Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Bunga Kol pada Tanah Andosol

(1)

EFISIENSI IRIGASI TETES DAN KEBUTUHAN AIR

TANAMAN BUNGA KOL PADA TANAH ANDOSOL

SKRIPSI

Oleh :

IRVAN IMMANUEL SILALAHI 080308054

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012


(2)

EFISIENSI IRIGASI TETES DAN KEBUTUHAN AIR

TANAMAN BUNGA KOL PADA TANAH ANDOSOL

SKRIPSI

Oleh :

IRVAN IMMANUEL SILALAHI 080308054/Teknik Pertanian

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana diFakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

Disetujui oleh : Komisi Pembimbing

PROGRAM STUDI KETEKNIKAN PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2012

(Ir.Saipul Bahri Daulay, M.Si) Anggota

(Prof.Dr.Ir.Sumono, MS) Ketua


(3)

ABSTRAK

IRVAN IMMANUEL SILALAHI: Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Bunga Kol pada Tanah Andosol, dibimbing oleh SUMONO dan SAIPUL BAHRI DAULAY.

Penelitian inidilaksanakan untuk mengetahui dan mengkaji efisiensi irigasi tetes dan kebutuhan air tanaman bunga kol pada tanah andosol. Parameter yang diamati adalah efisiensi pemakaian air, efisiensi penyimpanan airdan kebutuhan air tanaman.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa efisiensi pemakaian air terendah terjadi pada fase awal pertumbuhan sebesar 91,85%, efisiensi pemakaian air terbesar terjadi pada fase awal, tengah dan akhir pertumbuhan sebesar 100%. Efisiensi penyimpanan air terendah terjadi pada fase awal pertumbuhan sebesar 23,77%, efisiensi penyimpanan air terbesar terjadi pada fase akhir sebesar 76,42%. Kebutuhan air tanaman pada fase awal sebesar 2,88 mm/hari, pada fase tengah pertumbuhan sebesar 6,58 mm/hari dan fase akhir pertumbuhan sebesar 6,1 mm/hari.

Kata kunci : Efisiensi Irigasi Tetes, Kebutuhan Air Tanaman, Tanah Andosol Bunga Kol

ABSTRACT

IRVAN IMMANUEL SILALAHI :The Efficiency of Drip Irrigation and Plant Water Requirement of Cauliflower on Andosol Land, supervised by SUMONO and SAIPUL BAHRI DAULAY.

This research was held to determine and assess the efficiency of drip irrigation and crop water requirement of cauliflower on andosol land. The parameters observed were the efficiency of the use of water, the efficiency of the water storage and plant water requirement.

The results of this experiment indicated thatthe lowest water consumption efficiency was occur seed in the early phase of growth was 91,85%, the largest water consumption efficiency was occured in the beginning, middle and end phase of the growth was 100%. The lowest water storage efficiency occured was at the early phase of growth was 23,77%, the largest water storage efficiency occured was in the final phase was 76,42%. Crop water requirement in the initial phase was 2.88 mm/day, in the middle phase of growth was 6,58 mm/day and the final phase of the growth was 6.1 mm/day.

Keyword:Efficiency of Drip Irrigation,Plant Water Requirement, Andosol Land, Cauliflower


(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Bunga Kol pada Tanah Andosol” yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Prof.Dr.Ir.Sumono,MS sebagai ketua komisi pembimbing danBapak Ir.Saipul Bahri Daulay,M.Si sebagaianggota komisi pembimbing serta Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si yang telah membimbing dan memberikan berbagai masukan, saran dan kritikan berharga kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

Medan, September 2012


(5)

DAFTAR ISI

Hal

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Kegunaan Penelitian ... 4

TINJAUAN PUSTAKA Irigasi ... 5

Irigasi Tetes ... 7

Komponen Irigasi Tetes ... 9

Jaringan pipa irigasi tetes ... 9

Pompa ... 9

Emiter ... 9

Debit ... 10

Keseragaman Air ... 11

Kebutuhan Air Tanaman ... 12

Efisiensi Pemakaian Air ... 13

Efisiensi Penyimpanan Air ... 14

Kapasitas Lapang ... 15

Sifat Fisik Tanah ... 15

Tekstur Tanah ... 15

Kerapatan massa tanah ... 17

Kerapatan partikel tanah ... 18

Ruang pori atau porositas ... 19

Kadar Air ... 20

PotensialAir Tanah ... 20

Tensiometer ... 21

Struktur Tanah ... 22

Berat Kering Tanaman ... 22

Andosol ... 23

Rumah Plastik ... 23

Bunga Kol ... 24

Botani ... 24

Tanah ... 24

Iklim ... 25

Kebutuhan Air Irigasi ... 25

Frekuensi Irigasi ... 25


(6)

METODOLOGI PENELITIAN

Tempat dan Waktu Penelitian ... 27

Bahan dan Alat Penelitian ... 27

Metode Penelitian ... 27

Prosedur Penelitian ... 27

Parameter Penelitian ... 30

HASIL DAN PEMBAHASAN Sifat Fisik Tanah ... 31

Tekstur Tanah ... 31

Kerapatan massa ... 31

Kerapatan partikel ... 32

Ruang pori atau porositas ... 33

Kapasitas Lapang ... 34

Keseragaman Air ... 34

Debit ... 35

Waktu Penyiraman ... 36

Kebutuhan Air Tanaman ... 37

Efisiensi Irigasi tetes ... 38

Produksi Tanaman ... 40

Potensial Matriks Tanah ... 42

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 44

Saran ... 44


(7)

DAFTAR TABEL

No. Hal

1. Kriteria Keseragaman Tetesan ... 12

2. Hasil Analisa Tekstur Tanah ... 31

3. Hasil Analisa Kerapatan Massa Tanah ... 31

4. Hasil Analisa Kerapatan Partikel Tanah ... 32

5. Hasil Analisa Ruang Pori atau Porositas ... 33

6. Kapasitas Lapang... 34

7. Keseragaman Air ... 35

8. Debit Air Irigasi per Tanaman ... 36

9. Debit Air Manual ... 36

10. Lama Penyiraman ... 37

11. Kebutuhan Air Tanaman ... 37

12. Efisiensi irigasi tetes fase awal pertumbuhan tanaman... 38

13. Efisiensi irigasi tetes fase tengah pertumbuhan tanaman ... 38

14. Efisiensi irigasi tetes fase akhir pertumbuhan tanaman ... 38

15. Produksi Tanaman ... 41


(8)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal

1. Flowchart Penelitian ... 47

2. Data Suhu Tahun 2011 ... 48

3. Persentase Jam Siang Lintang Utara ... 49

4. Perhitungan Jam Siang Lintang Utara ... 50

5. Perhitungan Kapasitas Lapang ... 51

6. Perhitungan Keseragaman Air ... 52

7. Perhitungan Kebutuhan Air Tanaman ... 53

8. Perhitungan Waktu Penyiraman ... 56

9. Data efisiensi Pemakaian Air Irigasi Pada setiap Fase Pertumbuhan ... 57

10. Data efisiensi Penyimpanan Air Irigasi Pada setiap Fase Pertumbuhan ... 60


(9)

ABSTRAK

IRVAN IMMANUEL SILALAHI: Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Bunga Kol pada Tanah Andosol, dibimbing oleh SUMONO dan SAIPUL BAHRI DAULAY.

Penelitian inidilaksanakan untuk mengetahui dan mengkaji efisiensi irigasi tetes dan kebutuhan air tanaman bunga kol pada tanah andosol. Parameter yang diamati adalah efisiensi pemakaian air, efisiensi penyimpanan airdan kebutuhan air tanaman.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa efisiensi pemakaian air terendah terjadi pada fase awal pertumbuhan sebesar 91,85%, efisiensi pemakaian air terbesar terjadi pada fase awal, tengah dan akhir pertumbuhan sebesar 100%. Efisiensi penyimpanan air terendah terjadi pada fase awal pertumbuhan sebesar 23,77%, efisiensi penyimpanan air terbesar terjadi pada fase akhir sebesar 76,42%. Kebutuhan air tanaman pada fase awal sebesar 2,88 mm/hari, pada fase tengah pertumbuhan sebesar 6,58 mm/hari dan fase akhir pertumbuhan sebesar 6,1 mm/hari.

Kata kunci : Efisiensi Irigasi Tetes, Kebutuhan Air Tanaman, Tanah Andosol Bunga Kol

ABSTRACT

IRVAN IMMANUEL SILALAHI :The Efficiency of Drip Irrigation and Plant Water Requirement of Cauliflower on Andosol Land, supervised by SUMONO and SAIPUL BAHRI DAULAY.

This research was held to determine and assess the efficiency of drip irrigation and crop water requirement of cauliflower on andosol land. The parameters observed were the efficiency of the use of water, the efficiency of the water storage and plant water requirement.

The results of this experiment indicated thatthe lowest water consumption efficiency was occur seed in the early phase of growth was 91,85%, the largest water consumption efficiency was occured in the beginning, middle and end phase of the growth was 100%. The lowest water storage efficiency occured was at the early phase of growth was 23,77%, the largest water storage efficiency occured was in the final phase was 76,42%. Crop water requirement in the initial phase was 2.88 mm/day, in the middle phase of growth was 6,58 mm/day and the final phase of the growth was 6.1 mm/day.

Keyword:Efficiency of Drip Irrigation,Plant Water Requirement, Andosol Land, Cauliflower


(10)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya bermatapencaharian sebagai petani. Wilayah Indonesia yang sangat luas sangat mendukung dalam mengembangkan dunia pertanian. Tetapi, dalam implementasinya sangat bertolang belakang dengan dunia nyata. Sumber Daya Alam (SDA) yang tersedia tidak didukung oleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang masih sangat terbatas sehingga perkembangan pertanian di Indonesia cenderung stagnan bahkan dapat dikatakan semakin menurun. Sehingga, banyak hasil pangan yang beredar di pasaran diimport dari luar negeri oleh karena tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumen yang semakin lama semakin meningkat.

Air merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia. Selain itu juga, air sangat penting bagi kebutuhan pertanian. Tetapi semakin lama, penggunaan air sangat tidak efektif atau cenderung boros karena tidak dipergunakan sesuai kebutuhan. Salah satu contoh sederhana dalam dunia pertanian yaitu penyaluran air irigasi. Banyak sekali air yang terbuang secara cuma-cuma tanpa memperhitungkan kebutuhan air dengan lahan yang ingin dialiri.Kurangnya ketersediaan air di beberapa daerah dan sulitnya mendapatkan air pada musim kemarau sangat mempengaruhi kegiatan pertanian ataupun konsumsi masyarakat pada umumnya. Kondisi lain seperti sumber air berlimpah tetapi letaknya jauh dan sulit dijangkau juga menjadi salah satu kendala dalam pemanfaatan sumber daya air. Oleh karena itu, diperlukan adanya teknologi tepat


(11)

guna untuk mendapatkan air dari suatu sumber terkumpulnya air seperti sungai, danau, waduk, dan lain-lain untuk disalurkan pada daerah yang membutuhkan.

Dalam dunia pertanian di Indonesia, pemberian air pada tanaman masih didominasi dengan cara manual. Hal ini disebabkan oleh terbatasnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki para petani sehingga mereka masih menganggap cara tradisional/manual masih lebih efektif digunakan dalam pemberian air pada tanaman. Dengan menggunakan irigasi tetes yang diaplikasikan langsung dengan pemupukan dalam suatu ruangan, merupakan jawaban untuk memenuhi kebutuhan akan pangan. Dengan sistem ini luas lahan dan ketersediaan air tidak lagi menjadi kendala dalam menanam, karena kedua hal ini mampu dikendalikan secara optimum. Selain itu, pupuk yang diberikan kepada tanaman tidak akan hilang begitu saja karena adanya aliran permukaan, karena air diberikan langsung ke daerah perakaran tanaman.

Irigasi tetes merupakan salah satu cara pemberian air pada tanaman yang terdiri dari pipa-pipa utama, pipa-pipa lateral, emitter. Penggunaan irigasi ini sangat efektif bagi pemberian air karena air yang disalurkan langsung diberikan pada daerah perakaran tanaman. Efisiensi irigasi ini juga cukup tinggi yakni dapat mencapai 90%.

Bunga kol diduga berasal dari Eropa, pertama kali ditemukan di Cyprus, Italia Selatan dan Mediterania. Beberapa spesies bunga kol telah tumbuh di Mediterania selama lebih dari 2000 tahun, dan selama beberapa ratus tahun terakhir banyak terjadi perbaikan warna maupun ukuran bunga terutama di Denmark. Mengenai masuknya bunga kol ke Indonesia tidak terdapat keterangan yang pasti, diduga terjadi pada abad XIX, yang varietasnya berasal dari India.


(12)

Bunga kol semula dikenal sebagai tanaman subtropik. Produksinya di Indonesia terbatas di dataran tinggi (pegunungan) saja. Cirateun yang terletak di antara Bandung dan Lembang sudah sejak dahulu menjadi daerah pertanaman bunga kol dengan benih yang diproduksi di daerah itu sendiri, sehingga dikenal dengan nama kultivar lokal cirateun. Akan tetapi akhir-akhir ini mulai banyak beredar varietas-varietas bunga kol yang cocok ditanam di dataran rendah sampai dataran menengah (Rukmana, 1995).

Tipe tanah yang umum didayagunakan untuk pengembangan sayuran di Indonesia adalah Andosol, Latosol, Regosol, Mediteran dan Aluvial. Tanah Andosol teksturnya adalah debu, sedangkan tanah latosol umumnya bertekstur liat. Sementara tanah Regosol bertekstur pasir sampai lempung berdebu, tanah Mediteranian bervariasi antara lempung sampai liat, dan tanah Aluvial adalah liat atau liat berpasir. Kubis bunga dan broccoli cocok dengan jenis tanah lepung berpasir, tetapi toleran terhadap tanah ringan seperti Andosol (Rukmana, 1995).

Tanah andosol bisa berbentuk tanah liat dan tanah lempung yang teksturnya kasar. Tanah andisol,andosol atau istilah lain menyebutkan tanah jenis ini dengan nama tanah vulkanik mengandung unsur hara yang cukup tinggi, sehingga tanah jenis ini sangat baik untuk ditanami.selain unsur hara, zat lain yang terkandung dalam tanah andosol ini adalah zat-zat organik. Zat organik banyak terkandung pada lapisan tengah dan atas, sedangkan pada tanah yang berada pada lapisan bawah, kandungan organik maupun unsur hara cenderung sedikit. Tanah andosol mampu mengikat air dalam jumlah yang cukup tinggi, zat karbon yang terkandung juga cukup tinggi dengan tanah jenis lain, sehingga pada umumnya digunakan untuk pertanian pangan lahan keringseperti jagung,


(13)

kacang-kacangan, ubi kayu, umbi-umbian. Untuk tanamanhortikultura sayuran dataran tinggi seperti kentang, wortel, kubis dan kacang-kacangan (Anonimous3, 2011). Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui dan mengkaji Efisiensi Irigasi Tetes dan Kebutuhan Air Tanaman Bunga Kol pada Tanah Andosol.

Kegunaan Penelitian

1. Bagi penulis yaitu sebagai bahan untuk menyusun skripsi yang merupakan syaratuntuk dapat menyelesaikan pendidikan di Program Studi Keteknikan Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

2. Bagi mahasiswa, sebagai informasi pendukung untuk melakukan penelitian lebih mengenai jaringan irigasi.

3. Bagi masyarakat, untuk membantu dalam menyelesaikan masalah sistem irigasi.


(14)

TINJAUAN PUSTAKA

Irigasi

Irigasi atau penyiraman pada dasarnya adalah penambahan air untuk memenuhi keperluan air bagi pertumbuhan tanaman, yang dinyatakan dengan besarnya evapotranspirasi tanaman. Berdasarkan pengertian ini maka selama evapotranspirasi tanaman dapat terpenuhi serta apabila tidak ada gangguan faktor lainnya, tanaman akan tumbuh optimum. Namun demikian dari pengertian dasar ini, irigasi sering diberi beban/fungsi tambahan misalnya: (a) untuk menambah zat hara: (b) menekan populasi gulma: (c) mencegah serangan hama: (d) memberikan iklim mikro yang lebih baik dan sebagainya, sehingga jumlah air yang diberikan melebihi nilai evapotranspirasi. Penambahan beban atau fungsi air irigasi ini merupakan salah satu penyebab efisiensi pemakaian air irigasi menjadi rendah( Susanto, 2006).

Irigasi didefinisikan sebagai aplikasi buatan air ke dalam tanah dengan tujuan untuk memasok kelembaban yang penting untuk pertumbuhan tanaman. Irigasi dapat dilakukan dengan cara yang berbeda, dengan cara alur besar atau kecil, dengan menerapkan air di bawah permukaan tanah oleh sub-irigasi. Di daerah lainnya, hujan selama beberapa tahun memasok semua air yang dibutuhkan oleh tanaman, tetapi selama waktutertentusumber ini tidak memadai. Dalam beberapa tahun curah hujan rendah, sangat menguntungkan bagi suatu wilayah untuk memasok air tambahan dengan irigasi, sehingga nilai peningkatan hasil panen yang diperoleh menjadi lebih besar daripada biaya irigasi(Israelsen, 1958).


(15)

Irigasi secara umum didefenisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman. Meskipun demikian, suatu defenisi yang lebih umum dan termasuk sebagai irigasi adalah penggunaan air pada tanah yang mempunyai delapan kegunaan yaitu sebagai berikut :

1. Menambah air ke dalam tanah untuk menyediakan cairan yang diperlukan untuk pertumbuhan tanaman.

2. Untuk menyediakan jaminan panen pada saat musim kemarau yang pendek. 3. Untuk mendinginkan tanah dan atmosfer, sehingga menimbulkan lingkungan

yang baik untuk pertumbuhan tanam-tanaman. 4. Untuk mengurangi bahaya pembekuan.

5. Untuk mencuci atau mengurangi garam dalam tanah. 6. Untuk mengurangi bahaya erosi tanah.

7. Untuk melunakkan pembajakan dan gumpalan tanah.

8. Untuk memperlambat pembentukan tunas dengan pendinginan karena penguapan.

(Hansen dkk, 1992).

Irigasi dapat didefenisikan sebagai upaya manusia untuk : (i) mengambil air dari sumber, (ii) mengalirkannya ke dalam saluran, (iii) membagikan ke petak sawah, (iv) memberikan air pada tanaman, dan (v) membuang air ke jaringan pembuang. Pelaksanan irigasi tersebut harus sesuai dengan kebutuhan baik menurut tempat, jumlah, waktu dan mutu (Djaya, 2003).

Masing-masing jenis irigasi tersebut dapat dibedakan berdasarkan tipe outlet atau pengeluaran air yang digunakan, yaitu : (1) irigasi tetes, meneteskan


(16)

air melalui pipa berlubang dengan diameter kecil atau sangat kecil, (2) micro-spray, mencurahkan air di sekitar perakaran dengan diameter pembasahan 1-4 m, dan (3) mini-sprinkler, mencurahkan air di sekitar perakaran dengan diameter pembasahan hingga 10 m (Anonimous1, 2008).

Irigasi Tetes

Irigasi cucuran disebut juga irigasi tetesan (drip) terdiri dari jalur pipa yang ekstensif biasanya dengan diameter yang kecil yang memberikan air yang tersaring langsung ke tabah dekat tanaman. Alat pengeluaran air pada pipa disebut ”pemancar” (emitter) yang mengeluarkan air hanya beberapa liter per jam. Dari pemancar air menyebar secara menyamping dan tegak oleh gaya kapiler tanah yang diperbesar pada arah gerakan vertical oleh gravitasi. Daerah yang dibatasi oleh pemancar tergantung kepada besarnya aliran, jenis tanah, kelembaban tanah, dan permeabilitas tanah vertical dan horizontal (Hansen dkk, 1984).

Saat ini telah banyak digunakan sistem irigasi curah atau tetes. Dengan sistem ini dapat memberikan efisiensi sampai lebih dari 90% dan efektifitas yang cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan air bagi tanaman. Hal ini akan lebih berhasil jika sistem irigasi tetes dirancang dengan tepat dan dioperasikan dengan teratur sesuai dengan jumlah kebutuhan dan waktu pemberian air(Sapriyanto dan Nora, 1999).

Irigasi tetes adalahsalah satu metodeterbaru dariirigasiyang menjadi semakinpopuler didaerah dengankelangkaan air.Ini adalah metodepenyiramantanaman sesuai dengan kebutuhan air yang diperlukan tanaman. Adadengan menghitung kehilangan air yang diakibatkan adanyaperkolasi, limpasandan penguapanair tanah. Dalammetodeirigasiini


(17)

dilakukandengan menggunakangaris kecildimana pipalateral yangterhubung dengan pengatur pengeluaran air disebut"emitter" atau "drippers" pada jarakyang

dipilihuntuk menyampaikanair kepermukaan tanahdekat perakarantanaman(Michael, 1978).

Dengan teknologi irigasi tetes, tanaman tidak harus berbunga pada musim hujan sehingga bakal buah terselamatkan. Teknologi ini juga bisa menyehatkan tanaman sepanjang tahun dan tidak membutuhkan bendungan besar tapi cukup dengan bendungan kecil atau waduk. Irigasi tetes memasang perangkatnya persis seperti infus pada tubuh manusia (Hamzah, 2006).

Irigasi tetes merupakan cara pemberian air dengan jalan meneteskan air melalui pipa-pipa secara seragam di sekitar tanaman atau sepanjang larikan tanaman. Disini hanya sebagian dari daerah perakaran yang terbasahi tetapi seluruh air yang ditambahkan dapat diserap cepat pada keadaan kelembaban tanah rendah. Jadi keuntungan cara ini adalah penggunaan air irigasi yang sangat efisien (Nasution dkk, 1986).

Perangkat dasar irigasi tetes terdiri atas pompa, pengatur tekanan, pipa utama, pipa lateral dan emiter. Emiter merupakan pembagi air yang mengatur discharge dari pipa lateral. Point source emitermengeluarkan air dari satu titik dan berjarak lebar (lebih dari 1 meter). Multiple-outlets emitermemberikan air pada dua atau lebih titik penyalur. Line source emitter memberikan air melalui pipa berlubang sepanjang lateral (Sulystiono dkk, 2006).

Pengoperasian irigasi tetes yang baik akan menjamin tegangan air pada tanah di daerah pertumbuhan akar konstan. Efisiensi penggunaan air dengan metode ini dapat menjadi baik karena distribusinya pada daerahperakaran cukup


(18)

baik. Etcrop pada saat daun tanaman hampir atau seluruhnya sudah menutupi tanah tidak akan dipengaruhi oleh pemberian air dengan metode irigasi ini(Ginting, 1994).

Komponen Irigasi Tetes Jaringan Pipa

Jaringan irigasi tetes menggunakan pipa PVC (Polyvinylchloride) dan PE (Polyethylene). Seluruh pipa tersebut diatur sedemikian rupa sehingga terdapat pipa utama, pipa sekunder dan kalau ada pipa tersier. Pipa yang digunakan biasanya berukuran 0,5 – 1 inchi (1,27 – 2,54 cm) dan pipa sekunder 0,24 - 0,5 inchi (0,61 – 1,27 cm) (Najiyanti dan Danarti, 1993).

Pompa

Pompamemiliki kapasitasyang cocokuntuk memberikan tekanan yang dibutuhkanuntuk memaksa airmelalui pipautamake emitor. Selain itujuga dapatberoperasi dengantekananrendah dansetinggii ketekanansecara bertahap(tetes)dilateraldanemitorair yang keluardariemitterhampirsama dengan tekananatmosfer. Jikadiinginkan, tangkipupukdapat dihubungkandengan sistemuntuk memasoknutrisiyang berbeda untuktanamandengan irigasinoseltetesdisediakanpada intervalreguler dipipa lateral (Israelsen, 1958).

Emitter

Emitter berguna untuk menurunkan tekanan air dan menyalurkan air dalam jumlah tertentu. Emitter harus memiliki keseragaman dan konstan menyalurkan air dalam jumlah terbatas. Selain itu, emitter harus murah, kecil, dapat diandalkan, tahan cuaca, dan tidak mudah tersumbat. Emitter dapat dikelompokkan menjadi:


(19)

1. Point source emitter, long path, spiral grouved, single vortex, capillary atau spaghetti, pressure compensating atau diapraghma.

2.Line source emitter double chamber. 3.Sprayer.

4.Bubler.

Diameter lubang pelepasan dari point source emitter berkisar 0,2-2 mm. adapun sprayer dan bubler berdiameter di atas 5 mm ( Lingga, 2009 ).

Menurut Keller dan Bliesner (1990) emitter merupakan alat pembuangan air, emiter dipasang di dekat tanaman dan tanah. Semakin dekat ke tanah semakin efisien air yang diterima tanah dan tanaman karena semakin besar daerah yang terbasahi semakin tinggi kelembabantanah. Semakin dekat jarak emiter maka semakin banyak daerah yang terbasahi

Berdasarkan pemasangan di pipa lateral, penetes dapat menjadi (a) on-line emitter, dipasang pada lubang yang dibuat di pipa lateral secara langsung atau disambung dengan pipa kecil; (b) in-line emitter, dipasang pada pipa lateral dengan cara memotong pipa lateral. Penetes juga dapat dibedakan berdasarkan jarak spasi atau debitnya, yaitu (a) point source emitter, dipasang dengan spasi yang renggang dan mempunyai debit yang relatif besar; (b) line source emitter, dipasang dengan spasi yang lebih rapat dan mempunyai debit yang kecil. Pipa poros dan pipa berlubang juga dimasukkan pada kategori ini (Prastowo, 2003). Debit

Debit adalah banyaknya volume air yang mengalir per satuan waktu. Pada irigasi tetes debit yang diberikan hanya beberapa liter per jam. Debit untuk irigasi tetes tergantung dari jenis tanah dan tanaman. Debit irigasi tetes yang umum


(20)

digunakan 4 l/jam namun ada beberapa pengelolaan petanian menggunakan debit 2; 6; 8 l/jam. Penggunaan debit berdasarkan jarak tanam dan waktu operasi

(Keller dan Bliesner, 1990).

Pemberian air dalam jumlah yang kecil kemungkinan tidak akan dapat terserap oleh tanah dan tanaman, namun pemberian air dalam jumlah yang besar akan menimbulkan genangan dan aliran permukaan. Pemberian air pada irigasi tetes erat kaitannya dengan debit, hanya saja pada irigasi tetes debit relatif kecil per detiknya (James dkk, 1982).

Keseragaman Air

Keseragaman pemberian air irigasi tetes dilakukan dengan mengukur debit yang keluar dari setiap emitter, yaitu dengan menampung air yang keluar dari emitter selama periode waktu tertentu.

Menurut Sapei (2003), besarnya nilai CU yang layak untuk irigasi tetes adalah lebih besar dari 90%. Keseragaman aplikasi air merupakan salah satu faktor penentu efisiensi irigasi yang dihitung dengan persamaan koefisiensi keseragaman irigasi (Coefficient Uniformity) dengan menggunakan persamaan Christiansen:

    

 

− =

x x xi

CU 100 1 ………. (1)

dimana:

CU = koefisiens keseragaman irigasi (%) xi = volume air pada wadah ke-i (ml)


(21)

xix = jumlah dari deviasi absolut dari rata-ratapengukuran (ml).

Nilai koefisien keseragaman dan efisiensi irigasi curah dan irigasi tetes yang telah diterapkan di Indonesia umumnya masih relatif rendah. Nilai koefisien keseragaman berkisar antara 57 – 87 %, sedangkan nilai efisiensi irigasi berkisar antara 55 – 84 %. Apabila dibandingkan dengan standar koefisien keseragaman irigasi curah (85%) dan irigasi tetes (95%), maka nampaknya penerapan irigasi curah maupun tetes di Indonesia masih memerlukan perbaikan/penyempurnaan, baik dalam hal desain maupun pengoperasiannya di lapangan.

Tabel 1. Kriteria Keseragaman Tetesan

Kriteria Stastistical Uniformity Coeffisient Uniformity

Sangat Baik 95-100% 94-100%

Baik 85-90% 81-87%

Cukup Baik 75-80% 68-75%

Jelek 65-70% 56-62%

Tidak Layak <60% <50%

(Priyono, S dalam ASAE, 2009).

Kebutuhan Air Tanaman

Kebutuhan air tanaman didefinisikan sebagai jumlah air yang diperlukan untuk menggantikan air yang hilang melalui evapotranspirasi (ET).Jadi Kebutuhan air sama dengan evapotranspirasi tanaman. Kebutuhan air tanaman selalu merujuk pada satu tanaman yang tumbuh pada kondisi optimal, yaitu tanaman yang seragam, sedang aktif tumbuh, tajuknya menutupi tanah, bebas hama penyakit, danpada kondisi tanah yang baik (termasuk hara dan air). tanaman tersebut akan mampu mencapai potensi produksinya.Faktor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman

1. Iklim : pada iklim kering dan panas tanaman akan memerlukan air harian lebih banyak dibandingkan pada iklim sejuk dan berawan.


(22)

2. Jenis tanaman: tanaman jagung atau tebu akan memerlukan air yang lebih banyak dibandingkan sorgum dan kedele.

3. Fase pertumbuhan tanaman: tanaman yang tumbuh penuh akan memerlukan air yang lebih banyak dibandingkan yang baru ditanam.

Kebutuhan air pada tanaman bunga kol berkisar 350-500 mm/periode pertumbuhan total atau sekitar 5-7,1 mm/hari (periode pertumbuhan selama 70 hari) (Tambunan, H. 2011)

Sosrodarsono dan Takeda (1993) menyatakan bahwa salah satuperhitungan evapotranspirasi tanaman adalah metode Blaney and Criddle yangtelah diubah seperti berikut:

� =K. P(45,7t + 813)

100 … … … . (2) �= ��×��

��= 0,0311�+ 240 dimana:

U = evapotranspirasi tanaman bulanan (mm/bulan) Kt = koefisian suhu

Kc = koefisien tanaman (bunga kol)

P = persentase jam siang Lintang Utara (%) Efisiensi Pemakaian Air

Konsep efisiensi pemakaian air dikembangkan untuk mengukur dan memusatkan perhatian terhadap efisiensi dimana air yang disalurkan sedang ditampung pada daerah akar dari tanah yang dapat digunakan oleh tumbuh-tumbuhan. � =��


(23)

Dimana, Ea = Efisiensi pemakaian air

Ws = Air yang ditampung dalam tanah daerah akar selama pemberian air irigasi

Wf = Air yang disalurkan

Pada pelaksanaan pemberian air irigasi yang normal, aplikasi efisiensi pemberian air irigasi permukaan adalah sekitar 60%, sedangkan sistem pemberian air irigasi penyiraman (sprinkler irrigation) yang direncanakan dengan baik pada umumnya dianggap mempunyai efisiensi kira-kira 75% (Hansen dkk, 1984).

Efisiensi Penyimpanan Air

Konsep efisiensi penyimpanan menunjukkan perhatian secara lengkap bagaimana kebutuhan air tersebut disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi.

�� = ��

�� 100% ………(4)

Es = Efisiensi penyimpanan air irigasi (%).

Ws = Air yang ditampung pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi.

Wn = Air yang dibutuhkan pada daerah perakaran sebelum pemberian air irigasi.

Efisiensi penyimpanan air irigasi penting apabila air yang tidak memadai disimpan pada daerah perakaran selama pemberian air irigasi(Hansen dkk, 1984). Kapasitas Lapang

Kadar air pada kapasitas lapang adalah jumlah kandungan air (%vol) dalam tanah sesudah air gravitasi turun sama sekali. Tanah yang jenuh air karena


(24)

hujan lebat atau irigasi kemudian dibiarkan selama 48 jam sehingga air gravitasi dengan bebas turun sama sekali. Pada keadaan ini tanah mengandung air yang terbanyak, yaitu pori makro terisi oleh udara dan air yang tersedia, sedangkan pori-pori mikro diisi seluruhnya oleh air. Kandungan air ini ditahan oleh suatu kekuatan sebesar pF 2,54 atau 1/3 atm (Sarief, S. 1986)

Sifat Fisik Tanah 1. Tekstur Tanah

Tekstur tanah adalah perbandingan kandungan partikel-partikel tanah primer berupa fraksi liat, debu, dan pasir dalam suatu massa tanah. Partikel-partikel tanah primer itu mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda dan dapat digolongkan ke dalam tiga fraksi seperti fraksi tersebut. Ada yang berdiameter besar sehingga dengan mudah dapat dilihat dengan mata telanjang, tetapi ada pula yang sedemikian halusnya, seperti koloidal, sehingga tidak dapat dilihat dengan mata telanjang (Sarief, S. 1986).

Fraksi pasir umumnya didominasi oleh mineral kuarsa (SiO2) yang sangat tahan terhadap pelapukan, sedangkan fraksi debu biasanya biasanya berasal dari mineral feldspar dan mika yang cepat lapuk, pada saat pelapukannya akan membebaskan sejumlah hara, sehingga tanah bertekstur debu lebih subur ketimbang tanah bertekstur pasir (Hanafiah, K. 2005).

Faktor yang dipengaruhi tekstur tanah :

a. Sistem Perakaran : Sistem perakaran pada tanah liat akan semakin banyak dibandingkan pasir, karena perakaran mencari tanah yang dapat menahan air lebih banyak.


(25)

b. Kadar Air : Tanah liat lebih banyak mengandung kadar air daripada tanah pasir, karena daya menahan air dan bahan lain pada tanah liat lebih kuat daripada pasir. c. Organisme : Organisme adalah faktor yang dipengaruhi dan mempengaruhi tekstur tanah. Akibat perbedaan tekstur tanah, dapat mempengaruhi jumlah populasi dan keragaman organisme disekitarnya baik mikro maupun makro organisme.

d. Konsistensi : Suatu sifat yang menunjukkan sifat adhesi dan kohesi dari partikel-partikel tanah dan ketahanan massa tanah terhadap perubahan bentuk yang disebabkan oleh tekanan dan berbagai bentukan yang mempengaruhi bentuk tanah.

(Darmawijaya, M. 1990).

Defenisi tekstur tanah menurut USDA adalah perbandingan relatif antar partikel tanah yang terdiri atas fraksi lempung, debu, dan pasir. Tekstur tanah bersifat permanen/tidak mudah diubah dan mempunyai pengaruh yang besar terhadap sifat tanah yang lain seperti struktur, konsistensi, kelengasan tanah, permeabilitas tanah, run off, daya infiltrasi (Sutanto, R. 2005).

Kelas tekstur ditentukan atas dasar perbandingan massa dari ketiga fraksi tersebut. Tanah dengan proporsi pasir, debu, dan liat yang berbeda menunjukkan kelas tekstur yang berbeda (Hillel, 1971).Secara lebih rinci tekstur tanah digambarkan dalam segitiga USDA seperti yang terlihat dalam Gambar 1.

2. Kerapatan Massa Tanah(Bulk Density)

Bobot isi atau Bulk density menunjukkan perbandingan antara berat tanah kering dengan volume tanah termasuk volume pori-pori tanah. Bobot isi merupakan petunjuk kepadatan tanah, semakin padat suatu tanah semakin tinggi


(26)

pula nilai bobot isinya, yang berarti makin sulit meneruskan air atau ditembus akar tanaman. Pemadatan tanah dapat menurunkan laju infiltrasi, sehingga sulit merembeskan air ke dalam tanah yang akan menyebabkan meningkatnya aliran permukaan sehingga memperbesar kemungkinan terjadinya erosi. Pada umumnya bobot isi berkisar dari 1,1-1,6 g cm-3, namun beberapa jenis tanah mempunyai nilai bobot isi kurang dari 0,90 g cm-3, salah satunya adalahtanah Andisol (Hardjowigeno, 2003)

Kerapatan massa adalah perbandingan dari massa tanah kering dengan volume total tanah (termasuk volume tanah dan pori) (Hillel, 1971). Setiap perubahan dalam struktur tanah mungkin untuk mengubah jumlah ruang-ruang pori dan juga berat per unit volume. Bila dinyatakan dalam ����3 kerapatan massa tanah-tanah liat yang ada di permukaan dengan struktur granular besarnya berkisar 1,0 sampai 1,3. Tanah-tanah di permukaan dengan tekstur kasar mempunyai kisaran 1,3 sampai 1,8. Perkembangan struktur yang lebih besar pada tanah-tanah dipermukaan dengan tekstur halus menyebabkan kerapatan massanya lebih rendah bila dibandingkan dengan tanah berpasir (Foth, 1991).

�� = �� = + ����+ ... (5)

Dimana :

�� = Kerapatan massa (bulk density) (����3) Ms = massa tanah (g)

Va=volume udara (cm3) Vs=volume tanah (cm3) Vw=volume air (cm3)


(27)

Gambar 1. Segitiga tekstur menunjukkan persentase liat (dibawah 0,002 mm), debu (0,002-0,05 mm) dan pasir (0,05-2,0 mm) pada dasar kelas tekstur (Hillel, 1971).

3. Kerapatan Partikel Tanah (Particel Density) ���������������������ℎ (�) = ��

���� ��� 3� ... (6) Dimana, Vs = volume tanah (cm3)

Kerapatan partikel tanah adalah berat bagian padat dibagi dengan volume bagian padat dari tanah tersebut. Kerapatan partikel tanahpada umumnya berkisar antara 2,6-2,7����3. Dengan adanya kandungan bahan organik pada tanah maka nilai menjadi lebih rendah. Istilah kerapatan ini sering dinyatakan dalam istilah berat jenis atau specific gravity, yang berarti perbandingan kerapatan suatu benda tertentu terhadap kerapatan air pada keadaan 4ºC dengan tekanan udara biasa, yaitu satu atmosfer (Sarief, 1986).


(28)

4. Ruang Pori atau Porositas

Porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume tanah yang dapat ditempati oleh udara dan air, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerase tanah. Tanah porous merupakan tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa dan sebaliknya jika tanah tidak porous (Hanafiah, 2005).

Porositas total atau ruang pori total adalah volume seluruh pori dalam suatu volume tanah yang utuh yang dinyatakan dalam persen. Porositas total merupakan indikator awal yang paling mudah untuk mengetahui apakah suatu tanah mempunyai struktur baik atau jelek. Pengukuran porositas total dilakukan pada kedalaman 0-25 cm, dengan menggunakan persamaan :

�= �

� =

��+ �

��+�+ � ... (7) Dimana :

f= ruang pori atau porositas tanah Vf = volume ruang pori (cm3) Va=volume udara (cm3) Vw=volume air (cm3) Vs=volume tanah (cm3)

Vt = volume total (volume ring) (cm3)

Hubungan porositas dengan kerapatan massa (bulk density), yaitu : �= ��−��

�� = �1−

��


(29)

Kadar Air

Kelembaban (air tanah) dapat dinyatakan dengan bermacam-macam cara, yaitu perbandingan berat air tanah terhadap berat tanah basah, perbandingan berat air tanah terhadap berat tanah kering, dan perbandingan volume air tanah terhadap volume tanah (Sarief, S. 1986).

Potensial Air Tanah

Potensial air tanah merupakan jumlah kerja yang mesti dilakukan per unit air murni untuk mengangkut sejumlah air dari suatu tempat air murni pada elevasi dan tekanan atmosfer.Total potensial air tanah dapat dikatakan sebagai penjumlahan dari beberapa faktor, yaitu:

�� = ��+�� +�� +⋯ ... (9)

Dimana � adalah potensial total air tanah, � adalah potensial gravitasi, dan � merupakan potensial tekanan (matriks) dan � adalah potensial osmotik.

Kandungan energi atau energi bebas air tanah dinyatakan sebagai potensi air. Potensi air mempunyai tiga komponen atau subpotensi.Komponen atau potensi gravitasi penting dalam tanah jenuh dan ditunjukkan oleh kecenderungan air untuk mengalir ke elevasi yang lebih rendah.Potensi matriks adalah hasil tenaga adhesi dan kohesi yang berhubungan dengan jaringan partikel tanah atau matriks tanah.Potensial osmosis disebabkan terutama oleh daya tarik molekul air terhadap ion-ion yang dihasilkan oleh garam yang dapat larut. Biasanya, pada tanah yang tercuci potensi osmosisnya kecil dan merupakan faktor minor dalam penyerapan air (Foth, 1978). Potensial air tanah (potensial hidrolik) yang berperan dalam tanah akan bergantung pada kondisi tanahnya. Pada kondisi tanah jenuh


(30)

yang berperan adalah potensial tekanan dan potensial gravitasi, dan pada tanah tidak jenuh yang berperan adalah potensial matriks.

Jumlah air yang ditahan oleh tanah dengan isapan matriks yang rendah antara 0-1 bar, terutama bergantung pada pengaruh kapilaritas, distribusi ukuran pori, dan bergantung pada struktur. Makin besar daya isap tanah, makin besar pengaruh adsorbsi dan makin berkurang pengaruh struktur (makin kering tanah).Faktor yang paling berpengaruh yaitu tekstur dan permukaan spesifik partikel tanah. Keuntungan utama konsep total potensial adalah mendapatkan suatu ukuran yang sama mengenai status energi air tanahdalam berbagai waktu dan tempat dalam hubungan tanah, tanaman, dan atmosfer (Hillel, 1987).

Tensiometer

Tensiometer adalah alat praktis untuk mengukur kandungan air tanah, tinggi hidrolik, dan gradient hidrolik.Alat ini terdiri atas cawan sarang, secara umum terbuat dari keramik yang dihubungkan melalui tabung ke manometer, dengan seluruh bagian diisi air. Saat cawan diletakkan di dalam tanah pada waktu pengukuran hisapan dilaksanakan, air total di dalam cawan melakukan kontak hidrolik, dan cenderung untuk seimbang dengan air tanah melalui pori-pori pada dinding keramik. Pada saat tensiometer diletakkan di permukaan tanah, air yang terdapat dalam tensiometer umumnya berada pada tekanan atmosefer, sedangkan air tanah secara umum mempunyai tekanan lebih kecil dari tekanan atmosefer, sehingga terjadi hisapan dari alat tensiometer karena perbedaan tekanan, dan air dari alat itu keluar, serta tekanan dalam alat turun yang ditunjukkan oleh manometer (Kurnia, dkk, 2006).


(31)

Struktur Tanah

Apabila tekstur mencerminkan ukuran partikel dari fraksi-fraksi tanah, maka struktur merupakan kenampakan bentuk atau susunan partikel-partikel primer tanah (pasir, debu dan liat individual) hingga partikel-partikel sekunder (gabungan partikel-partikel primer yang disebut ped) yang membentuk agregat (bongkah). Tanah yang partikel-partikelnya belum bergabung, terutama yang bertekstur pasir, disebut tanpa struktur atau berstruktur lepas, sedangkan tanah bertekstur liat yang terlihat massif (padu tanpa ruang pori, yang lembek jika basah dan keras jika kering) atau apabila dilumat dengan air akan membentuk pasta disebut juga tanpa struktur (Hanafiah, K. 2005).

Berat Kering Tanaman

Setelah tanaman dicuci (dekontaminasi) selanjutnya dikeringkan pada oven pengering. Pengeringan di oven ini bertujuan untuk mengurangi dan menghentikan proses biokimia tanaman, terutama aktivitas enzim. Aktivitas enzim tanaman dapat dihentikan dengan mengovenkan pada temperatur 60℃ hingga 80℃, tetapi pada temperatur yang lebih tinggi dapat mengubah unsur hara yang akan dianalisis. Oleh sebab itu disarankan untuk mengovenkan tanaman pada temperatur ± 70℃ selama 48 jam (Mukhlis, 2007).

Pendekatan yang digunakan untuk pengukuran biomassa tanaman adalah menimbang berat basah dan berat kering tanaman. Berat basah dapat ditentukan tanpa merusak tanaman dan nilainya dapat bervariasi tergantung kadar air dalam tanaman. Berat kering lebih disukai untuk menaksir pertumbuhan tanaman, karena mencerminkan akumulasi senyawa organik yang disintesis tanaman dari


(32)

senyawa anorganik. Unsur hara yang diserap tanaman dari lingkungan juga memberi kontribusi pada berat kering tanaman ( Sitompul dan Guritno,1995). Andosol

Tanah yang belum berkembang, kaya mineral alofan, dan kerapatan lindak rendah, terbentuk dari bahan yang kaya kaca vulkan dan mempunyai horizon permukaan berwarna kelam. Tanah mempunyai epipedon molik atau umbrik atau okrik dan horizon kambik (Sutanto, R. 2005).

Salah satu faktor penting di wilayah Kecamatan Medan Selayang adalah tingkat kesuburannya. Hal ini dikarenakan tanah tersebut merupakan tanah yang berjenis tanah andosol. Jenis tanah andosol ini memiliki tingkat kesuburan yang tinggi serta dilewati sungai (Farida, 2011).

Rumah Plastik

Atap plastik yang digunakan sebaiknya helaian plastik UV (ultraviolet) sehingga bisa bertahan beberapa tahun. Pemakaian plastik biasa hanya tahan beberapa bulan. Kandungan heat resistantchemical pada plastik UV ada beberapa macam, misalnya 6%, 9%, dan 12%. Semakin besar kandungannya, plastik semakin awet digunakan. Ada pula plastik yang mengandung 14% Tinuvin, bahan kimia yang mengubah cahaya masuk secara lurus menjadi baur sehingga penyebaran cahaya menjadi lebih merata. Penggunaan plastik ini dapat menyebabkan penurunan produksi (Sutiyoso, 2003).

Bunga Kol Botani


(33)

Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angiospermae Kelas : Dycotyledone Famili : Cruciferae Genus : Brassica

Spesies : Brassica oleraceae var. botrytis L.

Bunga kol termasuk tanaman yang mempunyai batang tegak agak pendek, daunnya berbentuk bujur telur atau panjang dan bergerigi, tangkai bunga dan pangkal daun menebal serta menghasilkan massa bunga yang berwarna putih dan lunak. Daun bunga kol umumnya lebih panjang dan lebih sempit dibandingkan bunga kol drop. Daun-daun yang tumbuh sebelum terbentuk massa bunga, umumnya berukuran kecil dan melengkung untuk melindungi bunga (Rukmana, 1995).

Tanah

Tipe tanah yang umum didayagunakan untuk pengembangan sayuran di Indonesia adalah Andosol, Latosol, Regosol, Mediteran dan Aluvial. Tanah Andosol teksturnya adalah debu, sedangkan tanah latosol umumnya bertekstur liat. Sementara tanah Regosol bertekstur pasir sampai lempung berdebu, tanah Mediteranian bervariasi antara lempung sampai liat, dan tanah Aluvial adalah liat atau liat berpasir. Kubis bunga dan broccoli cocok dengan jenis tanah lepung berpasir, tetapi toleran terhadap tanah ringan seperti Andosol (Rukmana, 1995).


(34)

Iklim

Kubis bunga maupun broccoli termasuk tanaman yang sangat peka terhadap temperatur terlalu rendah ataupun terlalu tinggi, terutama pada periode pembentukan bunga. Bila temperatur terlalu rendah, sering mengakibatkan terjadanya pembentukan bunga sebelum eaktunya. Sebaliknya pada temperatur terlalu tinggi, dapat menyebabkan tumbuhnya daun-daun kecil pada massa bunga (curd) (Rukmana, 1995).

Kebutuhan Air Irigasi

Kebutuhan air irigasi dianalisis berdasarkan kebutuhan air tanaman (di lahan) dan kebutuhan airpada bangunan pengambilan (di bendung). Analisiskebutuhan air untuk tanaman di lahan dipengaruhioleh beberapa faktor berikut, (1) pengolahan lahan,(2) penggunaan konsumtif, (3) perkolasi, (4)penggantian lapis air, dan (5) sumbangan hujan (Suroso dkk, 2007).

Frekuensi Irigasi

Airirigasiditerapkanke lapangan untukmeningkatkankandungan kelembabantanahdengan kapasitasbidangnya.Aplikasi airini kemudiandihentikan. Kandungan airjuga mengurangisecara bertahapkarenaadanyatranspirasidan evaporasi. Jikakadar airyangturun di bawahjumlah yangmembutuhkan,

pertumbuhan tanamanakanterganggu.Jadikadar airmembutuhkan untuksegeradiisiolehirigasidanharus ditingkatkankapasitaslapangnya (Basak,

1999).

Produksi Tanaman

Persediaan air tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan tanaman secara penuh, evapotranspirasi aktual (ETa) akan menurun di bawah


(35)

evapotranspirasi maksimum (ETm) atau ETa < ETm. Pada kondisi seperti ini, akan berkembang stress air di dalam tanaman yang akan berpengaruh buruk terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman. Pengaruh-pengaruh ini sangat tergan tung pada spesies dan varietas tanaman, intensitas stress dan waktu terjadinya stress air. Pengaruh intensitas dan waktu stress ini sangat penting dalam kaitannya dengan penjadwalan suplai air yang terbatas selama periode pertumbuhan tanaman dan penentuan prioritas penggunaan suplai air di antara tanamaan selama musim pertumbuhannya.Tanaman sangat beragam respon pertumbuhan dan produksinya terhadap defisit air.Kalau kebutuhan air tanaman dapat dipenuhi secara penuh oleh suplai air tersedia (ETa-ETm), jumlah total bahan kering dan hasil produksi yang dihasilkan sangat beragam. Hal ini dapat dinyatakan sebagai efisiensi penggunaan air (Ey). Tanam-tanaman mempunyai laju pertumbuhan dan kebutuhan air yang berbeda-beda, demikian juga porsi dari total bahan kering yang dipanen sebagai hasil berbeda (Indeks panen). Kalau ETa=ETm, perbedaan pertumbuhan dan hasil ini akan mengakibatkan perbedaan Em dan Ey (Anonimous2, 2011).


(36)

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Medan Selayang, dengan ketinggian daerah 25 m di atas permukaan laut, pada bulan Mei 2012- Agustus 2012.

Bahan dan Alat Penelitian

Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah benih bunga kol, air, pipa PVC Φ1”,PVC Φ 0,5”, polibag, selang air, elbow, tee, infus, lem pipa, dan plastik.

Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gergaji, meteran, tali, kawat, drum penampung air, bambu, stop kran, cangkul, stopwatch.

Metode Penelitian

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan sesuai literatur dan dengan cara pengamatan langsung di lapangan dengan menggunakan data primer. Selanjutnya dilakukan analisis data secara terus-menerus (kuantitatif).

Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian adalah :

1. Dipersiapkan lahan yang ingin digunakan dalam penelitian 1. Persiapan lahan dengan luas 6,5 x 13 meter.

2. Dibuat bedengan sebanyak 3 buah dengan ukuran 1,5 m x 10 m. 3. Jarak antar bedengan 1 m.


(37)

2. Dirancang rumah plastik (screen house)

1. Pembuatan sungkup plastik dari bambu sebanyak 3 buahdengan ukuran 1m x 10 m dengan ketinggian 2-3 meter.

2. Bahan yang digunakan untuk atap sungkup plastik terbuat dari plastik biasa sedangkan pada bagian sisinya digunakan kain kasa.

3. Dipersiapkan persemaian benih

1. Dipersiapkan polybag dengan ukuran 8 cm x 10 cm. 2. Dibuat lubang kecil pada kedua sisi dasarnya.

3. Diisi polybag dengan media tanah dan pupuk kandang dengan perbandingan 1:1.

4. Dipersiapkan bibit tanaman

1. Diletakkan polibag dengan jarak 50 cm.

2. Diletakkan polibag pada tiap lateral dibawah masing-masing emitter (infus).

3. Dialirkan air melalui pipa lateral ke masing-masing lateral (penyiraman dilakukan sebanyak 1x pada pukul 17.00-18.00).

4. Dikumpulkan data sampai tanaman tumbuh dan menghasilkan bunga. 5. Dilakukan analisis data.

5. Dirancang jaringan irigasi tetes (Drip Irrigation)

1. Pemasangan pipa utama langsung dengan tabung penampungan air. 2.Dipasang pipa-pipa lateral dengan diameter 0,5 inci dengan jarak masing-masing 50 cm dengan masing masing lubang pipa dibuat selang infus sebagai emitter.

6. Dihitung nilai kapasitas lapang. 7. Dihitung nilai keseragaman air.


(38)

8. Dihitung nilai debit air. 9. Dihitung perkolasi tanaman

- Ditutup lubang-lubang pada polibag. - Dilubangi polibag pada bagian bawah.

- Diletakkan wadah di bawah polibag yang dilubangi.

- Diukur air yang tertampung dalam wadah dengan menggunakan gelas ukur. 10. Dihitung kebutuhan air tanaman

11. Dihitung nilai efisiensi pemakaian air. 12. Dihitung nilai efisiensi penyimpanan air. 13. Dihitung berat kering tanaman

- Ditimbang berat awal tanaman sebelum di oven.

- Dimasukkan tanaman ke dalam oven selama 48 jam pada suhu 70℃. - Ditimbang tanaman yang sudah di ovenkan

- Dihitung kadar air tanaman dengan rumus :

% ��= ����� ������� ���� −������������ ��ℎ��

����� ������� ���� × 100 %

Parameter Penelitian 1. Kebutuhan Air tanaman

Perhitungan kebutuhan air tanaman menggunakan rumus pada persamaan 2 2. Efisiensi pemakaian air

Perhitungan nilai efisiensi pemakaian air menggunakan rumus sesuai dengan Persamaan 3.

3. Efisiensi penyimpanan air

Perhitungan nilai efisiensi penyimpanan air menggunakan rumus sesuai Persamaan 4.


(39)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisa Sifat Fisik Tanah Tekstur Tanah

Pengukuran tekstur tanah pada penelitian dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 2. Hasil Analisa Tekstur Tanah

No Fraksi Persentase(%) Tekstur Tanah

1 Debu 13,28

Lempung Liat Berpasir

2 Liat 20,16

3 Pasir 66,56

Dari tabel di atas dapat dilihat perbandingan kandungan debu, liat dan pasiryang memiliki tekstur tanah lempung liat berpasir yang dapat ditentukan segitiga USDA pada Gambar 1.

Kerapatan Massa Tanah (Bulk Density)

Nilai kerapatan massa tanah pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 3. Hasil Analisa Kerapatan Masaa (Bulk Density) Tanah Bulk Density (gr/cm3)

1 1,16

2 0,94

3 0,77

4 0,80

5 1,01

6 0,85

7 0,76

Rata-rata 0,89

Dari tabel di atas, dapat dilihat hasil analisa kerapatan massa (bulk density) berbeda, dimana kerapatan massa (bulk density)yang terbesar mempunyai nilai


(40)

1,16 gr/cm3 dan nilai terendah mempunyai nilai 0,76 gr/cm3 dengan nilai rata-rata kerapatan massa sebesar 0,89 gr/cm3.

Pemberian air secara terus menerus ke dalam tanah akan mengakibatkan lepasnya butir-butir tanah, sehingga mengakibatkan pemadatan tanah dan ruang pori.Pada penelitian yang dilakukan nilai kerapatan massa tanah memiliki nilai yang bervariasi dikarenakan kondisi tanah yang digunakan masih berupa bongkahan dimana pada setiap lokasi tanah pun memiliki struktur bongkahan yang berbeda-beda.

Kerapatan Partikel Tanah (Particle Density)

Nilai kerapatan partikel tanah pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 4. Hasil Analisa Kerapatan Partikel (Paricle Density) Tanah Particle Density (gr/cm3)

1 1,70

2 1,76

3 2,05

4 1,84

5 1,76

6 1,80

7 2,12

Rata-rata 1,86

Dari tabel di atas diperoleh hasil analisa kerapatan partikel tanh yang bervariasi dengan rata-rata kerapatan partikel sebesar 1,86 gr/cm3 .Untuk pengukuran kerapatan partikel tanah seharusnya tidak ada perubahan saat pengukuran. Hal ini karena sampel tanah yang diambil memiliki struktur yang berbeda. Perbedaan struktur tanah diakibatkan tanah yang digunakan masih berupa bongkahan tanah dan setiap tanah memiliki bentuk bongkahan yang berbeda-beda yang menyebabkan berbedanya nilai kerapatan partikel tanah.


(41)

Menurut Sarief (1986), kerapatan partikel tanah (particle density) pada umumnya berkisar antara 2.6−2.7 �� ��⁄ 3. Dengan adanya kandungan bahan organik pada tanah maka nilai tersebut menjadi lebih kecil.

Ruang Pori atau Porositas

Perhitungan ruang pori atau porositas pada penilitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 5. Hasil Analisa Ruang Pori atau Porositas

Tanah Porositas (%)

1 31,8

2 46,6

3 62,5

4 56,6

5 42,7

6 52,8

7 64,2

Rata-rata 51,0

Dari tabel di atas, dapat dilihat bahwa nilai porositas yang tertinggi sebesar 64,2% dan terendah sebesar 31,8% dengan rata rata-rata 51%. Pemberian air secara terus menerus selama proses pertumbuhan tanaman mengakibatkan terjadinyaproses pemampatan dan penutupan pori-pori tanah.Nilai Porositas yangbervariasi diakibatkan kepadatan massa tanah (bulk density)setiap lokasi tanah juga berbeda-beda.Semakin besar kepadatan massa tanah semakin kecil nilai porositas. Hal ini sesuai pernyataan Hanafiah (2005) yang menyatakan bahwa porositas adalah proporsi ruang pori total (ruang kosong) yang terdapat dalam satuan volume yang dapat ditempati oleh udara dan air, sehingga merupakan indikator kondisi drainase dan aerase tanah. Tanah porous merupakan tanah yang cukup mempunyai ruang pori untuk pergerakan air dan udara masuk keluar tanah secara leluasa dan sebaliknya jika tanah tidak porous.


(42)

Kapasitas Lapang

Nilai kapasitas lapang pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini :

Tabel 6. Kapasitas Lapang

Tanaman Kadar Air (%)

1 57,63

2 57,91

3 53,88

Rata-rata 56,47

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kadar air dari setiap tanah pada saat kapasitas lapang berbeda-beda. Tanah ke-2 memiliki kadar air tertinggi dengan kadar air 57,91% dan yang terendah pada tanah ke 3 dengan kadar air 53,88% sehingga didapat kadar air rata-rata dari tabel di atas sebesar 56,47%. Banyaknya air yang terkandung dalam tanah akan menentukan proses pertumbuhan tanaman. Keadaan air pada kapasitas lapang merupakan jumlah air yang terbanyak yang tersedia bagi tanaman.

Keseragaman Air

Banyaknya air yang disalurkan tidak mencapaidebit irigasi tetes pada umumnya. Debit yang dikeluarkan pada setiap emitter berbeda. Hal ini disebabkan karena diameter lubang pada pipa lateral yang dibuat memiliki diameter yang berbeda dikarenakan proses pengerjaannya dilakukan secara manual. Selain itu, jarak emitter yang digunakan pada setiap lubang pengeluaran berbeda. Nilai keseragaman air yang dihasilkan sebesar 87,5%. Nilai keseragaman air yang disalurkan dapat dilihat pada Tabel 7 dan perhitungannya pada Lampiran 6:


(43)

Tabel 7. Keseragaman Air (ml/jam) Lateral Emitter Debit 1

(ml/jam) Debit 2 (ml/jam) Debit 3 (ml/jam) Debit rata-rata (ml/jam) 1

1 1860 1944 1944 1916

2 1584 1884 1884 1784

3 1104 1920 1632 1552

4 900 1560 1500 1320

5 852 840 936 876

6 924 1452 1632 1336

7 1128 1440 1536 1368

8 1224 1548 1536 1436

9 1284 1488 1884 1552

10 1632 1908 1980 1816

2

11 1776 1728 1644 1716

12 1764 1512 1464 1580

13 1704 1584 1488 1592

14 1632 1536 1452 1540

15 1500 1164 1152 1272

16 1464 984 1272 1240

17 1764 1032 1440 1412

18 1848 1728 1392 1656

19 1932 1656 1548 1712

20 1692 1764 1752 1736

Debit

Debit yang akan disalurkan pada masing-masing lateral tergantung waktu penyiraman. Waktu penyiraman juga berbeda-beda pada setiap fase. Pada fase awal lamanya penyiraman selama 0,085 jam/hari, pada fase tengah 0,195 jam/hari dan pada fase akhir 0,181 jam/hari. Debit didapat dari hasil perkalian debit rata-rata dengan waktu penyiraman sehingga setiap fase tanaman akan berbeda-beda mendapatkan debit air.Adanya perbedaan debit air yang disalurkan kepada setiap tanaman dikarenakan lubang pipa lateral dan jarak letak emiter tempat pengeluaran air setiap tanaman berbeda-beda. Jumlah debit air yang disalurkan dapat dilihat pada Tabel 8:


(44)

Tabel 8. Debit Air IrigasiTanaman (ml/hari)

No Tanaman Debit Air Irigasi Tanaman

Fase Awal Fase Tengah Fase Akhir

1 1 162,86 373,62 346,79

2 2 151,64 347,88 322,90

3 3 131,92 302,64 280,91

4 4 112,20 257,40 238,92

5 5 74,46 170,82 158,55

6 6 113,56 260,52 241,81

7 7 116,80 266,76 247,61

8 8 122,06 280,02 259,91

9 9 131,92 302,64 280,91

10 10 154,36 354,12 328,69

11 11 145,86 346,79 310,59

12 12 134,30 308,10 285,98

13 13 135,32 310,44 288,15

14 14 130,90 300,30 278,74

15 15 108,12 248,04 230,23

16 16 105,40 241,81 224,44

17 17 120,02 275,34 255,57

18 18 140,76 322,92 299,73

19 19 145,52 333,84 309,87

20 20 147,56 338,52 314,21

Kebutuhan Air Tanaman

Besarnya kebutuhan air tanaman dapat dilihat pada tabel di bawah ini dan perhitungannya pada Lampiran 7 :

Tabel 9. Kebutuhan Air Tanaman (mm/hari)

No Fase Kebutuhan AirTanaman

(mm/hari)

Kebutuhan Air Tanaman (ml/hari)

1 Awal 2,88 130,22

2 Tengah 6,58 297,52

3 Akhir 6,10 275,81

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kebutuhan air tanaman pada setiap fase berbeda-beda. Pada fase tengah kebutuhan air lebih besar daripada fase awal dan akhir. Ini dikarenakan fase tengah merupakan fase dimana mulai terjadinya proses pembentukan vegetatif tanaman maksimal sehingga dibutuhkan air yang lebih besar. Kebutuhan air yang berbeda dipengaruhi oleh faktor iklim, jenis


(45)

tanaman dan fase pertumbuhan tanaman. Hal ini sesuai dengan pernyataan Tambunan (2011) yang menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi kebutuhan air tanaman yaitu iklim, jenis tanaman dan fase pertumbuhan tanaman.

Waktu Penyiraman

Lama waktu penyiraman pada penelitian yang dilakukan dapat di lihat pada tabel di bawah ini dan perhitungannya pada Lampiran 8:

Tabel 10. Lama Penyiraman

No Fase Lama Penyiraman

(jam/hari)

1 Awal 0,085

2 Tengah 0,195

3 Akhir 0,181

Dari tabel di atas dapat dilihat pada fase awal lamanya penyiraman yang dilakukan selama 0.085 jam/hari, pada fase tengah selama 0,195 jam/hari dan fase akhir 0,181 jam/hari. Perbedaan lama penyiraman air pada setiap fase dikarenakan kebutuhan air tanaman pada setiap fase berbeda-beda (Tabel 9).

Efisiensi Irigasi Tetes

Efisiensi pemakaian air merupakan kemampuan tanah dimana air yang disalurkan sedang ditampung pada daerah akar dari tanah yang dapat digunakan oleh tanaman tersebut dalam proses pertumbuhannya. Nilai efisiensi pemakaian air terendah terjadi pada fase awal sebesar 91,85%. Pada fase awal terjadi proses perkolasi pada beberapa lokasi tanaman sehingga air yang akan ditampung didaerah perakaran menjadi berkurang. Hal ini terjadi karena adanya perkolasi yang menunjukkan pergerakan air bebas ke bawah. Air dapat berada di zona aerasi dalam tiga kondisi yang berbeda. Air dapat bergerak dalam pori-pori tanah yang besar dibawah pengaruh gravitasi, dapat juga dibawah kapilaritas di dalam


(46)

ruang pori-pori kecil, atau dapat juga ditahan disekitar masing-masing partikel tanah oleh gaya tarik molekuler (air higroskopis).

Efisiensi penyimpanan air merupakan kemampuan tanaman untuk menyimpan air pada daerah perakaran selama pemberian air. Pada fase awal efisiensi penyimpanan air tertinggi sebesar 61,77% dan yang terendah sebesar 25,16%, pada fase tengah nilai efisiensi penyimpanan tertinggi sebesar 66,74% dan yang terendah sebesar 31,33%, pada fase akhir nilai efisiensi penyimpanan air tertinggi sebesar 76,42% dan yang terendah sebesar 43,29%.

Efisiensi irigasi tetes dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 11. Efisiensi irigasi tetes fase awal pertumbuhan tanaman

Emiter Lateral 1 Lateral 2

Ea (%) Es (%) Ea (%) Es (%)

1 100 44,30 100 33,27

2 100 61,77 100 32,21

3 100 45,81 100 25,16

4 100 45,66 100 46,21

5 100 38,04 100 46,04

6 100 23,77 100 27,26

7 100 43,10 100 36,63

8 100 42,90 93,6 35,40

9 100 29,64 100 26,97

10 100 28,53 91,85 31,72

Tabel 12. Efisiensi irigasi tetes fase tengah pertumbuhan tanaman

Emiter Lateral 1 Lateral 2

Ea (%) Es (%) Ea (%) Es (%)

1 100 44,62 100 43,95

2 100 64,24 100 48,58

3 100 52,66 100 50,02

4 100 46,92 100 48,91

5 100 44,82 100 51,50

6 100 40,48 100 53,15

7 100 44,75 100 43,13

8 100 66,74 100 52,87

9 100 31,33 100 39,76


(47)

Tabel 13. Efisiensi irigasi tetes fase akhir pertumbuhan tanaman

Emiter Lateral 1 Lateral 2

Ea (%) Es (%) Ea (%) Es (%)

1 100 66,63 100 50,81

2 100 76,42 100 68,81

3 100 58,92 100 55,72

4 100 61,85 100 63,65

5 100 70,90 100 68,14

6 100 45,48 100 68,41

7 100 49,79 100 53,96

8 100 69,32 100 57,49

9 100 33,35 100 66,15

10 100 70,95 100 43,29

*Ea adalah efisiensi pemakaian *Es adalah efisiensi penyimpanan

Nilai efisiensi penyimpanansetiap fase bervariasi. Efisiensi penyimpanan air masih rendah karena air yang diberikan belum memenuhi kebutuhan air tanaman tersebut sebelum pemberian irigasi. Kemungkinan hal ini terjadi karena dalam menentukan besarnya nilai evapotranspirasi (ETc) berdasarkan data suhu tahun 2011 berbeda dengan data suhu pada saat penelitian, sehingga dalam menghitung kebutuhan air tanaman kurang tepat. Selain itu, kemungkinan dikarenakan perancanganan jaringan irigasi yang masih manual sehingga menyebabkan lubang pada pipa tidak seragam. Sehingga dapat dikatakan bahwa efisiensi penyimpanan tidak baik karena tidak mencapai 90%. Hal ini sesuai dengan pernyataan Sapriyanto dan Nora (1999) yang menyatakan bahwa saat ini telah banyak digunakan sistem irigasi curah atau tetes. Dengan sistem ini dapat memberikan efisiensi sampai lebih dari 90% dan efektifitas yang cukup tinggi dalam memenuhi kebutuhan air bagi tanaman.

Efisiensi pemakaian dan penyimpananirigasi sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman yang dibudidayakan. Efisiensi pemakaian yangdiperoleh ketiga fase pertumbuhan tanaman sangat tinggi yaitu rata-rata diatas 99,27%.


(48)

Sedangkan nilai yang diperoleh pada efisiensi penyimpananrendah. Keadaan diatas menunjukkan bahwa besarnya nilai efisiensi pemakaian dan penyimpanan tidak seimbang.Nilai efisiensi pemakaian yang tinggi tidak menjaminefisiensi penyimpanannya juga akan tinggi, sekalipun tanah dapat menerima 100% air yang diberikan oleh emitter namun jumlah air yang diberikan belum dapat memenuhi kebutuhan air tanaman tersebut yang dalam hal ini merupakan kadar air kapasitas lapang tanah. Hal ini tentu akan mempengaruhi nilai produksi tanaman yang dibudidayakan.

Produksi Tanaman

Produksi tanaman bunga kolyang dihasilkan belum optimal. Hal ini terjadi karena tidak adanya keseimbangan nilai antara efisiensi pemakaian dengan efisiensi penyimpanan. Efisiensi penyimpanan air irigasi yang rendah menyebabkan kebutuhan air tanaman tidak terpenuhi dengan maksimal walaupun efisiensi pemakaiannya tinggi.

Selain itu hal ini juga dikarenakan pada saat penelitian musim hujan, sehingga energi matahari yang masuk tidak optimal dan suhu yang ada pada lokasi penelitian (rumah kassa) tidak memenuhi syarat tumbuh tanaman bunga kol. Penggunaan plastik pada saat penelitian menyebabkan berkurangnya energi matahari yang masuk sehingga belum memenuhi kebutuhan fotosintesis tanaman secara maksimal. Selain itu juga, air yang diberikan tidak memenuhi kebutuhan air pada tanaman tersebut. Hal inilah yang menyebabkan kadar air tanaman rendah dan produksi bunga kolyang dihasilkan tidak optimal.


(49)

Tabel 14. Produksi tanaman Polybag Berat Bunga

(gr)

Berat Tanaman Sebelum Dioven

(gr)

Berat Tanaman Setelah Dioven

(gr)

1 15 9,6 22,9

2 16,7 93,8 18,1

3 16 108,8 26,5

4 17 92,6 14,2

5 15,3 95,0 19,0

6 16,5 83,0 22,7

7 16,3 61,1 11,6

8 43,1 96,5 26,4

9 26,4 69,0 16,1

10 33,7 69,9 16,8

11 17,8 147,0 40,9

12 18,3 106,4 22,3

13 17,2 96,0 22,7

14 17 60,7 20,6

15 15,4 95,3 23,8

16 15,2 100,1 27,2

17 - 71,5 12,3

18 14,6 75,0 19,6

19 34,2 93,3 28,1

20 26,5 83,0 16,3

Potensial Matriks Tanah

Nilai potensial matriks pada kondisi tanah tidak jenuh didapat dengan menggunakan sebuah alat yang dinamakan tensiometer. Nilai hisapan matriks berbanding terbalik dengan kadar air tanah. Potensial matriks semakin kecil dengan bertambahnya kadar air dalam tanah. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi kadar air tanah akan semakin mendekati kondisi jenuh dan akan semakin kecil potensial matriksnya, sehingga akhirnya pada kondisi tanah jenuh potensial yang berperan adalah potensial tekanan dan potensial gravitasi.


(50)

Tabel 15. Nilai hisapan air tanah pada kondisi tidak jenuh

Tanaman Kadar Air tidak Jenuh Potensial Matriks Tanah (Cbar)

1 45,70 17

2 49,71 16

3 46,78 17

4 44,80 17

5 51,04 16

6 50,80 16

7 42,69 18

8 47,29 17

9 44,22 17

10 48,25 16

11 47,47 17

12 48,67 16

13 47,39 17

14 44,51 17

15 48,99 16

16 47,60 17

17 40,68 18

18 44,67 17

19 45,69 17

20 38,76 19

21 37,79 19

22 41,43 18

23 47,31 17

24 40,11 18

25 42,66 18

26 41,44 18

27 39,14 19


(51)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Nilai efisiensi penyimpanan tertinggi terdapat pada fase akhir pertumbuhan yaitu 76,42% dan terendah terdapat pada fase awal pertumbuhan yaitu 23,77%. Sementara untuk efisiensi pemakaian, nilai tertinggi terdapat pada ketiga fase yaitu 100% dan terendah 91,85% yang terdapat pada fase awal pertumbuhan.

2. Besar kebutuhan air tanaman (ETc) bunga kol adalah sebesar 2,88 mm/hari untuk fase awal pertumbuhan, 6,58 mm/hari untuk fase tengah pertumbuhan, dan 6,10 mm/hari untuk fase akhir pertumbuhan.

3. Nilai rata-rata keseragaman air dari ketiga ulangan tersebut adalah 87,5%. Saran

1. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya tanah yang dipakai lebih homogen mendekati keadaan lapangan.

2. Perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai efisiensi distribusi air.

3. Perlu didapatkan metode pengukuran kadar air tanah di polybag yang lebih tepat agar memperkecil resiko rusaknya perakaran tanaman.


(52)

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2008. Kemarau Datang Irigasi Mikro pada Lahan Kering Jadi Pilihan. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 30 No. 3.

Anonim, 2011. Dasar Ilmu Tanah. http://www.dasarilmutanah.lecture.ub.ac.id[12 September 2012, 9.00 PM].

Anonim, 2011. Tanah Andisol. http://www.anneahira.com [22 Oktober 2012]

Basak, N. 1999. Irrigation Engineering. Tata McGraw-Hill Publishing Company Limited, New Delhi.

Darmawijaya, M. 1990. Klasifikasi Tanah. Gajah Mada University Press,Yogyakarta.

Djaya, I. 2003. Sistem Irigasi. Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah Direktorat Jenderal Sumber Daya Perairan, Jambi.

Farida, Y. 2011. Jenis Tanah. http//www.repository.usu.ac.id [12 Sptember 2012, 9:00PM].

Foth, D. H., 1994. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Ginting, M., 1994. Irigasi. Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik USU, Medan.

Hamzah, 2006. Dengan Irigasi Tetes Panen Bisa Diatur. http://www.cvbertokoh.com [22 Desember 2011, 1:54 PM].

Hanafiah, K. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Hansen, V.E., O.W. Israelsen dan G.E Stringham. 1984. Irrigation Principles and Practices. Jhon Wiley&Sons, New York.

Hansen, V.E., O.W. Israelsen dan G.E Stringham, 1992. Dasar-dasar dan Praktek Irigasi. Penerjemah Endang P. Tachyan. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Hardjowigeno, S. 23. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis. Akademika.Pressindo, Jakarta.

Hillel, D., 1971. Soil and Water Physical Principles and Processes. Academic Press, New York.

Israelsen, O. 1958. Irrigation Principles and Practices second edition.Jhon 2 Wiley&Sons, New York.


(53)

James, D.W., O.W. Israelsen, and G.E. Stringham, 1982. Modern Irrigated Soils, Department of Soil Science and Meteorology. Utah State University, Utah.

Keller, J., and R.D Bliesner, 1990. Sprinkle and Trickle Irrigation. Publishing by Van Nostrand Reinhold, New York.

Kurnia, U., dkk., 2006. Sifat Fisik Tanah dan Metode Analisisnya. Balai Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian.

Lenka, D. 1991. Irrigation and Drainage. Kalyani Publisher, India.

Lingga, 2009. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya, Jakarta.

Michael, A.M., 1978. Irrigation Theory and Practice. Vikas Publishing House PVT LTD.

Mukhlis, 2007. Analisis Tanah Tanaman. USU Press, Medan.

Najiyanti dan Danarti, 1993. Petunjuk Cara Menyiram Tanaman. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nasution, H., Y.N. Muhammad, A.N. Lubis, G.N. Sutopo, A.D. Muhammad, Go Ban dan H.H Bailey, 1986. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Unila Press, Lampung.

Prastowo, 2003. Teknologi Irigasi Hemat Air. Pusat Pengkajian dan Penerapan Ilmu Teknik untuk Pertanian Tropika (CREATA). Lembaga Penelitian IPB, Bogor

Priyono, S dalam ASAE, 2009. Koefisien

Keseragaman.http://www.cvbertokoh.com[31 Januari, 2012 1:00 PM]. Rukmana, R. 1994. Budidaya Kubis Bunga & Broccoli. Kanisius, Yogyakarta. Sapei, A., 2003. Komponen Irigasi Sprinkle dan Drip. Pusat Pengkajian dan

Penerapan Ilmu Teknik untuk Pertanian (CREATA), Lembaga Penelitian - Institut Pertanian Bogor.

Sapriyanto, dan H.T. Nora, 1999. Efisiensi Penggunaan Air pada Sistem Irigasi Tetes dan Curah untuk Tanaman Krisan (chrysantenum sp). Buletin Keteknikan Pertanian. Vol. 13 No. 7.

Sarief, S. 1986. Ilmu Tanah Pertanian. Pustaka Buana, Jakarta.

Sitompul, S.M. dan B. Guritno. 1995. Analisis Pertumbuhan Tanaman. UGM- Press, Yogyakarta.


(54)

Sosrodarsono, S dan Takeda. 2003. Hidrologi untuk Pengairan. Pradnya Paramita, Jakarta.

Sulystiono., dkk. 2006. Pengaruh Sistem Irigasi Terhadap Produksi dan Kualitas Organoleptik Tembakau, Buletin Agron.

Susanto, E., dkk.2006. Teknik Irigasi dan Drainase. Jurusan Teknologi Pertanian USU, Medan.

Sutanto, R. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Tanah. Kanisius, Yogyakarta. Sutiyoso, Y. 2003. Hidroponik Rakit Apung. Penebar Swadaya.

Tambunan, H. 2011. Kebutuhan Air Tanaman. http://www.kebutuhan-air- tanaman.com[2Oktober 2012, 1.00 AM].


(55)

Mulai

Selesai Lampiran 1. Flowchart Penelitian

tidak

ya

Dirancang jaringan irigasi tetes sederhana

Dipasang jaringan pipa

Dipasang emitter pada pipa lateral

Pengujian keseragaman

aliran air

Dianalisis data yang diperoleh Dilakukan pengamatan

parameter Dialirkan air Diletakkan polibag pada


(56)

Lampiran 2. Data Suhu Tahun 2011

Tanggal Tahun 2011

Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec 1 26,4 27,4 26,9 25,5 27,6 27,2 26,7 29,0 28,1 26,7 27,1 24,8 2 26,6 26,1 27,3 26,3 27,4 28,0 27,8 29,4 27,7 27,1 26,6 24,6 3 24,9 26,5 25,8 27,1 28,4 27,9 27,5 28,3 27,7 26,6 26,9 25,3 4 26,7 27,6 26,7 26,5 27,7 29,0 28,6 26,9 28,2 26,2 24,3 25,9 5 26,4 27,9 26,5 26,6 28,7 27,0 29,4 28,5 27,4 26,7 25,9 24,8 6 27,0 27,7 25,3 25,6 27,3 28,1 28,8 27,2 27,7 28,0 25,8 26,3 7 24,7 27,2 26,3 26,5 29,5 27,3 28,4 27,5 26,0 26,6 27,1 25,9 8 26,8 28,1 26,2 26,1 30,0 28,3 29,0 26,7 26,9 26,0 26,3 25,6 9 26,7 28,1 25,0 25,9 29,7 28,3 28,2 28,6 27,3 26,1 27,2 25,4 10 26,2 28,3 25,3 26,1 29,8 28,1 28,8 26,5 27,1 27,1 27,7 26,0 11 25,4 27,9 24,3 26,2 29,1 28,0 27,8 27,0 27,7 27,5 27,2 24,7 12 26,6 27,3 25,3 25,6 27,7 28,9 28,0 28,3 27,5 27,9 27,4 24,9 13 26,8 28,2 25,9 26,6 28,7 28,4 27,9 26,0 27,9 28,3 27,2 25,3 14 27,0 27,5 25,9 25,5 27,4 29,0 27,7 25,2 25,6 28,2 26,3 25.0 15 27,8 26,4 26,7 26,7 27,9 27,8 28,1 26,7 28,3 27,4 26,6 25,4 16 26,9 24,9 26,5 25,8 28,0 28,4 27,3 26,2 28,1 27,3 27,1 26,5 17 27,4 27,6 24,8 25,0 25,8 28,1 27,3 27,8 27,3 27,0 28,1 25,2 18 27,4 28,2 24,5 26,1 27,0 28,1 28,9 27,4 26,6 26,8 27,5 24,0 19 27,6 28,6 24,0 26,2 27,1 28,1 29,2 27,1 26,8 26,5 27,4 24,1 20 27,3 26,3 25,1 25,4 27,9 28,8 29,1 25,6 27,8 26,0 26,6 24,2 21 26,6 28,4 25,9 26,6 27,8 28,6 27,2 28,0 26,3 26,6 25,2 25,7 22 27,4 26,8 25,1 26,0 27,4 27,4 28,0 26,5 27,0 27,4 28,2 25,0 23 27,3 27,5 26,3 25,7 28,1 27,7 27,4 27,4 28,4 28,1 25,3 24,0 24 27,6 25,0 24,7 25,0 26,7 28,4 26,5 27,0 27,9 26,5 27,5 24,7 25 25,8 27,5 24,5 25,7 28,0 28,8 28,7 26,4 27,0 26,3 28,7 25,5 26 26,6 27,8 25,2 25,9 28,0 28,0 27,9 26,4 27,3 27,7 26,9 25,2 27 26,8 28,0 25,5 25,9 27,9 27,0 27,8 27,5 27,6 27,9 27,0 23,7 28 26,0 27,4 24,1 26,2 29,2 27,6 27,2 25,5 28,3 27,9 27,2 25,3 29 25,8 24,3 25,9 28,2 26,4 27,5 26,2 27,6 27,9 27,7 25,5 30 25,5 24,3 25,6 27,7 27,0 29,0 27,1 26,8 28,4 26,9 26,7


(57)

Lampiran 3. Persentase jam siang Lintang Utara Garis lintang

utara 00 Jan Feb Maret April Mei Juni Juli Agustus Sep Oct Nov Dec 0 8.50 7.66 8.49 8.21 8.50 8.22 8.50 8.49 8.21 8.50 8.22 8.50 5 8.32 7.57 8.47 8.29 8.65 8.41 8.67 8.60 8.23 8.42 8.07 8.30 10 8.13 7.47 8.45 8.37 8.81 8.60 8.86 8.71 8.25 8.34 7.91 8.10 15 7.94 7.36 8.43 8.44 8.98 8.80 9.05 8.83 8.28 8.60 7.75 7.88 20 7.74 7.25 8.41 8.52 9.15 9.00 9.25 8.96 8.30 8.18 7.58 7.66 25 7.53 7.14 8.39 8.61 9.33 9.23 9.45 9.09 8.32 8.09 7.40 7.42 30 7.30 7.03 8.38 8.72 9.53 9.49 9.67 9.22 8.33 7.99 7.19 7.15 32 7.20 6.97 8.37 8.76 9.62 9.59 9.77 9.27 8.34 7.95 7.11 7.05 34 7.10 6.91 8.36 8.80 9.72 9.70 9.88 9.33 8.36 7.90 7.02 6.92 36 6.99 6.85 8.35 8.85 9.82 9.82 9.99 9.40 8.37 7.85 6.92 6.79 38 6.87 6.79 8.34 8.90 9.92 9.95 10.10 9.47 8.38 7.80 6.82 6.66 40 6.76 6.72 8.33 8.95 10.02 10.08 10.22 9.54 8.39 7.75 6.72 6.52 42 6.63 6.65 8.31 9.00 10.14 10.22 10.35 9.62 8.40 7.69 6.62 6.37 44 6.49 6.58 8.30 9.06 10.26 10.38 10.49 9.70 8.41 7.63 6.49 6.21 46 6.34 6.50 8.29 9.12 10.39 10.54 10.64 9.79 8.42 7.57 6.36 6.04 48 6.17 6.41 8.27 9.18 10.53 10.71 10.80 9.89 8.44 7.51 6.23 5.86 50 5.98 6.30 8.24 9.24 10.68 10.91 10.99 10.00 8.46 7.45 6.10 5.65 52 5.77 6.19 8.21 9.29 10.85 11.13 11.20 10.12 8.49 7.39 5.93 5.43 54 5.55 6.08 8.18 9.36 11.03 11.38 11.43 10.26 8.51 7.30 5.74 5.18 56 5.30 5.95 8.15 9.45 11.22 11.67 11.69 10.40 8.53 7.21 5.54 4.89 58 5.01 5.81 8.12 9.55 11.46 12.00 11.98 10.55 8.55 7.10 4.31 4.56 60 4.67 5.65 8.08 9.65 11.74 12.39 12.31 10.70 8.57 6.98 5.04 4.22


(58)

Lampiran 4. Perhitungan Jam Siang Lintang Utara Medan Selayang terletak pada 03029’33” (3,490)

• Jam Siang Lintang Utara untuk Bulan Juli: Perhitungan:

Garis LU ( 0 ) Juli

0 8,5

3,49 x

5 8,67

LU

X

=

x−8,67 8,5−8,67

=

3,49−0 5−0 x−8,67

−0,17

=

0,698

x−8,67 =−0,11866 x = 8,55 %

• Jam Siang Lintang Utara untuk Bulan Agustus: Perhitungan:

Garis LU ( 0 ) Agustus

0 8,49

3,49 x

5 8,60

LU

x

=

x−8,60

8,49−8,60

=

3,49−0 5−0 x−8,60

−0,11

=

0,698

X−8,60 =−0,07 x = 8,52


(59)

Lampiran 5. Perhitungan Kapasitas Lapang

Sampel Tanah BTKU (gr) BTKO (gr) Kadar Air Kapasitas Lapang (%)

1 280,28 177,80 57,63

2 239,09 185,60 57,91

3 266,67 173,29 53,88

1. BTKU = 280,28 Gram BTKO = 177,80 Gram KA =BTKU−BTKO

BTKO x 100 % KA

=

280,28 gr−177,80 gr

177,80 gr x 100 % = 57,63% 2. BTKU = 293,09 Gram

BTKO = 185,60 Gram KA = BTKU−BTKO

BTKO x 100 % KA =293,09 gr−185,60 gr

185,60 gr x 100 % = 57,91% 3. BTKU = 266,67 Gram

BTKO = 173,29 Gram KA = BTKU−BTKO

BTKO x 100 % KA = 266,67 gr−173,29 gr

173,29 gr x 100 % = 53,88%

Rata-rata KA =KA 1+KA 2+KA 3 3

=57,63%+57,91%+53,88% 3


(1)

Emiter

ke-

Air yang

disalurkan (ml)

Perkolasi

(ml)

Efisiensi

pemakaian (%)

Lateral 1

1

373,62

0

100,00%

2

347,88

0

100,00%

3

302,64

0

100,00%

4

257,40

0

100,00%

5

170,82

0

100,00%

6

260,52

0

100,00%

7

266,76

0

100,00%

8

280,02

0

100,00%

9

302,64

0

100,00%

10

354,12

0

100,00%

Lateral 2

1

346,79

0

100,00%

2

308,10

0

100,00%

3

310,44

0

100,00%

4

300,30

0

100,00%

5

248,04

0

100,00%

6

241,81

0

100,00%

7

275,34

0

100,00%

8

322,92

0

100,00%

9

333,84

0

100,00%


(2)

Emiter

ke-

Air yang

disalurkan (ml)

Perkolasi

(ml)

Ea (%)

Lateral 1

1

346,79

0

100,00%

2

322,90

0

100,00%

3

280,91

0

100,00%

4

238,92

0

100,00%

5

158,55

0

100,00%

6

241,81

0

100,00%

7

247,61

0

100,00%

8

259,91

0

100,00%

9

280,91

0

100,00%

10

328,69

0

100,00%

Lateral 2

1

310,59

0

100,00%

2

285,98

0

100,00%

3

288,15

0

100,00%

4

278,74

0

100,00%

5

230,23

0

100,00%

6

224,44

0

100,00%

7

255,57

0

100,00%

8

299,73

0

100,00%

9

309,87

0

100,00%

10

314,21

0

100,00%

Dimana :

Ea =

W

s

= Volume air irigasi yang ditampung polibag yaitu yaitu volume air yang

disalurkan oleh emitter dikurangi volume air perkolasi


(3)

Lampiran 10. Data efisiensi penyimpanan air irigasi pada setiap fase pertumbuhan

a.

Fase awal pertumbuhan

Emiter ke-

Sebelum Penyiraman Setelah Penyiraman

% KL Es (%)

BTKU (gr)

BTKO

(gr) KA (%)

BTKU

(gr) BTKO (gr) KA (%)

Lateral 1

1 56,3 40,9 37,65 69,2 47,4 45,99 56,47 44,30

2 63,6 49,4 28,74 65,5 44,9 45,87 56,47 61,77

3 55,3 38,9 42,15 62,5 38,9 48,71 56,47 45,81

4 46,2 34,6 34,68 60,6 41,9 44,63 56,47 45,66

5 42,3 30,6 38,23 52,7 36,3 45,17 56,47 38,04

6 37,0 26,4 40,15 50,7 35,2 44,03 56,47 23,77

7 59,4 44,6 34,08 61,0 42,0 45,23 56,47 43,10

8 62,9 48,0 31,04 65,3 46,0 41,95 56,47 42,90

9 55,2 42,7 23,48 62,1 46,6 33,26 56,47 29,64

10 56,8 41,0 38,53 66,2 46,5 43,65 56,47 28,53

Lateral 2

11 60,7 43,9 38,26 66,1 45,8 44,32 56,47 33,27

12 55,8 40,7 37,10 62,5 43,6 43,40 56,47 32,21

13 65,0 48,6 33,74 56,9 40,8 39,46 56,47 25,16

14 55,0 41,9 31,26 66,6 46,6 42,91 56,47 46,21

15 48,2 41,2 16,99 66,1 48,9 35,17 56,47 46,04

16 59,5 47,4 25,52 63,5 47,4 33,96 56,47 27,26

17 53,1 42,6 24,64 64,2 47,1 36,30 56,47 36,63

18 47,8 36,6 30,60 60,1 43,0 39,76 56,47 35,40

19 52,9 41,8 26,55 66,1 49,1 34,62 56,47 26,97


(4)

b.

Fase tengah pertumbuhan

Emiter ke-

Sebelum Penyiraman Setelah Penyiraman

%KL Es (%)

BTKU (gr)

BTKO (gr)

KA (%) BTKU

(gr)

BTKO (gr)

KA (%)

1 51,2 38,7 32,29 72,4 50,6 43,08 56,47 44,62

2 54,5 42,1 29,45 66,8 45,5 46,81 56,47 64,24

3 57,1 41,4 37,92 67,2 45,5 47,69 56,47 52,66

Lateral 1 4 51,7 39,2 31,88 65,4 45,6 43,42 56,47 46,92

5 58,2 44,6 30,49 62,4 43,9 42,14 56,47 44,82

6 58,8 41,4 42,02 62,7 42,4 47,87 56,47 40,48

7 58,6 43,9 33,48 68,1 47,4 43,67 56,47 44,75

8 59,6 45,8 30,13 64,7 43,8 47,71 56,47 66,74

9 56,1 43,5 28,96 61,5 44,7 37,58 56,47 31,33

10 59,7 45,5 31,20 71,3 49,5 44,04 56,47 54,76

1 58,5 43,4 34,79 67,4 46,7 44,32 56,47 43,95

2 57,6 44,2 30,31 64,3 44,9 43,02 56,47 48,58

Lateral 2 3 54,4 40,3 34,98 66,6 45,7 45,73 56,47 50,02

4 52,4 37,0 34,35 57,2 39,4 45,17 56,47 48,91

5 57,3 42,8 33,87 63,3 43,5 45,51 56,47 51,50

6 54,5 42,6 30,28 67,2 46,6 44,20 56,47 53,15

7 57,1 44,7 27,74 66,6 47,1 39,27 56,47 43,13

8 60,0 46,5 29,03 62,5 43,6 43,34 56,47 52,87

9 64,7 51,3 26,12 72,0 52,1 38,19 56,47 39,76


(5)

c.

Fase akhir pertumbuhan

Emiter ke-

Sebelum Penyiraman Setelah Penyiraman

% KL Es (%)

BTKU (gr)

BTKO (gr)

KA (%) BTKU

(gr)

BTKO (gr)

KA (%)

Lateral 1

1 42,6 34,3 24,19 69,5 47,7 45,70 56,47 66,63

2 45,5 35,6 27,80 78,9 52,7 49,71 56,47 76,42

3 58,9 46,8 32,88 73,1 49,8 46,78 56,47 58,92

4 56,9 45,2 25,88 71,1 49,1 44,80 56,47 61,85

5 70,7 51,3 37,81 72,5 48,0 51,04 56,47 70,90

6 70,7 48,4 46,07 75,4 50,0 50,80 56,47 45,48

7 57,4 43,4 32,25 76,2 53,4 42,69 56,47 49,79

8 69,6 55,0 26,54 81,6 55,4 47,29 56,47 69,32

9 58,0 42,0 38,09 73,8 51,1 44,22 56,47 33,35

10 64,2 50,1 28,14 76,5 51,6 48,25 56,47 70,95

Lateral 2

11 56,1 40,6 38,17 70,2 47,6 47,47 56,47 50,81

12 58,5 44,5 31,46 67,5 45,4 48,67 56,47 68,81

13 46,5 34,2 35,96 70,6 47,9 47,39 56,47 55,72

14 56,1 45,4 23,56 69,8 48,3 44,51 56,47 63,65

15 65,7 49,4 32,99 66,6 44,7 48,99 56,47 68,14

16 63,3 49,3 28,39 77,2 52,3 47,60 56,47 68,41

17 62,8 51,4 22,17 70,2 49,9 40,68 56,47 53,96

18 51,1 39,7 28,71 62,5 43,2 44,67 56,47 57,49

19 57,7 46,3 24,62 71,1 48,8 45,69 56,47 66,15

20 64,5 51,5 25,24 75,2 61,4 38,76 56,47 43,29

Dimana : Es

= Efisiensi Penyimpanan air irigasi =

��

��

100%

% KL

= Kadar air kapasitas lapang.

W

s

= Kadar air rata-rata yang bertambah pada sampel tanah (kadar air rata-rata - kadar air awal)


(6)

Lampiran 11. Perhitungan

Bulk Density

,

Particle density

, dan Porositas

Polybag

BTKO

(gr)

VTKU

(cm

3

)

VTKO

(cm

3

)

Bulk

Densitty

(gr/cm

3

)

Particle

Density

(gr/cm3)

Porositas

(%)

1

42,60

50,24

25

1,16

1,70

31,80

2

47,30

50,24

26

0,94

1,76

46,60

3

39,10

50,24

19

0,77

2,05

62,50

4

40,60

50,24

22

0,80

1,84

56,60

5

51,10

50,24

29

1,01

1,76

42,70

6

43,20

50,24

24

0,85

1,80

52,80

7

38,20

50,24

18

0,76

2,12

64,20

Rata-rata 0,89 1,86 51,00

Dimana :

BTKO : Berat tanah kering oven

VTKO : Volume tanah kering oven

VTKU : Volume tanah kering udara (Volume total)

Volume ring sample =

1 4

π

d

2

t

=

1

4

(3,14)(4 cm)

2

(4 cm)

=

1

4

(200,96 cm

3

)

= 50,24 cm

3

VTKO : Volume tanah kering oven

Bulk density

=

ρ

b =

Massa Tanah Kering

Volume Total

Particle density

=

ρ

s =

Massa tanah kering Volume tanah kering

Porositas =

f =

1

��