Filogeografi Kerang Hijau (Perna viridis) di Indonesia dan Kaitannya dengan Jalur Lintas Pelayaran.

FILOGEOGRAFI KERANG HIJAU (Perna viridis) DI
INDONESIA DAN KAITANNYA DENGAN JALUR LINTAS
PELAYARAN

AYU DIAH PITALOKA

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Filogeografi Kerang
Hijau (Perna viridis) di Indonesia dan Kaitannya dengan Jalur Lintas Pelayaran
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Ayu Diah Pitaloka
NIM C54110007

ABSTRAK
AYU DIAH PITALOKA. Filogeografi Kerang Hijau (Perna viridis) di Indonesia
dan Kaitannya dengan Jalur Lintas Pelayaran. Dibimbing oleh HAWIS
MADDUPPA dan BEGINER SUBHAN.
Kerang hijau (Perna viridis) berpotensi untuk menyebar luas secara
geografis melalui penyebaran larva atau air ballast kapal, yang berpotensi invasif
di area geografis lainnya. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui
konektivitas dan keragaman genetik spesies kerang hijau (Perna viridis) di
Indonesia dan kaitannya dengan jalur lintas pelayaran, menggunakan marka
mitokondria lokus Cytochrom oxidase 1 (CO1). Jarak genetik terjauh terdapat
antara populasi Makassar dan Muara Kamal (D = 0.008), dan jarak genetik
terdekat antara populasi Teluk Lada dan Ambon serta antara populasi Teluk Lada
dan Palabuhan Ratu (D = 0.002). Differensiasi genetik terkecil terdapat antara
Makassar dan Palabuhan Ratu (Fst = 0.05). Differensiasi genetik terbesar terbesar

terdapat antara Ambon dan Palabuhan Ratu (Fst = 0.90) dan antara Ambon dan
Teluk Lada (Fst = 0.90). Keragaman Genetik ditunjukkan oleh keragaman
haplotipe yang tinggi. Keragaman haplotipe tertinggi terdapat pada populasi dari
Muara Kamal (Hd = 0.27), diikuti populasi dari Palabuhan Ratu dan Teluk lada
(Hd= 0.22 dan Hd = 0.18), dan haplotipe terendah terdapat pada populasi Ambon
dan Makassar (Hd = 0.13). Hubungan genetik yang dekat antar lima populasi ini
kemungkinan besar berkaitan dengan jalur lintas pelayaran Indonesia sebagai
media persebaran spesies P. viridis.
Kata kunci: Perna viridis, DNA Barcoding, keragaman genetik, konektivitas

ABSTRACT
AYU DIAH PITALOKA. Phylogeography of Green Mussel (Perna viridis) in
Indonesia and Its Relation to Cross Shipping Lanes. Supervised by HAWIS
MADDUPPA and BEGINER SUBHAN.
Green Mussel (Perna viridis) has the potential to spread geographycally
through larval dispersal or ballast water from boat, which potentially to be
invansive in other geographical region. The research aimed to analize genetic
connectivity and genetic diversity of Green Mussel (Perna viridis) in Indonesia
and its relation to cross shipping lanes, using genetic marker of mitochondrial
Cytochrom oxidase 1 (CO1) locus. Farthest genetic distances was observed in the

population of Makassar and Muara Kamal (D = 0.008), and the nearest was
observed between population of Teluk Lada and Ambon and between population
of Teluk Lada and Palabuhan Ratu (D = 0.002). A little genetic differentiation
was observed between Makassar and Palabuhan ratu (Fst = 0.05). A large genetic
differentiation was observed between Ambon and Teluk Lada (Fst = 0.90) and
between Ambon and Palabuhan Ratu (Fst = 0.90). Genetic diversity shown by
haplotype diversity in five locations was observed high. Highest haplotype
diversity was observed in populations of Muara Kamal (Hd = 0.27), followed by

the population of Palabuhan Ratu and Teluk Lada (Hd = 0.22 and Hd = 0.18), and
lowest haplotype was observed in population of Ambon and Makassar (Hd =
0.13). Close genetic relationship between five populations most likely associated
with cross shipping lanes in Indonesia as a medium for the spread of P. viridis.
Keywords: Perna viridis, DNA Barcoding, genetic diversity, connectivity

FILOGEOGRAFI KERANG HIJAU (Perna viridis) DI
INDONESIA DAN KAITANNYA DENGAN JALUR LINTAS
PELAYARAN

AYU DIAH PITALOKA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Kelautan
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI KELAUTAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi
yang berjudul “Filogeografi Kerang Hijau (Perna viridis) di Indonesia dan
Kaitannya dengan Jalur Lintas Pelayaran”. Skripsi ini merupakan salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ilmu Kelautan pada Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penulisan dan penyusunan skripsi ini terutama
kepada:
1. Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat yang diberikan kepada penulis
hingga dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini.
2. Bapak Dr. Hawis Madduppa, SPi, MSi dan Bapak Beginer Subhan, SPi MSi
selaku pembimbing, yang telah banyak memberi segala saran, bimbingan, dan
nasihat selama penelitian berlangsung hingga karya ilmiah ini selesai.
3. Mareike Huhn yang telah membantu dalam pengambilan sampel penelitian
ini dan memberikan dukungan serta masukan.
4. Laboratorium Biosistematik dan Biodiversitas Kelautan ITK IPB, atas
penyediaan fasilitas dalam proses pengolahaan data dalam dan penulisan
skripsi ini.
5. Ayah Budi Purwanto, Bunda Wahyu Rohani dan seluruh keluarga besar atas
kasih sayang yang diberikan.
6. Bang Edwin, Mbak Lita, Bang Pre, dan “Genetic Team” atas ketersediaannya
menemani dan membantu dalam proses pengerjaan.
7. Keluarga besar Ilmu dan Teknologi Kelautan, khususnya ITK 48, atas
dukungan dan semangat yang diberikan selama penyelesaian skripsi ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.


Bogor, Agustus 2015
Ayu Diah Pitaloka

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

ix
ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

2

METODE

2

Waktu dan Tempat

2

Koleksi Sampel

2

Alat dan Bahan


3

Prosedur

4

Ekstraksi

4

Amplifikasi DNA (PCR)

4

Elektroforesis Penentuan DNA

5

Siklus Pengurutan Nukleotida (cycle sequencing)


5

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Struktur Genetik

6

Keragaman Genetik

7

SIMPULAN DAN SARAN


12

Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

14

RIWAYAT HIDUP


21

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Lokasi, jumlah, dan kode akses sampel Perna viridis
Kategori nilai struktur populasi, jarak genetik, dan keragaman genetik
Jarak genetik (D) dalam dan antar populasi P. viridis
Analisis uji jarak berpasangan (Fst) pada lima populasi P. viridis
Deskripsi statistik keragaman genetik P. viridis

3
6
6
7
8

DAFTAR GAMBAR
1 Lokasi pengambilan sampel Perna viridis
Haplotype network P. viridis di Ambon, Teluk Lada, Palabuhan Ratu,
Makassar, dan Muara Kamal
3 Haplotype network P. viridis dari populasi di Indonesia dan seluruh
dunia
4 Jalur lintas pelayaran Indonesia yang melewati lokasi pengambilan
sampel Perna viridis
5 Rekonstruksi pohon filogenetik Perna viridis dengan marka COI
menggunakan metode Neigbour-Joining (NJ) dengan nilai bootstrap
1000 dengan total sekuens 158 dari populasi Indonesia dan seluruh
populasi dunia

2

2

8
9
10

11

DAFTAR LAMPIRAN
1 Komposisi Master Mix (MM) pada PCR
2

Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada Perna viridis

15
16

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kerang hijau (Perna viridis, Linnaeus 1758) adalah hewan bercangkang
yang termasuk jenis hewan lunak (moluska) yang hidup di laut terutama pada
daerah intertidal, merupakan salah satu anggota dari kelas Bivalvia, dan memiliki
sepasang cangkang berwarna hijau kebiruan (Cappenberg 2008). Umumnya hidup
menempel dan bergerombol dengan menggunakan benang byssus pada dasar
substrat yang keras, yaitu batu, karang, kayu, bambu, tali, atau lumpur keras pada
perairan muara sungai, estuari, teluk dan daerah mangrove. Kerang ini tergolong
dalam kelompok filter feeder, yaitu mendapatkan makanannya dengan cara
menyaring air. Makanan kerang hijau berupa fitoplankton, detritus, diatom dan
bahan organik lainnya yang terdapat di dalam air. Spesies ini merupakan sumber
makanan yang berharga, telah dikonsumsi secara masal, dan dimanfaatkan dalam
usaha budidaya.
Spesies dari Famili Mytilidae ini merupakan kerang spesifik Benua Asia.
Kerang hijau tersebar luas dari Laut India, Teluk Persia hingga Filipina, Taiwan,
Timur Laut Vietnam, dan China (Cappenberg 2008). Di Indonesia, kerang hijau
tersebar dari Sumatera, Kalimantan, Jawa, Bali, hingga Sulawesi (Siddal 1980).
Spesies ini mampu bertahan hidup dan berkembang biak pada lingkungan yang
memiliki tekanan ekologis tinggi.
Jenis kerang ini berpotensi untuk menyebar luas secara geografis melalui
penyebaran larvanya (Ahmed 2013). Larva kerang hijau terbentuk setelah 12
hingga 15 jam setelah telur dibuahi dan pada hari ke 8 otot kaki (byssus) mulai
digunakan untuk merayap serta berenang bebas (Cappenberg 2008). Selama kurun
waktu sekitar 8 hari, larva kerang hijau menyebar luas melalui arus maupun air
ballast hingga akhirnya menempel pada suatu substrat.
Spesies ini termasuk organisme memiliki gerakan terbatas sehingga
pergerakannya mengikuti pengaruh alam (planktonik) pada saat fase larva dan
bersifat sessil ketika dewasa, sehingga dapat invasif ke daerah lain dengan mudah.
Kaluza et al. (2010) mengatakan bahwa kerang hijau merupakan salah satu
spesies invasif. Sebagian besar invasi spesies terjadi oleh aktivitas manusia seperti
budidaya, sampah laut, tumpahan minyak, disengaja, perikanan, ballast padat,
boring kapal, air pemberat, dan lambung kapal. Akan tetapi faktor utama yang
berpotensi memicu terjadinya invasif spesies ke daerah lain ialah lambung kapal
dan air ballast (Mead et al. 2011). Kapal membawa air ballast untuk menjaga
keseimbangan kapal saat berlayar, dimana air ballast tersebut mengandung larva
kerang hijau yang bersifat planktonik. Selain itu, kerang hijau bisa menyeberang
ke lintang yang berbeda atau tempat lain melalui transportasi kapal, dengan
menempel pada lambung kapal. Spesies ini menempel pada dinding lambung
kapal dan beberapa larva ikut hanyut di dalam tangki air ballast (Kölzsch dan
Blasius 2011). Hal ini memungkinkan jalur lintas pelayaran berpengaruh terhadap
distribusi kerang hijau (Perna viridis) di Indonesia. Berdasarkan pemikiran di
atas, untuk membuktikan bahwa kerang hijau (Perna viridis) merupakan salah
satu jenis spesies invasif, maka perlu dilakukannya analisis keragaman genetik
kerang hijau (Perna viridis) di beberapa lokasi di Indonesia yang merupakan
bagian dari jalur lintas perlayaran.

2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konektivitas dan keragaman
genetik spesies kerang hijau (Perna viridis) di Indonesia dan kaitannya dengan
jalur lintas pelayaran.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Oktober 2014 – Maret 2015 di
Laboratorium Biodiversitas dan Biosistematika Kelautan Departemen Ilmu dan
Teknologi Kelautan FPIK, IPB.

Gambar 1 Lokasi pengambilan sampel Perna viridis dari populasi di Indonesia
dan seluruh populasi dunia
Koleksi Sampel
Koleksi sampel merupakan tahapan awal dalam analisis DNA barcoding
dengan cara memotong sedikit jaringan kerang hijau. Jaringan yang telah
didapatkan disimpan dalam microtube berukuran 0,5 ml yang berisi ethanol 96%
dan diberi label untuk identitas sampel. Sampel yang didapatkan diambil dari
Muara Kamal, Teluk Lada, Palabuhan Ratu, Makassar, dan Ambon masing-

3
masing sebanyak 5 sampel. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data
sekunder berupa hasil sekuens yang diambil dari http://ncbi.nlm.nih.gov.
Tabel 1 Lokasi, Jumlah, dan Kode Akses Sampel Perna viridis
Lokasi
Jumlah Accession (http://ncbi.nlm.nih.gov)
Palabuhan Ratu
4
Teluk Lada
4
Muara Kamal
3
Makassar
5
Ambon
5
JN179058, JN179067-JN179078; JF520789-JF520812; EU543994India
47
EU543995; DQ917585-DQ917586; DQ917610-DQ917612;
China
9
GQ480296-GQ480304
Singapore
16
JN179049-JN179066; HQ197379; HQ704393-HQ704400
GQ497817-GQ497822; JN179047-JN179062; DQ343573Hongkong
19
DQ343577
Jepang
1
AB498015
Philippines
2
DQ917598-DQ917599
Vietnam
2
DQ917583-DQ917584
Thailand
2
DQ917589-DQ917590
Mayport
5
JN179052-JN179053; HQ704392-HQ704396
Venezuela
3
DQ343588-DQ343590
Australia
4
DQ343578-DQ343581
USA
6
DQ343582-DQ343587
Jamaica
4
GQ497820-GQ497838
Tampa Bay
5
AF298852; GQ497819-GQ497837
Trinidad
6
GQ497827-GQ497835
St. Augustine
4
GQ497821-GQ497839
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tube (1.5 ml, 0.6 ml,
0.3 ml, dan 0.2 ml), cutter, alat tulis, bunsen, cawan petri, tissue, gloves, tray,
forceps, vortex, microcentrifuge, heating block, pippettemen (10, 100, 1000 μL),
pippet tips, thermo cycler, kalkulator, timbangan, tabung erlemenyer, gelas ukur,
parafilm, microwave, mesin elektroforesis, mesin UV, komputer, serta Perangkat
Lunak Mega 6, DnaSP 5.10, dan Arlequin 3.5.1.2. Bahan yang digunakan dalam
penelitian antara lain sampel kerang hijau, etanol, kit Invitek dan QiagenEasy,
ddH2O, larutan buffer, dNTP, enzim taq polymerase, MgCl2, primer, vivantis (2x
Taq Master Mix), Kappa Hot start ready Master Mix, agarosa, EtBr, loading dye,
dan Low DNA mass leader (invitrogen).

4
Prosedur
Ekstraksi
Ekstraksi DNA adalah prosedur umum memisahkan dan mengumpulkan
DNA untuk analisis rekayasa genetika, forensik, bioinformatika, analisis asal usul
dan antropologi. Ekstraksi DNA bertujuan untuk menghancurkan sel dan
mengambil jaringan pada sampel, membuat ekstraksi secara murni serta
melindungi DNA dari degradasi. Kegiatan ekstraksi pada penelitian ini
menggunakan kit Invitek dan QiagenDNEasy.
Pada tahapan ekstraksi, hal yang pertama dilakukan adalah siapkan Elution
Buffer D dan inkubasi pada suhu 52oC. Selanjutnya ambil bagian kecil dari
sampel kerang hijau dan masukkan kedalam tube berukuran 1.5 ml. Tambahkan
Lysis Buffer G sebanyak 400 μl dan Proteinase K sebanyak 40 μl ke dalam tube.
Kemudian vortex selama 10 detik dan inkubasi selama 1 menit. Setelah itu
senrtifuge selama 2 menit dengan kecepatan maksimum, kemudian transfer
supernatan dan tempatkan pada tube 1.5 ml yang baru. Tambahkan 200 μl
Binding Buffer T dan vortex selama 10 detik. Transfer suspensi ke dalam spin
filter yang telah diletakkan pada tube, dan inkubasi selama 1 menit. Sentrifuge
selama 2 menit pada 13,000 x g (12.000 rpm). Buang campurannya dan tempatkan
kembali spin filter pada tube tersebut. Tambakan 550 μl Wash Buffer, sentrifuge
selama 1 menit. Buang campurannya dan tempatkan kembali spin filter pada tube
tersebut. Ulangi tahap penambahan Wash Buffer sekali lagi, dan senrifuge selama
2 menit. Tempatkan spin filter pada tube baru dan tambahkan 200 μl Elution
Buffer D. Inkubasi selama 3 menit pada suhu ruangan kemudian sentrifuge selama
2 menit pada 8,500 x g (9.500 rpm).
Amplifikasi DNA (PCR)
Amplifikasi dan visualisasi fragmen DNA dilakukan dengan PCR
(Polymerase Chain Reaction) menggunakan primer forward ACOIF (50CGDATTCARCTWTCTCAYCCHGG)
dan
reserve
COIR4
(50AMMGTAAAYATRTGRTGMGCCC) (Gilg et al. 2012). Pada PCR terdapat tiga
tahapan inkubasi yang diulangi sebanyak 35 kali. Satu ulangan dari ketiga tahap
ini disebut siklus. Proses satu siklus terdiri dari tahap pertama yang disebut
denaturasi, yaitu pemisahan untai molekul DNA dengan pemanasan pada suhu
94⁰C selama 1 menit sehingga menghasilkan dua untai DNA rantai tunggal; tahap
kedua disebut annealing atau penempelan dimana dua primer akan berhibridisasi
menjadi sekuens komplementer pada untai tunggal DNA. Suhu penempelan yaitu
pada 54⁰C selama 1 menit; tahap ketiga adalah elongasi, primer akan
diperpanjang oleh DNA polymerase pada suhu 72⁰C selama 1 menit. Setelah
proses siklus PCR, umumnya ditambah post-elongasi selama 7 menit pada
temperatur 72⁰C agar semua hasil PCR berbentuk untai ganda. Setelah itu suhu
penyimpanan 24⁰C selama 10 menit (Gilg et al. 2012).

5
Elektroforesis Penentuan DNA
Elektroforesis bertujuan untuk menguji kualitas DNA yang dihasilkan PCR.
Tahap pertama yaitu pembuatan gel agarosa 1. % dengan 1x TAE sebanyak 0,5
gram dan buffer sebanyak 50 ml sebagai media elektroforesis. Agarose tersebut
dipanaskan pada microwave, kemudian ditambahkan pewarna Etidium Bromide
(EtBr) sebanyak 4 μl dicetak dalam cetakanbersisir hingga membeku. Selanjutnya
4 μl produk Hasil PCR diambil dan dicampurkan dengan Loading dye (1 μl),
kemudian disisipkan di sumuran dalam cetakan agarose yang terendam dalam
larutan buffer. Elektroforesis dilakukan pada tegangan 220 V dan arus 400 mA
selama 25 menit. Pita hasil elektroforesis dapat dilihat dengan menggunakan sinar
ultraviolet pada UV transluminator (Prehadi 2014).
Siklus Pengurutan Nukleotida (cycle sequencing)
Siklus pengurutan Nukleotida (Sequencing DNA) adalah metode untuk
menentukan urutan nukleotida yang terdapat dalam DNA. Urutan DNA
berhubungan dengan informasi genetik turunan dalam nukleus (inti), plasmid,
mitokondria, dan kloroplas yang membentuk dasar pengembangan semua
makhluk hidup (Randi dan Lucchini 1998). Produk PCR berupa DNA positif
dikirim ke Cornel University, Amerika Serikat untuk penentuan urutan nukleotida
dari sequens DNA dengan menggunakan mesin sequencher AB1377.
Analisis Data
Hasil sekuens yang didapatkan, merupakan hasil kerja mesin, sehingga kita
perlu melakukan pengeditan jika terdapat kesalahan pembacaan kromatogram
oleh mesin dan disejajarkan dengan urutan nukleotida anggota famili kerang hijau.
Analisis ini dilakukan dengan menggunakan software Mega 6 (Molecular
Evolutionary Genetic Analysis) untuk pembacaan urutan nukleotida dan
penjajaran (aligment) menggunakan ClustalW pada program tersebut untuk
melihat adanya keragaman nukleotida (Tamura et al. 2007).
Data hasil penjajaran nukleotida yang diperoleh kemudian dicocokkan pada
data yang tersedia pada GenBank di NCBI (National Centre for Biotechnology
Information) menggunakan BLAST (Basic Local Alignment Search Tool)
(http://blast.ncbi.nlm.nih.gov) (Prehadi et al. 2015).
Analisis filogeografi dilakukan dengan membuat konstruksi pohon
filogenetik untuk semua sekuens dari semua sampel yang telah diedit dan
disejajarkan dengan sekuen P. Viridis dari GenBank dan P. Perna dari GenBank
sebagai out group. Pembuatan pohon filogenetik menggunakan metode
pengkelasan Neigbour-joining (NJ) (Ward et al. 2008) dengan nilai bootstrap
sebesar 1000 karena metode ini efektif untuk melakukan perhitungan tingkat
kesamaan dalam mengidentifikasi spesies melalui kekerabatan.
Struktur genetika populasi diukur dengan melihat nilai fixation index (Fst)
(Excoffier et al. 1992), keragaman haplotipe (Hd) (Nei 1987) dan keragaman
nukleotida (π) (Lynch dan Crease 1990) menggunakan perangkat lunak Arlequin
3.5.1.2 (Excoffier dan Lischer 2009). Hasil analisis lalu dimasukan dalam

6
beberapa kategori berdasarkan nilai keragaman genetik, struktur populasi dan
jarak genetik.
Tabel 2 Kategori nilai struktur populasi, jarak genetik, dan keragaman genetik
Kategori
Analisis
Sumber
Rendah
Sedang
Tinggi
Struktur Populasi (Fst)
0.002 - 0.099
0.1 - 0.5
0.6 - 1.00 Excoffier et al. 1992
Jarak Genetik (D)
0.010 - 0.099 0.1 - 0.99
1.00 - 2.00 Nei 1972
Keragaman Haplotipe (Hd)
0.1 - 0.4
0.5 - 0.7
0.8 - 1.00
Nei 1987

HASIL DAN PEMBAHASAN
Struktur Genetik
Hasil analisis panjang fragmen DNA dari semua sampel menunjukan
panjang fragmen 755-bp. Hasil seluruh sampel yang didapatkan sebanyak 21
fragmen genetik P. viridis yang terdiri dari 5 sampel Ambon, 4 sampe Teluk Lada,
4 sampel Palabuhanratu, 5 sampel Makassar, dan 3 sampel Muara Kamal.
Verifikasi semua sekuens menunjukkan kemiripan sebesar 98-100% dengan P.
viridis pada Genebank.
Analisis jarak genetik dalam populasi dapat dilihat pada Tabel 2. Jarak
genetik P. viridis terbesar dimiliki oleh populasi dari Makassar dan Muara Kamal
yaitu sebesar 0.008, dan jarak genetik terkecil pada populasi dari Teluk Lada
sebesar 0.002. Jarak genetik menunjukan hubungan genetik yang terdapat antar
individu dalam populasi. Jarak genetik di lima populasi menunjukan adanya
hubungan genetik yang sangat dekat, sesuai dengan pernyataan Nei (1972).
Presentasi nilai jarak genetik menjelaskan bahwa dari 755 pasangan basa (bp)
yang diperoleh hanya terdapat 4 pasangan basa yang berbeda di dalam populasi
dari Ambon, 1 pasangan basa yang berbeda dalam populasi dari Teluk Lada, 2
pasangan basa yang berbeda dalam populasi dari Palabuhan Ratu, dan 8 pasangan
basa yang berbeda dalam populasi dari Makassar dan Muara Kamal.
Tabel 3 Jarak genetik (D) dalam dan antar populasi P. viridis
Lokasi
Ambon
Teluk Lada Palabuhan Ratu Makassar
0.004
Ambon
0.001
Teluk Lada
0.002
Palabuhan Ratu
0.008
Makassar
Muara Kamal
Ambon
0.002
Teluk Lada
0.003
0.002
Palabuhan Ratu
0.006
0.005
0.006
Makassar
0.008
0.007
0.008
0.006
Muara Kamal

Muara Kamal

0.008

7
Hasil analisis jarak genetik (D) antar populasi (Tabel 3) menunjukkan
bahwa populasi berkisar antara 0.002 hingga 0.008. Semakin kecil nilai jarak
genetik antar individu didalam maupun antar populasi, maka semakin dekat
kedekatan genetik (Koh et al. 1999). Hal ini menunjukkkan adanya hubungan
genetik yang sangat dekat di antara lima lokasi pengambilan sampel P. viridis.
Kedekatan hubungan kekerabatan antar populasi mungkin disebabkan karena
antar populasi mempunyai asal-usul induk yang sama (Iskandar et al. 2010).
Analisis Uji jarak berpasangan (Fst) kerang hijau (P. viridis) dengan
significance level sebesar 0.05 menunjukan bahwa semakin kecil nilai Fst maka
semakin kecil diferensiasi genetik antar populasi. Berdasarkan hasil analisis,
antara Makassar dan Palabuhan Ratu memiliki nilai Fst terkecil (Fst = 0.05),
sedangkan antara Ambon dan Palabuhan Ratu serta Ambon dan Teluk Lada
memiliki nilai Fst terbesar (Fst = 0.90) (Tabel 4). Selain itu, Makassar memiliki
nilai Fst relatif kecil dengan keempat lokasi lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa
terjadi aliran gen yang tinggi antara Makassar dan keempat lokasi lainnya.
Berbeda dengan Ambon yang memiliki nilai Fst yang cukup tinggi dengan Teluk
Lada dan Palabuhan Ratu, hal ini menunjukkan bahwa Ambon dan Teluk Lada
serta Ambon dan Palabuhan Ratu terjadi aliran gen yang rendah. Nilai Fst yang
kecil menjelaskan bahwa terjadi aliran gen antar populasi yang sangat tinggi.
Besarnya aliran gen kemungkinan disebabkan karena antar populasi saling
memberikan pengaruh terhadap aliran genetik. Selain itu tingginya aliran gen
yang masuk kedalam populasi per generasi turut mempengaruhi kedekatan genetik
antar populasi. Mulyasari et al. (2010) menjelaskan bahwa populasi dengan
tingkat differensiasi yang rendah, mungkin disebabkan oleh banyaknya kesamaan
genetik antar populasi.
Tabel 4 Analisis uji jarak berpasangan (Fst) pada lima populasi P. viridis
Teluk
Palabuhan
Muara
Lokasi
Ambon
Makassar
Lada
Ratu
Kamal
Ambon
Teluk Lada
0.90
Palabuhan Ratu
0.90
0.22
Makassar
0.10
0.14
0.05
0.83
0.53
0.20
0.08
Muara Kamal
Keragaman Genetik
Berdasarkan hasil analisis, dari 21 sampel didapatkan 19 jenis haplotipe
yang berbeda di lima lokasi (Tabel 5). Keragaman haplotipe tertinggi terdapat
pada populasi dari Muara Kamal sebesar 0.27, diikuti populasi dari Palabuhan
Ratu dan Teluk lada sebesar masing – masing 0.22 dan 0.18. Populasi dari
Makassar dan Ambon memiliki nilai keragaman haplotipe yang sama yaitu
sebesar 0.13. Keragaman nukleotida (π) tertinggi terdapat pada populasi dari
Makassar yaitu sebesar 0.46 ± 0.28 % dan terendah terdapat pada populasi dari
Palabuahn Ratu yaitu 0.03 ± 0.02 %. Rata-rata keragaman haplotipe kerang hijau
yang didapat tidak berbeda jauh dengan rata-rata keragaman haplotipe kerang

8
charu (Mytella charruana) yang merupakan spesies invasif juga, yaitu berkisar
0.9350 ± 0.0339 dan tergolong tinggi (Gillis et al. 2009).
Tabel 5 Deskripsi statistik keragaman genetik P. viridis
Keragaman
Jumlah
Jumlah
Haplotipe
No Lokasi Sampel
Sampel Haplotipe
(Hd)
1 Ambon
5
5
1.00 ± 0.13
2 Teluk Lada
4
4
1.00 ± 0.18
3 Palabuhan
4
3
1.00 ± 0.22
Ratu
4 Makassar
5
5
1.00 ± 0.13
3
3
1.00 ± 0.27
5 Muara Kamal

Keragaman
Nukleotida (π (%))
0.15 ± 0.09
0.15 ± 0.10
0.03 ± 0.02
0.46 ± 0.28
0.05 ± 0.04

Analisis haplotype network menjelaskan bahwa populasi dari Ambon,
Teluk Lada, dan Palabuhan Ratu menghasilkan haplotipe yang berbeda – beda.
Populasi dari Makassar dan Muara Kamal juga memiliki haplotipe yang berbeda –
beda, tetapi ada satu sampel dari Makassar dan satu sampel dari Muara Kamal
yang membentuk satu jenis haplotipe yang sama (Gambar 2).

Gambar 2 Haplotype network P. viridis di Ambon, Teluk Lada, Palabuhan Ratu,
Makassar, dan Muara Kamal
Analisis keragaman haplotipe untuk seluruh sampel, baik primer maupun
sekunder, dari 158 sampel didapatkan 82 jenis haplotipe yang berbeda di 22 lokasi
(Gambar 3). Populasi dari Hongkong, Mayport, Singapore, Jamaica, St. Augustine,
Tampa Bay, Trinidad, dan India saling berbagi haplotipe. Selain itu, populasi
India juga berbagi haplotipe dengan Vietnam dan Philippines, serta Philippines

9
berbagi haplotipe dengan Thailand. Populasi dari Indonesia, China, Jepang,
Australia, USA, dan Venezuela menghasilkan haplotipe yang berbeda-beda.
Tingkat keragaman haplotipe yang dihasilkan tergolong tinggi, yaitu sebesar
0.9780.

Gambar 3 Haplotype network P. viridis dari populasi di Indonesia dan
seluruh populasi dunia (Lihat Tabel 1)
Keragaman genetik memberikan kemampuan untuk beradaptasi terhadap
perubahan lingkungan dan iklim serta penyakit (Lande 1988). Nuryanto (2009)
menyebutkan bahwa keragaman genetik yang tinggi mencerminkan besarnya
ukuran populasi, sedangkan penurunan ukuran populasi akan mengurangi
keragaman genetik. Keragaman genetik penting bagi kelangsungan hidup spesies
karena spesies-spesies yang memiliki keragaman genetik kecil mungkin lebih
rentan terhadap penyakit atau efek dari perubahan lingkungan. Peningkatan
keragaman genetik menghasilkan keturunan dengan berbagai karakteristik yang
dapat menjamin untuk menahan perubahan lingkungan dan mengurangi
kemungkinan kerusakan gen merusak (seperti penyakit) muncul dalam populasi.
Konektivitas genetik berkaitan dengan keragaman genetik. Terlihat dalam
Gambar 4, populasi dari lokasi Muara Kamal, Makassar, dan Ambon terhubung
dengan jalur lintas pelayaran. Konektivitas genetik yang terjadi akan
mempengaruhi tinggi rendahnya keragaman genetik pada suatu populasi.
Keragaman genetik suatu populasi akan meningkat jika terdapat suatu masukan

10
genetik dari populasi lain atau biasa disebut dengan migrasi genetik. Migrasi yang
besar akan menyebabkan terjadinya perkawinan silang dan percampuran gen antar
populasi yang berbeda, sehingga akan diperoleh variasi gen yang berbeda-beda
(Kusuma 2014).

Gambar 4 Jalur lintas pelayaran Indonesia yang melewati lokasi
pengambilan sampel Perna viridis
Analisis filogenetik untuk melihat kekerabatan populasi P. viridis dari
kelima lokasi menunjukkan terjadinya pencampuran individu antar populasi yang
berbeda (Gambar 5). Hasil yang diperoleh mengindikasikan bahwa kelima
populasi kerang hijau ini adalah satu keturunan sehingga mengakibatkan kelima
populasi ini menjadi mirip secara genetik. Selain itu, pohon filogenetik juga
menjelaskan bahwa secara keseluruhan setiap kelompok populasi tercampur
antara satu dengan yang lain dalam lima populasi ini sehingga memiliki kedekatan
secara genetik dan satu nenek moyang asal yang sama. Bahkan populasi yang
berasal dari beberapa negara di Asia dan di luar Asia juga membentuk clade yang
bercampur dengan populasi sampel yang di ambil di Indonesia. Hal ini
menunjukkan bahwa kerang hijau di beberapa negara di Asia berasal dari satu
nenek moyang yang sama dan kerang hijau telah dapat beradaptasi dan hidup di
luar negara di Asia seperti Amerika dan Australia. Hasil ini mendukung
pernyataan Kaluza et al. (2010), bahwa kerang hijau merupakan salah satu spesies
invasif di luar Asia. Sebagian besar invasif spesies terjadi oleh aktivitas manusia
seperti budidaya, sampah laut, tumpahan minyak, disengaja, perikanan, ballast
padat, boring kapal, air pemberat, dan lambung kapal. Akan tetapi faktor utama
yang berpotensi memicu terjadinya invasif spesies ke daerah lain ialah lambung
kapal dan air ballast (Mead et al. 2011).

F
995 OI
211 _AC 4
gi86 PB_ 782 9
erna 01_ 165 10 0
P. p AVP. 4 gi34 63777839 00
3
1
58-Mkong -8 gi311819730 436 0 0
ng HN 1 gi 557 576 841 0
Ho
C
6 90 7 90 0
5
V
m
ia P tna gi2 i2 19 14 45 0
Ind Vie ng 3 3-9 g i118 079 771 137 5
g 7 3 7 7
0
ko
ng 412 Vi2 gi1 36 37 93
Ho GB ia K4 gi3 36 595
LS Ind dia I-7 gi3 i21
ina
In OR N-8 4 g
Ch
P V A Ldia M O
In a PV PVK
di
In ndia
I

46-AM
50-TL.VVP.04_PB__AC
O
P.03_P
B__AC IF
OIF

I
In ndia
di
a P
In PV VK
di a M O
L
Ind PVP AN -12
Sin ia C AY -10 gi3
h -1 gi 3
g
Vi apor en1 gi3 336 637
Ind
ia P In etna e 1 g gi11 363 377 713
VK dia m 2 i30 81 77 13 1 0
AR 19
gi 77 97 14 3 0
Ind India -4 gi gi3411181 156 895 9 0 0
i a C 23
9
3
g 36 6 5 7 9 7 8 3 2
h
In en3 i341 377 83 37
Hon dia 20 gi118 6578 127 645 5
gkon
gi34 1978 42
India g 13 gi3 16578 91 59 10
2
1 gi3 41657 36 2613
43-A
M
41
8 6
44-AM VP.01_PB 65783822 6
_
VP.02
_PB___ACOIF
ACOIF
51-TL.VP.04
_PB_
53-PR.VP.01_PB_ _ACOIF
_ACOIF
54-PR.VP.02_PB__ACOIF
9

0.02

IF
CO OIF
A
_ C R4
B_ _A OI F
_P PB_ __C COI F
3
I
0 _
P. 5 PB __A ACO 26
V .0 _
K VP P.03 _PB B__ 6578 7884
5
M A
4- M V P.0 _P 341 879 30
0 6 62- -MA .V P.02 5 gi gi33 6578 88
8
0 60 -PR .V e 1 10
1
2 57 TL or SI gi34 8797
41 49- ngap pore e 17 gi33 869
i a or
I1
97
4146 SSing ngap ore S i1181 39
Si ngap s 1 g 7180 5
0
Si pine gi85 1805
1
3
ip
57
9
05 4P6hilstralia 16 gi8 819784 67
Au USA 2 gi11 181978 IF
1
ACO
land 2 gi1
Thai ippines 3_PB__ OIF
00 Phil5-AMVP.0 5_PB__AC
.0
4
08
0 52-TL.VPg 9 gi3416578
0 Hongkonre 9 gi341657810
063 Singapo
85718037
Australia 2 gi
0 Jepang gi227202511
Venezuela 17 gi85718059
0063Australia
5
0 USA 7 gi85gi85718043
0 USA 8 gi8 718045
5718047
0 US
0 ChinAa10 gi85718051
LSGB4
0 Chin
0 C a LSG 1203-2 gi2905
76422
0 hina LS B412030 CChina LS GB41203 3 gi290576
424
0 C hina L GB412 -4 gi29
0576
hin SG
030
0 TChinaa LSG B41203 6 gi2905 426
-7 g
7
H B4
0 ri
i290 6430
0 Tr nida YYJ 1203
0 Trininidadd 12 g 0903 -8 gi29 576432
057
gi
i2
0 T id (
643
0 T am ad TI) 565 305
0 T am pa (T 8 g 577 690304 4
0 Ja amp pa BBay S) 8 g i2565 52
0 J a m a a ay 1 2 i 2
5
56 774
J m i B
8 g
St ama aic ca 1 ay 7 gi2 i2565 5577 0
. A ic a 8 2 g gi 56 57 42
ug a 7 gi i25 256 557 746
us gi 25 65 55 734
tin 25 65 57 77
e 1 65 577 748 60
2 577 36
gi 6
25 2
65
57
75
0

8
73
5 7 64
6 5 77 7 8
25 55 8
gi 56 97 82
8 gi2 387 978
ne 7 i3 87 20
sti ne 6 g i33 78
gu sti SI4 5 g 165 802
Au gu e I1 i34 57 8
t. Au or e S g 16 779
0 S St. ngap por re 12 gi34 4165 876
7
0
i a
0 S ing gapo ore 7 5 gi3 3879 7880
S
3
9
p
Sininga apore 24 gi i3387 7806
t
5
3
g
S g
r
9
6
Sin ypo t 20 i341 1978
41
Maaypor rt 8 g gi118 363771 7
M aypo hen2 -5 gi3
02
I
C
5718 9
M
8
R
i
a
Inddi ia PVOg HK1 g i8571802
In ngkon HK2 g
8031
ng
i8571
Ho
o
g
k
3
Hong kong HK 56557744
22 Hong ong 12 gi2
57818
Hongkkong 11 gi3416
Hong ong 8 gi256557732
Hongk
56557758
Hongkong 7 gi2
Hongkong 5 gi341657796
56-PR.VP.04_PB__ACOIF

I
In ndi
di a P
a
In P V
di V K
aP G A
VC OA R-2
Ho
ng Ind HN -14 gi3
Ho kon ia -7 gi3 36
61 ng g H 27 gi3 36 37
-M ko K gi 3 3 7
Ho AVP ng 4 4 g 341 637 771 123 0
ngk .0 gi i85 65 71 15 0
o 4_ 3 7 7 0
Ind ng 6 PB_ 4165 1803850 5 0 0
i
Ind
Ind a 10 gi34 _AC 779 3 0
Indi ia PVC ia 28 gi34116578OIF4
a PV HN gi3 65 00
India GOA -9 gi 4165 7816
3
7
India PVKAR 15 gi3336377 852
11 0
-3
P
6
India VKOL-1 gi33633771171 0 29
1 gi
PVM
771 0
India P AN-9 gi33363771 25 0
36377 29 0
VORIIndia K58 gi3363771139 0
gi17079 47 0
1492
P. viridis gi
0
Australia 4 gi885718033 00
5718041 0
India 26 gi341657848 0
59-MAVP.02_PB__ACOIF 0
63-MKVP.02_PB__ACOIF
57720
Hongkong 1 gi2565718035
K5 gi85
Hongkong H gi341657844 0
India 24 gi3416578563 00
1
India 30 gi3363771121 07
OA-13- gi33637579373 0
G
V
P
India PVKAR gi2159 7135 00
7
India VKOL-3 gi33633771433 0
P
6
-6
10
India VMAN -6 gi3336377 843 00
I gi3 197 14 0
P
R
a
i
O
d
8
8
In
a PV Y-2 i11 57 6 00
Indi PVPA Vi1 g i34165784 OIF 0
g 16 C 12
a
a
i
i
0
d
d
In
In re 1 gi34 __A 578 840 0
o
4 0
6
gap 25 _PB 41 57 85 7 0
Sin India P.05 gi3 3416 6577710119 1
0
i
1
KV g 1 2 g 34 63 77 37
-M on 2 gi 33 63 59
65 ngk ndia 29 0 gi i33 59
o
I dia -1 g i21
H
In HN -16 2 g
A VC O L
P
a PVG KO
i
d
V
In dia a P
In ndi
I

64 Singapore 16 gi341657828
Singapore SI11 gi338797886
4 47
-AMVP.05_PB__A
0 Sing
COIF
0 Tam apore 18 gi34165783
2
0 Thail pa Bay gi1402
and 1 g
8648
0 U
0 USSA 9 gi857i118197851
18049
0 V A 11
0 V enezue gi857180
0 C enezu la 18 g 53
e
i857
hin
la
0
1806
0 Trin a LS 9 gi8
0 TTrini idad ( GB412 571805 1
T
d
0
0
r
a
3- 1 7
I
g
0 Ta inid d (T )2 g
0 Jammpa ad gi S)2 g i25655 i29057
642
i2
7
0 S a B 14
0
0 Sint. Au ica 2 ay 2 0286 5655 754
775
0 M ga gu gi gi2 46
6
M ay po sti 256 56
p
n
5
a
H o y o re e
5
5
ng por rt 9 SI1 2 gi 5772 7724
ko t 2 gi 3 6 g 2 5 6
ng gi 38 i33 655
2 341 79 87 772
gi 6 78 97
25 57 72 87 8
4
65 80
57 4
72
2

11

Gambar 5 Rekonstruksi pohon filogenetik Perna viridis dengan marka COI
menggunakan metode Neigbour-Joining (NJ) dengan nilai bootstrap 1000 dengan
total sekuens 158 dari populasi Indonesia dan seluruh populasi dunia (Lihat Tabel
1)

12

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa struktur populasi genetik P.
viridis di lima lokasi menunjukan adanya hubungan genetik yang dekat antar
populasi. Konektivitas genetik terhubung diantara populasi dari Muara Kamal,
Teluk Lada, Palabuhan Ratu, Makassar, dan Ambon. Keragaman haplotipe P.
viridis di lima lokasi tergolong tinggi sehingga kelima populasi tersebut memiliki
keragaman genetik yang tinggi. Hubungan genetik yang dekat antar populasi di
lima lokasi ini kemungkinan besar berkaitan dengan jalur lintas pelayaran
Indonesia sebagai media persebaran spesies P. viridis.
Saran
Berdasarkan hasil yang telah didapatkan, maka penulis menyarankan agar
dilakukan penelitian lebih lanjut di beberapa negara yang diduga mengalami
invasif kerang hijau, sehingga dapat dilakukan kerjasama internasional dengan
negara yang bersangkutan untuk menanganinya.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmed Y. 2013. Pengaruh simulasi transportasi kapal terhadap kerentanan kerang
hijau Perna viridis pada stress suhu yang meningkat [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Cappenberg HAW. 2008. Beberapa Aspek Biologi Kerang Hijau (Perna viridis,
Linnaeus 1758). Oseana, volume 33(1): 33–40.
Excoffier L, Lischer H. 2009. Arlequin ver 3.5 user manual ; An integrated
software package for population genetics data analysis. Swiss Institute of
Bioinformatics.
Excoffier L, Smouse PE, Quattro JM. 1992. Analysis of moleculer variance
inferred from metric distance among DNA haplotipes; application to human
mitochondrial DNA restriction data. Genetics, volume 131: 479-491.
Gilg MR, Johnson EG, Gobin J, Bright BM, Ortolaza AL. 2012. Population
genetics of introduced and native populations of the green mussel, Perna
viridis: determining patterns of introduction. Biol Invasions, DOI
10.1007/s10530-012-0301-2.
Gillis LK, Walters LJ, Fernandes FC, Hoffman EA. 2009. Higher genetic
diversity in introduced than in native populations of the mussel Mytella
Charruana: evidence of population admixture at introduction sites.
Diversity and Distributions, (Diversity Distrib.)15: 784–795.
Kaluza P, Kölzsch A, Gastner MT, Blasius B. 2010. The complex network of
global cargo ship movements. Interface journal of the royal society.
Koh TL, Khoo G, Li QF, Phang VPE. 1999. Genetic diversity among wild form
and culvated variates of discus (Symphysodon Spp) as revealed by Random
Amplified Polymorphic DNA (RAPD) fingerprinting. Aquaculture, volume
173: 485-497.

13
Kölzsch A, Blasius B. 2011. Indications of marine bioinvasion from network
theory An analysis of the global cargo ship network. The European physical
journal B. DOI: 10.1140/epjb/e2011-20228-5.
Kusuma, AB. 2014. Konektivitas dan keragaman genetik pada karang lunak
Sarcophyton trocheliophorum serta implikasinya terhadap kawasan
konservasi laut [Tesis]. Bogor (ID) Institut Pertanian Bogor.
Lande R. 1988. Genetics and demography in biological Conservation. Science,
volume 241(4872): 1455-1460.
Lynch M, Crease TJ. 1990. The analysis of population survey data on DNA
sequence variation. Moleculer Biology Evolution, volume 7: 337–394.
Mead A, Carlton JT, Griffiths CL, Rius M. 2011. Revealing the scale of marine
bioinvasions in developing regions: a South African re-assessment.
Biological invasion. doi:10.1007/s10530-011-0016-9
Mulyasari, SDT, Kristanto AH, Kusmini II. 2010. Karakteristik genetic enam
populasi Nilem (Osteochilus hasselti) di Jawa Barat. Jurnal Riset
Akuakultur, volume 5(2): 175-182.
Nei M. 1987. Moleculer evolutionary genetics. Columbia University. Press. New
York. 512 hal.
Nei M. 1978. Estimation of average heterozygosity and genetic distance from a
small number of individuals. Genetics, volume 89: 583-590.
Nei M. 1972. Genetic distance between population. American Nature, volume
106: 283-292.
Nuryanto A, Kochzius M. 2009. Highly restricted gene flow and deep
evolutionary lineages in the giant clam Tridacna maxima. Coral Reefs,
volume 28: 607–619.
Prehadi, Sembiring A, Kurniasih EM, Rahmad, Arafat D, Subhan B, Madduppa H.
2015. DNA barcoding and phylogenetic reconstruction of shark species
landed in Muncar fisheries landing site in comparison with Southern Java
fishing port. Biodiversitas, volume 16(1): 55–61.
Randi E, Lucchini V. 1998. Organization and evolution of the mitochondrial DNA
control region in the avian genus Alectoris. Journal of Molecular Evolution,
volume 47: 449-462.
Siddall SE. 1980. A Clarification of the Genus Perna (Mitylidae). Bullletin of
Marine Science, volume 30(4): 858–870.
Tamura K, Dudley J, Nei M, Kumar S. 2007. MEGA: Molecular Evolutionary
Genetic Analysis (MEGA) software version 4.0. Advance Access
published May 7. Oxford University Press. Mol Bio 10.
1093/molbev/msm092.
Ward RD, Holmes BH, White WT, Last PR. 2008. DNA barcoding Australasian
chondrichthyans: results and possible uses in conservation. Mar.
Freshwater Res, volume 59: 57–71.

14

LAMPIRAN

15
Lampiran 1 Komposisi Master Mix (MM) pada PCR
Master mix ..... tabung
STANDAR PROTOCOL ( 1μL DNA template)

ddH2O
10x Buffer PCR (PE-II)
dNTPs (8 mM)
MgCl2 (25 mM)
Primer 1 (10 mM)
Primer 2 (10 mM)
Amplitaq polymerase ( 5 unit/ µL)
Total

MM 1

MM 2

5,5
1,5
2,5
2
1,25
1,25
.....
14

9
1
....
....
....
....
0,125
10,125

16
Lampiran 2 Hasil pengurutan basa nukleotida (sequencing) pada Sticophus
ocellatus
#AM.VP.01
CTTTCTCATCCCGGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCA
TGCATTAGTAATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACT
TCCATTATGTATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGC
ACCTAATGCTTTGTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAA
CTATTTATCCACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGT
CTTTACATTTAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAAT
ATGCCTACAATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCG
GTGTTCTTTTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAA
ATTTCAATACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTT
GGTTTTTTGGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTA
ATTATGCATTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGT
ATTGGTGTTATAGGTTGTGTGGTGTGGGCTCACCACAT-----#AM.VP.02
CGGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTA
ATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGT
ATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCT
TTGTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCC
ACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTT
AATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAA
TAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTT
AATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATA
CTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTG
GTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCAT
TATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATA-----------------------------#AM.VP.03
GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA
TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT
TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT
GTACTTACTTATTTTGTCTTTCATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC
CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA
TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA
AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTTAA
TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA
GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC
ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT
TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA
GGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCA--------#AM.VP.04
AACAACTCATGCATTAGTAATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAA
TTGATTACTTCCATTATGTATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATT
TTGGTTGGCACCTAATGCTTTGTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGA
CAGGTTGAACTATTTATCCACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTT
TGATTACGTCTTTACATTTAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTA
ATAAGAATATGCCTACAATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTAC
CGTAACTGGTGTTCTTTTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTT
TGATCGAAATTTCAATACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGC
ATGTATTTTGGTTTTTTGGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGT
CAAAAGTAATTATGCATTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCT
ATAGTTGGTATTGGTGTTATAGGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCATATATTTAC-----------#AM.VP.05
GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA
TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT
TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT
GTACTTACTTATTTTGTCGTTTATGACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC
CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA

17
TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA
AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTTAA
TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA
GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC
ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT
TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA
GGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCA--------#TL.VP.02
GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA
TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT
TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT
GTACTTACTTATTTTGTCGTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC
CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA
TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA
AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTTAA
TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA
GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC
ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT
TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA
GGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCA--------#TL.VP.03
ATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAATAATTTTTTTTGCTGTAATG
CCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTATTGGTGGTGTTGATTTAATT
TTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTTGTACTTACTTATTTTGTCTT
TTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCACCTTTATCTTCTGGGTTGTAC
CATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAATTGGATTGAGTTCTTTATTA
GGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATAAAAATAAAGGGTGAGAAAT
CTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGG
CTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAG
GGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTA
TTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTG
GTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATAGGTTGTGTGGTGTGGGCTCA--#TL.VP.04
CCCGGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAG
TAATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTAT
GTATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATG
CTTTGTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTAT
CCACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACAT
TTAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTAC
AATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTT
TTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAAT
ACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTT
GGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCA
TTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGT
TATAGGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCA--------#TL.VP.05
CCCGGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAG
TAATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTAT
GTATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATG
CTTTGTACTTACTTATTTTGTCTTTCATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTAT
CCACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACAT
TTAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTAC
AATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTT
TTAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAAT
ACTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTT
GGTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCA
TTATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCG-----------------------------------------------------------------------

#PR.VP.01

18
GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA
TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT
TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT
GTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC
CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA
TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA
AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACTGGTGTTCTTTTAA
TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA
GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC
ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT
TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA
GGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCA--------#PR.VP.02
GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA
TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT
TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT
GTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC
CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA
TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA
AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACTGGTGTTCTTTTAA
TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA
GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC
ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT
TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA
GGTTGTGTGGTGTGGGCTCA-----------#PR.VP.04
GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA
TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT
TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT
GTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC
CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA
TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA
AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACTGGTGTTCTTTTAA
TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA
GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC
ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT
TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA
GGTTGTGTGGTGTGGGCTCA-----------#PR.VP.05
GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA
TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT
TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT
GTACTTACTTATTTTGTCGTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC
CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA
TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACAATA
AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTTTAA
TTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCTGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATACTA
GGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTGGTC
ATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCATTAT
TCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATATGCTATAGTTGGTATTGGTGTTATA
GGTTGTGTGGTGTGGGCTCATCAATATTTTAC-------------------------------------------------------------------#MA.VP.01
AATAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGGGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATG
TATTGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGC
TTTGTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAAAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATC
CACCTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATT
TAATTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATGCCTACA
ATAAAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACCGTAACCGGTGTTCTTT
TAATTATTTCTGTGCCAGTTCTGGCCGGTGGGATTACTATATTGTTGTTTGATCGAAATTTCAATA
CTAGGTTTTTTGATCCTATTGGAGGGGGAGATCCTGTTTTATTTCAGCATGTATTTTGGTTTTTTG

19
GTCATCCTGAGGTGTACATTCTTATTCTTCCGGCGTTTGGTGTGATGTCAAAAGTAATTATGCAT
TATTCTGGTAAAGATTCTGTTTTTGGTTCGGTTGGGATATTATAT-----------------------------------------#MA.VP.02
GGGGGTAATTTTTTGAAAAATGAAAGGTTATATAATGTTGTAGTAACAACTCATGCATTAGTAA
TAATTTTTTTTGCTGTAATGCCTTTACTTATTGGTGCTTTTGGGAATTGATTACTTCCATTATGTAT
TGGTGGTGTTGATTTAATTTTTCCTCGTTTAAATAATTTGAGATTTTGGTTGGCACCTAATGCTTT
GTACTTACTTATTTTGTCTTTTATAACGGAGAAAGGAGCTGGGACAGGTTGAACTATTTATCCAC
CTTTATCTTCTGGGTTGTACCATACTGGGCCTGCTGTTGATATTTTGATTACGTCTTTACATTTAA
TTGGATTGAGTTCTTTATTAGGTTCGATTAATTTTGTGAGGACTAATAAGAATATACCTACAATA
AAAATAAAGGGTGAGAAATCTGAGTTGTATTTGTGGAGGATTACTGTAACCGGTGTTCTTTTAA
TC