Peningkatan Produktivitas Proses Produksi Ban Motor dengan Pendekatan Produktivitas Hijau (Studi Kasus di PT. XYZ)

i

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PROSES PRODUKSI BAN
MOTOR DENGAN PENDEKATAN PRODUKTIVITAS HIJAU
(STUDI KASUS DI PT. XYZ)

RUM PUSPITA WIDHIARTI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Peningkatan

Produktivitas Proses Produksi Ban Motor dengan Pendekatan Produktivitas Hijau
(Studi Kasus di PT. XYZ) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2014
Rum Puspita Widhiarti
NIM F34090092

iv

ABSTRAK
RUM PUSPITA WIDHIARTI. Peningkatan Produktivitas Proses Produksi Ban
Motor dengan Pendekatan Produktivitas Hijau (Studi Kasus di PT. XYZ).
Dibimbing oleh MARIMIN dan MUHAMMAD ARIF DARMAWAN.
Industri karet alam Indonesia memiliki produktivitas lebih rendah daripada
negara produsen karet alam lainnya. Permasalahan produktivitas merupakan

bagian penting dalam suatu industri sehingga tingkat produktivitas yang rendah
membutuhkan peningkatan produktivitas. Penelitian ini bertujuan mendapatkan
rumusan peningkatkan produktivitas proses produksi ban motor dengan
pendekatan produktivitas hijau. Penentuan strategi peningkatan produktivitas
dihasilkan dari dua tahap analisis. Tahap pertama, analisis proses produksi
dilakukan dengan memetakan setiap aliran proses menggunakan Green Value
Stream Mapping (GVSM) dan neraca massa serta dilakukan perhitungan Green
Productivity Index (GPI) kondisi awal. Tahap kedua, analisis keberlanjutan
dilakukan dengan menggunakan teknik Multidimensional Scaling (MDS) dan
dihasilkan tingkat keberlanjutan agroindustri ban motor. Setelah dilakukan
analisis mendalam untuk mendapatkan rumusan peningkatan produktivitas
barulah dilakukan dengan menggunakan metode Analytical Hierarchy Process
(AHP). Tingkat keberlanjutan dimensi ekonomi kurang berkelanjutan (KB)
sedangkan tingkat keberlanjutan dimensi sosial dan lingkungan cukup
berkelanjutan (CB). Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, GPI kondisi awal
memiliki nilai sebesar 1.081 dengan nilai dampak lingkungan sebesar 1.073 dan
nilai indikator ekonomi sebesar 1.160. Skenario terbaik yaitu pengendalian
karakter bahan baku serta penggunaan air dan bahan baku kembali menghasilkan
nilai GPI sebesar 1.123 dengan nilai dampak lingkungan sebesar 1.040 dan nilai
indikator ekonomi sebesar 1.168. Dibutuhkan analisis mendalam mengenai proses

produksi ban motor dan sistem terpadu dalam pengukuran tingkat GP untuk
kedepannya sehingga dapat menghasilkan skenario perbaikan yang lebih bagus.
Kata kunci: AHP, Ban Motor, GPI, MDS

ABSTRACT
RUM PUSPITA WIDHIARTI. Productivity Improvement of Mototcycle Tire
Production Process with Green Productivity Approach (Case Study at PT. XYZ).
Supervised by MARIMIN and MUHAMMAD ARIF DARMAWAN.
Indonesian rubber Industries has the lower productivity among other rubber
producer countries. Productivity issue was important part in the industry so low
productuivity needed productivity improvement. The main objective of this
research was to obtain productivity improvement formulation of motorcycle tire
production process with green productivity approach. Research included two
kinds of analysis. First, production process analysis was done by mapping each
stream in production process used GVSM and mass balance also the initial GPI
calculation. Second, sustainability analysis using MDS and produced

v

sustainability degree of motorcycle tire agroindustry. After further analysis to

obtain productivity improvement formulation, then AHP applied to weigh the
improvement alternative. Sustainability index of economic dimension was less
sustain (LS) meanwhile sustainability index of social and environment were
sustain enough (SE). Based on the overall analysis, the GPI initial was 1.081 with
environmental impact was 1.073 and economic indicator was 1.160. Best scenario
which was raw materials characteristics control also reuse of water and material
obtained GPI value 1.123 with environmental impact was 1.040 and economic
indicator was 1.168. On future, GP measurement needed depth analysis of
motorcycle tire production process and integration system so could produced
better improvement scenario.
Keywords: AHP, GPI, MDS, Motorcycle Tire

vi

vii

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS PROSES PRODUKSI BAN
MOTOR DENGAN PENDEKATAN PRODUKTIVITAS HIJAU
(STUDI KASUS DI PT. XYZ)


RUM PUSPITA WIDHIARTI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Teknologi Industri Pertanian

DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

viii

ix

Judul Skripsi : Peningkatan Produktivitas Proses Produksi Ban Motor dengan
Pendekatan Produktivitas Hijau (Studi Kasus di PT. XYZ)

Nama
: Rum Puspita Widhiarti
NIM
: F34090092

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Marimin, Msc
Pembimbing I

M. Arif Darmawan, STP MT
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


x

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2013 ini ialah Produktivitas
Hijau, dengan judul Peningkatan Produktivitas Proses Produksi Ban Motor
dengan Pendekatan Produktivitas Hijau (Studi Kasus di PT. XYZ).
Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihakpihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini yaitu :
1. Bapak Prof Dr Ir Marimin, Msc dan Bapak M. Arif Darmawan, STP MT
selaku Pembimbing Akademik atas perhatian dan bimbingannya selama
penelitian dan penyelesaian skripsi serta Ibu Prof Dr Ir Nastiti Siswi Indrasti
yang telah banyak memberikan saran dalam skripsi ini.
2. Bapak Wayah SW, selaku Direktur PT. XYZ, Ibu Niken SR, Bapak Sunarto,
Bapak Asep serta Bapak Widiyarto atas bimbingan dan bantuannya dalam
pengumpulan data selama penelitian.
3. Bapak Dr Ir Muslich, Msi; Bapak Budi Sentioko, ST; dan Bapak Joko Suratno,
ST selaku narasumber terkait wawancara dalam penelitian ini.
4. Ayahanda Drs Sugiyarto, ibunda Ir Lies Widoworo Satiti, dan adinda Rien
Kuntum Widhiarti atas doa dan dukungan tanpa henti kepada penulis.

5. Seluruh member INFINITE yang telah memberikan dukungan melalui
karyanya.
6. Teman-teman TIN IPB 46 dan Kost Putri Jaika Badoneng atas doa dan
dukungannya.
7. Semua pihak yang telah ikut berdoa dan memberikan motivasi dalam penulisan
skripsi ini yang tidak bisa disebutkan satu per satu.
Semoga tulisan ini bermanfaat dan memberikan kontribusi nyata terhadap
pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang industri karet Indonesia.

Bogor, Februari 2014
Rum Puspita Widhiarti

xi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix

DAFTAR GAMBAR


ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2

Tujuan Penelitian


2

Ruang Lingkup Penelitian

2

TINJAUAN PUSTAKA

3

Karet

3

Ban Motor

3

Neraca Massa


3

Produktivitas

4

Produktivitas Hijau (Green Productivity)

5

Green Productivity Index (GPI)

5

Green Value Stream Mapping (GVSM)

6

Analytical Hierarchy Process (AHP)

6

Multidimensional Scaling (MDS)

7

METODE

8

Kerangka Pemikiran

8

Proses Produksi dan Kebutuhan Bahan

9

Pengukuran Produktivitas Hijau

10

Peningkatan Produktivitas

12

Analisis Keberlanjutan

12

Pendekatan Sistem

13

Penetapan Responden

13

Tata Laksana Penelitian

13

HASIL DAN PEMBAHASAN

14

Proses Produksi dan Neraca Massa Proses Produksi Ban Motor

14

Current State Green Stream Map Produksi Ban Motor

19

xii

Pengukuran Produktivitas

20

Analisis Keberlanjutan

21

Analisis Peningkatan Produktivitas

25

Peningkatan Produktivitas Hijau

27

Evaluasi Simulasi Skenario Perbaikan

28

Analisis Implikasi Manajerial

32

SIMPULAN DAN SARAN

33

Simpulan

33

Saran

34

DAFTAR PUSTAKA

34

LAMPIRAN

37

RIWAYAT HIDUP

58

xiii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Tujuh sumber pembangkit limbah (Wills 2009)
Proses pencampuran pada tiap mesin Banburry
Hasil analisis tujuh sumber limbah hijau (seven green wastes)
Perhitungan nilai rendemen pengeluaran scrap
Kategori nilai indikator keberlanjutan agroindustri ban motor
Kategori indeks keberlanjutan
Indeks keberlanjutan berdasarkan analisis MDS
Hierarki perhitungan bobot level 5 (alternatif) penentuan strategi
Skenario rancangan alternatif strategi peningkatan produktivitas
Perbandingan indeks ketiga rancangan perbaikan

10
15
19
20
22
23
23
27
29
30

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Diagram alir kerangka berpikir
Tahapan pengukuran produktivitas hijau
Tahapan peningkatan produktivitas
Diagram alir proses produksi ban motor
Green value stream mapping proses produksi ban motor di PT. XYZ (current
state)

6 Diagram layang indeks keberlanjutan
7 Struktur hierarki penentuan strategi peningkatan produktivitas dengan
pendekatan produktivitas hijau
8 Rancangan upaya peningkatan produktivitas
9 Diagram perbandingan indeks rancangan perbaikan
10 Peta aliran material (GVSM future state)
11 Urutan langkah peningkatan produktivitas proses produksi ban motor
12 Ilustrasi pengurangan dampak lingkungan dalam kegiatan peningkatan
produktivitas proses produksi ban motor

9
10
12
17
18
24
26
29
30
31
32
33

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Perhitungan variabel dampak lingkungan
Standar mutu ban sepeda motor berdasarkan SNI 06-0101-2002
Tampilan hasil penghitungan analisis keberlanjutan
Tabel perhitungan biaya kebutuhan proses produksi ban motor
Tampilan pengisian model AHP penentuan strategi peningkatan
produktivitas
6 Keseluruhan perhitungan skenario
7 Petunjuk instalasi perangkat lunak

37
38
39
44
46
47
55

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Karet alam (Hevea barisiliensis) merupakan komoditas yang penting
peranannya bagi perekonomian dari sub-sektor perkebunan karena memberikan
kontribusi pada peningkatan devisa Indonesia. Nilai ekspor dari sektor industri
pengolahan karet berada di peringkat empat pada tahun 2012 (Kementrian
Perindustrian 2013). Berdasarkan data Direktorat Jenderal Perkebunan Indonesia,
total luas perkebunan karet di Indonesia hingga tahun 2011 mencapai 3.45 juta
Ha. Indonesia merupakan negara produsen karet alam terbesar kedua di dunia
(sekitar 28% dari produksi karet dunia di tahun 2010) setelah Thailand (sekitar
30%) (Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian 2011).
Agroindustri, seperti halnya industri yang lain, baik yang menghasilkan
produk dalam bentuk barang atau produk dalam bentuk jasa, agar dapat
berkembang atau paling tidak tetap bertahan di era persaingan global dituntut
untuk selalu meningkatkan produktivitas usahanya (Machfud 1999). Rendahnya
tingkat produktivitas dapat mempengaruhi tingkat profitabilitas perusahaan.
Apabila perusahaan memiliki tingkat profitabilitas yang tinggi sedangkan tingkat
produktivitasnya rendah, maka yang akan terjadi adalah tingkat profitabilitas tidak
akan berlanjut dalam jangka panjang, dalam jangka panjang produktivitas yang
rendah akan menggerogoti keuntungan perusahaan (Gaspersz 2000). Hal ini
menjadikan penting bagi perusahaan untuk melakukan pengukuran produktivitas
pada usahanya.
Kebijakan ekonomi saat ini yang hanya menitikberatkan pada pertumbuhan
ekonomi dan produktivitas tanpa memperhatikan aspek lingkungan menyebabkan
kerugian berupa dampak lingkungan yang tidak dapat diubah. Kebutuhan
penggunaan sumber daya yang efisien dan kebijakan serta perilaku lingkungan
perusahaan yang ramah lingkungan kini telah diakui di seluruh dunia. Kinerja
suatu perusahaan tidak lagi dapat dievaluasi berdasarkan parameter ekonomi saja,
karena saat ini kinerja perusahaan juga harus terintegrasi dengan kinerja
lingkungan (Saxena et al. 2003).
Industri karet alam Indonesia memiliki produktivitas yang rendah bila
dibandingkan dengan produktivitas negara tetangga yang juga merupakan
penghasil karet alam terbesar dunia yakni Thailand (Wiguna 2012). Peningkatan
produktivitas industri karet alam dapat dilakukan melalui pendekatan
produktivitas hijau. Selain dapat meningkatkan produktivitas juga dapat
meningkatkan nilai jual produk karet alam tersebut dikarenakan dalam proses
produksinya memperhatikan dimensi lingkungan. Dengan lebih memperhatikan
aspek lingkungan maka produk yang dihasilkan akan bersifat lebih ramah
lingkungan dan menurunkan limbah yang dihasilkan. Hal ini dapat menyebabkan
harga pokok produk yang lebih rendah dan memiliki nilai ramah lingkungan.
Wiguna (2012) melakukan penentuan strategi peningkatan produktivitas
proses produksi karet alam dan terdapat beberapa prioritas yang dapat dijadikan
rekomendasi kebijakan bagi perusahaan. Rekomendasi ini meliputi perbaikan
kegiatan manajemen pabrik dan peningkatan kualitas SDM. Rekomendasi ini juga
sudah meliputi aspek perbaikan dengan pendekatan green productivity yang

2
bertujuan meminimalisasi dampak lingkungan. Selain itu, untuk mengetahui
bagaimana tingkat keberlanjutan dan pengaruhnya terhadap dimensi sosial, maka
dilakukan pengukuran tingkat keberlanjutan dengan menggunakan teknik
Multidimensional Scaling (MDS).
Salah satu produk turunan dari karet alam adalah ban motor. Sistem
pengukuran produktivitas produksi pada ban motor merupakan faktor penting
dalam pengembangan dan optimalisasi pencapaian produktivitas pada produksi
ban motor. Melalui pengukuran tingkat pencapaian produktivitas ini, maka
selanjutnya dapat dilakukan analisis perbaikan untuk meningkatkan produktivitas
pada proses produksi ban motor. Analisis ini dapat dijadikan sebagai salah satu
dasar dalam kegiatan pengambilan keputusan yang berkaitan dengan optimalisasi
produktivitas produksi ban motor dan peningkatan produktivitas serta aspek
lingkungan pada produksi ban motor.
Perumusan Masalah
Produktivitas merupakan salah satu aspek yang memiliki peranan penting
dalam industri. Demikian pula pada industri hilir karet alam seperti industri ban
motor. Produktivitas harus ditingkatkan atau tetap dipertahankan agar dapat
bertahan dalam persaingan antar industri. Untuk mengatasi permasalahan tersebut
dilakukan peningkatan produktivitas dengan pendekatan produktivitas hijau.
Selain itu juga dilakukan analisis keberlanjutan untuk mengetahui tingkat
keberlanjutan dari industri ban motor.
Tujuan Penelitian
Tujuan utama penelitian ini adalah mendapatkan rumusan peningkatkan
produktivitas dari proses produksi ban motor dengan pendekatan produktivitas
hijau. Tujuan antara dari penelitian ini yaitu mengidentifikasi faktor yang
mempengaruhi produktivitas hijau pada proses produksi ban motor, mengukur dan
mengevaluasi tingkat produktivitas hijau pada proses produksi ban motor,
merumuskan model sistem perancangan peningkatan produktivitas pada proses
produksi ban motor melalui pendekatan konsep produktivitas hijau, menentukan
strategi peningkatan produktivitas hijau pada proses produksi ban motor, dan
mengetahui tingkat keberlanjutan dari agroindustri ban motor.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini mencakup analisis tingkat produktivitas
produksi pada produk hilir karet alam dan faktor-faktor yang mempengaruhinya,
identifikasi model rancangan sistem peningkatan produktivitas produksi pada
produk hilir karet alam, penerapan produktivitas hijau sebagai solusi peningkatan
produktivitas produksi pada produk hilir karet alam, analisis dan penentuan
strategi peningkatan produktivitas produksi pada ban motor, serta analisis tingkat
keberlanjutan industri ban motor.

3

TINJAUAN PUSTAKA
Karet
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan
(dikenal sebagai lateks) di getah beberapa jenis tumbuhan tetapi dapat juga
diproduksi secara sintetis. Sumber utama karet adalah pohon karet Hevea
brasiliensis (Euphorbiaceae). Penyadapan lateks dapat dilakukan dengan mengiris
sebagian dari kulit batang (Setyamidjaja 1993). Karet alam mempunyai daya
lentur yang tinggi, kekuatan tensil, dan dapat dibentuk dengan panas yang rendah.
Daya tahan karet terhadap benturan, goresan, dan koyakan sangat baik, namun
karet alam tidak begitu tahan terhadap faktor-faktor lingkungan, seperti oksidasi
dan ozon. Karet alam juga mempunyai daya tahan yang rendah terhadap bahanbahan kimia seperti bensin, minyak tanah, bensol, pelarut lemak (degreaser),
pelarut, pelumas sintetis, dan cairan hidrolik. Sifat fisik dan daya tahan karet
menyebabkan karet alam dipakai untuk produksi-produksi pabrik yang
membutuhkan kekuatan yang tinggi dan panas yang rendah (misalnya ban pesawat
terbang, ban truk raksasa, dan ban-ban kendaraan) dan produksi-produksi teknik
lain yang memerlukan daya tahan sangat tinggi (Sppilance 1989). Pada abad ke20, sejak ditemukannya mobil, permintaan akan karet mengalami lonjakan. Hal ini
menyebabkan karet alam menjadi benda langka, sehingga ditemukanlah karet
sintesis sebagai gantinya (Kawashima 2007 dalam Pasaribu 2008).
Ban Motor
Ban motor merupakan salah satu produk turunan dari karet alam. Bahan
baku utama ban motor yaitu polimer; sedangkan bahan pendukung antara lain
activator, antioksidan, softeners, dan carbon black. Karet yang digunakan pada
manufaktur ban adalah polimer thermal set. Polimer tersebut memiliki bahan
tambahan beraneka ragam yang memiliki fungsi berbeda. Bahan-bahan utama
pada polimer yang digunakan pada produksi ban antara lain karet alam, karet
sintetik, poliisoprene, polibutadiena, dan styrene butadiena.
Activator yang biasa digunakan dalam proses produksi ban antara lain zinc
oxide, asam stearat, magnesium oksida, litharge, amines, dan amine soaps. Fungsi
dari activator untuk mengaktifkan sulfur dalam pembentukan ikatan sulfur yang
dibutuhkan pada vulkanisasi karet. Antioksidan berfungsi untuk mencegah
perusakan ikatan pada karet, dengan cara melindungi ban dari oksigen dan ozon
yang nantinya akan berikatan dengan radikal bebas. Softeners seperti peptizers,
catalytic plasticizers, umumnya thiophenols, dan disulfida ditambahkan dengan
tujuan meningkatkan kinerja karet selama proses awal sebelum vulkanisasi.
Carbon black dapat disebut sebagai bahan pengisi ideal bagi ban karena
memberikan warna hitam yang menarik dan memiliki daya tahan terhadap bahan
tambahan lainnya seperti antioksidan (University of California Riverside 2006).
Neraca Massa
Neraca massa atau neraca berat (weight balance) seringkali disebut sebagai
neraca material dalam industri kimia. Suatu neraca massa dapat bermakna tanpa

4
adanya neraca energi, tetapi sebaliknya suatu neraca energi membutuhkan
pengetahuan tentang massa dan komposisi dari semua aliran yang ada dalam
neraca. Kombinasi dari neraca massa dan neraca energi merupakan suatu alat yang
penting untuk evaluasi yang efektif terhadap proses rutin suatu industri kimia
(Clausen dan Mattson 1978).
Neraca massa dibuat berdasarkan konsep hukum kekekalan (konservasi)
materi yang menyatakan bahwa atom-atom tidak dapat atau dihancurkan. Atomatom yang masuk ke dalam suatu sistem terakumulasi dalam sistem atau
meninggalkannya. Jika tidak terjadi akumulasi dalam sistem maka jumlah dari
total massa memasuki sistem sama dengan jumlah dari total massa meninggalkan
sistem. Secara umum rumusan dari neraca massa didefinisikan sebagai jumlah
input sama dengan jumlah output.
Produktivitas
Produktivitas merupakan perbandingan antara efektivitas pelaksanaan tugas
dengan efisiensi penggunaan sumber-sumber daya. Efektivitas diartikan sebagai
suatu ukuran yang memberikan gambaran seberapa jauh target yang dapat tercapai
baik secara kuantitas maupun waktu sedangkan efisiensi merupakan suatu ukuran
dalam membandingkan penggunaan masukan input yang direncanakan dengan
penggunaan masukan yang sebenarnya dilakukan. Semakin besar nilai persentase
pencapaian target, maka semakin tinggi tingkat efektivitasnya.
Rasio efisiensi mudah untuk diukur, baik dengan dasar penghitungan berupa
waktu, uang, atau unit lainnya. Efektivitas disisi lain merupakan istilah yang lebih
tersebar dan sulit untuk diukur pada berbagai kondisi. Efektivitas menggambarkan
tingkatan hasil yang dicapai, efisiensi menggambarkan seberapa baik pemanfaatan
dari sumber daya pada proses transformasi. Definisi yang sedemikian rupa dapat
mengarah kepada konsep yang menarik karena biasanya tidak ada batasan akan
seberapa efektif suatu organisasi dapat tercapai. Jackson (2000) menyatakan
bahwa fokus utama pada efisiensi bukan merupakan cara yang membuahkan hasil
nyata untuk meningkatkan produktivitas. Sayangnya fokus utama sedemikian rupa
yang sering terjadi di industri, terutama saat terjadi aktivitas pengurangan biaya.
Kombinasi nilai yang tinggi dari efisiensi dan efektivitas pada proses transformasi
akan mengarah kepada produktivitas yang tinggi. Dengan demikian, terdapat
kemungkinan suatu sistem yang efektif namun tidak efisien, begitu pula terdapat
kemungkinan suatu sistem yang efisien namun tidak efektif (Tangen 2002).
Menurut Al-Darrab di dalam Gandhi et al. (2006) produktivitas dapat
ditingkatkan dengan lebih banyak melakukan perbaikan sumber daya secara
efektif dan efisien untuk menghasilkan output yang diinginkan. Hal yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan produktivitas, diantaranya adalah penerapan
teknologi produksi maju untuk meningkatkan output dan mengurangi input
melalui kegiatan minimasi limbah. Sumanth di dalam Gaspersz (2000)
memperkenalkan suatu konsep formal yang disebut sebagai siklus produktivitas
untuk dipergunakan dalam peningkatan produktivitas terus-menerus. Ada empat
tahap daur yang saling berkaitan dan berkesinambungan, yaitu :
1. Pengukuran Produktivitas
3. Perencanaan Produktivitas
2. Evaluasi Produktivitas
4. Perbaikan Produktivitas

5
Dalam peningkatan produktivitas perlu diketahui unsur-unsur yang terkait
yaitu kualitas, efektivitas dan efisiensi (Sumanth di dalam Gaspersz 2000). Naik
turunnya tingkat produktivitas disebabkan oleh faktor pada pihak manajemen,
karena pihak manajemen merupakan faktor yang paling berpengaruh, terutama
dalam proses perencanaan dan penjadwalan, pengaturan beban kerja, kejelasan
instruksi kerja dan evaluasi, serta dalam menumbuhkan motivasi kerja dan
loyalitas pekerja terhadap institusi.
Produktivitas Hijau (Green Productivity)
Produktivitas hijau merupakan suatu strategi peningkatan produktivitas dan
capaian lingkungan untuk keseluruhan yang berlandaskan pada pengembangan
sosial ekonomi. Faktor-faktor dari aplikasi produktivitas terdiri atas alat pada
manajemen lingkungan, teknik, dan teknologi untuk mengurangi dampak yang
mempengaruhi lingkungan yang diakibatkan dari aktivitas perusahaan atau
organisasi. Secara fungsional produktivitas hijau bertujuan memastikan tingkat
keuntungan bagi organisasi atau perusahaan (tingkat profitabilitas), meningkatkan
mutu hidup, dan mengurangi dampak lingkungan (APO 2006).
Tiga kunci utama dalam pelaksanaan produktivitas hijau adalah strategi,
produktivitas, dan capaian lingkungan. Tujuan dari produktivitas hijau adalah
untuk menghasilkan capaian lingkungan yang menggunakan sumber daya dan
energi material yang lebih sedikit, sehingga akan berdampak pada minimasi
pemborosan. Dengan kata lain maka akan lebih efektif dan efisien dalam proses
kerja yang dilakukan (Putra 2012). Dari hal ini, maka pihak perusahaan atau
organisasi dapat mempertimbangkan untuk selalu menurunkan tingkat
penggunaan sumber daya dan energi yang digunakan.
Manfaat pelaksanaan produktivitas hijau, diantaranya meliputi peningkatan
efisiensi, penggunaan sumber daya yang optimal, penurunan biaya-biaya produksi,
pengurangan biaya-biaya untuk perawatan barang-barang sisa stok, dan bahkan
pengurangan atau penghapusan hutang-hutang jangka panjang dalam perusahaan
atau organisasi. Penerapan konsep produktivitas hijau berarti menerapkan suatu
konsep penggunaan sumber daya yang lebih sedikit dan lebih efisien dalam
pemanfaatan semua sumber daya yang terlibat, serta memastikan bahwa semua
output memiliki tujuan penggunaan. Perubahan harapan pasar di masa sekarang
mengharuskan adanya proses pengelolaan lingkungan yang baik sebagai bentuk
permintaan harapan pelanggan, selain dari harapan akan kualitas, pasokan,
pengiriman, teknologi, kesehatan dan keselamatan, serta biaya (APO 2006).
Green Productivity Index (GPI)
Pendekatan kuantitatif dan sistematis perlindungan lingkungan diperlukan
untuk mengidentifikasi masalah serta menyoroti penerapan keunggulan program
lingkungan, teknologi, strategi, dan pendekatan yang dilakukan. Green
Productivity Index (GPI) atau indeks produktivitas hijau digunakan untuk mengisi
kesenjangan panjang yang ada dalam evaluasi kinerja lingkungan dan juga
menawarkan langkah kecil ke arah pendekatan yang lebih kuat dan kuantitatif
untuk pengambilan keputusan lingkungan. GPI didefinisikan sebagai rasio sistem
produktivitas terhadap dampak lingkungannya (Hur et al. 2004). Produktivitas

6
didefinisikan sebagai rasio perbandingan antara harga jual produk terhadap biaya
produksi.
Green Value Stream Mapping (GVSM)
Pada penelitian Putra (2012), Bangkit (2012), Saputra (2012), Darmawan et
al. (2012) dan Marimin et al. (2013) digunakan metode GVSM dalam memetakan
aliran proses yang terjadi. Metode pemetaan baru yang merupakan pengembangan
dari peta aliran nilai (VSM) dikenal di dalam konsep pendekatan yang
memperhatikan aspek lingkungan. Metode pemetaan ini dikembangkan oleh Wills
(2009), yang dikenal dengan metode pemetaan aliran material hijau atau green
value stream mapping (GVSM) sebagai prinsip green intentions. Pada konsep
peta aliran material (VSM) dikenal tujuh sumber pembangkit limbah terdiri dari
inventori, perpindahan, kerusakan produk, transportasi, produksi berlebih, selisih
berlebih proses, dan waktu menunggu. Salah satu penggunaan VSM untuk analisis
aliran produksi yang dilakukan oleh Rahani dan Al-Ashraf (2012).
Dalam GVSM dikenal tujuh sumber pembangkit limbah hijau yang terdiri
atas pemakaian energi, air, material, sampah, transportasi, emisi, dan
biodiversitas. Sama halnya dengan konsep VSM, pemetaan GVSM juga memiliki
dua jenis pemetaan, yaitu pemetaan saat ini (current state) dan pemetaan masa
mendatang (future state). Secara khusus, diusulkan metodologi sistematis GVSM
menganggap semua kegiatan dalam value stream atau operasi bisnis dan
menentukan apakah, dari perspektif lingkungan (dibandingkan dengan pelanggan
dalam konteks lean VSM), masing-masing kegiatan, proses, operasi, atau hal yang
positif, baik, atau berharga. Jika tidak, itu dianggap boros dan harus diubah atau
dihilangkan. Tujuannya adalah untuk memindahkan organisasi terhadap
keberlanjutan dengan berfokus pada pengurangan "limbah hijau" yang berdampak
lingkungan (Wills 2009).
Peta value stream pertama kali dikembangkan oleh Manajemen Operasi
Divisi Toyota Motor Corporation, Toyota City, Jepang, pada akhir 1980-an. Nilai
value stream mengidentifikasi cara untuk mendapatkan material dan aliran
informasi tanpa adanya gangguan, meningkatkan produktivitas dan daya saing,
serta membantu orang menerapkan sistem daripada terpaku pada isolasi proses
perbaikan (Womack dan Jones 1996). Selama lebih dari sepuluh tahun, peta value
stream telah diterapkan terutama untuk kegiatan manufaktur (Emiliani dan Stec
2004). Saat ini peta value stream telah digunakan untuk memahami aliran bahan
dan informasi dalam kegiatan perkantoran, seperti entry order, pengembangan
produk baru, dan pelaporan keuangan. Peta value stream membantu orang melihat
hasil samping yang ada dalam proses bisnis, di mana limbah didefinisikan sebagai
suatu kegiatan atau perilaku yang menambahkan biaya tetapi tidak menambah
nilai. Ada dua jenis peta value stream, yaitu peta yang menggambarkan keadaan
saat ini (current state) dan keadaan di masa depan (future state).
Analytical Hierarchy Process (AHP)
Pada tahun 1970-an Dr. Thomas L. Saaty dari Wharton School of Business
mengembangkan Analytical Hierarchy Process AHP untuk mengorganisir
informasi dan pendapat ahli dalam memilih alternatif yang paling disukai

7
(Marimin dan Maghfiroh 2010). Suatu persoalan akan diselesaikan dengan
menggunakan AHP dalam suatu kerangka pemikiran yang terorganisir, sehingga
dapat diekspresikan untuk mengambil keputusan yang efektif atas persoalan
tersebut. Persoalan yang kompleks dapat disederhanakan dan dipercepat proses
pengambilan keputusannya.
Saaty (1991) menyatakan bahwa terdapat tiga prinsip di dalam metode AHP.
Prinsip pertama ialah penyusunan hierarki, yaitu menguraikan permasalahan yang
kompleks menjadi elemen pokoknya, lalu prinsip kedua ialah penentuan prioritas,
yaitu menentukan peringkat elemen-elemen menurut kepentingannya, serta prinsip
ketiga ialah konsistensi logis, yaitu menjamin bahwa semua elemen
dikelompokkan dan diperingkatkan secara logis.
Menurut Fewidarto (1996) AHP dapat diterapkan untuk memecahkan
masalah-masalah yang terukur maupun yang memerlukan suatu pendapat.
Penggunaan pendapat dalam memecahkan masalah dilakukan dengan
membandingkan elemen-elemen secara berpasangan (pairwise comparison).
Penilaian dilakukan dengan cara memberikan bobot dan membandingkan antara
satu elemen dengan elemen lain berdasarkan skala komparasi yang telah
ditetapkan. Tahap berikutnya adalah melakukan sintesis terhadap hasil penilaian
yang dilakukan untuk menentukan elemen mana yang memiliki prioritas tertinggi
dan terendah.
Multidimensional Scaling (MDS)
Pembangunan berkelanjutan menurut dokumen Burtland Our Common
Future yaitu pembangunan yang dapat memenuhi generasi sekarang tanpa
mengurangi kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya
(WCED 1987). Keberlanjutan ini membutuhkan pengetahuan yang luas (wide
recognition) dalam bentuk sebuah integrasi yang mencakup aspek ekologi, sosial,
ekonomi, dan institusi (Teniwut 2012). Keberlanjutan memiliki banyak definisi
data diukur melalui berbagai cara (Murillas et al. 2008). Salah satu teknik yang
digunakan dalam pengukuran tingkat keberlanjutan adalah Multidimensional
Scaling (MDS). Teknik MDS merupakan teknik statistika untuk
menvisualisasikan ketakmiripan (dissimilarity) dari obyek yang bersifat kuantitatif
(metric) maupun kualitatif (non-metric) ke dalam ruang berdimensi rendah,
umumnya 2 dimensi. Kegunaan MDS adalah menyajikan obyek-obyek secara
visual berdasarkan kemiripan yang dimiliki.
Salah satu teknik yang digunakan pada pengukuran tingkat keberlanjutan
adalah teknik rapfish. Pada tahun 1998 teknik MDS digunakan oleh Fisheries
Centre at the University of British Columbia, Kanada untuk mengembangkan
teknik rapfish. Teknik rapfish adalah teknik penilaian keberlanjutan perikanan
menggunakan sejumlah atribut yang bersifat multidisipliner. Beberapa rekayasa
dilakukan pada rapfish sehingga visualisasi obyek dapat menggambarkan tingkat
keberlanjutan secara efektif dan akurat (Kavanagh dan Pitcher 2004). Prinsip
aplikasi rapfish berbasis indikator dengan pendekatan penyelesaian berbasis MDS.
Beberapa kelebihan rapfish menurut Nijkamp (1980); Fauzi dan Anna
(2002) yaitu: 1) Rapfish dapat mengukur dan menggambarkan kondisi lestari
sumberdaya di suatu tempat atau wilayah; 2) Pendekatan Rapfish dapat
menganalisis seluruh aspek keberlanjutan dari perikanan secara sederhana dan

8
menyeluruh; 3) Rapfish merupakan metode multivariate yang dapat menangani
data yang non metric; 4) Keragaman multi dimensi dapat diproyeksikan bidang
yang lebih sederhana dan mudah dipahami; 5) Rapfish dapat dijadikan alat untuk
menentukan snapshot atau analisis awal untuk memperoleh gambaran menyeluruh
mengenai status keberlanjutan sumberdaya yang sesuai dengan FAO code of
conduct; 6) Rapfish dapat dijadikan sebagai acuan untuk mengevaluasi kondisi
perikanan suatu wilayah secara cepat. Kelemahan dari Rapfish adalah harus
diperhatikan adanya aspek ketidakpastian. Hal ini bisa disebabkan oleh dampak
dari kesalahan dalam skoring akibat minimnya informasi; serta dampak dari
keragaman dalam skoring akibat perbedaan penilaian, kesalahan dalam entri data.
Teknik rapfish sering digunakan pada bidang perikanan seperti yang
dilakukan oleh Tesfamichael dan Pitcher (2006), serta Murillas et al. (2008).
Namun teknik rapfish juga dapat digunakan pada beberapa bidang non-perikanan
seperti pada pengukuran keberlanjutan penanaman padi yang dilakukan oleh Evi
et al. (2013), analisis keberlanjutan wilayah perbatasan Kalimantan Barat –
Malaysia untuk pengembangan kawasan agropolitan (studi kasus kecamatan dekat
perbatasan Kabupaten Bengkayang) oleh Thamrin et al. (2007), analisis
keberlanjutan manajemen pertambangan pada konstruksi material di Sungai
Jeneberang, Sulawesi Selatan oleh Anas et al. (2013), dan analisis keberlanjutan
untuk rantai pasok Kopi Gayo oleh Jaya et al. (2013).
Analisis yang menyertai MDS adalah analisis sensitivitas (leverage) dan
analisis ketidakpastian (montecarlo). Analisis montecarlo merupakan analisis
untuk menduga pengaruh galat (error) acak dalam proses analisis yang dilakukan
pada selang kepercayaan 95%. Hasil analisis mengindikasikan bahwa 1) kesalahan
pembuat skor dalam setiap atribut relatif kecil; 2) variasi pemberian skor akibat
perbedaan opini relatif kecil; 3) proses analisisnya stabil; 4) kesalahan pemasukan
data dan data yang hilang dapat dihindari. Analisis sensitivitas dilakukan untuk
melihat indikator apa yang paling sensitif atau peka memberikan kontribusi
terhadap indeks keberlanjutan. Analisis dilakukan dengan melihat perubahan
ordinasi apabila sejumlah indikator atau atribut dihilangkan dari analisis.
Pengaruh setiap atribut atau indikator dilihat dalam bentuk perubahan Root Mean
Square (RMS) ordinasi, khususnya pada aksis horizontal atau skala keberlanjutan.
Semakin besar nilai perubahan RMS akibat hilangnya suatu atribut atau indikator,
semakin besar pula peranan atribut tersebut dalam pembentukan indeks
keberlanjutan atau sebaliknya.

METODE
Kerangka Pemikiran
Industri hilir karet alam mencakup pengolahan bahan baku karet alam
olahan menjadi produk olah siap jual. Di dalam proses produksinya, industri hilir
karet alam menggunakan jenis sumberdaya yang berjumlah besar. Hal ini
dilakukan dalam tujuan memperbesar tingkat produktivitas capaian pabrik. Di sisi
lain, proses produksi ini mengakibatkan timbulnya berbagai jenis limbah hasil
pengolahan yang seharusnya dapat diminimalisir dengan menggunakan
sumberdaya bahan baku secara efisien. Penanganan limbah pengolahan

9
memerlukan biaya tersendiri, sehingga dapat meningkatkan kebutuhan biaya
produksi pada proses produksi ban motor.
Pada tahap analisis produksi ban motor, dilakukan identifikasi kegiatan yang
memiliki pengaruh terhadap capaian tingkat produktivitas proses produksi ban
motor dengan menggunakan neraca massa dan GVSM. Melalui pemetaan ini,
maka didapatkan sumber material yang berpotensi sebagai sumber pembangkit
limbah yang dapat dijadikan dasar dalam pengukuran produktivitas. Pada tahap
selanjutnya diperoleh nilai environmental indicator dan economic indicator yang
digunakan dalam perhitungan produktivitas hijau. Tahap analisis keberlanjutan
diukur menggunakan teknik MDS. Kerangka pemikiran diilustrasikan pada
Gambar 1.
Mulai
Pendekatan
Lean & Green
Production
dengan GVSM

Environmental
Indicators

Analisis Proses Produksi dan
Kebutuhan Bahan

Neraca
Massa

Analisis Pengukuran
Produktivitas Hijau

GPI

Perhitungan Produktivitas Hijau

Economic
Indicators

Analisis Keberlanjutan

MDS

Analisis Strategi Peningkatan
Produktivitas Hijau

AHP

Peningkatan Produktivitas Hijau

GPI

Selesai

Gambar 1 Diagram alir kerangka berpikir
Peningkatan produktivitas proses produksi ban motor melalui pendekatan
produktivitas hijau dilakukan dengan cara meminimalisir atau mengeliminasi
penggunaan sumberdaya yang memiliki dampak dan pengaruh terhadap kondisi
lingkungan. Penentuan strategi peningkatan produktivitas yang tepat diperoleh
melalui metode AHP, yang dapat mengorganisir informasi dan pendapat ahli
dalam memilih suatu alternatif strategi terbaik. Hasil simulasi penerapan strategi
terpilih kemudian diskenariokan ke dalam GVSM, untuk memperhitungkan nilai
future GPI.
Proses Produksi dan Kebutuhan Bahan
Analisis proses produksi ban motor dilakukan dengan pembuatan neraca
massa dan GVSM. Kaitannya dengan produkivitas hijau, neraca massa dapat

10
mengidentifikasi jumlah limbah yang dikeluarkan pada suatu sistem (Wiguna
2012). Neraca massa dibuat berdasarkan beberapa tahap, yaitu menggambarkan
aliran proses yang telah disederhanakan dalam bentuk diagram; menempatkan
data-data yang tersedia pada aliran proses yang telah dibentuk dalam suatu
diagram menggunakan satuan unit tertentu (Metric System atau the American
Engineering System); membuat skema persamaan kimia untuk reaksi kimia yang
terjadi di dalam proses; dan memilih basis yang digunakan untuk perhitungan
(Clausen dan Mattson 1978).
Pemetaan aliran proses produksi ban motor ditujukan untuk
mengidentifikasi timbulnya waste pada proses produksi yang berimplikasi pada
penurunan produktivitas industri. Pada GVSM diidentifikasi tujuh sumber
pembangkit limbah yang terdiri atas pemakaian energi, air, material, sampah,
transportasi, emisi, dan biodiversitas. Tujuh sumber pembangkit limbah tersebut
dijelaskan pada Tabel 1.
Tabel 1 Tujuh sumber pembangkit limbah (Wills 2009)
Limbah
Definisi dari Limbah
Energi
Biaya untuk mengkonsumsi lebih banyak energi dari yang
dibutuhkan dari sumber yang berdampak negatif lingkungan
Air
Biaya untuk menggunakan air lebih dari yang dibutuhkan
Material
Penggunaan bahan-bahan yang dirancang menjadi produk yang
berakhir di TPA daripada digunakan kembali
Sampah
Biaya untuk membayar sesuatu yang memiliki dampak negatif
terhadap lingkungan jika Anda membuangnya
Transportasi Biaya karena perjalanan yang menghasilkan dampak negatif
pada lingkungan dari pembakaran bahan bakar fosil
Emisi
Biaya yang terkait dengan pembuangan polutan di lokasi
Biodiversitas Biaya yang terkait dengan kerusakan langsung flora, fauna, dan
organisme yang dihasilkan dari pembangunan infrastruktur
Pengukuran Produktivitas Hijau
Tahap pengukuran tingkat produktivitas dilakukan setelah didapatkan data
tujuh sumber pembangkit limbah dari hasil identifikasi melalui GVSM. Tahapan
pengukuran produktivitas ini mengacu pada tahapan yang dikembangkan oleh
Gandhi et al. (2006). Skema tahapan pengukuran produktivitas pada penelitian ini
ditunjukkan pada Gambar 2. Indikator ekonomi dan dampak lingkungan
merupakan faktor yang digunakan dalam perhitungan tingkat produktivitas.
Perhitungan indeks produktivitas hijau dilakukan pada tahap selanjutnya untuk
mengetahui rasio produktivitas terhadap dampak lingkungannya.
1. Indikator Produktivitas Hijau
Indikator produktivitas hijau merupakan indikator dampak lingkungan yang
dihasilkan dari proses produksi yang dilakukan. Secara umum terdapat tiga jenis
indikator lingkungan yang digunakan dalam pengukuran indeks produktivitas
hijau digunakan oleh Hur et al. (2004), diantaranya adalah solid waste generation
(SWG), gaseous waste generation (GWG), dan water consumption (WC). Ketiga

11
indikator lingkungan tersebut memiliki bobot yang disepakati dari konsorsium
pakar se-dunia dibidang lingkungan dan dibukukan pada Environmental
Sustainability Index (ESI) tahun 2005. ESI membandingkan kemampuan suatu
negara dalam melindungi lingkungan di masa yang akan datang. Perbandingan ini
dilakukan dengan memberikan skor dan peringkat pada 146 negara melalui ESI
(Yale Center for Environmental Law and Policy Report 2005).
Hasil Analisa
Tujuh Sumber
Pembangkit
Limbah (GVSM)
Indikator
Produktivitas Hijau

Dampak
Lingkungan

Perhitungan
Tingkat
Produktivitas

Perhitungan
Indeks
Produktivitas
Hijau (GPI)

Indikator
Ekonomi

Gambar 2 Tahapan pengukuran produktivitas hijau
2. Dampak Lingkungan
Dampak lingkungan merupakan besarnya dampak lingkungan yang
ditimbulkan dari proses produksi yang dilakukan oleh suatu perusahaan yang
dalam hal ini adalah PT XYZ. Besarnya nilai Environmental Impact (EI)
bergantung dari akumulasi tiga jenis indikator lingkungan, dimana sebelumnya
masing-masing nilai indikator lingkungan didapatkan melalui perkalian antara
bobot menurut pakar pada ESI (2005) dengan jumlah limbah yang dihasilkan dari
proses produksi tersebut. Semakin besar nilai EI, maka hal tersebut menunjukkan
semakin besar dampak terhadap lingkungan yang ditimbulkan dari proses
produksi.
Metode perhitungan dampak lingkungan dalam penelitian ini mengacu pada
penelitian sebelumnya yaitu penelitian Putra (2012) dan Wiguna (2012) dengan
topik yang sama yaitu produktivitas hijau. Perhitungan lengkap variabel dampak
lingkungan tersaji pada Lampiran 1. Dari hasil perhitungan variabel dampak
lingkungan diperoleh persamaan:
EI = 0.17 SWG + 0.5 GWG + 0.33 WC
(1)
Pembangkit limbah gas (Gaseous Waste Generation) digunakan untuk
memperhitungkan jumlah limbah gas. Limbah gas erat kaitannya dengan jumlah
emisi yang dihasilkan dari proses produksi ban motor. Konsumsi air (Water
Consumption) digunakan untuk memperhitungkan jumlah konsumsi air dari suatu
proses kegiatan. Pembangkit limbah padat (Solid Waste Generation) digunakan
untuk memperhitungkan limbah padat yang dihasilkan dari suatu proses.
3. Indikator Ekonomi
Indikator ekonomi merupakan rasio antara selling price (harga jual) dengan
production cost (biaya produksi) yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit
produk dalam satu jenis satuan yang sama. Komponen penyusun biaya produksi
terdiri atas biaya tetap dan biaya tidak tetap. Komponen penyusun biaya tetap
adalah biaya penyusutan mesin dan alat-alat produksi, biaya modal dan asuransi
serta biaya pajak dari usaha produksi. Biaya penyusutan mesin dan alat-alat

12
produksi diperoleh dengan metode garis lurus, dimana pada perhitungan
menggunakan metode garis lurus tidak dipertimbangkan bunga modal dan
asuransi.
4. Indeks Produktivitas Hijau
Indeks produktivitas hijau (Green Productivity Index) didefinisikan sebagai
rasio antara produktivitas pada proses produksi dengan dampak lingkungan yang
ditimbulkan dari proses produksi tersebut. Langkah awal dalam pengukuran
indeks produktivitas hijau adalah dengan menghitung GPI (Green Productivity
Index). Persamaan umum yang digunakan dalam menghitung GPI dituliskan
sebagai berikut:
Indeks Produktivitas Hijau GPI =

Indikator Ekonomi
Dampak Lingkungan

(2)

Peningkatan Produktivitas
Tahap peningkatan produktivitas dilakukan setelah tahap pengukuran
produktivitas awal dilakukan. Pada tahap ini dilakukan penentuan strategi
peningkatan produktivitas yang diperoleh melalui metode AHP. Hasil dari metode
AHP berupa bobot yang menunjukkan peringkat dari setiap alternatif strategi
peningkatan produktivitas. Berdasarkan bobot yang diperoleh maka ditentukan 3
skenario perbaikan. Skenario perbaikan adalah kombinasi dari dua alternatif
strategi peningkatan produktivitas. Skenario 1 merupakan kombinasi dari
alternatif yang memiliki peringkat 1 dan peringkat 4. Skenario 2 merupakan
kombinasi dari alternatif yang memiliki peringkat 2 dan peringkat 5. Skenario 3
merupakan kombinasi dari alternatif yang memiliki peringkat 3 dan peringkat 6.
Penentuan Strategi
Peningkatan
Produktivitas

Rancangan
Skenario
Perbaikan

Simulasi Skenario
Perbaikan

Future
GPI

Future GVSM terpilih

AHP

Gambar 3 Tahapan peningkatan produktivitas
Alternatif skenario perbaikan disimulasikan untuk mendapatkan alternatif
strategi terbaik. Hasil simulasi skenario perbaikan berupa alternatif strategi
terpilih dengan future GPI terbaik selanjutnya diterapkan dalam future GVSM.
Skema tahapan peningkatan produktivitas pada penelitian ini ditunjukkan pada
Gambar 3. Besaran peningkatan produktivitas diketahui dari nilai GP ratio yang
dihasilkan melalui analisis penerapan alternatif strategi terpilih. Untuk
mendapatkan nilai GP ratio digunakan persamaan yang dituliskan sebagai berikut:
GP

=

dimana :
GPratio : Rasio Produktivitas Hijau

=

x
(3)

13
SPalt
SPcur
PCalt
PCcur
EIalt
EIcur

: Harga jual pada saat penerapan alernatif
: Harga jual pada saat kondisi awal
: Biaya Produksi pada saat penerapan alernatif
: Biaya Produksi pada saat kondisi awal
: Dampak Lingkungan pada saat penerapan alernatif
: Dampak Lingkungan pada saat kondisi awal
Analisis Keberlanjutan

Tingkat keberlanjutan agroindustri ban PT XYZ dianalisis dengan
menggunakan teknik MDS. Pada tahap ini digunakan teknik raptire untuk
menghitung tingkat keberlanjutan. Prinsip aplikasi teknik ini berbasis indikator
dengan pendekatan penyelesaian berbasis MDS. Raptire merupakan penyesuaian
dari rapfish yaitu salah satu teknik untuk menganalisis status kelestarian
sumberdaya, yang pada awalnya dikembangkan oleh Fisheries Centre, UBCCanada. Terdapat tiga dimensi yang diukur dalam analisis tingkat keberlanjutan,
yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial. Setiap model memiliki indikator yang
ditetapkan menggunakan justifikasi dari pihak-pihak yang memiliki kompetensi
dan mengetahui kondisi agroindustri ban motor. Dengan menggunakan teknik
raptire maka dapat diperoleh indeks keberlanjutan agroindustry ban PT XYZ,
sehingga dapat diketahui status keberlanjutan agroindustry ban PT XYZ.
Pendekatan Sistem
Dalam pencapaian tujuan penilaian yang telah ditetapkan pada peningkatan
produktivitas proses produksi ban motor di PT XYZ, digunakan pendekatan
sistem dengan melakukan identifikasi terhadap sejumlah kebutuhan, sehingga
dapat menghasilkan suatu operasi sistem yang dianggap efektif. Pendekatan
sistem tersebut dimulai dengan mencari semua faktor yang terdapat dalam sistem
untuk mendapatkan solusi yang terbaik bagi penyelesaian masalah, kemudian
membuat suatu model AHP untuk untuk membantu memilih alternatif yang paling
memungkinkan. Alternatif strategi terpilih dengan indeks GPI (future state)
tertinggi selanjutnya diterapkan dalam future GVSM.
Penetapan Responden
Sesuai dengan pendekatan yang diterapkan dalam penelitian ini, responden
sebagai pakar ditentukan berdasarkan keahliannya pada bidang proses produksi
ban motor dan juga di bidang lingkungan. Dalam penelitian ini pakar yang
diambil pendapatnya sebagai responden sebanyak tiga orang. Pakar yang terlibat
dalam penelitian ini antara lain dosen IPB di bidang karet alam, mantan manajer
produksi dari PT XYZ, dan karyawan dari PT PQR yang tergabung dalam
Asosiasi Perusahaan Ban Indonesia (APBI).
Tata Laksana Penelitian
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data meliputi data kuantitatif dan kualitatif dalam bentuk data
sekunder maupun data primer. Akuisisi pengetahuan untuk mendapatkan data

14
kualitatif melalui teknik wawancara mendalam. Wawancara juga dilakukan untuk
menjelaskan dan mengklarifikasi serta menerangkan masalah-masalah teknis yang
ada di lapangan yang berguna untuk mendapatkan informasi tambahan.
Sedangkan pengamatan langsung (observasi) dan dokumentasi kegiatan juga
dilakukan untuk mendukung hasil wawancara. Ketiga teknik pengumpulan data
ini diupayakan dapat menggali kekayaan informasi kualitatif yang akurat untuk
mendukung hasil dari penelitian ini. Data kuantitatif yang digunakan berupa data
primer dan sekunder, dimana data primer didapatkan langsung dari lapangan
sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil wawancara pihak manajemen dan
studi pustaka terkait (artikel, jurnal ilmiah, buku acuan, dan internet). Data yang
tidak tersedia diestimasikan melalui informasi kualitatif dan kuantitatif yang
diperoleh dari wawancara manajemen dan tinjauan pustaka.
2. Pengolahan Data
Analisis pegukuran dan perhitungan tingkat produktivitas beserta indikatorindikator yang berpengaruh terhadapnya dianalisis dengan menggunakan
Microsoft Excel 2010. Selain itu perangkat lunak Microsoft Excel 2010 juga
digunakan untuk mengolah beragam fungsi aritmatika dasar. Pengolahan data
hasil wawancara pakar dengan metode AHP diolah dengan menggunakan
perangkat lunak Expert Choice 11. Model keberlanjutan dianalisis dengan
menggunakan teknik Multidimensional Scaling (MDS). Pada model ini digunakan
teknik raptire untuk menghitung tingkat keberlanjutan agroindustri ban PT XYZ
yang diukur dari 3 dimensi yaitu ekonomi, lingkungan, dan sosial.
3. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini berlangsung dari bulan April 2013 di PT XYZ yang
merupakan perusahaan swasta di bidang industri ban motor. Kegiatan wawancara
pakar dilakukan di PT XYZ dan di Departemen Teknologi Industri Pertanian,
Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Adapun tempat
pengolahan data berlangsung di lingkungan kampus Institut Pertanian Bogor,
Dramaga.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Proses Produksi dan Neraca Massa Proses Produksi Ban Motor
Neraca massa dari proses produksi ban motor di PT. XYZ disajikan pada
Gambar 4. Basis dari neraca massa ini yaitu 2000 buah ban. Proses pencampuran
(mixing) adalah proses dicampurnya bahan baku mentah dan bahan pembantu di
dalam mesin Banburry. Luaran yang dihasilkan dari proses pencampuran adalah
compound yang sesuai dengan spesifikasi untuk digunakan pada proses
selanjutnya. Setiap spesifikasi memiliki karakter yang berbeda-beda. Hal ini
dipengaruhi dari komposisi bahan yang digunakan. Bahan baku mentah yang
digunakan untuk proses mixing ini memiliki beberapa titik kritis yang harus
diperhatikan. Pada proses ini, bahan yang masuk antara lain polimer berupa karet
alam dan sintetik, bahan-bahan kimia seperti antioxidant, accelerator, filler,
pewarna, carbon black, serta bahan tambahan lainnya sejumlah 5754 kg dan

15
dihasilkan compound tipe A, B, C, D, E dan F sebanyak 3758, 356, 66, 874, 310,
dan 390 kg.
Mesin Banburry yang digunakan terdapat 7 mesin dengan masing-masing
spesifikasi yang ditunjukkan pada Tabel 2. Terdapat tiga proses pencampuran
bahan baku dan bahan tambahan yang terjadi dalam mesin Banburry:
1. Master Batch (MB)
Proses pencampuran yang menggabungkan karet, bahan tambahan kimia,
karbon hitam dan oli menjadi compund master batch. Tujuan dari proses ini
adalah homogenisasi bahan pengikat (karet) dan bahan penguat (karbon).
2. Remill (RM)
Proses pencampuran tanpa penambahan bahan tambahan