Peranan Kredit Ketahanan Pangan Dan Energi (Kkpe) Dalam Peningkatan Produksi Dan Keuntungan Usahatani Padi Di Kabupaten Kampar Riau

PERANAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI
DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN
USAHATANI PADI DI KABUPATEN KAMPAR RIAU

ILMA SATRIANA DEWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Peranan Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi dalam Peningkatan Produksi dan Keuntungan
Usahatani Padi di Kabupaten Kampar Riau adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, April 2016

Ilma Satriana Dewi
NIM H351130551

RINGKASAN
ILMA SATRIANA DEWI. Peranan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
(KKPE) dalam Peningkatan Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi di
Kabupaten Kampar Riau. Dibimbing oleh DWI RACHMINA dan NETTI
TINAPRILLA
Kredit merupakan salah satu sumber modal yang dapat diberikan kepada
petani dengan tujuan untuk membantu petani-petani terutama petani dengan skala
usaha kecil dan masih mengalami kekurangan modal. Keterbatasan modal yang
dihadapi menyebabkan petani melakukan kegiatan usahatani dengan input yang
terbatas. Peningkatan input dapat dilakukan salah satunya dengan tambahan
modal (kredit). Namun, penyaluran kredit untuk usahatani padi masih sangat
kecil. Kabupaten Kampar yang merupakan salah satu daerah sentra produksi padi

di Provinsi Riau, juga mengalami permasalahan yang sama. Penyaluran kredit
untuk usahatani padi hanya sekitar 5 persen dari total keseluruhan kredit. Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE) merupakan salah satu kredit yang
ditujukan untuk mengembangkan dan meningkatkan ketahanan pangan. Kredit ini
diharapkan dapat membantu petani, khususnya petani padi. Tingkat suku bunga
yang rendah pada kredit ini dapat membantu petani untuk meningkatkan input,
produksi dan keuntungan.
Penelitian ini bertujuan di antaranya: (1) mendeskripsikan penggunaan
KKPE oleh petani padi; (2) menganalisis peranan kredit terhadap produksi
usahatani padi; (3) menganalisis pengaruh kredit terhadap keuntungan usahatani
padi. Penelitian dilakukan dengan metode survey melalui wawancara kepada
petani dengan bantuan kuisoner. Penggunaan KKPE oleh petani dianalisis secara
deskriptif kualitatif, dan peranan kredit terhadap produksi dianalisis dengan
analisis regresi fungsi produksi Cobb Douglas. Pengaruh kredit terhadap
keuntungan dianalisis dengan menggunakan persamaan regresi berganda.
Penggunaan KKPE oleh petani padi antara lain untuk kebutuhan usahatani,
kebutuhan sehari-hari dan kebutuhan usaha lainnya. Penggunaan kredit untuk
usahatani adalah sebesar 46,98 persen. Adapun penggunaan kredit tersebut terdiri
dari: (1) pembelian alat dan mesin pertanian sebesar 5,86 persen, (2) pembelian
sarana produksi seperti bibit, pupuk, dan bahan bakar sebesar 18,69 persen, dan

(3) pembayaran upah tenaga kerja sebesar 22,43 persen. Kredit yang digunakan
untuk kebutuhan sehari-hari sebesar 29,43 persen, dan untuk kebutuhan usaha non
pertanian sebesar 23,57 persen. Besarnya penggunaan kredit untuk kebutuhan
sehari-hari dan usaha lain disebabkan karena musim tanam yang dilakukan petani
hanya 1 sampai 2 kali musim tanam. Sehingga, penerimaan dari musim tanam
sebelumnya tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari petani. Berdasarkan
hasil tersebut, dapat disimpulkan bahwa terdapat fungibility of credit, yaitu suatu
kondisi adanya penggunaan kredit selain untuk kebutuhan usahatani.
Hasil analisis fungsi produksi Cobb Douglas menunjukkan terdapat
beberapa variabel independen yang berpengaruh secara signifikan terhadap
produksi padi. Variabel tersebut adalah luas lahan, unsur pupuk P, unsur pupuk K
dan pestisida. Peranan kredit dalam meningkatkan produksi padi ditentukan
melalui rata-rata jumlah input yang meningkat setelah adanya kredit dan
selanjutnya dikalikan dengan koefisien masing-masing input dari hasil analisis

fungsi produksi Cobb Douglas. Hasil perhitungan menunjukkan bahwa adanya
peranan kredit yang dilihat dari peningkatan produksi sebesar 18,93 persen
dibandingkan produksi padi sebelum menerima kredit. Sehingga, dapat
disimpulkan bahwa kredit berpengaruh terhadap peningkatan produksi melalui
peningkatan penggunaan input yang dibiayai oleh kredit. Selanjutnya, dari hasil

analisis regresi berganda pengaruh kredit terhadap keuntungan menunjukkan
bahwa kredit berpengaruh signifikan terhadap keuntungan usahatani. Selain itu,
beberapa variabel juga berpengaruh signifikan terhadap keuntungan usahatani
yaitu harga output dan harga pupuk KCl. Harga pupuk KCl berpengaruh
signifikan dan berhubungan negatif terhadap keuntungan usahatani, artinya jika
harga pupuk KCl meningkat maka keuntungan usahatani akan menurun.
Key words: fungibility of credit, keuntungan, produksi

SUMMARY
ILMA SATRIANA DEWI. The Role of Food Security and Energy Credit (KKPE)
in Increasing of Rice Farming Production and Profit in District of Kampar, Riau.
Supervised by DWI RACHMINA and NETTI TINAPRILLA
Credit is one sources of the capital for farmers with small business scale still
face capital deficiency. It results in farming activities with limited input which
leads to non-optimum output and revenues. Rice farming is one of agricultural
business that needs big capital. But credit distribution to rice farming is relatively
low. Kampar District, one of rice central area in Rau Province, faces the same
problem. Credit distribution to rice farming in this area is only 5 percent from
total credits. Food Security and Energy Credit (Kredit Ketahanan Pangan dan
Energi, KKPE) is a credit targeting to develop and increase food security. This

loan is expected to help farmers or other business doers working in crop
agriculture especially rice farmers. Low interest return is one of the reasons for
farmers to choose KKPE as capital source to help them to increase input usage
and to increase output and revenues.
This research consisted several aims which are (1) to describe rice farmer’s
reasons to apply KKPE and its use by them; (2) to analyze roles of credit in rice
farming production; (3) to analysis effects of credit in rice farming revenues.
Research method used survey method through interviews to farmers with
questionnaires. The analysis tools used in the research methods were descriptive
kualitative, Cobb-Douglas production function, and multiple regression.
The use of KKPE by rice farmers was to farming needs, daily needs and
non-agricultural business. The usage of farming needs was 46,98 percent. The
usage was directed to increase of input usage such as (1) the purchase of farming
tools and machineries (5,86 percent), (2) the purchase and increase of production
facilities as as seeds, fertilizers, and machine’s fuel (18,69 percent), (3) the
payment of workers (22,43 percent). The usage of daily needs was 29,43 percent,
and non-agricultural business was 23,57 percent. The high amount of credit used
for daily needs and other businesses is caused by farmer’s planting seasons that
are only 1 until 2 seasons. Therefore, revenues from previous planting seasons
cannot fulfill farmer’s daily needs. This also causes farmers to use the credit to

open non-agricultural business to increase their income. Based on the results, it
was concluded that there was fungibility of credit which is a condition of credit’s
usage outside of farming activities.
There are several independent variables that significantly affect rice
production. Those variables are land area, P element fertilizer, K element
fertilizer, and pesticides. Each independent variable’s usage can be increased to
increase production. Credit role in increasing rice production is calculated by the
mean of increased input after credit times with coefficients of each input from
result of Cobb Douglas production function analysis. The calculation showed that
credit’s role in increasing production is 18,93 percent compared to production
before the credit. Therefore it is concluded that credit has significant effect on
production increase by increasing input’s usage funded by credit. Analysis
showed that credit also significantly affects revenue level in farming activities.
Besides that, several variables also significantly affect farming revenues such as

output price and KCl fertilizer price. KCl fertilizer price correlated significantly
and negatively with revenue, which means that increased fertilizer price results in
decreased farming’s revenue.
Key words: fungibility of credit, production, farming income


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tesebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PERANAN KREDIT KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI
DALAM PENINGKATAN PRODUKSI DAN KEUNTUNGAN
USAHATANI PADI DI KABUPATEN KAMPAR RIAU

ILMA SATRIANA DEWI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agribisnis


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Anna Fariyanti, MSi

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2014 sampai Agustus 2015 ini
ialah pembiayaan, dengan judul Peranan Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
dalam Peningkatan Produksi dan Keuntungan Usahatani Padi di Kabupaten
Kampar Riau.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Dwi Rachmina, MSi dan Netti
Tinaprilla, MM selaku komisi pembimbing yang telah meluangkan waktunya
untuk membimbing penulis mulai dari penulisan proposal hingga penyelesaian
tesis. Terima kasih juga untuk Dr Ir Nunung Kusnadi sebagai evaluator kolokium,
serta Dr Ir Anna Fariyanti sebagai penguji utama di ujian sidang yang telah

banyak memberikan masukan dan komentar yang membangun bagi perbaikan
karya ilmiah penulis. Terima kasih kepada Prof Dr Ir Rita Nurmalina, MS selaku
ketua jurusan yang telah banyak memberi saran kepada penulis, selanjutnya
kepada sekretaris program studi dan seluruf staf akademik yang juga banyak
membantu penulis. Penulis ucapkan terima kasih juga kepada Direktorat Jendral
Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang
mensponsori biaya pendidikan berupa beasiswa Fresh Graduate kepada penulis.
Di samping itu, terima kasih penulis ucapkan kepada petani responden, pejabatpejabat desa, penyuluh lapangan dan Kepala Dinas Pertanian Tanaman Pangan
dan Hortikultura Kabupaten Kampar, yang telah membantu selama pengumpulan
data.
Ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan untuk kedua orang tua
Ayahanda Irianto Pamungkas, SP dan Ibunda Eliyatinur, SPd atas dukungan,
semangat dan doa yang diberikan. Terima kasih juga untuk adik-adikku Dini
Amalia Putri, SP dan Erika Meiliana Sari yang selalu memberikan semangat dan
doa. Terima kasih untuk Almh mbakku untuk segala nasehat-nasehatnya yang
tidak akan pernah dilupakan. Terima kasih kepada seluruh keluarga, dan temanteman yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas doa, semangat dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, April 2016

Ilma Satriana Dewi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

i

DAFTAR GAMBAR

ii

DAFTAR LAMPIRAN

ii

1

2

3


4

5

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rumusan Masalah
Tujuan dan Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
4
6
7

TINJAUAN PUSTAKA
Penggunaan Kredit pada Kegiatan Usahatani
Peranan Kredit terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani

7
8

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Peranan Kredit dalam Peningkatan Produksi
Permintaan Input
Keuntungan Usahatani
Kerangka Pemikiran Operasional
Hipotesis Penelitian

12
12
15
19
20
22

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Analisis Data
Analisis Pengaruh Kredit terhadap Produksi Usahatani Padi
Fungsi Produksi Cobb Douglas
Analisis Keuntungan Usahatani
Analisis Pengaruh Kredit terhadap Keuntungan Usahatani

23
23
23
24
24
24
27
28

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
Keadaan Umum Wilayah Penelitian
Letak Geografis dan Administrasi Wilayah
Topografi dan Keadaan Tata Guna Lahan
Kondisi Iklim
Keadaan Demografi
Kondisi Pertanian di Kabupaten Kampar
Budi Daya Padi Secara Umum
Karakteristik Responden
Jenis Pekerjaan

29
29
29
30
30
30
32
34
34

Usia Responden
Pendidikan
Jumlah Tanggungan Keluarga
Pengalaman Berusahatani Padi
Sistem Kepemilikan Lahan
Luas Lahan Garapan
6

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengajuan KKPE oleh Petani Padi
Pemanfaatan KKPE oleh Petani Padi
Analisis Usahatani Padi
Usahatani Padi di Daerah Penelitian
Penggunaan Sarana Produksi Sebelum dan Setelah Kredit
Budi Daya Padi Sawah
Analisis Usahatani Padi di Daerah Penelitian
Analisis Peranan Kredit terhadap Produksi dan Keuntungan Usahatani
Padi di Kabupaten Kampar
Analisis Peranan Kredit terhadap Produksi Padi
Analisis Peranan Kredit terhadap Keuntungan Usahatani Padi
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

34
35
35
36
37
37

38
39
41
41
41
46
49
54
54
61

65
65
66
71

i

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20

Perkembangan realisasi kredit perbankan umum di sektor pertanian Provinsi
Riau tahun 2005-2014
Jumlah produksi dan produktivitas tanaman pangan di Provinsi Riau tahun
2009-2013
Jumlah populasi dan sampel petani padi penerima KKPE di beberapa
kecamatan di Kabupaten Kampar tahun 2013
Persentase kandungan unsur N, P dan K yang terdapat pada berbagai jenis
pupuk yang digunakan oleh petani padi di Kabupaten Kampar
Luas tanah menurut penggunaan di Kabupaten Kampar tahun 2013
Jumlah penduduk, rumah tangga, angkatan kerja dan kepadatan penduduk
menurut kecamatan di kabupaten Kampar tahun 2014
Sebaran jenis usahatani padi yang diusahakan responden di Kabupaten
Kampar tahun 2013-2014
Sebaran kelompok umur responden di Kabupaten Kampar tahun 2013 2014
Sebaran tingkat pendidikan responden usahatani padi di Kabupaten
Kampar tahun 2013-2014
Sebaran jumlah tanggungan keluarga petani responden di Kabupaten
Kampar tahun 2013-2014
Sebaran pengalaman berusahatani padi responden di Kabupaten Kampar
tahun 2013-2014
Sebaran status kepemilikan lahan responden usahatani padi di Kabupaten
Kampar tahun 2013-2014
Sebaran luas lahan garapan responden usahatani padi di Kabupaten
Kampar tahun 2013-2014
Proporsi penggunaan KKPE oleh petani padi di Kabupaten Kampar tahun
2013-2014
Rata-rata penggunaan tenaga kerja (HOK) usahatani padi di Kabupaten
Kampar tahun 2013
Perbandingan penggunaan input oleh petani di daerah penelitian dengan
jumlah input yang direkomendasikan (per Ha)
Rata-rata penggunaan mesin dan peralatan (unit) usahatani padi sebelum
dan setelah kredit
Rata-rata penggunaan bahan bakar sebelum dan setelah menerima kredit
(liter/musim tanam)
Struktur biaya dan keuntungan usahatani padi di Kabupaten Kampar
sebelum dan setelah menerima kredit (Rp/musim tanam)
Struktur biaya dan keuntungan usahatani padi di Kabupaten Kampar
sebelum dan setelah menerima kredit (Rp/Ha)

3
6
24
25
30
32
34
35
35
36
36
37
37
39
42
43
45
46
50
53

ii

21 Hasil pendugaan parameter model fungsi produksi Cobb Douglas pada
usahatani padi sebelum menerima kredit
22 Elastisitas produksi masing-masing variabel setelah menerima kredit
23 Rata-rata selisih jumlah input dan output usahatani padi sebelum dan
setelah kredit (per luas lahan)
24 Hasil output regresi berganda faktor-faktor yang mempengaruhi
keuntungan usahatani padi setelah kredit

56
57
60
62

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kurva penggunaan input dan total produksi
Kurva penggunaan input Xi dengan Nilai Produk Marjinal (NPM)
Kerangka pemikiran operasional
Peta wilayah potensi pangan di Kabupaten Kampar
Beberapa kegiatan usahatani padi di Kabupaten Kampar

14
18
21
31
48

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Output SPSS uji multikolinieritas dan autokorelasi sebelum dan setelah kredit
Output SPSS uji regresi fungsi produksi Cobb Douglas
Output SPSS uji regresi berganda pengaruh kredit terhadap keuntungan
Output SPSS uji beda (t-test) keuntungan sebelum dan setelah kredit
Peta lokasi daerah penelitian

71
73
74
76
77

1

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Permodalan merupakan salah satu permasalahan utama yang hingga saat ini
masih dihadapi oleh petani khususnya pada usaha pertanian dalam skala kecil.
Modal seringkali menjadi faktor pembatas optimasi pertanian yang dilakukan
petani. Sebagian besar usaha pertanian masih mengandalkan modal sendiri berupa
simpanan dari sebagian pendapatan petani. Sekitar 69.82 persen usaha yang
dijalankan petani khususnya pada skala usaha kecil, masih menggunakan modal
sendiri dengan jumlah yang terbatas. Petani sulit untuk melakukan akses modal
dari perbankan, sementara di satu sisi usaha mereka mengharuskan perlunya
tambahan modal yang besar.
Daerobi et al. (2007) mengungkapkan beberapa permasalahan yang dihadapi
petani, termasuk salah satunya permasalahan dalam memperoleh kredit. Petani
mengalami kekurangan modal pada usahanya, sementara pada waktu yang sama
petani juga harus mencukupi kebutuhan lainnya. Permasalahan lain yang dihadapi
petani yaitu belum adanya asuransi pertanian, lemahnya organisasi tani, sistem
dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, dan praktek sistem ijon yang masih
sering terjadi di kalangan petani.
Pengalokasian kredit formal di sektor pertanian masih relatif kecil.
Berdasarkan data dari Bank Indonesia (2013) dari Rp526.4 triliun kredit untuk
sektor perekonomian, penyaluran kredit terbesar ke sektor perdagangan mencapai
47.2 persen, sedangkan ke sektor pertanian hanya 7.73 persen atau sebesar
Rp40.70 triliun. Selanjutnya, dari Rp40.70 triliun kredit yang disalurkan untuk
sektor pertanian, sebanyak 56.29 persen disalurkan ke subsektor perkebunan
seperti kelapa sawit dan tebu. Berikutnya, untuk subsektor tanaman pangan hanya
8 persen, hortikultura mencapai 6 persen dan peternakan sebesar 17.94 persen.
Rendahnya penyaluran kredit di sektor pertanian, dikarenakan sektor ini
dinilai pihak perbankan memiliki risiko tinggi sehingga perlu sikap berhati-hati
yang tinggi juga. Alasan lain perbankan menyalurkan kredit ke sektor pertanian
dalam jumlah yang kecil, karena di sektor ini sering terjadi gagal panen, fluktuasi
harga dan usahanya sebagian besar dipengaruhi oleh faktor cuaca khususnya pada
usahatani. Selain itu sangat sulit menghitung cash flow secara akurat dan tidak
memiliki jaminan yang memadai. Seharusnya perbankan memberikan porsi lebih
besar pada kredit pertanian, karena pertanian merupakan salah satu sektor usaha
yang bisa diandalkan (Ashari 2007). Hal ini didukung dari beberapa hasil
penelitian yang menunjukkan bahwa sumber modal untuk pertanian dari kredit
komersial masih sangat rendah (Mayrowani et al. 1998; Syukur et al. 2003), serta
adanya prosedur dan persyaratan peminjaman kredit yang sulit untuk dipenuhi
oleh petani (Ismawan 2002; Nurmanaf et al. 2006). Hasil penelitian tersebut
sejalan dengan hasil penelitian Widodo (2004), yang mengatakan bahwa petani
masih mengalami kesulitan dalam memperoleh modal atau kredit, dan
keterbatasan ini disebabkan sulitnya prosedur pengajuan kredit dan syarat agunan
yang ditetapkan perbankan, sehingga petani lebih mengandalkan pinjaman dari
tengkulak atau pengijon dengan suku bunga yang tinggi.

2

Menurut Nwaru et al. (2006), kredit menjadi faktor penting pada kegiatan
produksi. Pentingnya kredit didasarkan pada kenyataan bahwa kredit dapat
meningkatkan ukuran operasional usahatani dan produktivitas sumberdaya. Selain
itu, kredit dapat memfasilitasi kegiatan adopsi inovasi yang dapat meningkatkan
produksi dan keuntungan usahatani sehingga terjadi pembentukan modal. Sekitar
70 persen petani terutama petani-petani gurem diklasifikasikan sebagai
masyarakat miskin berpendapatan rendah (Suryana et al. 2001). Keberadaan
kredit benar-benar dibutuhkan oleh petani untuk tujuan produksi, pengeluaran
hidup sehari-hari sebelum hasil panen terjual dan untuk pertemuan sosial lainnya.
Penguasaan lahan yang tergolong sempit, upah yang mahal dan kesempatan kerja
terbatas di luar musim tanam, menyebabkan sebagian besar petani tidak dapat
memenuhi biaya hidupnya dari satu musim ke musim lainnya tanpa pinjaman.
Penyaluran kredit kepada petani diharapkan dapat berdampak pada
peningkatan produksi dan keuntungan usahatani. Sebagai contoh konkrit, kredit
yang telah berhasil meningkatkan kinerja usahatani dalam peningkatan produksi
padi yaitu Kredit Bimas yang berkembang menjadi KUT (Ashari 2009). Menurut
hasil evaluasi yang pernah dilakukan Departemen Pertanian (Deptan) dan Japan
International Corporation Agency (JICA) pada tahun 2006 dalam Ashari (2009),
ada juga kredit dari perbankan seperti Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang
menunjukkan terjadinya peningkatan kinerja usahatani dilihat dari NPL (Non
Performing Loan) pada masing-masing usahatani seperti, tanaman pangan dengan
NPL 6.07 persen, tebu (0.02 persen), peternakan (4.03 persen), dan perikanan
(14.001 persen). Berdasarkan kajian lapang oleh Kurnia (2013) melihat adanya
peranan kredit yang cukup signifikan terhadap peningkatan produksi yang
meningkat sebesar 33.4 persen dibandingkan sebelum adanya kredit, omset
penjualan meningkat sebesar 47.4 persen, keuntungan meningkat 67.2 persen, dan
jumlah tenaga kerja meningkat sebesar 34 persen.
Provinsi Riau sebagai salah satu daerah berbasis pertanian dengan kondisi
alam yang cocok untuk dilakukan budidaya berbagai tanaman pertanian sehingga
daerah ini sangat potensial untuk dikembangkan. Berdasarkan hasil sensus
pertanian (2013), menunjukkan bahwa usaha pertanian di Provinsi Riau
didominasi oleh rumah tangga. Hal ini tercermin dari besarnya jumlah rumah
tangga usaha pertanian jika dibandingkan dengan perusahaan pertanian berbadan
hukum atau pelaku usaha lainnya. Jumlah rumah tangga usaha pertanian di
Provinsi Riau Tahun 2013 tercatat sebanyak 581.52 ribu rumah tangga, meningkat
sebesar 7.48 persen dari tahun 2003 yang tercatat sebanyak 541.05 ribu rumah
tangga.
Data yang diperoleh dari Bank Indonesia di Riau mengenai kinerja
perbankan umum yang ada di daerah tersebut, diketahui bahwa dari sekitar
Rp48.487 triliun kredit yang disalurkan pada triwulan I tahun 2014 tercatat 62.60
persen masuk kategori kredit produktif. Pertumbuhan pertahun tertinggi
disumbang oleh kredit investasi sebesar 25.60 persen, diikuti oleh kredit konsumsi
10.98 persen, sementara kredit modal kerja turun 3.58 persen. Secara sektoral
penyaluran kredit triwulan I tahun ini masih diserap oleh sektor perdagangan,
restoran, dan hotel yang mencapai sekitar 22.4 persen dari total kredit, dan
selanjutnya pada sektor pertanian sebesar 20.25 persen (Bank Indonesia 2014).
Kita dapat melihat perkembangan realisasi kredit tersebut selama 10 tahun
terakhir yang dilakukan oleh perbankan umum pada Tabel 1. Pada Tabel 1 terlihat

3

bahwa terjadi pertumbuhan yang berfluktuasi pada penyaluran kredit di sektor
pertanian oleh perbankan umum dengan laju pertumbuhan sebesar 15.02 persen
per tahun. Jika dilihat dari jumlahnya, kredit untuk sektor pertanian memang terus
mengalami peningkatan setiap tahunnya, tetapi jika dilihat dari pertumbuhannya
masih mengalami penurunan pada tahun-tahun tertentu. Persentase kredit
pertanian yang disalurkan perbankan umum terbilang masih kecil dan cenderung
mengalami penurunan laju pertumbuhan. Dari data tersebut juga bisa dilihat
bahwa proporsi kredit yang disalurkan untuk sektor pertanian oleh perbankan
umum justru menunjukkan rata-rata laju pertumbuhan yang negatif yaitu sebesar
2.06 dari total keseluruhan penyaluran kredit.
Tabel 1

Perkembangan realisasi kredit perbankan umum di sektor pertanian
Provinsi Riau tahun 2005-2014 (dalam miliar Rp)
Kredit sektor
Proporsi kredit untuk
Tahun
Kredit perbankan
pertanian
sektor pertanian (%)
2005
633 359
37 178
5.87
2006
792 297
45 180
5.70
2007
1 002 012
56 901
5.68
2008
1 307 688
67 202
5.14
2009
1 437 930
77 412
5.38
2010
1 765 845
90 999
5.15
2011
2 200 094
109 790
4.99
2012
2 203 029
142 451
6.47
2013
3 921 500
177 162
4.52
*
2014
3 494 968
194 180
5.56
Rata-rata laju
pertumbuhan
16.05
15.02
-2.06
(% / tahun)

Sumber: Bank Indonesia 2014 (diolah)
Keterangan:* = data sementara

Keseluruhan total kredit dari perbankan umum, kredit yang disalurkan untuk
sektor pertanian hanya berkisar 5 persen. Padahal sektor pertanian memberikan
sumbangan yang cukup besar terhadap PDRB di Provinsi Riau. Rata-rata
kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB pada tahun 2013 adalah sebesar Rp96
144.65 miliar atau sekitar 19.87 persen dari total PDRB Riau dengan pertumbuhan
sebesar 14.26 persen dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kontribusi yang
cukup besar terhadap PDRB seharusnya dapat menjadi bahan pertimbangan bagi
perbankan untuk menyalurkan kredit ke sektor tersebut. Namun, kontribusi PDRB
dari sektor pertanian tidak sebanding dengan jumlah kredit yang disalurkan oleh
perbankan.
Hasil penelitian oleh Adholpus dan Deborah (2014) menunjukkan bahwa
sektor manufaktur lebih banyak memperoleh pengalokasian kredit dari perbankan
dibandingkan sektor pertanian, baik kredit langsung dari bank umum maupun
kredit investasi. Untuk kontribusi terhadap PDB sektor pertanian memberikan
kontribusi yang lebih besar dibandingkan sektor manufaktur. Hal ini menunjukkan
bahwa kontribusi setor pertanian yang besar terhadap PDB tidak sebanding
dengan penyaluran kredit terhadap sektor pertanian.

4

Syukur et al. (1998) menyebutkan bahwa kredit berperan penting dalam
mendukung pengembangan usaha di sektor pertanian dan kredit juga merupakan
salah satu faktor pendukung untuk pengembangan dalam adopsi teknologi
usahatani. Berdasarkan penelitian Widodo (2010) bahwa kredit berpengaruh
positif terhadap peningkatan pendapatan petani dengan persentase kenaikan
pendapatan sebesar 5.4 persen dibandingkan sebelum menerima kredit. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian Setiawina (2005) bahwa pemberian kredit
berpengaruh positif dan signifikan terhadap pendapatan. Temuan empiris lainnya
dalam melihat pengaruh kredit terhadap pendapatan suatu usaha terutama pada
usaha kecil dan menengah juga memberikan hasil yang positif dan signifikan
(Tampubolon 2006). Hasil-hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya
konsistensi hasil penelitian dengan teori atau pendapat dari beberapa ahli yang
menyatakan bahwa kredit secara positif dapat meningkatkan pendapatan, karena
kredit dapat menambah modal usaha. Sehingga, semakin tinggi jumlah kredit
yang diberikan maka para pelaku usaha akan semakin mampu menambah modal
dalam mengembangkan usahanya dan modal yang dimiliki akan mempengaruhi
keuntungan yang akan diperoleh (Munawir 2004; Kasmir 2010).
Berkaitan dengan kredit, terdapat istilah yang dikenal dengan skim kredit.
Skim kredit yaitu produk-produk kredit yang dikeluarkan oleh pemerintah yang
disesuaikan dan diselaraskan dengan fungsi serta tujuannya. Skim kredit yang
disalurkan untuk usaha pertanian ada beberapa macam seperti Kredit Ketahanan
Pangan dan Energi (KKPE), Kredit Usaha Rakyat (KUR), Kredit Usaha Kecil
(KUK) dan sebagainya. KKPE merupakan salah satu kredit yang paling sering
diberikan kepada petani khususnya untuk petani tanaman pangan. Pada tahun
2011, jumlah KKPE sebesar Rp 10.91 triliyun berhasil disalurkan oleh Bank
Umum maupun Bank Pembangunan Daerah (BPD). Jumlah KKPE meningkat dari
tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2010 disalurkan sebesar 10.23 triliyun
(meningkat sebesar 6.23 persen). Sekitar 73 persen KKPE digunakan untuk
budidaya tanaman tebu. Pembiayaan untuk budidaya tanaman pangan seperti padi,
jagung dan kedelai hanya mencapai 7 persen. Untuk pengadaan pangan dan atau
pembelian gabah hanya mendapat alokasi kredit sebesar 1.4 persen dari total
plafon (Direktorat Pembiayaan 2011). Pada tahun 2014 KKPE disalurkan sebesar
23.7 persen dari total plafon kredit untuk sub sektor tanaman pangan salah satunya
untuk tanaman padi. Peningkatan jumlah KKPE yang cukup besar pada subsektor
ini, menjadi salah satu faktor yang dapat memberikan dorongan kepada petani
untuk meningkatkan jumlah produksi maupun keuntungan usahataninya.

Rumusan Masalah
Kredit merupakan salah satu sumber modal bagi petani untuk menjalankan
kegiatan usahatani. Kredit diharapkan mampu membantu petani untuk
meningkatkan produktivitas usaha. Pengaruh kredit dapat dilihat melalui
peningkatan jumlah penggunaan input produksi, meningkatnya penggunaan input
diharapkan juga dapat meningkatkan jumlah produksi. Jika produksi meningkat
dan diikuti dengan harga produk yang sesuai tentunya akan berdampak pada
peningkatan keuntungan petani. Peningkatan keuntungan yang diterima petani
dapat mengisyaratkan kepada perbankan bahwa sebenarnya usahatani yang

5

dijalankan bisa berkembang karena adanya kredit, dan selanjutnya diharapkan
kepada perbankan agar dapat menambah proporsi kreditnya untuk sektor pertanian
khususnya usahatani tanaman pangan.
Kredit bukan sebagai syarat mutlak dalam pengembangan usaha pertanian.
Namun kredit dapat menjadi pelancar dalam pengembangan usahanya dan
motivasi bagi petani untuk lebih meningkatkan kualitas hasil pertanian salah
satunya melalui adopsi teknologi dan budidaya (Mosher 1965; Mubyarto 1989).
Namun, tidak semua kredit yang diberikan untuk sektor pertanian dimanfaatkan
dengan baik oleh petani dan berpengaruh positif terhadap produksi dan
pendapatan usaha ataupun terhadap pengembangan usahanya. Jikapun ada yang
berhasil meningkatkan produksi, tetapi belum tentu berpengaruh positif terhadap
peningkatan pendapatan. Braverman (1986) mengatakan bahwa kredit bersubsidi
kurang berhasil menaikkan produksi pertanian dan efisiensi biaya, serta tidak
dapat memperbaiki distribusi pendapatan dan mengurangi kemiskinan.
Pada tahun 2012, realisasi KKPE oleh perbankan di Riau baru mencapai
Rp13.33 milyar, kemudian meningkat sebesar 159.16 persen pada triwulan 1
tahun 2013 atau sebesar Rp34.54 milyar. Jika dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya penyaluran KKPE sebesar Rp30.67 miliar, artinya terjadi peningkatan
sebesar 12.62 persen. Peningkatan realisasi kredit KKPE di Riau tercatat lebih
tinggi dari penyaluran KUR, dimana pada triwulan I-2013, penyaluran KUR
mencapai Rp3.41 triliun dan naik 10.77 persen dibandingkan triwulan
sebelumnya. KKPE juga memiliki bunga kredit yang lebih rendah yaitu sebesar 6
persen dibandingkan KUR dengan kredit maksimum 13 persen. Rendahnya bunga
kredit KKPE disebabkan adanya subsidi bunga yang diberikan oleh pemerintah
sebesar 8.5 persen. Peningkatan jumlah KKPE dan bunga kredit yang rendah
diharapkan dapat membantu petani dalam peningkatan usaha khususnya pada
produksi dan keuntungan (Anggoro 2013).
Penyaluran KKPE secara keseluruhan di provinsi Riau mengalami
peningkatan. Jika dibandingkan dengan kondisi produksi tanaman pangan ataupun
produksi padi menunjukkan kondisi yang berlawanan yaitu terjadinya penuruan
produksi. Produksi tanaman pangan mengalami penurunan dari tahun 2010 sampai
tahun 2013 sebesar 19.85 persen pada tahun tersebut. Jika permasalahan ini
dikaitkan dengan data penyaluran kredit perbankan untuk sektor pertanian, dapat
diketahui bahwa kredit untuk sektor pertanian mengalami peningkatan namun
proporsi kredit untuk sektor pertanian mengalami laju pertumbuhan yang negatif
yaitu sebesar 2.06 persen per tahun. Selanjutnya, KKPE untuk tanaman pangan
realisasinya juga masih sangat kecil yaitu sebesar 7 persen. Sehingga, hal ini juga
bisa menjadi salah satu penyebab menurunnya produksi tanaman pangan karena
kredit yang disalurkan jumlahnya sangat kecil.
Salah satu hal yang menyebabkan menurunnya produksi tanaman pangan
karena juga terjadi penurunan produksi padi sebagai salah satu komoditas
tanaman pangan dengan laju pertumbuhan yang negatif sebesar 5,64 persen per
tahun (Tabel 2). Penurunan luas lahan padi juga menjadi salah satu hal yang
menyebabkan penurunan pada produksi padi. Selain terjadi penurunan produksi,
produktivitas padi dari tahun ke tahun selalu berfluktuasi dengan laju
pertumbuhan sebesar 0.70 persen per tahun. Tabel 2 berikut menunjukkan jumlah
produksi padi yang menurun sejalan dengan penurunan jumlah luas lahan.

6

Tabel 2

Jumlah produksi dan produktivitas tanaman padi di Provinsi Riau tahun
2009-2013
Tahun
Laju
Tanaman
pertumbuhan
pangan
2010
2011
2012
2013
(%/tahun)
Jumlah
574 864 514 745 512 152 434 144
(5.64)
produksi (ton)
Luas lahan
156 088 141 179 144 015 118 518
(6.46)
(Ha)
Produktivitas
36 83
36.46
35.56
36.63
0.70
(Ku/Ha)
Sumber: Badan Pusat Statistik 2013 (diolah)

Penurunan produksi padi juga disebabkan petani belum optimal dalam
penerapan teknologi yang dianjurkan, terutama penggunaan benih unggul
bersertifikat dan pupuk. Selain itu infrastruktur jaringan irigasi yang rusak hampir
mencapai 51.25 persen (daerah irigasi dan daerah rawa) sehingga tanaman
mengalami kesulitan memperoleh suplai air dan berdampak terhadap
pertumbuhan tanaman. Jika hal ini tidak segera diantisipasi dikhawatirkan bisa
menyebabkan hilangnya areal sawah potensial di kawasan Provinsi Riau dan
berganti dengan perkebunan kelapa sawit. Misalnya, pada tahun 2012 dengan
lahan yang tersedia dapat memproduksi tanaman pangan sebanyak 648 310
ton/tahun, namun pada tahun 2013 produksinya menurun menjadi 577 805
ton/tahun. Jumlah tersebut belum mencukupi kebutuhan tanaman pangan pada
tahun 2013 sebanyak 629 600 ton/tahun, sehingga masih terdapat kekurangan
tanaman pangan sebesar 51 795 ton/tahun. Jika alih fungsi lahan ini tidak segera
dikendalikan maka di Riau akan mengalami defisit tanaman pangan (Badan Pusat
Statistik 2014).
Tidak sejalannya peningkatan realisasi KKPE dengan produksi padi,
kemungkinan disebabkan penyalurannya yang masih rendah untuk tanaman ini.
Selain itu, adanya kecurigaan bahwa kredit yang disalurkan pada petani padi tidak
selalu digunakan untuk usahatani nya tetapi digunakan untuk usaha-usaha non
pertanian (fungibility of credit). Permasalahan-permasalahan yang dihadapi petani
khususnya pada petani padi seperti kurangnya modal dan menurunnya jumlah
produksi dapat berdampak pada permintaan terhadap kredit. Adanya kondisi
demikian maka dirasa perlu untuk melihat bagaimana peranan kredit perbankan
dalam peningkatan produksi dan keuntungan usahatani padi di Riau.
Dari berbagai uraian di atas maupun permasalahan pada latar belakang,
dapat dirumuskan beberapa masalah penelitian sebagai berikut:
1. Bagaimana petani mengajukan dan menggunakan KKPE?
2. Apakah kredit berperan terhadap peningkatan produksi usahatani padi?
3. Apakah terjadi peningkatan keuntungan usahatani setelah diberikan kredit?

Tujuan dan Manfaat Penelitian
Sehubungan dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan dilakukannya
penelitian ini adalah:

7

1. Mendeskripsikan pengajuan dan penggunaan KKPE pada petani padi.
2. Menganalisis peranan kredit terhadap peningkatan produksi usahatani padi.
3. Menganalisis pengaruh kredit terhadap keuntungan usahatani padi.

1.

2.
3.

4.

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini sebagai berikut:
Menjadi masukan bagi pemerintah untuk terus meningkatkan sumber
permodalan salah satunya melalui kredit program dengan bunga rendah untuk
membantu petani.
Dapat dijadikan pertimbangan dalam pengambilan keputusan pemberian dan
penyaluran kredit dari lembaga keuangan kepada petani.
Memberikan informasi kepada penyuluh pertanian untuk disampaikan kembali
kepada petani bahwa dengan penggunaan kredit dapat membantu petani
memenuhi kebutuhan input serta meningkatkan produksi dan keuntungan
usahatani.
Secara akademis manfaat dari penelitian ini juga diharapkan dapat dijadikan
referensi dan bahan masukan bagi penelitian sejenis untuk menyempurnakan
penelitian selanjutnya.

Ruang Lingkup Penelitian
Adapun ruang lingkup yang akan dibahas dalam penelitian ini dibatasi pada
masalah penggunaan kredit terhadap peningkatan produksi dan keuntungan
usahatani padi. Kredit yang digunakan pada penelitian ini adalah Kredit
Ketahanan Pangan dan Energi (KKPE). Peranan kredit pada usahatani padi
dibatasi pada produksi dan keuntungan usahatani. Model analisis yang akan
digunakan adalah analisis regresi linier dengan model persamaan fungsi produksi
Cobb Douglas dan analisis regresi berganda.

2

TINJAUAN PUSTAKA

Penggunaan Kredit pada Kegiatan Usahatani
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memberikan sumbangan
terbesar bagi pendapatan suatu negara maupun sebagai sumber pendapatan
mayoritas penduduk. Namun, saat ini usaha-usaha di sektor pertanian sudah
banyak beralih kepada usaha non-pertanian. Modal yang kurang memadai dari
lembaga keuangan atau sumber formal, dianggap sebagai salah satu faktor yang
dapat memengaruhi penurunan kinerja usaha maupun pengalihan usaha di sektor
ini. Sehingga lembaga pembiayaan yang bertugas menyediakan modal tersebut
dianggap belum mampu memberikan peranan yang baik. Hal lain yang dapat
menyebabkan kurang optimalnya suatu kegiatan usahatani adalah penggunaan
modal (kredit) yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Modal atau kredit yang
diperoleh seringkali tidak sepenuhnya digunakan untuk usahatani, sehingga bisa
menyebabkan adanya fungibility of credit pada suatu usahatani.

8

Hasil penelitian oleh Zuberi (1989) menunjukkan adanya penggunaan kredit
sebesar 30 persen untuk kebutuhan non usahatani, dan kredit digunakan untuk
meningkatkan penggunaan input usahatani seperti benih dan pupuk sebesar 70
persen. Meskipun penggunaan kredit sudah cukup besar dan mampu
meningkatkan hasil produksi, namun masih terdapat pengalokasian kredit yang
tidak sesuai (fungibility of credit). Siddiqi dan Khiswar (2004); Nosiru (2010)
dalam penelitiannya juga menemukan adanya pemanfaatan kredit yang tidak
seluruhnya digunakan untuk usahatani tetapi sebagian digunakan untuk usahausaha non pertanian. Sehingga, peningkatan hasil produksi usahatani tidak
meningkat secara signifikan. Hasil penelitian oleh Purnamayanti (2014), adanya
pengajuan kredit oleh petani yang tidak mengalami keterbatasan modal
menyebabkan penggunaan kredit lebih banyak untuk usaha non-pertanian. Kondisi
tersebut menyebabkan adanya fungibility of credit dan kredit tidak berpengaruh
signifikan terhadap peningkatan pendapatan.
Penelitian lainnya tentang penggunaan kredit pada suatu usahatani masih
lebih besar untuk usaha non pertanian dan kebutuhan konsumtif. Devega (2010)
dalam penelitiannya menunjukkan jumlah realisasi kredit yang relatif kecil untuk
usahatani padi yaitu sekitar 28.62 persen dari total keseluruhan kredit. Penggunaan
kredit pada usahatani dialokasikan untuk peningkatan jumlah input seperti benih
dan pupuk. Batubara MM dan Marli et al. (2007) juga menunjukkan adanya hasil
penyimpangan penggunaan kebutuhan kredit untuk kegiatan produktif kepada
kebutuhan konsumtif. Penyebab pengalokasian kredit yang tidak sesuai adalah
kebutuhan modal untuk biaya usahatani pada saat awal musim tanam tidak diikuti
dengan penyaluran kredit. Keterlambatan penyaluran kredit mengharuskan petani
menggunakan seluruh biaya yang dimiliki. Pada saat petani sudah kehabisan biaya
untuk konsumsi akhirnya petani menggunakan dana dari kredit. Menurut Karyanto
(2008) menyebutkan bahwa pemanfaatan dana kredit dapat memberikan dampak
yang positif terhadap usahatani padi, namun petani sering mengalami
penunggakan pengembalian kredit yang salah satunya penyebabnya adalah
penggunaan kredit untuk kebutuhan lain seperti, membiayai sekolah anak,
membeli perabotan rumah dan kebutuhan konsumsi sehari-hari.
Peranan Kredit terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani
Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pengembangan usahatani.
Pengembangan usahatani dapat ditunjukkan oleh adanya peningkatan penggunaan
input maupun peningkatan produksi. Peningkatan produksi (output) dapat dicapai
dengan cara menambah jumlah input atau menerapkan suatu teknologi baru.
Penambahan input maupun penggunaan teknologi baru akan diikuti dengan
penambahan modal. Sehingga, untuk melaksanakan peningkatan kinerja pada
usahatani berarti juga harus meningkatkan penggunaan modal. Modal yang
digunakan dapat bersumber dari modal sendiri maupun modal pinjaman (kredit).
Tetapi, modal sendiri relatif dimiliki dalam jumlah sedikit, maka sebagai
penambah modal usaha para petani beralih pada kredit yang tersedia pada saat
diperlukan.
Berkaitan dengan program perkreditan produksi pertanian, pemerintah
mengutamakan untuk menyediakan sejumlah pinjaman dengan suku bunga yang

9

rendah dan prosedur penyaluran yang mudah. Namun, masih banyak petani yang
terikat dengan sumber pinjaman tidak formal dengan suku bunga yang sangat
tinggi. Tertariknya petani pada sumber kredit tidak formal karena kredit lebih
mudah diperoleh, prosedur peminjaman yang lebih sederhana dan syarat-syarat
peminjaman yang tidak ketat, mudah menyesuaikan dengan kebutuhan petani, dan
hubungan yang saling mengenal (Bouman dan Barton 1976 dalam Kuntjoro
1983). Oleh karena itu, untuk membantu petani diperlukan adanya lembaga
perkreditan formal yang menyediakan pinjaman dengan beban yang ringan.
Adanya lembaga perkreditan dan tersedianya sarana teknologi produksi baru dapat
menjamin berhasilnya program perkreditan yang dikaitkan dengan usaha
peningkatan produksi dan pendapatan petani (Kuntjoro 1983).
Peranan kredit selain bisa meningkatkan produksi dan penambahan input
diharapkan juga mampu meningkatkan nilai tambah dan pendapatan petani.
Sebagai contoh, kredit untuk sektor pertanian (Bimas, KUT, KKP dan sebagainya)
yang tidak hanya dapat membantu petani dalam mengatasi modal tetapi juga
sebagai alat yang mampu memacu untuk mengadopsi penggunaan teknologi.
Kredit dianggap sebagai suatu aset atau kekayaan yang dapat dikelola bagi
kegiatan produksi suatu usaha. Dalam hal ini kredit sangat penting bagi petani
sebagai tambahan modal sehingga tidak mengganggu anggaran konsumsi keluarga
yang sudah terbatas, dan tambahan modal ini juga diperlukan petani akibat adanya
perubahan teknologi dalam proses produksi (Kuntjoro 1983).
Tongraj (1977) dalam Kuntjoro (1983), menyatakan tambahan modal
diperlukan untuk memenuhi tambahan biaya bagi pembelian input. Tambahan
modal tersebut harus dibiayai dari kekayaan sendiri atau kemampuan untuk
meminjam. Namun, dengan kemampuan modal sendiri yang sangat terbatas maka
dengan kredit memungkinkan petani memperoleh tambahan modal tersebut.
Tetapi, tambahan modal atau kredit ini tidak selamanya dapat menjamin kenaikan
produksi dan pendapatan petani, hal ini masih tergantung pada kemampuan petani
dalam mengelola usahanya serta risiko-risiko lain dalam usaha yang dihadapi
petani.
Kredit mempunyai peranan yang penting dalam meningkatan perkembangan
suatu usaha serta mampu menciptakan suatu pembentukan modal (capital
formation). Hal ini sejalan dengan penelitian Rachmina (1994) mengenai
permintaan kredit pada industri kecil yang menemukan bahwa penyaluran kredit
pada usaha industri kecil telah mampu mendorong pembentukan modal (capital
formation), khususnya pada industri yang sedang menerima kredit. Kredit juga
sangat penting untuk meningkatkan likuiditas usaha meskipun akan ada risiko
yang timbul pada suatu usaha apabila terjadi kegagalan pada usaha tersebut.
Iqbal et al. (2003) menyatakan pertumbuhan suatu usaha khususnya di
sektor pertanian dilihat dari beberapa hal yaitu penggunaan input pertanian, adopsi
teknologi serta efisiensi usahatani. Untuk mencapai hasil yang maksimum, selain
memperhatikan beberapa hal tersebut juga perlu adanya ketersediaan dana salah
satunya melalui kredit pertanian. Ahmad et al. (2006) menganalisis dampak kredit
yang di alokasikan dalam bentuk pupuk dan benih terhadap petani kecil di
Ethiopia. Mereka menemukan bahwa kredit ini mampu meningkatkan hasil panen
atau produksi yang cukup bagi masyarakat. Zuberi (1989) menemukan bahwa 70
persen dari total kredit formal digunakan untuk pembelian benih dan pupuk dan

10

menyimpulkan bahwa sebagian besar peningkatan hasil pertanian dapat dijelaskan
oleh perubahan dalam kuantitas dan kualitas benih dan pupuk.
Kredit memainkan peranan penting dalam pengembangan sektor pertanian
khususnya pada tanaman pangan. Kredit ini bisa berasal dari lembaga keuangan
formal maupun informal. Adanya bantuan kredit mampu membantu mengatasi
permasalahan petani pada produktivitas tanaman pangan, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan pangan dan petani mampu mengadopsi teknologi terbaru
di sektor ini (Simtowe dan Zeller 2006; Maqbool 2011). Kredit juga memberikan
pengaruh terhadap nilai omset penjualan suatu usaha, sehingga peran kredit telah
tercapai untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat khususnya di pedesaan
meskipun kredit ini tidak berpengaruh terhadap penyerapan tenaga kerja tetapi
setidaknya telah membantu masyarakat-masyarakat desa yang pada umumnya
bekerja di sektor pertanian (Azriani 2008).
Siddiqi dan Khiswar (2004); Nosiru (2010) dalam penelitiannya tentang
peranan kredit mikro pada produktivitas pertanian menunjukkan adanya peranan
kredit mikro kepada petani untuk membeli input yang mereka butuhkan sehingga
meningkatkan produksi usahatani mereka. Namun, jumlah kredit yang diperoleh
petani di daerah penelitian masih belum berkontribusi positif terhadap tingkat
output. Hal ini disebabkan pemanfaatan kredit yang belum tepat, atau kredit yang
diperoleh digunakan untuk usaha-usaha non pertanian.
Penelitian oleh Obilor (2013) menunjukkan adanya pengaruh kredit yang
signifikan terhadap peningkatan produktivitas pertanian, hanya saja memang
kredit tersebut diberikan dengan adanya skema penjaminan kredit pertanian serta
adanya bantuan alokasi dana dari pemerintah untuk sektor pertanian. Dari hasil
penelitian ini, juga disarankan bagi petani untuk mengajukan pinjaman kepada
bank guna meningkatkan kegiatan usaha dan produktivitas mereka, karena
kurangnya modal pada petani tidak seutuhnya disebabkan oleh pihak perbankan.
Saleem dan Farzand (2012) dalam penelitiannya memperoleh hasil bahwa
kredit berpengaruh signifikan terhadap produksi pada tingkat 5 persen. Ini juga
menunjukkan bahwa dengan adanya kredit untuk peningkatan input seperti benih,
pupuk dan pestisida dapat mempengaruhi produksi pertanian secara positif.
Abdullah et al. (2009) melakukan suatu studi yang bertujuan melihat
peranan kredit terhadap pertumbuhan usaha di sektor peternakan. Peranan ini
diukur dari sisi elastisitas pendapatan dari produk hasil usaha tersebut. Hasil dari
penelitian ini menunjukkan bahwa dengan adanya kredit dapat meningkatkan
perluasan usaha di sektor peternakan hampir dua kali lipat dari sebelumnya.
Pengaruh kredit dalam meningkatkan pendapatan petani dari nilai elastisitasnya
sebesar 0.18 dan sisanya dipengaruhi oleh faktor lain seperti jumlah anggota
keluarga (0.05) dan pendidikan petani (0.07). Kredit juga berpengaruh pada
penciptaan lapangan pekerjaan sehingga mengurangi tingkat pengangguran di
daerah penelitian. Penelitian oleh Naidu (1998) dan Kalkundrickars (1990) dalam
Ibrahim (2012) juga menunjukkan hasil yang sama yaitu adanya pengaruh kredit
dalam peningkatan pendapatan, produktivitas dan tenaga kerja, dan ini juga
sejalan dengan penelitian oleh Devi dan Govt (2012), tetapi kredit yang diberikan
bukan bersumber dari perbankan melainkan kredit dari koperasi.
Studi empiris yang dilakukan oleh Sihombing (2003) dalam melihat
pengaruh kredit terhadap usaha industri kecil menunjukkan hasil bahwa kredit
usaha kecil lebih berpengaruh signifikan terhadap penciptaan lapangan kerja baru

11

dibandingkan dengan jumlah produksi dan penciptaan nilai tambah. Purnamayanti
(2014) juga melakukan penelitian mengenai pengaruh kredit terhadap pendapatan
usaha dan hasil penelitiannya menyebutkan bahwa kredit yang diberikan kepada
petani tidak selalu berpengaruh terhadap peningkatan pendapatan, sebagian petani
justru mengalami penurunan pendapatan setelah menerima kredit. Hal ini
disebabkan karena modal yang didapat dari kredit tersebut tidak sepenuhnya
digunakan untuk modal usahatani. Sebagian petani menggunakan modal sendiri
untuk usahatani dan modal ini masih belum mencukupi kebutuhan, sehingga
petani mengajukan kredit pada berbagai sumber pembiayaan. Namun, sebagian
petani juga melakukan pengajuan kredit meskipun tidak mengalami keterbatasan
modal tetapi karena alasan lainnya, sehingga kredit tidak digunakan untuk
perbaikan usahatani.
Bashir et al. (2010) dalam temuannya mengungkapkan kredit berperan
penting dalam memfasilitasi transformasi pertanian dan meningkatkan partisipasi
petani dalam proses produksi tanaman pangan gandum serta meningkatkan standar
hidup petani. Hasilnya, kredit dapat meningkatkan produksi dengan melihat nilai
elastisitas produksi terhadap masing-masing input yang digunakan sebesar 0.13
(benih), 0.11 (pupuk), 0.12 (irigasi), 0.02 (tanaman pelindung), dan lahan sebesar
0.11. Tingkat kesejahteraan petani juga meningkat sebesar 27 persen dengan
adanya kredit. Agar kredit ini mampu berperan secara signifikan sebaiknya juga
harus memperhatikan pola penggunaan pinjaman oleh petani, begitu juga dengan
pihak pemberi kredit sebaiknya membuat prosedur peminjaman kredit yang lebih
sederhana kepada petani.
Berbagai hasil penelitian sebelumnya dalam menganalisis pengaruh kredit
terhadap produksi maupun keuntungan juga dilakukan pada usahatani padi. Salah
satu hasil penelitian yang melihat pengaruh kredit pada usahatani padi
menunjukkan bahwa kredit ternyata berpengaruh nyata terhadap produksi padi
dan dapat meningkatkan produksi padi dengan nilai elastisitas sebesar 0,254
(Yurahman 2014). Penelitian selanjutnya menunjukkan hasil bahwa dengan
penggunaan kredit dapat berpengaruh pada peningkatan pendapatan usahatani
padi (Nugraheni 2013; Yesaya 2013). Penelitian lainnya