Studi Peningkatan Produktivitas Sumber Daya Produksi Dengan Metode Lean Six Sigma (Studi Kasus: PT. Bina Karya Logam Mandiri)

(1)

FMEA Motion Mencari Part/Alat Part/Process Function & Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion

Date Prevention Detection

Material Menumpuk dil lantai Operator bergerak mencari part/alat Material/part handling dan penambahan waktu proses 8 Tidak ada penempatan part/material yang tetap 8 Menyediakan tempat alat khusus Pemeriksaan penggunaan alat dan material

4 256

Perusahaan membuat tempat alat tersendiri tiap mesin Mengurangi waktu operator mencari alat ketika set up mesin Operator Tidak teliti Kesalahan mengambil part/alat Penambahan waktu proses 6 Operator berbicara atau mengobrol dengan operator lain 6 Memberikan pengawasan pada saat jam operasi

Pemeriksaan mesin yang berhenti pada jam produksi

4 144

Perusahaan mempekerjakan satu orang supervisor Jam kerja mesin dan operator optimal Tidak konsisten Masih mencari alat ketika akan dipakai Penambahan waktu proses 6 Alat tidak dikembalikan ke tempat semula

7 4 168

Memberikan aturan penggunaan alat

Alat atau part akan lebih mudah untuk dicari dan digunakan

Lingkungan Redup pencahayaan Kesalahan pengambilan part/alat Butuh waktu yang lama mencari part/ alat yang dipakai

7 Mengandalkan

sinar matahari 5

Memberikan ventilasi tambahan untuk daerah yang tidakk terjangkau matahari Memeriksa daerah yang pencahayaannya redup

3 105

Perusahaan membuat ventilasi tambahan di dinding bengkel Memudahkan operator dalam melihat dan mencari alat/part


(2)

FMEA Motion Mencari Part/Alat Part/Process Function & Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion

Date Prevention Detection

Kurangnya penggunaan lampu Penglihatan operator kurang ketika mencari part di tempat redup 7 Pemakaian lampu kurang merata disetiap proses permesinan 7 Penetapan jumlah pemakaian lampu yang cukup setiap mesin Memeriksa mesin-mesin yang tidak menggunakan penerangan

3 147

Perusahaan menyesuaikan kebutuhan penerangan dengan karakter mesin dan operasinya Memudahkan operator dalam penggunaan alat dan mesin

Metode Tidak ada peletakan kembali Operator mencari alat tidak pada tempatnya Penambahan waktu proses

6 Tempat alat yang tetap tidak ada 8

Menyediakan tempat alat tetap di satu spot

Pemeriksaan alat/ part tidak pada tempatnya

4 192

Perusahaan memberikan tempat alat yang tersedia di setiap mesin

Memudahkan operator dalam mencari alat

Mesin Frekuensi set up tinggi

Operator sering mencari dan menggunakan alat / part

Kelelahan operator dan Menambah waktu operasi

7 Changeover

produk tinggi 8

Menyelesaikan jenis produk yang sama terlebih dahulu Pemeriksaan jenis produk yang sedang di proses

3 168

Perusahaan menjadwalkan jenis produk yang akan diproduksi Mengurangi frekuensi alat yang terlalu sering


(3)

FMEA Motion Meraih Material Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion

Date Prevention Detection

Material Tidak berada pada tempatnya Operator berpindah mengambil bahan Cenderung membuat operator lelah 7 Banyak tumpukan bahan baku lain ditempat yang sama 8 Memberikan batasan antara bahan-bahan baku Pemeriksaan bahan baku yang bercampur

6 336

Perusahaan menyediakan tempat bahan yang akan langsung di proses Mengurangi kegiatan operator memindahkan bahan Operator Santai bekerja Mengambil bahan memakan waktu yang cukup lama Waktu proses terkesan lambat dan produk lebih sedikit 5

Tidak ada jumlah target produk per hari 6 Target produksi harus disesuaikan per hari bukan per orderan siap Mengukur jumlah produksi yang dihasilkan per hari

3 90

Perusahaan memberikan jadwal produksi dengan jumlah yang diingikan Ketercapaian order lebih awal Meletakkan jauh dari posisi kerja Operator berjalan mengambil bahan Harus menggunakan material handling dalam mengangkut bahan

4 Keterbatasan

daerah kerja 6

Menyediakan tempat khusus bahan yang akan langsung diproses Pemeriksaan bahan yang masih menumpuk di daerah kerja

4 96

Perusahaan menyediakan tempat bahan yang akan langsung di proses Mengurangi penumpukan bahan yang akan diproses


(4)

FMEA Motion Meraih Material Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion

Date Prevention Detection

Lingkungan Jarak antar mesin cukup jauh Penggunaan alat material handling yang sering Waktu proses keseluruhan terbilang lama 8 Allowance lantai produksi cukup besar 8 Peninjauan hubungan kedekatan dan jarak antar mesin Pengukuran jarak perpindahan operator terhadap material

5 320

Perusahaan mere-layout jarak antara mesin terkait Mengurangi jarak perpindahan yang cukup jauh Metode Material dipindahkan sebahagian Operator bolak-balik mengambil bahan Waktu perpindahan bahan cukup tinggi 7 Kurangnya penjadwalan mesin 6 Menyediakan jadwal mesin yang tepat bagi operator Memeriksa material yang berpindah dari mesin ke mesin

4 168

Memberikan jadwal mesin dan produksi bagi operator Mengurangi waktu perpindahan material

Mesin Operasi satu-satu Jumlah produk yang dihasilkan cenderung sedikit Jumlah produk yang dihasilkan dalam satu hari kurang optimal 6 Keterbatasan kemampuan jumlah unit produksi mesin 5 Memberikan target produksi yang akan dicapai Mengukur jumlah produksi yang dihasilkan per hari

5 150

Menyediakan keterangan produk yang akan diproduksi beberapa hari ke depan Menghasilkan produk dalam waktu yang lebih singkat


(5)

FMEA Motion Memeriksa Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Material Terdapat cacat bahan baku Mesin berhenti saat operasi berlangsung dan diperiksa operator Menambah waktu siklus proses keseluruhan produk

7 Mutu bahan hasil peleburan rendah 6

Memperbaiki proses pembuatan bahan baku dari peleburan Pemeriksaan

mutu bahan 3 126

Perusahaan memperbaiki alat untuk pembuatan bahan baku hasil peleburan Tidak ditemukan lagi bahan baku cacat Operator Tidak teliti Melakukan pemeriksaan berkali-kali ketika proses berlangsung Mesin hidup-mati, dan menambah total waktu proses 6 Operator mengobrol ketika berproses 7 Adanya pengawasan yang diberikan perusahaan Pemeriksaan kinerja operator

4 168

Pengawasan kinerja operator saat bekerja Keseriusan dan ketelitian operator dalam bekerja meningkat Tidak konsisten Hasil permesinan diperiksa kembali Terjadi WIP di daerah kerja mesin dan waktu proses bertambah 5 Operator meninggalkan mesin saat berjalan

8 Adanya pengawasan proses kerja Mengawasi kinerja operator selama proses

3 120

Pengawasan kinerja operator saat bekerja Operator lebih konsisten pada posisi kerja


(6)

FMEA Motion Memeriksa Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Lingkungan Redup pencahayaan Waktu pemeriksaan terlalu lama Daya penglihatan operator semakin lemah karena cahaya kurang

5 Mengandalkan

sinar matahari 6

Memberikan ventilasi tambahan atau penerangan Pemeriksaan kondisi daerah mesin atau kerja

5 150

Perusahaan menambah jumlah ventilasi pada dinding pabrik Operator lebih mudah dalam memeriksa saat menggunakan alat Kurangnya penggunaan lampu Sebagian daerah mesin terdapat daerah redup Lama kegiatan pemeriksaan berbeda dan tidak merata 6 Penggunaan lampu disetiap mesin tidak merata 6 Menyesuaikan kebutuhan lampu disetiap mesin Pemeriksaan kondisi penerangan di daerah mesin

4 144

Perusahaan menyesuaikan kebutuhan lampu di lantai produksi Penggunaan lampu sesuai dengan kebutuhan Metode Kecepatan proses tidak selalu sama Jumlah kegiatan inspeksi berubah-ubah tiap proses WIP lebih tinggi dari keadaan sebelumnya

7 Tidak ada waktu yang standar 8

Penetapan waktu standar setiap proses kerja Pemeriksaan jumlah waktu kinerja yang berlebih

6 336

Perusahaan menyediakan waktu standar setiap proses Waktu proses tidak terlalu melebar dari waktu standar

Mesin Kurang pemeliharaan

Hasil permesinan tidak sesuai dengan set up awal Operator lebih sering melakukan pemeriksaan ulang 8 Jadwal pemeliharaan mesin tidak ada

6 Menghitung dan memberikan jadwal pemeliharaan mesin Pemeriksaan kerusakan mesin ataupun set up yang salah

5 240

Memelihara mesin sesuai jadwal yang telah ditentukan Mesin berfungsi optimal ketika proses produksi


(7)

FMEA Motion Menumpuk Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Material Bahan baku berat Operator harus menumpuk terlebih dahulu Operator tidak bisa secara manual memindahkan bahan 8 Keseluruhan bahan utama terbuat dari besi 6 Menambah jumlah material handling Operator antri menggunakan material handling

3 144

Perusahaan menambah jumlah material handling Proses handling lebih efesien Operator Kelelahan kerja Operator sering memindahkan barang/part Energi lebih sering dipakai untuk menggunakan hoist crane

6 Tidak konsentrasi

bekerja 7

Menyediakan tenaga pengawas di lantai produksi Pemeriksaan kinerja operator selama proses

4 168

Perusahaan menambah tenaga pengawas di lantai produksi Kinerja operator lebih baik dan teliti

Kurang pengawasan Setelah memindahkan bahan, operator kemudian menumpuk Daerah kerja sempit dan operator kurang leluasa 5

Tidak ada supervisi yang mengawasi kinerja operator 6 Adanya pengawasan yang rutin dilakukan Kinerja operator ditinjau dan diperiksa

4 120

Perusahaan melakukan pengawasan rutin Kinerja operator lebih konsisten

Lingkungan Banyak perpindahan Sekitar daerah kerja mesin terdapat banyak tumpukan bahan berbeda Banyak tumpukan bahan yang akan dipindahkan 8 Lantai produksi luas dan jarak mesin jauh 7 Meninjau ulang tingkat kedekatan mesin dan hubungannya Peninjauan jarak dan frekuensi handling

4 224

Perusahaan memperbaiki jarak antar mesin dan tingkat kedekatannya Minimisasi jarak perpindahan bahan


(8)

FMEA Motion Menumpuk Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Metode Mengandalkan material handling Penggunaan hoist crane sangat sering Waktu perpindahan cenderung lama

7 Jarak perpindahan

cukup jauh 8

Menambah alat material handling Pemeriksaan handling yang kurang

3 168

Perusahaan menambah jumlah material handling Proses handling lebih mudah dilakukan

Mesin Produksi terputus-putus Proses yang sudah selesai, ditumpuk di lantai sekitar mesin Mempersempit daerah kerja si operator 5 Banyaknya operasi yang bisa dilakukan tiap mesin 6 Penjadwalan yang jelas dan tepat Pemeriksaan kegiatan proses permesinan

5 150

Perusahaan menjadwalkan mesin dengan tepat Proses produksi dilakukan secara beraturan


(9)

FMEA Motion Operator Berpindah Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Material Material berat dan diangkut dengan alat Operator berpindah mengambil material handling Penambahan total waktu proses

7 Letak material

cukup jauh 8

Memperbaiki layout mesin yang berkaitan Memeriksa material handling yang jauh

3 168

Perusahaan meninjau ulang layout lantai produksi Jarak mesin yang berhubungan dapat diminimalisir Operator Tidak teliti Operator tidak cekatan menggunakan alat handling Proses handling memakan waktu yang lama

6 Operator jenuh

dalam beraktivitas 5

Melakukan rotasi pekerjaan operator Pemeriksaan operator yang tidak bekerja optimal

4 120

Perusahaan menambah kegiatan operator yang sedang tidak beroperasi Operator menambah pengalaman aktivitas kerja Tidak konsisten Operator selalu berpindah-pindah saat bekerja Proses permesinan kurang diperhatikan

5 Posisi kerja selalu

berubah 6

Mengarahkan operator agar lebih efektif dalam bekerja Memeriksa operator yang selalu bergeser dalam bekerja

3 90

Perusahaan mengarahkan operator agar lebih menghemat gerakan Operator lebih konsisten dalam bekerja

Lingkungan Jarak antar mesin jauh Operator memindahkan material dari mesin sebelumnya dengan alat Pengambilan alat dan pemindahan material cukup jauh 7 Tingginya allowance ruang lantai produksi 7 Meninjau hubungan kedekatan antar mesin berkaitan Memeriksa jarak antar mesin

4 196

Perusahaan memperbaiki jarak antar mesin berkaitan Minimalisasi perpindahan dari mesin ke mesin


(10)

FMEA Motion Operator Berpindah Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Metode Penggunaan alat material handling tinggi Proses pemindahan selalu menggunakan alat handling Waktu proses pemindahan tidak dapat dihemat

6 Frekuensi handling material tinggi 7

Mengurangi jarak antar mesin sesuai tingkat kedekatan Memeriksa jarak antar mesin

5 210

Perusahaan memperbaiki jarak mesin sesuai kebutuhan Mengurangi jarak perpindahan Mesin Urutan proses permesinan berbeda Rute operator memindahkan material tidak sama Waktu material handling tidak selalu sama

7 Waktu proses yang berbeda-beda 6

Mengatur posisi mesin di lantai produksi Memeriksa hubungan kedekatan dan jarak mesin

5 210

Perusahaan memperbaiki letak dan posisi mesin di lantai produksi Rute perpindahan material dan operator lebih teratur


(11)

FMEA Perpindahan Material Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/ Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Material Harus dipindahkan dengan alat berat Operator memindahkan bahan dengan hoist crane Waktu material handling cenderung lama 6 Letak material yang akan dipindahkan jauh dan beban berat

8 Memperbaiki jarak antar mesin Memeriksa waktu material handling yang cukup lama

4 192

Perusahaan mengatur kembali jarak antar mesin

Mengurangi penggunaan alat material handling Operator Kebiasaan operator memindahkan Setiap selesai proses permesinan, selalu ada kegiatan transportasi bahan Frekuensi pemindahan material tinggi 7 Operator tidak mengikut prosedur kerja 6 Membuat prosedur kerja yang jelas dan tegas Memeriksa operator yang tidak mengikuti prosedur kerja

4 168

Perusahaan

merekomendasikan prosedur kerja di setiap proses mesin

Kinerja mesin dan operator stabil Melakukan prosedur kerja yang tidak baik Membutuhkan waktu yang lama untuk menggunakan alat handling Penambahan waktu siklus keseluruhan 7 Kurangnya pengawasan kinerja operator 6 Membuat program pengawasan operator Memeriksa operator yang tidak mengikuti prosedur kerja

4 168

Perusahaan menyediakan tenaga supervisi Operator lebih teratur menjalankan tugasnya Lingkungan Lantai produksi cukup luas Operator harus bergerak memindahkan bahan Proses material handling tidak bisa dihemat 6 Allowance lantai produksi tinggi 7 Memperbaiki kembali jarak dan kedekatan antar mesin Meninjau jarak perpindahan operator dan material

5 210

Perusahaan mengatur kedekatan antar mesin Mengurangi waktu handling operator dan material


(12)

FMEA Perpindahan Material Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/ Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Metode Langkah-langkah pekerjaan tidak jelas Proses yang sudah selesai tidak langsung dilanjutkan ke proses mesin selanjutnya Adanya WIP dan penumpukan bahan 8 SOP tidak tersedia baik untuk operator maupun untuk proses permesinan 7 Membuat standar SOP yang jelas pada permesinan Memeriksa kesesuaian pekerjaan dengan SOP

4 224

Peruasahaan menyediakan SOP yang jelas pada permesinan Menghasilkan waktu yang standar Mesin Proses dilakukan satu per satu

WIP di daerah mesin asal dan mesin tujuan

Tingginya penumpukan bahan di area mesin

8

Kapasitas proses hanya untuk satu unit per periode mesin 6 Mempersingkat waktu proses permesinan Memeriksa waktu permesinan terlama

4 192

Mengurangi kegiatan yang tidak mendukung permesinan Mempersingkat waktu proses


(13)

FMEA Perpindahan Operator Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/ Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Material Material berat dan diangkut dengan alat Operator berpindah mengambil material handling Penambahan total waktu proses 8 Letak material cukup jauh 7 Memperbaiki layout mesin yang berkaitan Memeriksa material handling yang jauh

4 224

Perusahaan meninjau ulang layout lantai produksi Jarak mesin yang berhubungan dapat diminimalisir Operator Tidak teliti Operator tidak cekatan menggunakan alat handling Proses handling memakan waktu yang lama 7 Operator jenuh dalam beraktivitas 6 Melakukan rotasi pekerjaan operator Pemeriksaan operator yang tidak bekerja optimal

4 168

Perusahaan menambah kegiatan operator yang sedang tidak beroperasi Operator menambah pengalaman aktivitas kerja Tidak konsisten Operator selalu berpindah-pindah saat bekerja Proses permesinan kurang diperhatikan 6 Posisi kerja selalu berubah 7 Mengarahkan operator agar lebih efektif dalam bekerja Memeriksa operator yang selalu bergeser dalam bekerja

3 126

Perusahaan mengarahkan operator agar lebih menghemat gerakan Operator lebih konsisten dalam bekerja

Lingkungan Jarak antar mesin jauh Operator memindahkan material dari mesin sebelumnya dengan alat Pengambilan alat dan pemindahan material cukup jauh 8 Tingginya allowance ruang lantai produksi 7 Meninjau hubungan kedekatan antar mesin berkaitan Memeriksa jarak antar mesin

4 224

Perusahaan memperbaiki jarak antar mesin berkaitan Minimalisasi perpindahan dari mesin ke mesin


(14)

FMEA Perpindahan Operator Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/ Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Metode Penggunaan alat material handling tinggi Proses pemindahan selalu menggunakan alat handling Waktu proses pemindahan tidak dapat dihemat 6 Frekuensi handling material tinggi 8 Mengurangi jarak antar mesin sesuai tingkat kedekatan Memeriksa jarak antar mesin

4 192

Perusahaan memperbaiki jarak mesin sesuai kebutuhan Mengurangi jarak perpindahan Mesin Urutan proses permesinan berbeda Rute operator memindahkan material tidak sama Waktu material handling tidak selalu sama 6 Waktu proses yang berbeda-beda 7 Mengatur posisi mesin di lantai produksi Memeriksa hubungan kedekatan dan jarak mesin

5 210

Perusahaan memperbaiki letak dan posisi mesin di lantai produksi Rute perpindahan material dan operator lebih teratur


(15)

FMEA Waktu Set Up Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/ Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Material Ukuran material berbeda-beda Set up material yang lebih besar cenderung lebih lama Waktu set up mesin tidak selalu sama 6 Order produk pelanggan berbeda-beda 5

Waktu set up dilakukan lebih singkat

Pemeriksaan mesin yang set up nya lama

4 120

Perusahaan menentukan waktu set up yang standar

Tidak terjadi penyimpangan waktu set up

Berat beban material berbeda-beda

Set up mesin harus menggunakan alat handling Waktu set up menjadi lebih lama 7 Bahan baku berasal dari supplier dan bagian peleburan 6 Perbaikan mutu bahan baku hasil peleburan agar sama dengan yang dari supplier Pemeriksaan

bahan cacat 4 168

Perusahaan menetapkan standar mutu bahan baku hasil peleburan Minimalisir bahan cacat Operator Tidak Teliti Operator berbicara dengan operator lain saat set up

Waktu set up menjadi lama 7 Operator kurang serius melakukan proses set up

5 Adanya tenaga supervisi untuk pengawasan operator Pemeriksaan operator yang lalai bekerja

4 140

Perusahaan menyediakan tenaga supervisi Kinerja operator lebih maksimal Tidak konsisten Operator tidak beroperasi secara maksimal Menambah jumlah waktu proses keseluruhan 8 Target produksi harian yang kurang jelas 5 Menyediakan jumlah produk yang harus ditargetkan Pemeriksaan jumlah produk yang kurang

3 120

Perusahaan menetapkan target produksi harian Target produksi tercapai


(16)

FMEA Waktu Set Up Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/ Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Lingkungan

Tempat alat set up tidak di daerah mesin

Operator mencari dan mengambil alat set up

Terdapat mesin dalam keadaan idle 6 Tidak ada tempat alat set up khusus

7

Penyediaan tempat alat-alat set up

Memeriksa alat yang

diletakkan tidak pada tempatnya

3 126

Perusahaan menyediakan tempat alat-alat set up

Operator tidak membutuhkan waktu lama mencari alat Beberapa mesin kurang pencahayaan Operator kesulitan untuk set up bahan ukuran kecil Waktu set up lebih lama 5 Kurang merata nya tingkat pencahayaan setiap mesin 5 Alat penerangan lebih merata di semua mesin Mendeteksi daerah mesin yang kurang pencahayaan

4 100

Perusahaan menyediakan penerangan yang cukup setiap mesin Operator lebih mudah bekerja Metode Set up berganti setiap changeover product Frekuensi operator mengganti set up mesin cenderung tinggi Set up mesin dilakukan berkali-kali 6

Set up tiap bahan yang akan diproses berbeda

7

Menyediakan alat bantu set up yang sudah siap pakai

Memeriksa set up mesin yang lama

4 168

Perusahaan menyediakan alat bantu set up

Mengurangi waktu set up

Tidak ada waktu standar set up Operator terkadang lama / cepat melakukan set up Waktu proses permesinan berbeda-beda 6 Penetapan waktu standar set up mesin tidak tertera 7 Membuat waktu standar set up mesin Memeriksa ketidaksesuaian waktu set up dengan yang distandarkan

5 210

Perusahaan menetapkan waktu standar set up mesin

Waktu set up telah


(17)

FMEA Waktu Set Up Part/Process Function &

Specification Potential Failure Mode Potential Effect of Failure Sev Potential Cause/ Mechanism Failure Occ

Current Design Control

Det RPN Recommended Action

Responsibility & Target Completion Date Prevention Detection

Alat ukur yang digunakan sederhana Operator hanya menggunakan meteran ataupun vernier capiler

Set up mesin dapat berbeda dan hasil pengukuran tidak terlalu teliti 5 Keterbatasan operator menggunakan alat yang lebih baik 6 Menyediakan alat yang lebih mudah dan akurat Pemeriksaan penggunaan alat yang kurang akurat

3 90

Perusahaan menyediakan alat dimensi yang lebih akurat Operator lebih mudah bekerja dan mengurangi waktu proses Mesin Waktu pemasangan jig dan fixture lama Operator memasang jig dan fixture dengan alat Waktu set up menjadi lebih lama 7 Alat bantu pemasangan tidak selalu di dekat mesin 7 Peletakan alat pemasangan jig/fixture didekat mesin Memeriksa operator yang bergerak mengambil alat bantu tersebut

4 196

Perusahaan menetapkan letak alat bantu yang tetap Operator tidak mencari-cari alat lagi Mesin bersifat multi fungsi untuk banyak produk Operator memproses bahan yang berbeda pada periode tertentu Set up dilakukan berbeda-beda 6 Sering terjadi changeover product saat permesinan jenis produk tertentu 6

Waktu set up dilakukan lebih singkat

Pemeriksaan waktu set up yang lama

5 180

Menetapkan standar waktu set up dan terus diperbaiki

Waktu set up dapat


(18)

DAFTAR

PUSTAKA

Dyadem Engineering. Corporation. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For Automotive, Aerospace and General Manufacturing Industries. 2003. CRC Press: Kanada

Gaspersz, Vincent. 2007. Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

. 2007. The Executive Guide to Implementing Lean Six Sigma. PT. Gramedia Pustaka Utama: Jakarta

George L. Michael, Rowlands, David Rowlands, Mark Price dan John Maxey. 2005. The Lean Six Sigma Pocket Toolbook. McGraw-Hill: New York

Sayer, J Natalie, Bruce Williams. 2003. Lean For Dummies. Wiley Publishing, Inc : Indianapolis.

Shingo, Shigeo. 1985. A Revolution in Manufacturing SMED System. Productivtiy Press: Connecticut.

Sumanth, J., David. 1984. Productivity Engineering and Management. (Mc. Graw-Hill Book Company, S


(19)

BAB III

LANDASAN TEORI

3.1. Pentingnya dan Defenisi Produktivitas1

1

David J Sumanth.1984. Productivity Engineering and Management. (Mc. Graw-Hill Book Company, S).

Produktivitas adalah suatu nilai yang didapat dengan membagi output dengan salah satu faktor dari produksi. Dengan cara ini dimungkinkan untuk menyatakan produktivitas dari modal, investasi, material, atau material dengan tujuan bahwa output dinilai dari hubungannya dengan modal, investasi, material, dan lain-lain (menurut The Organization European Economic Cooperation). Dalam menjalankan suatu bisnis atau perusahaan baik yang bersifat komersial maupun non-komersial, istilah produktivitas sering digunakan sebagai tonggak penduga seberapa baik kinerja dan pengelolaan sumber daya perusahaan dilakukan. Istilah produktivitas sangat akrab dengan para manajer perusahaan, tetapi tidak sedikit yang memiliki kesalahan pengertian bahkan mengartikannya secara berkebalikan.

Karena produktivitas adalah sebuah ratio, maka seperti yang dijelaskan oleh Sumanth, baik input maupun output haruslah bersifat terukur (tangible). Sedangkan input dan output yang tidak terukur (intangible) walaupun perlu diidentifikasi tidak dapat digunakan dalam ukuran produktivitas.


(20)

3.2. Konsep Dasar Lean2

3.2.1. Prinsip Dasar Lean

Lean berfokus pada identifikasi dan eliminasi aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non-value-added-activities) dalam desain, produksi atau operasi dan supply chain management yang berkaitan langsung dengan pelanggan. Lean dapat didefenisikan sebagai suatu pendekatan sistemik dan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan dan aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah melalui peningkatan radikal dengan cara mengalirkan produk (material, work in process, output) dengan menggunakan sistem tarik.

3

1. Mengindentifikasi nilai produk berdasarkan pada perspektif pelanggan, dimana pelanggan menginginkan produk (barang dan jasa) berkualitas superior dengan harga kompetitif pada pengiriman tepat waktu.

Sebelum sistem produksi Lean diterapkan, ada lima prinsip dasar Lean yang harus diketahui yaitu:

2. Mengidentifikasi value stream process mapping (pemetaan proses untuk setiap produk yang dihasilkan)

2

Vincent Gaspersz, Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 1-3

3

Vincent Gaspersz, The Executive Guide to Implementing Lean Six Sigma (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 5.


(21)

3. Menghilangkan pemborosan yang tidak bernilai tambah dari semua aktivitas yang terdapat pada proses value stream tersebut dengan menganalisa value stream mapping yang telah dibuat.

4. Mengorganisasikan agar material, informasi dan produk mengalir dengan lancar dan efesien sepanjang proses value stream dengan menggunakan sistem tarik (pull system).

5. Secara terus menerus dan berkesinambungan melakukan peningkatan dan perbaikan dengan cara mencari teknik-teknik dan alat peningkatan agar mencapai keunggulan dan peningkatan terus-menerus.

3.3. Six Sigma

Six sigma dapat didefenisikan sebagai metode peningkatan proses yang bertujuan untuk menemukan dan mengurangi faktor-faktor penyebab kecacatan/kesalahan, mengurangi waktu siklus dan biaya operasi, meningkatkan produktivitas dan memenuhi kebutuhan pelanggan dengan baik.

3.3.1. Konsep Dasar Six Sigma4

Pada dasarnya, pelanggan akan merasa puas apabila mereka menerima barang/produk yang mereka pesan dalam keadaan utuh sesuai yang mereka harapkan. Apabila produk diproses pada tingkat kerja kualitas six sigma, perusahaan dapat mengharapkan 3-4 kegagalan per sejuta proses. Dengan

4


(22)

demikian, six sigma dapat dijadikan tolak ukur kinerja proses industri tentang bagaiman baiknya suatu proses transaksi produk antara pemasok (industri) dan pelanggan (pasar). Karena semakin tinggi target six sigma yang dicapai, semakin baik kinerja proses industri tersebut.

Pelanggan seringkali menilai kualitas dalam hubungannya dengan harga, dan hal ini disebut sebagai nilai (value). Dari sudut pandang ini, produk berkualitas adalah produk yang sama bergunanya dengan produk kompetitor dan dijual pada harga yang lebih rendah atau menawarkan kegunaan dan kepuasan yang lebih tinggi pada harga sebanding. Jika kualitas dilihat dari sudut pandang produksi, maka dapat didefenisikan sebagai hasil yang diinginkan dari pihak proses operasi atau yang sesuai dengan spesifikasi yang telah ditentukan oleh pihak perusahaan. Adapun prinsip-prinsip kualitas yang menjadi landasan filosofi six sigma yaitu:

1. Fokus pada pelanggan

2. Partisipasi dan kerjasama semua individu di dalam perusahaan

3. Fokus pada proses yang didukung oleh perbaikan dan pembelajaran secara terus-menerus.

Jika suatu perusahaan menerapkan ketiga prinsip tersebut, maka secara aktif akan berusaha untuk terus menerus memenuhi kebutuhan dan tuntutan pelanggan, berusaha untuk membangun kualitas dan mengintegrasikannya ke dalam proses kerja dengan menimba ilmu serta pengalaman dari para karyawannya dan memperbaiki semua sisi organisasi.


(23)

3.4. Lean Six Sigma

Lean Six Sigma merupakan salah satu aplikasi ilmu teknik untuk meningkatkan laju perusahaan, di mana kombinasinya dengan Six Sigma ditujukan untuk meningkatkan efisiensi dan di fokuskan pada persoalan pelanggan selain itu dapat meminimalisasi waktu menunggu proses.

Lean Six Sigma merupakan kombinasi antara Lean dan Six Sigma dapat didefenisikan sebagai suatu pendekatan sistematik untuk mengidentifikasi dan menghilangkan pemborosan (waste) atau aktivitas-aktivitas yang tidak bernilai tambah (non value added activities) melalui peningkatan terus menerus secara radikal (radical continuous improvement) untuk mencapai tingkat kinerja enam sigma.5

a. Lean berfokus pada minimasi pemborosan yang terjadi pada value stream, namun tidak mampu memberi analisa dan kontrol secara statistik.

Lean Six Sigma merupakan penggabungan antara Lean dan Six Sigma dalam upaya peningkatan kualitas di perusahaan. Adapun alasan yang mendasari adalah:

b. Six Sigma berfokus pada peningkatan kualitas namun kurang dalam upaya meningkatkan kecepatan proses secara dramatis ataupun mengurangi investasi.

Dalam mengerjakan suatu proyek yang berkaitan dengan Six Sigma atau berkaitan dengan perbaikan kualitas dikenal kerangka berpikir yang dinamakan DMAIC (Define-Measure-Analyze-Improve-Control). Kerangka berpikir ini

5

Vicent Gaspersz, Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007) , hlm.92.


(24)

sangat penting agar permasalahan yang akan diselesaikan benar-benar akan memberikan perbaikan yang menyeluruh kepada proses dan keuntungan perusahaan. Lima tahap metodologi DMAIC tersebut yaitu :

a. Define adalah fase pertama dalam siklus DMAIC yang menentukan masalah/ peluang, proses dan persyaratan pelanggan, karena siklus DMAIC literatif, maka masalah proses, aliran dan persyaratan harus diverifikasi dan diperbaharui di sepanjang fase-fase yang lain guna mendapatkan kejelasan. b. Measure adalah fase kedua dalam siklus DMAIC, di mana ukuran-ukuran

kunci diidentifikasi dan data dikumpulkan, disusun, dan disajikan.

c. Analyze adalah fase ketiga dalam siklus DMAIC, di mana detail proses diperiksa dengan cermat. Hal-hal yang diperhatikan dalam fase ini yaitu : 1) Data diinvestigasi dan diverifikasi untuk membuktikan akar masalah yang

diperkirakan dan memperkuat pernyataan masalah.

2) Analisis proses meliputi meninjau peta proses untuk aktivitas bernilai tambah/tidak bernilai tambah.

d. Improve adalah fase keempat dalam siklus DMAIC, di mana solusi-solusi dan ide-ide secara kreatif dibuat dan diputuskan. Sekali sebuah masalah telah diidentifikasi, diukur, dan dianalisis, maka dapat ditentukan solusi-solusi potensial untuk memecahkan masalah.

e. Control adalah tahap terakhir dalam metode DMAIC, di mana setelah solusi-solusi diestimasi, maka ukuran-ukuran tidak berhenti untuk mengikuti dan memverifikasi stabilitas perbaikan dan prediktabilitas dari proses.


(25)

Beberapa perbedaan yang terdapat Lean dan Six Sigma, yaitu : Tabel 3.1. Perbedaan Lean dan Six Sigma

Lean Six Sigma

Target Memenuhi nilai-nilai yang dapat

menghadirkan kepuasan pelanggan melalui value.

Pemenuhan kebutuhan pelanggan secara tepat dan

akurat. Kepuasan pelanggan dengan menghadirkan kualitas. Fokus Efisiensi aliran proses untuk

mengeleminasi wate

(pemborosan).

Meminimalisir cacat (defect) dan meminimalisir variasi proses.

Metodologi Value stream mapping, process mapping, Kaizen dan lain-lain.

Metode DMAIC dan DMADV. Tools statistik dan analisis

Sumber: Lean Six Sigma for Manufacturing and Service Industries

Tabel 3.1 menjelaskan perbedaan antara Lean dan Six Sigma dalam upaya peningkatan kualitas di perusahaan. Perbedaan tersebut didasari oleh fokus masing-masing pendekatan, dimana Lean berfokus pada minimasi pemborosan yang terjadi pada value stream, namun tidak mampu memberi analisa dan kontrol secara statistik, sedangkan Six Sigma berfokus pada peningkatan kualitas namun kurang dalam upaya meningkatkan kecepatan proses secara dramatis ataupun mengurangi investasi.

3.5. Konsep Seven Waste

Prinsip utama dari pendekatan lean adalah pengurangan atau peniadaan pemborosan (waste). Dalam upaya menghilangkan waste, maka sangatlah penting untuk mengetahui apakah waste itu dan dimana ia berada. Ada 7 macam waste yang didefinisikan menurut Shigeo Shingo yaitu :


(26)

1. Overproduction

Merupakan waste yang berupa produksi yang terlalu banyak, lebih awal, dan terlalu cepat diproduksi yang mengakibatkan inventori yang berlebih dan terganggunya aliran informasi dan fisik.

2. Defect

Merupakan waste yang dapat berupa kesalahan yang terjadi saat proses pengerjaan, permasalahan pada kualitas produk yang dihasilkan, dan perfomansi pengiriman yang buruk.

3. Unneccessary Inventory

Merupakan waste yang berupa penyimpanan barang yang berlebih yang sebenarnya tidak perlu terjadi, serta delay informasi produk atau material yang mengakibatkan peningkatan biaya dan penurunan kualitas pelayanan terhadap customer.

4. Inappropriate processing

Merupakan waste yang disebabkan oleh proses produksi yang tidak tepat karena prosedur yang salah, penggunaan peralatan atau mesin yang tidak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan dalam suatu operasi kerja.

5. Excessive transportation

Merupakan waste yang berupa pemborosan waktu, usaha dan biaya karena karena pergerakan yang berlebihan dari orang, informasi atau produk atau material. Waste ini bisa disebabkan karena layout lantai produksi yang kurang baik, kurang memahami aliran proses produksi.


(27)

6. Waiting

Merupakan waste yang berupa penggunaan waktu yang tidak efisien. Dapat berupa ketidakaktifan dari pekerja, informasi, material atau produk dalam periode waktu yang cukup panjang sehingga menyebakan aliran yang terganggu dan memperpanjang lead time produksi.

7. Unneccessary motion

Merupakan waste yang berupa penggunaan waktu yang tidak memberikan nilai tambah untuk produk maupun proses. Waste jenis ini biasanya terjadi pada aktivitas tenaga kerja di pabrik, terjadi karena kondisi lingkungan kerja dan peralatan yang tidak ergonomis sehingga dapat menyebabkan rendahnya produktivitas pekerja dan berakibat pada terganggunya lead time produksi serta aliran informasi.

Untuk memahami ketujuh waste tersebut, perlu didefinisikan tiga tipe aktivitas yang terjadi dalam sistem produksi. Ketiga tipe aktivitas tersebut antara lain sebagai berikut :

1. Value adding activity, yaitu semua aktivitas perusahaan untuk menghasilkan produk atau jasa yang dapat memberikan nilai tambah dimata konsumen sehingga konsumen rela membayar atas aktivitas tersebut.

2. Necessary but non-value adding activity, yaitu semua aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah di mata customer pada suatu material atau produk yang diproses tapi perlu dilakukan. Aktivitas ini tidak dapat dihilangkan, namun dapat dijadikan lebih efektif dan efisien.


(28)

3. Non value adding activity, yaitu semua aktivitas yang tidak memberikan nilai tambah di mata customer pada suatu material atau produk yang diproses. Aktivitas ini bisa direduksi atau dihilangkan, karena aktivitas ini murni waste yang sangat merugikan.

3.6. Value Stream Mapping Tools6

Process Activity Mapping, tool ini memetakan proses secara detail langkah demi langkah. Gambar ini menggunakan simbol-simbol yang berbeda untuk mempresentasikan aktivitas operasi, menunggu, transportasi, inspeksi dan penyimpanan. Peta ini berguna untuk mengetahui berapa persen kegiatan yang dilakukan merupakan kegiatan nilai tambah dan berapa persen bukan nilai tambah, baik yang bisa dikurangi maupun yang tidak. Perluasan dari tool ini dapat digunakan untuk mengidentifikasikan lead time dan produktivitas baik aliran fisik maupun aliran informasi.

Value Stream Mapping adalah suatu tool yang dapat digunakan untuk memetakan aliran nilai (value stream) secara mendetail untuk mengidentifikasi adanya pemborosan dan menemukan penyebab-penyebab terjadinya pemborosan serta memberikan cara yang tepat untuk menghilangkannya atau paling tidak mengeliminirnya. Dimana fokus value stream mapping adalah pada proses value adding dan non-value adding. Terdapat 7 macam detail mapping tools yang biasa digunakan, salah satunya adalah Process Activity Mapping.

6

Michael L. George, Rowlands, David Rowlands, Mark Price dan John Maxey, The Lean Six Sigma Pocket Toolbook, (New York : McGraw-Hill, 2005), hlm. 46


(29)

Lima tahap pendekatan dalam Process Activity Mapping secara umum antara lain yaitu:

1. Memahami aliran proses 2. Mengidentifikasi pemborosan

3. Mempertimbangkan apakah proses dapat di arrange ulang pada rangkaian yang lebih effisien.

4. Mempertimbangkan aliran yang lebih baik, melibatkan aliran layout dan rute transportasi yang berbeda.

5. Mempertimbangkan apakah segala sesuatu yang telah dilakukan pada tiap-tiap stage benar-benar perlu dan apa yang akan terjadi jika hal-hal yang berlebihan tersebut dihilangkan.

Tujuan dari pemetaan ini adalah untuk membantu memahami aliran proses, mengidentifikasikan adanya pembororsan, mengidentifikasikan apakah suatu proses dapat diatur kembali menjadi lebih efisien, mengidentifikasikan perbaikan aliran penambahan nilai.


(30)

Tabel 3.2. Simbol-Simbol pada Value Stream Mapping

Simbol dalam Value Stream Mapping

Simbol ini mempresentasikan supplier atau customer sebagai titik awal (apabila digunakan sebagai supplier) dan titik akhir apabila sebagai customer. Posisinya dapat diletakkan di kiri atau kanan atas.

Berisi kumpulan informasi kunci mengenai kebutuhan customer dan kemampuan supplier. Data box diletakkan dibawah customer box dan supplier box untuk menjelaskan informasi masing masing supplier dan customer.

Simbol ini menyatakan proses operasi, mesin atau departemen yang dilalui aliran material. Secara khusus untuk menghindari pemetaan setiap langkah proses yang tidak diinginkan , maka symbol ini biasanya

mempresentasikan satu departemen dengan aliran material yang kontinu.

Simbol ini menyatakan operasi, proses, departemen dengan famili-famili yang saling berbagi dengan value stream. Perkiraan jumlah operator yang dibutuhkan dalam value stream dipetakan, bukan sejumlah operator yang


(31)

Tabel 3.2. Simbol-Simbol pada Value Stream Mapping

Simbol dalam Value Stream Mapping

Simbol ini memiliki lambang-lambang yang didalamnya menyatakan informasi data yang dibutuhkan untuk menganalisis dan mengamati sistem. C/T adalah waktu siklus yang dibutuhkan untuk memproduksi satu barang sampai barang selanjutnya datang. C/O adalah waktu pergantian produksi satu produk dalam satu proses untuk yang lainnya. Uptime adalah presentasi waktu yang tersedia pada mesin untuk proses.

Simbol ini menunjukkan keberadaan suatu inventori diantara dua proses. Ketika memetakan current state, jumlah inventori dapat diperkirakan dengan satu

perhitungan cepat, dan jumlah tersebut dituliskan dibawah gambar segitiga. Jika terdapat lebih dari satu akumulasi inventori, gunakan satu lambang untuk masing-masing lambang inventori.

Simbol ini menunjukkan indikasi dari multioperasi yang terintegrasi dalam workcell.

Tanda yang diartikan adanya proses untuk secara visula melakukan pengecekan pada material. Pengecheck ini ditujukan untuk menghitung inventory, dan signal untuk pengisian kembali.


(32)

Tabel 3.2. Simbol-Simbol pada Value Stream Mapping

Simbol dalam Value Stream Mapping

Adalah indikasi arus barang yang menunjukkan proses akan mendorong semua yang dihasilkan kepada proses

berikutnya apapun yang terjadi, sehingga proses berikutnya akan selalu mengikuti proses ini.

Indikasi untuk proes yang benar benar mengalir lancar seperti halnya air didalam pipa.

Adalah indikasi bahwa proses hanya akan mengambil material jika proses tersebut membutuhkan. Proses akan mengambil dari finish good proses sebelumnya.

Pada system tarik, hanya akan mengambil dari inventory yang terkontrol jumlahnya (supermarket).

Simbol ini menyatakan pergerakan raw material dari supplier hingga menuju gudang penyimpanan akhir di pabrik atau pergerakan dari produk akhir di gudang penyimpanan pabrik sampai ke konsumen.

Adalah sangat mirip dengan inventory, hanya pada supermarket, digambarkan dalam bentuk rak di supermarket. Inventory type ini jumlah material yang disimpan dikontrol dengan tepat. Dengan menentukan batas bawah dan batas atasnya. Pada supermarket juga ditentukan berapa jumlah yang optimal untuk mengisi dari rak tersebut (lot size).


(33)

Tabel 3.2. Simbol-Simbol pada Value Stream Mapping

Simbol dalam Value Stream Mapping

Pengiriman dari pemasok ke konsumen dengan transportasi luar.

Gambar anak panah lurus menunjukkan aliran informasi umum yang diperoleh dengan catatan, laporan ataupun percakapan.

Aliran informasi secara elektronik.

Aliran informasi secara lisan atau personal atau perintah dari atasan.

Simbol ini mempresentasikan operator. Lambang ini menunjukkan jumlah operator yang dibutuhkan untuk melakukan suatu proses.

Menunjukkan waktu yang memberikan nilai tambah (C/T) dan waktu yang tidak memberikan nilai tambah (waktu menunggu). Dapat juga menunjukkan lead time dan total cycle time.


(34)

3.7. Pengukuran dan Analisis Masalah

Beberapa macam dari seven tool yang digunakan untuk pengukuran masalah antara lain:

1. Diagram sebab akibat

Diagram ini sering disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram). Manfaat diagram ini adalah kemampuannya memisahkan penyebab dari gejala, memfokuskan perhatian pada hal – hal yang relevan, serta diterapkan pada setiap masalah.

Diagram Fishbone dari Ishikawa menjadi satu tool yang sangat populer dan dipakai di seluruh penjuru dunia dalam mengidentifikasi faktor penyebab masalah. Diagram cause and effect ini dikenal dengan “tulang ikan”, karena kalau diperhatikan rangka analisis diagram fishbone bentuknya ada kemiripan dengan ikan, dimana ada bagian kepala (sebagai effect) dan bagian tubuh ikan berupa rangka serta duri-durinya digambarkan sebagai penyebab (cause) suatu permasalahan yang timbul. Contoh fishbone diagram seperti pada Gambar 3.1.

Tujuan utama dari diagram fishbone adalah untuk menggambarkan secara grafik cara hubungan antara penyampaian akibat dan semua faktor yang berpengaruh pada akibat ini. Fungsi utama dari diagram fishbone ini adalah:


(35)

2. Fokus pada pokok persoalan yang spesifik tanpa usaha untuk mengeluh dan diskusi yang tidak relevan.

3. Mengidentifikasi wilayah dimana ada kekurangan

Yang menjadi faktor–faktor penyebab masalah dalam diagram fishbone adalah terdiri dari : Manusia, Mesin, Metoda, Material. Dengan menerapkan diagram

Fishbone ini dapat menolong kita untuk dapat menemukan akar “penyebab” terjadinya masalah khususnya di industri manufaktur dimana prosesnya terkenal dengan banyaknya ragam variabel yang berpotensi menyebabkan munculnya permasalahan. Apabila “masalah” dan “penyebab” sudah diketahui secara pasti, maka tindakan dan langkah perbaikan akan lebih mudah dilakukan. Dengan diagram ini, semuanya menjadi lebih jelas dan memungkinkan kita untuk dapat melihat semua kemungkinan “penyebab” dan mencari “akar” permasalahan sebenarnya.

Operator Material

Lingkungan Metode Mesin

Output


(36)

2. Diagram SIPOC (Supplier-Input-Process-Output-Customer)

Seperti yang sudah kita ketahui, metodologi Six Sigma punya berbagai macam perangkat untuk melakukan process improvement. SIPOC Diagram adalah sebuah perangkat yang digunakan dalam metodologi Six Sigma, yakni suatu gambar visual yang mendeskripsikan tentang bagaimana proses dapat memberikan pelayanan kepada pelanggan.

a. siapa yang menyediakan input untuk proses?

Diagram ini membantu dalam menjelaskan suatu proyek yang kompleks dan ruang lingkupnya belum jelas. Dalam fase DMAIC, maka SIPOC diagram ini terdapat pada fase Measure. Prosesnya mirip dan terkait dengan process mapping, namun lebih mendetail lagi.

Perangkat SIPOC ini bermanfaat ketika terdapat ketidakjelasan dalam hal:

b. spesifikasi apa yang ditetapkan untuk input? c. siapa yang menjadi pelanggan dalam proses? d. apa persyaratan yang ditetapkan oleh pelanggan?

Selama proses berlangsung, supplier (S) menyediakan input (I) untuk proses. Proses yang dilakukan ini berusaha untuk meningkatkan value added, dan menghasilkan output (O) yang memenuhi bahkan melampaui ekspektasi dari customer/pelanggan (C).

a. Suppliers bisa merupakan individual atau perusahaan, dan bisa jadi pihak internal maupun eskternal yang menyediakan input untuk proses.


(37)

b. Inputs: Input yang digunakan dalam proses, diantaranya termasuk material, jasa, informasi, SDM, dan sebagainya yang diproses untuk menghasilkan output.

c. Process: serangkaian aktivitas yang dapat memberikan nilai bagi input untuk memproduksi output bagi pelanggan.

d. Outputs: hasil dari proses untuk pelanggan internal dan eksternal. Output ini bisa berupa produk, jasa, informasi, hingga laporan dan dokumen.

e. Customers: pelanggan adalah pihak yang menerima output yang dihasilkan dari proses. Jika seseorang menerima barang dari pihak ketiga, maka mereka (dianggap) bukan customer. Customer haruslah pihak yang membawa output tersebut langsung dari unit bisnis, dan tidak harus menggunakan output tersebut. Contoh pihak yang bisa menjadi customer adalah manajer, CEO, direksi dan divisi lainnya.

Langkah-langkah

1. Membuat area dimana tim akan menggambar SIPOC diagram. Bisa menggunakan transparansi, chart

yang dilakukan untuk membuat SIPOC Diagram adalah sebagai berikut:

2. Mulai dengan proses, gambarkan proses dalam empat hingga lima level langkah

3. Identifikasi output dari proses .

4. Identifikasi pelanggan yang nantinya akan menerima output dari proses 5. Identifikasi Input yang dibutuhkan supaya proses berjalan dengan baik


(38)

7. Langkah opsional: identifikasi persyaratan awal dari pelanggan.

8. Diskusi dengan sponsor proyek, champion dan stakeholder yang lainnya sebagai verifikasi.

3. Peta Aliran Proses ( Flow Process Chart)

Suatu diagram yang menunjukan urutan-urutan dari operasi, pemeriksaan, transportasi, menunggu dan penyimpanan yang terjadi selama satu proses atau prosedur berlangsung, serta didalamnya memuat pula informasi-informasi yang diperlukan untuk analisis waktu yang dibutuhkan dan jarak perpindahaan. Peta aliran proses dan peta proses operasi memiliki perbedaan dalam peta keseluruhan. Berikut ini perbedaan yang terdapat pada peta aliran proses dan peta proses operasi (Mercubuana,2012).

a. Peta aliran proses memperlihatkan semua aktivitas-aktivitas dasar, termasuk transportasi, menunggu dan menyimpan. Sedangkan pada proses peta proses operasi, terbatas pada operasi dan pemeriksaan saja.

b. Pada aliran proses menganalisis setiap komponen yang diproses secara lebih lengkap disbanding dengan Peta Proses Operasi, memungkinkan untuk digunakan setiap proses atau prosedur, baik dipabrik atau kantor.

Kegunaan Peta Aliran Kerja dalam sebuah perusahaan maupun pabrik sangat membantu dalam proses pekerjaan, yaitu (Mercubuana, 2012).

a. Bisa digunakan untuk mengetahui aliran bahan atau aktivitas orang mulai awal masuk dalam suatu proses atau prosedur sampai aktivitas akhir.


(39)

b. Peta ini bisa memberikan informasi mengenai waktu penyelesaian suatu proses atau prosedur.

c. Bisa digunakan untuk mengetahui jumlah kegiatan yang dialami bahan atau dilakukan oleh orang selama proses atau prosedur berlangsung.

d. Sebagai alat untuk melakukan perbaikan-perbaikan proses atau metoda kerja.

4. Failure Mode and Effect Analysis (FMEA)7

FMEA merupakan suatu metode yang digunakan untuk mengidentifikasi dan menganalisa suatu kegagalan dan akibatnya untuk menghindari kegagalan tersebut. Dalam konteks kesehatan dan keselamatan kerja (K3), kegagalan yang dimaksudkan dalam definisi di atas merupakan suatu bahaya yang muncul dari suatu proses. Kegagalan digolongkan berdasarkan dampak yang diberikan terhadap kesuksesan suatu misi dari sebuah sistem. Secara umum, FMEA (Failure Modes and Effect Analysis) didefinisikan sebagai sebuah teknik yang mengidentifikasi tiga hal, yaitu :

a. Penyebab kegagalan yang potensial dari sistem, desain produk, dan proses selama siklus hidupnya,

b. Efek dari kegagalan tersebut,

c. Tingkat kekritisan efek kegagalan terhadap fungsi sistem, desain produk, dan proses.

7

Dyadem Engineering Corporation. Guidelines for Failure Mode and Effects Analysis, For


(40)

Berikut ini adalah tujuan yang dapat dicapai oleh perusahaan dengan penerapan FMEA:

a. Untuk mengidentifikasi mode kegagalan dan tingkat keparahan efeknya. b. Untuk mengidentifikasi karakteristik kritis dan karakteristik signifikan. c. Untuk mengurutkan pesanan desain potensial dan defisiensi proses

d. Untuk membantu fokus engineer dalam mengurangi perhatian terhadap produk dan proses, dan membentu mencegah timbulnya permasalahan

RPN adalah indikator kekritisan untuk menentukan tindakan koreksi yang sesuai dengan moda kegagalan. RPN digunakan oleh banyak prosedur FMEA untuk menaksir resiko menggunakan tiga kriteria berikut :

a. Keparahan efek (Severity) S – Seberapa serius efek akhirnya?

b. Kejadian penyebab (Occurrence) O – Bagaimana penyebab terjadi dan akibatnya dalam moda kegagalan?

c. Deteksi penyebab (Detection) D – Bagaimana kegagalan atau penyebab dapat dideteksi sebelum mencapai pelanggan?

Angka prioritas RPN merupakan hasil kali rating keparahan, kejadian, dan deteksi. Angka ini hanyalah menunjukkan rangking atau urutan defisiensi desain sistem.

RPN = S x O x D

Nilai RPN yang tinggi akan membantu memberikan pertimbangan untuk tindakan korektif pada setiap moda kegagalan.


(41)

3.8. Perhitungan Data Waktu.

Pengukuran waktu adalah pekerjaan mengamati dan mencatat waktu-waktu kerjanya baik elemen ataupun siklus dengan menggunakan alat-alat yang telah disiapkan oleh peneliti seperti stopwatch, lembar pengamatan, dan alat tulis. Pengukuran waktu ditujukan untuk mendapatkan waktu baku penyelesaian pekerjaan. Hal pertama yang dilakukan adalah pengukuran pendahuluan. Tujuan melakukan pengukuran pendahuluan adalah untuk mengetahui berapa kali pengukuran harus dilakukan untuk tingkat-tingkat ketelitian dan keyakinan yang diinginkan. Tingkat ketelitian dan keyakinan ini ditetapkan pada saat menjalankan langkah penetapan tujuan pengukuran. Adapun tujuan dari pengukuran waktu adalah mencari waktu yang sebenarnya dibutuhkan untuk menyelesaikan suatu pekerjaan setelah memperhatikan faktor kelonggaran dan penyesuaian atau waktu baku.

3.8.1. Tingkat Ketelitian dan Tingkat Keyakinan

Tingkat ketelitian dan tingkat keyakinan adalah pencerminan tingkat kepastian yang yang diingkinkan pengukur setelah memutuskan tidak akan melakukan pengukuran yang sangat banyak. Tingkat ketelitian menunjukkan penyimpangan maksimum hasil pengukuran dari waktu penyelesaian sebenarnya yang dinyatakan dalam persen. Sedangkan tingkat keyakinan menunjukkan besarnya keyakinan pengukur bahwa hasil yang diperoleh memenuhi syarat ketelitian tadi. Jika suatu pengukuran menggunakan tingkat ketelitian 5% dan


(42)

tingkat keyakinan 95% maka hal ini menyatakan bahwa penyimpangan hasil pengukuran dari hasil sebenamya maksimum 5% dan kemungkinan berhasil mendapatkan hasil yang demikian adalah 95%. Dengan kata lain, pengukur hanya diizinkan paling banyak 5% dalam memperoleh hasil yang menyimpang dari jumlah keseluruhan hasil pengukuran.

3.8.2. Uji Keseragaman dan Kecukupan Data

Pengujian ini dilakukan karena keadaan sistem yang selalu berubah mengakibatkan waktu penyelesaian yang dihasilkan sistem selalu berubah-ubah, namun harus dalam batas kewajaran. Berikut ini langkah-langkah untuk pengujian keseragaman data:

i. Hitung rata-rata dari seluruh data pengamatan

ii. Hitung standar deviasi sebenarnya dari waktu penyelesaian iii. Tentukan batas kontrol atas dan bawah (BKA dan BKA)

Batas – batas kontrol merupakan batas kontrol apakah group “seragam” atau

tidak. Jika semua rata-rata subgroup sudah berada dalam batas kontrol, maka dapat dihitung banyaknya pengukuran yang diperlukan dengan menggunakan rumus kecukupan data. Rumus yang digunakan adalah:

=

� �� ∑ �2−(∑ �)2

∑ � �


(43)

N’ = Jumlah pengamatan yang harus dilakukan s = Tingkat Ketelitian

k = Diperoleh dari distribusi normal

jika tingkat kepercayaan 99% maka k = 3 jika tingkat kepercayaan 95% maka k = 2 jika tingkat kepercayaan 90% maka k = 1 x = Waktu Pengamatan

N = Jumlah pengamatan yang telah dilakukan N’ < N berarti data sudah cukup atau representatif.

Pada pengujian kecukupan data ini, jika N > N’ maka data dinyatakan cukup dan sebaliknya jika N’ > N maka data yang diambil belum mencukupi sehingga harus melakukan penambahan jumlah data sebagai sampel.

3.8.3. Perhitungan Waktu Normal dan Waktu Baku

Perhitungan waktu normal dilakukan dengan mengalikan waktu siklus rata-rata yang diperoleh dari data pengamatan dengan rating factor. Dalam penelitian ini, penentuan rating factor yang diberikan menggunakan cara Westinghouse dimana penilaian dilakukan terhadap 4 faktor yang dianggap


(44)

menentukan kewajaran atau ketidakwajaran dalam bekerja yaitu keterampilan, usaha, kondisi kerja dan konsistensi.

Rating Factor = 1 + Westinghouse Factor

Wn = Wt x Rf Wn = Waktu normal

Wt = Waktu terpilih (waktu rata-rata data setelah data seragam dan cukup ) Rf = Rating factor

Perhitungan waktu ini dilakukan hanya untuk waktu siklus rata-rata yang dilakukan oleh operator. Perhitungan waktu baku dilakukan dengan menambahkan kelonggaran pada waktu normal. Waktu baku juga terbagi menjadi dua bagian yaitu waktu baku operator dan waktu baku mesin. Untuk waktu normal mesin tidak diberikan kelonggaran sehingga waktu normal dapat langsung dijadikan waktu baku mesin. Waktu baku penyelesaian pekerjaan adalah waktu yang dibutuhkan secara wajar oleh seorang pekerja normal untuk menyelesaikan suatu pekerjaan yang dijalankan dalam sistem kerja terbaik. Kelonggaran (allowance) adalah tambahan waktu yang diperlukan operator untuk melakukan kegiatan yang termasuk dalam kelonggaran, seperti kebutuhan pribadi, kelonggaran untuk menghilangkan rasa fatique, dan kelonggaran untuk hal-hal yang tak terhindarkan dimana penambahannya diberikan pada waktu normal. Nilai-nilai kelonggaran untuk kebutuhan pribadi pria adalah sebesar 0 – 2,5 % dan untuk wanita sebesar 2 – 5%. Kelonggaran untuk hambatan yang tidak


(45)

terhindarkan tergantung pada kondisi yang ada. Perhitungan nilai total kelonggaran diperoleh dengan menjumlah keseluruhan kelonggaran yang ada.

Waktu Baku Operator (Wb0) = Wn0

Process Cycle Effeciency = ����� ����� ����

����� �������� � 100%

x 100

100−���

3.9. Perhitungan Metrik Lean

Langkah yang perlu dilakukan untuk melakukan penerapan sistem Lean adalah pengukuran beberapa metrik Lean. Pengukuran metrik ini akan memberikan gambaran awal mengenai kondisi perusahaan sebelum diterapkan Lean dan bila Lean telah diterapkan maka akan terlihat perubahan pada nilai yang lebih baik pada metrik-metrik ini. Perhitungan metrik lean terdiri dari perhitungan manufacturing lead time, process cycle effisiency, process velocity dan process lead time.

Suatu perusahaan dikatakan telah melaksanakan program Lean apabila mempunyai nilai process cycle efficiency sebesar 30% yang artinya waktu proses untuk proses kerja atau kegiatan yang bernilai tambah mencapai 30% dari waktu proses atau kegiatan secara keseluruhan.

Value-added time adalah waktu melakukan proses yang memberikan nilai tambah kepada produk sedangkan total lead time adalah waktu yang dibutuhkan


(46)

untuk melakukan proses dari awal sampai akhir yaitu ketika barang dipesan sampai dengan barang dikirim kepada pelanggan8

3.10. Single Minutes Exchange of Dies (SMED) .

9

Prosedur set up biasanya menghasilkan pemikiran yang berbeda-beda, tergantung pada tipe operasi dan tipe alat yang digunakan. Sebelumnya, ketika prosedur-prosedur ini dianalisa dari sudut pandang yang beda, dapat dikatakan bahwa semua operasi set up meliputi urutan langkah-langkah. Pada set up tradisional, perubahan distribusi waktu seperti ditunjukkan pada Tabel 3.3. berikut.

8

Yesmizarti Muchtiar,Noviyarsi.Implementasi Metode 5S pada Lean Six Sigma dalam Proses Pembuatan Mur Baut Versing.Universitas Bung Hatta: Padang. Jurnal Internet

9

Shigeo Shingo. A Revolution in Manufacturing SMED System. (Connecticut: Productivtiy Press, 1985), hlm. 27.


(47)

Tabel 3.3. Proporsi Waktu Set up Tradisional

Operation Proportion

of Time

Persiapan, kegiatan setelah proses, pemeriksaan aliran bahan, mata

pisau, dies, jig, fixture, dan lain-lain 30% Mounting dan mengganti mata pisau, dan lain-lain 5% Peletakan di tengah, pengukuran, dan mengatur mesin untuk

kondisi yang lain 15%

Melakukan percobaan dan membuat saran 50%

Tahap pada metode SMED ini adalah sebagai berikut:

1. Tahap pendahuluan: kondisi internal dan eksternal tidak dipisahkan

Dalam operasi set up tradisional, internal dan eksternal set up membingungkan, yang dapat dilakukan secara eksternal dilakukan secara internal, sehingga mesin dalam keadaan idle dalam waktu yang lama. Untuk penerapan SMED, seseorang haruslah menguasai lantai produksi secara detail. Analisis produksi secara berkelanjutan kemungkinan merupakan metode yang paling baik. Sebagaimana analisis, haruslah membutuhkan waktu dan keahlian. Kemungkinan yang lain adalah dengan work sampling study. Dan pendekatan lainnya yang mungkin adalah dengan wawancara terhadap pekerja.

2. Tahap 1: Pemisahan internal dan eksternal set up

Tahap yang paling penting dalam implementasi SMED adalah membedakan internal dan eksternal set up. Semua pihak akan setuju bahwa pemisahan part,


(48)

perbaikan, tidak dilakukan selama mesin mati. Jika perbaikan ilmiah dapat dilakukan terhadap proses produksi dengan mengubah set up internal menjadi eksternal, kemungkinan terjadi pengurangan waktu 30 – 50%.

3. Tahap 2: Konversi internal set up menjadi eksternal set up

Sebagaimana sebelumnya dikatakan bahwa pengurangan waktu proses 30-50%, namun itu tidaklah sepenuhnya. Pada tahap ini, pengubahan set up internal menjadi eksternal melibatkan dua catatan penting yaitu:

a. Mengulangi proses operasi untuk melihat adakah operasi yang salah peletakan antara internal dan eksternal

b. Menemukan cara untuk mengkonversi operasi internal menjadi eksternal.

3.11. Metode 5S10

1. Seiri (Sort)

Metode 5S adalah program yang merangkum serangkaian aktivitas untuk menghilangkan pemborosan yang menyebabkan kesalahan, kecacatan, dan kecelakaan di tempat kerja. 5S merupakan pendekatan sistematik untuk meningkatkan lingkungan kerja, proses-proses dan produk yang melibatkan karyawan di lantai pabrik atau lini produksi. Adapun kelima S tersebut adalah sebagai berikut:

10


(49)

Secara tegas memisahkan item yang dibutuhkan dari item yang tidak dibutuhkan, kemudian menghilangkan item yang tidak diperlukan dari tempat kerja.

2. Seiton (Stabilize)

Menyimpan item yang diperlukan ditempat yang tepat agar mudah diambil jika akan digunakan.

3. Seiso (Shine)

Mempertahankan area kerja agar tetap bersih dan rapi. 4. Seiketsu (Standarize)

Melakukan standarisasi terhadap praktek 3S (Seiri, Seiton, Seiso) di atas. 5. Shitsuke (Sustein)

Membuat agar kedisplinan menjadi suatu kebiasaan melalui mengikuti prosedur-prosedur yang telah ditetapkan.


(50)

BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini berdasarkan metodenya termasuk penelitian deskriptif korelasional, yakni penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan tingkat keterkaitan antara faktor-faktor yang mempengahruhi terhadap faktor dependen yang dituju. Tingkat hubungan tersebut dilihat dengan koefisien korelasi.

4.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di PT. Bina Karya Logam Mandiri berlokasi di Tanjung Morawa Km 12,5 No. 142, Medan, Sumatera Utara.

4.3. Identifikasi Variabel Penelitian

Penentuan variabel penelitian didasarkan pada studi pendahuluan, studi kepustakaan, dan pengalaman pihak perusahaan yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang dihadapi.

Pada penelitian ini diamati beberapa variabel yang mempengaruhi produktivitas operator dan mesin yang menjadi objek penelitian antara lain:


(51)

a. Produk cacat (X1

b. Inventori (X

), yaitu kegagalan produk untuk diberikan kepada pelanggan, seperti sompel, pecah, retak, bergaris.

2

c. Set up (X

), yaitu adanya penumpukan barang yang sudah diproduksi di lantai pabrik, dan belum diserahkan kepada pelanggan.

3

d. Motion (X

), yaitu kegiatan persiapan yang dilakukan untuk permesinan sebelum operasi dijalankan.

4

e. Transportasi (X

), ketidaksesuaian atau kelebihan gerakan operator pada proses operasi sehingga menambah lead time produk.

5

f. Proses menunggu (X

), material handling pada saat proses produksi, ketidaktepatan alat yang digunakan akan menambah lama waktu operasi atau mengurangi mutu bahan. Transportasi ini terdiri dari perpindahan operator dan perpindahan bahan.

6

g. Proses berlebih (X

), kegiatan operator yang tidak menambah nilai, dimana operator menunggu proses permesinan yang otomatis.

7

h. Produktivitas, yaitu menunjukkan rasio output terhadap input yang diukur sebelum dan sesudah pemecahan masalah dengan Lean Six Sigma.

), yaitu ketidaksesuaian operasi yang dilakukan dengan yang sudah ditetapkan, banyaknya kegiatan yang sama dilakukan, seperti inspeksi, penggerindaan dan penghalusan.

4.4. Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan suatu landasan berpikir dan memberikan gambaran ringkas terhadap penelitian yang akan dilakukan dalam memecahkan


(52)

masalah dalam penelitian. Kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.1.

Gambar 4.1. Kerangka Berpikir Penelitian Permasalahan

Dalam proses produksi terdapat pemborosan yaitu:

a. Terdapat produk cacat yang tidak sesuai dengan keinginan pelanggan, sehingga butuh rework

b. Jarak perpindahan antar proses pengerjaan terlihat jauh, sehingga transportasi bahan tinggi.

c. Pemilihan material handling yang tidak tepat, sehingga menghabiskan waktu dalam pengoperasiannya.

d. Proses menunggu bahan (delay) diakibatkan material handling dan jarak perpindahan.

Tujuan yang Ingin Dicapai

Dengan metode pemecahan masalah, diharapakan dapat:

a. Mengurangi segala jenis pemborosan yang terdapat pada lini produksi, untuk meningkatkan kualitas produk dan kecepatan produksi

b. Meningkatkan kecepatan produksi dengan mengurangi waktu menunnggu melalui perbaikan jarak antara stasiun kerja pada lini produksi

c. Memberikan usulan perbaikan dengan Lean Six Sigma terhadap permasalahan sekarang.

Pemecahan Masalah

Beberapa tahap pemecahan masalah yang dapat dilakukan antara lain:

a. Menentukan (define) jenis pemborosan yang terkait dalam proses produksi

b. Mengukur (measure) jumlah (kuantifikasi) pemborosan

c. Manganalisis (analyze) faktor-faktor yang paling mempengaruhi pemborosan

d. Memperbaiki (improve) atau mengeliminasi pemborosan untuk meningkatkan kecepatan produksi dan produktivitas dengan memberikan alternatif perbaikan

e. Melakukan control (control) terhadap pemecahan yang sudah dilakukan dengan memberikan usulan-usulan standarisasi kerja untuk meningkatkan produktivitas


(53)

4.5. Kerangka Konseptual

Kerangka konseptual adalah bentuk kerangka berpikir yang dapat digunakan sebagai dasar pendekatan dalam memecahkan masalah yang akan diidentifikasi.

Produk cacat

inventori

Set up

Motion

transportasi

Proses menunggu

X1

X2

X3

X4

X5

X6

Proses Berlebih X7

Produktivitas Produk Sompel

Produk Retak

Kegiatan Menumpuk /

Storage

Kegiatan Inspeksi Gerakan meraih material

Waktu proses Perpindahan Operator

Produk Berlobang

Perpindahan Material Gerakan mencari part/alat

Waktu set up

Prosedur Set Up

Y

Jumlah produk disimpan

Lama Penyimpanan


(54)

4.6. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

Langkah-langkah dalam pelaksanaan penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.

Mulai

Studi Pendahuluan

Latar Belakang Masalah

Perumusan Permasalahan dan Penetapan Tujuan Penelitian

Pengumpulan Data Primer -Urutan Proses

-Waktui Proses Pengerjaan - Pemborosan

Pengumpulan Data Sekunder

-Data jenis dan jumlah produk

-Jenis dan spesifikasi mesin dan peralatan -Struktur organisasi, ruang lingkup bidang usaha -Waktu set up

Pengumpulan Data

Pengolahan Data

Kesimpulan dan Saran

Selesai

Identifikasi Kebutuhan Data

Studi Literatur

Analisis Pemecahan Masalah


(55)

4.7. Pengumpulan Data

4.7.1. Sumber Data

Data sekunder yang diperoleh dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Data jenis dan jumlah produk

b. Jam kerja dan jumlah tenaga kerja c. Data bahan baku

d. Urutan Proses

Sedangkan data primer yang didapat dalam penelitian ini antara lain: a. Waktu Pengerjaan

b. Jenis-Jenis Pemborosan c. Waktu Set Up

4.7.2. Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang dilakukan yaitu: a. Teknik kepustakaan, yakni membaca dan memahami buku-buku dan

jurnal-jurnal yang berkaitan dengan penerapan metode Lean-Six Sigma.

b. Teknik dokumentasi, yakni memperoleh data perusahaan PT. Bina Karya Logam Mandiri berupa dokumen-dokumen yang mendukung pengerjaan laporan dengan instrumen penelitian tabel pencatatan data.

c. Observasi/pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan stopwatch dan tabel pengumpulan data.


(56)

d. Wawancara berupa tanya jawab dan diskusi kepada pihak perusahaan.

4.8. Metode Pengolahan dan Analisis Data

Langkah-langkah umum pengolahan data secara umum dapat dilihat pada Gambar 3.4.

Lean Six Sigma

Kelancaran Proses Produksi Pengukuran Waktu

Defenisi dan Pengukuran Pemborosan

Produktivitas Operator dan Mesin

Gambar 4.4. Pengolahan Data Secara Umum

4.8.1. Pengukuran Waktu

Langkah-langkah yang dilakukan dalam pengukuran waktu diuraikan sebagai berikut:

1. Pengukuran waktu proses dengan menggunakan stopwatch.

2. Dilakukan uji keseragaman hasil pengukuran waktu proses tersebut dengan melihat data yang berada di dalam batas kelas.


(57)

3. Data hasil uji keseragaman waktu proses, selanjutnya dilakukan pengujian kecukupan data untuk menentukan jumlah data pengamatan yang diambil.

= Data pengamatan ke-j (j = 1,2,2,...,N)

= Harga rata-rata

N =jumlah pengamatan pendahuluan N' = Jumlah pengamatan yang diperlukan 2. Kemudian menentukan waktu terpilih (Wt).

3. Selanjutnya menentukan Waktu Normal dengan terlebih dahulu menghitung rating factor. Metode yang digunakan adalah westinghouse

Wn = Ws x Rf (dimana Rf = 1 + Westinghouse factor) Wn = Waktu Normal

Rf = rating factor

4. Melakukan perhitungan Waktu Standar dengan terlebih dahulu menghitung Allowance.

Waktu Standard = Waktu Normal x ( 100%

100%−���)

Blok diagram perhitungan pengukuran waktu dapat dilihat pada Gambar 4.5. j

X

__

=

X

(

) ( )

( )

2 2 2

'

     

  

=

X

X X

N s k N


(58)

Gambar 4.5. Blok Diagram Pengukuran Waktu

Pengukuran Waktu Siklus

Uji Keseragaman Data

Uji Kecukupan Data Apakah Data

Seragam ?

Ya

Revisi Tabel Data Pengamatan

Tidak

σ

2

+ =X=

BKA BKB=X=−2σ

              −       − =

=

= 1 2 1 1 ' N X X N i j N i j σ

Penentuan Waktu Standar Penentuan Waktu Normal

Apakah Data Cukup ?

Ya

Tidak

(

)

2

2 2 ' 40           =

i i i x x x n N Penambahan Pengamatan


(1)

DAFTAR GAMBAR (Lanjutan)

GAMBAR HALAMAN

5.10. Fishbone Diagram Atribut Perpindahan Material pada Faktor Transportasi ... V-71 5.11. Fishbone Diagram Atribut Perpindahan Operator pada Faktor

Transportasi ... V-71 5.12. Fishbone Diagram Faktor Pemborosan Set Up ... V-72 6.1. Layout Sebelum Perbaikan ... V-20 6.2. Layout Sesudah Perbaikan ... V-21


(2)

DAFTAR TABEL

TABEL HALAMAN

1.1. Persentase Pemborosan pada Proses Produksi PT. Bina Karya Logam Mandiri dalam Satu Siklus Operasi ... I-2 2.1. Pembagian Jabatan di PT. BKLM ... II-5 2.2. Pengaturan Jam Kerja Karyawan ... II-6 2.3. Standar Mutu Roda Roli ... II-12 2.4. Standar Mutu Kaki Pompa ... II-12 2.5. Standar Mutu Plat Cutter (2 x 12,5) Cm ... II-12 2.6. Standar Mutu Plat Cutter (2 x 26,5) Cm ... II-13 2.7. Standar Mutu Ring ... II-13 2.8. Standar Mutu Garbox ... II-13 2.9. Standar Mutu Sprocket Belah... II-14 2.10. Mesin dan Spesifikasi Mesin yang Digunakan ... II-15 2.11. Peralatan yang Digunakan PT. Bina Karya Logam Mandiri ... II-16 3.1. Perbedaan Lean dan Six Sigma ... III-7 3.2. Simbol-Simbol pada Value Stream Mapping ... III-12 3.3. Proporsi Waktu Set up Tradisional ... III-28 4.1. Klasifikasi Metode Eliminasi Pemborosan pada Lean... IV-11 5.1. Jumlah Permintaan Produk Sprocketdan Garbox pada Desember


(3)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.2. Data Mesin dan Operator pada Proses Produksi Sprocket

Belah dan Garbox ... V-6 5.3. Rating Factor pada Proses Pembuatan Sprocket Belah ... V-7 5.4. Allowance pada Operator Pembuatan Sprocket Belah ... V-9 5.5. Rating Factor pada Operator Pembuatan Garbox ... V-13 5.6. Allowance pada Operator Pembuatan Garbox ... V-15 5.7. Waktu Siklus Proses Produksi Sprocket Belah ... V-19 5.8. Waktu Siklus Proses Produksi Garbox ... V-23 5.9. Data Atribut Kecacatan Produk Sprocket Belah ... V-27 5.10. Data Atribut Kecacatan Produk Garbox ... V-28 5.11. Data Inventori Produk ... V-29 5.12. Data Motion pada Produksi Sprocket Belah ... V-30 5.13. Data Motion pada Produksi Garbox ... V-32 5.14. Data Motion pada Produksi Sprocket Belah ... V-33 5.15. Data Transportasi pada Produksi Garbox ... V-35 5.16. Data Proses Berlebih pada Produksi Sprocket Belah ... V-36 5.17. Data Proses Berlebih pada Produksi Garbox ... V-37 5.18. Jumlah Produk yang Dihasilkan ... V-39 5.19. Rekapitulasi Hasil Uji Keseragaman Waktu Siklus untuk


(4)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.20. Rekapitulasi Hasil Uji Keseragaman Waktu Siklus untuk Setiap

Proses Produksi Garbox ... V-51 5.21. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data Waktu Siklus Setiap Proses

Produksi Sprocket Belah ... V-54 5.22. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data Waktu Siklus Setiap Proses

Produksi Garbox ... V-55 5.23. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data Atribut Waste pada Sprocket

Belah ... V-56 5.24. Rekapitulasi Uji Kecukupan Data Atribut Waste pada Garbox ... V-57 5.25. Rekapitulasi Waktu Normal dan Baku Produksi Sprocket Belah ... V-58 5.26. Rekapitulasi Waktu Normal dan Waktu Baku Produksi Garbox.... V-59 5.27. Value Added dan Non Value Added Time Process Produksi

Sprocket Belah ... V-61 5.28. Value Added dan Non Value Added Time Process Produksi

Garbox... V-62 5.29. Data Produk yang Dihasilkan dalam 10 Periode ... V-63 5.30. Data Kecacatan Produk ... V-64 5.31. Data Inventori pada Lantai Produksi Pabrik ... V-64 5.32. Data Excess Motion pada Proses Produksi ... V-65 5.33. Data Transportasi pada Proses Produksi Sprocket Belah ... V-66


(5)

DAFTAR TABEL (Lanjutan)

TABEL HALAMAN

5.34. Data Proses Berlebih pada Proses Produksi Sprocket Belah ... V-66 5.35. Data Waktu Proses Produksi Produk ... V-67 5.36. Korelasi Kecacatan dengan Jumlah Produk Sprocket ... V-68 5.37. Rekapitulasi Uji Korelasi Faktor Pemborosan ... V-69 6.1. Usulan Kegiatan Seiri pada Proses Produksi Produk ... VI-4 6.2. Pemisahan Internal dan Eksternal Set up Produksi Sprocket Belah VI-9 6.3. Pemisahan Internal dan Eksternal Set up pada Produksi Garbox ... VI-10 6.4. Pemisahan Internal dan Eksternal Set up Produksi Sprocket

Belah Setelah Perbaikan ... VI-12 6.5. Pemisahan Internal dan Eksternal Set up Produksi Garbox

Setelah Perbaikan ... VI-13 6.6. Estimasi Perbaikan Urutan Proses Produksi Sprocket Belah ... VI-23 6.7. Estimasi Perbaikan Urutan Proses Produksi Garbox ... VI-24 6.8. Estimasi Waktu Penyampaian Produk ke Konsumen ... VI-25


(6)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN HALAMAN

1. Tabel Failure Mode and Effect Analysis (FMEA) ... L-1 2. Tabel Rating Factor Westinghouse ... L-2 3. Tabel Allowance ... L-3 4. Tabel Z ... L-4 5. Pembagian Tugas dan Wewenang ... L-5 6. Form Tugas Akhir ... L-6 7. Surat Penjajakan ... L-7 8. Surat Balasan ... L-8 9. Surat Keputusan Tugas Akhir ... L-9 10. Lembar Asistensi ... L-10