Ketahanan Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus) Terhadap Marine Borers Pada Kedalaman Laut Yang Berbeda

KETAHANAN KAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus)
TERHADAP MARINE BORERS PADA KEDALAMAN LAUT
YANG BERBEDA

LORA SEPTRIANDA PUTRI

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul ketahanan kayu
nangka (Artocarpus heterophyllus) terhadap marine borers pada kedalaman
laut yang berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi

ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
Lora Septrianda Putri
NIM E24090007

ABSTRAK
LORA SEPTRIANDA PUTRI. Ketahanan Kayu Nangka (Artocarpus
heterophyllus) Terhadap Marine Borers Pada Kedalaman Yang Berbeda.
Dibimbing oleh LINA KARLINASARI dan MOHAMMAD MUSLICH.
Indonesia adalah negara maritim, infrastruktur kelautan seperti kapal dan
bangunan kelautan sangat penting. Penggunaan kayu untuk tujuan ini berasal dari
hutan alam sehingga perlu mencari kayu alternatif dari hutan tanaman. Spesies
Artocarpus heterophyllus (kayu nangka) dari hutan rakyat dipilih karena memiliki
keawetan yang baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi serangan
penggerek kayu (marine borers) terhadap kayu nangka pada kedalaman laut yang
berbeda, dan untuk menentukan sifat fisis mekanis kayu setelah direndam. Lokasi
penelitian adalah di Pulau Rambut. Contoh uji yang digunakan berukuran 30 cm x
5 cm x 2.5 cm dengan total 24 contoh uji. Semua contoh uji disusun dengan tali

tambang dan direndam pada kedalaman 5 cm berada di atas permukaan laut, 10
cm dan 42 cm dari permukaan laut selama 3 bulan. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa contoh uji 5 cm berada di atas permukaan laut dikategorikan sangat tahan
terhadap marine borers dan pada kedalaman 10 cm dan 42 cm dari permukaan
laut dikategorikan tahan terhadap marine borers. Kerapatan contoh uji kondisi
basah setelah direndam adalah 1.02 g/cm3, sedangkan kerapatan contoh uji
kondisi kering udara adalah 0.6 g/cm3. Nilai sifat mekanis contoh uji lentur MOE
dan MOR berbeda nyata antara contoh uji kontrol dan contoh uji setelah
direndam. Namun, kedalaman perendaman contoh uji tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai mekanisnya.
Kata kunci: Intensitas serangan marine borers, Karakteristik fisis mekanis dan
Kayu nangka (Artocarpus heterophyllus)

ABSTRACT
LORA SEPTRIANDA PUTRI. The Resistance of Jackfruit Wood (Artocarpus
heterophyllus) on Marine Borers at Different Depth. Supervised by LINA
KARLINASARI and MOHAMMAD MUSLICH.
As a maritime country, marine infrastructure such as ship and marine
building are very important in Indonesia. The use of wood for this purpose has
been supplied from natural forests so that it needs to find alternative timber from

plantation forests. Artocarpus heterophyllus known as jackfruit wood from
community forest was chosen because it has good durability. This study were
aimed to identify the resistance of jackfruit wood against wood borers attack
(marine borers) at different sea depths, and to determine physical and mechanical
properties of wood after immersion. The research location was at Rambut island.
The samples used were in dimension 30 cm x 5 cm x 2.5 cm for totally 24
sampels. All samples were then assembled with rope and submerged at a depth of
5 cm above sea level, and 10 cm and 42 cm below the sea for 3 months. The
results showed that the wood samples soaked in the sea for 3 months were

considered highly resistant on marine borers attack in wood 5 cm above sea level
and categorized in resistant timber at a depth of 10 cm and 42 cm from the surface
of the sea. The density value in wet condition after immersion treatment was
about 1.02 g/cm3, meanwhile the density of dry wood was 0.6 g/cm3. There were
found a significant different value of MOE and MOR between control wood and
immersion treatment wood samples. However, the depth of immersion was not
affected on those mechanical properties value.
Keywords: Intensity attack of marine borers, Jackfruit wood, and Physical
mechanical properties of wood.


KETAHANANKAYU NANGKA (Artocarpus heterophyllus)
TERHADAP MARINE BORERS PADA KEDALAMAN LAUT
YANG BERBEDA

LORA SEPTRIANDA PUTRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Teknologi Hasil Hutan

DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Ketahanan Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus) Terhadap
Marine Borers Pada Kedalaman Laut Yang Berbeda

Nama
: Lora Septrianda Putri
: E24090007
NIM

Disetujui oleh

Drs Mohammad Muslich, MSc
Pembimbing II

Pembimbing I

n Darmawan MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

l 8 EC 2013

Judul Skripsi :Ketahanan Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus) Terhadap

Marine Borers Pada Kedalaman Laut Yang Berbeda
Nama
: Lora Septrianda Putri
NIM
: E24090007

Disetujui oleh

Dr Lina Karlinasari, SHutMScF
Pembimbing I

Drs Mohammad Muslich,MSc
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir I Wayan Darmawan, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei 2013 ini ialah marine
borers, dengan judul ketahanan kayu nangka (Artocarpus heterophyllus) terhadap
marine borers pada kedalaman laut yang berbeda.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Lina Karlinasari, SHutMScF dan
DrsMohammad Muslich, MSc selaku pembimbing. Di samping itu, penghargaan
penulis sampaikan kepadaProf Dr Ir Bambang Hero Saharjo, MAgr;Dr Ir Lailan
Syaufina,MSc;Dra Sri Rulliaty, MSc;Ahmad Ridho, SIk;Fahmi Rahmansyah, SIk;
Ade Ayu Mustika, SIk;Heraldy Risva Siregar,SHut;Dian Pratiwi, Sp; dan Romi
Trimardona Lase,SHutatas jasa-jasanya. Ungkapan banyak terima kasih saya
sampaikan kepada ayah (Ahmad Lubis), ibu (Rifna Nasution SE), serta seluruh
keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, Desember 2013
Lora Septrianda Putri


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan Penelitian

1

Manfaat Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Deskripsi perairan Pulau Rambut

2

Deskripsi penggerek kayu (marine borers) di laut

2


Kayu nangka (Artocarpus heterophyllus)

3

METODE

3

Waktu dan Tempat

3

Alat dan Bahan

3

Prosedur Analisis Data

4


Pengukuran Kualitas Perairan Pulau Rambut

4

Pengujian Sifat Fisis Kayu

4

Pengujian Sifat Mekanis Kayu

5

Pengamatan Marine Borers

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Kondisi Kualitas Perairan Pulau Rambut

7

Sifat Fisis Kayu Yang Tidak Direndamdi Laut

7

Sifat Fisis Kayu Setelah Direndamdi Laut

8

Sifat Mekanis Kayu yang tidak direndam dan Direndamdi Laut

9

Intensitas Serangan Marine Borers di Laut

10

Organisme Penyerang Kayu (Marine Borers)

13

SIMPULAN DAN SARAN

16

Simpulan

16

Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

19
22

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7

Metode dan alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas
perairan Pulau Rambut
Tingkat intensitas serangan marine borers
Hasil pengamatan parameter fisika dan kimia di perairan
Pulau Rambut
Sifat fisis kayu nangka yang tidak direndam di laut
Nilai rataan sifat fisis kayu setelah direndam di laut
Sifat mekanis kayu nangka yang tidak direndam dan
Direndam di laut
Intensitas serangan marine borers pada kayu nangka

4
6
7
7
8
9
11

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7

Penyusunan contoh uji
Serangan marine borers pada kedalaman laut berbeda
Bentuk serangan marine borers
Organisme penyerang kayu famili Teredinidae
Organisme penyerang kayu famili Pholadidae
Bentuk serangan makro dan mikro famili Teredinidae
Bentuk serangan makro dan mikro famili Pholadidae

6
12
12
13
14
14
15

DAFTAR LAMPIRAN
1

Intensitas serangan marine borers

2
3

MOE
MOR

19
19
20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara maritim,75% dari luas wilayahnya merupakan
lautan dan terdiri dari pulau-pulau.Penggunaan alat transportasi seperti kapal kayu,
dermaga, tiang pancang dan bangunan di laut sebagian besar terbuat dari
kayu.Kayu yang digunakan tidak lepas dari serangan organisme penggerek di laut
yang disebut dengan marine borers.Organismeini merusak kayu sebagai tempat
tinggal (shelter) atau sebagai makanannya (Haygreenet al.2003)dan berkembang
pesat di daerah tropis serta dapat ditemukan sepanjang tahun (Suhirman &
Nunik1987).Muslich & Sumarni (1987) menyatakan bahwa sebagian besar kayu
yang direndam di perairan Pantai Utara Jawa dalam waktu tiga bulan sudah
mendapat serangan berat oleh Pholadidae dan Teredinidae dari golongan
Mollusca.Kerusakan akibat serangan marine borersakan mengurangi kekuatan
dan umur pakai kayu.Kerugian akibat serangan marine borers di Indonesia dapat
mencapai empat puluh milyar rupiah per tahun (Suhirman & Nunik 1987).
Kayu yang biasa digunakan di laut adalah dari jenis jati (Tectona grandis),
bangkirai (Shorea laevifolia), sonokeling (Dalbergia latifolia),kruing
(Dipterocarpus sp), nyatoh (Palaquium javense)serta kayu lainnyayang berasal
dari hutan alam (Martawijaya et al. 1981). Kebutuhan akan kayu tersebut setiap
tahun meningkat, sedangkan persediaannya semakin terbatas. Penggunaan kayu
secara berlebihan akan mengarah pada eksploitasi hutan yang dapat mengancam
kelestarian hutan. Tekanan terhadap hutan alam sebagai pemasok kayu terbesar
dapat dikurangi dengan pemanfaatan kayu alternatif atau kayu substitusi yang
berasal dari hutan rakyat seperti kayu nangka (Artocarpus heterophyllus). Kayu
nangka memiliki berat jenis rataan sebesar 0,61 dengan kelas awet II-III dan kelas
kuat II-III (Seng 1990). Menurut Verheij & Coronel (1997), kayu nangka
tergolong ke dalam kayu setengah keras, tahan terhadap serangan rayap, tahan
terhadap pembusukan jamur dan bakteri, mudah dikerjakan dan akan mengkilap
bila disemir.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menguji ketahanan kayu nangka (A.
heterophyllus) terhadap serangan marine borers pada kedalamanlaut yang berbeda
serta mengetahui sifat fisis dan mekanis kayu setelah direndam di laut.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi tentang ketahanan
kayu nangka (A. heterophyllus) terhadap serangan marine borersuntuk digunakan
sebagai kayu substitusi bangunan kelautan.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Perairan Pulau Rambut
Pulau Rambut ditetapkan sebagai Suaka Margasatwa oleh Menteri
Kehutanan dan Perkebunan nomor : 275/Kpts-II/1999 tanggal 7 Mei 1999 dengan
luas ± 90 ha. Secara geografis terletak pada 106.50 41’ 30” BT dan 5.50 58’ 30”
LS.Suaka Margasatwa Pulau Rambut merupakan pulau karang berpayau yang
ditumbuhi berbagai jenis tumbuhan bakau, hutan pantai, dan hutan sekunder
campuran.Pepohonan yang terdapat di kawasan ini merupakan tempat
bersarangnya berbagai jenis burung.Tingkat keanekaragaman burung yang tinggi
sehingga pulau ini dikenal sebagai pulau surga burung.
Pulau Rambut mempunyai salinitas 31–33 permil, temperatur sekitar 28–
310C, dengan gelombang sekitar 1–1.5 m dan kecepatan arus sekitar 0.18–0.31
m/detik (Muslich dan Sumarni 2008).Perubahan salinitas, temperatur, arus, dan
gelombang pada setiap tahunnya relatif stabil dan tidak menunjukkan perbedaan
yang mencolok sehingga populasi penggerek kayu di perairan tersebut dapat
berkembang dengan baik, oleh karena itu perairan tersebut layak untuk pengujian
kelas awet kayu terhadap organisme penggerek (marine borers)di laut (Muslich
&Sumarni 1988).Temperatur merupakan sarana penting selama musim kawin dan
setiap spesies mempunyai temperatur optimum untuk bertelur dan perkembangan
larvanya, sedangkan gelombang dan arus laut untuk mengatur sirkulasi perairan
dan menetralisirkan adanya pencemaran air laut sehingga menguntungkan bagi
pertumbuhan dan perkembangan penggerek di laut (Muslich & Sumarni 2008).
Deskripsi Penggerek Kayu (Marine Borers) di Laut
Muslich (1988) menyatakan bahwa marine borersmerupakan invertebrata
yang menggerek kayu serta benda-benda keras lainnya di laut dan di perairan
payau sebagai habitat tempat menempel dan mencari makan.Lama hidupmarine
borerssekitar 1 hingga beberapa tahun tergantung spesiesnya (Meton1957; Barnes
1963; Hunt &Garrat 1967; Widagdo 1993). Marine borers di laut terbagi atas 2
golongan yaitu: Moluska (Teredo, Bankia, dan Martesia) dan Crustasea
(Limnoria, Chelura, danSphaeroma). Famili Teredinidae terdiri dari genus
Teredodan Bankiayang disebut cacing kapal dan famili Pholadidae terdiri dari
genus Martesia striata dan Xylophaga. Teredinidae merusak kayu sebagai sumber
makanannya sehingga kerusakan kayu sampai kebagian dalam kayu (Turner
1966), pada permukaan kayu ditemukan sedikit lubangtetapi dibagian dalam kayu
menyerupai sarang lebah (South & Bultman 1971).Teredinidae dapat berkembang
pada air dengan salinitas antara 20-32 per mill dan lebih banyak ditemukan
diperairan tropis. Marine borersakan mati dalam beberapa minggu pada salinitas
dibawah 5%(Eaton 1982 dalam Muslich 1993).
Pholadidaemerusak kayu karena kayu digunakan sebagai tempat tinggal
(Muslich dan Sumarni1987).Organisme ini tubuhnya berada dalam cangkang yang
memiliki panjangkurang lebih 1.5 inci = 3.75 cm dan diameter 0.75 inci = 2cm
(Eaton 1982 dalam Muslich1993). Martesia yang masih muda berenang bebas dan
masuk kedalam kayu dengan membuat lubang kecil pada permukaan kayu
(Atwood &Johnson 1924). Dinding lubang gerek tidak dilapisi zat kapur,tidak

3
memiliki palet dan panjang lubangnya sekitar 3-8 kali panjang cangkang (Meton
1957).
Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)
Tanaman nangka (A. heterophyllus) termasuk ke dalam famili
Moraceaeyang dibudidayakan di seluruh Asia yang beriklim tropik.Rukmana
(1997) menyatakan bahwa tanaman nangka membutuhkan temperatur minimum
antara 160C-210C dan maksimum 310C-320C, curah hujan 1.500-2.400 mm/tahun
dan kelembaban udara 50%-80%.Kayu nangka merupakan produk sampingan dari
tanaman nangka yang diambil buahnya serta di Pulau Jawa kayu nangka
digunakan untuk tiang bangunan, bahan mebeul, lesung, dan kentongan (Heyne
1987).Kayu nangka termasuk kayu setengah keras, tahan terhadap serangan rayap,
tahan terhadap pembusukan jamur dan bakteri, mudah dikerjakan dan mengkilap
bila disemir (Verheij & Coronel 1997).
Kandungan bagian teras nangka termasuk besar, semakin besar persentase
bagian teras maka semakin awet kayu tersebut(Isrianto 1997).Kayu nangka
mempunyai berat jenis 0.66 g/cm3, kayunya keras, termasuk dalam kelas kuat II,
kelas awet II–III, dan memiliki sifat kimia sebagai berikut: kadar selulosa 56.3%,
kadar lignin 21.4%,kadar abu 1.2% (Murwentianto2003) dan tidak memiliki silika
(Burgess 1989 dalam Isrianto 1997).Murwentianto (2003) menyatakan bahwa
kayu nangka mengandung zat ekstraktif yang disebut dengan morine.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Mei sampai September 2013di Suaka
Margasatwa Pulau Rambut; Laboratorium Anatomi di Pusat Penelitian dan
Pengembangan Keteknikan Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan
(PUSTEKOLAH),Laboratorium Peningkatan Mutu Kayu dan Laboratorium
Keteknikan Kayu Departemen Hasil Hutan Fakultas Kehutanan serta
Laboratorium Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut
Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer,
salinometer,pH meter,mikroskop cahaya, kamera, kaliper, oven, timbangan
elektrik, kaca preparat, pinset, tabung reaksi, desikator, komputer, kalkulator, alat
tulis, label, water bath, mikrotom, dan Universal Testing Machine (UTM) merk
Instron 3369.Bahan bakuyang digunakan adalah kayu nangka (A. heterophyllus)
yang berumur sekitar 25 tahun dari hutan rakyat Dramaga, Bogor. Bahan kimia
yang dipakai adalah gliserol, aquades, safranin, alkohol, karbolxylol, toluena,
etanol, dan etilen untuk identifikasi dinding sel kayu yang diserang marine borers.

4
Prosedur Analisis Data
Pengolahan data dilakukan dengan rancangan acak lengkap (RAL)untuk
mengetahui pengaruh kedalaman kayuterhadap serangan marine borersdilautserta
mengetahui perubahan sifat fisismekanis akibat serangan tersebut. Uji lanjut
Ducan dilakukan untuk mengetahui pengaruh yang berbeda nyata setelah
direndam.
Metodologi Penelitian
Pengukuran Kualitas Perairan Pulau Rambut
Metode kerja untuk pengukuran parameter fisika dan kimia di lingkungan
perairan Pulau Rambut seperti pada Tabel 1.
Tabel 1 Metode dan alat yang digunakan dalam pengukuran kualitas perairan
Pulau Rambut
Parameter
Unit
Alat/metode
A. Fisika
0

C
m/s

Thermometer
Pengukuran jarak
terhadap waktu

Ppm
Ppm

pH meter
Salinometer

1 Suhu
2 Arus
B. Kimia

1 pH
2 Salinitas

Pengujian Sifat Fisis Kayu
Sifat fisis diuji terhadap contoh ujiyang tidak direndam (kontrol) dan contoh
uji yang sudah direndam di laut. Sifat fisis yang diuji terdiri darikadarair (KA),
kerapatan, dan berat jenis (BJ). Contoh uji berukuran panjang5 cm, lebar2 cm, dan
tebal 2 cm. Contoh uji diukur dimensinya lalu ditimbang berat awalnya, kemudian
dioven selama 24 jam pada suhu 103 ± 2 ºC hingga mencapai berat konstan,
selanjutnya dimasukkan ke dalam desikator sampai suhunya stabil dan ditimbang
sebagai berat kering tanur (BKT). Kadar air, kerapatan,dan berat jenis contoh uji
dihitung berdasarkan persamaan berikut:
;

3

dimanaKA adalah kadar air (%), adalah kerapatan contoh uji (g.cm-3), BJ adalah
berat jenis, BB adalah berat awal (g), BKT adalah berat kering tanur (g), volume
adalah volume kering udara contoh uji (m3).

5
Pengujian Sifat Mekanis Kayu
Sifat mekanis diuji terhadap contoh ujiyang tidak direndam (kontrol) dan
yang sudah direndam di lautberukuran panjang 30 cm, lebar 2 cm dan tebal 2 cm.
Pengujian sifat mekanis contoh uji menggunakan Standar Inggris (BS-373-1957)
untuk menentukan nilai keteguhan lentur (modulus of elasticity/MOE) dan
keteguhan patah (modulus of rupture/MOR) dengan menggunakan Universal
Testing Machine (UTM) Instron. MOE dan MOR ditentukan berdasarkan
persamaan berikut:
2)

(
(

)

dimana MOE adalah Modulus of elasticity (kg.cm-2), MOR adalah Modulus of
rupture(kg.cm-2), P adalah perubahan beban (kg), L adalah jarak sangga (cm),
y adalah perubahan defleksi pada perubahan beban (cm), b adalah lebar contoh
uji (cm), dan h adalah tebal contoh uji (cm).
Pengamatan Marine Borers
Penelitian ini menggunakan contoh uji berupa balok-balok kayu yang
dikeringkan sampai kering udara. Contoh uji berukuran panjang 30 cm, lebar 5 cm,
dantebal 2.5 cm serta bagian tengah dilubangi dengan diameter 1.5 cm (SNI 017207-2006). Contoh uji tersebutberjumlah24dengan 8 kali ulangan pada tiga
kedalaman yang berbeda. Semua contoh uji disusun satu sama lain dengan
caramemasukkan tali tambangpada lubang dibagian tengah contoh uji dan
dipasang selang plastik dengan panjang 2.5 cm sebagai sekat di antara contoh uji
lalu diikat di tiang dermaga pada kondisi laut sedang surut agar memudahkan
dalam proses pemasangan contoh uji (Muslich & Sumarni1987). Contoh uji yang
sudah disusundirendam di laut secara horizontal pada tiga kedalamanberbeda
yaitu 5 cm contoh uji berada di atas permukaan laut, kedalaman10 cm dan 42 cm
contoh uji dari permukaan laut berdasarkan modifikasi dari penelitian Bjordal dan
Nilsson (2007)(Gambar 1). Pemasangan contoh uji dilakukan pada pagi hari pukul
10.00 sejauh 17 meter dari pinggir pantai. Contoh uji diambil setelah 3 bulan dan
dilakukan pengamatan kerusakan kayu dengan membelah menjadi dua bagian
serta dinilai intensitas serangannya (Tabel 2).
Intensitas serangan dapat diperoleh melalui rumus sebagai berikut:
LA
x100
LB
dimana IS adalah intensitas serangan marine borerspada contoh uji, LA adalah
luas permukaanyang terserang, dan LB adalah luas total permukaancontoh uji.

IS (100 %) =

6

Selang plastik
Tiang dermaga

contoh uji

Permukaan laut

Tali tambang

u

5 cm

10 cm

42 cm

Gambar 1 Penyusunan contoh uji

Tabel 2 Tingkat intensitas serangan marine borers
Kelas

Intensitas serangan
(persen)

Selang intensitas serangan

80

Sangat tahan
Tahan
Sedang
Buruk
Sangat Buruk

I
II
III
IV
V
Sumber: SNI 01-7207-2006

Identifikasi jenis marine borers yang menyerang contoh uji dilakukan dengan
pengamatan organismenya berupa struktur cangkuk, bentuk palet dan bekas
lubang gerek pada contoh uji sesuai dengan kunci identifikasi yang disusun
Turner (1966 dan 1971).

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Kualitas Perairan Pulau Rambut
Pengukuran parameter fisika (suhu dan arus) dan kimia (salinitas dan pH) di
perairan Pulau Rambut dilakukan pada tanggal 22 Agustus 2013. Parameter yang
diamati meliputi suhu, arus, pH, dan salinitas dilakukan pada pagi hari pukul
09.00. Hasil pengamatan rataan parameter tersebut seperti pada Tabel 3.
Tabel 3Hasil pengamatan parameter fisika dan kimia di perairan Pulau Rambut
No
Parameter
Nilai
0
1.
Suhu ( C)
29
2.
Arus (m/s)
0.36
3.
pH
7.64
4.
Salinitas (ppm)
31
Tabel 3 menunjukkan bahwa temperatur perairan sebesar 29 0C, arus 0.36
m/s, pH 7.635 dan salinitas (kadar garam) 31 ppm. Kondisi perairan yang
demikian tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian Muslich dan Sumarni (2008)
dimana dalam kondisi tersebut terjadi pengaturan sirkulasi yang baik untuk
menetralisir adanya pencemaran di lautsehinggamarine borers dapat berkembang
dengan baik. Turner (1966) menyatakan bahwa temperatur dan salinitas
merupakan faktor pembatas untuk berkembang biak organisme marine borers.
Temperatur merupakan sarana penting selama musim kawin dan setiap spesies
mempunyai temperatur optimum untuk bertelur dan perkembangan larvanya.
Hewan ini sangat besar serangannya pada musim panas dimana aktifitas marine
borersberbanding lurus dengan peningkatan suhu perairan. Setiap spesies
memiliki batas toleransi kelangsungan hidup pada salinitas tertentu yaitu pada
salinitas < 5 ppm marine borers akan mati. Gerakan aruspun berubah setiap waktu,
semakin kuat arusdan gelombang mengakibatkan larva marine borerssulituntuk
menempel pada kayu. Nilai pH yang diperoleh merupakan kondisi yang baik bagi
perkembangan organisme perairan laut.
Sifat Fisis Kayu yang Tidak Direndam di Laut (Kontrol)
Haygreenet al.(2003)menyatakan bahwa sifat fisis kayu yang terpenting
adalah kadar air, kerapatan, dan berat jenis. Sifat fisis kayu yang diukur dalam
penelitian ini meliputi KA, kerapatan dan BJ kayu seperti pada Tabel 4.
Tabel 4 Sifat fisis kayu nangka yang tidak direndam di laut
Nilai (n=6)
Kadar air (%)
Kerapatan (g/cm3)
Rataan
12.58
0.62
Min
10.75
0.58
Max
13.98
0.68
Keterangan: n adalah jumlah ulangan contoh uji

BJ
0.55
0.54
0.61

8
Tabel 4menunjukkan kayu nangka memiliki KA rataan sebesar
12.58%.Kadar air yang diperoleh merupakan KA kesetimbangan (KAK) yang
menunjukkan bahwa kayu berada dalam keseimbangan dengan suhu dan
kelembaban sekelilingnya. Kadar air kayu pada keadaan ini tidak akan mengikat
dan melepaskan uap air di sekitarnya kecuali terjadi perubahan kelembaban dan
suhu di sekitarnya. Kadar air hasil penelitian dikatakan setimbang (stabil) karena
di Indonesia KAK berkisar antara 12%-20% dan di Bogor sekitar 15% (Harijadi
2009).
Berat jenis (BJ) adalah nilai perbandingan antara kerapatan kayu dengan
kerapatan benda standar dengan menggunakan air destilata pada suhu 40C yang
mempunyai kerapatan 1 gram/cm3 (Brown et al. 1952). Berat jenis rataan kayu
nangka sebesar 0.55 sehingga digolongkan ke dalam kelas kuat (KK) III yang
memiliki kisaran nilai BJ antara 0.4-0.6 (Seng1990).Berat jenis kayu penting
sehubungan dengan penggunaannya (Pandit &Ramdan 2002).Kerapatan kayu
adalah rasio antara massa atau berat kayu dengan volumenya yang dinyatakan
dalam kg/m3 atau g/cm3 (Bowyer et al. 2003).Kerapatan rataan kayu yang
dihasilkan sebesar 0.62g/cm3.
Sifat Fisis Kayu Setelah Direndam di Laut
Hasil rataan perhitungan sifat fisis kayu berupa kadar air (KA), berat jenis
(BJ) dan kerapatan kayu setelah direndam di laut seperti pada Tabel 5.
Tabel5Nilai rataan sifat fisis kayu setelah direndam di laut
Kondisi basah
Kondisi kering udara
Kedalaman
Kerapatan
Kerapatan
KA (%)
BJ
KA (%)
BJ
3
(g/cm )
(g/cm3)
5 cm
102.90
0.52
1.00
16.04
0.52
0.60
10 cm
106.38
0.48
1.02
15.15
0.51
0.59
42 cm
115.42
0.48
1.03
16.76
0.50
0.59
Tabel 5 menunjukkan bahwa KA kayu meningkat setelah direndam di laut.
Kadar air kayu pada kondisi basah meningkat sebesar 102.90% pada kayuyang
berada 5 cm berada di atas permukaan laut, 106.38% pada kedalaman kayu10 cm
dari permukaan laut dan 115.42% pada kedalaman kayu 42 cm dari permukaan
laut sedangkan KA kayu menurun pada kondisi kering udara sebesar 16.04% pada
kayuyang berada 5 cm di atas permukaan laut, 15.15% pada kedalaman kayu 10
cm dari permukaan laut dan 16.76% pada kedalaman kayu 42 cm dari permukaan
laut. Kadar air kondisi kering udaratersebut merupakan KA kesetimbangan
(KAK) yang menunjukkan bahwa kayu berada dalam keseimbangan dengan suhu
dan kelembaban sekelilingnya.
Nilai BJ kayu dalam kondisi basah yaitu 0.52 pada kayu yang berada 5 cm
di atas permukaan laut, 0.48 pada kedalaman kayu 10 cm dan 42 cm dari
permukaan laut sedangkan BJ kayu dalam kondisi kering udara sebesar 0.52 pada
kayu yang berada 5 cm di atas permukaan laut, 0.51 pada kedalaman kayu 10 cm
dari permukaan laut dan 0.50 pada kedalaman kayu 42 cm dari permukaan
laut.Berat jenis kayu kondisi basah dan kering tidak berbeda jauh serta masuk
dalam KK III. Kerapatan kayu pada kondisi basah meningkat sebesar

9
1.00g/cm3pada kayu yang berada 5 cm di atas permukaan laut, 1.02g/cm3pada
kedalaman kayu 10 cm dari permukaan laut dan 1.03g/cm3pada kedalaman kayu
42 cm dari permukaan laut sedangkan pada kondisi kering udara kerapatan kayu
menurun menjadi 0.60g/cm3 pada kayu yang berada 5 cm di atas permukaan laut,
0.59g/cm3pada kedalaman kayu 10 cmdan 42 cm dari permukaan laut.Berat jenis
dan kerapatan kayu yang tidak direndam dan direndam dilaut pada kondisi kering
udara tidak berbeda jauh meskipun kayu yang digunakan mendapat serangan
marine borers. Kayu yang direndam di laut diduga dimasuki benda asing seperti
marine borers yang sebagian besar terdapat di dalam kayu, marine borers yang
keluar dari kayu akan meninggalkan palet-palet, serpihan kayu hasil gerekan dan
hasil metabolismenyaseperti zat kapur yang melapisi lubang gerek serta masuknya
garam dan pasir yang mengisi ruang-ruang lubang gerek melalui lubang yang
dibuat marine borers ketika dalam fase larva. Benda asing dalam lubang gerek
mempengaruhi BKT dan berat kering udara sehingga massa kayu yang hilang
akibat serangan marine borers sebanding dengan benda asing yang masuk ke
dalam kayu,oleh karena itu BJ dan kerapatan kayu yang direndam di laut dalam
keadaan stabil.
Sifat Mekanis Kayu Yang Tidak Direndam dan Direndam di Laut
Sifat mekanis kayu merupakan ketahanan kayu terhadap gaya luar yang
dapat merubah bentuk benda (Tsoumis 1991). Sifat mekanis yang diuji pada
penelitian ini adalahmekanis lentur MOE dan MOR.Hasil perhitungan MOE dan
MOR kayu nangka terdapat pada Tabel 6.
Tabel 6 Sifat mekanis kayu nangka yang tidakdirendam dan direndam di
laut
Sifat mekanis
Perlakuan
Rataan
Min
Max
b
Kontrol
78021
76047
79994
MOE
5 cm
47000a
41729
52270
a
(kg/cm2)
10 cm
44836
37665
52006
42 cm
40737a
39606
41867
c
Kontrol
1315
1300
1329
MOR
5 cm
771b
759
782
a
(kg/cm2)
10 cm
583
539
627
42 cm
607a
607
607
Keterangan:huruf berbeda menunjukkan nilai berbeda nyata pada selang kepercayaan
95%

Tabel 6menunjukkan bahwa nilai MOE kayu menurun setelah direndam di
laut. Nilai rataan MOEkayu yang tidak direndam sebesar 78021 kg/cm2sedangkan
setelahdirendam dilaut menurun sebesar47000 kg/cm2padakayuyang berada 5
cmdi atas permukaan laut, 44836 kg/cm2pada kedalaman kayu10 cm dari
permukaan laut dan40737 kg/cm2pada kedalaman kayu 42 cm dari permukaan
laut. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kayu yang tidak direndam dan
direndam di laut berpengaruh nyata terhadap kekakuan lentur (MOE) kayu pada
taraf kepercayaan 95% dan uji lanjutan Ducan menunjukkan bahwa kedalaman
kayu yang direndam tidak berpengaruh nyata terhadap MOEkayu tetapi

10
berpengaruh nyata terhadap kayu yang tidak direndam di laut.Hal ini
disebabkanoleh rapuhnya kayu karena struktur penyusun sel rusak akibat serangan
marine borers. Marine borers secara terus menerus memperpanjang lubang
gereknya di dalam kayu, besar saluran lubang gerek sesuai dengan besar tubuhnya
(Muslich & Sumarni 1988).
Nilai MOR kayu yang tidak direndam sebesar 1315 kg/cm2 sedangkan
setelah direndam menurun sebesar 771kg/cm2 pada kayu yang berada 5 cm di atas
permukaan laut, 583kg/cm2 pada kedalaman 10 cm dari permukaan air laut, dan
607 kg/cm2 pada kedalaman 42 cm dari permukaan air laut. Hasil analisis statistik
menunjukkan bahwa kayuyang tidak direndam dan direndam di laut berpengaruh
nyata terhadap keteguhan patah (MOR) kayupada taraf kepercayaan 95% dan uji
lanjutan Ducan menunjukkan bahwa kedalaman kayu 10 cm dan 42 cm tidak
berpengaruh nyata akan tetapi berpengaruh nyata terhadap kayu yang berada5 cm
di permukaan laut dan kayu yang tidak direndam. Hal ini disebabkan oleh
intensitasserangan marine borers pada kedalaman kayu 10 cm dan 42 cm dari
permukaan laut lebih besar. Keteguhan patah pada kedalaman kayu 10 cm lebih
kecil daripada kedalaman kayu 42 cm dari permukaan laut karena pada kayu
tersebut intensitas serangan marine borers lebih besar pada bagian tengah kayu
sehingga ketika pengujian mekanis diperoleh keteguhan patah yang lebih kecil
namun kayu 5 cm di atas permukaan laut memiliki MOR yang lebih tinggi karena
intensitas serangan marine borers pada kayu tersebut kecil.
Intensitas Serangan Marine Borers di Laut
Intensitas serangan marine borers beragampada setiap kedalaman kayu
yang direndam pada penelitian ini seperti pada Tabel 7.Jumlah lubang pada kayu
akibat serangan marine borers adalah 132 lubang, 346 lubang dan 367 lubang
masing-masing pada kayu yang berada 5 cm di atas permukaanlaut, pada
kedalaman kayu10 cm dan42 cm dari permukaan laut dengan diameter rataan
antara 0.01-0.5 cm (Gambar 2). Bentuk serangan Teredinidae berupa lubang
memanjang sedangkan Pholadidae membentuk lubang melingkar seperti pada
Gambar 3. Rataan intensitas serangan adalah 2.75%,7.25%, dan 7.63% masingmasing pada kayu yang berada 5 cm di atas permukaan laut, pada kedalaman
kayu10 cm dan 42 cm dari permukaan laut. Kayu yang direndam di laut selama 3
bulan dikategorikan sangat tahan dan tahan terhadap serangan marine borers
berdasarkan SNI 01-7207-2006. Standar pengujian lapangan SNI01-7207-2006
dilakukan selama 6 bulan sedangkan pada penelitian ini dilakukan selama 3 bulan.
Penelitian yang dilakukan Nugroho (2007) pada 4 jenis kayu yaitu
rasamala (Altingia excelsa Noronha), nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk),
karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) dan batang kelapa (bagian pangkal, tengah
dan ujung) (Cocos nucifera Linaeus)yang direndam di laut selama 3 bulan
menunjukkan bahwa intensitas serangan marine borers terhadap kayu nangka
termasuk dalam kategori sangat tahan. Kayu tersebut direndam di perairan Pulau
Rambut terletak di bawah garis surut air laut dengan 5x ulangan pada kedalaman
laut yang tidak ditetapkan.

11

Tabel 7 Intensitas serangan marine borers pada kayu nangka
Intensitas serangan
Kedalaman Ulangan
Σ lubang
Teredinidae
Pholadidae
1
25
+++
+++
2
15
+
+
3
21
++
+++
4
10
++
++
5 cm
5
14
+
+
6
18
+
+
7
17
+
+
8
12
++
+
Jumlah
132
Rataan
1
50
+
+++
2
45
+
+++
3
44
++
++
4
42
+
10 cm
5
39
+
+
6
40
+++
+++
7
44
+++
+++
8
42
++
++
Jumlah
346
Rataan
1
46
++
+++
2
43
+
++
3
52
++
+++
4
51
+++
+++
42 cm
5
44
+
++
6
50
+
7
41
+
8
40
++
+++
Jumlah
367
Rataan

IS (%)
4
3
4
2
2
3
3
2
2.75
8
8
7
7
7
7
7
7
7.25
8
7
9
9
7
8
7
7
7.63

Keterangan: (-) tidak ada serangan, (+) serangan sedikit, (++) serangan sedang,dan (+++)
serangan banyak

Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa kedalaman berpengaruh nyata
terhadap intensitas serangan marine borers. Uji lanjutan Ducan menunjukkan
bahwa kayu pada kedalaman 10 cm dan 42 cm dari permukaan laut memiliki nilai
IS tidak berbeda nyata. Hal ini karena pada kedalaman tersebut marine
borersdapat berkembang dengan baik, tidak terganggu oleh faktor lingkungan dan
cocok dengan habitatnya sehingga jumlah serangan lebih besar,namunberbeda
nyata dengan kayu 5 cm berada di atas permukaan laut yang memilikinilai ISlebih
kecil karena diduga cahaya matahari langsung mengenai kayu dan marine
borersserta besarnya arus, ombak dan gelombang pada permukaan laut yang dapat
mengganggu marine borersuntuk menempel di kayu sehingga kesulitan untuk
masuk ke dalam kayu.

12

Lubang
talitambang
contoh uji

Gambar 2Serangan marine borerspada kedalaman laut berbeda. a)
Serangan pada kayu 5 cm berada di atas permukaan
laut, b) Serangan pada kedalaman 10 cm dari
permukaan laut, dan c) Serangan pada kedalaman 42
cm dari permukaan laut.

Gambar 3 Bentuk serangan marine borers. a) Bentuk serangan Teredinidae dan
b) Bentuk serangan Pholadidae.
Hasil identifikasipalet dan lubang gerekdapat diketahui bahwa marine
borers yang menyerang kayu nangka sebagian besar berasal dari famili
Pholadidae dan sebagian kecil dari famili Teredinidae.Teredinidae berkembang
lebih lambat karena kayu nangka memiliki zat ekstraktif morineyang

13
kurangdisukai sehingga menghambat proses penyerangan terhadap kayu nangka.
Teredinidae menyerang kayusebagai sumber makanannya namun hal itu tidak
menghalangi serangan Pholadidae karena kayu digunakan sebagai tempat tinggal
saja,oleh karena itu kayu yang tahan terhadap serangan Teredinidae belum tentu
tahan terhadap serangan Pholadidae.
Teritip/barnacletermasuk dalam keluarga hewan laut yang bersifat sesil
atau menetap (Barnes1974).Kayu yang telah direndam di laut terdapat organisme
teritip yang menempel pada permukaan kayu.Organisme ini banyak ditemukan
pada kedalaman kayu 10 cm dan 42 cm dari permukaan laut daripada kayu 5 cm
di atas permukaan laut. Teritip tidak merusak kayu karena sumber makanannya
adalah plankton yang masuk ke dalam mulut melalui aliran air. Aliran air tersebut
terjadi karena gerakan kaki-kaki berbulu (cirri dengan setae)(Child dalam
Darsono1979).
Organisme Penyerang Kayu (Marine Borers)
Hasil identifikasi marine borersyang menyerang kayu di laut adalah dari
golongan Mollusca yaitu spesies Bankia cieba clench/turner dan Teredo bartchi
clapp dari famili Teredinidae sertaMartessia striata linne dari famili Pholadidae.
Gambar 4adalah marine borersdari famili Teredinidaedan bentuk paletnya,
sementara itu Gambar 5adalah marine borers dari famili Pholadidae.
1.5 cm

Gambar 4

0.3 cm

Marine borersdari famili Teredinidae. a) Teredo bartschi Clapp dan
Palet teredo bartschi, b) Bankia cieba Clench/Turner dan Palet
bankia cieba Clench/Turner.

14

Pj 1.9 cm

Φ 0.9 cm

Gambar 5Marine borers dari famili Pholadidae spesies Martesia
striata.a) Martesia striata tampak dari atas dan b)
Martesia striata tampak dari bawah.
Gambar 6 menunjukkan penampang radial kayu yang diserang
Teredinidae dan Gambar7 menunjukkan penampang radial, tangensial, dan lintang
kayu yang diserang Pholadidae. Serangan pada kayu dapat dibedakan dengan jelas
yaitu serangan Teredinidae berupa noda-noda kecil di bagian permukaan kayu
sedangkan di bagian dalam kayu berupa lubang memanjang dengan arah tegak
lurus serat kayu kemudian membelok searah dengan serat kayu sesuai dengan
besar tubuhnyasedangkan serangan Pholadidae berupa lubang berbentuk lingkaran
yang dangkal di permukaan kayu dan memperdalam lubang tersebut sampai ke
bagian dalam kayu dengan arah tegak lurus serat kayu dan besarnya sesuai dengan
ukuran cangkuknya.
R 3x

R 25x

Gambar 6Bentuk serangan makro dan mikro famili Teredinidaepada penampang
radial.a) Bentuk serangan makro Teredinidae (perbesaran 3x) dan b)
Bentuk serangan mikroTeredinidae(perbesaran 25x).

15

R 12x

R 25x

T 24x

X 7.5x

T 25x

X 25x

Gambar 7 Bentuk serangan makro dan mikro famili
Pholadidae. a1) Bentuk serangan makro
Pholadidae
pada
penampang
radial
(perbesaran 12x), a2) Bentuk serangan mikro
Pholadidae
pada
penampang
radial
(perbesaran 25x), b1) Bentuk serangan
makro
Pholadidae
pada
penampang
tangensial (perbesaran 24x), b2) Bentuk
serangan mikro Pholadidae pada penampang
tangensial (perbesaran 25x), c1) Bentuk
serangan makro Pholadidae pada penampang
lintang (perbesaran 7.5x), dan c2) Bentuk
serangan mikro Pholadidae pada penampang
lintang (perbesaran 25x).

16

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Contoh uji kayu nangka (A. heterophyllus)dengan 1/6 bagian di atas
permukaan laut (5 cm)dikategorikan sangat tahan terhadap marine borers dan
contoh uji yang terendam seluruhnya pada kedalaman 10 cm dan 42 cm dari
permukaan laut dikategorikan tahanterhadap marine borersselama 3 bulan kayu
direndam di laut.Kerapatan kayu kondisi basah setelah direndam adalah 1.02
g/cm3, sedangkan kerapatan kayu kondisi kering udara adalah 0,6 g/cm3. Nilai
sifat mekaniskayu lentur MOE dan MOR berbeda nyata antara kayu kontrol dan
kayu setelah direndam di laut, namunkedalaman perendaman kayu tersebut tidak
berpengaruh nyata terhadap nilai mekanis lenturnya.
Saran
Perlu dilakukan perendaman kayu di laut dalam jangka waktu yang lebih
lama yaitu enam bulan sesuai dengan SNI 01-7207-2006 sehingga dapat
menentukan kelas awet kayu untuk digunakan sebagai bahan baku bangunan
kelautan berdasarkan serangan marine borersdan perlu dilakukan pengujian tekan
pada kayu yang tidak direndam dan setelahdirendam di laut.

17

DAFTAR PUSTAKA
Atwood GW, Johnson AA. 1924. Marine Structure: Their Deterioration and
Preservation Pengawetan Kayu. Jakarta (ID): Akademika Pressindo.
[BSN] Badan Standarisasi Nasional. 2006. Pengujian Ketahanan terhadap
Penggerek Kayu di Laut: SNI 01-7207.2-2006. Jakarta (ID): Badan
Standarisasi Nasional.
Barnes RD. 1974. Invertebrate Zoologi.Third Edition. London(GB) W.B.
Saunders Co.
Barnes RD. 1963. Invertebrate Zoology. Amerika Serikat (US): Saunders College
Publishing.
Bjordal CG, Nilsson T. 2007. Reburial of shipwrecks in marine sediments: a longterm study on wood degradation. Journal of Archaeological Science. 35:
826-872.
Bowyer JL, Shmulsky R, Haygreen JG. 2003. Forest Product and Wood Science
(US): Iowa State Press
Brown HP, Panshin AJ,Forsaith CC. 1952. Textbook of Wood Technology.Vol. II.
Amerika Serikat (US): Mc.Graw-Hill Book Company.
[BS] British Standard Institution. 1957. Methods of Testing Small Clear
Specimens of Timber BS 373:1957.London (GB): BritishStandard House
Darsono P. 1979. Catatan tentang sifat dan daur hidup teritip (Barnacle). Jurnal
Pewarta Oseana. 5(3): 16 – 19.
Harijadi AR. 2009. Kadar air titik jenuh serat beberapa jenis kayu perdagangan
Indonesia [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Heyne K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia I. Jakarta (ID): LITBANG
Hunt GM, Garrat GA. 1967. Pengawetan Kayu. Jakarta (ID): Akademika
Pressindo.
Isrianto. 1997. Kajian anatomi dan kajian fisik kayu nangka (Artocarpus
heterophyllus Lamk.) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Martawijaya, Kartasujana, Kadir, Prawira SA. 1981. Atlas Kayu Indonesia. Bogor
(ID): Departemen Kehutanan Badan Penelitian dan Pengembangan Hutan.
Meton KD. 1957. A note on Marine Borers in Malayan Waters. The Malayan
Forester.20(1).
Murwentianto B. 2003. Perubahan sifat keasaman kayu nangka (Artocarpus
heterophyllus),
manii
(Maesopsiseminii),
dan
sengon
(Paraserianthesfalcataria) selama proses pengeringan [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Muslich M, Sumarni G. 2008. Kelas awet 25 jenis kayu andalan setempat Jawa
Barat dan Jawa Timur terhadap penggerek kayu di laut. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan Bogor.26(1): 70-80.
Muslich M. 1993. A survey of marine Borers in selected areas in Luzon [tesis].
Philippines (PH): Institut of environmental science and management.
Universityat Los Banos.
Muslich M. 1988. Laju serangan Pholadidae dan Teredinidae pada beberapa jenis
kayu.Jurnal Penelitian Hasil Hutan. 24(1): 61-70
Muslich M, Sumarni G. 1987. Pengaruh salinitas terhadap serangan penggerek
kayu di laut pada beberapa jenis kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan Bogor.
4(2): 46-49.

18
Nugroho A. 2007. Perubahan sifat fisis dan sifat mekanis beberapa jenis kayu
akibat serangan penggerek kayu laut di perairan Pulau Rambut [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Pandit IKN, Ramdan H. 2002. Anatomi kayu: pengantar sifat kayu sebagai bahan
bangunan. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor.
Rukmana R. 1997. Budidaya Nangka. Yogyakarta (ID): Penerbit Kanisius.
Seng OD. 1990. Berat Jenis Dari Jenis-Jenis Kayu Indonesia dan Pengertian
Beratnya Kayu untuk Keperluan Praktek. Bogor (ID): Departemen
Kehutanan
Soult CRW, Bultman JD. 1971. Marine borers resistance of untreatedwoods over
long periods of immersion in tropical waters. Biotropica. 3(1): 81-107.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2006. Pengujian Ketahanan terhadap
Penggerek Kayu di Laut: SNI 01-7207.2-2006. Jakarta (ID): Badan
Standarisasi Nasional.
Suhirman, Nunik S. 1987. Inventarisasi Bor Laut di Indonesia. Jakarta (ID): LIPI
Tsoumis G. 1991. Science and Technology of Wood (Structure,Properties,
Utilization). New York (US): Van Nostrand Reinhold.
Turner RD. 1971. Identification of Marine Wood-Boring Mollusks, Marine
Borers, Fungi and Fouling Organisms of Wood. Paris (FR): Organitation for
Economics Cooperation and Development.
Turner RD. 1966. A Survey and Illustrated Catalogue of The Teredinidae.
Cambridge (US): Harvard University.
Verheij EWM, Coronel RE. 1997. Sumber Daya Nabati Asia Tenggara dan BuahBuah yang dapat Dimanfaatkan. Jakarta (ID): Prosea.
Widagdo. 1993. Pengaruh bahan pengawet kreosot terhadap sifat fisis dan
mekanis jenis kayu melalui uji serangan marine borers [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.

19

LAMPIRAN
INTENSITAS SERANGAN MARINE BORERS
ANOVA
Jumlah Serangan

Sum of Squares

Df

Mean Square

F

Sig.

Between Groups

4227.583

2

2113.792

111.427

.000

Within Groups
Total

398.375
4625.958

21
23

18.970

JUMLAH SERANGAN
DUNCAN
Kode

N

1
2
3
Sig.

8
8
8

Subset for alpha = 0.05
1

2

16.5000
43.2500
45.8750
.241

1.000

Keterangan: Kayu direndam pada 3 kedalaman yang berbeda yaitu kode 1 (kayu berada 5 cm di
atas permukaan laut), kode 2 (kayu berada 10 cm dari permukaan laut), dan kode 3
(kayu berada 42 cm dari permukaan laut) dengan 8 kali pengulangan (N).

MOE (MODULUS OF ELASTICITY)
ANOVA

Nilai

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Between Groups

1.757E9

3

5.857E8

13.886

.014

Within Groups

1.687E8

4

4.218E7

Total

1.926E9

7

20
NILAI
DUNCAN
Kode

N

3
2
1
4
Sig.

2
2
2
2

Subset for alpha = 0.05
1

2

4.0736E4
4.4835E4
4.7000E4
7.8020E4
1.000

.395
MOR (MODULUS OF RUPTURE)

ANOVA

Nilai

Sum of Squares

df

Mean Square

F

Sig.

Between Groups

697009.733

3

232336.578

206.680

.000

Within Groups

4496.546

4

1124.137

Total

701506.280

7

NILAI
DUNCAN
Subset for alpha = 0.05

Kode

N

2

2

5.8328E2

3

2

6.0690E2

1

2

4

2

Sig.

1

2

3

7.7070E2
1.3146E3
.520

1.000

1.000

Keterangan: Pengujian MOE dan MOR dilakukan pada kayu yang direndam di laut dan kayu
yang tidak direndam dilaut (kontrol). Kayu direndam pada 3 kedalaman yang
berbeda yaitu kode 1 (kayu berada 5 cm di atas permukaan laut), kode 2 (kayu
berada 10 cm dari permukaan laut), dan kode 3 (kayu berada 42 cm dari permukaan
laut). Kode 4 adalah kayu yang tidak direndam serta dilakukan 2 kali pengulangan
(N) pada setiap contoh uji.

21

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Lubuk Sikaping Sumatra Barat pada tanggal
26September 1991 sebagai anak ketiga dari tiga bersaudara pasangan Ahmad
Lubis dan Rifna Nasution. Pada tahun 2009 penulis lulus dari SMAN 1Ujung
Gading dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
undangan resmi (USMI). Penulis memilih Program Studi Teknologi Hasil Hutan
pada Bagian Keteknikan Kayu, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,
IPB Bogor.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis mengikuti organisasi kemahasiswaan
yaitu Himpunan Profesi Mahasiswa Hasil Hutan (HIMASILTAN)dan anggota
KeteknikanKayu pada tahun 2010-2012. Penulis telah mengikuti beberapa
kegiatan praktek lapang, antara lain Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH)
pada tahun 2011 di jalur Sancang-Papandayan, Jawa Barat dan Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) pada tahun 2012 di Gunung Walat, Sukabumi. Penulis
juga telah melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di CV. Omocha Toys pada
tahun 2013 di Bogor, Jawa Barat.
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Ketahanan Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus)
Terhadap Marine Borers Pada Kedalaman Yang Berbeda. Dibimbing oleh Dr
Lina Karlinasari, SHutMScF dan Drs Mohammad Muslich,MSc.

Dokumen yang terkait

Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L)

3 69 64

Keawetan Alami Dan Keterawetan Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk)

13 216 60

Pengaruh Variasi Konsentrasi Ekstrak Kulit Batang Nangka (Artocarpus heterophyllus L.) terhadap Karakteristik Niosom

8 62 113

Pengaruh Variasi Konsentrasi Surfaktan pada Ukuran Partikel dan Efisiensi Penjerapan Niosom yang Mengandung Ekstrak Etanol 96% Kulit Batang Nangka (Artocarpus Heterophyllus)

11 34 69

EKSPERIMEN PEMBUATAN DODOL BIJI NANGKA (ARTOCARPUS HETEROPHYLLUS) DENGAN PENAMBAHAN TEPUNG BERAS KETAN YANG BERBEDA

8 41 31

Mempelajari Pembuatan "Cider" Nangka (Artocarpus heterophyllus Lmk.)

0 4 104

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus) DAN Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus Altilis), Nangka (Artocarpus Heterophyllus) Dan Kluwih (Artocarpus Camansi) Terhadap Sel Kanker Pa

0 3 13

SITOTOKSISITAS EKSTRAK METANOL DAUN SUKUN (Artocarpus altilis), NANGKA (Artocarpus heterophyllus), DAN Sitotoksisitas Ekstrak Metanol Daun Sukun (Artocarpus altilis), Nangka (Artocarpus heterophyllus), dan Kluwih (Artocarpus camansi) Terhadap Sel Kanker

0 3 14

Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L)

0 1 10

Variasi Ketebalan Papan dan Waktu Pengeringan dengan Gelombang Mikro terhadap Kualitas Kayu Nangka (Artocarpus heterophyllus L)

0 0 12