Analisis Spasial dan Temporal Kebutuhan Air Irigasi DAS Pusur Kabupaten Klaten

ANALISIS SPASIAL DAN TEMPORAL KEBUTUHAN AIR
IRIGASI DAS PUSUR KABUPATEN KLATEN

EKA FIBRIANTIKA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul “Analisis Spasial dan
Temporal Kebutuhan Air Irigasi DAS Pusur Kabupaten Klaten” adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis ini kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2013
Eka Fibriantika
NIM G24090025

ABSTRAK
EKA FIBRIANTIKA. Analisis Spasial dan Temporal Kebutuhan Air Irigasi DAS
Pusur Kabupaten Klaten. Dibimbing oleh HIDAYAT PAWITAN dan HENDRI
SOSIAWAN.
Kabupaten Klaten merupakan salah satu sentra produksi padi di Provinsi
Jawa Tengah dengan sawah beririgasi seluas 18689.44 ha atau sebebsar 0.03%
dari total sawah irigasi di Jawa Tengah. Ketersediaan air sangat mempengaruhi
produktivitas tanaman padi. Daerah irigasi Pusur merupakan salah satu daerah
irigasi yang sering mengalami kekurangan air pada musim kemarau. Tujuan
penelitian ini adalah mengidentifikasi karakteristik daerah irigasi, menganalisis
kebutuhan air irigasi, dan menyusun peta neraca air irigasi DAS Pusur.
Berdasarkan analisis yang telah dilakukan terhadap data dari tahun 2009-2011,
musim tanam kedua yang jatuh pada musim kemarau merupakan musim tanam
yang memiliki nilai pemenuhan irigasi paling kecil, sedangkan musim tanam
pertama dan ketiga memiliki nilai yang relatif sama dan lebih tinggi dibandingkan

dengan musim tanam kedua. Berdasarkan analisis dengan menggunakan data
debit andalan dari Dinas PU Kabupaten Klaten, daerah irigasi Plosowareng
merupakan daerah irigasi yang memiliki nilai persentase pemenuhan kebutuhan
irigasi tertinggi sebesar 92.41%, sedangkan daerah irigasi Jetak memiliki nilai
persentase pemenuhan kebutuhan irigasi terendah, yaitu 57.93%. Namun pada
kenyataannya daerah irigasi Jetak mendapatkan limpasan air dari daerah irigasi
yang lebih tinggi sehingga persentase pemenuhan irigasinya menjadi lebih tinggi
jika dibandingkan dengan hasil analisis dengan menggunakan debit andalan.
Kata Kunci : DAS Pusur, daerah irigasi, kebutuhan air irigasi lahan sawah

ABSTRACT
EKA FIBRIANTIKA. Spatial and Temporal Analysis of Irrigation Water
Requirement in Pusur Watershed Klaten. Supervised by HIDAYAT PAWITAN
and HENDRI SOSIAWAN.
Klaten is one of rice production centers in Central Java Province with
irrigated rice paddies covering an area of 18689.44 ha, representing 0.03% of
irrigated rice fields in central Java. The availability of water greatly affects the
productivity of the rice plant. Pusur irrigation area is one of the irrigation area
often have deficiency of irrigation water in the dry season. The purpose of this
research is to identify the characteristics of the irrigated area, irrigation water

needs, analyzing and compiling a map of irrigation water balance DAS Pusur.
Based on analysis that has been done to the data from 2009-2011, the second
planting season which happen in the dry season is a planting season that has most
small irrigation fulfillment, while the first and the third planting season have a
relatively equal value and higher compared to the second growing season. Based
on analysis using discharge data from the Agency of Public Works Klaten.
Plosowareng have the highest percentage of irrigation needs, that was 92.41%,
while Jetak have the lowest percentage of irrigation needs, that was 57.93%. In
fact, Jetak got irrigation water runoff from higher areas so that the percentage of
fulfillment of irrigation is higher when compared with the results of analysis by
using a discharge data from the Public Works Agency.
Keywords: irrigation area, irrigation water requirements of wetland, Pusur
watershed,

ANALISIS SPASIAL DAN TEMPORAL KEBUTUHAN AIR
IRIGASI DAS PUSUR KABUPATEN KLATEN

EKA FIBRIANTIKA

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Mayor Meteorologi Terapan

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Spasial dan Temporal Kebutuhan Air Irigasi DAS Pusur
Kabupaten Klaten
Nama
: Eka Fibriantika
NIM
: G24090025

Disetujui oleh


Prof Dr Ir Hidayat Pawitan, M.Sc.E
Pembimbing I

Ir Hendri Sosiawan, CESA
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir Rini Hidayati, M. Si
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2013 ini ialah
kekeringan, dengan judul Analisis Spasial dan Temporal Kebutuhan Air Irigasi
DAS Pusur Kabupaten Klaten.
Terima kasih penulis ucapkan kepada:

1. Bapak Prof Dr Ir Hidayat Pawitan, M. Sc. E dan Bapak Ir Hendri
Sosiawan, CESA selaku pembimbing
2. Bapak Dr Ir Budi Kartiwa, CESA dan Bapak Bruno Lidon atas saran dan
masukkannya
3. Bapak Dr Ir Haris Syahbuddin, DEA sebagai Kepala Balitklimat beserta
seluruh staf Balitklimat Cimanggu atas bantuannya
4. Bapak Ir Tadjudin Akbar sebagai Kepala UPTD Pekerjaan Umum
Wilayah II Kabupaten Klaten dan Bapak Harjaka SST. MT sebagai kepala
Bidang SDA beserta staf UPTD Pekerjaan Umum Wilayah II Kabupaten
Klaten, yang telah membantu dalam penyediaan data.
5. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, adik serta
seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya.
6. Rikson, Teh Rini, Risna, Putri, Ka Syela, Ka Nurmi, Ade Seni dan temanteman di Kost Qyu-Qyu yang selalu menemani dalam pembuatan skripsi
ini
7. Teman-teman GFM 46, Bang Nowa, May, Edo, Enda dan semua civitas
GFM atas dukungannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Eka Fibriantika


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

viii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Tujuan Penelitian

1

TINJAUAN PUSTAKA

2

Budidaya Padi

2

Neraca Air

2

Kebutuhan Air Irigasi Lahan Sawah


3

METODE

4

Bahan

4

Alat

4

Prosedur Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN


7

Karakteristik Wilayah Kajian

7

Kebutuhan Air Irigasi Secara Temporal

8

Kebutuhan Air Irigasi Secara Spasial
SIMPULAN DAN SARAN

13
16

Simpulan

16


Saran

17

DAFTAR PUSTAKA

17

LAMPIRAN

19

RIWAYAT HIDUP

44

DAFTAR TABEL
1
2
3
4

Karakteritik daerah irigasi yang dianalisis
Kebutuhan air irigasi masing-masing DI tahun 2009
Kondisi irigasi daerah irigasi Plosowareng tahun 2010
Kondisi irigasi daerah irigasi Jetak tahun 2011

7
10
14
15

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Neraca air lahan sawah
Kebutuhan irigasi padi sawah
Asumsi penggenangan lahan sawah
Kinerja irigasi tahun 2010, persen pemenuhan irigasi (a), surplus/defisit
air (b)
5 Kinerja irigasi tahun 2011, persen pemenuhan irigasi (a), surplus/defisit
air (b)
6 Kinerja kebutuhan air irigasi secara spasial tahun 2009 MT 1 (a), MT 2
(b), MT 3 (c)
7 Persen pemenuhan irigasi daerah irigasi Jetak tahun 2012

2
5
6
11
12
13
16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta DAS Pusur
2 Curah hujan tipe Monsoon pada stasiun hujan Plosowareng (a), Wantil
(b), Juwiring (c)
3 Peta Daerah Irigasi Tahun 2010 MT1 (a), MT2 (b), MT3 (c)
4 Peta Daerah Irigasi Tahun 2011 MT1 (a), MT2 (b), MT3 (c)
5 Kinerja irigasi tahun 2010
6 Kinerja irigasi tahun 2011
7 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Plosowareng tahun 2009
8 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Taman tahun 2009
9 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Wantil tahun 2009
10 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Bagor tahun 2009
11 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Dolikan tahun 2009
12 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Bogem tahun 2009
13 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Jetak tahun 2009
14 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Taman tahun 2010
15 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Wantil tahun 2010
16 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Bagor tahun 2010
17 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Dolikan tahun 2010
18 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Bogem tahun 2010
19 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Jetak tahun 2010
20 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Plosowareng tahun 2011
21 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Taman tahun 2011
22 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Wantil tahun 2011
23 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Bagor tahun 2011
24 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Dolikan tahun 2011
25 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Bogem tahun 2011
26 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Jetak tahun 2012 data AWLR
27 Neraca air lahan sawah daerah irigasi Jetak tahun 2012 data PU

19
19
20
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan utama sumberdaya air di Indonesia adalah adanya
ketimpangan antara kebutuhan dan ketersediaan air, baik dalam perspektif ruang
(secara spasial) maupun waktu. Secara spasial hal ini ditunjukkan dengan apa
yang yang terjadi di Pulau Jawa dimana ketersediaan airnya hanya 4.5% dari total
nasional, namun menggunakan sumber daya air 65% dari total penduduk
Indonesia (Kartiwa dan Sosiawan 2012). Di lain pihak kompetisi penggunaan air
antar sektor semakin komplek dan meningkat sehingga seringkali menimbulkan
konflik antara petani pengguna air dengan sektor lainya.
Air mempunyai konstribusi sangat penting dalam bidang pertanian untuk
menjamin keberlanjutan produksi dan produktivitas tanaman. Klaten merupakan
salah satu sentra produksi padi di Jawa Tengah dengan luas sawah 33374 ha.
Berdasarkan data BPS tahun 2011, produksi padi Kabupaten Klaten sebesar
206815 ton dengan produktivitasnya sebesar 43.19 kw/ha (Kiswanto 2013) dan
sebagian besar produksi padi tersebut dihasilkan dari daerah irigasi Pusur.
Kawasan ini memanfaatkan potensi sumber daya air permukaan dari Daerah
Aliran Sungai (DAS) Pusur. Sepanjang Sungai Pusur, terdapat 22 daerah irigasi
berukuran antara 21 ha hingga 1100 ha dengan total luas daerah irigasi seluas
3613 ha (Balitklimat 2009). Sebanyak 7 dari daerah irigasi tersebut merupakan
objek kajian dalam penelitian ini.
Masalah kelangkaan air pada DAS Pusur sering terjadi selama satu kali
musim tanam yaitu pada bulan-bulan kemarau (Juli - Oktober). Hal ini
berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Balitklimat 2009).
Dengan berkurangnya luas lahan yang ditanami padi pada musim kemarau, maka
akan berpengaruh terhadap jumlah produksi padi pada musim tanam tersebut.
Keterbatasan air untuk sektor pertanian di Klaten semakin terasa oleh para petani
terutama pada wilayah pertanian yang berada di bagian hilir DAS Pusur yang
terdiri atas beberapa daerah irigasi (DI), diantaranya DI Bagor, DI Dolikan, DI
Bogem, dan DI Jetak.
Keterbatasan air pada daerah irigasi bagian hilir DAS Pusur diduga terjadi
karena distribusi air irigasi pada masing-masing daerah irigasi masih belum sesuai
dengan luas daerah oncoran. Debit yang dialirkan untuk masing-masing DI harus
disesuaikan dengan luas daerah oncoran DI tersebut. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk mengatasi masalah ini adalah dengan cara menganalisis jumlah
debit yang masuk tiap-tiap DI. Dengan memperhatikan luas lahan yang harus
dialiri maka akan dapat diketahui daerah-daerah irigasi yang mengalami surplus
atau defisit air. Dengan diketahuinya hal tersebut maka diharapkan pembagian
debit untuk masing-masing DI akan lebih sesuai sehingga diharapkan tidak terjadi
lagi kekurangan air termasuk pada bagian hilir DAS Pusur.
Tujuan Penelitian
1

Tujuan penelitian ini yaitu:
Mengidentifikasi karakteristik DI pada DAS Pusur

2
2 Menganalisis kebutuhan air irigasi masing-masing DI pada DAS Pusur
menurut skenario awal tanam dan pola tanam
3 Menyusun peta neraca air DI pada DAS Pusur.

TINJAUAN PUSTAKA
Budidaya Padi
Padi merupakan tanaman yang dapat tumbuh di daerah tropis dan
subtropik dengan curah hujan rata-rata bulanan 200 mm atau 1500-2000
mm/tahun (Dinas Pertanian Tanaman Pangan Bandung 2011). Tanaman padi
umumnya dibudidayakan pada lahan sawah, baik sawah irigasi, tadah hujan
maupun rawa. Lahan pertanian di Indonesia dapat digolongkan menjadi dua
kelompok yaitu lahan pertanian basah dan lahan kering. Luas lahan pertanian
basah di Indonesia sebesar 7.8 juta ha sedangkan luas pertanian lahan kering
sebesar 6.43 juta ha (Kalsim 2010).
Menurut Grist (1960), tanaman padi termasuk ke dalam family Gramineae
dan genus Oryza. Berikut ini taksonomi tanaman padi:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Sub Divisi
: Angiospermae
Kelas
: Monocotyledoneae
Ordo
: Poales
Famili
: Gramineae
Genus
: Oryza
Spesies
: Oryza sativa L.
Neraca Air
Neraca air adalah prosedur untuk mempelajari kesetimbangan antara air
yang masuk dan air yang keluar dari suatu sistem. Konsep neraca air sangat
penting dalam upaya memperkirakan jumlah air yang dibutuhkan suatu sistem
budidaya pertanian pada lahan tertentu. Pada neraca air lahan sawah terdapat
istilah faktor input dan faktor output. Faktor input adalah air yang masuk ke dalam
lahan sawah yaitu presipitasi (CH), air irigasi (I), dan air rembesan (seepage, S).
Sedangkan faktor output adalah air yang hilang dari suatu lahan sawah yang
terdiri dari evapotranspirasi (ET), infiltrasi atau perkolasi (deep percolation, Pd)
dan drainase (D).

Gambar 1 Neraca air lahan sawah

3
Penampang vertikal dari suatu lahan padi dapat dibagi menjadi beberapa
bagian. Pada ketinggian 0-10 cm di atas permukaan tanah terdiri atas genangan air.
Di bawah permukaan tanah setebal 10-20 cm merupakan lapisan tanah atas yang
berlumpur. Di bawah lapisan tanah yang berlumpur terdapat lapisan bajak yang
terbentuk beberapa dekade atau abad yang lalu yang merupakan hasil dari proses
pelumpuran. Setelah lapisan bajak maka terdapat lapisan tanah yang tidak
terganggu (undisturbed subsoil). Karena tergenang secara alami, lahan padi
memiliki neraca air yang berbeda dengan tanaman lahan kering seperti gandum
atau jagung.
Kebutuhan Air Irigasi Lahan Sawah
Irigasi tanaman padi sawah adalah suatu proses penambahan air hujan
untuk memenuhi keperluan air tanaman. Tanaman padi sawah memerlukan air
cukup banyak, selain untuk memenuhi kebutuhan air tanaman, genangan air dapat
dimanfaatkan untuk menekan pertumbuhan gulma. Tinggi genangan air untuk
padi varietas unggul sekitar 50-75 mm sedangkan untuk varietas local antara 100120 mm. Sedangkan genangan air maksimum untuk padi varietas unggul sekitar
150 mm.
Kebutuhan air tanaman padi di sawah dipengaruhi oleh beberapa faktor
yaitu pengelolaan lahan, penggunaan konsumtif, perlokasi, penggantian lapisan air,
dan sumbangan hujan efektif. Periode pengolahan lahan membutuhkan air paling
besar dibandingkan dengan tahap pertumbuhan. Sawah irigasi dunia seluas 79 juta
ha menyediakan 75% dari total produksi padi dunia. Pada sawah irigasi,
ketersediaan irigasi harus mempertahankan genangan air setidaknya 80% dari
durasi tanaman (Bouman et al. 2007).
Proses penanaman padi dapat dilakukan melalui dua tahap yaitu
persemaian dan penanaman bibit pada lahan persawahan. Sebelum tanaman padi
benar-benar tumbuh, masukan air sudah diperlukan untuk persiapan lahan basah.
Setelah proses pelumpuran, sawah biasanya dibiarkan bera dan tergenang dalam
beberapa hari (atau 1 sampai 4 minggu) sebelum bibit ditransplantasikan. Jumlah
air yang digunakan untuk persiapan lahan basah berkisar antara 100-150 mm
ketika jarak antara penggenangan dan penanaman berselang beberapa hari saja.
Namun dalam skala besar sistem irigasi yang memiliki kontrol air yang buruk dan
jarak antara penggenangan dan penanaman berselang sampai 2 bulan maka
masukan air untuk tahap ini bisa mencapai 940 mm (Tabbal et al. 2002). Setelah
tanaman tumbuh dengan baik di lahan, tanah umumnya tetap tergenang dengan
lapisan air mencapai 5-10 cm hingga 1-2 minggu sebelum panen.
Kondisi budidaya padi lahan sawah irigasi di Indonesia dikenal
mengkonsumsi air yang sangat banyak bahkan berlebih. Para petani umumnya
merasa tidak puas jika lahan sawah tidak tergenangi air secara terus menerus.
Banyak penelitian membuktikan bahwa pemberian air irigasi macak-macak dan
sistem irigasi bergilir tidak berbeda nyata dengan sistem irigasi dengan
penggenangan tinggi secara terus menerus (Subagyono et al. 2004). Beberapa
keuntungan melakukan pengggenangan air secara terus menerus diataranya cara
pemberian irigasi praktis, menekan pertumbuhan populasi spesies gulma,
memberikan hasil gabah yang lebih tinggi, dan meningkatkan ketersediaan hara.
Namun terdapat juga dampak negatif dari penggenangan air secara terus menerus
yaitu tingkat konsumsi air relatif banyak, memicu perkembangan hama dan

4
penyakit, memicu emisi gas metan, menyebabkan kerebahan akibat lemahnya
batang padi, dan menekan ketersediaan hara mikro seperti seng (Zn) (Setiobudi
2008).

METODE
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah data curah hujan harian
pada stasiun hujan Juwiring, Wantil dan Cokrotulung tahun 2009-2011, data debit
15-harian masing-masing DI dari tahun 2009-2011, data iklim Sleman tahun
2009-2011 untuk menduga nilai Evapotranspirasi dengan metode PenmanMonteith, peta dan luas Daerah Irigasi (DI), pola tanam tahunan masing-masing
DI tahun 2009-2011, data debit AWLR daerah irigasi Jetak tahun 2012, data
tinggi genangan air lahan sawah hasil pengukuran dan wawancara.

Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya model neraca air
lahan sawah SIMPADI rancangan tim Balitklimat, Software ArcMAP 9.3, GPS.
Prosedur Analisis Data
Identifikasi karakteristik daerah irigasi pada DAS Pusur
Parameter yang diamati adalah:
a. Awal tanam berdasarkan data realisasi tanam tahun 2009-2011 dari UPTD
PU Wilayah II Kabupaten Klaten.
b. Pola tanam berdasarkan data pola tanam tahun 2009-2011 dari UPTD PU
Wilayah II Kabupaten Klaten.
c. Luas daerah oncoran berdasarkan data luas tanam tahun 2009-2011 dari
UPTD PU Wilayah II Kabupaten Klaten dengan data luas daerah oncoran
hasil survei tim GIS Balitklimat tahun 2010.
Tinggi genangan air lahan sawah
Identifikasi karakteristik tinggi genangan air lahan sawah ini dilakukan
dengan cara mengukur ketinggian genangan pada suatu petak sawah. Berdasarkan
hasil pengukuran dan wawancara di lapangan, tinggi genangan minimum yang
diaplikasikan pada daerah kajian sebesar 0 mm pada irigasi macak-macak dan
tinggi genangan maksimum sebesar 70 mm.

5
Analisis kebutuhan air irigasi lahan sawah
Irigasi akan diberikan jika tinggi genangan pada lahan sawah lebih rendah
dari batas ketinggian genangan terendah yang diharapkan.
Metode keseimbangan air (inflow-outflow) dari petakan lahan sawah:
dengan RN: hujan, IR:inflow air permukaan (irigasi), DR: outflow air pemukaan
(drainase), GI: lateral inflow air tanah dangkal, GO: lateral outflow air tanah
dangkal, ET:evapotranspirasi, WD: perubahan simpanan (storage), P:perkolasi.

Gambar 2 Kebutuhan irigasi padi sawah
Sumber : Balitklimat (2013)

Gi
Gmin

Iri
Gmax
Gi-1
Infli
ETci
CHi

: tinggi genangan air lahan sawah pada hari ke-i (mm)
: tinggi genangan air lahan sawah minimum (mm)

dengan :
: Kebutuhan air irigasi pada hari ke-I (mm)
: Tinggi genangan air lahan sawah maksimum (mm)
: Tinggi genangan air lahan pada hari ke-(i-1) (mm)
: Infiltrasi (mm/hari)
: Evapotranspirasi tanaman pada hari ke-I (mm)
: Curah hujan pada hari ke-I (mm).


6

Dengan:
Keb iri net
: kebutuhan irigasi netto (mm)
Keb iri
: kebutuhan irigasi (lt/s/ha)
Keb iri tot
: kebutuhan irigasi total (lt/s)
Luas DI
: luas daerah irigasi (ha)
Ket iri
: ketersediaan irigasi (lt/s)
% pem iri
: persentase pemenuhan irigasi (%)
Surplus defisit
: surplus defisit air irigasi (lt/s)
Rata-rata debit irigasi 15 –harian (lt/s)
Efisiensi saluran irigasi 70%
Kebutuhan irigasi 15-harian (mm).
Asumsi- asumsi yang digunakan pada model ini yaitu:
 Kondisi irigasi macak-macak
 Efisiensi saluran irigasi 70%
 Pemberian air setelah penanaman = 50 mm
 Tinggi genangan minimum = 0 mm
 Tinggi genangan maksimum = 70 mm
 Infiltrasi = 0.5 mm/hari
 Koefisien tinggi genangan = 1
 Umur tanaman padi 115 hari
 Kondisi keragaan daerah irigasi diasumsikan seragam (homogen).
 Penggenangan lahan sawah umumnya dilakukan seperti gambar berikut
8

Aplikasi Pemupukan dan Insektisida

7

Tinggi Genangan (cm)

6

5

1

4

3

2

1

0
1

5

9

13

17

21

25

29

33

37

41

45

49

53

57

61

65

69

73

77

81

85

89

93

97

101 105

Hari Setelah Tanam (HST )

Gambar 3 Asumsi penggenangan lahan sawah
Sumber : Balitklimat (2013)
Peta neraca air irigasi DAS Pusur
Luaran informasi kebutuhan air irigasi dari model neraca air lahan sawah
kemudian dibuat dalam bentuk peta neraca air daerah irigasi pada DAS Pusur
dengan menggunakan program ArcMAP 9.3.

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Daerah Kajian
DAS Pusur (Lampiran 1) memiliki luas sebesar 66.24 km2 atau 6624 ha
terletak membentang dari Kecamatan Musuk, Kabupaten Boyolali hingga
Kecamatan Wonosari, Kabupaten Klaten. Letak geografis DAS Pusur terletak
pada 110032’0”-110046’0” Bujur Timur dan 7034’0”-7040’0” Lintang Selatan
(Purnamadani 2013). Pola curah hujan pada ketiga stasiun hujan yaitu
Plosowareng, Wantil dan Juwiring berdasarkan data curah hujan harian dari tahun
2009-2011 menunjukkan bahwa pada wilayah tersebut memiliki pola curah hujan
tipe monsoon (Lampiran 2) atau curah hujan dengan grafik tahunan berbentuk
seperti huruf V. Pada umumnya pola hujan monsoon akan mengalami presipitasi
dalam jumlah banyak pada bulan Desember - Februari dan akan mengalami
sedikit presipitasi pada bulan Juni – Agustus (WWF 2007). Berdasarkan hasil
analisis hujan bulanan menunjukkan bahwa periode bulan kering (CH < 100 mm)
umumnya terjadi pada bulan Juni-September dimana pada periode tersebut
merupakan musim tanam kedua (MT 2) sehingga memerlukan air irigasi yang
cukup banyak. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan dengan
menggunakan data untuk tahun 2009-2011 dari UPTD PU Wilayah II Kabupaten
Klaten, data luas daerah oncoran dari UPTD PU jika dibandingkan dengan data
luas daerah oncoran hasil survei Tim GIS Balitklimat tahun 2010, didapatkan
bahwa luas sebagian besar daerah oncoran (DO) irigasi mengalami peningkatan
dibandingkan dengan luas awal, seperti ditunjukkan pada Tabel 1. Pemberian
debit irigasi yang tetap tiap tahunnya dan terjadinya perluasan daerah oncoran,
mengakibatkan peluang terjadinya kekurangan air semakin besar. Pola tanam pada
tujuh daerah irigasi tersebut untuk tiga kali musim tanam berturut-turut menanam
padi. Pada musim tanam kedua atau musim tanam pada musim kemarau, sebagian
kecil petani menanam palawija, namun sebagian besar memilih untuk menanam
padi dengan kondisi air yang sangat terbatas. Awal tanam untuk masing-masing
daerah irigasi tidak dilakukan secara serempak. Penentuan awal tanam memiliki
fluktuasi yang sangat tinggi yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, terutama
faktor ketersediaan air. Kondisi awal tanam yang tidak serempak ini dapat
memicu serangan hama yang berkelanjutan. Pada tahun 2010 wilayah ini
mengalami serangan hama wereng yang cukup parah dan pada tahun 2013 terjadi
serangan hama tikus yang mengakibatkan mundurnya awal tanam pada MT 2.
Karakteristik daerah irigasi tersebut disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Karakteristik daerah irigasi yang dianalisis
No

Daerah Irigasi

Luas Awal Luas GIS (ha) Debit Rata-rata
(ha) (1)
(2)
harian (l/s) (3)

Pola Tanam
MT 1

MT 2

Posisi Bendung
MT 3

Desa (4)

Bujur (5)

Lintang (5)

1

Plosowareng

1100

1598.19

1185.76

Padi

Padi

Padi

Polan

110. 6563

07. 60759

2

Taman

211

250.38

128.63

Padi

Padi

Padi

Krecek

110. 68945

07. 61618

3

Wantil

500

573.09

210.21

Padi

Padi

Padi

Tlobong

110. 70448

07. 62534

4

Bagor

451

521.48

200.76

Padi

Padi

Padi

Juwiring

110.72384

07.64794

5

Dolikan

323

388.49

145.93

Padi

Padi

Padi

Bulurejo

110. 72446

07. 65846

6

Bogem

290

221.79

111.92

Padi

Padi

Padi

Kenaiban

110. 74343

07. 66351

7

Jetak

44

164.27

25.09

Padi

Padi

Padi

Boloplered

110. 75307

07. 66368

8
(1) Data pola tanam DAS Pusur Tahun 2009-2011, sumber : UPTD PU
Wilayah II Kabupaten Klaten
(2) Data luas daerah oncoran hasil survei tim GIS Balitklimat Tahun 2010
(3) Data Debit 15-harian pada tujuh daerah irigasi Tahun 2009-2011, sumber :
UPTD PU Wilayah II Kabupatem Klaten
(4) Basis Data Daerah Irigasi Kabupaten Klaten
(5) Hasil pengukuran di lapangan menggunakan GPS.
Sistem pembagian irigasi untuk daerah Plosowareng, Taman, dan Wantil
tidak terdapat sistem khusus. Petani di daerah ini dapat mengakses air irigasi
secara langsung dari saluran-saluran irigasi. Sedangkan sistem pemberian irigasi
untuk daerah irigasi Bagor, Dolikan, Bogem dan Jetak pada musim kemarau
dengan cara digilir, yaitu jika kondisi air tidak dapat mencukupi untuk seluruh
luas daerah oncoran maka tiap-tiap petak sawah hanya mendapatkan air irigasi
satu kali dalam seminggu. Dengan demikian untuk memenuhi kebutuhan air
tanaman, maka petani di daerah irigasi Bagor, Dolikan, Bogem, dan Jetak harus
menggunakan pompa untuk mengairi sawahnya. Penyewaan pompa dilakukan
antar petani dengan biaya sewa sebesar Rp10 000 per jam. Pompanisasi dilakukan
setiap seminggu sekali dengan waktu pemompaan kurang lebih 8 jam.
Kebutuhan Air Irigasi Secara Temporal
Kebutuhan air irigasi ditentukan dengan menggunakan model neraca air
lahan sawah yang disusun oleh Balitklimat. Penentuan kebutuhan air irigasi
dilakukan untuk tahun 2009 hingga 2011 dengan luas daerah oncoran yang
digunakan adalah data hasil survei tim GIS Balitklimat pada tahun 2010. Data
curah hujan stasiun Plosowareng digunakan untuk daerah irigasi Plosowareng,
stasiun hujan Wantil digunakan untuk daerah irigasi Taman dan Wantil,
sedangkan data stasiun hujan Juwiring digunakan untuk daerah irigasi Bagor,
Dolikan, Bogem, dan Jetak. Data evapotranspirasi didapatkan dari hasil
pendugaan menggunakan data iklim daerah Sleman. Penggunaan data iklim
Sleman disebabkan karena keterbatasan data iklim pada Kabupaten Klaten.
Model neraca air lahan sawah ini merupakan model yang menggunakan data
harian sebagai masukan, sedangkan luaran model ini berupa nilai kebutuhan air
tanaman tiap 15-harian atau kebutuhan air tanaman per fase perkembangan
tanaman. Fase perkembangan tanaman dalam model ini terbagi menjadi tiga fase
yaitu fase penanaman dan perkembangan vegetatif selama 75 hari, fase
pembungaan selama 30 hari, dan fase pembentukan biji selama 15 hari. Model ini
juga menghasilkan nilai persentase pemenuhan irigasi dan surplus atau defisit air
irigasi per 15-harian (Lampiran 7). Dengan menjumlahkan nilai surplus atau
defisit air irigasi per 15-harian selama satu kali musim tanam maka akan
didapatkan kondisi surplus atau defisit air untuk musim tanam tersebut, sedangkan
untuk nilai persentase pemenuhan irigasi dalam satu musim tanam merupakan
hasil rata-rata dari persentase pemenuhan irigasi per 15-harian dari satu musim
tanam. Berdasarkan hasil analisis yang telah dilakukan, kinerja irigasi secara
umum yaitu pada musim tanam kedua atau yang jatuh pada musim kemarau,
persentase pemenuhan air irigasi cukup kecil yaitu 65.71%, sedangkan musim
tanam pertama dan ketiga nilai persentase pemenuhan irigasi cukup besar

9
mencapai 84.13%. Kondisi ini dipengaruhi oleh jumlah curah hujan yang terjadi
pada musim tanam tersebut.
Ringkasan kondisi daerah irigasi pada tahun 2009 disajikan dalam Tabel 2.
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, nilai defisit atau surplus air irigasi
diperoleh dari jumlah nilai surplus atau defisit air irigasi tiap 15-harian selama
satu kali musim tanam, sedangkan nilai persentase pemenuhan irigasi diperoleh
dari rata-rata persentase pemenuhan irigasi tiap 15-harian. Kinerja irigasi tahun
2009 (Tabel 2) secara umum mengalami surplus air irigasi pada musim tanam
pertama, namun terjadi defisit air pada musim tanam kedua dan musim tanam
ketiga kecuali daerah irigasi Plosowareng dan daerah irigasi Taman yang hanya
mengalami defisit air pada musim tanam kedua saja. Awal tanam pada musim
tanam 1 dilakukan pada bulan januari rewasa 1 dan rewasa 2, dengan persentase
pemenuhan air irigasi rata-rata tiap daerah irigasi lebih dari 80%. Rewasa 1
merupakan 15 hari pertama dalam setiap bulan, sedangkan rewasa 2 merupakan
15 hari kedua setelah rewasa 1 pada setiap bulan. Persentase yang tinggi ini
disebabkan karena adanya curah hujan yang cukup tinggi dengan selang antara 18
mm (Lampiran 7) hingga 299 mm (Lampiran 9) per 15 hari. Jika musim tanam
dilakukan dengan skenario tersebut, maka akan terjadi cekaman kekurangan air
pada fase penanaman dan perkembangan vegetatif dengan tingkat pemenuhan
irigasi kurang dari 75%. Untuk daerah irigasi Plosowareng cekaman terjadi pada
fase pembentukan biji dengan persentase pemenuhan irigasi sebesar 67.49%
(Lampiran 7). Cekaman kekeringan pada tiap tahap pertumbuhan padi dapat
menurunkan hasil (Eko et al. 2012). Tanaman padi sensitif terhadap cekaman
kekeringan terutama pada masa pembungaan, Cekaman kekeringan dapat
mengakibatkan tertundanya fase pembungaan selama 2-3 minggu (Fischer et al.
2003). Frekuensi pemberian irigasi mempengaruhi terhadap produksi padi yang
dihasilkan. Pemberian irigasi 16 hari sekali akan menghasilkan produksi yang
lebih rendah dibandingkan dengan pemberian irigasi 4 hari sekali (Eko et al.
2012). Hal ini terjadi karena pemberian irigasi 16-harian menyebabkan
kekeringan, sehingga produksi menurun.
Musim tanam kedua (MT 2) tahun 2009 dimulai pada bulan Mei rewasa 2
dan Juni rewasa 1. Pada musim tanam kedua nilai persentase pemenuhan irigasi
lebih kecil jika dibandingkan dengan musim tanam pertama dan ketiga. Hal ini
disebabkan karena curah hujan pada musim tanam kedua sangat rendah berkisar
antara 0 mm hingga 107 mm. Persentase pemenuhan irigasi pada musim tanam
kedua rata-rata kurang dari 75% kecuali daerah irigasi Plosowareng yang
mencapai 86.10%. Dengan kondisi tersebut maka hampir setiap fase petumbuhan
tanaman mengalami kekurangan air irigasi. Untuk daerah irigasi Bagor, Dolikan,
Bogem dan Jetak, fase yang persentase pemenuhan irigasinya mencapai 100%
hanya pada fase pembungaan pada rewasa kedua sedangkan untuk fase yang lain
persentase pemenuhan irigasi kurang dari 75%. Daerah irigasi Plosowareng
(Lampiran 7) memiliki persentase pemenuhan irigasi yang cukup tinggi yaitu ratarata diatas 75%, sedangkan fase yang mengalami persentase pemenuhan irigasi
kurang dari 75% hanya terdapat pada fase penanaman dan perkembangan
vegetatif rewasa kedua dan ketiga dan fase pembentukan biji. Untuk daerah irigasi
Taman (Lampiran 8), fase yang memiliki nilai persentase pemenuhan irigasi
kurang dari 75% adalah fase penanaman dan perkembangan vegetatif dan fase
pembentukan biji. Sedangkan untuk daerah irigasi Wantil (Lampiran 9) seluruh

10
fase perkembangannya memiliki nilai persentase pemenuhan irigasi kurang dari
75%. Hal ini menunjukkan besarnya peluang terjadinya kekurangan air jika
musim tanam kedua dimulai sekitar bulan Mei hingga Juni. Defisit air yang terjadi
pada musim tanam kedua ini berkisar antara 304.78 l/s (Lampiran 8) hingga
2127.96 l/s (Lampiran 9) dari 3758.08 l/s yang dibutuhkan. Untuk mencegah
penurunan produksi akibat kondisi air yang terbatas maka para petani di wilayah
ini menggunakan pompa air untuk memenuhi kebutuhan air tanaman padi mereka.
Tabel 2 Kebutuhan air irigasi masing-masing DI tahun 2009
Tahun 2009
No

DI

1

Plosowareng

2

Taman

3

Wantil

4

Bagor

5

Dolikan

6

Bogem

7

Jetak

Musim
Tanam

Awal tanam

MT 1
MT 2
MT 3
MT 1
MT 2
MT 3
MT 1
MT 2
MT 3
MT 1
MT 2
MT 3
MT 1
MT 2
MT 3
MT 1
MT 2
MT 3
MT 1
MT 2
MT 3

Jan Rew 2
Juni rew 1
Nov rew 2
Jan Rew 1
Mei Rew 2
Nov rew 2
Jan Rew 1
Mei Rew 2
Okt rew 2
Jan Rew 1
Mei Rew 2
Okt rew 1
Jan Rew 1
Mei Rew 2
Okt rew 1
Jan Rew 1
Mei Rew 2
Okt rew 1
Jan Rew 1
Mei Rew 2
Okt rew 1

Pemenuhan
irigasi (%)
92.25
86.10
99.62
94.55
73.13
90.07
93.19
44.42
75.01
87.56
52.03
62.84
87.70
51.26
60.76
91.15
62.09
73.79
80.53
27.00
47.73

Surplus /
Defisit air
(l/s)
2,677.06
-1,591.87
6,875.97
659.92
-304.78
411.26
1,039.40
-2,127.96
-25.41
775.04
-1,585.21
-965.60
624.29
-1,215.78
-815.14
542.01
-515.15
-143.54
-58.06
-815.26
-604.24

Musim tanam ketiga (MT 3) pada tahun 2009 dimulai sekitar bulan Oktober
dan November. Pada musim tanam ketiga ini persentase pemenuhan irigasi ratarata tiap daerah irigasi sangat berfluktuasi. Daerah irigasi Plosowareng yang
terletak pada bagian tengah DAS Pusur memiliki nilai persentase pemenuhan
irigasi tinggi yaitu sebesar 99.62%, sedangkan daerah irigasi Jetak yang terletak
paling hilir dari DAS Pusur memiliki persentase pemenuhan irigasi hanya sebesar
47.73%. Daerah irigasi lainnya memiliki persentase pemenuhan irigasi lebih dari
60%. Pada musim tanam ketiga ini, sebagian besar daerah irigasi yang berada
pada hilir DAS Pusur juga mengalami defisit air irigasi. Defisit air terbesar terjadi
pada daerah irigasi Bagor yaitu sebesar 965.60 l/s dari 2565.16 l/s yang

11
dibutuhkan. Sedangkan defisit terkecil terjadi pada daerah irigasi Wantil yaitu
25.41 l/s dari 1758.7 l/s yang dibutuhkan.
Kebutuhan air irigasi tahun 2010 (Lampiran 5) jika dibandingkan dengan
tahun 2009 memiliki pola yang berbeda. Musim tanam pertama pada tahun 2010
cenderung memiliki nilai persentase pemenuhan irigasi yang lebih kecil
dibandingkan dengan musim tanam pertama pada tahun 2009, sedangkan nilai
persentase pemenuhan irigasi pada musim tanam kedua dan ketiga pada tahun
2010 lebih besar jika dibandingkan dengan musim tanam kedua dan ketiga pada
tahun 2009. Hal ini disebabkan karena jumlah curah hujan yang terjadi pada
musim tanam kedua dan ketiga pada tahun 2010 lebih tinggi dibandingkan dengan
tahun 2009. Curah hujan 15-harian pada musim tanam kedua dan ketiga tahun
2010 masing-masing berkisar antara 0 mm hingga 170 mm dan 0 mm hingga 379
mm (Lampiran 15), sedangkan pada tahun 2009, curah hujan 15-harian untuk
musim tanam kedua dan ketiga masing-masing hanya mencapai 0 mm hingga 107
mm (Lampiran 10) dan 0 mm hingga 302 mm (Lampiran 10). Selain itu awal
tanam pada musim tanam kedua dan ketiga pada tahun 2010 mundur
dibandingkan awal tanam pada tahun 2009. Persentase rata-rata pemenuhan
kebutuhan irigasi untuk 7 daerah irigasi pada tahun 2010 pada musim tanam
pertama, kedua dan ketiga masing-masing 77.01% , 80.69% , 79.09%. Pada tahun
2010 cekaman kekurangan air rata-rata untuk ketiga musim tanam tersebut terjadi
pada fase penanaman dan perkembangan vegetatif dan fase pembentukan biji
dengan persentase pemenuhan irigasi kurang dari 75%. Pada tahun 2010, hanya
daerah irigasi Plosowareng dan Taman saja yang tidak mengalami defisit air pada
ketiga musim tanam, daerah irigasi lainnya minimal mengalami defisit pada salah
satu musim tanam. Kondisi kinerjaTahun
irigasi tahun
20102010 disajikan pada Gambar 4.
100

Persen Pemenuhan irigasi

90
80

plosowareng

70

taman

60
Wantil

50

Bagor

40
30

Dolikan

20

Bogem

10

Jetak

0
MT 1

MT 2

MT 3

(a)
6000.00

Surplus/Defisit Air (l/s)

5000.00
plosowareng
4000.00

taman

3000.00

Wantil

2000.00

Bagor
Dolikan

1000.00

Bogem

0.00
-1000.00

Jetak
MT 1

MT 2
Musim Tanam

Gambar 4

MT 3

(b)
Kinerja irigasi tahun 2010, persen pemenuhan irigasi (a),
surplus/defisit air (b)

12
Tahun 2011 merupakan tahun yang memiliki variasi awal tanam tertinggi
jika dibandingkan dengan tahun 2009 dan tahun 2010. Namun pola pemenuhan
kebutuhan irigasinya memiliki pola yang hampir sama dengan tahun 2009 yaitu
musim tanam kedua persentase pemenuhan irigasinya lebih rendah jika
dibandingkan dengan musim tanam pertama dan ketiga. Kondisi ini disebabkan
karena jumlah curah hujan yang terjadi pada musim tanam kedua pada tahun 2011
lebih kecil jika dibandingkan dengan musim tanam pertama dan ketiga pada tahun
tersebut. Curah hujan 15-harian pada musim tanam kedua maksimum sebesar 179
mm (Lampiran 21) sedangkan pada musim tanam pertama dan ketiga masing
masing dapat mencapai 352 mm (Lampiran 23) dan 327 mm (Lampiran 20). Fase
perkembangan tanaman yang mengalami cekaman kekurangan air pada musim
tanam pertama dan ketiga rata-rata terjadi pada fase penanaman dan
perkembangan vegetatif dan fase pembentukan biji. Sedangkan untuk musim
tanam kedua seluruh fase perkembangan tanaman mengalami kekurangan air.
Persentase rata-rata pemenuhan kebutuhan irigasi untuk 7 daerah irigasi pada
tahun 2011 pada musim tanam pertama, kedua dan ketiga masing-masing 85.81% ,
59.88% , 81.28%. Daerah irigasi Plosowareng merupakan satu-satunya daerah
irigasi yang mengalami surplus air selama 3 musim tanam. Kondisi daerah irigasi
Jetak sangat berbeda dengan daerah irigasi Plosowareng, daearah irigasi Jetak
mengalami defisit selama 3 musim tanam. Daerah irigasi lainnya mengalami
defisit air irigasi hanya pada musim tanam kedua. Rekapitulasi kinerja temporal
kebutuhan air irigasi pada tahun 2011 disajikan pada Gambar 5.
100

Persen Pemenuhan Irigasi

90
80

plosowareng

70

taman

60

Wantil

50
40

Bagor

30

Dolikan

20

Bogem

10

Jetak

0
MT 1

MT 2

MT 3

(a)
6000.00

Surplus/Defisit Air (l/s)

5000.00
4000.00

plosowareng

3000.00

taman

2000.00

Wantil

1000.00

Bagor

Dolikan

0.00

-1000.00

MT 1

MT 2

Gambar 5

Bogem
Jetak

-2000.00
-3000.00

MT 3

Musim Tanam

(b)
Kinerja irigasi tahun 2011, persen pemenuhan irigasi (a),
surplus/defisit air (b)

13
Kebutuhan Air Irigasi Secara Spasial
Kebutuhan air irigasi tujuh daerah irigasi pada tahun 2009 dapat dilihat pada
Gambar 6. Persentase pemenuhan irigasi kurang dari 50% ditunjukkan oleh warna
merah, 50% hingga 75% ditunjukkan oleh warna kuning, dan 75% hingga 100 %
ditunjukkan oleh warna hijau. Daerah irigasi Plosowareng yang terletak paling
tinggi dibandingkan daerah irigasi lainnya selalu memiliki nilai persentase
pemenuhan irigasi lebih dari 75%, sedangkan daerah irigasi yang lainnya
persentase pemenuhan irigasi sangat dipengaruhi oleh jumlah curah hujan yang
terjadi pada suatu musim tanam. Seperti daerah irigasi Wantil, meskipun letaknya
tidak jauh dengan daerah irigasi Plosowareng, namun pada musim tanam kedua
tahun 2009 pemenuhan irigasinya kurang dari 50%, hal ini disebabkan oleh
jumlah curah hujan yang hanya mencapai 163 mm pada musim tanam tersebut
dan nilai kebutuhan irigasi total yang tinggi mencapai 3758.08 l/s.

(a)
(b)
(c)
Gambar 6 Kinerja kebutuhan air irigasi secara spasial tahun 2009 MT 1 (a), MT
2 (b), MT 3 (c)
Pada tahun 2010 (Lampiran 3), musim tanam pertama terjadi kekurangan air
di beberapa daerah irigasi dengan tingkat pemenuhan irigasi rata-rata kurang dari
75%. Untuk musim tanam kedua, daerah irigasi yang memiliki persentase
pemenuhan irigasi kurang dari 75% hanya daerah irigasi Wantil dan Jetak.
Sedangkan pada musim tanam ketiga daerah irigasi yang memiliki tingkat
persentase pemenuhan irigasi kurang dari 75% adalah daerah irigasi Dolikan dan
Jetak. Kondisi tersebut diakibatkan karena jumlah kebutuhan irigasi total yang
dibutuhkan dalam satu kali musim tanam lebih besar jika dibandingkan dengan
total curah hujan dan debit irigasi yang tersedia dalam waktu tersebut.
Daerah irigasi Plosowareng yang terletak pada bagian tengah DAS Pusur
pada musim tanam ketiga tahun 2010 (Tabel 3) memiliki persentase pemenuhan
irigasi sebesar 93.81%. Fase penanaman dan perkembangan vegetatif sebagian
besar memiliki nilai persentase pemenuhan irigasi 100%, hanya pada Desember
Rewasa 1 persentase pemenuhannya hanya 85.28%. Fase pembungaan memiliki
persentase pemenuhan irigasi 100%, sedangkan fase pembentukan biji hanya
memiliki persentase pemenuhan irigasi 65.17%. Defisit air irigasi pada musim
tanam ini terjadi pada saat fase penanaman dan perkembangan vegetatif Desember
Rewasa 1 sebesar 198.21 l/s dan fase pembentukan biji sebesar 613.68 l/s.

14
Tabel 3 Kondisi irigasi daerah irigasi Plosowareng tahun 2010
NERACA KEBUTUHAN - KETERSEDIAAN AIR LAHAN SAWAH
Nama Daerah Irigasi

: Plosowareng

Luas Layanan Irigasi (ha)

: 1598.19306

Efisiensi Saluran Irigasi (%)

:

Tanggal Tanam

70.0%

Bulan

:

Pola
Tanam

Fase

Bulan

MT 1 - PADI

Jan Rew 1
Penanaman dan
Perkembangan
Vegetatif

Tanggal

Kebutuhan
Tanaman (mm)

Curah
Hujan
(mm)

52.2

265.0

MT 1

MT 2

Januari

Juni

Nov

1

16-Jun

16-Nov

Kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan
Irigasi
Irigasi
Irigasi Total
Neto (mm) (l/s/ha)
(l/s)

0.0

0.00

-

MT 3

Ketersediaan
Irigasi
(l/s)

Pemenuhan
Irigasi
(%)

Surplus /
Defisit
(l/s)

1241.6

100.0

1,241.6

Jan Rew 2

59.5

313.0

79.6

0.88

1,401.6

1237.0

88.3

-164.6

Feb Rew 1

61.7

191.0

77.1

0.85

1,358.5

1116.7

82.2

-241.8

Feb Rew 2

70.7

181.0

0.0

0.00

-

1118.9

100.0

1,118.9

Mart Rew 1

61.5

236.0

0.0

0.00

-

1330.0

100.0

1,330.0

Mart Rew 2

45.1

145.0

0.0

0.00

-

1330.0

100.0

1,330.0

April Rew 1

48.8

75.0

0.0

0.00

-

1330.0

100.0

1,330.0

Pembentukan Biji April Rew 2

24.2

88.0

95.0

1.05

1,673.6

1330.0

79.5

-343.6

Juni Rew 2

50.4

20.0

53.0

0.58

933.5

1148.0

100.0

214.5

Juli Rew 1

52.8

0.0

93.0

1.03

1,638.9

1148.0

70.0

-490.9

Juli Rew 2

56.2

7.0

76.7

0.85

1,351.9

1148.0

84.9

-203.9

MT 2 - PADI

Pembungaan

Penanaman dan
Perkembangan
Vegetatif

Agus Rew 1

59.1

13.0

0.0

0.00

-

1148.0

100.0

1,148.0

Agus Rew 2

61.2

170.0

0.0

0.00

-

1132.1

100.0

1,132.1

Sept Rew 1

63.6

73.0

70.6

0.78

Sept Rew 2

50.5

131.0

0.0

0.00

Pembentukan Biji Okt Rew 1

21.7

24.0

100.0

1.10

Nov Rew 2

54.5

102.0

54.1

Des Rew 1

58.6

42.0

Des Rew 2

16.3

29.0

1,243.6

1223.8

98.4

-19.8

1148.0

100.0

1,148.0

1,761.7

1224.2

69.5

-537.5

0.60

952.6

1148.0

100.0

195.4

76.4

0.84

1,346.2

1148.0

85.28

-198.2

71.9

0.79

1,266.7

1330.0

100.0

63.3

MT 3 - PADI

Pembungaan

Penanaman dan
Perkembangan
Vegetatif

-

Jan Rew 1

16.8

231.0

0.0

0.00

-

1148.0

100.0

1,148.0

Jan Rew 2

17.9

92.0

0.0

0.00

-

1144.8

100.0

1,144.8

Feb Rew 1

21.4

169.0

0.0

0.00

-

1148.0

100.0

1,148.0

Feb Rew 2

44.4

224.0

0.0

0.00

-

1155.8

100.0

1,155.8

17.9

81.0

100.0

1.10

1148.0

65.17

-613.7

Pembungaan
Pembentukan Biji Mart Rew 1

1,761.7

Kondisi kebutuhan air irigasi pada tahun 2011 (Lampiran 4) memiliki pola
yang hampir sama dengan kondisi tahun 2009. Pada musim tanam pertama,
seluruh daerah irigasi memiliki persentase pemenuhan irigasi lebih dari 75%.
Musim tanam kedua hanya daerah irigasi Plosowareng saja yang memiliki
persentase pemenuhan irigasi lebih dari 75%, sedangkan daerah yang lain kurang
dari 75%, bahkan daerah irigasi Jetak kurang dari 50%. Musim tanam ketiga
hampir seluruh daerah irigasi memiliki persentase pemenuhan irigasi lebih dari
75%, hanya daerah irigasi jetak yang kurang dari 75%. Kondisi kekurangan air
irigasi pada musim tanam kedua disebabkan karena besarnya kebutuhan irigasi
total sedangkan jumlah curah hujan pada musim tersebut sangat kecil.

15
Tabel 4 Kondisi irigasi daerah irigasi Jetak tahun 2011
NERACA KEBUTUHAN - KETERSEDIAAN AIR LAHAN SAWAH
Nama Daerah Irigasi

:

Luas Layanan Irigasi (ha)

: 164.267

Efisiensi Saluran Irigasi (%)

:

Tanggal Tanam

Jetak

70.0%

Bulan

:

MT 1 - PADI

Pola
Tanam

Fase

Tanggal

Bulan

Kebutuhan
Tanaman
(mm)

Curah
Hujan
(mm)

Jan Rew 1

16.0

297.0

0.0

MT 1

MT 2

MT 3

Januari

Mei

Okt

1

16-May

1-Oct

Kebutuhan Kebutuhan Kebutuhan
Irigasi
Irigasi
Irigasi
Neto (mm) (l/s/ha)
Total (l/s)

0.00

-

Ketersediaan
Irigasi
(l/s)

23.0

Pemenuhan
Irigasi
(%)

Surplus /
Defisit
(l/s)

100.0

23.0

Jan Rew 2

18.2

108.0

71.6

0.79

129.6

28.0

21.6

-101.6

Feb Rew 1

18.9

214.0

0.0

0.00

-

23.0

100.0

23.0

Feb Rew 2

50.7

167.0

0.0

0.00

-

26.0

100.0

26.0

Mart Rew 1

50.6

148.0

0.0

0.00

-

27.0

100.0

27.0

Mart Rew 2

47.3

352.0

0.0

0.00

-

28.0

100.0

28.0

Aprl Rew 1

48.8

188.0

0.0

0.00

-

29.0

100.0

29.0

Pembentukan Biji April Rew 2

30.0

26.0

100.0

1.10

181.1

26.0

14.4

-155.1

Mei rew 2

45.1

26.0

54.0

0.60

97.8

24.0

24.5

-73.8

Juni rew 1

48.9

0.0

77.7

0.86

140.8

24.0

17.0

-116.8

Juni rew 2

11.3

20.0

70.7

0.78

128.0

23.0

18.0

-105.0

Penanaman dan
Perkembangan
Vegetatif

MT 2 - PADI

Pembungaan

Penanaman dan
Perkembangan
Vegetatif

Juli rew 1

60.1

6.0

0.0

0.00

-

21.0

100.0

21.0

Juli rew 2

62.8

44.0

74.2

0.82

134.4

20.0

14.9

-114.4

Agus rew 1

64.3

0.0

142.1

1.57

257.2

20.0

7.8

-237.2

Agus rew 2

60.5

0.0

0.0

0.00

-

22.0

100.0

22.0

Pembentukan Biji Sept Rew 1

29.4

0.0

100.0

1.10

181.1

22.0

12.1

-159.1

Okt rew 1

50.2

4.0

53.5

0.59

96.8

21.0

21.7

-75.8

Okt rew 2

61.1

288.0

0.0

0.00

-

23.0

100.0

23.0

Nov rew 1

55.4

178.0

76.9

0.85

139.2

25.0

18.0

-114.2

MT 3 - PADI

Pembungaan

Penanaman dan
Perkembangan
Vegetatif

Nov rew 2

60.2

125.0

0.0

0.00

-

26.0

100.0

26.0

Des Rew 1

53.6

153.0

0.0

0.00

-

27.0

100.0

27.0

Des Rew 2

60.1

162.0

0.0

0.00

-

28.0

100.0

28.0

Jan Rew 1

15.2

217.0

0.0

0.00

-

23.0

100.0

23.0

Pembentukan Biji Jan Rew 2

5.4

211.0

88.0

0.97

159.3

28.0

17.6

-131.3

Pembungaan

Daerah irigasi Jetak yang terletak pada bagian hilir DAS Pusur pada musim
tanam ketiga tahun 2011 (Tabel 4) memiliki persentase pemenuhan irigasi sebesar
69.65%. Pada fase penanaman dan perkembangan vegetatif terdapat nilai
persentase pemenuhan irigasi yang sangat kecil yaitu pada Oktober rewasa 1 dan
November rewasa 1 masing-masing sebesar 21.69% dan 17.96%. Fase
pembentukan biji juga memiliki nilai persentase yang sangat kecil yaitu 17.57%.
Untuk fase lainnya persentase pemenuhan irigasi mencapai 100%. Defisit air
terjadi pada fase penanaman dan perkembangan vegetatif Oktober rewasa 1 dan
November rewasa 1 dan fase pembentukan biji.

16
Khusus untuk daerah irigasi Jetak, berdasarkan data debit andalan UPTD
PU Wilayah II Kabupaten Klaten, hasil analisis neraca air menunjukkan bahwa
daerah irigasi Jetak merupakan daerah irigasi yang paling rentan terhadap
kekurangan air irigasi. Dengan asumsi data pola tanam dan evapotranspirasi tahun
2012 sama dengan tahun 2011, maka didapatkan nilai persentase pemenuhan
irigasi daerah irigasi Jetak tahun 2012 untuk musim tanam pertama, kedua dan
ketiga berdasarkan data debit andalan tahun 2012 dari UPTD PU Wilayah II
Kabupaten Klaten sebesar 61.21%, 36.76%, dan 70.12%. Namun kondisi di
lapangan berbeda dengan hasil analisis tersebut. Daerah irigasi Jetak mendapatkan
tambahan air dari limpasan daerah irigasi yang terletak lebih tinggi secara
topografi. Kondisi daerah irigasi jetak yang sebenarnya digambarkan melalui hasil
analisis neraca air dengan input data debit dan curah hujan yang diukur
menggunakan AWLR pada tahun 2012 oleh Balitklimat. Dengan asumsi pola
tanam dan awal tanam yang sama dengan tahun 2011 maka kondisi kinerja
pemenuhan irigasi Jetak untuk musim tanam pertama, kedua, dan ketiga masingmasing sebesar 100%, 84.36% , dan 89.70%.
100

Persen Pemenuhan irigasi

90
80
70
60

Tahun 2012 PU

50

Tahun 2012 AWLR

40
30
20

10
0
MT 1

MT 2

MT 3

Gambar 7 Persentase pemenuhan irigasi daerah irigasi Jetak tahun 2012

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Neraca air lahan sawah sangat penting untuk menentukan pola tanam, awal
tanam, dan luas tanam. Musim tanam kedua merupakan musim tanam yang paling
rentan terhadap kekurangan air, sedangkan musim tanam pertama dan ketiga
pemenuhan irigasinya tinggi mencapai 84.13% dan tidak jauh berbeda. Daerah
irigasi Plosowareng yang posisi elevasinya lebih tinggi dan terletak di bagian
tengah DAS memiliki persentase pemenuhan irigasi paling besar mencapai
92.41%, sedangkan daerah irigasi Jetak yang posisi elevasinya paling rendah dan
terletak di hilir memiliki nilai pemenuhan irigasi terkecil yaitu hanya mencapai
57.93% berdasarkan analisis debit andalan dari UPTD PU Wilayah II Kabupaten
Klaten Kabupaten Klaten. Namun kondisi sebenarnya pada daerah irigasi Jetak

17
mendapatkan limpasan air dari daerah irigasi yang letaknya lebih tinggi dari
daerah irigasi Jetak sehingga pemenuhan irigasinya dapat mencapai 91.35%.
Kebutuhan air daerah irigasi secara keseluruhan hanya dapat dipenuhi sekitar
75.86%, dengan nilai pemenuhan kebutuhan irigasi terendah di daerah irigasi
Dolikan dan nilai pemenuhan irigasi terbesar di daerah irigasi Plosowareng.
Sebagai konsekuensinya akan mengakibatkan produktivitas hasil panen rata-rata
dari daerah irigasi Pusur maksimum hanya akan mencapai 75.86% dari
produktivitas optimum yaitu produksi padi pada lahan sawah dengan kondisi air
irigasi kecukupan.
Saran
Strategi pembagian air irigasi dengan cara penggolongan dan penjadwalan
pemberian air irigasi pada masing-masing daerah irigasi dengan
mempertimbangkan kondisi luas daerah yang akan ditanami dan debit irigasi yang
tersedia mengacu pada debit andalan yang disediakan oleh UPTD PU Wilayah II
Kabupaten Klaten Kabupaten Klaten perlu dilakukan. Selain itu pengadaan dan
pemasangan Automatic Water Level Recorder (AWLR) di setiap daerah irigasi
menjadi penting untuk mendapatkan data debit actual di daerah irigasi untuk
menunjang strategi pembagian air irigasi.

DAFTAR PUSTAKA
Balitklimat. 2009. Identifikasi Perubahan Teknis dan Kelembagaan untuk
Memperbaiki Kondisi Akses Air pada MT 3 di Daerah Irigasi Kali Pusur.
Bogor : Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi.
Bouman BAM, Lampayan RM, Tuong TP. 2007. Water management in irrigated
rice. Los Baños : International Rice Research Institute.
Eko S, Suwarno, Iskandar L, Deni S. 2012. Pengaruh frekuensi irigasi terhadap
pertumbuhan dan produksi lima galur padi sawah. Agrovigor. 5(1):1-7.
Fischer KS, Laffite R, Fukai S, Atlin G, Hardy B. 2003. Breeding Rice for
Drought-Prone Environments. Los Banos : International Rice Research
Institute.
Grist DH. 1960. Rice. Formerly Agricultural Economist, Colonial Agricultural
Service, Malaya. London : Longmans, Green and Co Ltd.
Kalsim DK. 2010. Pembangunan Infrastruktur Pertanian. Bogor : Institut
Pertanian Bogor.
Kartiwa B, Sosiawan H. 2