Peranan Total Factor Productivity (TFP) dan hubungan Ekspor-Produk Domestik Bruto (PDB) di sektor pertanian indonesia

PERANAN TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY (TFP) DAN
HUBUNGAN EKSPOR - PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB)
DI SEKTOR PERTANIAN INDONESIA

FITRIA DEWI RASWATIE

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peranan Total Factor
Productivity (TFP) dan Hubungan Ekspor – Produk Domestik Bruto (PDB) di
Sektor Pertanian Indonesia adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing, dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Fitria Dewi Raswatie
NRP. H353090161

RINGKASAN
FITRIA DEWI RASWATIE. Peranan Total Factor Productivity (TFP) dan
Hubungan Ekspor-Produk Domestik Bruto (PDB) di Sektor Pertanian Indonesia.
Dibimbing ole HENY K.S DARYANTO dan DEDI BUDIMAN HAKIM.
Sektor pertanian berperan penting dalam pertumbuhan ekonomi sebagai
kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) nasional. Dengan demikian, penting
juga untuk melihat penggunaan TFP pertanian serta ekspor pertanian terkait
dengan PDB pertanian. Adanya structural change akibat adanya krisis ekonomi
juga penting dilihat pengaruhnya terhadap variabel-variabel di sektor pertanian.
Penelitian ini berfungsi untuk (1) Menganalisis Total Factor Productivity
(TFP) di sektor pertanian di Indonesia; (2) Menganalisis hubungan jangka pendek
serta jangka panjang antara ekspor pertanian dengan PDB sektor pertanian dan
variabel lain di sektor pertanian Indonesia; (3) Menganalisis adanya perubahan

struktur (structural change) di sektor pertanian Indonesia. Metode yang
digunakan yaitu model ECM dan Chow Test.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa TFP pertanian memberikan kontribusi
terbesar terhadap pertumbuhan output pertanian. Jika dilihat berdasarkan fase
pertumbuhan ekonomi, maka pada fase sebelum krisis ekonomi, TFP pertanian
memberi kontribusi paling besar terhadap PDB pertanian. Pada fase ketika terjadi
krisis ekonomi, pertumbuhan output pertanian negatif berasal dari TFP pertanian
yang negatif. Namun setelah terjadi krisis ekonomi, pertumbuhan output pertanian
lebih besar dari investasi PMA dibandingkan TFP pertanian.
PDB pertanian mempunyai hubungan yang berbeda terhadap ekspor
pertanian dalam jangka pendek dan jangka panjang. Dalam jangka pendek, PDB
pertanian satu tahun sebelumnya (+), TFP Pertanian (-), harga domestik pertanian
(+) dan harga ekspor pertanian (-). Sedangkan dalam jangka panjang, PDB
pertanian (+), TFP Pertanian (-), dan harga domestik pertanian (-) berpengaruh
signifikan terhadap ekspor pertanian. Sedangkan variabel harga ekspor pertanian
dan nilai tukar tidak memberikan pengaruh yang signifikan terhadap ekspor
pertanian.
Terdapat structural change akibat adanya krisis ekonomi tahun 1997
menyebabkan perubahan parameter hubungan jangka pendek eskpor pertanian
dengan PDB pertanian dan variabel lain. Hasil estimasi setelah ditambahkan

dummy krisis moneter pada tahun 1997 menunjukkan bahwa dalam hubungan
jangka pendek, PDB pertanian satu tahun sebelumnya (+), TFP Pertanian (-),
harga domestik pertanian (+), harga ekspor pertanian (-), harga domestik pertanian
satu tahun sebelumnya (+), dan dummy krisis ekonomi tahun 1997 (+)
berpengaruh signifikan terhadap ekspor pertanian. Hasil analisis ECM (jangka
pendek) yang baru menunjukkan tanda koefisien parameter variabel PDB
pertanian, TFP pertanian, harga domestik pertanian, harga ekspor pertanian, yang
sesuai hipotesis adalah variabel dengan lag satu tahun. Artinya, terdapat lag
ekspor pertanian dalam merespon variabel yang mempengaruhinya.
Kata kunci : ekspor pertanian, Chow Test, ECM, PDB pertanian, TFP.

SUMMARY
FITRIA DEWI RASWATIE. The Role Total Factor Productivity (TFP) and
Export – Gross Domestic Product (GDP) Relation in Indonesia’s Agricultural
Sector. Supervised by HENY K.S DARYANTO and DEDI BUDIMAN HAKIM.
The agricultural sector has an important role in developing economy as a
contribution for the national Gross Domestic Product (GDP). Thus, it is also
important to see the usage of agricultural TFP and agricultural export related to
agricultural GDP. Structural challenge caused by economic crisis is also important
to be observed in terms of its influence toward variables in the agricultural sector.

This research functions to: (1) Aanalyze Total Factor Productivity (TFP) in
Indonesia’s agricultural sector; (2) Analyze short term and long term relations
between agricultural export and GDP of the agricultural sector and other variables
in Indonesia’s agricultural sector; (3) Analyze structural in Indonesia’s
agricultural sector. The method used is ECM model and Chow Test.
The research result shows that agricultural TFP gives the largest
contribution towards the growth of agricultural output. If seen from the phases of
economic growth, it is evident that during the phase before economic crisis,
agricultural TFP gives the largest contribution towards agricultural GDP. During
the phase of economic crisis, the negative growth of agricultural output origins
from the negative agricultural TFP. But after the economic crisis, the growth of
agricultural output became larger than PMA investment compared to agricultural
TFP.
Agricultural GDP has a different relation towards agricultural export in
short term and long term. In short term, agricultural GDP one year previously (+),
Agricultural TFP (-), agricultural domestic price (+) and agricultural export price
(-); in long term, agricultural GDP (+), Agricultural TFP (-), and agricultural
domestic price (-) have significant effects toward agricultural export. While the
variables of agricultural export price and exchange rate do not have significant
influence toward agricultural export.

There was a structural change caused by economic crisis in 1997 which
changed the short term relation parameter of agricultural export with agricultural
GDP and other variables. Estimation result after added by monetary crisis dummy
in 1997 shows that in short term, agricultural GDP one year previously (+),
agricultural TFP (-), agricultural domestic price (+), agricultural export price (-),
agricultural domestic price one year previously (+), and economic crisis dummy
of 1997 (+) have significant influences toward agricultural export. Analysis of the
new ECM result (short term) showst that the parameter coefficient signs of the
following variables: agricultural GDP, agricultural TFP, agricultural domestic
price, agricultural export price, in accordance with the hypothesis are variables
with a one year lag. Meaning, that there is a lag of agricultural export in response
to the influencing variables.

Keywords: agricultural export, Chow Test, ECM, agricultural GDP, TFP.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

PERANAN TOTAL FACTOR PRODUCTIVITY (TFP) DAN
HUBUNGAN EKSPOR - PRODUK DOMESTIK BRUTO (PDB)
DI SEKTOR PERTANIAN INDONESIA

FITRIA DEWI RASWATIE

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Ekonomi Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2013

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr Ir Sri Hartoyo, MS
Dr Meti Ekayani, S.Hut, MSc

Judul Tesis
Nama
NRP

: Peranan Total Factor Productivity (TFP) dan Hubungan Ekspor –
Produk Domestik Bruto (PDB) di Sektor Pertanian Indonesia
: Fitria Dewi Raswatie
: H353090161

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Heny K.S Daryanto, MEc
Ketua


Dr Ir Dedi Budiman Hakim, MEc
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Ekonomi Pertanian

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Sri Hartoyo, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 07 Februari 2013

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, karunia,
dan pertolongan-Nya kepada penulis untuk dapat menyelesaikan penulisan tesis
dengan judul: “Peranan Total Factor Productivity (TFP) dan Hubungan EksporProduk Domestik Bruto (PDB) di Sektor Pertanian Indonesia”. Penulisan tesis ini
merupakan syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Mayor Ilmu
Ekonomi Pertanian, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak
yang telah banyak membantu dalam proses penulisan tesis ini, terutama kepada :
1. Ibu Dr.Ir Heny K.S Daryanto, MEc selaku ketua komisi pembimbing dan
Bapak Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, MEc selaku anggota komisi pembimbing
yang dengan sabar memberikan arahan, bimbingan dan masukan untuk
kesempurnaan tesis ini.
2. Bapak Dr.Ir Sri Hartoyo, MS selaku penguji luar dan Ibu Dr. Meti Ekayani,
S.Hut, MSc selaku wakil dari Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian.
3. Segenap staf pengajar dan staf administrasi Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian
dan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor atas ilmu pengetahuan dan
bantuan yang diberikan selama menyelesaikan studi.
4. Papah, Mamah, Adik-adik atas doa dan kasih sayang.
5. Datuk Kesuma, suami yang selalu memberikan dukungan, doa dan kasih
sayang.
6. Teman-teman Mayor Ilmu Ekonomi Pertanian (EPN) angkatan 2009, terutama

Santi Chintia atas bantuan dan kebersamaannya.
7. Semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini yang tidak dapat
disebutkan satu persatu.
Akhir kata, semoga hasil penelitian dalam bentuk tesis ini dapat
memberikan manfaat kepada penulis dan semua pihak yang memerlukan.

Bogor, April 2013
Fitria Dewi Raswatie

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN


x

1

2

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

1
4
5
5
6

TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Konsep Total Factor Productivity
Konsep Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi
Konsep Perubahan Struktur Ekonomi
Teori ErrorCorrection Model (ECM)
Hasil Penelitian Terdahulu
Kerangka Pemikiran
Hipotesis

6
10
11
12
13
14
19
21

3 METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Analisis Data

21
21
22

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Total Factor Productivity (TFP) Sektor Pertanian di Indonesia
Hubungan Ekspor Pertanian-PDB Pertanian di Indonesia
Perubahan Struktur pada Model Ekspor Pertanian

29
33
39

5 KESIMPULAN DAN SARAN

42

DAFTAR PUSTAKA

44

LAMPIRAN

47

RIWAYAT HIDUP

71

DAFTAR TABEL
1 Investasi PMA dan PMDN di Sektor Pertanian Tahun 2007-2011
2 Nilai Ekspor dan Impor Sektor Pertanian Indonesia (Ribu US $)
Tahun 2008 – 2010
3 Jenis dan Sumber Data Yang Digunakan Dalam Penelitian
4 Hasil Analisis Regresi Linearisasi Persamaan Cobb Douglas
PDB Pertanian
5 Perkembangan Pertumbuhan Tenaga Kerja, Investasi PMA, dan TFP
Berdasarkan Fase Pertumbuhan Ekonomi
6 Hasil Pengujian Akar Unit Pada Tingkat Level dan 1st Different
7 Hasil Uji Akar Unit Terhadap Residual Persamaan Regresi
8 Model Jangka Panjang Hubungan Ekspor Pertanian dengan
PDB Pertanian dan Variabel Lain
9 Model Jangka Pendek Hubungan Ekspor Pertanian dengan
PDB Pertanian dan Variabel Lain
10 Chow Forecast Test dengan Breakpoints Tahun 1997
11 Model Jangka Pendek Hubungan Ekspor Pertanian dengan
PDB Pertanian dan Variabel Lain Yang Baru

2
3
22
29
31
34
34
35
37
39
40

DAFTAR GAMBAR
1 Ekspor Pertanian (Ribu Ton) dan Pertumbuhan Ekspor Pertanian (Persen)
Tahun 1980-2011
3
2 Perkembangan Rasio Ekspor Pertanian-PDB Pertanian Tahun 2007-2011
5
3 Kerangka Pemikiran Konseptual
20
4 Perkembangan Rasio Ekspor Pertanian – PDB PertanianTahun 2007-2011 38

DAFTAR LAMPIRAN
1 Pendapatan Domestik Bruto Atas Harga Konstan Tahun 2000 Menurut
Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2007-2011
2 Persentase Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Usaha
Tahun 2011
3 Perkembangan PDB Pertanian, Tenaga Kerja dan Investasi Sektor
Pertanian Tahun 1997-2011
4 Data-Data Penelitian
5 Data-Data Penelitian dalam Bentuk Logaritma
6 Hasil Uji Stasioneritas Semua Variabel Pada Tingkat Level
7 Hasil Uji Stasioneritas Semua Variabel Pada Tingkat First Difference
8 Hasil Uji Stasioneritas terhadap Residual Persamaan Jangka Panjang
9 Hasil Estimasi Kointegrasi (Persamaan Jangka Panjang)
10 Hasil Estimasi ECM (Persamaan Jangka Pendek) Sebelum Diretriksi
11 Estimasi ECM (Persamaan Jangka Pendek) Setelah Diretriksi
12 Uji Heteroskedastisitas, Autokorelasi, dan Normalitas
13 Uji Chow Break Point Test

47
48
49
50
52
54
56
58
59
60
61
62
65

14 Hasil Estimasi ECM (Persamaan Jangka Pendek) Setelah Diretriksi dan
Ditambah Dummy Krisis Ekonomi
15 Uji Heteroskedastisitas, Autokorelasi, dan Normalitas Model ECM
Yang Baru
16 Uji Multikolinearitas Antar Variabel Bebas

66
67
70

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian memiliki peranan yang penting dalam pertumbuhan
ekonomi Indonesiayaitu dengan menyediakan kebutuhan pangan masyarakat
secara langsung, memberi kontribusi dalam pembentukan Produk Domestik
Bruto (PDB) nasional, menyerap tenaga kerja, menghasilkan devisa negara, dan
berfungsi dalam mengendalikan inflasi. Sektor pertanian tahun 2011, misalnya,
memberikan kontribusi sebesar Rp.313,73 triliun terhadap pembentukan PDB
nasional dimana nilai tersebut lebih besar dibandingkan tahun 2010 yang
mencapai Rp. 304,74 triliun (Lampiran 1).
Tahun 2011 pertumbuhan PDB sektor pertanian mencapai 2,95 persen
dibandingkan tahun sebelumnya. Pertumbuhan sektor pertanian berasal dari
pertumbuhan terbesar yang dicapai subsektor perikanan sebesar 6,72 persen atau
sebesar Rp 54.064,30 miliar pada tahun 2011. Kemudian disusul oleh subsektor
peternakan yang mengalami pertumbuhan sebesar 4,49 persen atau sebesar Rp
39.929,2 miliar pada tahun 2011.Kontribusi sektor pertanian terhadap PDB
nasional menduduki peringkat ketiga setelah sektor industri pengolahan kemudian
sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Sektor pertanian memberikan kontribusi
sebesar 12,74 persen terhadap PDB nasional. Kontribusi terbesar terhadap PDB
nasional berasal dari sektor industri pengolahan diikuti oleh sektor perdagangan,
hotel, dan restoran yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 25,67
persen dan 17,75persen.
Peran sektor pertanian juga dapat dilihat dari kemampuan menyerap tenaga
kerja. Tenaga kerja sektor pertanian tahun 2010 dan 2011 berturut-turut sebesar
41,50 juta dan 39,33 juta orang(CEIC2012d). Sektor pertanian merupakan sektor
yang mampu menyerap tenaga kerja terbesar, kemudian diikuti oleh sektor
perdagangan dan sektor jasa-jasa.Tahun 2011, sektor pertanian mampu menyerap
35,86 persen tenaga kerja yang kemudian disusul oleh sektor perdagangan dan
sektor jasa-jasa sebesar 21,33 persen dan 15,18 persen dari jumlah tenaga kerja
berdasarkan lapangan usaha (Lampiran 2).
Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya
bertopang pada sektor pertanian.Sejarah membuktikan sektor pertanian mampu
mempertahankan penyerapan tenaga kerja pada saat terjadi krisis ekonomi. Hal ini
terlihat dari kondisi penyerapan tenaga kerja sektor pertanian tahun1997 yang
turun menjadi 41 persen, namun padatahun 1998 dapat meningkat kembali
menjadi 45 persen (CEIC2012d).
Investasi sektor pertanian merupakan salah satu kunci yang berperan dalam
mendorong pertumbuhan di sektor pertanian. Tabel 1 memperlihatkan
perkembangan investasi sektor pertanian yang cenderung meningkatpada periode
2007–2011.Selama periode tersebut, baik investasi yang berasal dari penanaman
modal asing (PMA) maupun investasi yang berasal dari penanaman modal dalam
negeri (PMDN) mengalami pertumbuhan relatif meningkat.Investasi yang berasal
dari PMA di sektor pertanian tahun 2011 sebesar US$ 1.262,2 juta dan investasi
yang berasal dari PMDN hanya sebesar Rp 9.293 miliar. Investasi ini sangat
berperan dalam meningkatkan laju pertumbuhan ekonomi di sektor

2
pertanian.Investasi juga dapat memperluas kesempatan kerja, mendorong
kemajuan teknologi, dan spesialisasi dalam produksi sehingga dapat menurunkan
biaya produksi.
Tabel 1 Investasi PMA dan PMDN di sektor pertanian tahun 2007-2011
Investasi

Satuan

Penanaman Modal
Juta
Asing (PMA)
US$
Penanaman Modal
Miliar
Dalam Negeri
Rp
(PMDN)
Sumber: CEIC (2012b, 2012c)

2007

2008

Tahun
2009

289,7

154,2

158,3

3.686

2010

2011

813,1

1.262,4

1.238,5 2.622,2 9.252,4

9.293

Pertumbuhan sektor pertanian yang semakin meningkat didukung oleh
faktor-faktor produksi yang juga mengalami peningkatan seperti tenaga kerja
maupun investasi sebagai kapital.Peningkatan faktor-faktor produksi ini mampu
meningkatkan daya saing dari produk pertanian.Seperti pernyataan Lucas dalam
Pahlavani (2005) yang menyatakan bahwa daya saing suatu negara dalam
memproduksi barang dan jasa dipengaruhi oleh penggunaan tenaga kerja (human
capital) dan kapital (physical capital).Pernyataan lain juga diungkapkan Van dan
Wan dalam Pahlavani (2005) yang menyatakan bahwa daya saing suatu negara
dalam memproduksi barang dan jasa dipengaruhi oleh tenaga kerja (human
capital), kapital (physical capital) dan kemajuan teknologi dalam proses produksi.
Jika dirangkumkan maka keterkaitan pertumbuhan ekonomi di sektor pertanian
tergantung kepada beberapa faktor yang terdiri dari tenaga kerja (human capital),
kapital (physical capital) dan kemajuan teknologi dalam proses produksi.
Kemajuan teknologi yang digunakan dalam proses produksi digambarkan
dengan tingkat produktivitas atau Total Factor Productivity (TFP). Total Factor
Productivitymenunjukkan sejauhmana tenaga kerja dan investasi sebagai kapital
bersinergi sehingga menghasilkan hasil produksi yang lebih besar.Dengan
demikian, selain faktor produksi tenaga kerja dan investasi maka TFP juga
berperan dalam meningkatkan pertumbuhan di sektor pertanian.
Peran sektor pertanian dalam pembentukan devisa negara ditunjukkan
dengan nilai neraca perdagangan yang positif meskipun dengan laju pertumbuhan
neraca perdagangan yang berfluktuasi. Neraca perdagangan sektor pertanian
berfluktuasi karena peningkatan nilai ekspor diikuti oleh perkembangan nilai
impor yang berfluktuasi.Nilai ekspor pertanian sebagai penyumbang devisa pada
tahun 2010 sebesar US$32.519 juta. Nilai ini meningkat sebesar 41,16 persen dari
tahun 2009.Sedangkan nilai impor pertanian tahun 2010 sebesar US $ 16.874 juta.
Nilai impor pertanian mengalami peningkatan sebesar 41,27 persen dari tahun
2009. Kondisi perdagangan sektor pertanian disajikan padaTabel 2.
Kondisi perdagangan di sektor pertanian menunjukkan bahwa perekonomian
Indonesia semakin terbuka dan aktivitas perdagangan luar negeri melalui kegiatan
impor dan ekspor semakin meningkat. Peningkatan ekspor pertanian
menunjukkan pendapatan penduduk Indonesia semakin tergantung dari hasil
penjualan barang produksi domestik di luar negeri atau dengan kata
lainpendapatan penduduk Indonesia semakin tergantung dari kondisi ekonomi

3
negara-negara pengimpor. Sedangkan peningkatan impor pertanian menunjukkan
bahwa ekonomi Indonesia semakin tergantungdari barang-barang yang dihasilkan
oleh negara-negara lain. Dengan demikian, pertumbuhan ekonomi Indonesia
semakin tergantung dengan aktivitas perdagangan luar negeri.
Tabel 2 Nilai ekspor dan impor sektor pertanian Indonesia (ribu US $) tahun
2008 - 2010
2008
Ekspor
29.300.336
Impor
11.341.138
Neraca
17.959.198
Sumber: CEIC (2012e), diolah.

Tahun
2009
23.037.582
9.897.316
13.140.266

2010
32.519.850
13.982.414
18.537.436

Peningkatan ekspor secara teori akan berpengaruh terhadap peningkatan
PDB pertanian. Akan tetapi, apakah benar ekspor pertanian berkontribusi dalam
peningkatan PDB pertanian dan sebaliknya, apakah PDB pertanian juga mampu
memberikan kontribusi terhadap perkembangan ekspor perlu dilakukan analisis
mendalam mengenai hal tersebut. Dengan kata lain, perlu dilakukan analisis
terhadap kedua variabel tersebut agar dapat melihat bagaimana hubungan ekspor
pertanian dengan PDB pertanian.
Gambar 1 menunjukkan grafik ekspor pertanian dan pertumbuhan ekspor
pertanian selama periode 1980-2011. Ekspor pertanian memiliki nilai paling
tinggi pada tahun 1981 sebesar 6,9 juta ton. Perkembangan ekspor pertanian pada
tahun 1981 berasal dari ekspor kayu bulat sebesar 61 persen, ekspor kayu olahan
sebesar 21 persen, kemudian ekspor karet sebesar 9 persen, sisa nya berasal dari
ekspor komoditi pertanian terpenting di Indonesia. Pertumbuhan ekspor pertanian
juga mengalami jumlah tertinggi pada tahun 1981 dengan sumber pertumbuhan
terbesar berasal dari pertumbuhan ekspor kulit ternak sebesar 51,52 persen, ekspor
kayu olahan sebesar 48,41 persen, dan ekspor lada sebesar 13,27 persen.
500.00%

8000
7000
6000
5000
4000
3000
2000
1000
0

400.00%
300.00%
200.00%
100.00%
0.00%
-100.00%

Ekspor Pertanian (Ribu Ton)

Pertumbuhan Ekspor Pertanian (%)

Sumber: CEIC (2012e), diolah
Gambar 1 Ekspor pertanian (ribu Ton) dan pertumbuhan ekspor pertanian
(persen) tahun 1980-2011

4
Krisis ekonomi yang terjadi pada tahun 1997 menunjukkan bahwa sektor
pertanian cukup tangguh menghadapi gejolak ekonomi. Hal ini dibuktikan melalui
peran sektor pertanian dalam penyerapan tenaga kerja dan penerimaan devisa.
Selama terjadi krisis ekonomi, penyerapan tenaga kerja secara nasional
mengalami penurunan sebanyak 6,4 juta orang atau sekitar 2,13 persen, tetapi
sektor pertanian mampu menciptakan lapangan kerja baru sebanyak 432.350
orang (CEIC, 2012d diolah). Dalam penerimaan devisa negara, peningkatan
ekspor pertanian selama masa krisis ekonomi (1997 – 1998) lebih tinggi
dibandingkan dengan rata-rata peningkatan ekspor pertanian sebelum krisis (1980
– 1997). Selama periode 1980-1997, ekspor pertanian meningkat dengan rata-rata
sebesar 19,49 persen. Sedangkan ekspor pertanian tahun 1998 mengalami
peningkatan sebesar 78,23 persen dibandingkan dengan ekspor pertanian tahun
1997. (CEIC, 2012e diolah). Kondisi ini mengindikasikan terdapat perubahan
struktur ekonomi di sektor pertanian, terutama ekspor pertanian pada saat krisis
ekonomi tahun 1997.Dengan demikian, penting untuk dianalisis mengenai
perubahan struktur ekonomi terjadi dan bagaimana dampaknya pada pertumbuhan
ekonomi terutama di sektor pertanian.

Perumusan Masalah
Pertumbuhan ekonomi dapat dipengaruhi oleh tenaga kerja (human
capital), kapital (physical capital), dan kemajuan teknologi yang digunakan dalam
proses produksi. Kemajuan teknologi yang digunakan dapat dilihat dari tingkat
produktivitas faktor-faktor produksi yang disebut dengan Total Factor
Productivity (TFP). Dengan kata lain, TFP yaitu peningkatan jumlah output
produksi sebagai hasil dari perbaikan dalam metode produksi dengan seluruh
input tidak berubah. Pergerakan PDB pertanian berfluktuasi dengan
kecenderungan pertumbuhan yang positif. Begitu juga dengan perkembangan
tenaga kerja di sektor pertanian yang mengalami fluktuasi dengan kecenderungan
pertumbuhan yang positif.Investasi yang berasal dari PMA dan PMDN di sektor
pertanian juga mengalami fluktuasi dengan kecenderungan pertumbuhan yang
positif (Lampiran 3).Dengan demikian, perlu dilakukan penelitian untuk melihat
apakah pertumbuhan yang terjadi disebabkan oleh peningkatan penggunaan
tenaga kerja, investasi sebagai kapital atau disebabkan oleh peningkatan
produktivitas atau TFP dari faktor-faktor tersebut.Jika pertumbuhan PDB
pertanian disebabkan oleh peningkatan produktivitas dari faktor-faktor TFP
tersebutmaka dapat dikatakan bahwa terdapat kontribusi penggunaan teknologi
dalam pertumbuhan PDB pertanian.
Pergerakan kedua variabel tersebut yakni ekpor pertanian dan PDB
pertanian selama periode tahun 2007-2011 cukup fluktuatif. Hal ini menunjukan
ketika salah satu variabel berubah maka tidak serta merta diikuti oleh perubahan
variabel yang lain. Dampak perubahan PDB pertanian akibat perubahan ekspor
diduga terjadi setelah beberapa periode waktu (lag) dan juga diakibatkan karena
perubahan variabel ekonomi selain ekspor pertanian.Dengan demikian, penting
untuk dilakukan analisis untuk melihat hubungan antara ekspor pertanian dan
PDB pertanian dalam kerangka pertumbuhan ekonomi.

5
Ekspor Pertanian (Juta US$)

PDB Pertanian (Miliar Rp)

1,500.00

85,000.00

1,400.00

80,000.00

1,300.00

75,000.00

1,200.00
70,000.00
1,100.00
65,000.00

1,000.00

60,000.00

900.00
800.00

55,000.00
Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1

Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1 Q3 Q1

2007

2007

2008

2009

2010

2011

2008

2009

2010

2011

Sumber : CEIC (2012a, 2012e), diolah
Gambar 2 Perkembangan nilai ekspor pertanian dan PDB pertanian tahun 20072011
Selain hubungan antara ekspor pertanian dan PDB pertanian, juga penting
dianalisis berbagai variabel yang berpengaruh terhadap ekspor pertanian, seperti
penggunaan teknologi (TFP) sektor pertanian, harga domestik sektor pertanian,
harga ekspor sektor pertanian, dan nilai tukar rupiah.
Sektor pertanian Indonesia mengalami perubahan struktur (structural
change) pada tahun 1997 yang dipicu karena adanya krisis ekonomi yang berawal
dari resesi global di Amerika Serikat.Dengan demikian, perlu dilakukan analisis
adanya perubahan struktur (structural change) di sektor pertanian Indonesia.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menganalisis Total Factor Productivity (TFP) di sektor pertanian di Indonesia.
2. Menganalisis hubungan jangka pendek serta jangka panjang antara ekspor
pertanian dengan PDB sektor pertanian dan variabel lain di sektor pertanian
Indonesia.
3. Menganalisis adanya perubahan struktur (structural change) di sektor
pertanian Indonesia.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan
pengetahuan yang terkait dengan judul penelitian sehingga dapat menjadi acuan
dalam menentukan kebijakan.Penelitian ini juga diharapkan dapat menjadi bahan
kajian selanjutnya yang lebih komprehensif dan representatif.

6
Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian
Fokus dari penelitian ini adalah untuk menganalisis peranan faktor-faktor
produksi seperti tenaga kerja (human capital), investasi dan pinjaman sebagai
kapital (physical capital), dan kemajuan teknologi (TFP) serta analisis hubungan
ekspor pertanian dan PDB sektor pertanian. Rentang waktu yang digunakan
sebagai fokus penelitian adalah periode 1980 sampai dengan 2011. Rentang waktu
tersebut diambil karena penulis ingin melihat adanya perubahan struktur ekonomi
yang terjadi di Indonesia, terutama perubahan struktur ekonomi akibat adanya
krisis ekonomi tahun 1997.
Rentang data yang digunakan cukup terbatas. Hal ini dikarenakan variabel
tenaga kerja hanya tersedia dalam bentuk tahunan, sehingga seluruh data yang
digunakan dalam bentuk tahunan.
Variabel yang digunakan sebagai kapital adalah investasi berupa Penanaman
Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di sektor
pertanian. Investasi sebagai kapital merupakan kunci utama dalam mencapai
peningkatan pertumbuhan ekonomi, seperti memperluas kesempatan kerja,
mendorong kemajuan teknologi, dan spesialisasi produksi.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Teori Pertumbuhan Ekonomi
Pertumbuhan ekonomi menunjukkan pertumbuhan produksi barang dan jasa
di suatu wilayah perekonomian dalam selang waktu tertentu. Produksi tersebut
diukur dalam nilai tambah (value added) yang diciptakan oleh sektor-sektor
ekonomi di wilayah bersangkutan yang secara agregat dikenal sebagai Produk
Domestik Bruto (PDB). Oleh karena itu, pertumbuhan ekonomi sama dengan
pertumbuhan PDB. Tingkat pertumbuhan PDB dihitung berdasarkan persentase
perubahan PDB pada suatu tahun tertentu dibandingkan dengan PDB pada tahun
sebelumnya. Secara matematis dapat ditulis sebagai berikut :
PEit =

(
(

)

x 100%..................................................................(2.1)

)

dimana:
PE
= laju pertumbuhan ekonomi.
i = sektor perekonomian 1, 2, …, 9.
t = tahun t.
Todaro dan Smith (2006) mendefinisikan pertumbuhan ekonomi sebagai
suatu proses peningkatan kapasitas produksi dalam suatu perekonomian secara
terus-menerus atau berkesinambungan sepanjang waktu sehingga menghasilkan
tingkat pendapatan dan output yang semakin lama semakin besar. Dornbusch
(2008) menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi (economic growth) terkait
dengan pertumbuhan input seperti tenaga kerja dan kapital, dan perbaikan dalam
teknologi. Perhitungan pertumbuhan menjelaskan bagian dari pertumbuhan dalam
total output berkaitan dengan pertumbuhan dari faktor-faktor produksi yang

7
berbeda misalnya kapital,dan tenaga kerja. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat
dari fungsi produksi yang menyatakan hubungan kuantitatif antara input dan
output.
Teori Pertumbuhan Klasik


Pertumbuhan Ricardian
Berbagai model pertumbuhan ekonomi berkembang secara dinamis
mengikuti perubahan perekonomian dari waktu ke waktu.Pertumbuhan Ricardian
dikembangkan oleh David Ricardo, Thomas Maltus, dan Adam Smith pada akhir
abad 19.Teori pertumbuhan ini beranggapan bahwa pertumbuhan ekonomi
bertumpu pada pertumbuhan penduduk. Adanya pertambahan penduduk akan
menyebabkan adanya pertambahan output. Apabila output bertambah, populasi
juga akan meningkat sampai rata-rata konsumsi turun pada tingkat subsisten.
Implikasi dari teori pertumbuhan Ricardian, faktor pertumbuhan penduduk
yang semakin besar pada suatu saat akan menyebabkan jumlah tenaga kerja
melimpah. Kelebihan tenaga kerja mengakibatkan upah turun sehingga upah
tersebut hanya dapat digunakan untuk biaya taraf hidup minimum.Kondisi ini
menunjukkan perekonomian mengalami kondisi stasioner (stationary state)
(Todaro dan Smith, 2006).
Kasliwal (1995) menyatakan bahwa teori pertumbuhan klasik banyak
dikritik oleh beberapa ahli terutama pada konsep jumlah penduduk tumbuh secara
endogen bersamaan dengan output.Jumlah penduduk tidak secara otomatis
tumbuh sebagai konsekuensi dari pertumbuhan pendapatan.Teori klasik juga
dianggap mengabaikan pengaruh teknologi, karena teori ini menganggap bahwa
kemajuan teknologi tidak dapat melebihi langkah perluasan populasi pada jangka
panjang.
• Model Pertumbuhan Lewis
Menurut Lewis pertumbuhan dapat tercipta apabila terjadi proses
transformasi struktural dari perekonomian berbasis sektor pertanian ke sektor
industri. Model ini mengasumsikan bahwa sektor pertanian bersifat padat karya
(labor intensive) dengan tingkat produktivitas rendah sedangkan sektor industri
bersifat padat kapital (capital intensive) dengan tingkat produktivitas yang
tinggi.Tingginya produktivitas di sektor industri menyebabkan surplus tenaga
kerja di sektor pertanian ditransfer ke sektor industri sebagai tenaga kerja
murah.Hal ini menempatkan sektor industri sebagai driven growth bagi
perekonomian. Proses transformasi sektoral ini akan berdampak pada penciptaan
laju pertumbuhan yang tinggi di sektor industri (Kasliwal, 1995).
Model Lewis dikritik karena pengalaman di negara berkembang upah sektor
industri terus meningkat bahkan sebelum adanya surplus tenaga kerja dari sektor
pertanian. Sementara penciptaan lapangan kerja industri tidak berjalan efektif,
tenaga kerja migrasi dari pedesaan ke perkotaan terus terjadi. Urbanisasi yang
terus terjadi ini akan menyebabkan masalah baru di negara berkembang. Kritik
lain menyebutkan pertumbuhan Lewis memiliki implikasi yang bias terhadap
sektor pertanian dan lebih menyokong sektor industri. Model ini juga
mengabaikan kemungkinan kemajuan teknologi dalam pertanian.

8
Teori Pertumbuhan Neo-Klasik


Model Pertumbuhan Harrord-Domar
Domar beranggapan pertumbuhan ekonomi sangat dipengaruhi oleh peranan
pembentukan modal sebagai kapital, sehingga modal harus digunakan secara
efektif (Todaro dan Smith, 2006). Kasliwal (1995) menyatakan model HarrodDomar merumuskan dua asumsi, yaitu :
1). Produksi tergantung pada modal (production depends on capital),
∆Y = ∆K
Dimana, v =

= Incremental capital output ratio (ICOR)

2). Akumulasi modal tergantung pada pendapatan (capital accumulation depends
on income).
Tabungan S = s. Y
Dimana, s = Kecenderungan tabungan (savings propensity).
Beberapa implikasi model Harrod-Domar terlihat bertentangan dengan bukti
empiris yang terdapat di dunia nyata. Salah satu implikasi model ini adalah output
harus tumbuh pada tingkat yang sama dengan modal dalam jangka panjang. Hal
ini terlihat dari hubungan yang konstan antara output dan modal : Y = K. Rasio
modal per output menyiratkan bahwa persentase perubahan persediaan modal dan
output harus sama. Pada pertumbuhan negara-negara berkembang yang terjadi
adalah pertumbuhan pendapatan lebih tinggi daripada pertumbuhan modal bersih
(Y > K).Dengan demikian, asumsi Harrod-Domar mengenai peningkatan modal
menjadi satu-satunya sumber pertumbuhan menjadi tidak valid.Sumber
pertumbuhan yang penting lainnya digolongkan dalam parameter v, seperti
pertambahan tenaga kerja produktif, keterampilan, peningkatan teknologi, dan
lain-lain.
• Model Pertumbuhan Solow
Teori pertumbuhan neo-klasik berkembang pada tahun 1950-an. Secara
sederhana teori pertumbuhan neo-klasik yang dipopulerkan oleh Solow (1994)
yang menyatakan bahwa faktor produksi tenaga kerja dan kapital merupakan
faktor utama penentu pertumbuhan ekonomi suatu negara. Faktor produksi lain
yang berpengaruh terhadap produksi ditentukan oleh Total Factor Productivity
(TFP) yang sering dinyatakan sebagai ukuran kemajuan teknologi (technological
progress).Total Factor Productivity merupakan ukuran dari produktivitas faktor
produksi yang tidak dapat diketahui apakah berasal dari faktor tenaga kerja atau
kapital.
Teori pertumbuhan neo-klasik awal memiliki asumsi sederhana yaitu tidak
ada kemajuan teknologi.Fungsi produksi (Y) hanya ditentukan oleh faktor
produksi tenaga kerja (L) dan kapital (K).
Y = F (K,L)………………………………………………………….…(2.2)

9
Kenaikan kedua faktor produksi sebesar ∆K dan ∆L akan meningkatkan
output. Kenaikan output dengan menggunakan produk marjinal dari kedua faktor
produksi dijelaskan dengan persamaan:
∆Y = (MPK x ∆K) + (MPL x ∆L)………………………………….....(2.3)
Persamaan (2.3) juga dapat ditulis sebagai berikut:




=

+







…...……………………….…………....…(2.4)

Bentuk persamaan (2.4) menunjukkan hubungan antara tingkat


pertumbuhan output, , dengan tingkat pertumbuhan kapital, , dan tingkat
pertumbuhan tenaga kerja




.



, menujukkan bagian kapital dari output



, menujukkan bagian tenaga kerja dari output. Dengan asumsi
sedangkan
bahwa fungsi produksi memiliki skala pengembalian konstan maka, persamaan
(2.4) dapat ditulis sebagai berikut:










………………………………….………………..….(2.5)

dimana α + β = 1.
Pada pertengahan tahun 1950-an teori pertumbuhan neo-klasik mulai
memasukkan unsur kemajuan teknologi setelah diyakini adanya faktor lain yang
berpengaruh dalam pertumbuhan ekonomi suatu negara. Beberapa ciri dari teori
pertumbuhan neo-klasik dengan adanya kemajuan teknologi yaitu: Pertama,
teknologi bersifat endogen dalam proses produksi. Kedua, teknologi bersifat pure
public good, yang berarti teknologi mempunyai karakteristik sebagai non-rival
good sekaligus non-excudable good. Ketiga, karena sifatnya yang pure public
good, maka teknologi tidak mendapat kompensasi dalam proses produksi
(Suparyati, 1999).
• Teori Pertumbuhan Endogen
Teori pertumbuhan endogen (endogenous growth theory) muncul untuk
mengatasi beberapa permasalahan yang terdapat pada pertumbuhan neoklasik.Teori pertumbuhan endogen juga bertujuan untuk menghilangkan asumsi
eksogen dari kemajuan teknologi.Romer (1986) mengembangkan teori
pertumbuhan endogen dengan menyatakan bahwa pertumbuhan jangka panjang
sangat ditentukan oleh akumulasi pengetahuan para pelaku ekonomi.
Romer (1986) mengembangkan teori pertumbuhan endogen yang bertumpu
pada pentingnya sumber daya manusia sebagai kunci utama dalam perekonomian.
Dalam model Romer, pertumbuhan jangka panjang sangat ditentukan oleh
akumulasi pengetahuan para pelaku ekonomi. Tiga elemen utama dalam model
Romer yaitu:
1. Adanya unsur eksternalitas, sebagai akibat kemajuan ilmu pengetahuan.
2. Adanya peningkatan skala hasil yang semakin meningkat (increasing return to
scale), yang menyebabkan peningkatan spesialisasi dan pembagian kerja.
3. Semakin pendeknya waktu pemanfaatan ilmu pengetahuan, karena pesatnya
perkembangan di sektor riset.

10
Secara umum model Romer dirumuskan sebagai berikut :
Yit =
dengan 0 < α < 1; 0 < β < 1……..………….……….(2.6)
dimana:
Yi
= output produksi
Ki
= kapital
Li
= tenaga kerja
A
= kemajuan pengetahuan/ teknologi (technical knowledge).
t = waktu
Secara sederhana, teori pertumbuhan endogen yang telah memperhitungkan
penggunaan teknologi sebagai implikasi tingkat pengetahuan sumber daya
ditunjukkan persamaan berikut :
Y = AF (L, K)……………………………..…………………..……….(2.7)
Dimana A adalah ukuran dari tingkat penggunaan teknologi atau disebut
juga Total Factor Productivity (TFP).Dengan demikian peningkatan produksi
tidak hanya diakibatkan oleh peningkatan tenaga kerja dan kapital, tetapi juga
oleh kenaikan TFP.










+



…………….……………………………………(2.8)

Persamaan (2.8) mengukur tiga sumber pertumbuhan yaitu perubahan
jumlah kapital, perubahan jumlah tenaga kerja, dan perubahan TFP.

Konsep Total Factor Productivity (TFP)
Landasan teori pertumbuhan yang digunakan banyak mengacu pada model
pertumbuhan neo-klasik dimana tingkat pertumbuhan suatu negara hanya
dijelaskan dengan penekanan kepada fungsi produksi agregat dengan faktor
produksi tenaga kerja dan kapital. Faktor lain yang mempengaruhi pertumbuhan
ekonomi selain tenaga kerja dan kapital dianggap sebagai kemajuan teknologi
yang bersifat eksogen. Tahun 1980-an diperkenalkan perkembangan teori
pertumbuhan endogen (endogenous growth theory). Teori pertumbuhan endogen
telah memasukkan berbagai aspek sebagai penentu pertumbuhan ekonomi selain
tenaga kerja dan kapital yang sering disebut total factor productivity (TFP) yang
dianggap sebagai ukuran produktivitas dan bersifat endogen.
Konsep TFP pertama kali diperkenalkan oleh Jan Tinberger tahun 1942.
Beberapa definisi mengenai TFP, yaitu : (1) merupakan rata-rata produksi dari
agregat input, dan (2) sebagai indeks efektivitas dari suatu input dalam
menghasilkan suatu output sebelum dan sesudah terjadi perubahan teknologi.
Definisi ini dapat dirumuskan dalam bentuk fungsi Cobb Douglas (Suparyati,
1999) :
! "#
!

=

! "# $%
!

! "# '

+ VL

!

! "#

+ VK

!

…………..…………………....(2.9)

11
dimana:
PDB
= Produk Domestik Bruto
VL
= Kontribusi tenaga kerja pada nilai tambah (PDB)
VK
= Kontribusi kapital pada nilai tambah (PDB)
t = waktu
TFP
= Total Factor Productivity
Secara sederhana, TFP merupakan ukuran yang digunakan untuk
menggambarkan kemajuan teknologi dalam suatu proses produksi. Total Factor
Productivity ditunjukkan dari pertumbuhan nilai tambah atau PDB setelah
pertumbuhan tenaga kerja dan pertumbuhan kapital digunakan.
Menurut Solow (1956) model yang digunakan untuk mengukur TFP berasal
dari fungsi produksi Cobb-Douglas:
Y = ALαKβ……………………………………………………………(2.10)
dimana:
Y
= nilai tambah (PDB).
L
= faktor produksi tenaga kerja.
K
= faktor produksi kapital.
Nilai elastisitas faktor produksi tenaga kerja (α) dan nilai elastisitas kapital
(β) yang berasal dari hasil regresi persamaan (2.10) digunakan untuk mengukur
TFP pada persamaan perhitungan TFP berikut :
∆(
(

=





∆'
'





……………………………..…………………...(2.11)

dimana:
α
= rata-rata kontribusi kapital.
β
= rata-rata kontribusi tenaga kerja.
∆(
= Total Factor Productivity (TFP)
(


∆'
'


= pertumbuhan ekonomi (PDB)
= pertumbuhan tenaga kerja.
= pertumbuhan kapital.

Konsep Ekspor dan Pertumbuhan Ekonomi
Dalam teori makro ekonomi hubungan antara ekspor dengan tingkat
pertumbuhan ekonomi merupakan suatu persamaan identitas karena ekspor
merupakan bagian dari tingkat PDB nasional (Mankiw, 2000).Tetapi secara teori
ekonomi pembangunan keterkaitan antara kedua variabel tersebut perlu dianalisis
secara empiris. Hal ini dikarenakan hubungan antara kedua variabel tersebut tidak
hanya pada masalah persamaan identitas akan tetapi pada masalah apakah
kegiatan ekspor mampu menggerakan pertumbuhan ekonomi di suatu negara.
Menurut Aliman dan Purnomo (2001) ada empat hubungan yang mungkin
terjadi antara ekspor dan PDB nasional, yaitu :

12
1. Hipotesis Export Led Growth (Export Optimism)
Hipotesis ekspor sebagai motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi dan
merupakan keharusan dari setiap negara yang ingin maju karena beberapa alasan,
antara lain ekspor dapat menyebabkan penggunaan penuh sumber-sumber
domestik sesuai dengan keunggulan komparatif (comparative advantage) dan
terjadinya pembagian kerja sehingga mendorong terjadinya skala penghematan
(economic scale); ekspor dapat memperluas pasar baik di dalam negeri maupun
luar negeri; ekspor merupakan sarana untuk mengadopsi ide atau pengetahuan
baru, teknologi baru, keahlian baru, dan keahlian lainnya sehingga memungkinkan
penggunaan kapasitas lebih besar dan lebih efisien; ekspor dapat mendorong
mengalirnya modal dari negara-negara maju ke negara-negara sedang
berkembang; ekspor merupakan salah satu cara yang efektif untuk menghilangkan
perilaku monopoli karena produsen dalam negeri dituntut untuk lebih efisien
sehingga dapat bersaing dengan produsen lain di luar negeri; dan adanya ekspansi
ekspor akan menghasilkan devisa dan karenanya kesempatan mengimpor barangbarang modal (capital goods) dan barang-barang antara (intermediate goods)
semakin besar pula. Oleh karena itu, ekspor merupakan faktor penyebab naiknya
pertumbuhan ekonomi.
2. Hipotesis Export Reducing Growth (Export Pessimism)
Hipotesis ekspor sebagai mesin bagi pertumbuhan ekonomi hanya terjadi
pada jangka pendek dalam perspektif kaum pesimis, terutama di negara-negara
sedang berkembang.Akan tetapi dalam jangka panjang, ekspor bukanlah suatu
komponen yang mampu mendorong pembangunan di negara-negara sedang
berkembang. Hal ini dikarenakan ekspor akan menyebabkan perekonomian di
negara-negara sedang berkembang menjadi rentan terhadap fluktuasi
perekonomian dunia. Fluktuasi perekonomian dunia yang menghambat
pertumbuhan ekonomi negara-negara sedang berkembang diantaranya, adanya
proteksi perdagangan dan adanya produk-produk sintesis yang dibuat oleh negaranegara maju untuk menggantikan barang-barang alami (bahan mentah dari negara
sedang berkembang)
3. Hipotesis Internally Generated Export (Growth Optimism)
Hipotesis ini menyatakan bahwa syarat utama bagi suatu negara dalam
melakukan ekspor adalah menciptakan iklim yang dapat membawa terjadinya
proses pertumbuhan ekonomi dalam negeri yang berkesinambungan (self
generating) melalui pembentukan dan perluasan pasaran dalam negeri yang kokoh
sehingga ekspor bukan merupakan motor penggerak bagi pertumbuhan ekonomi
dalam negeri tetapi sebaliknya yaitu pertumbuhan ekonomi dalam negeri
merupakan penggerak bagi ekspor.
4. Hipotesis Growth Reducing Export (Growth Pessimism)
Hipotesis yang menyatakan bahwa selama kehidupan sosial dan budaya
serta pranata sosial masyarakat suatu negara (negara-negara sedang berkembang)
masih rapuh, tidak mustahil pertumbuhan ekonomi justru akan menyebabkan
turunnya ekspor.

13
Konsep Perubahan Struktur Ekonomi
Perubahan struktur ekonomi ditandai dengan adanya perubahan persentase
pasar sektor dalam pembangunan ekonomi, yang disebabkan faktor sumberdaya
manusia dan perubahan teknologi (Todaro dan Smith, 2006). Teori perubahan
struktural dikembangkan Lewis (1954) yang menyatakan bahwa pertumbuhan
dapat tercipta apabila terjadi proses transformasi struktural dari perekonomian
berbasis pada sektor pertanian ke sektor industri. Model ini mengasumsikan
bahwa sektor pertanian bersifat padat karya (labor intensive) dengan tingkat
produktivitas rendah sedangkan sektor industri bersifat padat kapital (capital
intensive) dengan tingkat produktivitas yang tinggi.Tingginya produktivitas di
sektor industri menyebabkan surplus tenaga kerja di sektor pertanian ditransfer ke
sektor industri sebagai tenaga kerja murah.Hal ini menempatkan sektor industri
sebagai driven growth bagi perekonomian. Proses transformasi sektoral ini akan
berdampak pada penciptaan laju pertumbuhan yang tinggi di sektor industri.
Pendapat yang berbeda disampaikan oleh Kuznets (1971) pada model
pertumbuhannya, yang menjelaskan bahwa fase awal dari proses pembangunan
sumber daya dialokasikan untuk membangun sektor pertanian. Seiring
berkembangnya perekonomian, terjadi realokasi sumber daya dari sektor pertanian
ke sektor industri seperti pertambangan, industri pengolahan, listrik, gas, air, dan
konstruksi serta sektor jasa seperti perdagangan, hotel, restoran, transportasi,
komunikasi, keuangan, persewaan, jasa perusahaan, dan jasa-jasa lainnya. Pada
fase berikutnya sumber daya direalokasikan dari sektor pertanian dan industri ke
sektor jasa.Kuznets mensyaratkan pentingnya pembangunan dan peningkatan
teknologi di sektor pertanian sebagai strategi keberhasilan indutrialisasi.

Teori Error Correction Model (ECM)
Data deret waktu (time series) yang digunakan dalam penelitian ekonomi
hampir selalu berupa variabel-variabel yang pada umumnya tidak stasioner. Hal
ini menyebabkan model ekonomi klasik yang dihasilkan tidak mencerminkan data
sebenarnya. Tidak memperhatikan sifat non stasioner dari data deret waktu akan
menyebabkan spurious correlation, yaitu adanya korelasi antara variabel
dependen dan independen yang tinggi walaupun secara aktual keduanya tidak
terkait.
Pendekatan yang banyak digunakan untuk mengatasi spurious correlation
adalah dengan mencari bentuk difference dari variabel dependen dan independen.
Misalkan (Thomas, 1997) :
) = + + +, - + . …………………………………….....…………(2.12)
Jika Y dan X pada persamaan di atas adalah variabel tren maka akan
menimbulkan keraguan dalam estimasi karena menimbulkan masalah spurious
correlation. Dengan demikian, diubah dalam bentuk lag satu periode sebagai
berikut :
)

= + + +, -

+ .

……………………………………..…....(2.13)

14
Pengurangan persamaan (2.12 ) dengan persamaan ( 2.13) menghasilkan :
/) = +, /- + 0 ………………………...……………………..…(2.14)
Persamaan (2.14) di atas sudah bebasdari masalah spurious correlation.
Pendekatan dengan difference ternyata menimbulkan beberapa masalah
yang perlu diperhatikan, yaitu terjadinya autokorelasi karena Ut =εt – εt-1.Selain
itu juga hilangnya informasi mengenai keseimbangan jangka panjang karena
model tersebut hanya dapat menjelaskan hubungan jangka pendek.Oleh karena itu
model dengan difference tidak dapat digunakan untuk perencanaan kebijakan
dalam perdagangan produk pertanian yang membutuhkan informasi jangka
panjang.
Error Correction Model (ECM) merupakan model alternatif yang dapat
mengatasi kedua masalah tersebut dengan menggunakan pendekatan general to
specific. Model ini memiliki berbagai kegunaan, tetapi manfaat yang paling
penting adalah menyediakan suatu pendekatan dalam menghadapi masalah non
stasioner dari time series dan spurious correlation (Thomas, 1997).
Spesifikasi ECM dapat diperoleh dari parameterisasi model autoregressive
distributed lag (ARDL). Misalkan model ARDL yang menunjukkan hubungan
jangka pendek dengan menyertakan nilai bedakala adalah sebagai berikut:
Y2 = b4 + b X2 + b, X2 + μY2 + ε2 , dimana 0 < µ < 1………(2.15)
Setelah persamaan (2.4) diparameterisasi, maka diperoleh persamaan dalam
bentuk ECM:
ΔY2 = b ΔX2 − λ(Y2 − β4 − β X2 ) + ε2 ,……………………...(2.16)
dimana: λ = 1-µ , β4 = b4 / λ , β = ( b + b )/ λ
Model ECM secara alami akan mencapai keseimbangan dalam jangka
panjang dimana λmenunjukkan kecepatan dalam mencapai keseimbangan.
kombinasi
linier
yang
Sedangkan (Y2 − β4 − β X2 ) menunjukkan
disebut kointegrasi yang merupakan kombinasi variabel-variabel non
stasioner.Kombinasi linier ini disebut error yang bersama λ membentuk
mekanisme dalam mengoreksi kesalahan untuk mencapai kondisi ekuilibrium
dalam jangka panjang.Jika kondisi ekuilibrium ditunjukkan oleh Y2 − β4 −
β X2 maka apabila:
Y2 < β4 − β X2 ; error< 0, dikoreksi oleh –λsehingga naik ke arah
ekuilibrium.
Y2 > β4 − β X2 ; error> 0, dikoreksi oleh -λsehingga turun ke arah
ekuilibrium.
Mekanisme koreksi ini terjadi dengan syarat setiap variabel harus terintegrasi
dalam order yang sama.

Hasil Penelitian Terdahulu
Peranan Sektor Pertanian Dalam Pertumbuhan Ekonomi
Sektor pertanian memiliki kontribusi sangat besar dalam perekonomian
Indonesia. Hasil penelitian yang dilakukan Herliana (2004) menunjukkan bahwa

15
kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian, diantaranya: besarnya tenaga
kerja yang terserap, orientasi pasar domestik, memiliki local content yang sangat
tinggi, memberikan sumbangan devisa yang cukup besar melalui produk
olahannya, dan hampir sebagian besar pengeluaran konsumsi masyarakat
berbasiskan sektor pertanian. Pembangunan di sektor pertanian memberikan
dampak lebih besar terhadap kenaikan output perekonomian dan kenaikan
pendapatan masyarakat dibandingkan dengan sektor-sektor produksi lainnya.
Dampak pembangunan tersebut terjadi secara langsung (direct impact) maupun
tidak langsung (indirect impact).Dengan demikian strategi pembangunan yang
berbasiskan sektor pertanian relevan untuk diterapkan di Indonesia.Metode
penelitian yang digunakan Herliana (2004) untuk melihat peranan sektor pertanian
dalam perekonomian Indonesia adalah alat alat analisis sistem neraca sosial
ekonomi (SNSE).
Peranan sek