Analisis potensi produksi air dan kebutuhan irigasi di DAS Paninggahan Singkarak Provinsi Sumatera Barat

ANALISIS POTENSI PRODUKSI AIR
DAN KEBUTUHAN IRIGASI
DI DAS PANINGGAHAN-SINGKARAK
PROVINSI SUMATERA BARAT

NURWINDAH PUJILESTARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

SURAT PERNYATAAN
Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa segala pernyataan dalam
tesis saya yang berjudul:
ANALISIS POTENSI PRODUKSI AIR DAN KEBUTUHAN IRIGASI DI
DAS PANINGGAHAN-SINGKARAK PROVINSI SUMATERA BARAT
Merupakan gagasan atau hasil penelitian tesis saya sendiri dengan
bimbingan ketua dan anggota komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas
ditunjukkan rujukannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar
pada program studi sejenis di perguruan tinggi lain. Semua data dan informasi

yang digunakan telah dinyatakan secara jelas dan dapat diperiksa kebenarannya.

Bogor, Pebruari 2009

Nurwindah Pujilestari
NRP. A352060021

ABSTRACT
NURWINDAH PUJILESTARI. Analysis of Potency of Water Production and
Irrigation Requirement in Paninggahan-Singkarak Watershed. Under Academic
Supervision of SURIA DARMA TARIGAN as chairman, and KASDI
SUBAGYONO as member of advisory committee.
Paninggahan watershed is sub watershed of the Singkarak Lake watershed.
It has the largest part of managed forest in the upstream and the landuse change
from forest to mixture garden increase rapidly. Study on the change of discharge
related to the landuse change is the main focus of present study. Analysis in
irrigation requirement related to the landuse change was conducted to study the
potency of water availability from existing irrigation channel at the present.
Results showed that hydrological characteristic of Paninggahan watershed was
still good, with the dominant secondary forest of 53% of the total watershed area.

Landuse analysis from year 1984 – 2007, indicated that rate of forest reduction
area was 66 ha per year and the increase of mixture garden was 39 ha per year.
Model simulation discharge showed that forest degradation increased total volume
of discharge to 3.2 m3/s, whereas minimum discharge progressively decreased
0.19 m3/s. The scenario of the increase of paddy field and seasonal dryland areas
requires an increase of irrigation water requirement. Therefore, there will be
deficit of water under scenario 2 especially at planting time, vegetative and
generative stage.
Keyword : Paninggahan watershed, landuse change, discharge, irrigation
requirement

RINGKASAN
NURWINDAH PUJILESTARI. Analisis Potensi Produksi Air dan Kebutuhan
Irigasi di DAS Paninggahan-Singkarak Provinsi Sumatera Barat. Dibimbing oleh
SURIA DARMA TARIGAN sebagai ketua, dan KASDI SUBAGYONO sebagai
anggota komisi pembimbing.
DAS Paninggahan merupakan bagian dari DAS Danau Singkarak. Wilayah ini
memiliki proporsi luas hutan budidaya terluas dibandingkan dengan sub DAS lain
di Singkarak. Laju konversi hutan menjadi kebun campuran di wilayah ini akan
berdampak pada berbagai kebutuhan ang terkait dengan kawasan ini. Untuk

meningkatkan produktivitas lahan di wilayah hulu, diperlukan dasar pengelolaan
lahan yang tepat, terkait dengan fungsi hidrologi DAS. Berdasarkan fakta tersebut
maka informasi karakteristik produksi dan kebutuhan irigasi menjadi penting
untuk diketahui. Agar pendekatan ini dapat terlaksana, maka pengetahuan dan
pemahaman proses hidrologi pada tiap-tiap penggunaan lahan sangat diperlukan.
Tujuan dari penelitian ini adalah 1) menganalisis pola perubahan penggunaan
lahan di DAS Paninggahan 2) menganalisis pengaruh pengelolaan lahan terhadap
karakteristik debit dan 3) menganalisis dan menghitung produksi air DAS dan
kebutuhan irigasi berdasarkan pada berbagai skenario penggunaan lahan. DAS
Paninggahan memiliki fungsi retensi yang tinggi, kondisi penggunaan lahan yang
didominasi oleh hutan (53%) dan sedikit pemukiman (2.5%), menyebabkan
kapasitas simpan air di DAS masih besar. Antara tahun 1984 sampai dengan tahun
2007 telah terjadi perubahan penggunaan lahan. Laju penyusutan luas wilayah
hutan mencapai 66 ha/tahun, sementara itu pertambahan luas kebun campuran
mencapai 39 ha/tahun. Luas sawah dan regalan relatif tetap, terdapat
kecenderungan pertambahan luas pemukiman menggantikan lahan sawah.
Estimasi produksi air dengan skenario tutupan hutan DAS 30% akan
meningkatkan debit total 0.53 – 0.78%. Sementara itu pengaruh fase tanam pada
karakteritik debit yaitu meningkatnya aliran permukaan dari 0.0005 - 0.1379 dari
fase pengolahan tanah sampai panen. Defisit irigasi terjadi pada awal masa tanam

sehingga perlu dilakukan pengaturan waktu tanam agar pembagian irigasi setiap
bulannya lebih merata. Pengaturan waktu tanam dengan selang waktu satu bulan
yang dilakukan pada penelitian ini akan mengurangi resiko defisit air pada kondisi
penggunaan lahan tahun 2007, jika penggunaan lahan hutan sekunder menyusut
menjadi 30% dari luas DAS sementara sisanya digantikan menjadi kebun
campuran dan kondisi proyeksi penggunaan lahan pada tahun 2020.

Kata kunci : DAS Paninggahan, perubahan penggunaan lahan, debit, kebutuhan
irigasi

@ Hak cipta milik Institut Pertanian Bogor, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-Undang
1.Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis
ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber
a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan
laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu
masalah.
b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.

2.Dilarang
mengumumkan
dan
memperbanyak
sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk
apapun tanpa izin IPB.

ANALISIS POTENSI PRODUKSI AIR
DAN KEBUTUHAN IRIGASI
DI DAS PANINGGAHAN-SINGKARAK
PROVINSI SUMATERA BARAT

NURWINDAH PUJILESTARI

Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Daerah Sungai (DAS)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009

HALAMAN PENGESAHAN
Judul Tesis

: Analisis Potensi Produksi Air dan Kebutuhan Irigasi di DAS
Paninggahan-Singkarak Provinsi Sumatera Barat.

Nama

: Nurwindah Pujilestari

NRP

: A352060021

Program Studi : Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)


Disetujui
Komisi Pembimbing,

Dr. Ir. Suria Darma Tarigan, M.Sc.
Ketua

Dr. Ir. Kasdi Subagyono, M.Sc.
Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai (DAS),

Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. Naik Sinukaban, M.Sc.

Prof. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS.


Tanggal Ujian: 5 Pebruari 2009

Tanggal Lulus:

untuk yang tercinta
suamiku Lutfi Pahlevi
anak - anakku
Hanifah Rahma Soraya
Muhammad Husain Fatullah

Keluarga Besar Duren Sawit dan Tanah Abang

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahuwata’ala atas
segala karunia-Nya, sehingga laporan penelitian ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian ini adalah Analisis Potensi Produksi Air dan
Kebutuhan Irigasi di DAS Paninggahan-Singkarak Provinsi Sumatera Barat.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dr. Ir. Suria Darma
Tarigan M.Sc dan Bapak Dr. Ir. Kasdi Subagyono, M.Sc serta Bapak Dr. Ir. Dwi
Putro Tejo Baskoro, M.Sc selaku penguji luar komisi pembimbing pada ujian tesis

atas`kesediaannya memberikan bimbingan dan arahan selama penyusunan tesis.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof. Dr. Naik Sinukaban MSc dan
Bapak/Ibu Dosen pengajar di Program Studi Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
(DAS) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Ucapan terima kasih juga
penulis sampaikan kepada Bapak Dr. Budi Kartiwa, Adang Hamdani, SP, Ir.
Sawiyo, Wahyu Tri Nugroho, ST., Budi Rahayu dan teman-teman di Balai
Penelitian Agroklimat dan Hidrologi atas segala dukungan dan bantuannya.
Kepada Komisi Pembinaan Tenaga Kerja Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian, penulis ucapkan terimakasih atas segala bantuannya.
Terima kasih penulis sampaikan kepada suamiku Lutfi Pahlevi, ananda Hanifah
dan Husain, ayahanda Sudiyono PS, ibunda Sutarti, ayahanda mertua M. Sofyan,
ibunda mertua Muhana dan ‘Ummi’ Sri Yuniarti atas doa restu, keikhlasan,
keceriaan dan kesabarannya.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat.

Bogor, Pebruari 2009

Nurwindah Pujilestari

x


RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta tanggal 8 Januari 1977, sebagai putri ke 5
dari Bapak Sudiono PS dan Ibu Sutarti. Pada tahun 2000, penulis memperoleh
gelar Sarjana Sains di program studi Agrometeorologi, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Kesempatan melanjutkan
Program Magister di Program Studi Pengelolaan DAS diperoleh pada tahun 2006
melalui sponsor dari Badan Penelitian dan Pengembangan, Departemen Pertanian.
Penulis bekerja sebagai peneliti di kelompok peneliti hidrologi di Balai
Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, Balai Besar Sumberdaya Lahan dan
Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

xi

DAFTAR ISI
....................................................................................................................Halaman
DAFTAR TABEL................................................................................................ xiii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiv
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................ xvi
PENDAHULUAN ...................................................................................................1

Latar Belakang ................................................................................................1
Tujuan Penelitian ............................................................................................3
Manfaat Penelitian ..........................................................................................3
Hipotesis .........................................................................................................3
Ruang Lingkup Penelitian...............................................................................3
TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................................6
Fungsi Hidrologi DAS ....................................................................................6
Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap Fungsi Produksi
Air di DAS ..................................................................................................... 7
Model Debit Daerah Aliran Sungai (MODDAS) .........................................12
Kebutuhan Air Tanaman dan Irigasi.............................................................15
BAHAN DAN METODE ......................................................................................21
Waktu dan Tempat Penelitian.......................................................................21
Bahan dan Alat..............................................................................................21
Metode Penelitian .........................................................................................21
Analisis perubahan penggunaan lahan................................................ 21
Analisis potensi produksi air............................................................... 24
Perhitungan kebutuhan irigasi tanaman semusim............................... 30
Potensi produksi air dan kebutuhan irigasi berdasarkan beberapa
skenario perubahan penggunaan lahan .............................................. 34
KARAKTERISTIK BIOFISIK DAS PANINGGAHAN ......................................37
Kondisi Wilayah ...........................................................................................37
Karakteristik Iklim dan Hidrologi DAS Paninggahan ..................................39
HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................................44
Perubahan Penggunaan Lahan di DAS Paninggahan ...................................44

xii

Halaman
Potensi Produksi Air DAS Paninggahan pada Berbagai Skenario
Penggunaan Lahan....................................................................................... 47
Kebutuhan Irigasi di DAS Paninggahan pada Berbagai Skenario
Penggunaan Lahan....................................................................................... 58
KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................64
Kesimpulan ...................................................................................................64
Saran .............................................................................................................65
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................66
LAMPIRAN...........................................................................................................69

xiii

DAFTAR TABEL
Halaman
1.

Tujuh Kriteria Fungsi DAS ......................................................................... 12

2.

Karakteristik AWLR CIMEL dengan Sensor Ultrasonik............................ 26

3.

Parameter Iklim yang Direkam oleh AWS.................................................. 30

4.

Parameter Karakteristik Tanaman ............................................................... 31

5.

Karakteristik Sensor AWS CIMEL ENERCO 407 ..................................... 33

6.

Parameter Fisik Tanah ................................................................................. 33

7.

Penggunaan Lahan Tahun 1992, 2002 dan 2007 DAS Paninggahan .......... 44

8.

Luas Penggunaan Lahan Berdasarkan Beberapa Skenario.......................... 51

9.

Potensi Produksi Air pada Beberapa Skenario ............................................ 52

10.

Debit Sungai Bt. Lembang dan Sumani Tahun 1992 - 2006....................... 54

11.

Hasil Analisis Debit pada Berbagai Fase Tanam ........................................ 57

12.

Potensi Pasokan dan Kebutuhan Irigasi di DAS Paninggahan.................... 61

13.

Potensi Pasokan dan Kebutuhan Irigasi pada Beberapa Skenario............... 62

14.

Potensi Pasokan dan Kebutuhan Irigasi pada Beberapa Skenario dengan
Pengaturan Selang Waktu Tanam Satu Bulan ............................................. 63

xiv

DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.

Kerangka Pemikiran Penelitian ..................................................................... 5

2.

Siklus Hidrologi............................................................................................. 8

3.

Diagram Alir MODDAS ............................................................................. 13

4.

Analisis Citra Multitemporal untuk Karakterisasi Perubahan
Penggunaan Lahan....................................................................................... 22

5.

Citra Satuan Wilayah Pengamatan (SWP) DAS Paninggahan
Tahun 1992, 2002 dan 2007 ........................................................................ 23

6.

AWLR Terpasang di Sungai Batang Sabarang, Paninggahan, Terdiri
dari Data Logger, Sensor Ultrasonik dan Penangkar Hujan Otomatik.
(a) Tampak sebelah Utara, (b) Tampak sebelah Selatan ............................. 25

7.

Sensor CIMEL dan Rumah Pelindungnya................................................... 26

8.

Ilustrasi Proses Transformasi Data yang Memungkinkan Konversi Data
yang Terekam Sensor Menjadi Data Debit.................................................. 26

9.

Kurva Lengkung Debit Sungai Batang Sabarang, Paninggahan ................. 28

10.

Regresi Linear antara Jarak Sensor-Muka Air dengan Tinggi Muka Air
pada AWLR Sungai Sabarang ..................................................................... 28

11.

Stasiun AWS di Kampung Aro, Paninggahan............................................. 32

12.

Peta Geologi DAS Paninggahan.................................................................. 38

13.

Peta Tanah DAS Paninggahan..................................................................... 39

14.

Distribusi Curah Hujan dan ETP Harian .................................................... 40

15.

Fluktuasi Suhu Harian di DAS Paninggahan ............................................. 41

16.

Fluktuasi Kelembaban Relatif Harian di DAS Paninggahan ...................... 41

17.

Distribusi Curah Hujan Bulanan Rata-rata Tahun Normal.......................... 42

18.

Data Hujan – Debit Periode Pengamatan Maret – Desember 2006............. 43

19.

Penggunaan Lahan Tahun 1984, 1992, 2002 dan 2007............................... 45

20.

Beberapa Jenis Penggunaan Lahan di DAS Paninggahan........................... 46

xv

Halaman
21.

Simulasi Model Debit Harian, Sungai Sabarang, DAS Paninggahan,
Periode Mei – Juli 2006............................................................................... 49

22.

Pola Debit Simulasi Selama 1 Tahun .......................................................... 50

23.

Karakteristik Hujan-Debit Sesaat pada Berbagai Fase Tanam.................... 55

24.

Fluktuasi Tinggi Muka Air Danau Singkarak dan Curah Hujan ................. 59

25.

Kebutuhan Irigasi Sawah dan Tegalan ........................................................ 60

xvi

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Sidik Ragam (Anova) Perubahan Penggunaan Lahan dari
Tahun 1984–2007 ........................................................................................... 70
2. Hasil Analisis Neraca Air................................................................................ 73

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
DAS Paninggahan merupakan bagian dari DAS Danau Singkarak di
Sumatera Barat. DAS Singkarak merupakan daerah penting penghasil padi,
sumber air bagi pusat pembangkit listrik tenaga air (memenuhi kebutuhan listrik
Sumatera Barat dan Riau), rumah bagi pelestarian warisan adat Minangkabau,
danau terbesar kedua di Pulau Sumatera dengan kekayaan berbagai jenis ikan
endemik, serta memiliki bentang alam yang indah yang dapat dikembangkan
untuk kegiatan ekoturisme yang menarik. Oleh karena itu, ketersediaan
sumberdaya air menjadi faktor utama untuk mendukung semua kegiatan di
wilayah ini.
Nagari Paninggahan merupakan salah satu dari enam nagari yang
berbatasan langsung dengan perairan Danau Singkarak. Pada umumnya,
masyarakat nagari-nagari tersebut memanfaatkan Danau Singkarak sebagai
sumber mata pencahariannya dengan cara menjadi nelayan penangkap ikan, petani
sawah, dan penyedia sarana dan prasarana pariwisata di sekitar danau tersebut.
Penduduk Paninggahan sejak dahulu kala memiliki hak terhadap pemanfaatan
lahan di dalam hutan lindung. Pembangunan kembali kawasan di dalam hutan ini
adalah kesempatan besar untuk meningkatkan ekonomi masyarakat Paninggahan,
karena wilayah yang tersedia untuk lahan sawah di sepanjang tepi danau sudah
sangat padat.
Agar tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap kualitas serta pola
aliran Sungai Paninggahan, maka usaha intensifikasi kebun kopi di dalam
kawasan hutan sub-DAS Paninggahan memerlukan penerapan sistem pengelolaan
lahan yang bijaksana. Untuk keperluan tersebut maka perlu dikaji pengaruh
penggunaan lahan terhadap kondisi hidrologi DAS Paninggahan. DAS
Paninggahan dipilih karena mewakili wilayah yang paling stabil secara hidrologis
dan paling terdegradasi dari 1,130 km2 daerah tangkapan air Danau Singkarak
Wilayah ini memiliki struktur batuan kombinasi granit dan kapur dan saat ini
memiliki rasio penutupan hutan tertinggi dibandingkan dengan sub DAS lain di
Singkarak (Subagyono, 2006).

2
Di DAS Paninggahan sebenarnya telah ditanami kopi pada masa
pendudukan Belanda, namun saat ini berubah menjadi hutan sekunder sejak
perkebunan kopi tersebut diabaikan pada tahun 1958. Pada tahun 1976,
pemerintah Indonesia telah melaksanakan program penghijauan di wilayah ini,
termasuk untuk lahan-lahan yang dikuasai Nagari di hulu DAS. Namun penduduk
setempat merasakan bahwa program penghijauan tersebut membatasi bahkan
mengurangi penghasilan yang mereka dapatkan dari kawasan terebut. Sehingga
mereka merencanakan wilayah tersebut ditanami tanaman buah, cengkeh dan
kemiri. Akhirnya pada tahun 2004, melalui program penghijauan kembali yang
didukung oleh Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) dan Gerakan
Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan Kritis (GNRHLK) rencana tersebut mulai
terwujud (Farida et al, 2005).
Untuk meningkatkan produktivitas lahan di wilayah hulu, diperlukan dasar
pengelolaan lahan yang tepat, terkait dengan fungsi hidrologi DAS. Berdasarkan
fakta tersebut maka informasi karakteristik produksi dan kebutuhan irigasi
menjadi penting untuk diketahui. Agar pendekatan ini dapat terlaksana, maka
pengetahuan dan pemahaman proses hidrologi pada tiap-tiap penggunaan lahan
sangat diperlukan.
Penelitian tentang karakteristik DAS Singkarak sebelumnya telah
dilakukan untuk menghitung neraca air DAS (Peranginangin, et al, 2004).
Menurut penelitian tersebut, DAS Paninggahan merupakan salah satu Sub-DAS
Lembang-Sumani dan dari hasil simulasi model neraca air dengan menggunakan
data 1985 – 1998 diketahui bahwa fluktuasi air tanah di DAS Lembang-Sumani
maksimal adalah 150 mm/bulan. Sementara itu hasil simulasi model GenRiver 1.1
dengan menggunakan data-data hipotetik menunjukan bahwa perubahan
penggunaan lahan di DAS Paninggahan seperti reboisasi, skenario perubahan
penggunaan lahan selain sawah dan pemukiman menjadi lahan kritis tidak
memberikan pengaruh yang nyata terhadap fluktuasi debit di Paninggahan (Farida
et al, 2004). Skenario perubahan iklim yang juga dilakukan pada penelitian
tersebut menunjukan bahwa dengan peningkatan hujan menjadi 25% akan
meningkatkan aliran sungai sampai dengan 50% dari sebelumnya. Subagyono,
2006 melakukan pemantauan kondisi hidrologi dan iklim di DAS Paninggahan

3
melalui pemasangan stasiun iklim (Automatic Weather Station (AWS))

dan

stasiun duga tinggi muka air (Automatic Water Level Recorder (AWLR)),
sehingga memungkinkan didapatkannya data primer dengan resolusi waktu yang
tinggi. Berdasarkan data hasil pemantauan AWS dan AWLR tersebut, perhitungan
produksi air dan kebutuhan irigasi di DAS Paninggahan dilakukan pada penelitian
ini.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah
1. Menganalisis pola perubahan penggunaan lahan di DAS Paninggahan
2. Menganalisis pengaruh fase tanam terhadap karakteristik debit
3. Menganalisis dan menghitung produksi air DAS dan kebutuhan irigasi
berdasarkan pada berbagai skenario penggunaan lahan

Manfaat Penelitian
Skenario perubahan penggunaan lahan dan informasi pengaruh produksi air pada
berbagai kondisi pengelolaan lahan dapat dijadikan dasar pengelolaan lahan
wilayah hulu dan hilir di DAS Paninggahan.

Hipotesis
1. Perubahan yang dinamis dari penggunaan lahan akan merubah pola pasokan
dan kebutuhan air di DAS Paninggahan
2. Pengolahan tanah akan mempengaruhi karakteristik debit

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan di DAS Paninggahan-Singkarak, Sumatera Barat
dengan luas wilayah 58.86 km2, dengan orde sungai maksimum 5. DAS
Paninggahan merupakan bagian dari DAS danau Singkarak di Sumatra Barat yang
merupakan daerah penting penghasil padi, sumber air bagi pusat pembangkit
listrik tenaga air (memenuhi kebutuhan listrik Sumatra Barat dan Riau), rumah
bagi pelestarian warisan adat Minangkabau, danau terbesar kedua di Pulau
Sumatera dengan kekayaan berbagai jenis ikan endemik, serta memiliki bentang

4
alam yang indah yang dapat dikembangkan untuk kegiatan ekoturisme yang
menarik.
Analisis perubahan penggunaan lahan merupakan kegiatan yang dilakukan
untuk mengetahui pola perubahan penggunaan lahan dari tahun ke tahun. Analisis
ini dilakukan dengan melakukan interpretasi penggunaan lahan dari citra Landsat
TM dengan tahun perekaman 1992, 2002 dan 2007.
Salah satu indikator bahwa fungsi hidrologi DAS masih baik adalah
rendahnya fluktuasi debit antara musim hujan dan musim kemarau. Perangkat
lunak MODDAS digunakan untuk memprediksi karakteristik hidrologi DAS
(aliran sungai) pada penggunaan lahan yang berbeda-beda. Penutupan lahan oleh
vegetasi mempengaruhi volume air hujan yang jatuh ke tanah dimana intersepsi
pada vegetasi dengan tajuk rapat akan lebih besar dibandingkan dengan intersepsi
pada wilayah bervegetasi jarang. Pada wilayah pemukiman, yang pada umumnya
didominasi lapisan kedap menyebabkan tidak banyak air yang terinfiltrasi,
sebaliknya aliran permukaan yang terjadi lebih besar. Jumlah air yang terinfiltrasi
ke dalam tanah dan yang menjadi aliran permukaan menentukan volume aliran
sungai. Semakin banyak air yang terinfiltrasi maka aliran dasar sungai lebih
banyak dan fluktuasi debit sepanjang tahun relatif mantap, sebaliknya jika aliran
permukaan lebih besar maka fungsi hidrologi DAS sebagai kawasan penyangga
telah menurun.
Penetapan kebutuhan air tanaman semusim dilakukan dengan menghitung
evapotransi tanaman dengan metode neraca air tanaman menurut FAO (Allen,
1998). Inventarisasi luas dan pola tanam dan data iklim di lokasi penelitian juga
dilakukan. Diasumsikan luas lahan pertanian di musim hujan maupun kemarau
tetap.
Dengan mengetahui potensi produksi dan kebutuhan air di lokasi penelitian
dapat diketahui status ketersediaan air di wilayah tersebut dan rekomendasi
pengelolaannya. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.

5

Luas sawah tahun 2007

Data iklim
Debit harian S. Bt.
Sabarang thn 2006-2007

Data karakteristik
Tanaman

Model Neraca Air
Tanaman FAO

Pilih landuse 2007

Jadwal/pola Tanam, Sistem
irigasi
Jenis Tanah

Kalibrasi dan Validasi
MODDAS

Kebutuhan Air Tanaman
Semusim 1 tahun
Prediksi Debit pada
beberapa skenario

Analisa status ketersediaan
air untuk irigasi

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Perubahan pola aliran pada
beberapa skenario

Curah Hujan th.
2006 - 2008

6

TINJAUAN PUSTAKA
Fungsi Hidrologi DAS
Konsep daerah aliran sungai DAS merupakan dasar dari semua
perencanaan hidrologi. Mengingat DAS yang besar pada dasarnya tersusun dari
sub DAS- sub DAS, dan sub DAS ini juga tersusun dari sub-sub DAS yang lebih
kecil lagi. Secara umum DAS dapat didefinisikan sebagai suatu wilayah yang
dibatasi oleh batas alam, seperti punggung bukit atau gunung maupun batas
buatan seperti jalan atau tanggul dimana air hujan yang turun di wilayah tersebut
memberi kontribusi aliran ke titik kontrol (outlet) (Suripin, 2002). DAS
merupakan suatu ekosistem dimana di dalamnya terjadi proses interaksi antara
faktor biotik, non biotik dan manusia. Sebagai suatu ekosistem, maka setiap ada
masukan (input) ke dalamnya, proses yang terjadi dan berlangsung di dalamnya
dapat dievaluasi berdasarkan keluaran (output) dari ekosistem tersebut.
Komponen masukan dalam ekosistem DAS adalah curah hujan, sedangkan
keluaran terdiri dari debit air dan muatan sedimen. Komponen-komponen DAS
yang berupa vegetasi, tanah dan saluran/sungai mempengaruhi proses-proses yang
terjadi di dalam DAS.
Ekosistem DAS merupakan bagian yang penting karena mempunyai
fungsi perlindungan terhadap DAS. Aktifitas dalam DAS yang menyebabkan
perubahan ekosistem, misalnya perubahan tata guna lahan, kususnya di daerah
hulu, dapat memberikan dampak pada daerah hilir berupa fluktuasi debit air dan
kandungan sedimen serta material terlarut lainnya. Adanya keterkaitan antara
masukan dan keluaran pada suatu DAS ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk
menganalisis dampak suatu tindakan atau aktivitas pembangunan di dalam DAS
terhadap lingkungan, khususnya hidrologi.
Proses perubahan curah hujan menjadi aliran permukaan dapat
dikelompokan menjadi dua bagian yaitu : a) fungsi produksi daerah aliran sungai
(DAS) yaitu perubahan dari hujan total menjadi hujan efektif dan b) fungsi
transfer DAS yaitu perubahan hujan efektif menjadi aliran permukaan langsung
(Robinson dan Sivapalan, 1996). Schumm dalam Rodriguez-Iturbe dan Rinaldo,
1997 membagi system sungai menjadi tiga bagian yaitu zone produksi
(production zone), zone transfer (transfer zone) dan zone endapan (deposition

7
zone). Zone produksi tersebut merupakan zone yang dikenal sebagai daerah aliran
sungai.
Menurut Suripin et. al, 2002, kualitas suatu DAS dapat diukur berdasarkan
fluktuasi debit sungai yang mengalir dalam beberapa kondisi curah hujan yang
berbeda. Dari data debit sungai tersebut dapat ditentukan nilai dari parameter
penentu kualitas DAS diantaranya adalah koefisien regim sungai (KRS). Nilai ini
adalah bilangan yang merupakan perbandingan antara debit harian rata-rata
maksimum dan debit harian rata-rata minimum. Makin kecil harga KRS berarti
makin baik kondisi hidrologis suatu DAS. Disamping KRS, kondisi DAS juga
dapat dievaluasi secara makro dengan nisbah debit maksimum-minimum
(Qmaks/Qmin). Disamping itu kualitas DAS ditentukan oleh nilai koefisien aliran
permukaan yang biasa diberi notasi C. Nilai ini merupakan bilangan yang
menyatakan perbandingan antara besarnya aliran permukaan terhadap terhadap
jumlah curah hujan. Nilai C yang kecil menunjukkan kondisi DAS yang masih
baik, sebaliknya C yang besar, menunjukkan kondisi DAS yang telah rusak. Nilai
C berkisar antara 0-1.

Dampak Perubahan Penggunaan Lahan Terhadap
Fungsi Produksi Air di DAS
Lahan sebagai sumberdaya alam DAS merupakan subyek yang berubah
setiap saat. Perubahan tersebut dapat terjadi secara alami (natural changes) dan
dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia (anthropogenic) karena pesatnya
pembangunan di segala bidang mengikuti laju pertumbuhan penduduk yang
memaksa peningkatan kebutuhan terhadap lahan. Meningkatnya kebutuhan akan
lahan mengakibatkan penggunaan lahan berubah.
Martin (1993) mengemukaan bahwa perubahan penggunaan lahan
merupakan pertambahan suatu penggunaan lahan yang diikuti oleh berkurangnya
penggunaan lahan lain dari waktu ke waktu. Pola perubahan penggunaan lahan
menurut Rustiadi (1999) mengikuti posisi geografi. Di daerah pedesaan (rural)
perubahan penggunaan lahan terjadi dari lahan hutan menjadi lahan pertanian dan
pemukiman. Di daerah pinggir kota (suburban) dan perkotaan (urban) terjadi
perubahan penggunaan lahan dari lahan pertanian menjadi pemukiman dan

8
industri. Perubahan penggunaan lahan tersebut menurut Agus et al (2003) dapat
berdampak kepada keseimbangan hidrologi DAS, yang dapat berakibat pada
peningkatan resiko banjir dan kekeringan.
Keseimbangan hidrologi adalah keseimbangan antara total masukan
(input) dengan total output. Dalam sistem DAS keseimbangan hidrologi
digambarkan sebagai hubungan antara hujan sebagai input dengan debit sebagai
output dan karakteristik serta proses sebagai struktur sistemnya. Output dari
sistem DAS tidak hanya terbatas pada debit, tetapi juga berupa zat kimia dan
sedimen yang ikut terbawa aliran. Dasar keseimbangan tersebut adalah siklus
hidrologi, seperti disajikan pada Gambar 2.

Sumber : Pidwirny, M. (2006)
Gambar 2. Siklus Hidrologi

Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dan di
dalamnya terjadi berbagai proses secara kontinyu (Chow et al, 1988). Air
berevaporasi dari lautan, danau, sungai dan permukaan tanah ke atmosfir. Di
atmosfir uap air dipindahkan dan diangkat sampai terkondensasi dan jatuh sebagai
presipitasi dalam bentuk hujan. Dalam perjalanannya menuju bumi sebagian hujan
kembali dievaporasikan ke atmosfir. Air yang sampai di bumi sebagian
diintersepsi oleh vegetasi, masuk ke dalam tanah melalui permukaan (infiltration)
mengalir sebagai aliran bawah permukaan (subsurface flow) dan aliran permukaan
(surface runoff) menjadi debit. Sebagian besar air yang diintersepsi dan mengalir
di permukaan kembali ke atmosfir melalui evaporasi. Air yang diinfiltrasi dapat
terperkolasi ke lapisan tanah yang lebih dalam dan mengisi air bawah tanah,

9
kemudian muncul sebagai mata air di sungai-sungai, akhirnya kembali ke laut
atau menguap ke atmosfir.
Tutupan lahan oleh pohon (tutupan pohon) dengan segala bentuknya dapat
mempengaruhi aliran air. Tutupan pohon tersebut dapat berupa hutan alami, atau
sebagai permudaan alam (natural regeneration), pohon yang dibudidayakan,
pohon sebagai tanaman pagar, atau pohon monokultur (misalnya hutan tanaman
industri). Pengaruh tutupan pohon terhadap aliran air adalah dalam bentuk:
• Intersepsi air hujan. Selama kejadian hujan, tajuk pohon dapat mengintersepsi
dan menyimpan sejumlah air hujan dalam bentuk lapisan tipis air (waterfilm) pada
permukaan daun dan batang yang selanjutnya akan mengalami evaporasi sebelum
jatuh ke tanah. Banyaknya air yang dapat diintersepsi dan dievaporasi tergantung
pada indeks luas daun (LAI), karakteristik permukaan daun, dan karakteristik
hujan. Intersepsi merupakan komponen penting jika jumlah curah hujan rendah,
tetapi dapat diabaikan jika curah hujan tinggi. Apabila curah hujan tinggi, peran
intersepsi pohon penting dalam kaitannya dengan pengurangan banjir.
• Daya pukul air hujan. Vegetasi dan lapisan seresah melindungi permukaan
tanah dari pukulan langsung tetesan air hujan yang dapat menghancurkan agregat
tanah, sehingga terjadi pemadatan tanah. Hancuran partikel tanah akan
menyebabkan penyumbatan pori tanah makro sehingga menghambat infiltrasi air
tanah, akibatnya limpasan permukaan akan meningkat. Peran lapisan seresah
dalam melindungi permukaan tanah sangat dipengaruhi oleh ketahanannya
terhadap pelapukan; seresah berkualitas tinggi (mengandung hara, terutama N
tinggi) akan mudah melapuk sehingga fungsi penutupan permukaan tanah tidak
bertahan lama.
• Infiltrasi air. Proses infiltrasi tergantung pada struktur tanah pada lapisan
permukaan dan berbagai lapisan dalam profil tanah. Struktur tanah juga
dipengaruhi oleh aktivitas biota yang sumber energinya tergantung kepada bahan
organik (seresah di permukaan, eksudasi organik oleh akar, dan akar-akar yang
mati). Ketersediaan makanan bagi biota (terutama cacing tanah), penting untuk
mengantisipasi adanya proses peluruhan dan penyumbatan pori makro tanah.

10
• Serapan air. Sepanjang tahun tanaman menyerap air dari berbagai lapisan tanah
untuk mendukung proses transpirasi pada permukaan daun. Faktor – faktor yang
mempengaruhi jumlah serapan air oleh pohon adalah fenologi pohon, distribusi
akar dan respon fisiologi pohon terhadap cekaman parsial air tersedia. Serapan air
oleh pohon diantara kejadian hujan akan mempengaruhi jumlah air yang dapat
disimpan

dari

kejadian

hujan

berikutnya,

sehingga

selanjutnya

akan

mempengaruhi proses infiltrasi dan aliran permukaan. Serapan air pada musim
kemarau, khususnya dari lapisan tanah bawah akan mempengaruhi jumlah air
tersedia untuk ‘aliran lambat’ (slow flow).
• Drainase lansekap. Besarnya drainase suatu lansekap (bentang lahan)
dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain kekasaran permukaan tanah, relief
permukaan tanah yang memungkinkan air tinggal di permukaan tanah lebih lama
sehingga mendorong terjadinya infiltrasi, tipe saluran yang terbentuk akibat aliran
permukaan yang dapat memicu terjadinya ‘aliran cepat air tanah’ (quick flow).
Menurut Purwanto dan Ruijter, 2004, dampak perubahan penggunaan
lahan terhadap kondisi hidrologi DAS yang paling penting adalah menurunnya
kapasitas infiltrasi tanah, kondisi ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu 1)
Pukulan curah hujan intensif terhadap tanah-tanah yang telah terbuka
menyebabkan sebagian pori-pori tanah tertutup sehingga meningkatkan aliran
permukaan dan erosi. Karena erosi ini, lapisan tanah yang subur dan permeabel
hilang atau mengalami pemadatan, selanjutnya menyebabkan penurunan kapasitas
infiltrasi. 2) Konversi hutan menjadi lahan pertanian merubah kondisi perakaran
di lahan. Tanaman pertanian memiliki perakaran yang relatif lebih dangkal
dibandingkan dengan pohon dan menyebabkan berkurangnya jumlah pori makro
tanah. 3) Pemadatan tanah akibat pembangunan sarana dan prasarana masyarakat
seperti untuk lahan pertanian dan pemukiman akan menambah luas zone lapisan
kedap air seperti jalan-jalan dan atap rumah. 4) Menghilangnya aktivitas fauna
tanah (dapat membuat/menjaga pori tanah) yang disebabkan oleh menurunnya
kandungan bahan organik tanah. Penggunaan pupuk dan pestisida juga merupakan
penyebab lain hilangnya fauna tanah. Menurunnya kapasitas infiltrasi tanah juga
menyebabkan penurunan laju infiltrasi tanah dan pengisian kembali air tanah.

11
Minimnya cadangan air tanah menyebabkan penurunan debit sungai di musim
kemarau dan akhirnya akan menimbulkan kelangkaan air.
Masalah lain yang timbul akibat perubahan penggunaan lahan adalah
meningkatnya debit sungai tahunan. Hasil penelitian Agus F, 2004, menunjukkan
bahwa hutan atau pohon-pohonan mengkonsumsi air lebih tinggi dari vegetasi
lainnya. Rata-rata konsumsi air (penguapan) tahunan hutan tropika basah dataran
rendah adalah sebesar 1.400 mm dan hutan pegunungan sebesar 1.225 mm.
Sebagai pembanding, rata-rata konsumsi air tanaman pertanian berumur pendek
adalah antara 1.100–1.200 mm per tahun. Selain itu tajuk tanaman hutan
mengintersepsi (menahan) sebagian curah hujan dan kemudian penguapkannya
kembali ke udara sebelum mencapai permukaan tanah. Jumlah air yang
terintersepsi bisa mencapai 500 mm per tahun tergantung kepada lebat tidaknya
hutan dan pola hujan. Dengan demikian penebangan hutan atau konversi hutan
menjadi peruntukan lain berpotensi meningkatkan debit air di sungai. Hasil
penelitian Farida dan Meine VN, 2004, menunjukkan hasil yang serupa. Konversi
hutan menjadi kebun kopi menyebabkan jumlah luasan hutan di Sumberjaya,
berkurang dari 60 % (pada tahun 1970-an) menjadi 12 % (tahun 2000) dari total
luas lahan. Pengolahan data empiris dalam kurun waktu 23 tahun (tahun 1975 1998) menunjukkan adanya peningkatan debit sungai tahunan relatif terhadap
besarnya curah hujan. Hasil tersebut menunjukkan adanya penurunan ‘indikator
penyangga’ yang berhubungan dengan aliran puncak pada puncak kejadian hujan
(peak flows to peak rainfall events).
Meine et al, 2004, mengemukakan bahwa aliran sungai lebih ditentukan
oleh tingkat curah hujan daripada oleh proses hidrologi lainnya yang dipengaruhi
oleh DAS. Aspek utama yang termasuk dalam aliran sungai adalah total hasil air
tahunan, keteraturan aliran, frekuensi terjadinya banjir pada lahan basah, dataran
aluvial dan ketersediaan air pada musim kemarau. Agar lebih terfokus dalam
mempelajari karakteristik fungsi DAS diperlukan pemilahan antara kontribusi
hujan, terrain (bentuk topografi wilayah serta sifat geologi lainnya yang tidak
dipengaruhi langsung oleh adanya alih fungsi lahan), serta peran tutupan lahan
(terutama yang langsung dipengaruhi oleh aktivitas manusia). Selanjutnya

12
terdapat tujuh kriteria dari fungsi DAS yang dipengaruhi oleh perubahan
penggunaan lahan seperti disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Tujuh Kriteria Fungsi DAS
Karakteristik Alami
A. Curah Hujan
B. Bentuk Lahan
C. Jenis Tanah
D. Akar vegetasi alami
sebagai jangkar
tanah
E. Iklim makro

Fungsi DAS yang dipengaruhi oleh alih guna lahan
(kriteria)
1) Transmisi air
2) Menyangga pada kejadian puncak hujan
3) Pelepasan air secara bertahap
4) Memelihara kualitas air
5) Mengurangi longsor
6) Mengurangi erosi
7) Mempertahankan iklim mikro

Sumber : Noorwidjk MV, 2004

Model Debit Daerah Aliran Sungai (MODDAS)
MODDAS (Model Debit

Daerah Aliran Sungai) merupakan model

simulasi debit harian yang dikembangkan berdasarkan integrasi Model SCS Curve
Number (SCS-USDA, 1972 dalam Chow, 1988) dengan Model Aliran Air Bawah
Tanah (Ground Water Flow). Model ini pertama kali dikembangkan oleh Kartiwa,
2008, untuk mempelajari perubahan karakteristik hidrologi akibat perubahan
penggunaan lahan di DAS Aih Tripe, Provinsi Nangroe Aceh Darusalam.
Kalibrasi dan validasi model ini menunjukan hasil yang memuaskan.
Model SCS Curve Number diaplikasikan untuk mentransformasi hujan
bruto menjadi aliran permukaan (runoff), selanjutnya bagian curah hujan bruto
yang masuk ke dalam tanah ditransformasi menjadi aliran air bawah tanah melalui
analisis neraca air yang disederhanakan menurut metode ORSTOM (Office de la
Recherche Scientifique et Technique de Outre-Mer), sekarang berganti nama
menjadi Institut de Recherche pour le Développement (Ibiza dalam Kartiwa
2008). Transformasi ini dilakukan melalui dua tahapan yaitu proses dalam
Simpanan Bawah Permukaan (Subsurface Reservoir) dan Simpanan Air Bawah
Tanah (Groundwater Reservoir). Diagram alir MODDAS disajikan pada
Gambar 3.

13

P
RO

ETP

WHC

P-RO

P
RO
ETP
SS
WHC
PERC
GWS
GWF
STF

= Presipitasi
= Aliran Permukaan
= Evapotanspirasi Potensial
= Cadangan Bawah Permukaan
= Kapasitas Simpan Air Maks.
= Perkolasi
= Cadangan Air Bawah Tanah
= Aliran Air Bawah Tanah
= Aliran Sungai

SS
PERC
Simpanan
Bawah
Permukaan

GWS
GWF

STF

Simpanan Air
Bawah Tanah
Sumber : Kartiwa, B. 2008

Gambar 3. Diagram Alir MODDAS
Aliran Permukaan

Untuk mensimulasi aliran permukaan, dipergunakan aplikasi konsep
bilangan kurva (Curve Number) (SCS-USDA, 1972 dalam Chow 1988). Menurut
metode ini, aliran permukaan merupakan fungsi hujan dan parameter abstraksi
yang dimanifestasikan dalam limpasan Curve Number (CN). Dengan demikian
nilai CN bervariasi antara 1 – 100, yang merupakan cerminan dari hasil
karakteristik DAS seperti : (1) Tipe tanah, (2) Penggunaan tanah dan
perlakuannya, (3) Kondisi air tanah dan (4) Kondisi lengas tanah sesaat.
(P − I a ) 2
(P − 0,2S ) 2
=
RO =
(P − I a + S )
P + 0,8S

⎛ 1000

S = 25,4⎜
− 10⎟
⎝ CN

RO
P
Ia
S
CN

: aliran permukaan (mm)
: curah hujan (mm)
: kehilangan inisial (mm)
: retensi potensial maksimum (mm)
: Curve Number (tidak berdimensi, ditentukan berdasarkan tabel)

(1)

(2)

14
Simpanan Bawah Permukaan

Simpanan Bawah Permukaan menerima bagian curah hujan bruto yang masuk ke
dalam tanah. Awal musim hujan, simpanan bawah permukaan kosong. Air yang
terinfiltrasi berfungsi memenuhi kebutuhan evapotranspirasi (ETA) yang
diperoleh dari ETP melalui persamaan berikut
ETAi = ETPi * HRi

ETA
ETP
HR

(3)

: Evapotranspirasi Aktual (mm)
: Evapotranspirasi Potensial (mm)
: Kelengasan Tanah Relatif

Semakin lama musim hujan berlangsung dan makin bertambahnya kelengasan
tanah, menyebabkan peubah ketersediaan air meningkat sehingga dapat mencapai
nilai maksimum yang direpresentasikan oleh nilai Kapasitas Maksimum Tanah
menyimpan Air (WHC, Water Holding Capacity). Kelengasan tanah relatif, HR
dengan demikian dapat dihitung dari rasio antara volume air yang ada dalam tanah
(AW, Available Water) dengan WHC :
HRi =

AWi
WHC

Jika HRi ≥ 0.2

(4)
ETAi = ETPi

Jika HRi < 0.2 ETAi = ETP *

AWi
(0.2 * WHC )

(5)
(6)

AWi = Pi − ROi + SS i −1
Pi
ROi
SSi-1

: Curah hujan pada hari ke-i (mm)
: Aliran permukaan hari ke-i (mm)
: Cadangan bawah permukaan pada hari ke i-1 (mm)

Jika

AWi –ETAi < WHC SSi= AWi –ETAi

(7)

AWi –ETAi ≥ WHC SSi= WHC

(8)

15
Saat bagian curah hujan yang mengisi cadangan bawah permukaan melampaui
kapasitas maksimum WHC (AWi –ETAi ≥ WHC), perkolasi (PERC) mulai terjadi,
dan dihitung melalui persamaan :

PERCi= AWi –ETAi - WHC

(9)

Simpanan Air Bawah Tanah

Simpanan Air Bawah Tanah akan menentukan besarnya aliran Air Bawah
Tanah (GWF, Ground Water Flow). Simpanan air bawah tanah merupakan
penjumlahan antara cadangan air bawah tanah (GWS, Ground Water Storage)
dengan perkolasi.

GWS i = GWS i −1 * e − kt + PERCi

(10)

GWFi = GWS i −1 * (1 − e − kt )

(11)

Kebutuhan Air Tanaman dan Irigasi

Menurut Kalsim, 2006, keperluan air untuk tanaman adalah keperluan air
untuk pertumbuhan tanaman dan menghasilkan hasil optimum. Jumlah air yang
dikonsumsi tanaman untuk pertumbuhannya adalah jumlah air yang dihisap oleh
akar tanaman untuk berlangsungnya proses fotosintesa (transpirasi). Selain itu ada
juga air yang dipakai untuk penguapan di permukaan tanah (evaporasi). Air untuk
transpirasi dan evaporasi ini sulit dipisahkan di lapangan sehingga seringkali
digabung menjadi evapotranspirasi (ET). Nilai ET dapat diukur dan dapat pula
diduga dengan menggunakan data iklim. Kemudian Etc dihitung dengan
mengalikan Eto dengan Kc (koefisien tanaman). Nilai Kc tergantung pada jenis
dan tahap pertumbuhan tanaman. Keperluan air irigasi adalah keperluan air
tanaman (Etc) dikurangi dengan hujan efektif (Re). Hujan efektif adalah bagian
hujan yang mengisi lengas tanah di daerah perakaran dan digunakan tanaman
untuk evapotranspirasi.

Etc = ETo x Kc

(12)

IR=Etc-Re

(13)

16
Peranan irigasi dalam menaikkan dan menstabilkan produksi pertanian
tidak hanya bersandar pada produktifitas saja tetapi juga pada kemampuannya
untuk meningkatkan faktor-faktor pertumbuhan lainnya yang berhubungan dengan
input produksi. Irigasi mengurangi resiko kegagalan panen karena ketidak pastian
hujan dan kekeringan, membuat unsur hara yang tersedia menjadi lebih efektif,
menciptakan kondisi kelembaban tanah optimum untuk pertumbuhan tanama,
serta hasil dan kualitas tanaman yang lebih baik.
Menurut Allen, et al, 1998, Neraca air tanaman dapat dituliskan sebagai berikut:

(P + Cr + I + Sf in ) − (E + T + Dp + Ro + Sf out ) = ΔS
air yang masuk

air yang hilang

(14)

air yang tersedia di lapisan perakaran

Keterangan:
P
: Curah hujan
I
: Irigasi
Cr
: Efek kapilaritas
Sfin : Aliran permukaan yang masuk kedalam lapisan perakaran
Sfout : Aliran permukaan yang keluaran dari lapisan perakaran
Ro
: Runoff
Dp
: Perkolasi
E
: Evaporasi
T
: Transpirasi
S
: Perubahan kandungan air tanah di lapisan perakaran
Neraca air harian

Neraca air harian dapat dituliskan sebagai berikut :

Dri = Dri −1 − (P − Ro )i − I i − Cri + ETci + Dpi

Dimana:
Dri
Dri −1
Pi
Roi
Ii
Cri:
Etci
Dpi

: Pengurangan kandungan air tanah hari ke i
: Pengurangan kandungan air tanah hari ke i-1
: Curah hujan hari ke-i
: Runoff dari permukaan tanah hari ke-i
: Total irigasi yang terinfiltrasi kedalam tanah hari ke i
: Efek kapilaritas hari ke i
: Evapotranspirasi tanaman pada hari ke i
: Perkolasi hari ke i

(15)

17
Pengertian Dri (kandungan air tanah pada hari ke-i)

Diasumsikan air dapat disimpan di zona perakaran sampai mencapai
kapasitas lapang. Walaupun terjadi hujan atau terdapat penambahan air melalui
irigasi terkadang kandungan air bisa melebihi dari kapasitas lapang. Jumlah total
air diatas kandungan kapasitas lapangnya di asumsikan akan hilang pada hari yang
sama melalui perkolasi dan evapotranspirasi.
Dengan mengasumsikan bahwa kandungan air pada zona perakaran berada
pada kondisi kapasitas lapang akibat input hujan dan irigasi, nilai minimum dari
deplesi Dri adalah nol (0). Akibat pengaruh dari perkolasi dan evaporasi
kandungan air di zona perakaran akan berkurang secara bertahap dan deplesi pada
zona perakaran meningkat. Jika tidak ada input air lagi maka kandungan air akan
mencapai nilai minimum yang disebut titik layu permanen ( θ wp ). Pada kondisi ini
tidak ada air yang hilang melalui evapotranspirasi di zona perakaran (koefisien
stress Ks = 0) dan deplesi zona perakaran akan mencapai nilai maksimum yaitu
sebesar total air tersedia (TAW). 0 ≤ Dri ≤ TAW
Deplesi awal

Untuk menghitung neraca air di zona perakaran, nilai deplesi awal harus
ditentukan. Deplesi awal diperoleh dari hasil pengukuran kandungan air tanah.
Dengan rumus :

Dri −1 = 1000(θ fc − θ i −1 )Zr

(16)

Dimana :

θ fc
θ i −1
Zr

: Kandungan air tanah di zona perakaran pada kondisi kapasitas lapang
: Kandungan air tanah rata-rata pada zona perakaran efektif.
: Kedalaman zona perakaran.
Nilai θ fc dan θ i −1 diperoleh melalui analisis kandungan air tanah di

laboratorium. Diasumsikan kandungan air di zona perakaran mendekati kapasitas
lapang ( Dri −1 ≈ 0).
Curah hujan (Pi), dan Irigasi(Ii)

Pi adalah curah hujan harian, Ii sama dengan jumlah air yang terinfiltrasi
dipermukaan

18
Efek Kapiler (Cr)

Jumlah air yang yang ditransfer ke permukaan oleh efek kapiler dari air
tanah di zona perakaran tergantung pada jenis tanah, kedalaman air tanah dan
kelembaban di zona perakaran. Nilai normal Cr dapat diasumsikan sama dengan
nol ketika air tanah kurang lebih satu meter dibawah zona perakaran.
Evapotranspirasi tanaman (Etc)

Ketika penurunan kandungan air tanah lebih kecil dari air tersedia untuk
tanaman (RAW), Evapotranspirasi tanaman Etc = Kc * Eto. Pada saat nilai Dri
melebihi nilai RAW, evapotranspirasi tanaman tereduksi dan Etc = Ks * Kc * Eto,
dengan nilai Ks antara 0 ≤ Ks ≤ 1. Ks sama dengan 1 jika rata-rata kandungan air
tanah pada zone perakaran efektif mendekati nilai θ fc dan Ks sama dengan 0 jika
rata-rata kandungan air tanah pada zone perakaran efektif mendekati nilai θ wp .
Perkolasi (Dp) :

Hujan dan irigasi yang terjadi pada pertanaman, menyebabkan kandungan
air tanah di zone perakaran melebihi batas kapasitas lapang ( θ fc ). Dengan
prosedur sederhana diasumsikan bahwa kandungan air tanah pada θ fc di hari
yang sama dengan terjadinya hujan/irigasi, sehingga deplesi Dri sama dengan nol,
sehingga perkolasi dirumuskan sebagai berikut :

Dpi = (Pi − Roi ) + I i − ETci − Dri −1 ≥ 0

(17)

Seepage ( Sfin , Sfout )

Pada berbagai situasi kecuali pada kondisi dengan perbedaan ketinggian
yang besar Sfin dan Sfout dapat diabaikan. Pada program ini dianggap bahwa
kondisis wilayah pertanaman adalah datar.
Prediksi hasil tanaman kaitannya dengan defisit air. Untuk memprediksi
potensi penurunan hasil pada tanaman akibat kekurangan air telah dibuat satu
model linier fungsi produksi tanaman yang telah disusun oleh FAO (Doorenbos
dan Kassam, 1987).

(1 − Ya / Ym) = Ky × (1 − Etci .ETc )

(18)

19
Dimana :
Ya
Ym
Etc i
Etc
Ky

: Produksi tanaman actual (t/ha)
: Produksi tanaman maksimum yang diharapkan
: Evapotranspirasi tanaman actual (mm/hari)
: Evapotranspirasi potensial (pada kondisi standar dimana tidak ada stres
air) (mm/hari)
: Faktor respon produksi (-)
Ky adalah faktor yang mendeskripsikan penurunan produksi relatif

sehubungan dengan penurunan Etc yang diakibatkan oleh kondisi defisit air. Nilai
Ky untuk setiap tanaman adalah berbeda dan bervariasi selama masa
pertumbuhannya. Pada umumnya penurunan produksi akibat defisit air selama
fase vegetatif dan pemasakan relatif kecil, sementara itu selama fase pembungaan
dan pembentukan hasil nilai Ky lebih besar.
Untuk lahan sawah beririgasi air yang dapat digunakan oleh tanaman
diperoleh dari perbedaan antara kandungan air tanah pada saat jenuh dan pada
kondisi titik layu permanen. Perbedaan ini dapat disetarakan dengan total air
tersedia (TAW) dan bervariasi selama pertumbuhan sistem perak