari bawah kotiledon benih, panjang akar yang diukur dari batas antara akar dan
tunas hingga ujung akar, jumlah akar lateral, diameter tunas yang diukur 1 cm di
atas kotiledon benih, tinggi tunas yang diukur dari batas antara akar dan tunas
hingga ujung tunas, dan jumlah daun. Pengamatan terakhir dilakukan saat di
pembibitan dengan interval waktu pengamatan satu minggu sekali hingga tujuh
minggu setelah pindah tanam (MSP). Parameter yang diamati pada bibit pala
meliputi diameter batang yang diukur di pangkal batang, tinggi bibit yang diukur
dari pangkal batang hingga titik tumbuh bibit pala, jumlah daun yang telah
membuka sempurna, luas daun dengan metode gravimetri, lebar tajuk yang diukur
pada lebar rentangan daun bibit pala, dan warna daun yang diukur menggunakan
bagan warna daun.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Viabilitas Benih Pala
Hasil sidik ragam pada Tabel 1 menunjukkan faktor tunggal skarifikasi fisik
berpengaruh nyata pada parameter hari kemunculan akar, hari kemunculan tunas,
dan tinggi tunas serta berpengaruh sangat nyata pada jumlah akar lateral. Faktor
tunggal media perkecambahan memberikan pengaruh nyata pada parameter
potensi tumbuh maksimum (PTM) serta berpengaruh sangat nyata pada jumlah
akar lateral dan tinggi tunas. Interaksi antara skarifikasi fisik dan media
perkecambahan berpengaruh sangat nyata pada jumlah akar lateral (Tabel 1).
Tabel 1 Rekapitulasi sidik ragam pengaruh skarifikasi fisik dan media
perkecambahan terhadap perkecambahan benih pala
Parameter pengamatan
PTM (%)
DB (%)
KCT (% KN etmal-1)
Hari muncul akar (hari)
Hari muncul tunas (hari)
Panjang akar (cm)
Diameter akar (mm)
Jumlah akar lateral (buah)
Diameter tunas (mm)
Tinggi tunas (cm)
Jumlah daun (helai)

Skarifikasi
fisik (S)
tn
tn
tn
*
*
tn
tn
**
tn
*
tn

Media
perkecambahan (M)
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
tn
**
tn

Interaksi
S*M
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
**
tn
tn
tn

PTM: potensi tumbuh maksimum, DB: daya berkecambah, KCT: kecepatan tumbuh, KN:
kecambah normal; tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf 5%, **:
berpengaruh sangat nyata pada taraf 1%.

9
Perlakuan skarifikasi fisik dengan pelukaan mekanik kulit benih dapat
membantu imbibisi air akibat impermeabilitas kulit benih. Tabel 2 menunjukkan
perlakuan skarifikasi dua lubang mempercepat kemunculan akar karena perlakuan
tersebut memberikan celah untuk imbibisi air. Kemunculan akar dapat diinisiasi
pada hari ke-33 setelah benih disemai. Akar yang lebih awal muncul dan
berkembang dapat diduga memicu kemunculan tunas dari kecambah pala menjadi
lebih cepat. Hal ini ditunjukkan akibat perlakuan tunggal skarifikasi dua lubang
pada Tabel 2. Tunas muncul pada hari ke-59 setelah penyemaian benih atau 26
hari setelah kemunculan akar.
Penelitian Widyawati et al. (2009) pada benih aren yang telah diampelas di
bagian operkulumnya berpengaruh nyata meningkatkan pemunculan embrio pada
7 hari setelah semai (HSS) sebesar 36.67% dan pada 10 HSS sebesar 78.33%
dibandingkan dengan perlakuan benih tanpa diampelas yang menunjukkan
persentase nol pada 7 HSS dan 10 HSS. Perlakuan skarifikasi pada benih aren
dalam penelitian Maryani dan Irfandri (2008) yang dilakukan di tempat keluarnya
embrio nyata mempercepat umur berkecambah benih tersebut yakni pada 40.57
HSS dibandingkan benih aren tanpa perlakuan skarifikasi pada 56.58 HSS. Hal ini
disebabkan perlakuan skarifikasi dapat menipiskan kulit benih aren sehingga
kebutuhan benih terhadap air dan oksigen cepat tersedia dalam jumlah yang cukup
untuk perkecambahan.
Penelitian Mistian et al. (2012) juga menunjukkan hasil yang sama, yakni
pada benih pinang yang dilakukan skarifikasi pada sisi yang berbeda-beda nyata
meningkatkan laju perkecambahan benih. Benih pinang yang dilakukan skarifikasi
bagian pangkal benih lebih cepat berkecambah yaitu pada 9.43 HSS sedangkan
skarifikasi benih bagian perut 16.21 HSS, skarifikasi benih bagian ujung 22.18
HSS, dan tanpa skarifikasi 26.46 HSS. Hal ini diduga perlakuan skarifikasi kulit
benih pada bagian pangkal lebih dekat dengan embrio benih sehingga proses
imbibisi yang merangsang terjadinya hidrolisis dan pengaktifan enzim-enzim
yang mendorong perkecambahan lebih cepat ditranslokasikan dan membuat benih
lebih cepat berkecambah dibandingkan perlakuan skarifikasi pada bagian lainnya
dan benih yang tidak mendapatkan perlakuan skarifikasi.
Tabel 2 Nilai tengah pengaruh faktor tunggal skarifikasi fisik terhadap
perkecambahan benih pala setelah 88 HST
Perlakuan
Skarifikasi fisik (S)
Tanpa skarifikasi
Skarifikasi satu lubang
Skarifikasi dua lubang
a

Hari muncul
akar (hari)a

Hari muncul
tunas (hari)a

Tinggi tunas
(cm)a

44.44a
47.85a
33.71b

74.23
74.17
59.74

2.75b
2.69b
7.53a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); HST: hari setelah tanam.

Perlakuan skarifikasi dua lubang juga menghasilkan tinggi tunas kecambah
pala yang nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 2). Hal ini
diduga setelah pertumbuhan akar kecambah pala yang lebih cepat dapat
membantu penyerapan air lebih baik yang kemudian memicu pemanjangan dan
perkembangan sel. Penelitian pada perkecambahan benih barli juga menunjukkan

10
awal mula pertumbuhan akar lembaga (radikula) yang lebih cepat daripada pucuk
lembaga (plumula) memberikan keuntungan bagi pertumbuhan kecambah barli
tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh akumulasi berat kering pada pucuk lebih besar
dibandingkan pada akar dalam waktu 21 hari setelah semai (Gardner et al. 1991).
Hasil penelitian Saleh et al. (2008) menunjukkan benih aren yang diberi
perlakuan skarifikasi + perendaman KNO3 0.5% selama 36 jam + suhu 40 ºC
nyata meningkatkan tinggi kecambah menjadi 11.88 cm dibandingkan pada
perlakuan skarifikasi + suhu 40 ºC sebesar 11.07 cm. Perlakuan skarifikasi pada
benih aren dalam penelitian Maryani dan Irfandri (2008) juga nyata meningkatkan
tinggi bibit aren pada pengamatan pembibitan. Hal ini sejalan dengan pengamatan
umur berkecambah yang lebih cepat sehingga bibit yang berasal dari perlakuan ini
juga membuat plumula lebih cepat muncul ke permukaan media yang dapat
menyebabkan pertumbuhan bibit yang cepat pula.
Media pasir menghasilkan potensi tumbuh maksimum (PTM) yang sama
dengan media arang sekam pada perkecambahan benih pala (Tabel 3). Hal ini juga
ditunjukkan pada penelitian benih leci yang ditanam pada media pasir memiliki
nilai PTM yang sama dengan media arang sekam yakni 73.81% dan 83.33% pada
tujuh hari setelah tanam (De Andrade et al. 2004). Hasil penilitian lain oleh Rofik
dan Murniati (2008) dengan tolok ukur PTM dan daya berkecambah (DB) pada
benih aren yang telah diberi perlakuan deoperkulasi (pengikisan kulit benih tepat
pada titik tumbuh) dan ditanam pada media pasir memiliki nilai 95.00% dan
88.33% menunjukkan pengaruh yang sama pada media arang sekam dengan nilai
86.67% dan 85.00%.
Tabel 3 Nilai tengah pengaruh faktor tunggal media perkecambahan terhadap
perkecambahan benih pala setelah 88 HST
Daya
Potensi tumbuh
Tinggi
berkecambah
Perlakuan
maksimum (%)a
tunas (cm)a
(%)
Media perkecambahan (M)
Pasir
11.11ab
2.67
7.13a
Arang sekam
13.33a
0.00
1.58b
Pasir + kompos
2.22b
0.89
6.43a
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); HST: hari setelah tanam.

Benih pala yang ditanam pada media arang sekam menghasilkan pertumbuhan yang lebih lambat dibandingkan benih pala yang ditanam pada media pasir.
Hal ini tampak pada rendahnya nilai DB yang menunjukkan jumlah kecambah
normal pala yang ditanam pada media arang sekam (Tabel 3). Banyaknya
kecambah-kecambah yang abnormal pada media arang sekam diduga karena
kondisi air yang kurang tersedia. Air yang diberikan pada media arang sekam saat
pemeliharaan rutin tidak dapat dipertahankan dengan baik dibandingkan pada
media pasir yang cenderung tampak lebih lembab setelah penyiraman. Penelitian
pada perkecambahan benih mengkudu dengan media pasir juga menunjukkan
pertumbuhan yang lebih baik dengan tolok ukur PTM dan DB sebesar 80.20%
dan 74.40% dibandingkan pada media arang sekam dengan nilai 25.00% dan
24.50% (Murniati dan Suminar 2006).

11
Kecambah pala yang ditanam pada media pasir dan media campuran pasir
dan kompos memiliki pertumbuhan tinggi tunas yang nyata lebih tinggi dibandingkan pada media arang sekam (Tabel 3). Perkecambahan benih pala pada
media pasir menunjukkan tinggi tunas yang tinggi dapat diduga karena kecambah
tersebut telah berkembang menjadi kecambah normal dan memiliki jumlah akar
lateral yang cukup baik. Media campuran antara pasir dan kompos mampu
meningkatkan kondisi fisik dan komposisi nutrisi media sehingga diduga dapat
mempengaruhi tinggi tunas kecambah pala. Penelitian pada bibit pala yang
ditanam pada kombinasi media organik, berupa vermikompos dan serabut kelapa
nyata lebih baik dengan tinggi bibit mencapai 26.98 cm (Abirami et al. 2010).
Hasil penelitian serupa ditunjukkan pada perkecambahan benih mengkudu yang
ditanam pada media campuran tanah dan kompos memiliki panjang epikotil
sebesar 4.90 cm nyata lebih baik dibandingkan panjang epikotil pada media pasir
(0.80 cm) dan media arang sekam (0.20 cm) (Murniati dan Suminar 2006).
Tabel 4 Pengaruh interaksi skarifikasi fisik dan media perkecambahan pada
jumlah akar lateral kecambah benih pala setelah 88 HST

a

Perlakuan
skarifikasi

Pasir

Tanpa skarifikasi
Skarifikasi satu lubang
Skarifikasi dua lubang

1.86c
0.32d
6.00a

Perlakuan media
Arang sekam
Pasir + kompos
Jumlah akar lateral (buah)a
0.94d
0.00d
0.40d
0.00d
1.07cd
3.00b

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5% (uji selang berganda Duncan); HST: hari setelah tanam.

Benih pala yang diberi perlakuan skarifikasi dua lubang dan ditanam pada
media pasir menunjukkan jumlah akar lateral yang paling banyak dibandingkan
pada perlakuan lainnya (Tabel 4). Hal ini diduga kemunculan akar yang lebih
awal dapat memicu pertumbuhan akar lateral dan dipermudah pertumbuhannya
pada media pasir. Kemunculan akar yang lebih awal pada perlakuan tersebut
menyebabkan bagian-bagian lain kecambah pala berkembang lebih dahulu,
termasuk akar lateral. Gardner et al. (1991) menyatakan fungsi penting akar yaitu
berperan dalam penyerapan air dan mineral yang mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman.
Akar lateral berasal dari meristem yang terbentuk di dalam lingkaran tepi
beberapa centimeter dari ujung akar. Pembentukan akar lateral ini dikendalikan
secara genetik akan tetapi juga sangat dipengaruhi oleh lingkungan (Gardner et al.
1991). Media perkecambahan merupakan salah satu faktor lingkungan yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan akar lateral pada kecambah pala. Penelitian Sumiasri
dan Setyowati (2006) mengenai perkecambahan benih eboni yang ditanam pada
media pasir menghasilkan perakaran yang baik karena media pasir memiliki
porositas yang tinggi sehingga mudah ditembus oleh akar kecambah eboni. Lestari
et al. (2011) juga menyatakan media pasir sangat baik bagi pertumbuhan bibit
salak karena memberikan aerasi untuk pertumbuhan akar dan memberikan
ketersediaan nutrisi yang cukup.

12
Pengamatan Pertumbuhan Bibit Pala di Polibag
Kecambah pala yang dilanjutkan pengamatannya pada fase pembibitan
ditentukan berdasarkan ketersediaan bahan tanam asal proses perkecambahan
sebelumnya. Kecambah pala yang masih memiliki jumlah kecambah yang cukup
dan ulangan yang sama berasal dari perlakuan skarifikasi satu lubang dengan
media perkecambahan berupa pasir dan arang sekam. Kecambah tersebut juga
memiliki keunggulan potensi tumbuh yang cukup baik. Tabel 5 menunjukkan
bahwa kecambah yang berasal dari kedua perlakuan awal benih pala memiliki
pertumbuhan bibit yang baik selama tujuh minggu pengamatan. Hal ini diduga
kecambah-kecambah tersebut mampu beradaptasi dengan baik setelah
dipindahtanamkan ke fase pembibitan. Perbandingan antara asal perlakuan benih
pala tampak berbeda pada parameter diameter batang saat 2 masa setelah pindah
tanam (MSP) serta parameter warna daun pada 6 MSP (Tabel 5).
Tabel 5 Pertumbuhan bibit pala yang berasal dari perkecambahan pada media
pasir dan media arang sekam
Umur tanaman (MSP)
Parameter pengamatan
1
2
3
4
5
6
7
Diameter batang (mm)
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
Tinggi bibit (cm)
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Jumlah daun (helai)
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
2
Luas daun (cm )
tn
tn
tn
tn
tn
tn

Lebar tajuk (cm)
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Warna daun
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
MSP: minggu setelah pindah tanam; tn: tidak berpengaruh nyata, *: berpengaruh nyata pada taraf
5%, ̶ : tidak dilakukan pengamatan.

Kegiatan pra perlakuan benih untuk menghasilkan kecambah normal dapat
dilakukan dengan mengikir atau mengampelas kulit benih akan mempermudah
penyerapan air ke dalam benih (BPMPTPH 2005). Pertumbuhan vegetatif
tanaman pada pertumbuhan batang dan daun dipengaruhi oleh faktor genetik dan
lingkungan seperti ketersediaan air dan hara (Gardner et al. 1991). Media tumbuh
yang baik bagi pertumbuhan tanaman hendaknya memberikan komponen antara
faktor abiotik dan faktor biotik yang sesuai dengan kebutuhan tanaman tersebut.
Diameter batang dan tinggi bibit
Perkembangan diameter batang bibit pala dari masing-masing kecambah
hasil perlakuan benih di awal tampak pada Gambar 2. Bibit-bibit tersebut
memiliki diameter yang hampir sama pada 1 MSP. Kecambah yang berasal dari
media pasir memiliki perkembangan diameter batang yang meningkat tiap
minggunya. Pengukuran akhir menunjukkan diameter batang pada perlakuan ini
mencapai 4.75 mm. Pertumbuhan bibit pala yang berasal dari kecambah pada
media arang sekam mengalami peningkatan yang cukup baik. Diameter batang
bibit pala tersebut pada 7 MSP terukur 4.44 mm dan setiap minggunya mengalami
peningkatan.

5.00
Tinggi bibit (cm)

Diameter batang (mm)

13

4.50
4.00
3.50
3.00
2.50
1

2

3

4

5

6

14.00
12.00
10.00
8.00
6.00
4.00
2.00
1

7

2

3

4

5

6

7

Minggu setelah pindah tanam (MSP)

Minggu setelah pindah tanam (MSP)

Gambar 2 Pengukuran diameter batang dan tinggi bibit pala yang berasal dari
perkecambahan pada media pasir (○) dan media arang sekam (□)
Pertumbuhan tinggi bibit pala setelah masa perkecambahan dapat terlihat
pada Gambar 2. Tinggi bibit pada kecambah yang berasal dari media pasir
menunjukkan pertumbuhan yang cukup signifikan. Pertambahan tinggi bibit ini
terus meningkat setiap minggunya. Tinggi bibit pada perlakuan ini mencapai
14.19 cm pada akhir pengamatan. Kecambah yang berasal dari media arang sekam
juga menunjukkan peningkatan pada parameter tinggi bibit yang mencapai 10.10
cm pada akhir pengamatan (Gambar 2). Bibit pala yang berasal dari kecambah
pada media arang sekam juga menunjukkan peningkatan yang cukup baik setiap
minggunya.
Jumlah daun dan luas daun

3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00

100.00
Luas daun(cm2)

Jumlah daun (helai)

Gambar 3 menunjukkan pertumbuhan jumlah daun bibit pala selama
pembibitan tujuh minggu. Bibit pala hasil perkecambahan dengan media pasir
mengalami pertumbuhan yang stagnan pada 3 MSP hingga 5 MSP sebesar 1.67
helai. Perhitungan akhir jumlah daun pada perlakuan ini mencapai 3.33 helai daun.
Perlakuan awal benih pala yang ditanam pada media arang sekam memulai
pertumbuhan jumlah daunnya pada 2 MSP. Peningkatan jumlah daun pada
perlakuan ini meningkat setiap minggunya akan tetapi menunjukkan pertumbuhan
yang stagnan pada periode 6 MSP hingga 7 MSP dan mencapai 2.33 helai daun
pada 7 MSP.

80.00
60.00
40.00
20.00
0.00

1

2

3

4

5

6

7

Minggu setelah pindah tanam (MSP)

1

2

3

4

5

76

Minggu setelah pindah tanam (MSP)

Gambar 3 Pengukuran jumlah daun dan luas daun bibit pala yang berasal dari
perkecambahan pada media pasir (○) dan media arang sekam (□)

14
Pengamatan luas daun pada bibit pala dapat terlihat pada Gambar 3. Bibit
pala yang berasal dari kecambah yang ditanam pada media pasir mengalami
peningkatan yang sangat signifikan pada rentang pengamatan 5 MSP hingga 7
MSP. Perkembangan luas daun mencapai 102.85 cm2 pada akhir pengamatan.
Bibit pala yang berasal dari kecambah yang ditanam pada media arang sekam
memulai perkembangannya pada 2 MSP. Perkembangan luas daunnya cenderung
lambat pada 3 MSP hingga 4 MSP akan tetapi lonjakan peningkatan luas daun
terjadi saat 5 MSP hingga 7 MSP. Luas daun tersebut meningkat dari 12.27 cm2
menjadi 72.73 cm2.
Lebar tajuk dan warna daun
Perkembangan lebar tajuk dapat terlihat pada Gambar 4 yang menggambarkan penambahan luas daun bibit pala. Daun yang semakin luas dapat diamati
penutupan tajuknya juga yang semakin lebar. Bibit pala yang berasal dari
perkecambahan pada media pasir memulai perkembangannya pada 2 MSP sebesar
1.66 cm. Perkembangannya semakin meningkat hingga 7 MSP sebesar 23.47 cm.
Lebar tajuk bibit pala yang berasal dari perkecambahan pada media arang sekam
dimulai saat 3 MSP yang terus meningkat perkembangannya hingga mencapai
16.79 cm pada 7 MSP.
Warna daun (skala)

Lebar tajuk (cm)

25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
1

2

3

4

5

6

7

Minggu setelah pindah tanam (MSP)

4.00
3.50
3.00
2.50
2.00
1.50
1.00
0.50
0.00
1

2

3

4

5

6

7

Minggu setelah pindah tanam (MSP)

Gambar 4 Pengukuran lebar tajuk dan warna daun bibit pala yang berasal dari
perkecambahan pada media pasir (○) dan media arang sekam (□)
Warna daun pada bibit pala mengalami perubahan pada 1 MSP hingga 7
MSP (Gambar 4). Perubahan tersebut dinyatakan dengan nilai bagan warna daun
yang meningkat setiap minggunya. Warna daun pada bibit pala yang berasal dari
perkecambahan pada media pasir dapat diukur setelah daun tumbuh pada 2 MSP.
Warna daun bibit tersebut mengalami peningkatan dan mencapai skala 3.43 pada
7 MSP yang menandakan daun semakin hijau. Bibit pala hasil perkecambahan
pada media arang sekam mulai tampak perubahan warna daunnya pada 3 MSP
hingga 7 MSP. Pengukuran akhir warna daun pada bibit tersebut mencapai skala
2.07 saat 7 MSP dan daun terlihat hijau dibandingkan minggu-minggu
sebelumnya.
Kecambah dengan skarifikasi satu lubang yang berasal dari media pasir
menunjukkan pertumbuhan bibit pala sampai 7 MSP lebih baik berdasarkan
parameter diameter batang, tinggi bibit, jumlah daun, luas daun, lebar tajuk, dan

15
warna daun. Hal ini menunjukkan media pasir merupakan media yang paling baik
digunakan pada saat perkecambahan benih pala. Kecambah yang tumbuh normal
pada saat perkecambahan mampu tumbuh baik pada fase berikutnya karena
bagian-bagian esensial dari suatu tanaman sudah terbentuk dari awal dengan baik.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Perlakuan skarifikasi fisik dua lubang dapat meningkatkan perkecambahan
benih pala berdasarkan kemunculan akar (33.17 HST) dan kemunculan tunas
(59.74 HST). Media pasir merupakan media yang nyata lebih baik berdasarkan
tolok ukur daya berkecambah (2.67%) dan tinggi tunas (7.13 cm). Skarifikasi
benih pala dua lubang yang ditanam di media pasir menunjukkan jumlah akar
lateral nyata lebih banyak sejumlah enam buah. Pertumbuhan bibit pala selama
tujuh minggu setelah pindah tanam dengan kecambah yang berasal dari media
pasir menunjukkan hasil yang lebih baik dibandingkan kecambah dari media
arang sekam pada parameter diameter batang, tinggi bibit, jumlah daun, lebar
tajuk, dan warna daun.
Saran
Perlakuan skarifikasi fisik dua lubang dan media pasir merupakan
kombinasi perlakuan yang paling cocok untuk meningkatkan perkecambahan
benih pala.

DAFTAR PUSTAKA
Abirami K, Rema J, Mathew PA, Srinivasan V, Hamza S. 2010. Effect of
different propagation media or seed germination, seedling growth and vigor
of nutmeg (Myristica fragrans). J Med Plant Res. 4(19):2054–2058.
Alegantina S, Mutiatikum D. 2009. Pengembangan dan potensi pala (Myristica
fragrans). J Kefarmasi Indo. 1(2):64–70.
Aklibasinda M, Tunc T, Bulut Y, Sahin U. 2011. Effects of different growing
media on scotch pine (Pinus sylvestris) production. J Anim Plant Sci.
21(3):535–541.
Arif N. 2010. Pembibitan tanaman pala secara generatif [Internet]. [diunduh 2013
Nop 4]. Tersedia pada: http://cybex.deptan.go.id/lokalita/pembibitantanaman-pala-secara-generatif
Arrijani. 2005. Biologi dan konservasi marga Myristica di Indonesia.
Biodiversitas. 6(2):147–151.
Asare CM, Bennett-Larey SO. 2000. Propagation of nutmeg (Myristica fragrans
Houtt). JAST. 5(1):124–128.

16
[BPMPTPH] Balai Pengembangan Mutu Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura.
2005. Evaluasi Kecambah, Pengujian Daya Berkecambah. Jakarta (ID):
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Direktorat Perbenihan.
Bustaman S. 2008. Prospek pengembangan minyak pala banda sebagai komoditas
ekspor Maluku. J Litbang Pert. 27(3):93–98.
De Andrade RA, Martins ABG, De Morais Oliveira IV. 2004. Influence of the
substrate in germination of lychee seeds. Rev Bras Frutic. 26(2):375–376.
[Ditjenbun] Direktorat Jendral Perkebunan. 2012. Pedoman Teknis Perluasan
Tanaman Pala Tahun 2012. Jakarta (ID): Direktorat Jendral Perkebunan,
Kementerian Pertanian.
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya. Susilo
H, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Physiology of Crop
Plants.
[Kementan] Kementerian Pertanian. 2014. Ekspor pala per negara tujuan
[Internet]. [diunduh 2014 Jun 8]. Tersedia pada: http://database.deptan.go.id
/eksim/index1.asp
Khandekar RG, Dashora LK, Joshi GD, Haldankar PM, Gadre UA, Jain MC,
Haldavnekar PC, Pande VS. 2006. Effect of rooting media on germination
and seedling growth of nutmeg (Myristica fragrans Houtt). J Spic Aromatic
Crops. 15(2):100–104.
Kuswanto H. 1996. Dasar-Dasar Teknologi, Produksi, dan Sertifikasi Benih.
Yogyakarta (ID): Penerbit ANDI.
Lestari R, George E, Huyskens-Keil S. 2011. Growth and physiological responses
of salak cultivars (Salacca zalacca (Gaertn) Voss) to different growing
media. J Agric Sci. 3(4):261–271.
Maryani AT, Irfandri. 2008. Pengaruh skarifikasi dan pemberian giberelin
terhadap perkecambahan benih tanaman aren (Arenga pinnata (Wurmb.)
Merr.). SAGU. 7(1):1–6.
Mistian D, Meiriani, Purba E. 2012. Renspons perkecambahan benih pinang
(Areca catechu L.) terhadap berbagai skarifikasi dan konsentrasi asam
giberelat (GA3). J Online Agroekoteknologi.