Analisis Hubungan Efisiensi Reproduksi dengan Produktivitas Sapi Perah: Studi Kasus di KPBS Pangalengan, Jawa Barat

ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI REPRODUKSI
DENGAN PRODUKTIVITAS SAPI PERAH:
STUDI KASUS DI KPBS PANGALENGAN, JAWA BARAT

BAGUS ADITYA PUTRATAMA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Hubungan
Efisiensi Reproduksi dengan Produktivitas Sapi Perah: Studi Kasus di KPBS
Pangalengan, Jawa Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014
Bagus Aditya Putratama
NIM B04090164

ABSTRAK
BAGUS ADITYA PUTRATAMA. Analisis Hubungan Efisiensi Reproduksi
dengan Produktivitas Sapi Perah: Studi Kasus di KPBS Pangalengan, Jawa Barat.
Dibimbing oleh YUDI dan ASEP YAYAN RUHYANA.
Penelitian ini bertujuan mengukur penampilan efisiensi reproduksi dan
produktivitas sapi perah serta menganalisis hubungan keduanya pada peternakan
KPBS Pangalengan, Jawa Barat pada tahun 2010 – 2012.
Penelitian
menggunakan data sekunder yang ada di KPBS Pangalengan, meliputi catatan
inseminasi buatan dan kesehatan hewan, kelahiran pedet, produksi susu, distribusi
jumlah sapi perah, serta karakteristik tenaga kesehatan hewan pada periode tahun
2010 – 2012. Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dan statistik untuk
mengidentifikasi korelasi S/C (service per conception) dan CR% (conception
rate) dengan produksi susu dan kelahiran pedet. Analisis statistik menggunakan

SPSS 16.0. Duncan range test digunakan untuk melihat nilai beda nyata diantara
variabel antar wilayah. Hasil penelitian menunjukkan penampilan efisiensi
reproduksi (S/C dan CR%) dan produktivitas (produksi susu dan kelahiran pedet)
sapi perah di KPBS Pangalengan cukup baik. Nilai efisiensi reproduksi terbaik di
wilayah Los Cimaung II, produksi susu tertinggi terdapat di Cisangkuy,
sedangkan kelahiran pedet tertinggi di Padahurip. Studi ini menunjukkan adanya
hubungan korelasi nyata (α=0.05) antara S/C dengan produksi susu (r=˗0.562) dan
kelahiran pedet (r=˗0.607), juga antara CR% dengan produksi susu (r=0.565) dan
kelahiran pedet (r=0.642).
Kata kunci: CR%, kelahiran pedet, KPBS Pangalengan, produksi susu, S/C

ABSTRACT
BAGUS ADITYA PUTRATAMA.
Analysis on Correlation Between
Reproduction Efficiency and Productivity of Dairy Cows: Case Study in KPBS
Pangalengan, West Java. Supervised by YUDI and ASEP YAYAN RUHYANA.
The aims of this study were to measure the reproductive efficiency and
productivity of dairy cows and to analysis the correlation between them in KPBS
Pangalengan, West Java in the year 2010 – 2012. This research used the
secondary data in KPBS Pangalengan which consisted of artificial insemination

and animal health records, calves births, milk production, distribution of dairy
cow population, and characteristic of animal health personnel in the period of
2010 – 2012. The data was analysed descriptively and statistically to identify the
correlation of S/C (service per conception) and CR% (conception rate) with milk
production and calves births of dairy cows. The statistic analysis was performed
using SPSS 16.0. Duncan range test is used to showed the difference between
variables among regions. The results of this study showed the value of
reproductive efficiency (S/C & CR%) and productivity (milk production and

calves births) of dairy cows in KPBS Pangalengan were generally good. The best
value of reproductive efficiency in region Los Cimaung II, the highest milk
production were in region Cisangkuy, meanwhile the highest calves births was in
region Padahurip. The study showed that there was a significant correlation
(α=0.05) between S/C and milk production (r=˗0.562) and calves births
(r=˗0.607), also between CR% and milk production (r=0.565) and calves births
(r=0.642).
Keywords: calves births, CR%, KPBS Pangalengan, milk production, S/C

ANALISIS HUBUNGAN EFISIENSI REPRODUKSI
DENGAN PRODUKTIVITAS SAPI PERAH:

STUDI KASUS DI KPBS PANGALENGAN, JAWA BARAT

BAGUS ADITYA PUTRATAMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan
pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Analisis Hubungan Efisiensi Reproduksi dengan Produktivitas
Sapi Perah: Studi Kasus di KPBS Pangalengan, Jawa Barat
Nama
: Bagus Aditya Putratama
NIM

: B04090164

Disetujui oleh

Dr drh Yudi, MSi
Pembimbing I

drh Asep Yayan Ruhyana
Pembimbing II

Diketahui oleh

drh Agus Setiyono, MS PhD APVet
Wakil Dekan

Tanggal Lulus:

Judul Skripsi:
Nama
NIM


Analisis Hubungan Efisiensi Reproduksi dengan Produktivitas
Sapi Perah: Studi Kasus di KPBS Pangalengan, Jawa Barat
Bagus Aditya Putratama

B04090164

Disetujui oleh

4

/
Dr drh Yudi. )\1S1
Pembimbing I

Tanggal Lulus:

124 JAN 20 14-

'


Asep Yayan Ruhyana
Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul Analisis Hubungan Efisiensi
Reproduksi dengan Produktivitas Sapi Perah: Studi Kasus di KPBS Pangalengan,
Jawa Barat dapat diselesaikan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr drh Yudi, MSi dan drh Asep
Yayan Ruhyana selaku pembimbing, atas segala bimbingan, dorongan, kritik, dan
saran yang telah diberikan selama penelitian dan penulisan skripsi ini. Ungkapan
terimakasih penulis ucapkan kepada drh Fajar Satrija, PhD selaku dosen
pembimbing akademik, serta Dr med vet drh Denny Widaya Lukman, MSi dan
drh Andriyanto, MSi selaku dosen penguji atas masukan dan motivasinya. Di
samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Keluarga Bapak Warsa dan
Keluarga Bapak Sopyan, beserta kelompok peternak di Koperasi Peternakan
Bandung Selatan (KPBS) Pangalengan yang telah membantu selama
pengumpulan data. Tak lupa penulis ucapkan terimakasih kepada KPBS
Pangalengan atas kesempatan yang diberikan untuk melakukan penelitian.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ibunda Dra Sri Kayati,
Ayahanda Prof Dr drh Agik Suprayogi, MSc, Yogo, Aris, dan Aji serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya. Terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Wenny Dwi K atas motivasi, doa, serta bantuannya selama
penulisan skripsi ini, dan kepada kawan-kawan satu tim penelitian, Risnia
Buatama, Arian Putra, Budi Setiawan, Khairul Ihsan, dan Ganjar Alaydrussani
atas segala semangat, bantuan, dan kerjasamanya selama penelitian dan proses
penulisan, serta kawan-kawan Geochelone FKH 46, dan Himpro Satwa Liar yang
selama ini telah bersama-sama menempuh suka dan duka demi mendapatkan ilmu
di almamater tercinta.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014
Bagus Aditya Putratama

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

ix


DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian

2


TINJAUAN PUSTAKA

2

Efisiensi Reproduksi pada Sapi Perah

2

Produktivitas pada Sapi Perah

3

METODE

4

Tempat dan Waktu

4


Materi dan Metode

4

Variabel Penelitian

5

Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Keadaan Umum KPBS Pangalengan

6

Efisiensi Reproduksi di KPBS Pangalengan

7

Produktivitas di KPBS Pangalengan

8

Efisiensi Reproduksi dan Produktivitas per Wilayah di KPBS
Pangalengan

10

Korelasi Efisiensi Reproduksi dengan Produktivitas

11

SIMPULAN DAN SARAN

12

Simpulan

12

Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

LAMPIRAN

16

DAFTAR TABEL
1 Petugas kesehatan hewan pada KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode
2010 – 2012
2 Jumlah dan distribusi populasi sapi perah di KPBS Pangalengan, Jawa
Barat periode 2010 – 2012
3 Rasio petugas kesehatan hewan dan akseptor sapi perah serta nilai S/C
dan CR% di KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012
4 Efisiensi reproduksi (S/C dan CR%) sapi perah di KPBS Pangalengan,
Jawa Barat periode 2010 – 2012
5 Produksi susu (ton) dan kelahiran pedet (ekor) pada peternakan rakyat
sapi perah di KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012
6 Rata-rata produksi susu harian per induk (liter/induk/hari) tiap wilayah
di KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012
7 Efisiensi reproduksi (S/C dan CR%) dan produktivitas (produksi susu
dan kelahiran pedet) sapi perah per bulan tiap wilayah di KPBS
Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012
8 Nilai korelasi efisiensi reproduksi (S/C dan CR%) dengan produktivitas
(produksi susu dan kelahiran pedet) sapi perah di KPBS Pangalengan,
Jawa Barat periode 2010 – 2012

6
6
7
8
9
9

10

11

DAFTAR GAMBAR
1 Peta wilayah kerja KPBS Pangalengan, Jawa Barat

4

DAFTAR LAMPIRAN
1 Tabel korelasi efisiensi reproduksi dengan produktivitas sapi perah di
KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012
2 Tabel perhitungan produksi susu per wilayah di KPBS Pangalengan,
Jawa Barat periode 2010 – 2012
3 Tabel rata-rata produksi susu harian (liter/induk/hari) per wilayah di
KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012
4 Tabel produksi susu (ton) per wilayah di KPBS Pangalengan, Jawa
Barat periode 2010 – 2012

16
17
20
21

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perkembangan populasi dan produksi sapi perah di Indonesia dari tahun ke
tahun mengalami kemunduran. Produksi susu sapi nasional pada tahun 2012
sebanyak 959.73 ribu ton mengalami penurunan sekitar 1.54% dibandingkan
produksi tahun 2011 sebesar 974.70 ribu ton (Ditjen PKH 2013). Produksi susu
tersebut, hanya mencukupi 21% bahan baku industri susu dalam negeri,
sedangkan 79% masih harus diimpor (Primandari 2013). Dampak negatif
terjadinya peningkatan impor susu adalah terkurasnya devisa negara,
ketergantungan kepada susu dari negara lain, dan hilangnya lapangan pekerjaan
jika peternakan sapi perah di Indonesia tidak berkembang (Ahmad & Hermiyetti
2008). Populasi dan produktivitas sapi perah di Indonesia harus ditingkatkan
untuk mengurangi dampak tersebut.
Upaya peningkatan produktivitas sapi perah dapat dilakukan antara lain
dengan meningkatkan populasi sapi perah melalui perbaikan efisiensi reproduksi
baik secara genetik maupun manajemen (Praharani et al. 2010). Efisiensi
reproduksi adalah ukuran kemampuan seekor sapi untuk bunting dan
menghasilkan keturunan sehat dalam waktu satu tahun (Niazi & Aleem 2003).
Pemantauan efisiensi reproduksi peternakan sapi perah di Indonesia sebagai upaya
peningkatan penampilan produktivitas belum banyak dilakukan. Pemantauan
efisiensi reproduksi merupakan faktor penting untuk mengetahui tingkat
keberhasilan suatu peternakan sapi perah. Parameter yang biasa digunakan untuk
mengukur efisiensi reproduksi adalah service per conception (S/C) dan conception
rate (CR%) (Jainudeen & Hafez 2000). Service per conception (S/C) merupakan
jumlah inseminasi yang dibutuhkan untuk terjadinya satu kebuntingan, dengan
nilai S/C yang ideal adalah mendekati 1. Conception rate (CR%) merupakan
angka kebuntingan hasil IB pertama, dengan nilai CR yang ideal adalah di atas
50%. Kedua parameter tersebut dan hubungannya dengan produktivitas sapi
perah pada lokasi peternakan rakyat di Koperasi Peternakan Bandung Selatan
(KPBS) Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat dipelajari pada penelitian
ini.
Wilayah KPBS Pangalengan merupakan salah satu sentra sapi perah di
Indonesia, dengan jenis sapi Friesian Holstein. Wilayah kerja KPBS Pangalengan
meliputi 3 kecamatan yaitu Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Kertasari, dan
Kecamatan Pacet yang terbagi dalam 5 wilayah (rayon) dan 37 tempat pelayanan
koperasi (TPK). Wilayah tersebut dikelilingi pegunungan dengan ketinggian
1000 – 1420 meter di atas permukaan laut, dengan suhu rata-rata berkisar 12 – 28
°C dan kelembapan 60 – 70% (KPBS 2011). Kondisi dengan karakteristik
tersebut cocok untuk peternakan sapi perah yang tentunya akan menentukan
tingkatan efisiensi reproduksi dan produktivitas sapi perah.

2
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah mengukur penampilan efisiensi reproduksi
dan produktivitas sapi perah serta menganalisis hubungan efisiensi reproduksi
(dengan parameter jumlah layanan per kebuntingan, S/C dan angka kebuntingan,
CR%) dengan produktivitas sapi perah (dengan parameter produksi susu dan
kelahiran pedet) di wilayah KPBS Pangalengan Kabupaten Bandung, Jawa Barat.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian diharapkan menjadi kajian bagi manajemen KPBS
Pangalengan dan koperasi susu lain di Indonesia dalam meningkatkan efisiensi
reproduksi dan produktivitas sapi perah.

TINJAUAN PUSTAKA
Efisiensi Reproduksi pada Sapi Perah
Kesehatan reproduksi merupakan faktor yang sangat penting untuk
mendapatkan angka kelahiran pedet dan produksi susu yang tinggi. Dengan
demikian reproduksi sangat menentukan keuntungan yang akan diperoleh usaha
peternakan sapi perah (Anggraeni 2008). Bila reproduksi berjalan dengan baik
maka akan menambah angka populasi dan produksi susu. Pada sapi perah,
efisiensi reproduksi merupakan dasar utama untuk memperoleh jumlah produksi
susu yang maksimal karena produksi susu mencapai puncak pada beberapa bulan
periode setelah partus.
Efisiensi reproduksi merupakan ukuran kemampuan seekor sapi untuk
bunting dan menghasilkan keturunan yang sehat dalam waktu satu tahun (Niazi &
Aleem 2003). Efisiensi reproduksi tercapai apabila kapasitas reproduksi sudah
dimanfaatkan secara maksimum (Jainudeen & Hafez 2000b). Sapi dikatakan
memiliki tingkat efisiensi yang baik jika setiap tahun dapat menghasilkan satu
anak. Parameter umum yang digunakan untuk menilai efisiensi reproduksi pada
sapi perah adalah conception rate (CR%), service per conception (S/C), dan
calving interval (CI) (Prihatini 2011). Conception rate (CR%) merupakan angka
kebuntingan hasil IB pertama, dengan nilai CR yang ideal adalah minimal 50%
(Jainudeen & Hafez 2000a). Service per conception (S/C) merupakan jumlah
inseminasi yang dibutuhkan untuk terjadinya satu kebuntingan, dengan nilai S/C
yang ideal adalah mendekati 1, yang artinya 1 pelayanan perkawinan
menghasilkan 1 kebuntingan. Calving interval (CI) merupakan jarak antara
kelahiran ke kelahiran berikutnya, dengan nilai CI yang ideal pada sapi adalah 12
bulan.
Efisiensi reproduksi ternak dapat meningkat dengan memperhatikan proses
kompleks terkait dengan sifat reproduksi yang melibatkan aspek genetik, fisiologi,
nutrisi, manajemen ternak, dan lingkungan (Anggraeni 2008). Aspek genetik
sangat penting karena bertanggung jawab pada pewarisan sifat induk kepada

3
keturunannya. Aspek nutrisi sangat berpengaruh dalam peningkatan efisiensi
reproduksi karena pakan yang kualitas dan kuantitasnya rendah dapat
memperpendek periode estrus (Gumilar et al. 2013). Aspek fisiologis ternak
ditunjukkan oleh aktivitas reproduksi ternak, baik status ovarium maupun organ
reproduksi lainnya yang dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal (Wiyono &
Umiyasih 1998).
Manajemen kesehatan juga mempengaruhi efisiensi reproduksi dan
produktivitas sapi perah. Menurut Nababan (2008), hambatan reproduksi dapat
disebabkan oleh manajemen ternak yang tidak baik seperti kegagalan mengenali
tanda-tanda berahi sehingga sapi dikawinkan pada waktu yang tidak tepat, terlalu
cepat mengawinkan kembali sapi setelah partus, kegagalan mengenal pejantan
yang kurang subur (infertil) pada peternakan yang menggunakan lebih dari satu
pejantan, menukar pejantan jika betina tidak langsung bunting tanpa
mempertimbangkan bahaya penularan penyakit koital, tidak dilakukan
pemeriksaan kebuntingan secara teratur, terlambat menghubungi tim medis jika
ada ternak yang reproduksinya kurang baik, serta sistem pencatatan yang kurang
baik Manajemen kesehatan yang baik sebagai upaya pencegahan terhadap
terjadinya penyakit meliputi kebutuhan pakan dan minum, sanitasi kandang dari
parasit maupun mikroorganisme, pemantauan kesehatan ternak, melakukan
pengobatan dini, menghindari kontak terhadap ternak yang sakit dan vaksinasi,
melakukan karantina terhadap hewan yang baru datang, serta melakukan
pemerahan yang baik dan benar (Andrews & Gibson 2000).

Produktivitas pada Sapi Perah
Peningkatan konsumsi susu di Indonesia memiliki dampak positif bagi
perkembangan peternakan sapi perah. Namun, kebutuhan susu nasional hingga
saat ini belum terpenuhi. Kondisi tersebut merupakan peluang yang sangat baik
bagi peternakan sapi perah untuk meningkatkan produksi susu. Oleh karena
produksi susu mencapai puncak beberapa bulan setelah partus, maka peternak
harus berupaya untuk dapat menghasilkan anak per induk per tahun. Kelahiran
pedet ini juga sekaligus memberi keuntungan secara produksi dan reproduksi,
karena pedet dapat dibesarkan dan dijual atau dijadikan sebagai pengganti induk
yang sudah tua.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk meningkatkan produktivitas
sapi perah yaitu ketepatan formulasi pakan, manajemen pemberian pakan,
kenyamanan kandang yang dapat melindungi pada suhu dan kelembaban ekstrim,
manajemen pemerahan, pencegahan mastitis, perhatian terhadap estrus dan
ovulasi, serta diagnosa dini terhadap kegagalan kebuntingan (Diggins et al. 1954;
Bath et al. 1985).
Faktor lingkungan (eksternal dan internal) diperkirakan berkontribusi sekitar
70% terhadap produksi susu pada sapi perah (Anggraeni 2000). Lingkungan
eksternal merupakan faktor yang berpengaruh dari luar tubuh ternak seperti iklim,
pemberian pakan, dan manajemen pemeliharaan. Lingkungan internal merupakan
aspek biologis dari sapi laktasi seperti lama laktasi, lama periode kering kandang,
periode kosong, dan selang beranak (Anggraeni 2000). Zona nyaman dari sapi

4
FH adalah lingkungan bersuhu sekitar 18.3°C dengan kelembaban sekitar 55%
untuk menunjukkan penampilan produksi terbaik (Yani & Purwanto 2006).

METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian dilakukan di Koperasi Peternakan Bandung Selatan (KPBS)
Pangalengan, Kabupaten Bandung, Jawa Barat pada bulan September 2012
sampai dengan Februari 2013. Wilayah kerja KPBS Pangalengan meliputi 3
kecamatan, yaitu Kecamatan Pangalengan, Kecamatan Kertasari, dan Kecamatan
Pacet serta terbagi dalam 5 wilayah (rayon) yaitu Padahurip, Los Cimaung II,
Cisangkuy, Citawa, dan Pajaten (Gambar 1).

Gambar 1 Peta wilayah kerja KPBS Pangalengan, Jawa Barat

Materi dan Metode
Penelitian menggunakan data sekunder yang diperoleh dari seluruh wilayah
(rayon) yang ada di KPBS Pangalengan meliputi catatan inseminasi buatan dan
kesehatan hewan, kelahiran pedet, produksi susu, distribusi jumlah sapi perah, dan
karakteristik petugas kesehatan hewan pada periode tahun 2010 – 2012. Untuk
data per wilayah (rayon), nama wilayah (rayon) adalah nama daerah yang
mewakili rayon tersebut, yaitu rayon Padahurip meliputi wilayah Warnasari,

5
Pangalengan, Kebon Jambu, Babakan Kiara, dan Pulosari; rayon Los Cimaung II
meliputi wilayah Cipangisikan, Wates, Pangkalan, Cipanas, Rancamanyar, Los
Cimaung I, Pintu I, dan Barusulam; rayon Cisangkuy meliputi wilayah
Mekarmulya, Bojong Waru, Ciawi, Citere dan Sukamenak; rayon Citawa meliputi
wilayah Gunung Cupu I, Gunung Cupu II, Wanasuka I, Wanasuka II, Cisabuk,
Kertasari, dan Lodaya; dan rayon Pajaten meliputi wilayah Cikembang I,
Cikembang II, Goha, Cibereum, Lembang Sari, Sukapura, dan Cihawuk.

Variabel Penelitian
Variabel yang dinilai pada penelitian ini adalah jumlah layanan per
kebuntingan (S/C), angka kebuntingan IB pertama (CR%), produksi susu, dan
kelahiran pedet pada tahun 2010 – 2012. Service per conception (S/C) merupakan
jumlah inseminasi yang dibutuhkan untuk terjadinya satu kebuntingan, dengan
perhitungan:


/ =

� �

� �

Conception rate (CR%) merupakan angka kebuntingan hasil IB pertama,
dengan perhitungan:
%=



� �
ℎ� 1
� �� 1


100

Data produksi susu didapatkan dari laporan tempat pelayanan koperasi
(TPK) di setiap wilayah yang kemudian direkap oleh bagian produksi KPBS
Pangalengan. Data kelahiran pedet didapatkan berdasarkan laporan dari peternak
kepada petugas yang kemudian direkap oleh bagian recording KPBS
Pangalengan.

Analisis Data
Data yang terkumpul dianalisis secara deskriptif dan statistik. Analisis
deskriptif digunakan untuk menjelaskan tingkat efisiensi reproduksi (S/C dan
CR%) dan produktivitas (produksi susu dan kelahiran pedet) sapi perah di wilayah
kerja KPBS Pangalengan. Analisis statistik digunakan untuk menguji korelasi
S/C dan CR% dengan produksi susu dan kelahiran pedet. Analisis statistik
dilakukan menggunakan SPSS 16.0 dan Microsoft Excel 2007. Data dianalisis
dengan uji korelasi pada selang kepercayaan 95% (α=0.05) yang dilanjutkan
dengan uji Duncan range test untuk melihat nilai beda nyata antar-wilayah
(rayon).

6

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum KPBS Pangalengan
KPBS Pangalengan terletak di Kecamatan Pangalengan yang berjarak
sekitar 51 km arah selatan Kota Bandung dan 23 km dari kota Soreang ibukota
Kabupaten Bandung. Kecamatan Pangalengan berbatasan dengan Kecamatan
Pasir Jambu di sebelah barat, Kecamatan Cimaung di sebelah Utara, serta
Kecamatan Pacet dan Kecamatan Kertasari di sebelah Timur.
KPBS Pangalengan memiliki 225 kelompok peternak terdiri dari 4 500
anggota. Koperasi ini memiliki petugas kesehatan hewan yang terdiri dari dokter
hewan (5 orang) dan paramedik (22 orang) (Tabel 1). Jumlah populasi sapi perah
tiap wilayah di KPBS Pangalengan bervariasi dari tahun ke tahun, dengan
populasi total tahun 2012 sebanyak 16 952 dengan total akseptor IB sebanyak
13 089 (Tabel 2).
Tabel 1 Petugas kesehatan hewan pada KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode
2010 – 2012
Wilayah (rayon)
Padahurip
Los Cimaung II
Cisangkuy
Citawa
Pajaten

Petugas
Dokter hewan
Paramedik
Dokter hewan
Paramedik
Dokter hewan
Paramedik
Dokter hewan
Paramedik
Dokter hewan
Paramedik

Jumlah
(orang)
1
4
1
6
1
4
1
4
1
4

Pendidikan terakhir
Dokter hewan
SLTA
Dokter hewan
SLTA
Dokter hewan
SLTA
Dokter hewan
SLTA
Dokter hewan
SLTA

Masa kerja (tahun)
25
5–20
2
5–22
6
4–16
1
5–22
1
5–21

Tabel 2 Jumlah dan distribusi populasi sapi perah di KPBS Pangalengan,
Jawa Barat periode 2010 – 2012
Tahun

2010

2011

2012

Ratarata*

Padahurip

Jumlah Sapi per Wilayah/Rayon, (ekor)
Los Cimaung
Cisangkuy
Citawa
II
3 968
4 967
3 477

Pajaten

Total

Populasi

5 535

3 822

21 769

Induk

2 807

2 050

2 532

2 022

2 028

11 439

Akseptor

4 151

3 092

3 859

2 649

3 150

16 901

Populasi

5 387

4 833

4 398

3 466

3 907

21 991

Induk

2 954

2 897

2 439

2 300

2 284

12 874

Akseptor

4 034

3 705

3 222

2 724

3 025

16 710

Populasi

3 158

3 668

3 200

4 488

2 438

16 952

Induk

1 941

2 266

2 044

2 951

1 473

10 675

Akseptor

2 511

2 807

2 519

3 093

2 159

13 089

Populasi

4 693

4 156

4 188

3 810

3 389

20 236

Induk

2 567

2 404

2 338

2 424

1 928

11 661

Akseptor

3 565

3 201

3 200

2 822

2 778

15 566

*Catatan: Rata-rata populasi merupakan hasil pembulatan

7
Berdasarkan Tabel 1 dan Tabel 2, pada tahun 2010 – 2012 seorang dokter
hewan di KPBS Pangalengan menangani sapi perah rata-rata sebanyak 3 113 ekor
(kisaran antara 2 778 dan 3 565) dan setiap paramedik menangani sapi perah ratarata sebanyak 708 ekor (berkisar 534 dan 891). Berdasarkan jumlah petugas
kesehatan hewan (dokter hewan dan paramedik) dan jumlah akseptor sapi perah,
rasio jumlah petugas kesehatan hewan dengan jumlah akseptor berkisar 1/457 –
1/713, dan yang terkecil (terbaik) adalah di Los Cimaung II (1/457) (Tabel 3). Di
Los Cimaung II nilai S/C dan CR% menunjukkan yang terbaik masing-masing
2.0±0.1 dan 49±3.1 %.
Tabel 3 Rasio petugas kesehatan hewan dan akseptor sapi perah serta nilai S/C
dan CR% di KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012
Wilayah/Rayon, (ekor)

Parameter
Rasio Dokter hewan /
Akseptor
Rasio Paramedik /
Akseptor
Rasio Petugas
kesehatan hewan /
Akseptor
S/C
CR%

Padahurip

Los Cimaung II

Cisangkuy

Citawa

Pajaten

1/3 565

1/3 201

1/3 200

1/2 822

1/2 778

1/891

1/534

1/800

1/706

1/695

1/713

1/457

1/640

1/564

1/556

2.2±0.1

2.0±0.1

2.1±0.1

2.2±0.2

2.2±0.2

47±3.2 %

49±3.1 %

48±2.8 %

48±3.3%

47±3.3 %

Efisiensi Reproduksi Sapi Perah di KPBS Pangalengan
Jumlah inseminasi buatan untuk setiap kebuntingan (S/C) sapi perah di
KPBS Pangalengan berkisar 1.9 – 2.3 dengan rataan pada tahun 2010, 2011, dan
2012 berturut-turut adalah 2.1±0.2, 2.1±0.1, dan 2.1±0.1, serta rataan selama 3
tahun (2010 – 2012) adalah 2.1±0.0 (Tabel 4). Nilai tersebut sedikit lebih besar
daripada nilai S/C yang disarankan oleh Toelihere (1993) yaitu berkisar 1.6 – 2.0
dan nilai S/C di daerah Batu Malang yaitu 1.9 (Gumilar et al. 2013). Semakin
besar nilai S/C maka tingkat efisiensi reproduksi populasi semakin rendah,
sehingga dapat diduga bahwa tingkat kesuburan hewan betina rendah. Tingkat
kesuburan hewan betina dipengaruhi oleh kesehatan reproduksi dan manajemen
pemeliharaan (Fitrianti 2008). Gangguan reproduksi yang sering terjadi pada sapi
perah dan menurunkan fertilitas sapi perah adalah endometritis dan retensio
secundinae (Dascanio et al. 2000; Ratnawati et al. 2007). Selain itu, faktor lain
yang mempengaruhi nilai S/C adalah keterampilan inseminator dalam melakukan
inseminasi (Oktaviani 2010).
Angka kebuntingan pada IB pertama (CR%) sapi perah di KPBS
Pangalengan berkisar 44 – 51% dengan rataan pada tahun 2010, 2011, dan 2012
berturut-turut adalah 48±3.5%, 48±2.4%, dan 47±2.5%, serta rataan selama 3
tahun (2010 – 2012) adalah 48±0.9% (Tabel 4). Bila dibandingkan dengan nilai
CR% sapi perah di daerah lain seperti Ponorogo sebesar 33% (Fanani et al. 2013),
nilai CR% di KPBS Pangalengan sudah cukup baik. Namun demikian, nilai
tersebut masih relatif rendah dibandingkan dengan nilai yang disarankan oleh

8
Jainudeen dan Hafez (2000) untuk sapi perah yaitu di atas 50%. Menurut
Toelihere (1993) angka konsepsi dipengaruhi oleh tiga faktor, yaitu kesuburan
jantan, kesuburan betina, dan teknik inseminasi. Kesuburan jantan merupakan
tanggung jawab Balai Inseminasi Buatan yang memproduksi semen beku dan
manajemen penyimpanan di tingkat inseminator (Fanani et al. 2013). Peternak
bertanggung jawab terhadap kesuburan ternaknya dibantu oleh dokter hewan yang
bertugas mengawasi kesehatan sapi, sedangkan pelaksanaan IB merupakan
tanggung jawab inseminator (Kurniadi 2002).
Faktor yang mempengaruhi nilai S/C dan CR% di KPBS Pangalengan
adalah tingginya gangguan reproduksi seperti retensio secundinae dan
endometritis. Kondisi tingginya gangguan reproduksi dipengaruhi oleh rasio
petugas kesehatan hewan dengan akseptor, kelonggaran waktu, luasan wilayah
dan lain-lain. Menurut Buatama (2013), gangguan reproduksi tertinggi di KPBS
Pangalengan selama tahun 2010 – 2012 adalah retensio secundinae sebanyak 3
482 kasus dan endometritis sebanyak 2 820 kasus. Tingginya kasus gangguan
reproduksi mungkin menjadi salah satu penyebab meningkatnya nilai S/C dan
menurunnya nilai CR% di KPBS Pangalengan.
Tabel 4 Efisiensi reproduksi (S/C dan CR%) sapi perah di KPBS Pangalengan,
Jawa Barat periode 2010 – 2012
Bulan

2010*
CR%


2011*
S/C
CR%
2.1±0.2
48±3.7

2012
S/C
CR%
2.0±0.1
50±1.9

Rata-rata
S/C
CR%
2.0±0.1
49±2.9

Jan

S/C


Feb





2.1±0.1

47±3.0

2.2±0.2

46±4.7

2.2±0.2

47±3.7

Mar





2.0±0.1

51±2.0

2.0±0.1

49±2.7

2.0±0.1

50±2.3

Apr





1.9±0.1

51±2.4

2.2±0.1

47±2.8

2.0±0.1

49±3.5

Mei





2.1±0.1

47±2.3

2.2±0.1

46±1.8

2.2±0.1

47±2.0

Juni

2.2±0.1

47±2.7

2.2±0.1

46±2.7

2.2±0.1

46±2.9

2.2±0.1

46±2.6

Juli

2.0±0.1

51±2.8

2.0±0.1

49±1.7

2.1±0.0

48±0.9

2.0±0.1

49±2.4

Agu

2.1±0.2

48±4.9





2.1±0.1

48±1.5

2.1±0.1

48±3.4

Sept

2.1±0.2

48±3.6





2.3±0.1

44±1.4

2.2±0.2

46±3.3

Okt

2.1±0.1

49±3.4





2.1±0.3

47±6.3

2.1±0.2

48±4.8

Nov

2.2±0.1

46±1.8

2.1±0.1

49±1.2

2.2±0.1

47±1.1

2.1±0.1

47±1.7

Des

2.1±0.2

49±5.5

2.1±0.1

47±2.7

2.2±0.1

46±2.3

2.1±0.2

47±3.7

2.1±0.2

48±3.5

2.1±0.1

48±2.4

2.1±0.1

47±2.5

2.1±0.0

48±0.9

Ratarata

*Catatan: Januari-Mei 2010 dan Agustus-Oktober 2011 data tidak ada

Produktivitas Sapi Perah di KPBS Pangalengan
Rata-rata produksi susu di KPBS Pangalengan tahun 2010 – 2012 adalah
35 782.94±8 120.25 ton/bulan atau setara dengan 11.11±0.74 liter/induk/hari
(Tabel 5 dan Tabel 6). Nilai tersebut sedikit lebih tinggi bila dibandingkan
dengan rata-rata produksi susu sapi perah nasional yaitu 10 liter/induk/hari
(Sudono et al. 2003), serta diatas rata-rata produksi susu di KPS Bogor, sekitar
6.3 – 8.9 liter/induk/hari (Novianty 2012). Faktor yang mempengaruhi produksi
susu adalah genetik, nutrisi, tahap dan persistensi laktasi, selang waktu
pemerahan, jumlah pemerahan per hari, umur dan ukuran tubuh sapi, siklus estrus

9
dan kebuntingan, periode masa kering, lingkungan, penyakit dan obat-obatan
(Foley et al. 1985). Faktor lingkungan dan manajemen menjadi faktor yang
menyebabkan produksi susu di KPBS Pangalengan dan KPS Bogor hampir sama.
Suhu dan kelembapan yang tinggi di Indonesia berkisar 24 – 34°C dan 60 – 90%
dapat mengakibatkan heat stress pada sapi sehingga proses penguapan dari tubuh
sapi akan terhambat dan mengalami cekaman panas (Yani & Purwanto 2006).
Ketika terjadi peningkatan suhu lingkungan, produksi susu dan konsumsi pakan
secara otomatis akan berkurang untuk mengurangi produksi panas tubuh. Produksi
susu di KPBS Pangalengan menunjukkan jumlah yang fluktuatif, hal ini
disebabkan karena populasi sapi induk dari tahun ke tahun selalu berubah dan
cenderung menurun terutama pada tahun 2012 (Tabel 2).
Jumlah kelahiran pedet pada tahun 2010 – 2012 berkisar 324 – 649
ekor/bulan (Tabel 5). Keadaan ini terkait dengan jumlah akseptor (Tabel 2) yang
mengalami penurunan, rasio petugas kesehatan hewan dan akseptor sapi perah
(Tabel 3) yang cukup besar, dan nilai efisiensi reproduksi di KPBS Pangalengan
yang fluktuatif (Tabel 4).
Tabel 5 Produksi susu (ton) dan kelahiran pedet (ekor) pada peternakan rakyat
sapi perah di KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012
2010

Bulan

2011
Susu
4 100.83

2012
Susu
4 167.12

Jan

Susu


Pedet


Feb





3 672.62

341

3 883.76

443

Mar





4 001.94

463

3 973.28

500

Apr





3 811.77

510

3 770.12

348

Mei


381

3 887.26

489

3 883.71

381

Juni


3 820.80

3 842.13

500

3 692.46

420

Juli

3 990.20

550

3 907.73

649

3 880.55

430

Agu

4 015.29

412





3 810.88

407

Sept

3 859.93

477





3 487.15

402

Okt

4 099.06

459

3 923.06

385


563

434

Nov


4 052.13

3 365.19
3 063.75

385

Des

4 132.91

537

4 160.54

420

3 092.70

324

3 977.32±116.81

457±69

3 937.44±155.00

479±94

3 672.56±348.02

412±50

Rata-rata

Pedet
377

Pedet
473

Catatan: Januari-Mei 2010 dan Agustus-Oktober 2011 data tidak ada

Tabel 6 Rata-rata produksi susu harian per induk (liter/induk/hari) tiap wilayah di
KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012
Wilayah

Rata-rata produksi susu (liter/induk/hari)

Rata-rata
(liter/induk/hari)

Padahurip

2010
8.57±0.10

2011
7.92±0.17

2012
10.79±1.11

Los Cimaung II

13.54±0.37

9.58±0.34

11.13±0.98

11.11 ± 2.00

Cisangkuy

13.97±0.43

14.95±0.33

16.83±1.32

15.21 ± 1.46

Citawa

10.81±0.22

9.67±0.64

7.62±0.77

9.19 ± 1.62

Pajaten

12.17±0.19

10.32±0.26

14.06±1.74

11.75 ± 1.87

KPBS Pangalengan

11.69±2.20

10.37±2.65

11.60±3.50

11.11 ± 0.74

8.78 ± 1.51

10
Efisiensi Reproduksi dan Produktivitas Sapi Perah per Wilayah
di KPBS Pangalengan
Penampilan efisiensi reproduksi dan produktivitas sapi perah secara
keseluruhan telah diuraikan pada Tabel 4 dan Tabel 5. Perbandingan nilai
efisiensi reproduksi dan produktivitas antar-wilayah dapat menunjukkan wilayah
dengan nilai terbaik. Perbandingan nilai rata-rata S/C, CR%, produksi susu dan
kelahiran pedet per wilayah KPBS Pangalengan disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7 Efisiensi reproduksi (S/C dan CR%) dan produktivitas (produksi susu
dan kelahiran pedet) sapi perah per bulan tiap wilayah di KPBS
Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012
Wilayah (Rayon)
Padahurip
Los Cimaung II
Cisangkuy
Citawa
Pajaten

Efisiensi Reproduksi
S/C
CR%
a
2.2±0.1
47±3.2b
2.0±0.1b
49±3.1a
2.1±0.1ab
48±2.8ab
a
2.2±0.2
48±3.3ab
2.2±0.2a
47±3.3b

Produktivitas
Susu (ton)
Pedet (ekor)
c
667.19±60.4
109±24.6a
790.37±61.0b
80±30.4b
1 046.32±64.2a
76±22.6b
c
659.58±51.7
105±32.7a
670.42±72.3c
76±24.8b

Huruf superskrip berbeda pada kolom yang sama menunjukkan berbeda nyata pada taraf uji 5%

Hasil analisis ragam menunjukkan wilayah Los Cimaung II memiliki nilai
S/C (2.0±0.1) dan CR% (49±3.1)% per bulan yang nyata lebih baik (α=0.05)
dibandingkan dengan wilayah lainnya (Tabel 7). Hal ini mungkin disebabkan
karena jumlah paramedik pada wilayah tersebut lebih banyak dibandingkan
dengan wilayah lain, dan masa kerja petugas paramedik di wilayah tersebut yang
sudah cukup lama berkisar 5 – 22 tahun (Tabel 1). Faktor yang mempengaruhi
nilai S/C diantaranya adalah keterampilan petugas paramedik (Johnson et al.
2006). Menurut Wahyudi et al. (2012), paramedik dengan masa kerja minimal 2
tahun memiliki pengalaman menginseminasi setara dengan 4 000 akseptor. Selain
itu, rasio paramedik terhadap akseptor pada wilayah tersebut (1/534) lebih baik
dibanding wilayah lain (Tabel 3). Kondisi tersebut menyebabkan paramedik
dianggap terampil serta optimal dalam melakukan inseminasi pada sapi perah,
sehingga peternak mendapatkan pelayanan yang baik, oleh karena itu berpengaruh
terhadap peluang terjadinya kebuntingan.
Produksi susu per bulan di wilayah Cisangkuy (1 046.32±64.2 ton) berbeda
nyata (α=0.05) dan lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain (Tabel 7). Hal
ini terkait dengan produksi susu per induk per hari di wilayah Cisangkuy
(15.21±1.46 liter/induk/hari) lebih tinggi dibandingkan dengan wilayah lain
seperti Los Cimaung II (11.11±2.00 liter/induk/hari), Padahurip (8.78±1.51
liter/induk/hari), Citawa (9.19±1.62 liter/induk/hari), dan Pajaten (11.75±1.87
liter/induk/hari) yang dapat dilihat pada Tabel 6.
Jumlah kelahiran pedet tertinggi per bulan terdapat di wilayah Padahurip
(109±24.6 ekor/bulan) (Tabel 7). Hal itu disebabkan jumlah rata-rata akseptor
sapi perah di wilayah tersebut lebih besar dibandingkan dengan wilayah lain
(Tabel 2). Dengan demikian, walaupun nilai S/C dan CR% kurang baik kelahiran
pedet di wilayah tersebut lebih tinggi dibandingkan wilayah lainnya. Pada
beberapa wilayah/rayon, produksi susu tidak sejalan dengan kelahiran pedet hal

11
ini dipengaruhi oleh produksi susu per induk per hari yang rendah. Selain itu,
rasio petugas kesehatan hewan dan akseptor sapi perah tidak berpengaruh
terhadap jumlah kelahiran pedet.
Korelasi Efisiensi Reproduksi dengan Produktivitas
Berdasarkan hasil analisis korelasi antara efisiensi reproduksi dan
produktivitas (Tabel 8) menunjukkan adanya korelasi nyata (α=0.05) antara S/C
dengan produksi susu (r=-0.562) dan kelahiran pedet (r=-0.607). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin kecil nilai S/C maka semakin tinggi produksi susu
dan kelahiran pedet. Service per conception merupakan faktor yang menentukan
efisiensi reproduksi dan memiliki pengaruh secara tidak langsung terhadap
produksi susu serta kelahiran pedet. Nilai S/C yang besar menunjukkan jumlah
IB yang dilakukan semakin banyak sehingga masa kosong dan jarak beranak
semakin lama. Lamanya masa kosong dapat menurunkan produksi susu selama
masa produktif induk, karena menurunkan frekuensi kelahiran sebagai awal
proses laktasi (Warwick & Legates 1979).
Menurut Warwick dan Legates (1979) masa kosong pada sapi dara laktasi
sebaiknya adalah 60 hari, sedangkan pada sapi induk laktasi sebaiknya 60 – 90
hari. Masa kosong selain mempengaruhi produksi susu, juga berpengaruh
terhadap keberhasilan perkawinan dan jarak beranak (LeBlanc 2005). Jarak
beranak yang ideal pada sapi perah adalah berkisar 12 – 13 bulan (Jainudeen &
Hafez 2000). Lamanya jarak beranak mengakibatkan pendapatan peternak
menurun, karena jumlah kelahiran pedet dan produksi susu yang rendah selama
masa produktif.
Tabel 8 Nilai korelasi efisiensi reproduksi (S/C dan CR%) dengan produktivitas
(produksi susu dan kelahiran pedet) sapi perah di KPBS Pangalengan,
Jawa Barat periode 2010 – 2012
Produktivitas

S/C

CR%

r

p

r

P

Produksi Susu

-0.562*

0.002

0.565*

0.002

Kelahiran Pedet

-0.607*

0.001

0.642*

0.000

* ada korelasi nyata antar-variabel pada taraf uji 5%

Pada Tabel 8 dapat dilihat pula bahwa nilai CR% memiliki korelasi nyata
(α=0.05) dengan produksi susu (r=0.565) dan kelahiran pedet (r=0.642). Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi nilai CR% semakin tinggi pula produksi susu
dan kelahiran pedet. Nilai CR% yang tinggi mengindikasikan hewan segera
bunting setelah IB, sehingga akan bermanifestasi pada rendahnya nilai S/C, serta
pendeknya masa kosong dan jarak beranak. Dengan demikian, kelahiran anak
akan meningkat sehingga produksi susu dalam populasi kembali meningkat
mengikuti kelahiran. Kondisi bunting dapat mempercepat pengeluaran hormonhormon yang menstimulasi pertumbuhan kelenjar mamae seperti progesteron,
estrogen, prolaktin, growth hormone, dan placental lactogen, sehingga
mempercepat fase laktasi (Anderson et al. 1985).

12

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penampilan efisiensi reproduksi dan produktivitas sapi perah di KPBS
Pangalengan secara umum menunjukkan nilai yang cukup baik, walaupun masih
perlu ditingkatkan lagi terutama nilai S/C yang sedikit besar dan CR% yang
sedikit rendah. Efisiensi reproduksi dan produktivitas sapi perah di KPBS
Pangalengan bervariasi di antara wilayah/rayon; efisiensi reproduksi terbaik
terdapat di wilayah Los Cimaung II, produksi susu tertinggi terletak di wilayah
Cisangkuy, sedangkan kelahiran pedet tertinggi terdapat di wilayah Padahurip.
Hasil studi ini menunjukkan adanya hubungan korelasi nyata (α=0.05) antara
efisiensi reproduksi (S/C dan CR%) dengan produktivitas (produksi susu dan
kelahiran pedet) sapi perah di KPBS Pangalengan, Jawa Barat. Nilai S/C
berkorelasi negatif dengan produksi susu (r=-0.562) dan kelahiran pedet (r=0.607), sedangkan nilai CR% berkorelasi positif dengan produksi susu (r=0.565)
dan kelahiran pedet (r=0.642).

Saran
Berdasarkan nilai efisiensi reproduksi dan produktivitas sapi perah di KPBS
Pangalengan selama 2010 – 2012, maka perlu upaya peningkatan kinerja dan rasio
petugas kesehatan hewan terhadap akseptor. Selain itu, perlu adanya perbaikan
manajemen beternak untuk menjaga kesehatan reproduksi.

DAFTAR PUSTAKA
Ahmad I, Hermiyetti. 2008. Analisis produksi dan konsumsi susu di Indonesia
[abstrak]. Jakarta (ID): Sekolah Tinggi Ekonomi Keuangan dan Perbankan
Indonesia. hlm 413-419.
Anderson RR, Collier RJ, Guidry AJ, Heald CW, Jenness R, Larson BL, Tucker
HA. 1985. Lactation. Larson BL, editor. Iowa (US): Iowa State University
Pr.
Andrews AH, Gibson LAS. 2000. Disease Security. Di dalam: Andrews AH,
editor, The Health of Dairy Cattle. Philadelphia (US): Blackwell Science.
hlm: 328-346.
Anggraeni A. 2000. Keragaan produksi susu sapi perah: kajian pada faktor koreksi
pengaruh lingkungan internal. Wartazoa. 9 (2):41 – 49.
Anggraeni A. 2008. Indeks reproduksi sebagai faktor penentu efisiensi reproduksi
sapi perah: fokus kajian pada sapi perah Bos taurus. Di dalam: Semiloka
Nasional Prospek Industri Sapi Perah Menuju Perdagangan Bebas 2020;

13
2008 Apr 21; Jakarta, Indonesia. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm
61-74.
Anggraeni A, Fitriyani Y, Atabany A, Komala I. 2008. Penampilan produksi susu
dan reproduksi sapi Friesian Holstein di Balai Pengembangan Pembibitan
Ternak Sapi Perah Cikole, Lembang. [Prosiding]. Di dalam: Seminar
Nasional Teknologi Peternakan dan Veteriner; 2008 Nov 11-12; Bogor
(ID): Puslitbang Peternakan. hlm 137-145.
Bath DL, Dickinson FN, Tucker HA, Appleman RD. 1985. Dairy Cattle:
Principles, Practices, Problems, Profits. Ed ke-3. Philadelphia (US): Lea
dan Febiger.
Buatama R. 2013. Pengaruh curah hujan terhadap frekuensi kejadian penyakit
reproduksi pada sapi perah : studi kasus di KPBS Pangalengan, Jawa Barat
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Capuco AV, Akers RM, Smith JJ. 1997. Mammary growth in Holstein cows
during the dry period: Quantification of nucleic acids and histology. J Dairy
Sci. 80:477- 487.
Diggins RV, Bundy CE. 1954. Dairy Production. Ed ke-2. Englewood Cliffs,
New Jersey (US): Prentice-Hall.
[Ditjen PKH] Direktoral Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2013.
Statistik Peternakan dan Kesehatan Hewan 2012. Jakarta (ID): Kementerian
Pertanian RI.
Dascanio J, Ley W, Schweizer C. 2000. How to diagnose and treat fungal
endometritis. Proc. Am. Ass. equine Practnrs. 46:316-318.
Fanani S, Subagyo YBP, Lutojo. 2013. Kinerja reproduksi sapi perah peranakan
Friesian Holstein (PFH) di Kecamatan Pudak, Kabupaten Ponorogo. J Trop
Anim Husband. 2 (1): 21–27.
Fitrianti AT. 2003. Penampilan reproduksi sapi perah di peternakan sapi perah
rakyat wilayah kerja KUD Mojosongo Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah.
[skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran Hewan Institut Pertanian Bogor.
Foley RC, Bath DL, Dickinson FN, Tucker HA. 1985. Diary Cattle: Principles,
Practices, Problems and Profits. Ed ke-3. Philadelphia (US): Lea & Febiger
Gumilar AS, Susilawati T, Wahyuningsih S. 2013. Tampilan reproduksi sapi
perah pada berbagai paritas di wilayah KUD Batu [abstrak]. Malang (ID):
Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Jainudeen MR, Hafez ESE. 2000a. Cattle and Buffalo. Di dalam: Hafez ESE,
Hafez B, editor. Reproduction in Domestic Animal. Ed ke-7. Philadelphia
(US): Blackwell. hlm 159-171.
Jainudeen MR, Hafez ESE. 2000b. Reproductive Failure in Females. Di dalam:
Hafez ESE, Hafez B, editor. Reproduction in Domestic Animal. Ed ke-7.
Philadelphia (US): Blackwell. hlm 261-277.
Johnson LA, Weitze KF, Fiser P and Maxwell WMC. 2006. Storage Of Boar
Semen. J Anim Reproduct Sci. 62 (2000): 143–172.

14
[KPBS] Koperasi Peternakan Bandung Selatan. 2011. Latar belakang [Internet].
Diunduh: 2013 Mei 23.
Tersedia pada: http://kpbspangalengan.
blogspot.com/.
Kurnadi A. 2002. Kinerja reproduksi dan keberhasilan inseminasi buatan di KUD
Mandiri Bayongbong, Garut. [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kedokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor.
LeBlanc S. 2005. Overall Reproductive Performance Of Canadian Dairy Cows
Challenge We Are Facing. J Advan in Dairy Techn 17: 137-148.

Nababan RL. 2008. Kegiatan usaha pemeliharaan sapi perah di PT Taurus Dairy
Farm Kecamatan Cicurug Kabupaten Sukabumi. [laporan praktik kerja].
Purwokerto (ID): Fakultas Peternakan, Universitas Jendral Soedirman.
Niazi AAK, Aleem M. 2003. Comparative studies on the reproductive efficiency
of imported and local born Friesian cows in Pakistan. J Biol Sci. 3:388-395.
Novianty H. 2012. Keterkaitan antara ketinggian tempat dengan ragam pakan dan
produksi susu sapi perah Fries Holland di Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Pertanian Bogor.
Oktaviani TT. 2010. Kinerja reproduksi sapi perah peranakan Friesian Holstein
(PFH) di Kecamatan Musuk Boyolali [skripsi]. Surakarta (ID): Fakultas
Pertanian Universitas Sebelas Maret.
Praharani L, Kusnadi U, Talib C, Matondang R, Wibowo B, Rusdiana S,
Purwanto H, Rusmana N. 2010. Seleksi kelahiran kembar sapi perah (50%)
dengan tingkat pertumbuhan pra sapih > 0.7 kg/ekor/hari [laporan akhir].
Bogor (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan Kementerian
Pertanian.
Prihatini R. 2011. Hubungan retensio sekundinae dan endometritis dengan
efisiensi reproduksi pada sapi perah: studi kasus di Koperasi Peternak Sapi
Bandung Utara (KPSBU) Lembang, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Primandari T. 2013. Produksi susu lokal menurun [Internet]. Diunduh: 2013 Mei
23. Tersedia pada: http://www.tempo.co/read/news/2013/05/18/090481385/
Produksi-Susu-Lokal-Menurun.
Ratnawati D, Pratiwi WC, Affandhy L. 2007. Petunjuk Teknis Penanganan
Gangguan Reproduksi pada Sapi Potong. Pasuruan (ID): Agro Inovasi
Sudono A, Rosdiana RF, Setiawan BS. 2003. Beternak Sapi Perah Secara
Intensif. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.
Toelihere MR. 1993. Inseminasi Buatan pada Ternak. Bandung (ID): Angkasa.
Wahyudi L, Susilawati T, Wahyuningsih S. 2012. Tampilan reproduksi sapi perah
berbagai paritas di Desa Kemiri Kecamatan Jabung Kabupaten Malang
[skripsi]. Malang (ID): Fakultas Peternakan Universitas Brawijaya.
Warwick EJ, Legates JE. 1979. Breeding and Improvement of Farm Animals.
Edisi ke-7. New York (US) : McGraw-Hill.

15
Wiyono DB, Umiyasih U. 1998. Tampilan status reproduksi sapi perah pada
tingkat kondisi badan yang berbeda dan sistem pengelolaan di peternakan
rakyat. [Prosiding]. Di dalam: Seminar Nasional Teknologi Peternakan dan
Veteriner. Bogor (ID): Puslitbang Peternakan. hlm 297-304.
Yani A, Purwanto BP. 2006. Pengaruh iklim mikro terhadap respons fisiologis
sapi peranakan fries holland dan modifikasi lingkungan untuk meningkatkan
produktivitasnya [Ulasan]. Media Peternakan. 29(1):35-46.

16
Lampiran 1 Tabel korelasi efisiensi reproduksi dengan produktivitas sapi perah di
KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012

S/C
Spearman's
rho

S/C

Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N
Correlation Coefficient
Sig. (2-tailed)
N

1.000
.
28
CR%
-0.984(**)
0.000
28
Susu
-0.562(**)
0.002
28
Pedet
-0.607(**)
0.001
28
**Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

CR%

Susu

-0.984(**)
0.000
28
1.000
.
28
0.565(**)
0.002
28
0.642(**)
0.000
28

-0.562(**)
0.002
28
0.565(**)
0.002
28
1.000
.
28
0.444(*)
0.018
28

Pedet
-0.607(**)
0.001
28
0.642(**)
0.000
28
0.444(*)
0.018
28
1.000
.
28

17
Lampiran 2 Tabel perhitungan produksi susu per wilayah di KPBS Pangalengan, Jawa Barat periode 2010 – 2012
a. Tabel perhitungan produksi susu per wilayah di KPBS Pangalengan, Jawa Barat Tahun 2010
Wilayah
Susu (kg)
Susu (liter)
Padahurip
Induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
Susu (kg)
Susu (liter)
Los Cimaung II Induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
Susu (kg)
Susu (liter)
Cisangkuy
Induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
Susu (kg)
Susu (liter)
Citawa
Induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
Susu (kg)
Susu (liter)
Pajaten
Induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
Total produksi susu (kg)
Total produksi susu (liter)
KPBS Pangalengan Total induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
a

b

Jan*
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗

Feb*
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗

Mar*
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗

Catatan: Berat jenis (BJ) susu 1.028, Jumlah hari mengikuti hari per bulan di kalender
* data tidak ada

Apr*
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗

Mei*
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗
˗

Produktivitas (Bulan)
Jun
Jul
Agu
703253.08
734618.00
719046.10
722944.17
755187.30
739179.39
2807
2807
2807
30
31
31
8.59
8.68
8.49
783518.50
816049.50
828627.00
805457.02
838898.89
851828.56
2050
2050
2050
30
31
31
13.1
13.2
13.4
994616.8
1032753.5
1053240.0
1022466.1
1061670.6
1082730.7
2532
2532
2532
30
31
31
13.46
13.53
13.79
613323.50
653166.50
659947.03
630496.56
671455.16
678425.55
2022
2022
2022
30
31
31
10.39
10.71
10.82
726085.50
753607.00
754432.10
746415.89
774708.00
775556.20
2028
2028
2028
30
31
31
12.27
12.32
12.34
3820797.38
3990194.50
4015292.23
3927779.71
4101919.95
4127720.41
11439
11439
11439
30
31
31
11.45±2.04
11.57±2.01
11.64±2.16

Sept
688983.50
708275.04
2807
30
8.41
801421.50
823861.30
2050
30
13.4
1022755.5
1051392.7
2532
30
13.84
637177.00
655017.96
2022
30
10.80
709587.00
729455.44
2028
30
11.99
3859924.50
3968002.39
11439
30
11.56±2.19

Okt
728385.00
748779.78
2807
31
8.60
856870.50
880862.87
2050
31
13.9
1094576.5
1125224.6
2532
31
14.34
664830.00
683445.24
2022
31
10.90
754395.00
775518.06
2028
31
12.34
4099057.00
4213830.60
11439
31
11.88±2.33

Nov
698693.00
718256.40
2807
30
8.53
819480.50
842425.95
2050
30
13.7
1051929.5
1081383.5
2532
30
14.24
647518.50
665649.02
2022
30
10.97
705434.50
725186.67
2028
30
11.92
3923056.00
4032901.57
11439
30
11.75±2.29

Des
736043.00
756652.20
2807
31
8.70
873591.00
898051.55
2050
31
14.1
1113716.5
1144900.6
2532
31
14.59
674914.50
693812.11
2022
31
11.07
734642.00
755211.98
2028
31
12.01
4132907.00
4248628.40
11439
31
11.98±2.40

KPBS Pangalengan
5009021.68
5149274.29
2807
214
8.57±0.10
5779558.50
5941386.14
2050
214
13.54±0.37
7363588.3
7569768.8
2532
214
13.97±0.43
4550877.03
4678301.59
2022
214
10.81±0.22
5138183.10
5282052.23
2028
214
12.17±0.19
27841228.61
28620783.01
11439
214
11.69±2.20

18

18

b Tabel perhitungan produksi susu per wilayah di KPBS Pangalengan, Jawa Barat Tahun 2011
Wilayah
Susu (kg)
Susu (liter)
Padahurip
Induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
Susu (kg)
Susu (liter)
Los Cimaung II Induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
Susu (kg)
Susu (liter)
Cisangkuy
Induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
Susu (kg)
Susu (liter)
Citawa
Induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
Susu (kg)
Susu (liter)
Pajaten
Induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
Total produksi susu (kg)
Total produksi susu (liter)
KPBS Pangalengan Total induk
Jumlah hari
Produksi per induk per hari
a

b

Jan
727631.00
748004.67
2954
31
8.17
867597.50
891890.23
2897
31
9.93
1102322.00
1133187.02
2439
31
14.99
666938.00
685612.26
2300
31
9.62
736340.00
756957.52
2284
31
10.69
4100828.50
4215651.70
12874
31
10.56±2.58

Feb
645403.00
663474.28
2954
28
8.02
780687.50
802546.75
2897
28
9.89
980400.50
1007851.71
2439
28
14.76
603666.00
620568.65
2300
28
9.64
662466.50
681015.56
2284
28
10.65
3672623.50
3775456.96
12874
28
10.4