Analisis pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Produk Domestik Bruto dan Nilai Tukar terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS PENGARUH SUKU BUNGA SERTIFIKAT BANK

INDONESIA, PRODUK DOMESTIK BRUTO, DAN NILAI

TUKAR TERHADAP PERKEMBANGAN

REKSA DANA DI INDONESIA

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

Maria Agnes S S

070501106

Ekonomi Pembangunan

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk

Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Medan


(2)

ABSTRACT

The main purpose of this research is to analyze the influence of interest rate of SBI (X1), Gross Domestic Bruto/GDP (X2), and Exchange Rate (X3) to the growth of Reksa Dana (Y) in Indonesia. This research used time series data from 2001 until 2009 (Quarterly). The method that used is Ordinary Least Square (OLS).

The estimated showed that interest rate of SBI, GDP, and Excahange Rate have significant influence to the growth of Reksa Dana in Indonesia. Interest Rate of SBI and Exchange Rate have negatively influence to the growth of Reksa Dana in Indoneisa but GDP has positively influence to the growth of Reksa Dana in Indoneisa. The R-Squared is 77%, it means that the independent variable can explain the dependent variable as much as 77 percent. While the rest 23% are explained by variables are not include in estimation model. F-statistic is bigger than F-table (36,83759 > 4,46); it means that interest rate of SBI, GDP and exchage rate together affected on growth of reksa dana in Indonesia, significantly at α = 1%.

Keywords: Reksa Dana, Interest rate of SBI, Gross Domestic Product (GDP) and Exchage rate.


(3)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Suku Bunga SBI (X1), PDB (X2), dan Nilai Tukar terhadap perkembangan Reksa Dana (Y) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu dari tahun 2001 sampai tahun 2009 (triwulanan). Metode yang digunakan adalah Regresi Kuadrat Tekecil (OLS).

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa suku bunga SBI, PDB, dan nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia. Suku bunga SBI dan nilai tukar berpengaruh negatif terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia sedangkan PDB berpengaruh positif terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia. Koefisien determinai adalah sebesar 77%, ini berarti variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 77%, sementara itu sisanya 23% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model estimasi. F-hitung > F-tabel (36,83759 > 4,46), ini berarti bahwa suku bunga SBI, PDB, dan nilai tukar secara bersama – sama mempengaruhi perkembangan reksa dana di Indonesia yang signifikan pada α = 1%.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan anugerah-Nya yang luar biasa kepada penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan guna memenuhi salah satu syarat yang harus dipenuhi dalam mencapai gelar sarjana di program strata I Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara

Penulisan skripsi yang berjudul “Analisis pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia, Produk Domestik Bruto dan Nilai Tukar terhadap

Perkembangan Reksa Dana di Indonesia”. Isi dan materi skripsi ini didasarkan

pada penelitian kepustakaan dan data-data sekunder yang terkait dengan hal yang diteliti.

Dalam kesempatan ini penulis menyadari banyaknya dukungan doa dan bantuan secara moril maupun materil dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku ketua Departemen Ekonomi Pembangunan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Drs. A. Samad Zaino, MS sebagai Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu untuk memberikan masukan dan bimbingan mulai dari awal pengerjaan skripsi sampai dengan selesainya skripsi ini.


(5)

4. Ibu Inggrita Gusti Sari, Msi. sebagai Dosen Pembanding I yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

5. Ibu Dr. Murni Daulay, Msi sebagai Dosen Pembanding II yang telah memberikan saran dan masukan bagi penulis dalam rangka penyempurnaan skripsi ini.

6. Seluruh staf pengajar dan staf administrasi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

7. Ayahanda tersayang J. Simatupang dan Ibunda R. br Rumapea teristimewa penulis persembahkan sebagai rasa hormat dan penghargaan atas doa, perhatian, didikan, nasihat, dukungan sehingga membuat penulis semangat selama mengikuti perkuliahan dan menyelesaikan skripsi ini.

8. Saudara-saudaraku yang kukasihi (Bang Ronald, Adik Johannes dan Adik Arie) yang selalu mendoakan dan memberikan semangat.

9. Sahabat-sahabatku GMTJ (Nita, Try, Melia, Febri, Tisar dan Magdalena),

10. Teman-teman seperjuangan di Ekonomi Pembangunan Stambuk 2007 (Riris, Alex, Kristina, Gea, Sherly, Vido, Dika, Isnesia, Ririn, Ida, Evie, Maria, Ridho, Juni, Grace, Onny, Hendry, Chandra, Linda dan yang namanya tidak dapat disebutkan satu per satu) dan teman-teman di Ekonomi Pembangunan 2008 dan 2009).


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih belum sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun untuk menyempurnakan skripsi ini.

Akhir kata semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca.

Medan, November 2010 Penulis

Maria Agnes S S 070501106


(7)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ...i

ABSTRAK ...ii

KATA PENGANTAR ...iii

DAFTAR ISI ...vi

DAFTAR TABEL ...ix

DAFTAR GAMBAR ...x

DAFTAR LAMPIRAN ...xi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1Latar Belakang ...1

1.2Perumusan Masalah ...8

1.3Hipotesa ...8

1.4Tujuan Penelitian ...9

1.5Manfaat Penelitian ...9

BAB II URAIAN TEORITIS ...10

2.1 Reksa Dana ...10

2.1.1 Pengertian Reksa Dana ...10

2.1.2 Cara Kerja Reksa Dana ...11

2.1.3 Bentuk Reksa Dana ...12

2.1.4 Jenis – Jenis Reksa Dana ...14

2.1.5 Sifat – Sifat Reksa Dana ...16

2.1.6 Keuntungan dan Risiko Reksa Dana ………...17


(8)

2.2 Suku Bunga ...22

2.2.1 Pengertian Suku Bunga ...22

2.2.2 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Suku Bunga ...23

2.2.3 Teori Tingkat Suku Bunga ...25

2.2.4 Sertifikat Bank Indonesia ...31

2.2.4.1 Pengertian Sertifikat Bank Indonesia ………...31

2.2.4.2 Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia …………..31

2.2.4.3 Pihak yang Berhak Memiliki Sertifikat Bank Indonesia ……….32

2.2.4.4 Tata Cara Penjualan SBI ………..32

2.3 Produk Domestik Bruto (PDB) ...33

2.3.1 Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB) ...33

2.3.2 Metode Perhitungan ...33

2.3.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi ...37

2.4 Nilai Tukar ...40

2.4.1 Pengertian Nilai Tukar ...40

2.4.2 Nilai Tukar (Kurs) Nominal dan Riil ...40

2.4.3 Sistem Nilai Tukar ...42

BAB III METODE PENELITIAN ...45

3.1 Ruang Lingkup Penelitian ...45

3.2 Jenis dan Sumber Data ...45


(9)

3.4 Pengolahan Data ...46

3.5 Model Analisis Data ...46

3.6 Test of Goodness of Fit (Uji Kesesuaian) ...47

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik...51

3.8 Definisi Operasional ...54

BAB IV HASIL DAN ANALISA ...55

4.1 Perkembangan Reksa Dana di Indonesia...55

4.2 Perkembangan Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia ...59

4.3 Perkembangan Produk Domestik Bruto di Indonesia ...61

4.4 Perkembangan Nilai Tukar ...64

4.5 Analisis dan Pembahasan ...66

4.5.1 Analisis dan Pengumpulan Data ...66

4.5.2 Interpretasi Model ...66

4.5.3 Test of Goodness of Fit (Uji kesesuaian) ...68

4.5.4 Uji Penyimpangan Klasik ...73

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...76

5.1 Kesimpulan ...76

5.2 Saran ...77 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No. TABEL JUDUL HALAMAN

4.1 Reksa Dana di Indonesia tahun 2001-2009 58

4.2 Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia 2001-2009 60

4.3 Produk Domestik Bruto 2001-2009 63

4.4 Nilai Tukar 2001-2009 65


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. GAMBAR JUDUL HALAMAN

2.1 Teori Klasik Tentang Tingkat Bunga 26

2.2 Teori Keynes Tentang Tingkat Bunga 29

2.3 Jumlah Penduduk Optimal 38

3.1 Kurva Uji F-Statistik 49

3.2 KurvaUji t-statistik 51

3.3 Uji Durbin – Watson 53

4.1 Uji F-Statistik 69

4.2 Uji t-statistik terhadap nilai suku bunga SBI 71

4.3 Uji t-statistik terhadap nilai PDB 72

4.4 Uji t-statistik terhadap nilai Tukar 72


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN JUDUL

1. Data Variabel Skripsi tahun 2001-2009

2. Hasil Uji Regresi Linear Logaritma

3. Hasil Uji Multikolinearitas Suku Bunga SBI (X1),

PDB (X2), dan Nilai Tukar (X3)

4. Hasil Uji Multikolinearitas PDB (X2), Suku

Bunga SBI (X1), dan Nilai Tukar (X3)

5. Uji Multikolinearitas Nilai Tukar (X3), Suku

Bunga SBI (X1), dan PDB (X2)

6. Uji Correlation Matrix


(13)

ABSTRACT

The main purpose of this research is to analyze the influence of interest rate of SBI (X1), Gross Domestic Bruto/GDP (X2), and Exchange Rate (X3) to the growth of Reksa Dana (Y) in Indonesia. This research used time series data from 2001 until 2009 (Quarterly). The method that used is Ordinary Least Square (OLS).

The estimated showed that interest rate of SBI, GDP, and Excahange Rate have significant influence to the growth of Reksa Dana in Indonesia. Interest Rate of SBI and Exchange Rate have negatively influence to the growth of Reksa Dana in Indoneisa but GDP has positively influence to the growth of Reksa Dana in Indoneisa. The R-Squared is 77%, it means that the independent variable can explain the dependent variable as much as 77 percent. While the rest 23% are explained by variables are not include in estimation model. F-statistic is bigger than F-table (36,83759 > 4,46); it means that interest rate of SBI, GDP and exchage rate together affected on growth of reksa dana in Indonesia, significantly at α = 1%.

Keywords: Reksa Dana, Interest rate of SBI, Gross Domestic Product (GDP) and Exchage rate.


(14)

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dari Suku Bunga SBI (X1), PDB (X2), dan Nilai Tukar terhadap perkembangan Reksa Dana (Y) di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data runtun waktu dari tahun 2001 sampai tahun 2009 (triwulanan). Metode yang digunakan adalah Regresi Kuadrat Tekecil (OLS).

Hasil estimasi memperlihatkan bahwa suku bunga SBI, PDB, dan nilai tukar berpengaruh signifikan terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia. Suku bunga SBI dan nilai tukar berpengaruh negatif terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia sedangkan PDB berpengaruh positif terhadap perkembangan reksa dana di Indonesia. Koefisien determinai adalah sebesar 77%, ini berarti variabel bebas mampu menjelaskan variabel terikat sebesar 77%, sementara itu sisanya 23% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak termasuk dalam model estimasi. F-hitung > F-tabel (36,83759 > 4,46), ini berarti bahwa suku bunga SBI, PDB, dan nilai tukar secara bersama – sama mempengaruhi perkembangan reksa dana di Indonesia yang signifikan pada α = 1%.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Reksa Dana mulai dikenal pertama kali di Belgia pada tahun 1822, yang berbentuk Reksa Dana tertutup. Pada tahun 1860, Reksa Dana mulai menyebar ke Inggris dan Skotlandia dalam bentuk Unit Investment Trusts dan pada tahun 1920 mulai dikenal di Amerika Serikat dengan nama Mutual Fund (Victor Purba, 2000:235). Keberadaan Reksa Dana di Indonesia dapat dikatakan telah dimulai pada saat diaktifkannya kembali pasar modal di Indonesia. Pada saat itu penerbitan Reksa Dana dilakukan oleh persero (BUMN) yang didirikan khusus untuk menunjang kegiatan pasar modal Indonesia, sekalipun pada saat itu belum ada pengaturan khusus mengenai Reksa Dana. Istilah Reksa Dana lebih dikenal pada tahun 1990 dengan diizinkannya pelaku pasar modal untuk menerbitkan Reksa Dana melalui Keppres No. 53 Tahun 1990 tentang Pasar Modal.

Pada tahun 1997 yang diawali dengan krisis ekonomi di Indonesia, identik dengan kacaunya kondisi industri perbankan. Kemacetan bank dalam menjalankan fungsi intermediasi berdampak cukup besar dalam memacetkan perekonomian secara keseluruhan. Tingkat suku bunga kredit yang sangat tinggi membuat dunia usaha sangat tercekik. Pemilik modal lebih tertarik menyimpan dananya dalam bentuk deposito. Hal ini masih berlanjut sampai sekarang tetapi dengan tingkat keparahan yang jauh lebih ringan. Permasalahan ini mengingatkan banyak pihak akan perlunya sebuah alternatif lain selain perbankan dalam fungsi intermediasi permodalan.


(16)

Salah satu alternatif lain tersebut yakni dengan menawarkan instrumen investasi baik kepada institusi bisnis maupun kreditur. Namun, berbeda halnya dengan investor perorangan, meskipun ada obligasi atau saham, mereka akan mengalami kesulitan untuk membelinya, karena modal yang mereka miliki tidak mencukupi. Di sinilah peran strategis reksa dana dalam mengumpulkan dana dari investor bermodal kecil. Adanya reksa dana bisa menjembatani kebutuhan usaha untuk memperoleh dana dengan keinginan investor untuk berinvestasi.

Reksa dana merupakan sebuah bentuk investasi yang dilakukan secara kolektif (bersama-sama) dan dikelola oleh sebuah Perusahaan Manajemen Investasi (PMI) atau seorang Manajer Investasi (MI). Jenis usaha reksa dana ini pertama kali diluncurkan di Indonesia pada tahun 1996 dan bertujuan untuk memobilisasi dana dari semua lapisan masyarakat dan mendorong perdagangan surat-surat berharga di pasar modal. Reksa dana muncul karena umumnya investor mengalami kesulitan untuk melakukan investasi sendiri pada surat-surat berharga yang diperdagangkan di pasar modal, antara lain memonitor kondisi pasar secara terus-menerus yang sangat menyita waktu dan perlu keahlian khusus serta pengalaman di pasar modal.

Kesulitan lain yang biasa dialami investor, terutama investor kecil yaitu kebutuhan dana yang besar untuk investasi pada surat-surat berharga seperti saham atau obligasi. Adapun masalah utama dalam memutuskan investasi yaitu prediksi profit suatu investasi. Harapan dalam berinvestasi yaitu tingkat pengembalian (return) lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Hal lain yang selalu mengiringi tingkat pengembalian adalah risiko. Pengaturan risiko ini juga memerlukan sebuah pengelolaan yang profesional, karena keuntungan yang diharapkan mempunyai


(17)

hubungan positif dengan tingkat risiko investasi. Semakin tinggi tingkat keuntungan yang diharapkan, maka semakin tinggi pula risiko yang dihadapi investor.

Fenomena maraknya reksa dana dimulai sejak tahun 2001. Berdasarkan sumber yang ada, Reksa dana mengalami perkembangan yang pesat dan signifikan sejak tahun 2001 hingga 2009. Hal tersebut dikarenakan kondisi perekonomian di Indonesia mulai membaik dan stabil. Jenis reksa dana itu sendiri cukup banyak, seperti reksa dana pendapatan tetap, reksa dana pasar uang, reksa dana saham dan reksa dana campuran. Berkembangnya reksa dana yang ada di Indonesia dapat dilihat dari total nilai aktiva bersih reksa dana yang mengalami pertumbuhan yang signifikan. Pada awal tahun 2001 triwulan pertama total nilai aktiva bersih reksa dana hanya terkumpul sebesar Rp. 9,47 T sedangkan pada akhir tahun 2009 triwulan keempat total nilai aktiva bersih reksa dana meningkat tajam sebesar Rp. 109,64 T. (Bank Indonesia, 2001-2009)

Sebelum terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997, perusahaan lebih banyak mengandalkan kredit bank untuk membiayai investasi mereka. Namun, dengan adanya sumber dana dari masyarakat investor melalui reksa dana, emiten/perusahaan akan lebih mudah untuk membiayai kegiatan investasinya tanpa mengandalkan pihak perbankan. Di lain sisi, investor pun mendapatkan kesempatan untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan perusahaan tersebut.

Reksa Dana tidak hanya memberikan manfaat secara langsung kepada emiten maupun investor tetapi juga secara tidak langsung akan memberikan manfaat bagi industri pasar modal dan bagi pertumbuhan ekonomi karena turut menjadi salah satu penopang berputarnya roda perekonomian, yakni sebagai intermediary (perantara)


(18)

yang menyediakan sumber dana bagi kegiatan investasi. Keberhasilan penggalangan dana masyarakat untuk tujuan investasi ini pada akhirnya akan berperan dalam pertumbuhan ekonomi nasional yang berorientasi pada penggunaan sumber dana dalam negeri. Hal ini akan dapat memperbaiki struktur pembiayaan nasional yang selama ini sangat tergantung pada pinjaman luar negeri.

Semangat investasi pada reksa dana adalah market-based return yang berarti mekanisme pasarlah yang akan menentukan besar kecilnya rate of return yang akan diperoleh oleh seorang investor (Agus Sugiarto,2003:4). Hal tersebut menjadikan masyarakat mulai menyadari bahwa tingkat pengembalian (yield) investasi di reksa dana ternyata lebih tinggi dari investasi deposito atau produk perbankan lainnya dimana tingkat pengembalian industri reksa dana ini didukung oleh faktor makroekonomi seperti pertumbuhan GDP, kondisi moneter, suku bunga SBI, nilai tukar rupiah dan laju inflasi. Akan tetapi, faktor makroekonomi jugalah yang membuat kinerja reksa dana terpuruk.

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) merupakan salah satu instrumen hutang (debt

instrument) karena aset ini mengharuskan penerbitnya melakukan pembayaran

kembali dalam jumlah tertentu yang terdiri dari nilai pokok ditambah bunga. Tingkat suku bunga SBI ditentukan pada pelelangan di kantor pusat Bank Indonesia pada hari Rabu setiap minggunya.

Sertifikat Bank Indonesia memiliki pengaruh terhadap perkembangan reksa dana yakni jika tingkat suku bunga SBI mengalami kenaikan maka tingkat suku bunga deposito berjangka juga akan naik sehingga penanaman modal dalam bentuk deposito berjangka menjadi lebih menarik, disisi lain tingkat bunga pinjaman


(19)

perbankan juga akan naik yang akan menyebabkan turunnya pendapatan perusahaan karena peningkatan jumlah pembayaran bunga hutang sehingga penanaman modal pada reksa dana juga akan berkurang, akibatnya total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana juga akan mengalami penurunan. Apabila dibandingkan berdasarkan data yang diperoleh terhadap salah satu sampel tahunan, pada tahun 2009 triwulan pertama pada tingkat suku bunga SBI 8,74 persen, total nilai aktiva bersih (NAB) sebesar Rp 75,03 Triliun sedangkan ketika pada tahun 2009 triwulan keempat, ketika tingkat suku bunga SBI mengalami penurunan menjadi 6,59 persen, total nilai aktiva bersih (NAB) mengalami kenaikan yakni menjadi Rp 109,64 Triliun. (Bank Indonesia; 2001-2009)

Selain itu, nilai tukar/kurs (exchange rate) juga memiliki pengaruh terhadap perkembangan reksa dana. Nilai tukar rupiah terutama terhadap dollar AS merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi perkembangan dunia usaha. Fluktuasi nilai tukar yang berlebihan (over fluctuation) merupakan kendala operasional yang paling ditakuti oleh para pengusaha, karena di dalam dunia usaha sangat diperlukan kestabilan dan kepastian dalam perencanaan usaha dan investasi.

Kestabilan nilai mata uang sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraaan rakyat. Nilai uang yang stabil dapat menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha dalam melakukan berbagai aktivitas ekonominya, baik konsumsi maupun investasi, sehingga perekonomian nasional dapat bergairah. Demikian pula apabila nilai tukar tidak stabil maka akan mempersulit dunia usaha dalam perencanaan kegiatan bisnis, baik dalam kegiatan produksi dan maupun dalam investasi.


(20)

Nilai tukar mata uang suatu negara dikatakan mengalami apresiasi jika nilai mata uangnya menurun relatif terhadap mata uang negara lain dan dikatakan depresiasi jika nilai mata uangnya meningkat relatif terhadap mata uang negara lain. Apresiasi rupiah terhadap mata uang dollar AS menggambarkan bahwa perekonomian negara mengalami perbaikan. Hal ini akan meningkatkan ekspektasi dalam berinvestasi sehingga meningkatkan permintaan terhadap reksa dana, akibatnya total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana juga akan meningkat, dan sebaliknya. Pada tahun 2009 triwulan pertama nilai rupiah berada pada posisi Rp 11.637/US $, total nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana sebesar Rp 75,03 Triliun sedangkan pada tahun yang sama tetapi pada triwulan keempat dimana nilai rupiah mengalami apresiasi yakni Rp 9.494/US $, total nilai aktiva bersih (NAB) mengalami peningkatan menjadi Rp 109,64 Triliun.

Dewasa ini perkembangan pasar modal di Indonesia sangat pesat. Setiap hari senantiasa terdengar pemberitaan situasi bursa efek yang saling berkaitan dengan kondisi perekonomian, sosial, dan politik negara. Hal ini menunjukkan bahwa pasar modal dengan bursa efek yang dinamis tidak akan pernah ketinggalan zaman. Keadaan-keadaan itu yang turut membuat pasar modal berkembang. Adalah sulit atau tidak mungkin membayangkan pasar modal berkembang pesat jika dalam suatu negara berlangsung perkembangan makroekonomi sebagai berikut, pertumbuhan ekonomi yang negatif atau stagnan yang dapat menyebabkan nilai dari produk domestik bruto (PDB) mengalami penurunan, tingkat inflasi yang double digit atau sampai dengan hyper inflation, cadangan devisa yang amat tipis yang disertai defisit neraca transaksi berjalan yang amat tinggi, perolehan ekspor yang rendah dan


(21)

kebutuhan impor yang tidak bisa dipenuhi lagi karena terbatasnya devisa yang tersedia.

Kondisi pertumbuhan ekonomi tinggi merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwa pertumbuhan dari produk domestik bruto (PDB) juga mengalami peningkatan. Produk domestik bruto merupakan nilai semua barang dan jasa yang diproduksi oleh suatu negara pada periode tertentu. Produk domestik bruto juga salah satu kekuatan yang mendukung prospek reksa dana yang ada di Indonesia. Peningkatan nilai dari produk domestik bruto (PDB) menunjukkan bahwa produksi dari suatu negara juga semakin meningkat sehingga pendapatan dari masyarakat rumah tangga juga akan meningkat. Peningkatan pendapatan tersebut berarti menunjukkan peningkatan dari kesejahteraan dan harapan hidup seseorang. Hal tersebut akan membuat seseorang berpikir mengenai masa depan dan akan membawa dampak pada perlunya penempatan dana yang umumnya disisihkan dari pendapatan, tetapi diharapkan dapat akan meningkatkan nilainya di masa datang. Dengan kata lain, peningkatan produk domestik bruto (PDB) tersebut dapat meningkatkan ekspetasi masyarakat dalam berinvestasi. Salah satunya yakni dengan berinvestasi pada reksa dana yang dapat memberikan tingkat pengembalian (yield) yang tinggi.

Berdasarkan ilustrasi di atas dan dengan memperhatikan keadaan ekonomi yang terus berkembang, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Analisis Pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Produk Domestik Bruto (PDB), dan Nilai Tukar Terhadap Perkembangan Reksa Dana


(22)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka permasalahan yang akan dikaji dan dibahas dalam penelitian ini adalah :

1. Bagaimana pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh Nilai Tukar terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia?

1.3 Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara dari permasalahan yang menjadi objek penelitian dimana tingkat kebenarannya masih perlu diuji. Berdasarkan perumusan masalah dan uraian teoritis di atas, maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut :

1. Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) berpengaruh negatif terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia, ceteris paribus.

2. Produk Domestik Bruto (PDB) berpengaruh positif terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia, ceteris paribus.

3. Nilai Tukar berpengaruh negatif terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia, ceteris paribus.


(23)

1.4 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui pengaruh Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia.

2. Untuk mengetahui pengaruh Produk Domestik Bruto (PDB) terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia.

3. Untuk mengetahui pengaruh Nilai Tukar terhadap Perkembangan Reksa Dana di Indonesia.

1.5 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi investor dalam hal mengelola kegiatannya, khususnya dalam hal berinvestasi di pasar modal. 2. Sebagai sumbangan pemikiran ataupun ilmu pengetahuan bagi instansi

terkait, masyarakat, maupun mahasiswa/i yang ingin melakukan penelitian selanjutnya.

3. Sebagai bahan studi dan tambahan literatur bagi mahasiswa/i Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara, khususnya Departemen Ekonomi Pembangunan.

4. Sebagai tambahan wawasan dan ilmu pengetahuan di bidang penelitian bagi penulis.


(24)

BAB II

URAIAN TEORITIS

2.1 Reksa Dana

2.1.1 Pengertian Reksa Dana

Menurut Undang-Undang Pasar Modal No. 8 Tahun 1995, Pasal 1 ayat 27, Reksa dana adalah suatu wadah yang dipergunakan untuk menghimpun dana dari masyarakat pemodal untuk selanjutnya diinvestasikan dalam portofolio efek oleh Manajer Investasi yang telah mendapat izin dari Bapepam. Reksa dana dapat terdiri dari berbagai macam instrumen surat berharga seperti saham, obligasi, instrumen pasar uang, atau campuran dari instrumen-instrumen di atas.

Sedangkan definisi reksa dana menurut (Sawidji Widoatmodjo, 2009:110) adalah surat berharga yang diterbitkan oleh manajer investasi, kemudian dijual kepada investor. Di mana hasil penjualan tersebut digunakan untuk membuat portofolio efek agar risiko investasi menurun, namun dengan keuntungan yang relatif besar.

Secara umum pengertian reksa dana adalah suatu kumpulan dana dari masyarakat, pihak pemodal atau pihak investor untuk kemudian dikelola oleh Manajer Investasi dan diinvestasikan pada berbagai jenis portofolio investasi efek atau produk keuangan lainnya.

Mengenal reksa dana dapat dilakukan dengan memahami tiga unsur penting yang saling terkait satu sama lain, di antaranya :


(25)

1. Kumpulan dana masyarakat

Melakukan pengumpulan dana dari para pemodal yang ada, baik dari pemodal yang memiliki dana minim maupun dana besar. Dengan cara ini maka pemodal yang memiliki dana minim dapat ikut serta untuk berinvestasi dalam bentuk efek secara tidak langsung.

2. Investasi dana dalam bentuk portofolio efek.

Dana yang sudah terkumpul dari pemodal yang ada kemudian di investasikan ke dalam bentuk portofolio efek. Portofolio Efek adalah kumpulan atau kombinasi dari surat – surat berharga yang ada. Adapun surat berharga tersebut terdiri dari surat pengakuan hutang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti hutang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.

3. Dikelola oleh Manajer Investasi.

Portofolio efek tersebut kemudian dikelola oleh pihak yang kegiatan usahanya mengelola portofolio efek untuk para nasabah atau pemodal berdasarkan peraturan perundang – undangan yakni Manajer Investasi (MI). Manajer Investasi dapat beroperasi setelah mendapatkan ijin dari Bapepam.

2.1.2 Cara Kerja Reksa Dana


(26)

Pertama, manajer investasi mengumpulkan dana dari para investor. Untuk

bisa mengumpulkan dana ini, manajer investasi menerbitkan saham, yang dijual kepada investor. Saham yang diterbitkan oleh manajer investasi inilah yang kemudian disebut sertifikat reksa dana atau unit penyertaan. Untuk bisa menarik minat investor agar membeli reksadana itu, manajer investasi menawarkan berbagai keunggulan yang bisa diraih investor.

Kedua, setelah dana terkumpul, manajer investasi akan meninvestasikannya

pada surat – surat berharga yang dianggap paling menguntungkan. Untuk bisa mendapatkan keuntungan ini, biasanya manajer investasi melakukan spesialisasi, sesuai dengan keahliannya Ada manajer investasi yang khusus melakukan investasi pada saham biasa saja, ada yang dikombinasikan dengan obligasi, atau spesialis pada obligasi saja dan yang lainnya (tergantung spesialisasinya).

Ketiga, manajer investasi akan membagikan keuntungan yang didapatnya

kepada para investor.

2.1.3 Bentuk Reksa Dana

Menurut peraturan, reksa dana bisa beroperasi dalam dua bentuk, yaitu (Sawidji Widoatmodjo, 2009:114):

1. Reksa Dana berbentuk perseroan

Reksa dana berbentuk perseroan adalah suatu perusahaan (Perseroan Terbatas) yang dari sisi bentuk hukum tidak berbeda dengan perusahaan lainnya, perbedaan hanya terletak pada jenis usaha. Jika PT. Telekomunikasi Indonesia, misalnya, bergerak dalam bidang


(27)

telekomuikasi, maka PT. Reksa Dana bergerak dalam bidang pengelolaan portofolio investasi. Dalam bentuk ini, perusahaan penerbit reksa dana menghimpun dana dengan menjual saham. Hasil dari penjualan saham tersebut di investasikan pada berbagai jenis efek yang diperdagangkan di pasar uang.

Reksa dana berbentuk perseroan dibedakan berdasarkan sifatnya, menjadi reksa dana perseroan terbuka dan reksa dana perseroan tertutup.Adapun ciri-ciri dari reksa dana berbentuk perseroan adalah : a. Badan hukumnya berbentuk perseroan terbatas.

b. Pengelolaan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara direksi perusahaan dengan manajer investasi yang ditunjuk.

c. Penyimpanan kekayaan reksa dana didasarkan pada kontrak antara manajer investasi dengan bank kustodian.

2. Reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif

Kontrak investasi kolektif adalah kontrak yang dibuat antara manajer investasi dan bank kustodian yang juga mengikat pemegang unit penyertaan sebagai investor. Melalui kontrak ini Manajer Investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio efek sedangkan Bank Kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan dan administrasi investasi. Dana yang terkumpul dari banyak investor kemudian akan dikelola dan diinvestasikan oleh manajer investasi ke dalam portofolio investasi menjadi milik investor secara kolektif.


(28)

a. Menjual unit penyertaan secara terus menerus sepanjang ada investor yang membeli.

b. Unit penyertaan tidak dicatatkan di bursa.

c. Investor dapat menjual kembali unit penyertaaan yang dimilikinya kepada Manajer Investasi (MI) yang mengelola.

d. Hasil penjualan atau pembayaran pembelian kembali unit penyertaan akan dibebankan kepada kekayaan reksa dana.

e. Harga jual/beli unit penyertaan didasarkan atas nilai aktiva bersih (NAB) per unit dihitung oleh bank kustodian secara harian.

2.1.4 Jenis-Jenis Reksa Dana

Reksa Dana adalah suatu portofolio investasi. Artinya, atas inisiatif/persetujuan Manajer Investasi kemudian dikeluarkan semacam surat kepemilikan dalam bentuk saham atau Unit Penyertaan bagi investor yang akan melakukan investasi di dalam Reksa Dana.

Reksa Dana memiliki beberapa alternatif dalam investasi/jenis reksa dana, yakni :

1. Reksa Dana Pendapatan Tetap (Fixed Income Fund)

Reksa Dana Pendapatan Tetap adalah reksa dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat hutang. Efek bersifat hutang umumnya memberikan penghasilan dalam bentuk bunga.


(29)

Instrumen pendapatan tetap, seperti obligasi memberikan tingkat suku bunga yang relatif menarik dibadingkan investasi pada deposito. Instrumen obligasi yang paling banyak diminati oleh Manajer investasi adalah jenis surat utang negara (SUN) yang diterbitkan oleh pemerintah. Reksa dana pendapatan tetap disebut reksa dana yang portofolio investasinya difokuskan pada obligasi.

2. Reksa Dana Campuran (Discretionary Fund/Mixed Fund)

Reksa Dana Campuran dapat melakukan investasinya dalam bentuk efek hutang maupun ekuitas dengan porsi alokasi yang lebih fleksibel. Artinya, reksa dana ini mengalokasikan dana investasinya dalam bentuk portofolio investasi yang bervariasi. Instrumen investasi reksa dana campuran dapat berbentuk saham dan dikombinasikan dengan instrumen obligasi.

3. Reksa Dana Pasar Uang (Money Market Fund)

Reksa Dana Pasar Uang didefinisikan sebagai Reksa Dana yang melakukan investasi pada efek pasar uang. Efek pasar uang sendiri didefinisikan sebagai efek-efek hutang yang berjangka waktu kurang dari satu tahun. Secara umum, instrumen atau efek yang masuk dalam kategori ini meliputi deposito berjangka, sertifikat deposito, dan surat berharga pasar uang serta efek hutang lainnya dengan jatuh tempo kurang dari satu tahun. Reksa dana ini merupakan reksa dana yang sangat likuid dengan tingkat resiko paling rendah.


(30)

4. Reksa Dana Saham (Equity Fund)

Reksa Dana Saham adalah Reksa Dana yang melakukan investasi sekurang-kurangnya 80 persen dari portofolio yang dikelolanya ke dalam efek bersifat ekuitas (saham). Manajer investasi yang melakukan pembelian pada instrumen saham ini biasanya selalu melakukan seleksi pada saham blue chip. Berbeda dengan efek pendapatan tetap seperti obligasi, di mana investor lebih berorientasi pada pendapatan bunga, efek saham umumnya memberikan potensi hasil yang lebih tinggi berupa

capital gain dan deviden.

2.1.5 Sifat-Sifat Reksa Dana

Dilihat dari sifatnya, Reksa Dana terdiri dari : 1. Reksa Dana Tertutup (Close End Fund)

Reksa dana tertutup adalah reksa dana yang tidak dapat membeli kembali sertifikat reksa dana yang telah dijual kepada investor. Dengan kata lain, pemegang sertifikat reksa dana tidak dapat menjual kembali sertifikatnya kepada Manajer Investasi. Apabila pemilik sertifikat reksa dana hendak menjual kembali sertifikatnya, hal ini harus dilaksanakan melalui Bursa Efek tempat sertifikat reksa dana tersebut dicatatkan. Harga pasar dari sertifikat reksa dana tertutup ini berubah dipengaruhi oleh kekuatan permintaan dan penawaran.


(31)

2. Reksa Dana Terbuka (Open-End Fund)

Reksa dana terbuka adalah reksa dana yang menawarkan dan membeli kembali sertifikat reksa dana yang telah diterbitkan kepada investor sampai sejauh modal yang sudah dikeluarkan . Pemegang sertifikat reksa dana yang bersifat terbuka ini dapat menjual kembali sertifikat/unit penyertaannya setiap saat apabila diinginkan.

Menurut peraturan, pembayaran atas penjualan kembali (redemption) harus dilakukan sesegera mungkin dan tidak boleh lama dari 7 hari bursa sejak diminta penjualan kembali oleh investor pemegang sertifikat/unit penyertaan.

2.1.6 Keuntungan dan Risiko Reksa Dana

Berinvestasi melalui reksa dana memiliki berbagai keuntungan bagi investornya, di antaranya :

1. Diversifikasi Investasi dan Risiko Rendah

Reksa dana melakukan diversifikasi investasi dalam berbagai instrumen efek. Jadi, sasaran investasinya tidak tergantung pada satu atau beberapa instrumen saja, sehingga dapat memperkecil risiko karena tersebar di mana-mana.

2. Jumlah Dana yang Dibutuhkan Tidak Terlalu Besar

Masyarakat dapat melakukan investasi melalui reksa dana walaupun dana yang dimiliki sangat kecil, karena reksa dana memungkinkan


(32)

investor dengan modal yang kecil untuk ikut serta dalam investasi portofolio yang dikelola secara profesional.

3. Biaya Rendah

Biaya transaksi di reksa dana relatif kecil bila dibandingkan dengan apabila investor mengelola sendiri dananya misalnya biaya untuk mendapatkan informasi maka biaya akan jauh lebih besar.

4. Dikelola oleh Manajemen Profesional

Manajer investasi memiliki peran yang sangat penting dalam pengelolaan portofolio di reksa dana. Dengan demikian, mereka diharuskan memiliki keahlian khusus dalam hal pengelolaan dana. Seorang manajer investasi harus selalu dapat melakukan riset, analisis, dan evaluasi secara terus-menerus dalam menganalisis harga efek. Hal ini tidak bisa dilakukan oleh investor secara individual mengingat keterbatasan waktu dan kemampuan yang dimilikinya.

5. Transparansi informasi

Informasi apa pun yang berkaitan dengan perkembangan portofolio, biaya maupun harga harus disampaikan secara terus menerus oleh pihak reksa dana. Sehingga para pemegang unit penyertaan (UP) atau investor dapat mengetahui dan memantau keuntungan, biaya dan risikonya.

6. Likuiditas

Berinvestasi di reksa dana juga memberikan kemudahan bagi investor dalam mencairkan saham atau unit penyertaannya setiap saat, sesuai dengan ketetapan yang dibuat oleh masing-masing reksa dana.


(33)

Selain itu, Reksa Dana memiliki beberapa risiko yang akan dihadapi apabila berinvestasi. Risiko itu adalah :

1. Risiko likuiditas

Pemilik reksa dana yang akan menjual kembali unit penyertaannya diharapkan dapat menerima uang tunai secepat mungkin untuk keperluannya. Potensi risiko likuiditas ini bisa saja terjadi apabila pemegang unit penyertaan reksa dana pada salah satu manajer investasi tertentu ternyata melakukan penarikan dana dalam jumlah yang besar pada hari dan waktu yang sama (rush).

Penundaan pembayaran atau kesulitan likuiditas dapat dialami oleh pihak manajer investasi apabila belum terdapat dana yang cukup pada hari penarikan dana secara besar – besaran tersebut. Hal ini bisa terjadi apabila pemegang unit penyertaan reksa dana melakukan penjualan kembali kepada satu manajer investasi dalam jumlah yang cukup besar.

2. Risiko pasar

Risiko pasar adalah situasi ketika harga instrumen investasi mengalami penurunan yang disebabkan oleh menurunnya kinerja pasar saham atau pasar obligasi secara drastis. Istilah lainnya adalah pasar sedang mengalami kondisi bearish, yaitu harga-harga saham atau instrumen investasinya lainnya mengalami penurunan harga yang sangat drastis.


(34)

3. Risiko default

Jenis risiko default ini termasuk kategori risiko yang paling fatal. Risiko default terjadi misalnya jika pihak manajer investasi tersebut membeli obligasi yang emitennya mengalami kesulitan keuangan sehingga tidak mampu membayar bunga atau pokok obligasi tersebut. Padahal, beberapa waktu sebelumnya kinerja keuangan perusahaan tersebut masih baik-baik saja, tetapi karena ada kejadian krisis keuangan internal, pihak emiten tersebut terpaksa tidak bisa membayar kewajiban pembayaran bunga hutangnya.

2.1.7 Nilai Aktiva Bersih (NAB)

Konsep Nilai Aktiva Bersih (NAB) adalah nilai aktiva reksa dana setelah dikurangi nilai kewajiban reksa dana tersebut (Rahardjo, 2004). NAB merupakan total nilai investasi dan kas yang dipegang (uninvested) dikurangi dengan biaya – biaya hutang dari kegiatan operasional yang harus dibayarkan. Besarnya NAB bisa berfluktuasi setiap hari, tergantung pada perubahan nilai efek dari portofolio. Meningkatnya NAB mengindikasikan naiknya nilai investasi pemegang saham atau Unit Penyertaan. Begitu juga sebaliknya, menurunnya NAB berarti berkurangnya nilai investasi pemegang Unit Penyertaan atau saham. Nilai aktiva bersih (NAB) ini menggambarkan nilai setiap lembar saham atau unit penyertaan di dalam portofolio reksa dana (Marzuki Usman, 1997:212).


(35)

Di mana :

NABt = Nilai Aktiva Bersih pada waktu t NPWt = nilai pasar wajar dari aset pada waktu t

LIABt = kewajiban yang dimiliki oleh reksa dana pada waktu t NSOt = jumlah unit penyertaan yang beredar pada waktu t

Bagi investor, NAB/unit memiliki beberapa fungsi, antara lain (Pratomo, 2007) :

1. Sebagai harga beli/jual pada saat investor membeli/menjual unit penyertaan suatu reksa dana.

2. Sebagai indikator hasil (untung/rugi) investasi yang dilakukan di reksa dana dan penentu nilai investasi yang kita miliki pada suatu saat.

3. Sebagai sarana untuk mengetahui kinerja historis reksa dana yang dimiliki investor.

4. Sebagai sarana untuk membandingkan kinerja historis reksa dana yang satu dengan reksa dana yang lain.

NAB/unit dihitung oleh Bank Kustodian dan diumumkan kepada publik setiap hari kerja melalui harian bisnis. Bank Kustodian menghitung pertumbuhan NAB berdasar nilai pasar wajar dari portofolio yang ada.


(36)

2.2 Suku Bunga

2.2.1 Pengertian Suku Bunga

Suku bunga adalah harga dari penggunaan uang atau biasa juga dipandang sebagai sewa atas penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu. Atau harga dari meminjam uang untuk menggunakan daya belinya dan biasanya dinyatakan dalam persen (%).

Bunga bank dapat diartikan sebagai balas jasa yang diberikan oleh bank yang berdasarkan prinsip konvensional kepada nasabah yang membeli atau menjual produknya. Bunga juga dapat diartikan sebagai harga yang harus dibayar kepada nasabah (yang memiliki simpanan) dengan yang harus dibayar oleh nasabah kepada bank (nasabah yang memperoleh pinjaman). (Kasmir, 2009:131)

Dalam kegiatan perbankan sehari-hari ada tiga macam bunga yang diberikan kepada nasabahnya, yaitu:

1. Bunga Simpanan

Bunga Simpanan merupakan harga beli yang harus dibayar bank kepada nasabah pemilik simpanan. Contoh: jasa giro, bunga tabungan, dan bunga deposito. Bunga simpanan diberikan sebagai ransangan atau balas jasa bagi nasabah yang menyimpan uangnya di bank.

2. Bunga Pinjaman

Bunga Pinjaman merupakan bunga yang dibebankan kepada para peminjam atau harga jual yang harus dibayar oleh nasabah peminjam kepada bank. Bagi bank bunga pinjaman merupakan harga jual dan contoh harga jual adalah bunga kredit.


(37)

3. Biaya – Biaya

Biaya – biaya yang ditentukan oleh bank seperti biaya administrasi, biaya kirim, biaya tagih, biaya sewa, biaya iuran, dan biaya – biaya lainnya.

Bunga simpanan merupakan biaya dana yang harus dikeluarkan kepada nasabah sedangkan bunga pinjaman merupakan pendapatan yang diterima bank. Baik bunga simpanan maupun bunga bunga pinjaman masing-masing saling mempengaruhi satu sama lainnya. Sebagai contoh seandainya bunga sinpanan tinggi, maka secara otomatis bunga pinjaman juga berpengaruh naik dan demikian sebaliknya.

2.2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Suku Bunga

Apabila bank ingin memperoleh keuntungan yang maksimal, maka pihak manajemen bank harus pandai dalam menetukan besar kecilnya komponen suku bunga. Hal ini disebabkan apabila salah dalam menentukan besar kecilnya komponen suku bunga maka akan dapat merugikan bank itu sendiri. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penentuan suku bunga yaitu:

1. Kebutuhan Dana

Jika suatu bank kekurangan dana atau jumlah simpanan yang ada sedikit, sementara kebutuhan akan pinjaman semakin meningkat, maka yang dilakukan oleh bank agar kekurangan dana tersebut segera terpenuhi adalah dengan meningkatkan suku bunga simpanan. Dengan meningkatnya suku bunga simpanan maka akan menarik nasabah baru


(38)

untuk menyimpan uangnya di bank. Dengan demikian kebutuhan dana dapat segera terpenuhi.

2. Target Laba yang Diinginkan

Target laba merupakan besarnya keuntungan yang diinginkan oleh bank. Apabila laba yang diinginkan besar maka bunga pinjaman juga besar dan demikian sebaliknya. Namun untuk menghadapi pesaing, target laba dapat diturunkan seminimal mungkin.

3. Kualitas Jaminan

Kualitas jaminan juga diperuntukkan untuk bunga. Semakin likuid jaminan (mudah dicairkan) yang diberikan, maka semakin rendah bunga kredit yang dibebankan dan demikian sebaliknya. Contoh: Sertifikat Deposito

4. Kebijaksanaan Pemerintah

Dalam menentukan bunga simpanan maupun bunga pinjaman, bank tidak boleh melebihi batasan yang sudah ditetapkan oleh pemerintah. Artinya ada batasan maksimal dan ada batasan minimal untuk suku bunga yang diizinkan. Tujuannya adalah agar bank dapat bersaing secara sehat. 5. Jangka Waktu

Baik untuk bunga simpanan maupun bunga pinjaman, faktor jangka waktu sangat menentukan. Semakin panjang jangka waktu pinjaman, maka semakin tinggi bunganya. Hal ini disebabkan besarnya kemungkinan risiko macet dimasa mendatang. Demikian pula sebaliknya jika pinjaman berjangka waktu pendek, maka bunganya relatif rendah.


(39)

Akan tetapi untuk bunga simpanan berlaku sebaliknya, semakin panjang jangka waktu maka bunga simpanan semakin rendah dan sebaliknya. 6. Persaingan

Dalam memperebutkan dana simpanan dari nasabah maka pihak bank juga harus memperhatikan pesaing. Dalam hal ini apabila bunga simpanan pesaing rata – rata 16 % per tahun, maka apabila hendak membutuhkan dana cepat sebaiknya bunga simpanan dinaikkan di atas bunga pesaing, misalanya 17 % per tahun. Namun sebaliknya untuk bunga pinjaman bank harus berada di bawah bunga pesaing walaupun laba yang didapat akan mengecil.

2.2.3 Teori Tingkat Suku Bunga

1. Teori Klasik

Menurut teori klasik, tabungan merupakan fungsi dari tingkat bunga. Berarti keinginan masyarakat untuk menabung sangat tergantung pada tingkat bunga. Makin tinggi tingkat bunga, semakin besar keinginan masyarakat untuk menabung atau masyarakat akan terdorong untuk mengorbankan pengeluaran guna menambah besarnya tabungan. Jadi tingkat suku bunga menurut klasik adalah balas jasa yang diterima seseorang karena menabung atau hadiah yang diterima seseorang karena menunda konsumsinya.

Investasi merupakan fungsi tingkat suku bunga. Semakin tinggi tingkat bunga, semakin kecil keinginan masyarakat untuk mengadakan


(40)

investasi. Karena seseorang akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi lebih besar dari tingkat bunga yang dia bayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos untuk penggunaan dana (cost of capital). Bilamana terjadi kondisi tingkat bunga dalam keseimbangan, artinya tidak ada dorongan untuk menabung akan sama dengan dorongan pengusaha untuk melakukan investasi.

Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (artinya tidak ada dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Secara grafik, keseimbanagan tingkat bunga dapat digambarkan seperti dalam gambar 2.1.

Gambar 2.1

Teori Klasik Tentang Tingkat Bunga

Keseimbangan tingkat bunga ada pada titik i0, dimana jumlah tabungan sama dengan investasi. Apabila tingkat bunga diatas i0, jumlah

T. Bunga

Tabungan (S) i1

i0 Investasi (i1)

Investasi (i0)

0


(41)

tabungan melebihi keinginan pengusaha untuk melakukan investasi. Para penabung akan saling bersaing untuk meminjamakan dananya dan persaingan ini akan menekan tingkat bunga turun balik ke posisi i0. Sebaliknya, apabila tingkat bunga di bawah i0, para pengusaha akan saling bersaing untuk memperoleh dana yang telatif jumlahnya lebih kecil. Persaingan ini akan mendorong tingkat bunga naik lagi ke i0.

Kenaikan efisiensi produksi misalnya akan mengakibatkan keuntungan yang diharapkan naik. Sehingga, pada tingkat bunga yang sama pengusaha bersedia meminjam dana lebih besar untuk membiayai investasinya, atau untuk dana investasi yang sama jumlahnya, pengusaha bersedia membayar tingkat bunga yang lebih tinggi. Keadaan ini ditunjukkan dengan bersgesernya kurva permintaan investasi kekanan atas dan keseimbangan tingkat bunga yang baru pada titik i1. Jadi tingkat bungalah sebagai penggerak antara keseimbangan tabungan dan investasi.

2. Teori Keynes

Menurut Keynes, tingkat bunga merupakan suatu fenomena moneter. Artinya, tingkat bunga ditentukan oleh penawaran dan permintaan akan uang. Uang akan mempengaruhi kegiatan ekonomi (GNP) sepanjang uang ini mempengaruhi tingkat bunga. Perubahan tingkat bunga selanjutnya akan mempengaruhi keinginan untuk mengadakan investasi dan dengan demikian akan mempengaruhi GNP. Sedangkan menurut kaum klasik uang hanyalah mempengaruhi harga barang.


(42)

Uang menurut Keynes adalah salah satu bentuk kekayaan yang dipunyai seseorang (portofolio) seperti halnya kekayaan dalam bentuk tabungan di bank, saham atau surat berharga lainnya. Keputusan masyarakat mengenai bentuk kekayaan mereka dan berapa besar dari kekayaan mereka akan diwujudkan dalam bentuk uang kas, tabungan maupun surat berharga akan menentukan tingginya tingkat bunga.

Untuk menyederhanakan modelnya, Keynes hanya membagi bentuk kekayaan dalam dua bentuk yaitu uang kas dan surat berharga. Keuntungan apabila kekayaan diwujudkan dalam bentuk uang kas adalah kemudahan dalam melakukan transaksi sebab uang kas merupakan alat pembayaran uang yang paling likuid. Likuid diukur dengan kecepatan menukar kekayaan dalam bentuk alat pembayaran (untuk transaksi) tanpa adanya kerugian nilai. Jadi, uang tidak ada risiko capital gain atau loss seperti halnya pada bentuk kekayaan yang lain. Tetapi, kekayaan dalam bentuk uang kas tidak dapat memberikan penghasilan (misalnya bunga). Sebaliknya kekayaan dalam bentuk surat berharga, dimana harganya dapat naik turun tergantung dari tingkat bunga (apabila tingkat bunga naik maka harga surat berharga akan turun dan sebaliknya), sehingga ada kemungkinana pemegang surat berharga akan menderita capital losss atau gain. Namun demikian, surat berharga mendatangkan pendapatan berupa bunga. Dengan anggapan bahwa masyarakat itu suka mengambil risiko maka mereka akan memegang bentuk kekayaan yang risikonya tinggi (surat berharga) apabila didorong dengan tingkat bunga yang tinggi pula.


(43)

Makin banyak surat berharga dalam bentuk kekayaan, risikonya juga makin tinggi. Oleh karena itu harus didorong dengan tingkat bunga yang lebih tinggi pula. Tingkat bunga di sini adalah tingkat bunga rata – rata dari segala macam surat berharga yang beredar di masyarakat. Secara grafik dapat digambarkan seperti dalam gambar 2.2

Gambar 2.2

Teori Keynes Tentang Tingkat Bunga

Pertama; Keynes, menyatakan bahwa masyarakat mempunyai keyakinan adanya suatu tingkat bunga yang normal. Apabila tingkat bunga turun di bawah tingkat normal, makin banyak orang yakin bahwa tingkat bunga akan kembali ke tingkat normal (jadi mereka yakin bahwa tingkat bunga akan naik di waktu yang akan datang). Jika mereka memegang surat berharga pada waktu tingkat bunga naik mereka akan menderita kerugian (capital loss). Mereka akan menghindari kerugian ini dengan cara mengurangi surat berharga yang dipegangnya dan dengan sendirinya menambah uang kas yang dipegang, pada waktu tingkat bunga naik

T. Bunga Jumlah Uang

i0

0

M2

Liquidity Preference


(44)

(liquidity preference). Hubungan ini disebut motif spekulasi permintaan uang kas sebab mereka melakukan spekulasi tentang harga surat berharga di masa yang akan datang.

Kedua; Berkaitan dengan ongkos memegang uang kas (opportunity

cost of holding money). Makin tinggi tingkat bunga, makin tinggi pula

ongkos memegang uang kas sehingga keinginan memegang uang kas juga turun. Sebaliknya, apabila tingkat bunga turun berarti ongkos memegang uang juga makin rendah sehingga permintaan akan uang kas naik.

Kedua pendekatan diatas semuanya menjelaskan adanya hubungan negatif antara tingkat bunga dengan permintaan akan uang kas. Bersama dengan jumlah uang beredar yang tetap (dengan anggapan bahwa jumlah uang yang beredar ini ditetapkan pemerintah), permintaan uan ini menentukan tingkat bunga. Tingkat bunga dalam keseimbangan (i0) apabila jumlah uang kas yang diminta sama dengan penawarannya (JUB). Apabila pada suatu ketika tingkat bunga di bawah tingkat keseimbangan, masyarakat akan menginginkan uang kas lebih banyak dengan cara menjual surat berharga yang dipegangnya. Usaha menjual surat berharga ini akan mendorong harganya turun (tingkat bunga naik), sampai ke titik keseimbangan dimana masyarakat sudah puas dengan bentuk kekayaannya (permintaan sama dengan penawaran uang). Sebaliknya, apabila tingkat bunga berada di atas keseimbangan, masyarakat menginginkan uang kas lebih sedikit dengan cara membeli surat berharga. Pembelian ini akan


(45)

mengakibatkan naiknya harga surat berharga (tingkat bunga turun) sampai keseimbangan tercapai.

2.2.4 Sertifikat Bank Indonesia

2.2.4.1 Pengertian Sertifikat Bank Indonesia

Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah surat berharga atas unuk dalam rupiah yang diterbitkan oleh Bank Indonesia sebagai pengakuan hutang berjangka waktu pendek dengan sistem diskonto. (Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, 2007:89)

Sebagai otoritas moneter, Bank Indonesia berkewajiban dalam memelihara kestabilan nilai rupiah sebab apabila jumlah uang primer (uang kartal + uang giral) di Bank Indonesia berlebihan, hal tersebut dapat mengurangi kestabilan nilai rupiah. Oleh karena itu, dalam menjaga kestabilan nilai rupiah Bank Indonesia menerbitkan sertifikat bank indonesia (SBI). Apabila jumlah uang beredar ingin dikurangi, maka Bank Indonesia akan menaikkan tingkat suku bunga SBI, agar minat membeli SBI semakin tinggi. Sebaliknya jika ingin menambah jumlah uang beredar, maka Bank Indonesia akan menurunkan tingkat suku bunga SBI agar minat membelinya semakin berkurang. Mengingat risiko SBI sangat kecil, biasanya tingkat suku bunga SBI paling rendah di antara instrumen pasar uang lainnya.

2.2.4.2 Dasar Hukum Sertifikat Bank Indonesia

Dasar hukum penerbitan SBI adalah UU No.13 Tahun 1968 tentang Bank Sentral, Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia No.31/67/KEP/DIR tanggal 23 Juli 1998 tentang Penerbitan dan Perdagangan Sertifikat Bank Indonesia serta Intervensi


(46)

Rupiah, dan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/2/PBI/2004 tanggal 16 Februari 2004 tentang Bank Indonesia – Scripless Securities Settlement System.

2.2.4.3 Pihak yang Berhak Memiliki Sertifikat Bank Indonesia

Penjualan SBI diprioritaskan pada lembaga perbankan tetapi tidak tertutup kemungkinan bagi masyarakat perorangan maupun perusahaan untuk dapat memiliki SBI. Pembelian SBI oleh masyarakat tidak dapat dilakukan secara langsung kepada Bank Indonesia, melainkan harus melalui bank umum serta pialang pasar uang dan pialang pasar modal yang ditunjuk.

2.2.4.4 Tata Cara Penjualan SBI

1. Penjualan SBI dilakukan melalui lelang.

2. Jumlah SBI yang akan dilelang diumumkan setiap hari selasa.

3. Lelang SBI dilakukan setiap hari Rabu dan dapat diikuti oleh seluruh bank umum, pialang pasar uang dan pialang pasar modal dengan penyelesaian transakasi hari kamis.

4. Dalam pelaksanaan lelang SBI, masing-masing peserta mengajukan penawaran tingkat diskonto yang terendah sampai dengan jumlah SBI lelang yang diumumkan tercapai.

5. Untuk menjaga keamanan dari kehilangan serta penghindaran pemalsuan, maka pihak pembeli SBI memperoleh Bilyet Depot Simpanan sebagai bukti atas penymipanan fisik warkat SBI pada Bank Indonesia tanpa pungutan biaya penyimpanan.


(47)

2.3 Produk Domestik Bruto (PDB)

2.3.1 Pengertian Produk Domestik Bruto (PDB)

Produk Domestik Bruto adalah nilai pasar semua barang dan jasa akhir yang diproduksi dalam perekonomian selama kurun waktu tertentu (Mankiw, 2007;19). Produk Domestik Bruto (PDB) merupakan seluruh nilai tambah yang ditimbulkan oleh berbagai sektor/lapangan usaha yang melakukan kegiatan usahanya di suatu wilayah/provinsi dihitung dan dimasukkan, tanpa memperhatikan kepemilikan atas faktor produksi. Dengan demikian PDB secara agregatif menunjukkan kemampuan suatu wilayah/provinsi dalam menghasilkan pendapatan/balas jasa kepada faktor – faktor produksi yang ikut berpartisipasi dalam proses produksi di wilayah/provinsi tersebut (Katalog BPS, 2005;92). Jadi, PDB dapat menggambarkan kemampuan suatu wilayah untuk menciptakan output (nilai tambah) pada suatu waktu tertentu, biasanya satu tahun.

2.3.2 Metode Perhitungan PDB

Ada dua metode yang dapat dipakai untuk menghitung PDB yaitu metode langsung dan metode tidak langsung

1. Metode Langsung

Perhitungan didasarkan sepenuhnya pada data provinsi, hasil perhitungannya mencakup jumlah seluruh produk barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh daerah tersebut. Pemakaian metode ini dapat dilakukan melalui tiga pendekatan.


(48)

PDB merupakan jumlah nilai tambah bruto (NTB) atau nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh sektor – sektor ekonomi atas berbagai aktivitas produksinya dalam suatu wilayah/provinsi pada suatu periode tertentu, biasanya satu tahun. Sedangkan NTB adalah nilai produksi bruto (NPB/Output) dari barang dan jasa tersebut, dikurangi seluruh biaya antara yang digunakan dalam proses produksi. Adapun sektor – sektor ekonomi tersebut terdiri dari ; (1) Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan, (2) Pertambangan dan Penggalian, (3) Industri Pengolahan, (4) Listrik, Gas, dan Air Minum, (5) Bangunan, (6) Perdagangan , Hotel, dan Restoran, (7) Pengangkutan dan Komunikasi, (8) Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan, (9) Jasa – jasa.

b. Pendekatan Pendapatan

PDB adalah jumlah seluruh balas jasa yang diterima oleh faktor – faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah/provinsi dalam jangka waktu tertentu, biasanya satu tahun. Berdasarkan pengertian tersebut, maka NTB adalah jumlah dari upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal, dan keuntungan; semuanya sebelum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDB ini termasuk pula komponen penyusutan dan pajak tak langsung neto.


(49)

PDB adalah jumlah seluruh pengeluaran yang dilakukan untuk pengeluaran konsumsi rumah tangga dan lembaga swasta nirlaba, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan inventori dan ekspor neto (ekspor neto merupakan ekspor dikurangi impor), di dalam suatu wilayah/provinsi dalam periode tertentu, biasanya satu tahun. Dengan metode ini, perhitungan NTB bertitik tolak pada penggunaan akhir dari barang dan jasa yang diproduksi.

Pengeluaran konsumsi rumah tangga mencakup berbagai pengeluaran konsumsi akhir rumah tangga atas barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan individu ataupun kelompok secara langsung. Pengeluaran rumah tangga di sini mencakup pembelian untuk makanan dan bukan makanan (barang dan jasa) di dalam negeri maupun di luar negeri. Termasuk pula disini pengeluaran lembaga nirlaba yang tujuan usahanya adalah untuk melayani keperluan rumah tangga.

Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup pengeluaran pemerintah untuk belanja pegawai, penyusutan maupun belanja barang (termasuk biaya perjalanan, pemeliharaan dan pengeluaran rutin lainnya), baik yang dilakukan oleh pemerintah pusat maupun pemerintah daerah.

Pembentukan modal tetap bruto mencakup pengadaan, pembuatan, dan pembelian barang modal. Barang modal dimaksud


(50)

adalah barang – barang yang digunakan untuk proses produksi, tahan lama atau yang mempunyai umur pemakaian lebih dari satu tahun seperti bangunan, mesin – mesin dan alat angkutan. Termasuk pula disini perbaikan besar (berat) yang sifatnya memperpanjang umur atau mengubah bentuk atau kapasitas barang modal tersebut. Pengeluaran barang modal untuk keperluan militer tidak dicakup disini tetapi digolongkan sebagai konsumsi pemerintah.

Ekspor barang dan jasa merupakan transaksi perdagangan barang dan jasa dari penduduk (residen) ke bukan penduduk (non – residen). Impor barang dan jasa adalah transaksi perdagangan dari bukan penduduk ke penduduk. Ekspor atau Impr barang terjadi pada saat terjadi perubahan hak kepemilikan barang antara penduduk dengan bukan penduduk (dengan atau tanpa perpindahan fisik barang tersebtut).

2. Metode Tidak Langsung/Alokasi

Menghitung nilai tambah suatu kelompok ekonomi dengan mengalokasikan nilai tambah nasional ke dalam masing – masing kelompok kegiatan ekonomi pada tingkat provinsi. Sebagai alokator digunakan indikator yang paling besar pengaruhnya atau erat kaitannya dengan produktivitas kegiatan ekonomi tersebut.

Pemakaian masing – masing metode pendekatan sangat tergantung pada data yang tersedia. Pada kenyataannya, pemakaian kedua metode tersebut akan saling menunjang satu sama lain, karena metode langsung akan mendorong peningkatan


(51)

kualitas data wilayah, sedang metode tidak langsung akan merupakan koreksi dalam pembanding bagi data wilayah.

2.3.3 Teori Pertumbuhan Ekonomi

PDB adalah salah satu konsep pendapatan ekonomi makro. Teori-teori yang mendukung PDB dapat dilihat dalam teori-teori pertumbuhan ekonomi. Teori-teori pertumbuhan ekonomi melihat pengaruh pertumbuhan ekonomi dengan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Perbedaan antara teori yang satu dengan teori yang lainnya terletak pada perbedaan fokus pembahasan dan asumsi yang digunakan.

1. Teori Jumlah Penduduk Optimal (Optimal Population Theory)

Teori ini telah lama dikembangkan oleh kaum klasik. Menurut teori ini, berlakunya hukum hasil yang semakin berkurang (The Law of Diminishing Return) menyebabkan tidak semua penduduk dapat dilibatkan dalam proses produksi. Jika dipaksakan, justru akan menurunkan tingkat output perekonomian. Teori tersebut dapat dijelaskan pada grafik dalam gambar 2.3.


(52)

Gambar 2.3

Jumlah Penduduk Optimal

Pada gambar kurva TP1 menunjukkan hubungan antara jumlah tenaga kerja dengan tingkat output (fungsi produksi). Kondisi optimal akan tercapai jika jumlah penduduk (tenaga kerja) yang terlibat dalam proses adalah L1, dengan jumlah output (PDB) adalah Q1. Jika jumlah tenaga kerja ditambah menjadi L2, PDB justru berkurang menjadi Q2.

Hal ini karena cepat terjadinya The Law of Diminishing Return (TLDR). Bagaimana agar penambahan tenaga kerja ke L2 dapat meningkatkan output, misalnya menjadi Q3. Yang harus dilakukan adalah investasi fisik (barang modal) dan sumber daya manusia (SDM) yang menunda terjadinya gejala TLDR. Bahkan kedua investasi tersebut menimbulkan sinergi. Jika hal tersebut yang terjadi, maka fungsi produksi membaik. Hal ini digambarkan dengan bergesernya kurva produksi ke TP2. Penambahan tenaga kerja akan meningkatkan output (PDB).

2. Teori Pertumbuhan Neoklasik (Neo Classic Growth Theory)

Total Produksi (Output)

Q3

Q1

Q2

TP1

TP2

0


(53)

Teori ini dikembangkan oleh Solow (1956) dan merupakan penyempurnaan teori-teori klasik sebelumnya. Fokus pembahasan teori pertumbuhan Neoklasik adalah akumulasi stok barang modal dan keterkaitannya dengan keputusan masyarakat untuk menabung atau melakukan investasi.

Asumsi-asumsi penting dari model Solow antara lain adalah:

a. Tingkat teknologi dianggap konstan (tidak ada kemajuan teknologi) b. Tingkat depresiasi dianggap konstan

c. Tidak ada perdagangan luar negeri atau aliran keluar masuk barang modal

d. Tidak ada sektor pemerintah

e. Tingkat pertambahan penduduk (tenaga kerja) juga dianggap konstan f. Untuk mempermudah analisis, dapat ditambahkan asumsi bahwa

seluruh penduduk bekerja, sehingga jumlah penduduk sama dengan jumlah tenaga kerja

Dengan asumsi-asumsi tersebut, kita dapat mempersempit faktor-faktor penentu. Pertumbuhan menjadi hanya stok barang modal dan tenaga kerja. Untuk lebih lanjut lagi, dapat diasumsikan bahwa PDB perkapita semata-mata ditentukan oleh stok barang modal per tenaga kerja.


(54)

2.4 Nilai Tukar

2.4.1 Pengertian Nilai Tukar

Nilai tukar atau sering disebut Kurs (exchange rate) adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan. (Mankiw 2007;128). Kurs sering pula dikatakan valas ataupun nilai tukar mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. Jadi, nilai tukar suatu mata uang didefenisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainya.

Dalam mekanisme pasar, kurs dari mata uang akan selalu mengalami fluktuasi (perubahan – perubahan). Perubahan yang dimaksud antara lain adalah :

a. Apresiasi yaitu menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan – kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam pasar bebas.

b. Depresiasi yaitu peristiwa menurunnya nilai tukar suatu mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan permintaan dan penawaran atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas.

2.4.2 Nilai Tukar (Kurs) Nominal dan Riil

Kurs nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara. Sebagai contoh, jika kurs antara dolar AS dan yen Jepang adalah 120 yen per dolar, maka anda bisa menukar 1 dolar untuk 120 yen di pasar dunia untuk mata uang asing. Orang Jepang yang ingin mendapatkan dolar akan membayar 120 yen untuk setiap dolar yang dibelinya. Orang Amerika akan mendapatkan 120 yen untuk setiap


(55)

dolar yang ia bayar. Ketika orang-orang mengacu pada “kurs” di antara kedua negara, mereka biasanya mengartikan kurs nominal.

Kurs rill (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Kurs rill menyatakan tingkat harga dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain. Kurs rill kadang-kadang disebut terms of trade.

Untuk melihat hubungan antara kurs rill dan kurs nominal, perhatikanlah sebuah barang yang diproduksi di banyak negara yakni mobil. Anggaplah harga mobil Amerika $10.000 dan harga mobil Jepang 2.400.000 yen. Untuk membandingkan harga dari kedua mobil tersebut, kita harus mengubahnya menjadi mata uang umum. Jika satu dolar bernilai 120 yen, maka harga mobil Amerika adalah 1.200.000 yen. Membandingkan harga mobil Amerika (1.200.000 yen) dan harga mobil Jepang (2.400.000 yen), kita menyimpulkan bahwa harga mobil Amerika separuh dari harga mobil Jepang. Dengan kata lain, pada harga berlaku, kita bisa menukar 2 mobil Amerika untuk 1 mobil Jepang.

Dalam perhitungan, hal tersebut dapat di ringkas menjadi :

Kurs Rill =

Tingkat dimana kita memperdagangkan barang domestik dan barang luar negeri bergantung pada harga barang dalam mata uang lokal dan pada tingkat dimana mata uang dipertukarkan.

Perhitungan kurs rill untuk barang tunggal ini menjelaskan bagaimana kita seharusnya mendefenisikan kurs rill untuk kelompok barang yang lebih luas. Kita


(56)

nyatakan ℮ sebagai kurs nominal (jumlah yen per dolar), P adalah tingkat harga di Amerika serikat (diukur dalam dolar), dan P* adalah tingkat harga di Jepang (diukur dalam yen).

Maka kurs rill Є adalah, Kurs rill = Kurs Nominal x Rasio Tingkat Harga Є = ℮ x (P/P*)

Kurs rill di antara kedua Negara dihitung dari kurs nominal dan tingkat harga di kedua Negara. Jika kurs rill tinggi . barang-barang luar negeri relatif murah, dan barang-barang domestik relatif mahal. Jika kurs rill rendah, barang-barang luar negeri relatif mahal, dan barang-barang domestik relatif murah.

2.4.3 Sistem Nilai Tukar

Nilai tukar suatu mata uang di defenisikan sebagai harga relatif dari suatu mata uang terhadap mata uang lainnya. Pada dasarnya terdapat tiga sistem nilai tukar (Kebanksentralan BI,2003), yaitu :

1. Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate System)

Pada sistem ini, nilai tukar dibiarkan bergerak bebas sesuai dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran di atas permintaan, dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan permintaan di atas penawaran yang ada pada pasar valuta asing. Bank sentral dapat saja melakukan intervensi di pasar valuta asing, yaitu dengan menjual devisa dalam hal terjadi kekurangan pasokan atau membeli devisa apabila terjadi kelebihan penawaran untuk menghindari


(57)

gejolak nilai tukar yang berlebihan di pasar. Akan tetapi, intervensi dimaksud tidak diarahkan untuk mencapai target tingkat nilai tukar tertentu atau dalam kisaran tertentu. Namun ada beberapa Negara yakni Nilai tukar beberapa mata uang utama (major currencies), seperti Dolar AS, Euro, Mark Jerman, Yen Jepang, Franc Swiss, dan Poundsterling Inggris, ditentukan oleh kekuatan pasar (market forces) dan dibiarkan mengambang bebas terhadap mata uang Negara lain. Dalam sistem ini tidak terdapat tindakan intervensi yang dilakukan pemerintah (Bank Sentral) untuk mempengaruhi nilai tukarnya.

2. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System)

Pada sistem ini, nilai tukar atau kurs suatu mata uang terhadap mata uang lain ditetapkan pada nilai tertentu misalnya , nilai tukar rupiah terhadap mata uang dolar Amerika adalah Rp.8000 per dolar. Pada nilai tukar ini bank sentral akan siap untuk menjual dan membeli kebutuhan devisa untuk mempertahankan nilai tukar yang ditetapkan. Apabila nilai tukar tersebut tidak dapat dipertahankan, maka bank sentral dapat melakukan devaluasi ataupun revaluasi nilai tukar yang ditetapkan.

3. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed floating Exchange

Rate System)

Sistem nilai tukar mengambang terkendali merupakan sistem yang berada di antara kedua sistem nilai tukar di atas. Dalam sistem nilai tukar ini, bank sentral menetapkan batasan suatu kisaran tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut intervention band ’batas pita


(58)

intervensi’. Nilai tukar akan ditentukan mekanisme pasar sepanjang berada dalam batas kisaran pita intervensi tersebut. Apabila nilai tukar menembus batas atas atau batas bawah dari kisaran tersebut, bank sentral akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valuta asing sehingga nilai tukar bergerak kembali ke dalam pita intervensi.


(59)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi Perkembangan Reksa Dana di Indonesia. Faktor-faktor itu adalah Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI), Produk Domestik Bruto (PDB), dan Nilai Tukar.

3.2 Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang dikumpulkan dan digunakan serta diolah dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu hasil olahan yang diperoleh dari dinas atau instansi yang resmi yang berhubungan dengan penelitian ini. Data diperoleh dalam bentuk urut waktu (time series) yang bersifat kuantitatif yaitu data dalam bentuk angka

Sumber data diperoleh dari publikasi Kantor Bank Indonesia cabang Medan dan Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi Sumatera Utara. Selain itu, data lainnya yang mendukung penelitian ini diperoleh dari sumber bacaan seperti jurnal, artikel, dan buku bacaan yang berkaitan dengan penelitian ini.

3.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan pencatatan langsung berupa data urut waktu (time series) dari tahun 2001-2009 (data triwulanan, sebanyak 36 observasi). Serta menggunakan bahan-bahan


(60)

kepustakaan berupa tulisan-tulisan ilmiah seperti artikel atau jurnal-jurnal ilmiah serta laporan-laporan penelitian ilmiah yang berkaitan dengan topik yang sedang diteliti.

3.4 Pengolahan Data

Dalam mengelola data, penulis menggunakan program komputer Eviews 5.1. sebagai software utama untuk mengolah data dalam penelitian ini. Selain itu juga digunakan software Microsoft Excel sebagai software pembantu dalam mengkonversi data dalam bentuk baku yang disediakan oleh sumber ke dalam bentuk yang lebih representatif untuk digunakan pada software utama diatas dengan tujuan untuk meminimalkan kesalahan dalam pencatatan data jika dibandingkan dengan pencatatan ulang secara manual.

3.5 Model Analisis Data

Dalam menganalisis seberapa besar pengaruh variabel-variabel bebas terhadap variabel terikat digunakan model ekonometrika dengan meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode kuadrat terkecil biasa (Ordinary

Least Square).

Fungsi matematika yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

Y=f(X1,X2,X3)……… (1)

Kemudian fungsi diatas ditransformasikan ke dalam model ekonometrika dengan persamaan regresi linear berganda (multiple regression) sebagai berikut :

Log Y = α + β1LogX1+ β2LogX2+ β3LogX3+µ……… (2)


(61)

Y = Perkembangan/total NAB Reksa Dana ( Triliun rupiah)

α = Intercept

X1 = Suku Bunga Sertifikat Bank Indonesia ( persen ) X2 = Produk Domestik Bruto ( Triliun rupiah)

X3 = Nilai Tukar Nominal Rupiah terhadap Dollar AS (Rp/$)

β1,β2, dan β3 = Koefisien Regresi

µ = Error Term

Secara matematis bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut :

artinya apabila X1 (Suku Bunga SBI) mengalami kenaikan maka Y (Reksa

dana/Total NAB) akan mengalami penurunan, ceteris paribus.

artinya apabila X2 (Produk Domestik Bruto) mengalami kenaikan maka Y

(Reksa dana/Total NAB) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

, artinya apabila X3 (Nilai Tukar) mengalami kenaikan maka Y (Reksa

dana/Total NAB) akan mengalami penurunan, ceteris paribus.

3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-square)

Koefisien Determinasi (R-square) dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama-sama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Koefisien determinasi (R-square) yaitu angka yang menunjukkan besarnya kemampuan varians atau penyebaran


(62)

dari variabel-variabel independen yang menerangkan variabel dependen atau angka yang menunjukkan seberapa besar variabel dependen dijelaskan oleh semua variabel independennya.

Besarnya nilai koefisien determinasi adalah antara 0 hingga 1 (0 ≤ R 2 ≤ 1), dimana nilai koefisien determinasi mendekati 1 berarti variabel bebas mempunyai pengaruh yang besar terhadap variabel terikat.

3.6.2 Uji Keseluruhan (Uji F-statistik)

Uji F-statistik ini dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh variabel independen secara keseluruhan terhadap variabel dependen. Untuk pengujian ini digunakan hipotesa sebagai berikut :

Ho : β1 = β2 = β3 = 0 ……….. (tidak ada pengaruh)

Ha : β1 ≠ β2 ≠ β3 ≠0 ……….. (ada pengaruh)

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak, artinya variabel independen secara keseluruhan mempengaruhi variabel dependen dan jika hitung < F-tabel maka Ho diterima, artinya variabel dependen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen.

Nilai F-hitung dapat diperoleh dengan rumus :

F* =

( )

(

R

)

(

n k

)

k R

− −

/ 1

1 /

2 2


(63)

F* = F-hitung

R2 = koefisien determinasi k = jumlah variabel independen n = jumlah sampel

Kriteria pengambilan keputusan :

Ho : β1 = β2 = β3 = 0 Ho diterima (F*<F-tabel) artinya variabel independen secara simultan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Ha : β1β2 β3 ≠ 0 Ha diterima (F*>F-tabel) artinya variabel independen secara simultan berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Gambar 3.1 : Uji F-statistik Ho diterima

Ha diterima

0


(64)

2.6.3 Uji Parsial (Uji T-statistik)

Uji t merupakan suatu pengujian yang betujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel independen lainnya konstan. Dalam hal ini digunakan hipotesis sebagai berikut :

Ho : βi = 0 ……….. (tidak ada pengaruh)

Ha : βi ≠ 0 ……….. (ada pengaruh)

Dimana βi adalah koefisien variabel independen ke-i nilai parameter

hipotesis, biasanya β dianggap = 0. Artinya, tidak ada pengaruh variabel X

terhadap Y. Bila t-hitung > t-tabel, maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho ditolak. Hal ini berarti bahwa variabel independen yang diuji berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap variabel dependen. Dan bila hitung < t-tabel maka pada tingkat kepercayaan tertentu Ho diterima. Ini artinya bahwa variabel independen yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.

Nilai t-hitung dapat diperoleh dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

Dimana :

t* = t-hitung

bi = koefisien variabel ke-i b = nilai hipotesis nol


(65)

Ho diterima

Sbi = simpangan baku dari variabel independen ke-i

0

Gambar 3.2 : Uji t-statistik

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik

3.7.1 Multikolinearity

Multikolinerity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi atau hubungan linier antara variabel independen di antara satu dengan yang lainnya. Untuk mengetahui ada tidaknya multikolinearity yakni dengan menggunakan korelasi parsial antar variabel bebas yang satu dengan yang lainnya kemudian dilihat dari nilai R-square, F-hitung, t-hitung, serta standard error.

Adanya multikokinearity ditandai dengan : 1. Standard error tidak terhingga.

2. Tidak ada satupun t-statistik yang signifikan pada α = 1%, α = 5%, dan α = 10%.

3. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori. 4. R2 sangat tinggi.


(66)

Cara lain untuk mengetahui keberadaan multikolinearity, yakni dengan menggunakan Correlation Matrix. Adanya multikolinearity, jika nilai koefisien korelasi antar variabel bebasnya 0,8 atau r > 0,8.

3.7.2 Autokorelasi (Serial Correlation)

Serial Correlation didefinisikan sebagai korelasi antara anggota

serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu dan ruang.

Autokorelasi terjadi bila error term (µ) dari waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila : variabel (ei,ej) ≠ 0; untuk i ≠ j, dalam hal ini dikatakan memiliki masalah autokorelasi.

Ada beberapa cara untuk mengetahui keberadaan autokorelasi, yaitu: 1. Dengan menggunakan atau memplot grafik.

2. Dengan uji Durbin-Watson (D-W Test) 3. Dengan menggunakan h-statistik (h-stat) 4. Dengan Uji LM-Test

Untuk mendeteksi adanya autokorelasi dalam model penelitian ini, dilakukan uji Durbin Watson (D-W Test), Uji D-W ini dirumuskan sebagai berikut:

D-hitung =

(

)

− −

t e

e

e t

2 2 1 1


(67)

Dengan Hipotesis sebagai berikut : H0 : ρ=0, Artinya tidak ada autokorelasi Ha : ρ ≠0, Artinya ada autokorelasi

Dengan jumlah sampel tertentu dan jumlah variabel independen tertentu diperoleh nilai kritis dl dan du dalam tabel distribusi Durbin-Watson

untuk berbagai nilai ⍺. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut:

Gambar 3.3 : Uji D-W

Keterangan:

(4 – dl) < DW < 4 : Tolak H0 ( terdapat autokorelasi negatif ) (4 – du) < DW < (4-dl) : Tidak ada kesimpulan

2 < DW < (4-du) : Terima H0 ( tidak ada autokolerasi ) du < DW < 2 : Terima Ho ( tidak ada autokorelasi ) dl < DW < du : Tidak ada kesimpulan ( inconclusive ) 0 < DW < dl : Tolak Ho ( terdapat autokorelasi positif ) 3.8 Definisi Operasional

Autokorelasi (+)

Inconclusive

Ho diterima Tidak ada autokorelasi

Inconclusive


(68)

1. Reksa Dana adalah suatu sarana bagi pemodal baik perorangan maupun institusi yang ingin melakukan investasi di pasar modal namun mempunyai keterbatasan dalam bidang pasar modal , dinyatakan dalam Triliun Rupiah.

2. Suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) adalah suku bunga Sertifikat Bank Indonesia yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebagai balas jasa atas pembelian Sertifikat Bank Indonesia dan juga biaya modal yang harus dikeluarkan perusahaan untuk menggunakan dana dari pemodal, dinyatakan dalam bentuk persen pertiga bulan.

3. Produk Domestik Bruto (PDB) adalah pendapatan total yang diperoleh suatu negara secara domestik, termasuk pendapatan yang diperoleh faktor-faktor produksi yang dimiliki asing di negara tersebut. Dalam hal ini PDB yang digunakan adalah PDB harga konstan, dinyatakan dalam Triliun Rupiah.

4. Nilai Tukar adalah harga mata uang suatu negara terhadap negara lain. Dalam hal ini nilai tukar rupiah terhadap dollar AS yang dinyatakan dalam Rupiah.


(69)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA

4.1 Perkembangan Reksa Dana di Indonesia

Reksa dana merupakan sarana investasi bagi investor untuk dapat berinvestasi ke berbagai instrumen investasi yang tersedia di pasar. Melalui reksa dana, investor sudah tidak perlu repot lagi dalam mengelola portofolio investasinya sendiri.

Reksa dana di Indonesia mulai dikenal di Indonesia sejak tahun 1995 setelah diberlakukannya undang – undang no.08 tahun 1995 tentang pasar modal dan peraturan pelaksanaannya dan mulai berkembang pada tahun 1996. Reksa dana pada tahun 1996 berjumlah 25 reksa dana, kemudian setelah satu dasawarsa jumlah dari reksa dana meningkat yakni pada tahun 2006 sebesar 3370 reksa dana. Jumlah reksa dana tersebut terdiri dari reksa dana saham, reksa dana pendapatan tetap, reksa dana pasar uang, dan reksa dana campuran.

Sebagai sarana investasi, reksa dana diharapkan akan memudahkan masyarakat luas dalam berinvestasi di pasar modal. Perkembangan reksa dana tersebut mulai menunjukkan peningkatan yang berarti yakni peningkatan total dana yang berhasil di himpun dari pemilik modal yang juga disebut nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana. Peningkatan nilai aktiva bersih (NAB) reksa dana tersebut terlihat pada tahun 2001. Jumlah maupun jenis reksa dana yang terbit di Indonesia yang cenderung meningkat tersebut diharapkan membuat pemodal mempunyai lebih banyak alternatif pilihan dalam berinvestasi pada reksa dana. Namun peningkatan tersebut tidak diiringi dengan keterbukaan informasi mengenai reksa dana dan


(1)

Data Variabel Skripsi

Periode Total NAB Suku Bunga SBI Total PDB Nilai Tukar

(Rp Triliun) (%) (Rp Triliun) (Rp/US$)

2001

Triwulan I 9,47 15,82 356,11 10.425

Triwulan II 7,68 16,65 360,53 11.390

Triwulan III 7,45 17,57 367,52 9.715

Triwulan IV 7,39 17,62 356,24 10.400

2002

Triwulan I 43,05 16,76 368,65 9.825

Triwulan II 43,89 15,11 375,72 8.713

Triwulan III 49,61 13,22 387,92 9.000

Triwulan IV 50,77 12,99 372,93 8.950

2003

Triwulan I 59,53 11,40 386,74 8.902

Triwulan II 69,65 9,53 394,62 8.275

Triwulan III 70,63 8,66 405,61 8.395

Triwulan IV 78,93 8,31 390,20 8.420

2004

Triwulan I 90,72 7,42 402,60 8.564

Triwulan II 99,62 7,34 411,94 9.400

Triwulan III 10,38 7,39 423,85 9.155

Triwulan IV 116,28 7,43 418,13 9.270

2005

Triwulan I 40,26 7,44 426,61 9.465

Triwulan II 30,23 8,25 436,12 9.760

Triwulan III 25,4 10,00 448,60 10.300

Triwulan IV 21,4 12,75 439,48 9.830

2006

Triwulan I 42,76 12,73 448,49 9.070

Triwulan II 47,62 12,50 457,64 9.263

Triwulan III 53,66 11,25 474,90 9.223

Triwulan IV 65,15 9,75 460,10 8.994

2007

Triwulan I 77,79 9,00 475,64 9.121

Triwulan II 84,05 8,75 488,42 9.025

Triwulan III 95,73 8,25 506,93 9.105

Triwulan IV 108,45 8,00 493,33 9.238

2008

Triwulan I 81,55 7,96 505,20 9.260

Triwulan II 813 8,73 519,20 9.275

Triwulan III 77,93 9,71 538,56 9.223

Triwulan IV 56,85 10,83 519,35 11.048

2009

Triwulan I 75,03 8,74 528,07 11.637

Triwulan II 90,8 7,46 540,36 10.426

Triwulan III 103,97 6,66 561,00 9.887

Triwulan IV 109,64 6,59 547,54 9.494


(2)

Dependent Variable: LY Method: Least Squares Date: 11/09/10 Time: 19:50 Sample: 2001:1 2009:4 Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 30.58776 7.640243 4.003506 0.0003 LX1 -1.269566 0.321277 -3.951626 0.0004 LX2 1.948624 0.667685 2.918478 0.0064 LX3 -3.887043 0.918782 -4.230649 0.0002 R-squared 0.775459 Mean dependent var 3.935684 Adjusted R-squared 0.754408 S.D. dependent var 0.783987 S.E. of regression 0.388522 Akaike info criterion 1.051507 Sum squared resid 4.830389 Schwarz criterion 1.227454 Log likelihood -14.92713 F-statistic 36.83759 Durbin-Watson stat 1.887647 Prob(F-statistic) 0.000000


(3)

Uji Multikolinearitas

Uji Variabel LXI terhadap LX2 dan LX3

Dependent Variable: LX1 Method: Least Squares Date: 11/09/10 Time: 19:51 Sample: 2001:1 2009:4 Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -0.499134 4.138804 -0.120598 0.9047 LX2 -1.460689 0.257340 -5.676101 0.0000 LX3 1.277958 0.445352 2.869546 0.0071 R-squared 0.524036 Mean dependent var 2.308357 Adjusted R-squared 0.495190 S.D. dependent var 0.296289 S.E. of regression 0.210513 Akaike info criterion -0.198881 Sum squared resid 1.462422 Schwarz criterion -0.066921 Log likelihood 6.579856 F-statistic 18.16649 Durbin-Watson stat 0.334870 Prob(F-statistic) 0.000005


(4)

Uji Variabel LX2 terhadap LX1 dan LX3

Dependent Variable: LX2

Method: Least Squares Date: 11/09/10 Time: 19:52 Sample: 2001:1 2009:4 Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 1.689970 1.970107 0.857806 0.3972 LX1 -0.338200 0.059583 -5.676101 0.0000 LX3 0.565608 0.218373 2.590107 0.0142 R-squared 0.505749 Mean dependent var 6.086960 Adjusted R-squared 0.475794 S.D. dependent var 0.139906 S.E. of regression 0.101295 Akaike info criterion -1.661906 Sum squared resid 0.338602 Schwarz criterion -1.529946 Log likelihood 32.91431 F-statistic 16.88385 Durbin-Watson stat 0.265653 Prob(F-statistic) 0.000009


(5)

Uji Multikolinearitas

Uji LX3 terhadap LX1 dan LX2

Dependent Variable: LX3 Method: Least Squares Date: 11/09/10 Time: 19:52 Sample: 2001:1 2009:4 Included observations: 36

Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C 6.975294 0.788072 8.851091 0.0000 LX1 0.156261 0.054455 2.869546 0.0071 LX2 0.298699 0.115323 2.590107 0.0142 R-squared 0.218269 Mean dependent var 9.154171 Adjusted R-squared 0.170892 S.D. dependent var 0.080843 S.E. of regression 0.073612 Akaike info criterion -2.300371 Sum squared resid 0.178816 Schwarz criterion -2.168411 Log likelihood 44.40667 F-statistic 4.607008 Durbin-Watson stat 0.775201 Prob(F-statistic) 0.017197


(6)

Correlation Matrix

LY LX1 LX2 LX3

LY 1.000000 -0.798824 0.592125 -0.464734 LX1 -0.798824 1.000000 -0.636609 0.243617 LX2 0.592125 -0.636609 1.000000 0.152343 LX3 -0.464734 0.243617 0.152343 1.000000