Pengomposan jerami padi organik menuju "zero waste production management"
PENGOMPOSAN JERAMI PADI ORGANIK MENUJU
“ZERO WASTE PRODUCTION MANAGEMENT”
NAZIF ICHWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengomposan Jerami Padi
Organik
Menuju “Zero Waste Production Management” adalah karya saya
sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
Nazif Ichwan
NIM F451090031
ABSTRACT
NAZIF ICHWAN. Composting of Organic Rice Straw Towards “Zero Waste
Production Management”. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO and
SATYANTO KRIDO SAPTOMO
Rice straw which is nowadays normally concerned as agricultural waste
was used in this research as raw material to produce compost. The objectives of
this research were to compost organic rice straw, to analyze the nutrient content of
compost, and to justify compost quality compared with the national standard of
compost quality (SNI 19-7030-2004), to analyze water and sludge quality, and to
develop waste-compost mass balance. Results of this research showed that the
time required to compost rice straw under aerobic condition to become compost
takes approximately 8 weeks for turned piles and aerated system, app. 5 weeks for
cylinder system, whereas under anaerobic condition takes app. 6 weeks. Under
anaerobic condition eight weeks of composting period in plastic drum was not
sufficient as indicated by unfinished biodegradation process. The compost
produced from rice straw contains macro and micro nutrients required by plants.
Implemented of organic fertilizer did not cause pollution in the bodies of water
and the nutrition organically bound so it often was used as a soil conditioning.
The waste-compost mass balance in the organic rice cultivation system was
developed where the amount of rice straw was in the order of 14.1 ton/ha and the
amount of the resulted compost was about 11.3 ton. In general, compost nutrients
content complies with the national quality standards. It can be concluded that the
rice straw composting process required approximately 5-8 weeks, and the
produced compost contains nutrients required by rice field according to national
standard.
Keywords : composting, compost quality, organic rice, rice straw, zero waste
production management
RINGKASAN
NAZIF ICHWAN. Pengomposan Jerami Padi Organik Menuju “Zero Waste
Production Management”. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO dan
SATYANTO KRIDO SAPTOMO
Budidaya padi sawah merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh
masyarakat Indonesia, terutama daerah pedesaan. Konsep yang diterapkan petani
saat ini adalah dengan memberikan kebutuhan unsur hara tanaman menggunakan
pupuk kimia sintetik menurut dosis yang telah ditentukan. Pemberian pupuk kimia
sintetik secara tidak langsung telah menyebabkan degradasi lahan pertanian dan
dalam proses produksi pupuk tersebut juga dikeluarkan emisi gas langsung ke
udara.
Budidaya padi selain menghasilkan beras, juga menghasilkan limbah
berupa jerami, sekam, dan gas metana serta non metana. Jerami merupakan
limbah potensial yang dihasilkan dari kegiatan budidaya padi dengan potensi 1215 ton/ha jerami segar. Pada umumnya Jerami dibakar oleh petani untuk
mereduksi volume limbah dan kegiatan ini menghasilkan emisi CO2 yang akan
meningkatkan pemanasan global sebagai gas rumah kaca dan menimbulkan
limbah baru berupa abu (ash) sisa dari pembakaran.
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan teknik pengomposan jerami
yang tepat yang dapat dilakukan oleh petani, menganalisis mutu kompos yang
dihasilkan dari jerami dan membandingkan kualitasnya dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI 19-7030-2004), menganalisis pengaruh pemberian pupuk terhadap
kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah, serta menyusun neraca massa limbahkompos dalam sistem budidaya padi organik.
Pengomposan jerami dapat dilakukan dengan metoda aerob dan anaerob.
Temperatur merupakan salah satu parameter penting dalam pengomposan.
Analisis kompos perlu dilakukan untuk mengukur kandungan unsur hara yang
terdapat dalam kompos.
Analisis air dan lumpur dari sawah perlu dilakukan untuk melihat
pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah
tersebut. Penyusunan neraca massa limbah-kompos dilakukan untuk melihat
ketersediaan kompos yang dihasilkan dengan bahan dasar jerami. Pemanfaatan
jerami menjadi kompos diharapkan dapat mengurangi timbulnya polusi dan
sekaligus sebagai salah satu upaya dalam “zero waste production management”
sehingga akan terbentuk jalur pendek mata rantai pemanfaatan limbah padi sawah.
Penelitian dilaksanakan di rumah kompos Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan Institut Pertanian Bogor yang terletak di Kampung Gardu Dalam,
Kec. Bogor Barat, Kota Bogor. Sawah percobaan budidaya padi organik berada
bersebelahan dengan rumah kompos. Pengujian sampel kompos dilakukan di
Balai Penelitian Tanah, Departemen Pertanian di Bogor. Pengujian kualitas air
irigasi dan lumpur dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor.
Pada proses pengomposan, kematangan kompos jerami sebagai produk
akhir ditandai dengan perubahan bentuk yang menyerupai dan berbau tanah,
warna yang berubah menjadi kehitaman dan suhu yang sesuai dengan suhu
lingkungan. Pengukuran temperatur pada kompos dilakukan untuk melihat
periode biodegradasi bahan organik oleh mikroorganisme. Pengukuran temperatur
pada metoda aerobik dilakukan pada sistem tumpukan, aerasi dan silinder.
Pada umumnya, proses pengomposan dengan metoda aerobik dan
anaerobik berada pada fase mesofilik, yaitu kisaran temperatur 28-45oC. Hanya
campuran jerami dengan kotoran ayam sistem tumpukan yang mencapai fase
termofilik. Proses pengomposan metoda aerobik juga dipengaruhi oleh pemberian
air untuk mempertahankan kelembaban kompos dan juga pembalikan agar
campuran kompos lebih merata dalam mendapatkan oksigen. Kompos mengalami
dinamika perubahan temperatur dan bergerak stabil mulai hari ke-48 setelah
pengomposan pertama pada sitem tumpukan dan aerasi, setelah hari-24 pada
sistem silinder, dan setelah hari ke-35 pada pengomposan metoda anaerobik di
atas tanah serta dibungkus terpal. Grafik temperatur kompos yang telah stabil
menunjukkan bahwa kompos telah matang.
Analisis unsur hara kompos menunjukkan bahwa kompos mengandung
unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman dengan nisbah C/N
antara 10-20. Pada umumnya kualitas kompos yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan SNI 19-7030-2004. Walaupun unsur C-organik pada kompos
berbahan dasar jerami dengan campuran kotoran kambing lebih rendah dari baku
mutunya, namun nisbah C/N yang dihasilkan sesuai dengan SNI 19-7030-2004.
Dapat dilihat juga unsur Mg pada kompos berbahan dasar jerami dengan
campuran kotoran ayam melebihi baku mutunya, namun angka tersebut masih
bisa diterima karena perbedaannya tidak terlalu besar. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kompos jerami memenuhi syarat dan menunjukkan kualitas
kompos baik.
Hasil analisis kualitas air dan lumpur menjelaskan bahwa kandungan hara
yang diberikan diserap oleh tanaman padi, dan juga terjadinya dinamika air tanah
termasuk infiltrasi, perkolasi dan kapasitas air yang membawa unsur hara
(leaching), serta larut pada air irigasi. Kualitas air irigasi pada sawah percobaan
tidak menunjukkan gejala terjadinya pencemaran pada badan-badan air. Hal ini
disebabkan konsentrasinya masih berada di bawah baku mutu kualitas air. Nutrisi
pupuk terikat secara organik sehingga jauh lebih rentan terhadap pencucian hara
dari pada pupuk terlarut dan karena itu sering digunakan sebagai pengkondisian
tanah.
Dari neraca massa limbah-kompos diperoleh bahwa dengan
mengomposkan jerami 14,1 ton ditambah dengan dekomposer, baik kotoran ayam
atau kotoran kambing dengan porsi 1:1 dan berkadar air yang sama dihasilkan
kompos 11,3 ton dan 16,9 ton atau 60% dari massa kompos keluar dalam bentuk
uap air, air lindi, gas berbau, metana (CH4) dan CO2. Dari kompos yang
dihasilkan, 7 ton kompos dapat diaplikasikan kembali ke areal persawahan,
sedangkan sisa kompos dapat digunakan untuk peruntukan lainnya.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah.
pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGOMPOSAN JERAMI PADI ORGANIK MENUJU
“ZERO WASTE PRODUCTION MANAGEMENT”
NAZIF ICHWAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS
Judul tesis
Nama
NIM
: Pengomposan Jerami Padi Organik Menuju “Zero Waste
Production Management”
: Nazif Ichwan
: F451090031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc, Ph.D
Ketua
Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP, M.Si
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan
Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA
Tanggal Ujian: 26 Juli 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011, dan karya tulis
ilmiah dengan judul Pengomposan Jerami Padi Organik Menuju “Zero Waste
Production Management” ini dapat diselesaikan.
Terima kasih diucapkan kepada:
1. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc, Ph.D dan Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP,
M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan
dan bimbingannya.
2. Dr. Ir. M. Yanuar JP, MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak
memberi saran.
3. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor yang telah banyak memberikan
saran.
4. Orang tua tercinta (Alm) H. Chairul Anwar dan Hj. Zubaidah, BA, serta
seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
5. Rekan-rekan Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2009 yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.
Disadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, namun diharapkan
dapat memberi kontribusi bagi dunia akademik maupun masyarakat. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Februari 1985 dari pasangan
(Alm) H. Chairul Anwar dan Hj. Zubaidah, BA. Penulis merupakan putra
keempat dari lima bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Medan dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk Universitas Andalas pada Jurusan Teknologi Pertanian
Program Studi Teknik Pertanian melalui seleksi penerimaan mahasiswa baru
(SPMB) tahun 2003. Pendidikan sarjana diselesaikan pada tahun 2008.
Selama mengikuti S2 di Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan IPB
sejak tahun 2009, penulis menjadi Asisten Peneliti/Research Assisten (RA) pada
project Imhere B.2c IPB dengan topik penelitian “Zero Waste Production
Management”. Penulis juga aktif mengikuti seminar ilmiah diantaranya Seminar
Nasional PERTETA pada tahun 2010 di Purwokerto. Pada tahun yang sama,
penulis juga berkesempatan berpartisipasi dan mempresentasikan hasil penelitian
dengan judul “Zero Waste Production Management” dalam Bidang Pertanian:
Pengomposan Jerami Padi Organik, pada International Symposium “Asian
Consortium for Sustainable Agriculture” di Ibaraki University, Jepang. Pada
tahun 2011, penulis juga mengikuti Seminar Nasional IATPI-ITS di Surabaya dan
menyampaikan makalah dengan judul Pengomposan Jerami Padi Organik dan
Analisis Mutunya.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
PENDAHULUAN ..............................................................................................
1.1 Latar Belakang .......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................
1.3 Tujuan ....................................................................................................
1.4 Kerangka Pemikiran ...............................................................................
1
1
3
3
4
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
2.1 Manajemen Limbah ...............................................................................
2.2 Pengelolaan Limbah Padat .....................................................................
2.3 Pengomposan .........................................................................................
2.4 Pertanian Organik dan Berkelanjutan ....................................................
2.5 Pengaruh Pupuk Organik .......................................................................
2.6 Peranan Pupuk pada Padi .......................................................................
2.7 Jerami .....................................................................................................
2.8 Neraca massa..........................................................................................
5
5
5
6
9
10
12
14
15
METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................................
3.1 Tempat dan Waktu .................................................................................
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................
3.3 Pelaksanaan Penelitian ...........................................................................
17
17
17
17
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
4.1 Kompos Jerami ......................................................................................
4.2 Kandungan Unsur Hara dan Kualitas Kompos .....................................
4.3 Kualitas Air Irigasi dan Lumpur ............................................................
4.4 Neraca Massa Limbah-Kompos .............................................................
25
26
33
35
38
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 41
5.1 Simpulan ................................................................................................ 41
5.2 Saran ...................................................................................................... 41
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 45
LAMPIRAN ..................................................................................................... 49
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Taraf Pupuk N
Terhadap Hasil dan Kualitas Tanaman Padi Sawah .................................
11
2. Hasil Pengujian Pupuk Kandang pada Budidaya Padi Sawah di
Lahan Bukaan Baru ....................................................................................
13
3. Kandungan Hara Jerami .............................................................................
14
4. Kandungan Unsur Hara Pupuk Kandang (Kotoran Kambing) ..................
25
5. Analisis Kandungan Hara dan Justifikasi Kualitas Kompos
Jerami ........................................................................................................
34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian .....................................................................
4
2. Para-para (tunnel) Aerasi .............................................................................. 18
3. Pengomposan Sistem Silinder ....................................................................... 19
4. Skema Pengomposan Aerobik ...................................................................... 20
5. Pengomposan di Dalam Tong ....................................................................... 20
6. Pengomposan di Dalam Terpal ..................................................................... 21
7. Skema Pengomposan Anaerobik .................................................................. 21
8. Skema Analisis Kompos dan Justifikasi Kualitas Kompos .......................... 22
9. Skema Penyusunan Neraca Massa Limbah-Kompos.................................... 23
10. Bagan Alir Penelitian .................................................................................... 24
11. Produktivitas Gabah dan Jerami Budidaya Padi Organik ............................. 26
12. Temperatur Sistem Tumpukan ...................................................................... 27
13. Temperatur Sistem Aerasi ............................................................................. 28
14. Temperatur Sistem Silinder .......................................................................... 29
15. Gaya Yang Dibutuhkan untuk Membalik Kompos Berbentuk Silinder ....... 30
16. Temperatur Kompos Metoda Anaerobik ...................................................... 31
17. Perubahan Massa Material Kompos Secara Anaerobik di Dalam Tong ....... 32
18. Kualitas Air Irigasi Sawah Percobaan........................................................... 36
19. Kualitas Lumpur Sawah Percobaan .............................................................. 37
20. Skema Neraca Massa Limbah-Kompos ........................................................ 38
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Standar Nasional Indonesia Tentang Spesifikasi Kompos dari
Sampah Organik Domestik (SNI 19-7030-2004) ......................................... 49
2. Hasil Analisis Kualitas Air Irigasi dan Lumpur ............................................ 50
3. Neraca Massa Limbah-Kompos .................................................................
51
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya padi sawah merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh
masyarakat Indonesia, terutama daerah pedesaan. Konsep yang diterapkan petani
saat ini adalah dengan memberikan kebutuhan unsur hara tanaman menggunakan
pupuk kimia sintetik menurut dosis yang telah ditentukan. Pemberian pupuk kimia
sintetik secara tidak langsung telah menyebabkan degradasi lahan pertanian
(Simanungkalit et al., 2006) dan berkontribusi mengeluarkan emisi gas rumah
kaca (GRK) dari lahan sawah 70,9% (ADB-GEF-UNDP, 1998) dari 8,05%
kontribusi pertanian secara nasional (KLH, 1999 dalam Deptan, 2007). Kondisi
ini bertentangan dengan konsep kegiatan pertanian organik dan berkelanjutan
yang sedang digalakkan oleh pemerintah.
Lahan sawah yang menggunakan pupuk kimia sintetik mengalami
degradasi sehingga kualitas tanah semakin menurun dan menyebabkan hasil
pertanian juga menurun (Sigit et al., 2007). Petani sebagai pengolah lahan
melakukan usaha perbaikan kualitas tanah sawah dengan menambah dosis
penggunaan pupuk kimia sintetik dengan harapan dapat menyuburkan tanah.
Namun hal ini menyebabkan kualitas tanah semakin menurun dan menimbulkan
polusi dari kegiatan pertanian tersebut.
Penggunaan pupuk kimia sintetik juga menimbulkan polusi dari
persawahan. Secara tidak langsung, produksi pupuk kimia sintetik menyumbang
emisi langsung ke udara karena dalam proses produksinya memerlukan energi.
Produksi pupuk urea buatan dengan aplikasi 100 kg/ha mengeluarkan emisi gas
NO sebesar 23.600 g/ha langsung ke udara per normal aplikasi (USEPA, 1998).
Hal ini cukup menjadi perhatian karena gas NOx merupakan salah satu parameter
kualitas udara ambien. Dosis pupuk yang diberikan tidak semuanya dapat diserap
oleh padi. Hal ini menyebabkan pupuk larut dalam air dan terbawa keluar
persawahan. Apabila dosis pupuk N terlarut dalam air irigasi terlalu tinggi, maka
akan menyebabkan pencemaran pada badan-badan air.
Budidaya padi menghasilkan beras dan juga menghasilkan limbah berupa
jerami dan sekam, serta menghasilkan gas metana dan non metana. Potensi jerami
2
dari budidaya padi adalah sebesar 12-15 ton jerami segar per hektar sawah (BPTP,
2010). Jerami banyak dibakar oleh petani untuk mereduksi volume atau
menghasilkan residu hasil pembakaran untuk pupuk yang akan mengemisikan
CO2 yang berhubungan dengan pemanasan global sebagai gas rumah kaca
(Rashad et al., 2010) dan menimbulkan limbah baru berupa abu (ash) sisa dari
pembakaran. Jerami memiliki kandungan Kalium yang sangat baik untuk
kesuburan tanah. Kandungan Kalium yang terdapat pada 5 ton jerami setara
dengan 50 kg pupuk KCL (Balai Penelitian Pengkajian Pertanian, 2010).
Pemberian jerami ke tanah secara terus menerus dapat memperbaiki dan
meningkatkan kesuburan tanah.
Pemanfaatan jerami bisa dilakukan dengan cara mengolah jerami menjadi
kompos. Pengomposan menjadi strategi yang berharga untuk mendaur ulang
berbagai limbah organik. Pemanfaatan kompos memungkinkan pemulihan tanah
yang terdegradasi dan pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan (Cayuela et al.,
2009). Pengomposan jerami telah dilakukan dengan mencampur pupuk kandang
(Li et al., 2008); limbah lumpur susu (Perez et al., 2009); ampas penggilingan
zaitun dan kotoran kelinci (Canet et al., 2008); okara dengan rock fosfat dan
kotoran kerbau (Rashad et al., 2010).
Dengan demikian, jerami bisa didaur ulang menjadi sesuatu yang
bermanfaat dan menerapkan prinsip pemanfaatan kembali limbah yang ada untuk
memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman serta mengurangi polusi udara yang
disebabkan pembakaran jerami tersebut. Pengolahan jerami menjadi kompos
menggunakan teknik pengomposan sederhana yang dapat diterapkan petani di
lapangan. Pengomposan jerami dapat dilakukan dengan metoda aerob dan anaerob
(Pichtel, 2005; Snape et al., 1995; Stoffella and Kahn, 2001). Temperatur
merupakan salah satu parameter penting dalam pengomposan (Stoffella and Kahn,
2001). Analisis kompos perlu dilakukan untuk mengukur kandungan unsur hara
yang terdapat dalam kompos.
Analisis air dan lumpur dari sawah perlu dilakukan untuk melihat
pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah
tersebut. Penyusunan neraca massa limbah-kompos dilakukan untuk melihat
ketersediaan kompos yang dihasilkan dengan bahan dasar jerami. Pemanfaatan
3
jerami menjadi kompos diharapkan dapat mengurangi timbulnya polusi dari
kegiatan padi sawah sekaligus sebagai upaya penerapan pendekatan “zero waste
production management” sehingga akan terbentuk jalur pendek mata rantai
pemanfaatan limbah padi sawah.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas, maka dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Budidaya padi menggunakan pupuk kimia sintetik menyebabkan terjadinya
degradasi lahan dan timbulnya emisi gas rumah kaca ke atmosfer.
2. Degradasi lahan sawah menyebabkan produktivitas padi menurun.
3. Jerami merupakan limbah potensial yang berasal dari budidaya padi sawah.
4. Pembakaran jerami menimbulkan abu (ash) dan mengeluarkan emisi ke
atmosfer.
5. Jerami memiliki kandungan Kalium yang sangat tinggi yang apabila
dikembalikan ke lahan secara terus menerus akan menyuburkan tanah.
6. Pemanfaatan jerami bisa dilakukan dengan cara pengomposan.
7. Kompos sebagai penyedia unsur hara tanaman padi.
8. Pemanfaatan kompos bisa mensubstitusi penggunaan pupuk kimia sintetik.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menerapkan teknik pengomposan yang tepat yang dapat dilakukan oleh
petani.
2. Menganalisis mutu kompos yang dihasilkan dari jerami dan membandingkan
kualitasnya dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 19-7030-2004).
3. Menganalisis pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan
lumpur dari sawah.
4. Menyusun neraca massa limbah-kompos dalam sistem budidaya padi organik.
4
1.4 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dari penelitian ini secara skematis disampaikan pada
Gambar 1. Budidaya padi menghasilkan limbah jerami yang sangat banyak.
Jerami mengandung kalium yang sangat tinggi dan sangat baik apabila
dikembalikan ke lahan secara terus menerus. Pemanfaatan jerami sebagai pupuk
untuk memenuhi unsur hara tanaman dapat dilakukan dengan cara pengomposan
jerami tersebut. Kompos yang dihasilkan akan menjadi input bagi lahan budidaya
padi sawah organik kembali.
Jerami
Budidaya padi
Lahan
pertanian
(sawah)
Pengomposan
Kompos
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Limbah
Limbah terdiri dari tiga bentuk yaitu cair, padat, dan gas. Ketiga bentuk ini
mempunyai hubungan putaran tertutup dalam konversinya. Limbah cair dan gas
yang dihasilkan dapat berubah menjadi limbah padat, ketika pembakaran limbah
padat dapat mengakibatkan produksi limbah cair dan gas (Murarka, 2000).
Limbah cair adalah kombinasi cairan atau limbah terlarut yang timbul dari
penggunaan air tanah, air permukaan dan air sungai baik penggunaan domestik
maupun industri (Snape et al., 1995). Metcalf and Eddy (2004) juga
menambahkan air limbah dapat didefinisikan sebagai kombinasi cairan atau air
limbah yang dikeluarkan dari tempat tinggal, lembaga, atau kawasan komersil dan
industri, bersama dengan air tanah, air permukaan dan sungai.
Limbah dalam bentuk gas adalah sebagai polutan di atmosfer yang
menyebabkan polusi udara. Polusi udara adalah senyawa kimia yang ditambahkan
ke atmosfer melalui kegiatan manusia yang mengakibatkan peningkatan
konsentrasi diatas ambang batas (Krupa, 1997).
Limbah padat adalah sampah, lumpur dan bahan-bahan padat buangan
yang dihasilkan dari operasi industri komersial dan dari kegiatan masyarakat,
tidak termasuk material padat atau terlarut pada saluran domestik atau polutan
pada sumber-sumber air, seperti endapan, padatan terlarut atau mengendap pada
keluaran air limbah industri, bahan terlarut pada aliran irigasi atau polutan air
lainnya (Pitchel, 2005).
2.2 Pengelolaan Limbah Padat
Pengelolaan limbah padat adalah sistematik dari kegiatan yang
menyediakan tempat pengumpul, pemisahan dari sumber, penyimpanan,
transportasi, pemindahan, proses, dan penangan pembuangan limbah padat. Hal
ini perlu dilakukan dan ditangani oleh semua pihak, baik perorangan maupun
kelompok karena berhubungan dengan estetika, penggunaan lahan, kesehatan,
polusi air, polusi udara, dan pertimbangan ekonomi (Salvato, 1992).
Menurut sumbernya, Pichtel (2005) mengklasifikasikan sebagian besar
limbah padat sebagai berikut: perkotaan, berbahaya, industri, medis, universal,
6
konstruksi dan pembongkaran, radioaktif, pertambangan, dan pertanian. Hal
senada juga diungkapkan Murarka (2000) yang menyebutkan bahwa rumah
tangga, perdagangan, industri, pertanian, pertambangan, dan aktivitas energi yang
berhubungan dengan semua sumber limbah padat merupakan sumber limbah, dan
yang paling besar kontribusinya adalah pengeboran tambang dan pertanian.
Hirarki penanganan limbah padat terdiri dari mengurangi jumlah limbah
dan tingkat toksisitasnya, menggunakan bahan kembali, mendaur ulang bahan,
mengomposkan,
pembakaran
dengan
pemanfaatan
kembali
energinya,
pembakaran tanpa pemanfaatan energi, dan penimbunan limbah padat (USEPA
dalam Pitchel, 2005).
2.3 Pengomposan
Pengomposan
diartikan
sebagai
proses
biologi
oleh
kegiatan
mikroorganisme dalam mengurai bahan organik menjadi bahan semacam humus
dengan bahan yang terbentuk mempunyai berat dan volume yang lebih rendah
dari bahan dasarnya, stabil, dekomposisi lambat dan sumber pupuk organik
(Sutanto, 2002). Hal senada juga diungkapkan Pichtel (2005) yang menyatakan
pengomposan adalah sebuah aktivitas biologi dengan pengontrolan secara aerobik
dari limbah organik menjadi bentuk yang lebih kompleks dan stabil dimana hasil
akhirnya mempunyai nilai ekonomis yang biasa digunakan untuk pertanian dan
pertamanan.
Pengomposan bisa terjadi karena adanya mikroorganisme aktif yang
mengontrol proses pengomposan seperti bakteri, actynomicetes, jamur dan
protozoa (Stoffella and Kahn, 2001). Mikroorganisme ini secara alami tersedia
pada bahan organik termasuk limbah makanan, tanah, dedaunan dan limbah
organik lainnya (Pichtel, 2005).
Pengomposan dapat dilakukan dengan sistem aerobik dan sistem
anaerobik (Pichtel, 2005; Snape et al., 1995; Stoffella and Kahn, 2001).
Pengomposan sistem aerobik maksudnya mikroorganisme membutuhkan oksigen
(O2). Reaksi kimianya sebagai berikut:
Bahan organik + O2 + Bakteri aerob =>
CO2 + NH3 + Produk + Energi
7
Pengomposan anaerobik tidak memerlukan oksigen. Reaksi kimianya sebagai
berikut:
Bahan organik + Bakteri anaerob =>
CO2 + NH3 + Produk + Energi + H2S + CH4
Beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan dalam pengomposan
adalah kandungan hara seperti Carbon (C), Nitrogen (N), Fosfor (P), Sulfur (S),
dan hara lainnya. Carbon berfungsi sebagai sumber energi, sedangkan nitrogen
untuk pertumbuhan populasi mikroba. Agar efektif, C/N ratio yang tepat
diperlukan untuk pengomposan yang efisien. Apabila C/N terlalu rendah, maka
akan kehilangan amonia (NH3), sedangkan jika C/N terlalu tinggi maka
pelambatan dekomposisi terjadi (Stoffella and Kahn, 2001).
Sutanto (2005) menambahkan nisbah C/N yang tinggi menunjukkan
mikrooganisme akan aktif memanfaatkan nitrogen untuk membentuk protein yang
apabila diaplikasikan ke dalam tanah maka mikroorganisme akan tumbuh dengan
memanfaatkan N-tersedia tanah, sehingga terjadi imobilisasi N. Sedangkan
apabila nisbah C/N rendah pada awal proses pengomposan maka nitrogen akan
hilang melalui proses volatilisasi ammonium.
Penambahan
bahan
dengan
nisbah
C/N
>30:1
(jerami,
lumpur
penggilingan kertas) dapat menyebabkan peningkatan pesat biomassa mikroba,
dan menipisnya ketersediaan N tanah ke titik dimana kekurangan N dapat terjadi
pada banyak tanaman. Sedangkan beberapa bahan organik (biosolid, kotoran
kandang) dengan nisbah C/N yang rendah harus dikelola dengan baik untuk
menghindari kehilangan N ke bagian sensitif dari lingkungan. Pengomposan
merupakan solusi yang efekif untuk menstabilkan N (Pierzynski et al., 2005).
Menurut Djaja (2008), prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur
bahan organik kering yang kaya karbohidrat dengan bahan organik basah yang
banyak mengandung N. Proses pengomposan dipengaruhi oleh 7 faktor (Pichtel,
2005; Djaja, 2008) yaitu :
1. Oksigen dan aerasi
Umumnya mikroba banyak mengonsumsi oksigen, sehingga diperlukan
pemasokan oksigen kedalam timbunan kompos dengan melakukan aerasi.
8
2. C:N ratio
Mikroba menggunakan C untuk energi dan pertumbuhan, sedangkan N
dan P penting untuk protein dan reproduksi.
3. Kandungan air
Kandungan air penting untuk menunjang proses metabolik mikroba, dan
sebaiknya bahan baku kompos mengandung 40 – 65 % air.
4. Porositas, struktur, tekstur, dan ukuran partikel
Porositas berkaitan dengan ukuran ruang udara bahan baku kompos.
Struktur mencakup kekerasan partikel. Tekstur berkaitan dengan
ketersediaan permukaan untuk aktivitas mikroba.
5. pH bahan baku
pH bahan baku kompos diharapkan berkisar 6,5 – 8.
6. Temperatur
Pengomposan terjadi pada temperatur mesofilik 10 – 40o C. Pengomposan
diharapkan berlangsung pada temperatur 43 – 65o C.
7. Waktu
Waktu pengomposan bergantung pada temperatur, kelembaban, frekuensi
aerasi, dan kebutuhan konsumen. C/N ratio dan frekuensi aerasi adalah
cara memperpendek periode pengomposan.
Berdasarkan aktivitas mikroba, proses pengomposan dibagi dalam 4 fase.
Yang pertama adalah fase mesofilik, dimana bakteri yang dominan adalah bakteri
mesofilik. Hal ini menyebabkan mikroba aktif dan menimbulkan panas sehingga
tamperatur tumpukan kompos meningkat. Ketika temperatur melebihi 45oC maka
bakteri yang berperan adalah bakteri termofilik pada fase termofilik. Peningkatan
aktivitas mikroba dapat menyebabkan temperatur meningkat ke 65-70oC. Dengan
penurunan cadangan makanan, menyebabkan aktivitas bakteri berkurang dan
menurunkan temperatur tumpukan, yang disebut dengan fase mesofilik kedua.
Setelah suplai makanan habis maka temperatur akan turun sehingga sama dengan
suhu ambien, dan menandakan pengomposan sampai pada fase matang (Stoffella
and Kahn, 2001).
Pengomposan menggunakan kotoran yang sudah lama lebih lambat
dibandingkan dengan kotoran yang masih baru. Setelah hari pertama
9
pengomposan dimulai, temperatur pengomposan yang menggunakan kotoran yang
sudah lama akan naik secara perlahan, lebih lambat dari pengomposan yang
menggunakan kotoran yang masih segar (Li et al., 2008).
2.4 Pertanian Organik dan Berkelanjutan
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama
pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan
pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak
merusak lingkungan (Litbang Deptan, 2002).
Sutanto (2002) menambahkan bahwa pertanian organik diartikan sebagai
suatu sistem produksi pertanaman yang berdasarkan daur-ulang secara hayati,
dapat melalui sarana limbah tanaman ternak, serta limbah lainnya yang mampu
memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah.
Sejalan dengan tidak merusak lingkungan, maka hal ini juga berkaitan
dengan pertanian berkelanjutan. Reijntjes et al. (1992) menyebutkan bahwa
pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk
usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus
mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber
daya alam.
Reijntjes et al. (1992) menyatakan bahwa pertanian bisa disimpulkan
berkelanjutan jika mencakup hal-hal sebagai berikut :
Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam
dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan
ditingkatkan.
Bisa berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup
menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan/atau pendapatan sendiri,
serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan
tenaga dan biaya yang dikeluarkan.
Adil, yang berarti bahwa sumber daya dan kekuasaan didistribusikan
sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua angggota masyarakat
10
terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang
memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin.
Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman,
hewan, dan manusia) dihargai.
Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan
diri dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus, misalnya
pertambahan jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar, dan lain-lain.
2.5 Pengaruh Pupuk Organik
Sifat tanah sangat dipengaruhi oleh bahan organik. Tanah yang kaya bahan
organik bersifat lebih terbuka sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah
mengalami pemadatan, serta relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah
sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar (Sutanto, 2005).
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan
atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos baik cair maupun
padat. Pupuk organik mengandung unsur hara makro dan mikro yang diperlukan
oleh tanaman, serta memiliki manfaat dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik
dan biologis tanah (Setyorini, 2005).
Sumber pupuk organik dapat berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman
dan limbah, misalkan pupuk kandang (ternak besar dan kecil), hijauan tanaman
rerumputan, semak, perdu dan pohon, limbah pertanaman (jerami padi, batang
jagung, sekam padi dll), dan limbah agroindustri (Sutanto, 2002). Hal senada,
Setyorini (2005) juga menjelaskan bahwa pupuk organik dapat dibuat dari
berbagai jenis bahan, antara lain: sisa penen (jerami, brangkasan, tongkol jagung,
bagas tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur,
limbah pasae, limbah rumah tangga, dan limbah pabrik serta pupuk hijau.
Simanungkalit et al. (2006) menyatakan bahwa bahan/ pupuk organik
sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian, baik kualitas maupun
kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan
secara berkelanjutan, serta penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang
dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.
11
Pupuk organik berupa kompos jerami dan pupuk kandang dapat
meningkatkan serapan hara N, tetapi efisiensi pemanfaatan hara N dan aktivitas
reduktase daun serta hasil gabahnya relatif lebih rendah dibandingkan pupuk
buatan. Meningkatkan takaran pupuk N sampai dengan 50 % dapat meningkatkan
komponen fisiologi dan hasil tanaman (Iqbal, 2008).
Selanjutnya Iqbal (2008) juga menjelaskan bahwa peningkatan takaran
pupuk N pada pupuk organik, pada umumnya meningkatkan jumlah gabah
pertanaman, bobot 100 butir gabah, kandungan protein dan kandungan pati dalam
gabah. Pengaruh pemberian pupuk organik dan taraf pupuk N terhadap hasil dan
kualitas tanaman padi sawah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh pemberian pupuk organik dan taraf pupuk N terhadap hasil dan
kualitas tanaman padi sawah
Perlakuan
Jumlah
Gabah
Bobot
Gabah (g)
%
Gabah
isi
Bobot
100
Gabah (g)
Kandungan
Protein (%)
Kandungan
Pati (%)
1942,11
47,93
85,1
25,51
7,11
72,65
0%N
723,44
15,82
87,05
24,69
7,19
73,66
25 % N
964,72
23,7
94,43
25,16
6,87
73,87
50 % N
1387,44
33,75
92,69
25,22
7,26
74,3
75 % N 1574,89
Pupuk Kandang
34,26
81,84
25,43
7,39
73,82
Kontrol
Jerami
0%N
807,45
16,44
95,1
24,62
7,69
74,16
25 % N
1018,56
23,86
93,02
25,19
7,27
73,52
50 % N
1467,33
35,15
94,33
25,32
7,55
74,15
75 % N
1633,56
35,8
84,79
25,07
6,92
73,01
Sumber : Iqbal (2008)
Pupuk kandang yang akan diberikan pada budidaya sawah, harus terlebih
dahulu mengalami dekomposisi. Pupuk kandang disebar merata diatas permukaan
tanah sebelum pengolahan tanah, dan selanjutnya dilakukan pembajakan. Jumlah
pupuk kandang yang diberikan antara 5–10 ton/ha tergantung pada kesuburan
tanah (Souri, 2001).
Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan
hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah (Simanungkalit et al.,
12
2006). Hal ini juga
dijelaskan dalam SNI 19-7030-2004 yang menyebutkan
bahwa kompos adalah bentuk akhir dari bahan-bahan organik sampah domestik
setelah mengalami dekomposisi.
Menggunakan kompos memiliki beberapa keuntungan, antara lain
meningkatkan dinamika air tanah termasuk infiltrasi, perkolasi dan kapasitas air,
sehingga hal ini dapat mengurangi kebutuhan irigasi dan potensi yang terkait
dengan pencucian unsur hara. Nutrisi secara perlahan dilepaskan dari waktu ke
waktu sehingga meningkatkan kesempatan tanaman untuk mengambil nutrisi
tersebut dan mengurangi masalah pencemaran air (US Composting Council,
2008).
Kebanyakan kompos terlalu rendah nutrisinya untuk digunakan sebagai
pupuk, tetapi karena nutrisi tersebut terikat secara organik, kompos jauh lebih
rentan terhadap pencucian hara dari pupuk terlarut dan karena itu sering
digunakan sebagai pengkondisian tanah (Snape et al., 1995).
2.6 Peranan Pupuk pada Padi
Salah satu penyebab penurunan produktivitas atau rendahnya peningkatan
produksi padi sawah disebabkan oleh rendahnya produktivitas tanah dan efisiensi
pemupukan (Mario et al., 2008). Pupuk mempunyai peranan penting terhadap
produksi dan pertumbuhan tanaman (Rauf et al., 2000) antara lain:
Peranan Unsur N
Unsur N merupakan unsur yang paling cepat kelihatan pengaruhnya terhadap
tanaman. Peran utama unsur ini adalah:
o Merangsang pertumbuhan vegetatif (batang dan daun)
o Meningkatkan jumlah anakan
o Meningkatkan jumlah bulir/ rumpun
Peranan Unsur P
Fungsi fosfor dalam tanaman adalah sebagai berikut:
o Memacu terbentuknya bunga, bulir dan malai
o Menurunkan aborsitas
o Perkembangan akar halus dan akar rambut
o Memperkuat jerami sehingga tidak mudah rebah
13
o Memperbaiki kualitas gabah
Peranan Unsur K
Peranan utama kalium dalam tanaman ialah sebagai dekomposer berbagai
enzim. Adanya kalium yang tersedia dalam tanah menyebabkan:
o Ketegaran tanaman terjamin
o Merangsang pertumbuhan akar
o Tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit
o Memperbaiki kualitas bulir
o Dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor
o Mampu mengatasi kekurangan air pada tingkat tertentu
Souri (2001) menjelaskan bahwa penggunaan pupuk kandang pada lahan
bukaan baru dapat meningkatkan hasil padi. Pelaksanaan pengujian dilakukan
pada petakan sawah yang sangat porus, lapisan olah sangat tipis, dan kandungan
bahan organik yang rendah. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengujian pupuk kandang pada budidaya padi sawah di lahan
bukaan baru.
Takaran Pemupukan (kg/ha)
Produktivitas (t/ha)
Urea
SP – 36
KCL
Pupuk Kandang
200
100
50
-
3,21
200
100
50
5.000
3,92
200
100
50
10.000
4,28
200
100
50
15.000
4,42
200
100
50
20.000
4,5
Percobaan Pada Lokasi Lain
200
100
50
-
3,71
200
100
50
10.000
5,35
-
-
-
10.000
4,53
200
-
-
10.000
5,83
Sumber: Souri(2001)
14
2.7 Jerami
Jerami adalah bahan organik yang banyak tersedia dari kegiatan budidaya
padi sawah (Doberman and Fairhurst, 2002). Jerami memiliki kandungan kalium
yang sangat baik untuk kesuburan tanah. Pemberian jerami ke tanah secara terus
menerus dapat memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah. Kandungan
kalium yang terdapat pada 5 ton jerami setara dengan 50 kg pupuk KCL (BPTP,
2010). Kandungan unsur hara dari jerami dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan hara jerami
Unsur hara
Kandungan hara
Satuan
N organik
0,957
%
C organik
49,2
%
C/N ratio
51,2
Natrium (Na)
0,028
%
Fosfor (P2O5)
2,48
%
Potasium (K20)
0,143
%
MgO
0,129
%
CaO
0,566
%
Fe
420
mg/kg
Mn
62,8
mg/kg
Cu
3,6
mg/kg
Zn
18,9
mg/kg
Cd
“ZERO WASTE PRODUCTION MANAGEMENT”
NAZIF ICHWAN
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pengomposan Jerami Padi
Organik
Menuju “Zero Waste Production Management” adalah karya saya
sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir tesis ini.
Bogor, Juli 2011
Nazif Ichwan
NIM F451090031
ABSTRACT
NAZIF ICHWAN. Composting of Organic Rice Straw Towards “Zero Waste
Production Management”. Supervised by ARIEF SABDO YUWONO and
SATYANTO KRIDO SAPTOMO
Rice straw which is nowadays normally concerned as agricultural waste
was used in this research as raw material to produce compost. The objectives of
this research were to compost organic rice straw, to analyze the nutrient content of
compost, and to justify compost quality compared with the national standard of
compost quality (SNI 19-7030-2004), to analyze water and sludge quality, and to
develop waste-compost mass balance. Results of this research showed that the
time required to compost rice straw under aerobic condition to become compost
takes approximately 8 weeks for turned piles and aerated system, app. 5 weeks for
cylinder system, whereas under anaerobic condition takes app. 6 weeks. Under
anaerobic condition eight weeks of composting period in plastic drum was not
sufficient as indicated by unfinished biodegradation process. The compost
produced from rice straw contains macro and micro nutrients required by plants.
Implemented of organic fertilizer did not cause pollution in the bodies of water
and the nutrition organically bound so it often was used as a soil conditioning.
The waste-compost mass balance in the organic rice cultivation system was
developed where the amount of rice straw was in the order of 14.1 ton/ha and the
amount of the resulted compost was about 11.3 ton. In general, compost nutrients
content complies with the national quality standards. It can be concluded that the
rice straw composting process required approximately 5-8 weeks, and the
produced compost contains nutrients required by rice field according to national
standard.
Keywords : composting, compost quality, organic rice, rice straw, zero waste
production management
RINGKASAN
NAZIF ICHWAN. Pengomposan Jerami Padi Organik Menuju “Zero Waste
Production Management”. Dibimbing oleh ARIEF SABDO YUWONO dan
SATYANTO KRIDO SAPTOMO
Budidaya padi sawah merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh
masyarakat Indonesia, terutama daerah pedesaan. Konsep yang diterapkan petani
saat ini adalah dengan memberikan kebutuhan unsur hara tanaman menggunakan
pupuk kimia sintetik menurut dosis yang telah ditentukan. Pemberian pupuk kimia
sintetik secara tidak langsung telah menyebabkan degradasi lahan pertanian dan
dalam proses produksi pupuk tersebut juga dikeluarkan emisi gas langsung ke
udara.
Budidaya padi selain menghasilkan beras, juga menghasilkan limbah
berupa jerami, sekam, dan gas metana serta non metana. Jerami merupakan
limbah potensial yang dihasilkan dari kegiatan budidaya padi dengan potensi 1215 ton/ha jerami segar. Pada umumnya Jerami dibakar oleh petani untuk
mereduksi volume limbah dan kegiatan ini menghasilkan emisi CO2 yang akan
meningkatkan pemanasan global sebagai gas rumah kaca dan menimbulkan
limbah baru berupa abu (ash) sisa dari pembakaran.
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan teknik pengomposan jerami
yang tepat yang dapat dilakukan oleh petani, menganalisis mutu kompos yang
dihasilkan dari jerami dan membandingkan kualitasnya dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI 19-7030-2004), menganalisis pengaruh pemberian pupuk terhadap
kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah, serta menyusun neraca massa limbahkompos dalam sistem budidaya padi organik.
Pengomposan jerami dapat dilakukan dengan metoda aerob dan anaerob.
Temperatur merupakan salah satu parameter penting dalam pengomposan.
Analisis kompos perlu dilakukan untuk mengukur kandungan unsur hara yang
terdapat dalam kompos.
Analisis air dan lumpur dari sawah perlu dilakukan untuk melihat
pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah
tersebut. Penyusunan neraca massa limbah-kompos dilakukan untuk melihat
ketersediaan kompos yang dihasilkan dengan bahan dasar jerami. Pemanfaatan
jerami menjadi kompos diharapkan dapat mengurangi timbulnya polusi dan
sekaligus sebagai salah satu upaya dalam “zero waste production management”
sehingga akan terbentuk jalur pendek mata rantai pemanfaatan limbah padi sawah.
Penelitian dilaksanakan di rumah kompos Departemen Teknik Sipil dan
Lingkungan Institut Pertanian Bogor yang terletak di Kampung Gardu Dalam,
Kec. Bogor Barat, Kota Bogor. Sawah percobaan budidaya padi organik berada
bersebelahan dengan rumah kompos. Pengujian sampel kompos dilakukan di
Balai Penelitian Tanah, Departemen Pertanian di Bogor. Pengujian kualitas air
irigasi dan lumpur dilaksanakan di Laboratorium Lingkungan Pusat Penelitian
Lingkungan Hidup (PPLH) Institut Pertanian Bogor.
Pada proses pengomposan, kematangan kompos jerami sebagai produk
akhir ditandai dengan perubahan bentuk yang menyerupai dan berbau tanah,
warna yang berubah menjadi kehitaman dan suhu yang sesuai dengan suhu
lingkungan. Pengukuran temperatur pada kompos dilakukan untuk melihat
periode biodegradasi bahan organik oleh mikroorganisme. Pengukuran temperatur
pada metoda aerobik dilakukan pada sistem tumpukan, aerasi dan silinder.
Pada umumnya, proses pengomposan dengan metoda aerobik dan
anaerobik berada pada fase mesofilik, yaitu kisaran temperatur 28-45oC. Hanya
campuran jerami dengan kotoran ayam sistem tumpukan yang mencapai fase
termofilik. Proses pengomposan metoda aerobik juga dipengaruhi oleh pemberian
air untuk mempertahankan kelembaban kompos dan juga pembalikan agar
campuran kompos lebih merata dalam mendapatkan oksigen. Kompos mengalami
dinamika perubahan temperatur dan bergerak stabil mulai hari ke-48 setelah
pengomposan pertama pada sitem tumpukan dan aerasi, setelah hari-24 pada
sistem silinder, dan setelah hari ke-35 pada pengomposan metoda anaerobik di
atas tanah serta dibungkus terpal. Grafik temperatur kompos yang telah stabil
menunjukkan bahwa kompos telah matang.
Analisis unsur hara kompos menunjukkan bahwa kompos mengandung
unsur hara makro dan mikro yang dibutuhkan oleh tanaman dengan nisbah C/N
antara 10-20. Pada umumnya kualitas kompos yang dihasilkan sesuai dengan
persyaratan SNI 19-7030-2004. Walaupun unsur C-organik pada kompos
berbahan dasar jerami dengan campuran kotoran kambing lebih rendah dari baku
mutunya, namun nisbah C/N yang dihasilkan sesuai dengan SNI 19-7030-2004.
Dapat dilihat juga unsur Mg pada kompos berbahan dasar jerami dengan
campuran kotoran ayam melebihi baku mutunya, namun angka tersebut masih
bisa diterima karena perbedaannya tidak terlalu besar. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa kompos jerami memenuhi syarat dan menunjukkan kualitas
kompos baik.
Hasil analisis kualitas air dan lumpur menjelaskan bahwa kandungan hara
yang diberikan diserap oleh tanaman padi, dan juga terjadinya dinamika air tanah
termasuk infiltrasi, perkolasi dan kapasitas air yang membawa unsur hara
(leaching), serta larut pada air irigasi. Kualitas air irigasi pada sawah percobaan
tidak menunjukkan gejala terjadinya pencemaran pada badan-badan air. Hal ini
disebabkan konsentrasinya masih berada di bawah baku mutu kualitas air. Nutrisi
pupuk terikat secara organik sehingga jauh lebih rentan terhadap pencucian hara
dari pada pupuk terlarut dan karena itu sering digunakan sebagai pengkondisian
tanah.
Dari neraca massa limbah-kompos diperoleh bahwa dengan
mengomposkan jerami 14,1 ton ditambah dengan dekomposer, baik kotoran ayam
atau kotoran kambing dengan porsi 1:1 dan berkadar air yang sama dihasilkan
kompos 11,3 ton dan 16,9 ton atau 60% dari massa kompos keluar dalam bentuk
uap air, air lindi, gas berbau, metana (CH4) dan CO2. Dari kompos yang
dihasilkan, 7 ton kompos dapat diaplikasikan kembali ke areal persawahan,
sedangkan sisa kompos dapat digunakan untuk peruntukan lainnya.
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya.
Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan
karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu
masalah.
pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
PENGOMPOSAN JERAMI PADI ORGANIK MENUJU
“ZERO WASTE PRODUCTION MANAGEMENT”
NAZIF ICHWAN
Tesis
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada
Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. M. Yanuar J. Purwanto, MS
Judul tesis
Nama
NIM
: Pengomposan Jerami Padi Organik Menuju “Zero Waste
Production Management”
: Nazif Ichwan
: F451090031
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc, Ph.D
Ketua
Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP, M.Si
Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi
Teknik Sipil dan Lingkungan
Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA
Tanggal Ujian: 26 Juli 2011
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr
Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji syukur dipanjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2011, dan karya tulis
ilmiah dengan judul Pengomposan Jerami Padi Organik Menuju “Zero Waste
Production Management” ini dapat diselesaikan.
Terima kasih diucapkan kepada:
1. Ir. Arief Sabdo Yuwono, M.Sc, Ph.D dan Dr. Satyanto K. Saptomo, S.TP,
M.Si selaku komisi pembimbing yang telah banyak memberikan arahan
dan bimbingannya.
2. Dr. Ir. M. Yanuar JP, MS selaku penguji luar komisi yang telah banyak
memberi saran.
3. Dr. Ir. Nora H. Pandjaitan, DEA selaku Ketua Program Studi Teknik Sipil
dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor yang telah banyak memberikan
saran.
4. Orang tua tercinta (Alm) H. Chairul Anwar dan Hj. Zubaidah, BA, serta
seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya.
5. Rekan-rekan Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 2009 yang telah
banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian ini.
Disadari masih banyak kekurangan dalam penulisan ini, namun diharapkan
dapat memberi kontribusi bagi dunia akademik maupun masyarakat. Semoga
karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juli 2011
Penulis
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Medan pada tanggal 17 Februari 1985 dari pasangan
(Alm) H. Chairul Anwar dan Hj. Zubaidah, BA. Penulis merupakan putra
keempat dari lima bersaudara.
Tahun 2003 penulis lulus dari SMA Negeri 5 Medan dan pada tahun yang
sama lulus seleksi masuk Universitas Andalas pada Jurusan Teknologi Pertanian
Program Studi Teknik Pertanian melalui seleksi penerimaan mahasiswa baru
(SPMB) tahun 2003. Pendidikan sarjana diselesaikan pada tahun 2008.
Selama mengikuti S2 di Program Studi Teknik Sipil dan Lingkungan IPB
sejak tahun 2009, penulis menjadi Asisten Peneliti/Research Assisten (RA) pada
project Imhere B.2c IPB dengan topik penelitian “Zero Waste Production
Management”. Penulis juga aktif mengikuti seminar ilmiah diantaranya Seminar
Nasional PERTETA pada tahun 2010 di Purwokerto. Pada tahun yang sama,
penulis juga berkesempatan berpartisipasi dan mempresentasikan hasil penelitian
dengan judul “Zero Waste Production Management” dalam Bidang Pertanian:
Pengomposan Jerami Padi Organik, pada International Symposium “Asian
Consortium for Sustainable Agriculture” di Ibaraki University, Jepang. Pada
tahun 2011, penulis juga mengikuti Seminar Nasional IATPI-ITS di Surabaya dan
menyampaikan makalah dengan judul Pengomposan Jerami Padi Organik dan
Analisis Mutunya.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... xii
PENDAHULUAN ..............................................................................................
1.1 Latar Belakang .......................................................................................
1.2 Rumusan Masalah ..................................................................................
1.3 Tujuan ....................................................................................................
1.4 Kerangka Pemikiran ...............................................................................
1
1
3
3
4
TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................................
2.1 Manajemen Limbah ...............................................................................
2.2 Pengelolaan Limbah Padat .....................................................................
2.3 Pengomposan .........................................................................................
2.4 Pertanian Organik dan Berkelanjutan ....................................................
2.5 Pengaruh Pupuk Organik .......................................................................
2.6 Peranan Pupuk pada Padi .......................................................................
2.7 Jerami .....................................................................................................
2.8 Neraca massa..........................................................................................
5
5
5
6
9
10
12
14
15
METODOLOGI PENELITIAN ..........................................................................
3.1 Tempat dan Waktu .................................................................................
3.2 Alat dan Bahan .......................................................................................
3.3 Pelaksanaan Penelitian ...........................................................................
17
17
17
17
HASIL DAN PEMBAHASAN ...........................................................................
4.1 Kompos Jerami ......................................................................................
4.2 Kandungan Unsur Hara dan Kualitas Kompos .....................................
4.3 Kualitas Air Irigasi dan Lumpur ............................................................
4.4 Neraca Massa Limbah-Kompos .............................................................
25
26
33
35
38
SIMPULAN DAN SARAN ................................................................................ 41
5.1 Simpulan ................................................................................................ 41
5.2 Saran ...................................................................................................... 41
UCAPAN TERIMA KASIH ............................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 45
LAMPIRAN ..................................................................................................... 49
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Pengaruh Pemberian Pupuk Organik dan Taraf Pupuk N
Terhadap Hasil dan Kualitas Tanaman Padi Sawah .................................
11
2. Hasil Pengujian Pupuk Kandang pada Budidaya Padi Sawah di
Lahan Bukaan Baru ....................................................................................
13
3. Kandungan Hara Jerami .............................................................................
14
4. Kandungan Unsur Hara Pupuk Kandang (Kotoran Kambing) ..................
25
5. Analisis Kandungan Hara dan Justifikasi Kualitas Kompos
Jerami ........................................................................................................
34
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka Pemikiran Penelitian .....................................................................
4
2. Para-para (tunnel) Aerasi .............................................................................. 18
3. Pengomposan Sistem Silinder ....................................................................... 19
4. Skema Pengomposan Aerobik ...................................................................... 20
5. Pengomposan di Dalam Tong ....................................................................... 20
6. Pengomposan di Dalam Terpal ..................................................................... 21
7. Skema Pengomposan Anaerobik .................................................................. 21
8. Skema Analisis Kompos dan Justifikasi Kualitas Kompos .......................... 22
9. Skema Penyusunan Neraca Massa Limbah-Kompos.................................... 23
10. Bagan Alir Penelitian .................................................................................... 24
11. Produktivitas Gabah dan Jerami Budidaya Padi Organik ............................. 26
12. Temperatur Sistem Tumpukan ...................................................................... 27
13. Temperatur Sistem Aerasi ............................................................................. 28
14. Temperatur Sistem Silinder .......................................................................... 29
15. Gaya Yang Dibutuhkan untuk Membalik Kompos Berbentuk Silinder ....... 30
16. Temperatur Kompos Metoda Anaerobik ...................................................... 31
17. Perubahan Massa Material Kompos Secara Anaerobik di Dalam Tong ....... 32
18. Kualitas Air Irigasi Sawah Percobaan........................................................... 36
19. Kualitas Lumpur Sawah Percobaan .............................................................. 37
20. Skema Neraca Massa Limbah-Kompos ........................................................ 38
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Standar Nasional Indonesia Tentang Spesifikasi Kompos dari
Sampah Organik Domestik (SNI 19-7030-2004) ......................................... 49
2. Hasil Analisis Kualitas Air Irigasi dan Lumpur ............................................ 50
3. Neraca Massa Limbah-Kompos .................................................................
51
1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Budidaya padi sawah merupakan kegiatan yang lazim dilakukan oleh
masyarakat Indonesia, terutama daerah pedesaan. Konsep yang diterapkan petani
saat ini adalah dengan memberikan kebutuhan unsur hara tanaman menggunakan
pupuk kimia sintetik menurut dosis yang telah ditentukan. Pemberian pupuk kimia
sintetik secara tidak langsung telah menyebabkan degradasi lahan pertanian
(Simanungkalit et al., 2006) dan berkontribusi mengeluarkan emisi gas rumah
kaca (GRK) dari lahan sawah 70,9% (ADB-GEF-UNDP, 1998) dari 8,05%
kontribusi pertanian secara nasional (KLH, 1999 dalam Deptan, 2007). Kondisi
ini bertentangan dengan konsep kegiatan pertanian organik dan berkelanjutan
yang sedang digalakkan oleh pemerintah.
Lahan sawah yang menggunakan pupuk kimia sintetik mengalami
degradasi sehingga kualitas tanah semakin menurun dan menyebabkan hasil
pertanian juga menurun (Sigit et al., 2007). Petani sebagai pengolah lahan
melakukan usaha perbaikan kualitas tanah sawah dengan menambah dosis
penggunaan pupuk kimia sintetik dengan harapan dapat menyuburkan tanah.
Namun hal ini menyebabkan kualitas tanah semakin menurun dan menimbulkan
polusi dari kegiatan pertanian tersebut.
Penggunaan pupuk kimia sintetik juga menimbulkan polusi dari
persawahan. Secara tidak langsung, produksi pupuk kimia sintetik menyumbang
emisi langsung ke udara karena dalam proses produksinya memerlukan energi.
Produksi pupuk urea buatan dengan aplikasi 100 kg/ha mengeluarkan emisi gas
NO sebesar 23.600 g/ha langsung ke udara per normal aplikasi (USEPA, 1998).
Hal ini cukup menjadi perhatian karena gas NOx merupakan salah satu parameter
kualitas udara ambien. Dosis pupuk yang diberikan tidak semuanya dapat diserap
oleh padi. Hal ini menyebabkan pupuk larut dalam air dan terbawa keluar
persawahan. Apabila dosis pupuk N terlarut dalam air irigasi terlalu tinggi, maka
akan menyebabkan pencemaran pada badan-badan air.
Budidaya padi menghasilkan beras dan juga menghasilkan limbah berupa
jerami dan sekam, serta menghasilkan gas metana dan non metana. Potensi jerami
2
dari budidaya padi adalah sebesar 12-15 ton jerami segar per hektar sawah (BPTP,
2010). Jerami banyak dibakar oleh petani untuk mereduksi volume atau
menghasilkan residu hasil pembakaran untuk pupuk yang akan mengemisikan
CO2 yang berhubungan dengan pemanasan global sebagai gas rumah kaca
(Rashad et al., 2010) dan menimbulkan limbah baru berupa abu (ash) sisa dari
pembakaran. Jerami memiliki kandungan Kalium yang sangat baik untuk
kesuburan tanah. Kandungan Kalium yang terdapat pada 5 ton jerami setara
dengan 50 kg pupuk KCL (Balai Penelitian Pengkajian Pertanian, 2010).
Pemberian jerami ke tanah secara terus menerus dapat memperbaiki dan
meningkatkan kesuburan tanah.
Pemanfaatan jerami bisa dilakukan dengan cara mengolah jerami menjadi
kompos. Pengomposan menjadi strategi yang berharga untuk mendaur ulang
berbagai limbah organik. Pemanfaatan kompos memungkinkan pemulihan tanah
yang terdegradasi dan pengelolaan lahan pertanian berkelanjutan (Cayuela et al.,
2009). Pengomposan jerami telah dilakukan dengan mencampur pupuk kandang
(Li et al., 2008); limbah lumpur susu (Perez et al., 2009); ampas penggilingan
zaitun dan kotoran kelinci (Canet et al., 2008); okara dengan rock fosfat dan
kotoran kerbau (Rashad et al., 2010).
Dengan demikian, jerami bisa didaur ulang menjadi sesuatu yang
bermanfaat dan menerapkan prinsip pemanfaatan kembali limbah yang ada untuk
memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman serta mengurangi polusi udara yang
disebabkan pembakaran jerami tersebut. Pengolahan jerami menjadi kompos
menggunakan teknik pengomposan sederhana yang dapat diterapkan petani di
lapangan. Pengomposan jerami dapat dilakukan dengan metoda aerob dan anaerob
(Pichtel, 2005; Snape et al., 1995; Stoffella and Kahn, 2001). Temperatur
merupakan salah satu parameter penting dalam pengomposan (Stoffella and Kahn,
2001). Analisis kompos perlu dilakukan untuk mengukur kandungan unsur hara
yang terdapat dalam kompos.
Analisis air dan lumpur dari sawah perlu dilakukan untuk melihat
pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan lumpur dari sawah
tersebut. Penyusunan neraca massa limbah-kompos dilakukan untuk melihat
ketersediaan kompos yang dihasilkan dengan bahan dasar jerami. Pemanfaatan
3
jerami menjadi kompos diharapkan dapat mengurangi timbulnya polusi dari
kegiatan padi sawah sekaligus sebagai upaya penerapan pendekatan “zero waste
production management” sehingga akan terbentuk jalur pendek mata rantai
pemanfaatan limbah padi sawah.
1.2 Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas, maka dapat disusun rumusan
masalah sebagai berikut:
1. Budidaya padi menggunakan pupuk kimia sintetik menyebabkan terjadinya
degradasi lahan dan timbulnya emisi gas rumah kaca ke atmosfer.
2. Degradasi lahan sawah menyebabkan produktivitas padi menurun.
3. Jerami merupakan limbah potensial yang berasal dari budidaya padi sawah.
4. Pembakaran jerami menimbulkan abu (ash) dan mengeluarkan emisi ke
atmosfer.
5. Jerami memiliki kandungan Kalium yang sangat tinggi yang apabila
dikembalikan ke lahan secara terus menerus akan menyuburkan tanah.
6. Pemanfaatan jerami bisa dilakukan dengan cara pengomposan.
7. Kompos sebagai penyedia unsur hara tanaman padi.
8. Pemanfaatan kompos bisa mensubstitusi penggunaan pupuk kimia sintetik.
1.3 Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menerapkan teknik pengomposan yang tepat yang dapat dilakukan oleh
petani.
2. Menganalisis mutu kompos yang dihasilkan dari jerami dan membandingkan
kualitasnya dengan Standar Nasional Indonesia (SNI 19-7030-2004).
3. Menganalisis pengaruh pemberian pupuk terhadap kualitas air irigasi dan
lumpur dari sawah.
4. Menyusun neraca massa limbah-kompos dalam sistem budidaya padi organik.
4
1.4 Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran dari penelitian ini secara skematis disampaikan pada
Gambar 1. Budidaya padi menghasilkan limbah jerami yang sangat banyak.
Jerami mengandung kalium yang sangat tinggi dan sangat baik apabila
dikembalikan ke lahan secara terus menerus. Pemanfaatan jerami sebagai pupuk
untuk memenuhi unsur hara tanaman dapat dilakukan dengan cara pengomposan
jerami tersebut. Kompos yang dihasilkan akan menjadi input bagi lahan budidaya
padi sawah organik kembali.
Jerami
Budidaya padi
Lahan
pertanian
(sawah)
Pengomposan
Kompos
Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
5
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Manajemen Limbah
Limbah terdiri dari tiga bentuk yaitu cair, padat, dan gas. Ketiga bentuk ini
mempunyai hubungan putaran tertutup dalam konversinya. Limbah cair dan gas
yang dihasilkan dapat berubah menjadi limbah padat, ketika pembakaran limbah
padat dapat mengakibatkan produksi limbah cair dan gas (Murarka, 2000).
Limbah cair adalah kombinasi cairan atau limbah terlarut yang timbul dari
penggunaan air tanah, air permukaan dan air sungai baik penggunaan domestik
maupun industri (Snape et al., 1995). Metcalf and Eddy (2004) juga
menambahkan air limbah dapat didefinisikan sebagai kombinasi cairan atau air
limbah yang dikeluarkan dari tempat tinggal, lembaga, atau kawasan komersil dan
industri, bersama dengan air tanah, air permukaan dan sungai.
Limbah dalam bentuk gas adalah sebagai polutan di atmosfer yang
menyebabkan polusi udara. Polusi udara adalah senyawa kimia yang ditambahkan
ke atmosfer melalui kegiatan manusia yang mengakibatkan peningkatan
konsentrasi diatas ambang batas (Krupa, 1997).
Limbah padat adalah sampah, lumpur dan bahan-bahan padat buangan
yang dihasilkan dari operasi industri komersial dan dari kegiatan masyarakat,
tidak termasuk material padat atau terlarut pada saluran domestik atau polutan
pada sumber-sumber air, seperti endapan, padatan terlarut atau mengendap pada
keluaran air limbah industri, bahan terlarut pada aliran irigasi atau polutan air
lainnya (Pitchel, 2005).
2.2 Pengelolaan Limbah Padat
Pengelolaan limbah padat adalah sistematik dari kegiatan yang
menyediakan tempat pengumpul, pemisahan dari sumber, penyimpanan,
transportasi, pemindahan, proses, dan penangan pembuangan limbah padat. Hal
ini perlu dilakukan dan ditangani oleh semua pihak, baik perorangan maupun
kelompok karena berhubungan dengan estetika, penggunaan lahan, kesehatan,
polusi air, polusi udara, dan pertimbangan ekonomi (Salvato, 1992).
Menurut sumbernya, Pichtel (2005) mengklasifikasikan sebagian besar
limbah padat sebagai berikut: perkotaan, berbahaya, industri, medis, universal,
6
konstruksi dan pembongkaran, radioaktif, pertambangan, dan pertanian. Hal
senada juga diungkapkan Murarka (2000) yang menyebutkan bahwa rumah
tangga, perdagangan, industri, pertanian, pertambangan, dan aktivitas energi yang
berhubungan dengan semua sumber limbah padat merupakan sumber limbah, dan
yang paling besar kontribusinya adalah pengeboran tambang dan pertanian.
Hirarki penanganan limbah padat terdiri dari mengurangi jumlah limbah
dan tingkat toksisitasnya, menggunakan bahan kembali, mendaur ulang bahan,
mengomposkan,
pembakaran
dengan
pemanfaatan
kembali
energinya,
pembakaran tanpa pemanfaatan energi, dan penimbunan limbah padat (USEPA
dalam Pitchel, 2005).
2.3 Pengomposan
Pengomposan
diartikan
sebagai
proses
biologi
oleh
kegiatan
mikroorganisme dalam mengurai bahan organik menjadi bahan semacam humus
dengan bahan yang terbentuk mempunyai berat dan volume yang lebih rendah
dari bahan dasarnya, stabil, dekomposisi lambat dan sumber pupuk organik
(Sutanto, 2002). Hal senada juga diungkapkan Pichtel (2005) yang menyatakan
pengomposan adalah sebuah aktivitas biologi dengan pengontrolan secara aerobik
dari limbah organik menjadi bentuk yang lebih kompleks dan stabil dimana hasil
akhirnya mempunyai nilai ekonomis yang biasa digunakan untuk pertanian dan
pertamanan.
Pengomposan bisa terjadi karena adanya mikroorganisme aktif yang
mengontrol proses pengomposan seperti bakteri, actynomicetes, jamur dan
protozoa (Stoffella and Kahn, 2001). Mikroorganisme ini secara alami tersedia
pada bahan organik termasuk limbah makanan, tanah, dedaunan dan limbah
organik lainnya (Pichtel, 2005).
Pengomposan dapat dilakukan dengan sistem aerobik dan sistem
anaerobik (Pichtel, 2005; Snape et al., 1995; Stoffella and Kahn, 2001).
Pengomposan sistem aerobik maksudnya mikroorganisme membutuhkan oksigen
(O2). Reaksi kimianya sebagai berikut:
Bahan organik + O2 + Bakteri aerob =>
CO2 + NH3 + Produk + Energi
7
Pengomposan anaerobik tidak memerlukan oksigen. Reaksi kimianya sebagai
berikut:
Bahan organik + Bakteri anaerob =>
CO2 + NH3 + Produk + Energi + H2S + CH4
Beberapa elemen penting yang perlu diperhatikan dalam pengomposan
adalah kandungan hara seperti Carbon (C), Nitrogen (N), Fosfor (P), Sulfur (S),
dan hara lainnya. Carbon berfungsi sebagai sumber energi, sedangkan nitrogen
untuk pertumbuhan populasi mikroba. Agar efektif, C/N ratio yang tepat
diperlukan untuk pengomposan yang efisien. Apabila C/N terlalu rendah, maka
akan kehilangan amonia (NH3), sedangkan jika C/N terlalu tinggi maka
pelambatan dekomposisi terjadi (Stoffella and Kahn, 2001).
Sutanto (2005) menambahkan nisbah C/N yang tinggi menunjukkan
mikrooganisme akan aktif memanfaatkan nitrogen untuk membentuk protein yang
apabila diaplikasikan ke dalam tanah maka mikroorganisme akan tumbuh dengan
memanfaatkan N-tersedia tanah, sehingga terjadi imobilisasi N. Sedangkan
apabila nisbah C/N rendah pada awal proses pengomposan maka nitrogen akan
hilang melalui proses volatilisasi ammonium.
Penambahan
bahan
dengan
nisbah
C/N
>30:1
(jerami,
lumpur
penggilingan kertas) dapat menyebabkan peningkatan pesat biomassa mikroba,
dan menipisnya ketersediaan N tanah ke titik dimana kekurangan N dapat terjadi
pada banyak tanaman. Sedangkan beberapa bahan organik (biosolid, kotoran
kandang) dengan nisbah C/N yang rendah harus dikelola dengan baik untuk
menghindari kehilangan N ke bagian sensitif dari lingkungan. Pengomposan
merupakan solusi yang efekif untuk menstabilkan N (Pierzynski et al., 2005).
Menurut Djaja (2008), prinsip dasar dari pengomposan adalah mencampur
bahan organik kering yang kaya karbohidrat dengan bahan organik basah yang
banyak mengandung N. Proses pengomposan dipengaruhi oleh 7 faktor (Pichtel,
2005; Djaja, 2008) yaitu :
1. Oksigen dan aerasi
Umumnya mikroba banyak mengonsumsi oksigen, sehingga diperlukan
pemasokan oksigen kedalam timbunan kompos dengan melakukan aerasi.
8
2. C:N ratio
Mikroba menggunakan C untuk energi dan pertumbuhan, sedangkan N
dan P penting untuk protein dan reproduksi.
3. Kandungan air
Kandungan air penting untuk menunjang proses metabolik mikroba, dan
sebaiknya bahan baku kompos mengandung 40 – 65 % air.
4. Porositas, struktur, tekstur, dan ukuran partikel
Porositas berkaitan dengan ukuran ruang udara bahan baku kompos.
Struktur mencakup kekerasan partikel. Tekstur berkaitan dengan
ketersediaan permukaan untuk aktivitas mikroba.
5. pH bahan baku
pH bahan baku kompos diharapkan berkisar 6,5 – 8.
6. Temperatur
Pengomposan terjadi pada temperatur mesofilik 10 – 40o C. Pengomposan
diharapkan berlangsung pada temperatur 43 – 65o C.
7. Waktu
Waktu pengomposan bergantung pada temperatur, kelembaban, frekuensi
aerasi, dan kebutuhan konsumen. C/N ratio dan frekuensi aerasi adalah
cara memperpendek periode pengomposan.
Berdasarkan aktivitas mikroba, proses pengomposan dibagi dalam 4 fase.
Yang pertama adalah fase mesofilik, dimana bakteri yang dominan adalah bakteri
mesofilik. Hal ini menyebabkan mikroba aktif dan menimbulkan panas sehingga
tamperatur tumpukan kompos meningkat. Ketika temperatur melebihi 45oC maka
bakteri yang berperan adalah bakteri termofilik pada fase termofilik. Peningkatan
aktivitas mikroba dapat menyebabkan temperatur meningkat ke 65-70oC. Dengan
penurunan cadangan makanan, menyebabkan aktivitas bakteri berkurang dan
menurunkan temperatur tumpukan, yang disebut dengan fase mesofilik kedua.
Setelah suplai makanan habis maka temperatur akan turun sehingga sama dengan
suhu ambien, dan menandakan pengomposan sampai pada fase matang (Stoffella
and Kahn, 2001).
Pengomposan menggunakan kotoran yang sudah lama lebih lambat
dibandingkan dengan kotoran yang masih baru. Setelah hari pertama
9
pengomposan dimulai, temperatur pengomposan yang menggunakan kotoran yang
sudah lama akan naik secara perlahan, lebih lambat dari pengomposan yang
menggunakan kotoran yang masih segar (Li et al., 2008).
2.4 Pertanian Organik dan Berkelanjutan
Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama
pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan
pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak
merusak lingkungan (Litbang Deptan, 2002).
Sutanto (2002) menambahkan bahwa pertanian organik diartikan sebagai
suatu sistem produksi pertanaman yang berdasarkan daur-ulang secara hayati,
dapat melalui sarana limbah tanaman ternak, serta limbah lainnya yang mampu
memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah.
Sejalan dengan tidak merusak lingkungan, maka hal ini juga berkaitan
dengan pertanian berkelanjutan. Reijntjes et al. (1992) menyebutkan bahwa
pertanian berkelanjutan adalah pengelolaan sumber daya yang berhasil untuk
usaha pertanian guna membantu kebutuhan manusia yang berubah sekaligus
mempertahankan atau meningkatkan kualitas lingkungan dan melestarikan sumber
daya alam.
Reijntjes et al. (1992) menyatakan bahwa pertanian bisa disimpulkan
berkelanjutan jika mencakup hal-hal sebagai berikut :
Mantap secara ekologis, yang berarti bahwa kualitas sumber daya alam
dipertahankan dan kemampuan agroekosistem secara keseluruhan
ditingkatkan.
Bisa berlanjut secara ekonomis, yang berarti bahwa petani bisa cukup
menghasilkan untuk pemenuhan kebutuhan dan/atau pendapatan sendiri,
serta mendapatkan penghasilan yang mencukupi untuk mengembalikan
tenaga dan biaya yang dikeluarkan.
Adil, yang berarti bahwa sumber daya dan kekuasaan didistribusikan
sedemikian rupa sehingga kebutuhan dasar semua angggota masyarakat
10
terpenuhi dan hak-hak mereka dalam penggunaan lahan, modal yang
memadai, bantuan teknis serta peluang pemasaran terjamin.
Manusiawi, yang berarti bahwa semua bentuk kehidupan (tanaman,
hewan, dan manusia) dihargai.
Luwes, yang berarti bahwa masyarakat pedesaan mampu menyesuaikan
diri dengan perubahan kondisi usahatani yang berlangsung terus, misalnya
pertambahan jumlah penduduk, kebijakan, permintaan pasar, dan lain-lain.
2.5 Pengaruh Pupuk Organik
Sifat tanah sangat dipengaruhi oleh bahan organik. Tanah yang kaya bahan
organik bersifat lebih terbuka sehingga aerasi tanah lebih baik dan tidak mudah
mengalami pemadatan, serta relatif lebih sedikit hara yang terfiksasi mineral tanah
sehingga yang tersedia bagi tanaman lebih besar (Sutanto, 2005).
Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari sisa-sisa tanaman, hewan
atau manusia seperti pupuk kandang, pupuk hijau dan kompos baik cair maupun
padat. Pupuk organik mengandung unsur hara makro dan mikro yang diperlukan
oleh tanaman, serta memiliki manfaat dapat memperbaiki kesuburan kimia, fisik
dan biologis tanah (Setyorini, 2005).
Sumber pupuk organik dapat berasal dari kotoran hewan, bahan tanaman
dan limbah, misalkan pupuk kandang (ternak besar dan kecil), hijauan tanaman
rerumputan, semak, perdu dan pohon, limbah pertanaman (jerami padi, batang
jagung, sekam padi dll), dan limbah agroindustri (Sutanto, 2002). Hal senada,
Setyorini (2005) juga menjelaskan bahwa pupuk organik dapat dibuat dari
berbagai jenis bahan, antara lain: sisa penen (jerami, brangkasan, tongkol jagung,
bagas tebu, sabut kelapa), serbuk gergaji, kotoran hewan, limbah media jamur,
limbah pasae, limbah rumah tangga, dan limbah pabrik serta pupuk hijau.
Simanungkalit et al. (2006) menyatakan bahwa bahan/ pupuk organik
sangat bermanfaat bagi peningkatan produksi pertanian, baik kualitas maupun
kuantitas, mengurangi pencemaran lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan
secara berkelanjutan, serta penggunaan pupuk organik dalam jangka panjang
dapat meningkatkan produktivitas lahan dan dapat mencegah degradasi lahan.
11
Pupuk organik berupa kompos jerami dan pupuk kandang dapat
meningkatkan serapan hara N, tetapi efisiensi pemanfaatan hara N dan aktivitas
reduktase daun serta hasil gabahnya relatif lebih rendah dibandingkan pupuk
buatan. Meningkatkan takaran pupuk N sampai dengan 50 % dapat meningkatkan
komponen fisiologi dan hasil tanaman (Iqbal, 2008).
Selanjutnya Iqbal (2008) juga menjelaskan bahwa peningkatan takaran
pupuk N pada pupuk organik, pada umumnya meningkatkan jumlah gabah
pertanaman, bobot 100 butir gabah, kandungan protein dan kandungan pati dalam
gabah. Pengaruh pemberian pupuk organik dan taraf pupuk N terhadap hasil dan
kualitas tanaman padi sawah dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Pengaruh pemberian pupuk organik dan taraf pupuk N terhadap hasil dan
kualitas tanaman padi sawah
Perlakuan
Jumlah
Gabah
Bobot
Gabah (g)
%
Gabah
isi
Bobot
100
Gabah (g)
Kandungan
Protein (%)
Kandungan
Pati (%)
1942,11
47,93
85,1
25,51
7,11
72,65
0%N
723,44
15,82
87,05
24,69
7,19
73,66
25 % N
964,72
23,7
94,43
25,16
6,87
73,87
50 % N
1387,44
33,75
92,69
25,22
7,26
74,3
75 % N 1574,89
Pupuk Kandang
34,26
81,84
25,43
7,39
73,82
Kontrol
Jerami
0%N
807,45
16,44
95,1
24,62
7,69
74,16
25 % N
1018,56
23,86
93,02
25,19
7,27
73,52
50 % N
1467,33
35,15
94,33
25,32
7,55
74,15
75 % N
1633,56
35,8
84,79
25,07
6,92
73,01
Sumber : Iqbal (2008)
Pupuk kandang yang akan diberikan pada budidaya sawah, harus terlebih
dahulu mengalami dekomposisi. Pupuk kandang disebar merata diatas permukaan
tanah sebelum pengolahan tanah, dan selanjutnya dilakukan pembajakan. Jumlah
pupuk kandang yang diberikan antara 5–10 ton/ha tergantung pada kesuburan
tanah (Souri, 2001).
Kompos merupakan produk pembusukan dari limbah tanaman dan hewan
hasil perombakan oleh fungi, aktinomiset, dan cacing tanah (Simanungkalit et al.,
12
2006). Hal ini juga
dijelaskan dalam SNI 19-7030-2004 yang menyebutkan
bahwa kompos adalah bentuk akhir dari bahan-bahan organik sampah domestik
setelah mengalami dekomposisi.
Menggunakan kompos memiliki beberapa keuntungan, antara lain
meningkatkan dinamika air tanah termasuk infiltrasi, perkolasi dan kapasitas air,
sehingga hal ini dapat mengurangi kebutuhan irigasi dan potensi yang terkait
dengan pencucian unsur hara. Nutrisi secara perlahan dilepaskan dari waktu ke
waktu sehingga meningkatkan kesempatan tanaman untuk mengambil nutrisi
tersebut dan mengurangi masalah pencemaran air (US Composting Council,
2008).
Kebanyakan kompos terlalu rendah nutrisinya untuk digunakan sebagai
pupuk, tetapi karena nutrisi tersebut terikat secara organik, kompos jauh lebih
rentan terhadap pencucian hara dari pupuk terlarut dan karena itu sering
digunakan sebagai pengkondisian tanah (Snape et al., 1995).
2.6 Peranan Pupuk pada Padi
Salah satu penyebab penurunan produktivitas atau rendahnya peningkatan
produksi padi sawah disebabkan oleh rendahnya produktivitas tanah dan efisiensi
pemupukan (Mario et al., 2008). Pupuk mempunyai peranan penting terhadap
produksi dan pertumbuhan tanaman (Rauf et al., 2000) antara lain:
Peranan Unsur N
Unsur N merupakan unsur yang paling cepat kelihatan pengaruhnya terhadap
tanaman. Peran utama unsur ini adalah:
o Merangsang pertumbuhan vegetatif (batang dan daun)
o Meningkatkan jumlah anakan
o Meningkatkan jumlah bulir/ rumpun
Peranan Unsur P
Fungsi fosfor dalam tanaman adalah sebagai berikut:
o Memacu terbentuknya bunga, bulir dan malai
o Menurunkan aborsitas
o Perkembangan akar halus dan akar rambut
o Memperkuat jerami sehingga tidak mudah rebah
13
o Memperbaiki kualitas gabah
Peranan Unsur K
Peranan utama kalium dalam tanaman ialah sebagai dekomposer berbagai
enzim. Adanya kalium yang tersedia dalam tanah menyebabkan:
o Ketegaran tanaman terjamin
o Merangsang pertumbuhan akar
o Tanaman lebih tahan terhadap hama dan penyakit
o Memperbaiki kualitas bulir
o Dapat mengurangi pengaruh kematangan yang dipercepat oleh fosfor
o Mampu mengatasi kekurangan air pada tingkat tertentu
Souri (2001) menjelaskan bahwa penggunaan pupuk kandang pada lahan
bukaan baru dapat meningkatkan hasil padi. Pelaksanaan pengujian dilakukan
pada petakan sawah yang sangat porus, lapisan olah sangat tipis, dan kandungan
bahan organik yang rendah. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil pengujian pupuk kandang pada budidaya padi sawah di lahan
bukaan baru.
Takaran Pemupukan (kg/ha)
Produktivitas (t/ha)
Urea
SP – 36
KCL
Pupuk Kandang
200
100
50
-
3,21
200
100
50
5.000
3,92
200
100
50
10.000
4,28
200
100
50
15.000
4,42
200
100
50
20.000
4,5
Percobaan Pada Lokasi Lain
200
100
50
-
3,71
200
100
50
10.000
5,35
-
-
-
10.000
4,53
200
-
-
10.000
5,83
Sumber: Souri(2001)
14
2.7 Jerami
Jerami adalah bahan organik yang banyak tersedia dari kegiatan budidaya
padi sawah (Doberman and Fairhurst, 2002). Jerami memiliki kandungan kalium
yang sangat baik untuk kesuburan tanah. Pemberian jerami ke tanah secara terus
menerus dapat memperbaiki dan meningkatkan kesuburan tanah. Kandungan
kalium yang terdapat pada 5 ton jerami setara dengan 50 kg pupuk KCL (BPTP,
2010). Kandungan unsur hara dari jerami dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kandungan hara jerami
Unsur hara
Kandungan hara
Satuan
N organik
0,957
%
C organik
49,2
%
C/N ratio
51,2
Natrium (Na)
0,028
%
Fosfor (P2O5)
2,48
%
Potasium (K20)
0,143
%
MgO
0,129
%
CaO
0,566
%
Fe
420
mg/kg
Mn
62,8
mg/kg
Cu
3,6
mg/kg
Zn
18,9
mg/kg
Cd