Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa)

PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI PUPUK ORGANIK
UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI PADI (Oryza sativa)

ROSINTA BR SITEPU

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

3

PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI PUPUK ORGANIK
UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN
PRODUKSI PADI (Oryza sativa)

ROSINTA BR SITEPU

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN

FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

5

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Jerami
sebagai Pupuk Organik untuk Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Padi
(Oryza sativa) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, April 2013

Rosinta Br Sitepu
NIM A14080033

7

ABSTRAK

Rosinta Br Sitepu. Pemanfaatan Jerami sebagai Pupuk Organik untuk
Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa). Dibimbing oleh
ISWANDI ANAS dan SRI DJUNIWATI.
Salah satu penyebab penurunan produksi padi di Indonesia adalah lahan
sawah yang sebagian besar sudah mengalami degradasi yang antara lain dicirikan
oleh kandungan bahan organik yang rendah. Faktor penyebab hal tersebut seperti
kebiasaan petani mengangkut jerami keluar lahan sawah ataupun membakar
jerami padi. Tujuan penelitian ini, yaitu (1) menguji kemampuan dekomposer
dalam mempercepat proses perombakan jerami, (2) meneliti pengaruh pupuk
organik terhadap pertumbuhan dan produksi padi. Model rancangan percobaan
yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK). Perlakuan yang
diujikan pada pengujian dekomposer, yaitu kontrol/tanpa dekomposer (D0),
dekomposer koleksi Prof Dr Iswandi Anas (D1), dan dekomposer komersial (D2).

Perlakuan pada percobaan lapang terdiri atas 4 ulangan, yaitu NPK 100%, NPK
50%, NPK 50% + PO 1, dan NPK 50% + PO 2 + PB. PO1 dan PO2 adalah pupuk
organik yang masing-masing didekomposisi D1 dan D2, sedangkan PB adalah
pupuk bioorganik. Hasil penelitian menunjukkan pemberian dekomposer tidak
mempercepat proses dekomposisi jerami padi karena jerami padi yang digunakan
telah mengalami dekomposisi. Hal ini ditunjukkan oleh nilai C/N yang rendah.
Aplikasi pupuk 50% NPK dengan pupuk organik tidak berbeda terhadap 100%
NPK yang berarti aplikasi pupuk NPK di lokasi percobaan cukup dengan dosis
50%, sehingga pengaruh pupuk organik tidak bisa dievaluasi. Namun ada
kecenderungan penambahan pupuk organik yang telah didekomposisi oleh
dekomposer efektif meningkatkan pertumbuhan dan produksi padi.
Kata kunci: Dekomposer, Produksi Padi, Pupuk Organik Jerami

ABSTRACT

Rosinta Br Sitepu. Utilization of Rice Straw as Organic Fertilizer to Increase
Growth and Production of Rice (Oryza sativa). Supervised by ISWANDI ANAS
and SRI DJUNIWATI.
The leveling off of rice production in Indonesia is mainly caused by
degradation of wetlands, which could be characterized by low organic matter

content. The factors that cause this issue such as the utilization inorganic fertilizer
only, the habit of farmers by carrying out rice straw off from wetland or burning
of rice straw. The objectives of this research were (1) to test the ability of
decomposers in speeded up the decomposition process of rice straw,( 2) examined
the effect of organic fertilizer on the growth and yield of rice. The experiment
used completely randomized block design. The treatment was tested of
decomposers namely control/no decomposers (D0), decomposers collection of
Prof Iswandi Anas, and commercial decomposers. The treatments in field
experiment namely NPK 100%, NPK 50%, NPK 50% + PO1, and NPK
50% + PO2 + PB. PO1 and PO2 was an organic fertilizer that each decomposed
by D1 and D2, while PB was a bioorganic fertilizer. Application of decomposers
in this experiment did not speed up the decomposition of rice straw, because the
rice straw had been decomposed. It was indicated by the low C/N. There was a
possibility of the presence of decomposers microbes in control because of the
straw was saved for 10 days in humid conditions. Application of 50% NPK with
organik fertilizer to 100% NPK was not significantly meant application of NPK
fertilizer on field research was sufficient at 50% dose, so that the role of organic
fertilizer could not be evaluated. However, there was a tendency of enhancing
growth and yield of rice in addition of decomposed organic fertilizer by
decomposers.

Key words: Decomposers, Rice Production, Straw Organic Fertilizer

1

PEMANFAATAN JERAMI PADI SEBAGAI PUPUK ORGANIK
UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI
PADI (Oryza sativa)

ROSINTA BR SITEPU

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBER DAYA LAHAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi : Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik untuk
Meningkatkan Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa)
Nama
: Rosinta Br Sitepu
NIM
: A14080033

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc
Pembimbing I

Diketahui oleh

Dr Ir Syaiful Anwar, MSc
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:


Dr Ir Sri Djuniwati, MSc
Pembimbing II

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
berkat dan penyertaanNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Skripsi ini
berjudul Pemanfaatan Jerami Padi sebagai Pupuk Organik untuk Meningkatkan
Pertumbuhan dan Produksi Padi (Oryza sativa) yang dilaksanakan sejak bulan April
sampai November 2012.
Dengan segala ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan
terima kasih kepada Bapak Prof Dr Ir Iswandi Anas, MSc selaku pembimbing
pertama atas bimbingan, saran, biaya dan penyediaan alat-alat penelitian, kepada
Ibu Dr Ir Sri Djuniwati, MSc selaku pembimbing kedua yang telah memberi
bimbingan, saran dan motivasi serta kepada Ibu Dr Ir Lilik Tri Indriyati, Msc selaku
penguji ujian skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada ibu dan adik
Giftsoyasosi Sitepu atas doa, dukungan material dan spiritual dan kasih sayangnya.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Bapak Sarjito, Mbak Nia Kusuma
Mega Sari, Ibu Asih Karyati, Ibu Julaeha sebagai Staf Laboratorium Bioteknologi

Tanah yang telah membantu penulis di lapangan dan di laboratorium. Terima kasih
penulis ucapkan kepada Ulfika Isrory Arta dan Velicia Desyana Rakhmadina sebagai
rekan satu bimbingan serta semua teman-teman MSL angkatan 45 yang selalu
memberi semangat, membantu penulis di lapangan dan penulisan skripsi ini. Begitu
juga kepada sahabat – sahabat penulis, yaitu Abang Victor Adrianus Perangin-angin,
Dita Agustina Barus, Era Kristiana Bangun, Hellen Christien Bangun, Sora Novi
Keliat, Lidia Sebayang, Rosinta Dewi Kacaribu, dan teman-teman Griya Ananta atas
doa, motivasi dan dorongan semangat yang senantiasa menguatkan penulis sampai
penyusunan skripsi ini selesai.
Semoga skripsi ini bermanfaat.

Bogor, April 2013

Rosinta Br Sitepu

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan
Hipotesis
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi dan Pengelolaan Jerami Padi
Bahan Organik dan dekomposisi Bahan Organik
Penggunaan Pupuk Organik dan Produksi Tanaman
BAHAN DAN METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat
Seleksi Dekomposer dan Pembuatan Pupuk Organik
Seleksi dan Pengujian Kemampuan Perombakan Dekomposer
Pembuatan Pupuk Ogranik
Analisis Kandungan Hara Pupuk Organik
Percobaan Lapang
Pengolahan Lahan
Pengambilan Sampel Tanah dan Analisis Tanah
Penanaman dan Pemupukan
Pemeliharaan Tanaman

Pengamatan dan Pemanenan
Analisis Statistik
HASIL DAN PEMBAHASAN
Seleksi dan Pengujian Kemampuan Perombakan Dekomposer
Proses Dekomposisi Bahan Organik
Perubahan Nilai C/N dan Tingkat Kemasaman (pH) Bahan Organik
selama Proses dekomposisi
Perubahan Suhu dan Volume Bahan Organik selama Proses
dekomposisi
Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik
Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Padi
Pertumbuhan Padi
Produksi Padi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN


viii
viii
viii
1
1
2
2
3
3
4
5
7
7
7
7
7
8
8
8
9
9
10
11
11
11
12
12
13
13
14
15

16
18
20
20
20
21
24

viii
DAFTAR TABEL

2

Jumlah dan kandungan hara jerami padi yang hilang
pada satu ton residu jerami
Takaran pupuk yang digunakan setiap perlakuan

3

Hasil analisis kesuburan tanah lokasi percobaan

10

4

Pertumbuhan dan aktivitas selulotik dekomposer
koleksi Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi
Tanah IPB
Tingkat kemasaman (pH) bahan pupuk organik

12
14

1

5
6
7
8

Kandungan unsur hara pupuk organik setelah 6
minggu proses dekomposisi
Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap
pertumbuhan padi
Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap
produktivitas padi

3
9

16
17
18

DAFTAR GAMBAR

1

Hasil pengujian dekomposer pada media CMC

12

2

Perubahan nilai C/N bahan organik

13

3

Suhu bahan organik selama 6 minggu proses
dekomposisi
Persen volume sisa pupuk organik setelah 6 minggu
proses dekomposisi

15
16

4

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3

Persyaratan teknis minimal pupuk organik padat
(Peraturan Menteri Pertanian No 70 tahun 2011)
Sidik ragam tinggi dan jumlah anakan per rumpun
tanaman
Sidik ragam produksi tanaman

25
26
26

1
4

5

Dekomposisi jerami masing – masing perlakuan (a)
Minggu ke-2, (b) Minggu ke-3, (c) Minggu ke-4, (d)
Minggu ke-5, (e) Minggu ke-6. D0 (Kontrol), D1
(Dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi
Tanah IPB, D2 (Dekomposer komersial)

27

Pertumbuhan tanaman masing-masing perlakuan (a) 4
MST, (b) 8 MST, (c) 12 MST, (d) 14 MST. F1 (NPK
100%), F2 (NPK 50%), F2D1 (NPK 50% + PO1),
F2D2 (NPK 50% + PO2 + PB)

28

2

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu penyebab penurunan produksi padi di Indonesia adalah sebagian
besar lahan sawah sudah mengalami degradasi, yang antara lain dicirikan oleh
kandungan bahan organik yang rendah. Hasil penelitian Badan Penelitian dan
Pengembangan Pertanian menunjukkan tingkat kesuburan lahan sawah di
Indonesia semakin menurun, sekitar 65% dari 5 juta hektar luas lahan sawah
irigasi memiliki kandungan bahan organik kurang dari 2% sedangkan dalam
kondisi normal lahan sawah subur biasanya mengandung bahan organik minimal
3% (Suriadikarta dan Simanungkalit 2006).
Penyebab menurunnya kadar bahan organik tanah sawah di Indonesia,
antara lain (1) petani hanya menggunakan pupuk anorganik saja. Informasi dari
Peraturan Menteri Pertanian (2011) penggunaan pupuk anorganik yang telah
berlangsung lebih dari tiga puluh tahun secara intensif telah menyebabkan soil
sickness (tanah sakit), soil fatigue (kelelahan tanah), dan inefisiensi penggunaan
pupuk anorganik; (2) jerami padi diangkut keluar sawah baik untuk digunakan
sebagai pakan ternak maupun sebagai bahan baku pembuatan kertas; dan (3)
kebiasaan petani mengangkut jerami ke luar lahan atau membakar jerami limbah
panen (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007).
Menurut Mandal et al. (2004), jerami yang dihasilkan dalam budi daya padi
sebesar 7-10 ton/ha. Namun, komponen jerami padi terutama selulosa,
hemiselulosa, lignin, dan protein dalam jumlah kecil yang membuat nilai C/N
tinggi. Gaur (1981) menyatakan nilai C/N jerami padi segar adalah 80-130. Hal
ini menyebabkan proses dekomposisi jerami memerlukan waktu yang lama.
Untuk mempercepat proses dekomposisi jerami, sering diperlukan penambahan
dekomposer, berupa bakteri atau fungi yang mampu menghasilkan enzim selulase
(Meryandini et al. 2009). Hasil penelitian Basuki et al. (1995) menunjukkan
pemberian inokulum fungi selulotik seperti Aspergillus dapat mempercepat
perombakan selulosa dan hemiselulosa pada tandan kosong kelapa sawit. Salah
satu indikatornya adalah nilai C/N bahan dari tandan kosong kelapa sawit
menurun dari 109.8 menjadi antara 49.6-21.5. Hasil penelitian Kausar et al.
(2010) melaporkan Aspergillus niger dan Trichoderma viride mampu merombak
kandungan lignin pada jerami padi.
Bahan organik diperlukan untuk mempertahankan kesuburan tanah dengan
menjaga dan meningkatkan fungsi mikroorganisme di dalam tanah sehingga dapat
meningkatkan ketersediaan hara dalam tanah dan juga meningkatkan efektivitas
pemupukan. Smith dan Douglas (1967) menyatakan penggunaan pupuk organik
seperti jerami padi bersama dengan pupuk anorganik diharapkan dapat
mengurangi takaran pupuk anorganik. Beberapa hasil penelitian menunjukkan
penggunaan bahan organik dapat meningkatkan produksi padi, jagung (Watanabe
et al. 2009; Djuniwati et al. 2003).

2
Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menguji kemampuan jenis dekomposer dalam mempercepat proses
perombakan jerami padi menjadi pupuk organik.
2. Meneliti pengaruh pupuk organik terhadap pertumbuhan dan produksi padi.

Hipotesis Penelitian

Hipotesis yang diajukan pada penelitian ini adalah:
1. Penambahan dekomposer mempercepat proses dekomposisi jerami padi.
2. Penambahan pupuk organik pada tanah sawah meningkatkan pertumbuhan dan
produksi tanaman padi.

3

TINJAUAN PUSTAKA

Potensi dan Pengelolaan Jerami Padi

Jerami adalah bagian vegetatif tanaman padi (batang, daun, tangkai malai)
yang tidak dipungut saat tanaman padi dipanen. Kandungan hara jerami padi
tergantung pada kesuburan tanah, jumlah pupuk yang diberikan, kualitas dan
kuantitas air irigasi, dan iklim (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2007). Jerami merupakan bahan organik yang tersedia dalam jumlah yang
signifikan bagi petani padi. Sekitar 40% N, 30-35% P, 80-85% K, dan 40-50% S
tetap dalam sisa bagian vegetatif tanaman. Jerami juga merupakan sumber hara
mikro penting seperti seng (Zn) dan silikon (Si). Pembenaman tunggul dan jerami
ke dalam tanah merupakan upaya mengembalikan sebagian besar hara yang telah
diserap tanaman dan membantu pelestarian cadangan hara tanah dalam jangka
panjang (Dobermann and Fairhurst 2002). Kandungan hara pada jerami padi
disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Kandungan hara pada jerami padi (Dobermann dan Fairhurst 2002)
N
P 2 O5
K2O
S
Si
Kandungan jerami (% berat 0.5-0.8
0.161.4-2.0 0.05-0.10
4-7
kering)
0.27
Kandungan dalam 1 ton
jerami (kg/ha)

5-8

1.6-2.7

14-20

0.5-1.0

40-70

Pengelolaan jerami padi merupakan hal penting dalam sistem budi daya
padi untuk meningkatkan hasil panen. Ada beberapa cara pengelolaan jerami padi
yang dilakukan oleh petani, antara lain dibakar, disebar di permukaan tanah
sebagai mulsa, dan mengangkut jerami keluar dari lahan. Pembakaran jerami akan
menghilangkan hara dalam jumlah besar (80% N, 25% P, 4-60% S dari
kandungan hara total jerami). Pembakaran jerami juga menimbulkan dampak
negatif lain, seperti polusi udara dan membunuh organisme maupun mikrob tanah
yang menguntungkan (Mandal et al. 2004).
Hal yang sama terjadi di Indonesia yang jerami padi belum dinilai sebagai
produk yang memiliki nilai ekonomis. Pada sistem usaha tani yang intensif,
jerami sering dianggap sebagai sisa tanaman yang mengganggu pengolahan tanah
dan penanaman padi selanjutnya. Oleh karena itu, 75-80% petani membakar
jerami di tempat beberapa hari setelah padi dipanen. Sebagian petani memotong
jerami dan menimbunnya di pinggir petakan sawah kemudian membakar jerami
tersebut (Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian 2007).

4
Bahan Organik dan Dekomposisi Bahan Organik

Salah satu unsur penyusun tanah adalah bahan organik. Bahan organik
tanah terdiri atas sisa-sisa tanaman dan hewan dari semua tahapan dekomposisi
karena kerja mikrob tanah (Rao 1986). Secara umum, sisa tanaman adalah bagian
tanaman yang tersisa di lahan setelah tanaman dipanen. Daur ulang sisa tanaman
memiliki keuntungan dari mengubah limbah pertanian menjadi produk yang
berguna untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tanaman. Hal ini juga
mempertahankan kondisi fisik tanah, kimia tanah, dan meningkatkan
keseimbangan ekologi dari sistem produksi tanaman (Mandal et al. 2004).
Senyawa organik dalam bentuk sisa tanaman atau hewan tersusun atas
karbohidrat yang kompleks, gula sederhana, tepung, selulosa, hemiselulosa,
pektin, protein, lemak, lilin, resin, alkohol, aldehid, keton, asam-asam organik,
lignin, fenol, tannin, hidrokarbon, alkaloid, pigmen, dan produk-produk lainnya
(Rao 1986). Alexander (1961) menambahkan secara umum bahan organik
mengandung selulosa 15-60%, hemiselulosa 10-30%, dan lignin 5-30%. Hal ini
menyebabkan proses dekomposisi bahan organik memerlukan waktu yang lama.
Saraswati et al. (2006) menyatakan proses dekomposisi dikenal dengan
adannya inokulan (starter/aktivator), seperti mikrob. Mikrob merupakan faktor
penting dalam proses dekomposisi karena mikrob akan merombak bahan organik
menjadi pupuk organik. Mikrob perombak bahan organik merupakan aktivator
biologis yang tumbuh alami atau sengaja diberikan untuk mempercepat proses
dekomposisi dan meningkatkan mutu pupuk organik. Jumlah dan jenis mikrob
menentukan keberhasilan proses dekomposisi. Menurut Gaur (1981), fungi
selulotik yang efisien digunakan untuk biodegradasi sisa tanaman dan jerami
sebagai inokulan dalam pengomposan, seperti Aspergillus niger, Trichoderma
viride, Penicillium sp. dan Aspergillus sp.
Dekomposisi bahan organik adalah proses perombakan bahan organik oleh
mikrob dalam kondisi yang terkontrol. Bahan organik tanah berperan penting
dalam mempertahankan kesuburan dan kesehatan tanah dengan menyediakan
unsur hara secara slow release. Selain itu, bahan organik tanah juga mengandung
unsur hara dalam jenis dan jumlah bervariasi tergantung bahan asal (Misra et al.
2003). Dekomposisi bahan organik merupakan proses biokimia sehingga setiap
faktor yang memengaruhi mikrob juga memengaruhi laju dekomposisi bahan
organik. Faktor-faktor yang memengaruhi proses dekomposisi, antara lain aerasi,
kelembaban, C/N, pH, suhu dan tinggi timbunan bahan, dan ukuran bahan mentah
(Misra et al. 2003). (1) Aerasi sangat diperlukan untuk mengurangi kadar air yang
tinggi pada bahan organik dalam proses dekomposisi sehingga kondisi anaerob
dapat dihindari. Ketersediaan oksigen yang ideal pada proses dekomposisi adalah
10-18%; (2)Kelembaban juga diperlukan untuk mendukung aktivitas metabolisme
mikrob. Kadar air yang ideal adalah 40-65%; (3) Nilai C/N juga memengaruhi
proses dekomposisi yang menunjukkan umur dan kematangan bahan baku. Nilai
C/N bahan baku yang optimal antara 25:1 dan 30:1; (4) Selama proses
dekomposisi terjadi mineralisasi nitrogen organik menjadi nitrogen amonia yang
menyebabkan nilai pH meningkat, sedangkan penurunan pH disebabkan oleh
produksi asam-asam organik yang meningkat. pH ideal dalam proses dekomposisi
adalah antara 6-8; (5) Selain itu, metabolisme mikrob dalam tumpukan juga

5
menimbulkan energi dalam bentuk panas. Timbunan bahan yang mengalami
dekomposisi akan meningkat suhunya hingga 65-70 ºC akibat terjadinya aktivitas
biologi mikrob perombak bahan organik (Gaur 1981). Panas yang terperangkap di
dalam tumpukan akan meningkatkan suhu tumpukan. Timbunan yang terlalu
dangkal akan kehilangan panas dengan cepat karena bahan tidak cukup untuk
menahan panas dan menghindari pelepasannya. Sebaliknya timbunan yang terlalu
tinggi dapat mengakibatkan bahan memadat karena berat bahan kompos itu
sendiri. Setyorini et al. (2006) menyatakan tinggi tumpukan yang optimal adalah
sekitar 1.25-2 m. (6) Begitu juga halnya dengan ukuran (panjang) bahan bahwa
sekitar 5-10 cm sesuai untuk proses dekomposisi ditinjau dari aspek sirkulasi
udara yang mungkin terjadi. Semakin kecil partikel maka semakin banyak
jumlahnya dan semakin luas pula jumlah permukaan yang dicerna oleh mikrob.
Namun, partikel yang sangat kecil mendorong kemungkinan terjadinya pemadatan
bahan.

Penggunaan Pupuk Organik dan Produksi Tanaman

Penggunaan pupuk merupakan suatu kebutuhan bagi tanaman untuk
mencukupi kebutuhan nutrisi dan menjaga keseimbangan hara yang tersedia
selama siklus pertumbuhan tanaman. Pemberian pupuk organik merupakan
tindakan pengelolaan yang diharapkan dapat memperbaiki kesuburan tanah
melalui perbaikan sifat fisik, kimia, dan biologi tanah. Beberapa penelitian
menunjukkan pupuk organik dapat meningkatkan efisiensi pemberian pupuk
anorganik yang akan menunjang produksi maksimal. Menurut Leiwakabessy et al.
(2003) fungsi bahan organik yaitu, memperbaiki struktur tanah, menambah
ketersediaan unsur N, P, S, meningkatkan kemampuan tanah mengikat air,
memperbesar kapasitas tukar kation (KTK), dan mengaktifkan mikrob.
Hara mineral dapat dikelompokkan menjadi hara makro dan mikro. Unsur
makro yaitu unsur yang dibutuhkan dalam jumlah banyak adalah C, H, O, N, P, K,
Ca, Mg, dan S sedangkan unsur mikro yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit
adalah Fe, Mn, B, Mo, Cu, Zn, Cl, dan Co. Arafah dan Sirappa (2003) dalam
penelitiannya menyatakan bahwa respon padi terhadap hara N, P, dan K
dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah penggunaan
bahan organik. Pemberian bahan organik memberikan hasil yang lebih baik yang
dikombinasikan dengan pupuk anorganik karena bahan organik dapat melengkapi
unsur esensial lainnya seperti unsur mikro dan kandungan C-organik yang
menambah kandungan bahan organik tanah sehingga memperbesar aktivitas
mikrob tanah yang pada gilirannya akan memperbaiki lingkungan tumbuh
tanaman.
Salah satu komponen bahan organik adalah asam humat. Bahan humat
merupakan komponen bahan organik yang mewakili fraksi humus yang paling
aktif dan dapat berinteraksi dengan partikel tanah melalui pengikatan dengan
gugus aktifnya. Bahan humat juga memiliki kemampuan untuk menstimulasi dan
mengaktifkan proses biologi dan fisiologi pada organisme hidup dalam tanah.
Hasil penelitian Baskoro (2010) menunjukkan pemberian bahan humat 15 liter/ha

6
dan kompos sisa tanaman 2 ton/ha nyata meningkatkan pertumbuhan dan produksi
tanaman.
Penggunaan bahan organik baik berupa jerami padi maupun pupuk kandang
sangat besar peranannya dalam meningkatkan efisiensi pemupukan. Terjadinya
gejala leveling off produksi padi mengindikasikan efisiensi penggunaan pupuk
semakin menurun, demikian terhadap kelestarian lahan dan lingkungan juga mulai
muncul (Departemen Pertanian 2008). Penambahan bahan organik yang berasal
dari sisa tanaman dan kotoran hewan selain menambah bahan organik tanah juga
memberikan kontribusi terhadap ketersediaan hara N, P, dan K serta
mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik (Rachman et al. 2008). Hasil
penelitian Djuniwati et al. (2003) melaporkan pemberian bahan organik dan
pemberian pupuk anorganik dapat meningkatkan pH tanah, N-total, P tersedia, K
tersedia di dalam tanah, kadar dan serapan hara N, P, K tanaman, dan
meningkatkan produksi jagung.

7

BAHAN DAN METODE

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian mulai dilaksanakan pada bulan April sampai November 2012 di
Laboratorium Bioteknologi Tanah Departemen Ilmu Tanah Sumberdaya Lahan
Fakultas Pertanian IPB, Laboratorium Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah
dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian IPB sedangkan penelitian lapang
dilaksanakan di Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan baku pembuatan pupuk organik, meliputi jerami padi varietas
Cisantana berumur 10 hari setelah panen yang diambil dari sawah Desa Situ Gede
Kecamatan Bogor Barat Kota Bogor. Jerami padi yang digunakan telah
mengalami dekomposisi yang ditunjukkan oleh C/N (26.86) yang rendah karena
bertumpuk dan lembab. Dekomposer yang digunakan, yaitu Aspergillus niger LD
137 dan Trichoderma viride LD 140 (koleksi Prof Dr Iswandi Anas Laboratorium
Bioteknologi Tanah IPB) serta dekomposer komersial yang mengandung
Azospirillum, Aspergillus, Actinomycetes, Lactobacillus, Pseudomonas. Bahan
yang digunakan untuk percobaan lapang terdiri atas benih padi varietas Ciherang,
pupuk Urea, SP 36, KCl, pupuk organik (jerami padi yang telah didekomposisi),
dan pupuk bioorganik. Dekomposer komersial dan pupuk bioorganik yang
digunakan diproduksi oleh PT Indo Acitama Tbk.
Peralatan yang digunakan, yaitu CNS Analyser TruSpec Leco di
Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB untuk mengukur nilai CN, bak kompos
yang terbuat dari bambu berukuran 1m x 1m x 1m.

Seleksi Dekomposer dan Pembuatan Pupuk Organik

Seleksi dan Pengujian Kemampuan Perombakan Dekomposer
Beberapa mikrob koleksi Prof Dr Iswandi Anas Laboratorium Bioteknologi
Tanah IPB yang diseleksi, yaitu Myrothecium sp. CD 001, Penicillium CD 039,
Trichoderma viride LD 137, Aspergillus niger LD 140, Penicillium LD 147.
Pengujian dekomposer koleksi Prof Dr Iswandi Anas dilakukan dengan metode
agar cawan pada media CMC/liter (KH 2 PO 4 1.0 g, K 2 SO 4 0.5 g, NaCl 0.5 g,
FeSO 4 0.01 g, MnSO 4 0.01 g, NH 4 NO 3 1.0 g, tepung selulosa 10 g, agar 20 g).
Seleksi dilakukan berdasarkan indeks selulolitik. Indeks selulolitik merupakan

8
nisbah diameter zona bening terhadap diameter koloni. Dua isolat yang memiliki
indeks selulotik dengan kekuatan perombakan selulosa paling tinggi kemudian
dipilih untuk digunakan dalam pengujian kecepatan perombakan jerami.
Pengujian dekomposer komersial dilakukan dengan metode pengenceran 10-1
sampai 10-4 kemudian dipindahkan ke dalam cawan petri pada media CMC.
Pembuatan Pupuk Organik
Jerami padi varietas Cisantana berumur 10 hari setelah panen dicacah
dengan panjang 5 cm, diberi perlakuan pengomposan dengan masing-masing
dekomposer yang sudah diencerkan dengan air, yaitu dekomposer koleksi Prof Dr
Iswandi Anas Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB (D1) dan dekomposer
komersial (D2). Pembuatan pupuk organik dimulai dengan menyemprot cacahan
jerami padi sambil diaduk dengan air yang telah dicampur dengan dekomposer
agar lembab dan merata, kemudian dimasukkan ke dalam kotak yang terbuat dari
bambu. Bak berisi jerami yang siap didekomposisi lalu ditutup dengan plastik.
Untuk membuat larutan dekomposer, 10 ml dekomposer dilarutkan dalam 1 L air
dan diaduk rata. Satu liter dekomposer dapat digunakan untuk 2 ton bahan
organik.
Setelah satu minggu, bahan pupuk organik dibalik agar panasnya merata dan
proses dekomposisi berlangsung sempurna, dan proses dekomposisi dilakukan
selama 6 minggu. Parameter yang diamati, yaitu suhu, nilai C/N dengan CNS
Truspec Leco, pH H 2 O dengan pH meter, volume pupuk organik yang dihasilkan,
dan kandungan hara pupuk organik (N, P, K, Ca, Mg, Fe, Cu, Zn, Mn).
Pengambilan sampel untuk analisis nilai C/N dan pH dilakukan dalam selang
waktu (0, 1, 2, 3, 4, 5, dan 6 minggu).

Analisis Kandungan Hara Pupuk Organik
Analisis pupuk organik dilakukan untuk mengetahui kadar hara makro dan
mikro pupuk organik yang dihasilkan, meliputi kadar N dengan alat CNS
Analyser Truspec Leco, P dengan metode spektrofotometer, K menggunakan
flame fotometer, Ca, Mg, Cu, Zn, Fe, dan Mn dengan AAS (Atomic Absorption
Spectrometry). Unsur N diukur dengan metode pembakaran kering. Unsur K, P,
Ca, Mg dan unsur mikro diukur dengan metode pengabuan basah.

Percobaan Lapang

Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) dengan faktor tunggal yang terdiri atas 4 perlakuan dengan 3 ulangan
sehingga terdapat 12 satuan percobaan pada petakan lahan berukuran 4 m x 5 m
(20 m2). Perlakuan percobaan dan takaran pupuk anorganik dan pupuk organik
serta bioorganik yang digunakan disajikan pada Tabel 2. PB merupakan pupuk
bioorganik komersial. Pupuk organik yang telah didekomposisi oleh D1 dan D2

9
masing-masing kemudian dinamakan sebagai
menggunakan dosis yang sama yaitu 4 ton/ha.
Tabel 2

PO1

dan

PO2,

dengan

Takaran pupuk yang digunakan setiap perlakuan

Perlakuan

Jenis Pupuk

Takaran/ha

NPK 100%

Urea
SP 36
KCl

NPK 50%

NPK 50% + PO1

NPK 50% + PO2 + PB

(kg atau l)
250
150
100

Takaran pupuk
anorganik/petak
(g)
467
343
200

Takaran pupuk
organik/petak
(kg atau ml)
-

Urea
SP 36
KCl

125
75
50

233
171
100

-

Urea
SP 36
KCl
Pupuk Organik

125
75
50
4000

233
171
100
-

8

Urea
SP 36
KCl
Pupuk Organik
Pupuk Bioorganik

125
75
50
4000
15

233
171
100
-

8
30

Model matematik rancangan acak kelompok adalah sebagai berikut.
Ү ij
μ
τi
βj
ε ij

Y ij = µ + τ i + β j + ε ij

=
=
=
=
=

Pengamatan pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j
Rataan umum
Pengaruh perlakuan ke-i
Pengaruh kelompok ke-j
Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j

Pengolahan lahan
Persiapan lahan meliputi pengolahan tanah dan pelumpuran. Pengolahan
tanah dilaksanakan 3 minggu sebelum penanaman. Pengolahan tanah dilakukan
dengan menggunakan cangkul. Petakan percobaan dibuat sebanyak 12 petak
dengan ukuran 4 m x 5 m (20 m2) serta memiliki saluran irigasi dan drainase yang
terpisah satu dengan lainnya.

Pengambilam Sampel Tanah dan Analisis Tanah
Pengambilan sampel tanah dilakukan saat sebelum aplikasi pupuk organik
dan pupuk bioorganik yang dilakukan secara komposit pada 5 titik pengambilan
secara diagonal pada kedalaman 0-20 cm setiap petakan, yang kemudian
dikeringudarakan, disaring ukuran 2 mm, untuk analisis kesuburan tanah. Hasil
analisis tanah dengan kriteria sifat-sifat kimia tanah berdasarkan PPT 1983
disajikan pada Tabel 3.

10

Tabel 3 Hasil analisis kesuburan tanah lokasi percobaan (Laboratorium ITSL)
Parameter
pH 1:1
C-organik (%)
N-total (%)
P (ppm)
Ca (me/100g)
Mg (me/100g)
K (me/100g)
Na (me/100g)
KTK (me/100g)
KB (%)
Al (me/100g)
H (me/100g)
Fe (ppm)
Cu (ppm)
Zn (ppm)
Mn (ppm)
Tekstur
Pasir (%)
Debu (%)
Liat (%)
Keterangan:
tr: tidak terukur

Metode Analisis
H2O
KCl
Walkley & Black
Kjeldhal
Bray 1
HCl 25%
N NH 4 -Asetat pH 7.0
N NH 4 -Asetat pH 7.0
N NH 4 -Asetat pH 7.0
N NH 4 -Asetat pH 7.0
N NH 4 -Asetat pH 7.0
N KCl
N KCl
0.05 N HCl
0.05 N HCl
0.05 N HCl
0.05 N HCl

Hasil
5.70
5.00
1.68
0.15
5.8
56.7
10.83
3.35
0.35
0.94
19.39
79.78
tr
0.20
7.33
1.22
6.19
155.13

Pipet
Pipet
Pipet

10.05
38.75
51.20

Kriteria
Agak masam
Rendah
Rendah
Sangat rendah
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Tinggi
Sedang
Sangat tinggi

Penanaman dan Pemupukan
Sebelum sawah ditanami bibit padi, petakan sawah diberi perlakuan pupuk
organik dan bioorganik, dengan cara diaduk menggunakan cangkul kemudian
didiamkan selama satu minggu. Pupuk bioorganik yang digunakan berdasarkan
anjuran produsen yaitu kebutuhan untuk padi 15 liter/ha. Pembuatan larutan
pupuk bioorganik, 5 ml pupuk bioorganik dilarutkan dalam 1 liter air.
Aplikasi pupuk bioorganik dilakukan sebanyak dua kali, yaitu sebagai
pupuk dasar (5 liter/ha) dan pupuk susulan (10 liter/ha). Sebagai pupuk dasar pada
petak percobaan (20 m2) dibutuhkan pupuk bioorganik 10 ml/petak. Penyiraman
pupuk bioorganik dilakukan secara merata bersamaan dengan pencampuran pupuk
organik ke dalam tanah, sedangkan untuk pupuk susulan disemprot 2 ml/ petak
pada daun tanaman secara merata dengan interval setiap 7 hari sampai tanaman
berumur 10 MST.
Penanaman padi dilakukan satu minggu setelah pengadukan pupuk organik
dan bioorganik, dengan menggunakan bibit yang telah berumur 15 hari dan jarak
tanam 25 cm x 25 cm. Bibit padi yang ditanam sebanyak 3 bibit per lubang tanam.
Penyulaman dilakukan pada umur 0-4 MST. Penyulaman dilakukan dengan cara
menanam bibit baru dengan umur yang sama. Setelah umur padi mencapai 2 MST
lebih maka dipilih tanaman padi yang diberi tanda menggunakan ajir sebanyak 5
ajir yang dilakukan secara acak. Setiap ajir terdiri atas 4 rumpun tanaman
sehingga terdapat 20 contoh rumpun tanaman pada setiap petak percobaan.

11
Pupuk diberikan sesuai dengan perlakuan. Pupuk Urea dan KCl diberikan 2
kali, yaitu 1/2 bagian pada saat tanam dan 1/2 bagian lagi diberikan saat tanaman
berumur 35 hari setelah tanam, sedangkan pupuk SP 36 diberikan seluruhnya saat
tanam.

Pemeliharaan Tanaman
Pengendalian gulma dan hama keong mas (Pomacea canaliculata)
dilakukan secara mekanik yaitu dengan mencabut gulma dan membuang keong
secara manual dengan menggunakan tangan. Pengaturan air dijaga agar selalu 5
cm di atas permukaan tanah.

Pengamatan dan Pemanenan
Pengamatan vegetatif tanaman dilakukan pada 4 dan 8 MST. Parameter
pertumbuhan yang dihitung adalah tinggi tanaman dan jumlah anakan per
rumpun. Parameter produksi tanaman yang dihitung terdiri atas jumlah anakan
produktif, bobot gabah kering panen (GKP), bobot gabah kering giling (GKG),
dan jumlah gabah hampa. Pemanenan padi dilakukan setelah tanaman berumur
123 hari dengan membuat ubinan seluas 2.5 m x 2.5 m.

Analisis Statistik

Untuk mengetahui pengaruh perlakuan terhadap variabel yang ditetapkan
dilakukan uji ANOVA dan bila berpengaruh nyata maka dilakukan uji DMRT
(Duncan Multiple Range Test) dengan selang kepercayaan 5%.

12

HASIL DAN PEMBAHASAN

Seleksi dan Pengujian Kemampuan Perombakan Dekomposer
Hasil seleksi dekomposer koleksi Prof Dr Iswandi Anas Laboratorium
Bioteknologi Tanah IPB yang digunakan (Tabel 4) menunjukkan indeks selulotik
yang paling tinggi oleh Myrothecium sp. tetapi tidak berbeda jauh dengan
Trichoderma viride dan Aspergillus niger yang keduanya juga memiliki kekuatan
perombakan selulosa yang paling tinggi yang dilihat dari kejernihan zona
beningnya (Gambar 1). Dua isolat yang memiliki indeks selulotik dengan
kekuatan perombakan selulosa paling tinggi kemudian dipilih untuk digunakan
dalam pengujian kecepatan perombakan jerami, yaitu Trichoderma viride dan
Aspergillus niger.
Hasil penelitian Fikrinda et al. (2000) juga melaporkan kemampuan isolat
menjernihkan substrat CMC tidak selalu diiringi dengan kemampuannya
menjernihkan selulosa kristal. Tingginya kemampuan isolat merombak sumber
karbon menyebabkan media pertumbuhan isolat menjadi jernih.
Tabel 4 Pertumbuhan dan aktivitas selulotik dekomposer
Dekomposer koleksi Prof Dr Iswandi Lab.Bioteknologi Tanah IPB
Kode
Isolat

Jenis

Diameter
koloni

Spesies

(cm)

Diameter
zona
bening
(cm)

IS

Dekomposer komersial
Jenis

Diameter
koloni
(cm)

Diameter
zona
bening
(cm)

IS

CD 001

Fungi

Myrothecium sp.

3.16

4.54

1.44

Bakteri

0.20

0.55

2.75

LD 137

Fungi

4.67

5.57

1.19

Bakteri

0.22

0.32

1.44

LD 140

Fungi

Trichoderma
viride
Aspergillus niger

3.27

4.32

1.32

Bakteri

0.33

0.52

1.55

LD 147

Fungi

Penicillium

5.99

6.64

1.12

a

IS: Indeks selulotik

(a)

(b)

(c)

(d)

(e)

Gambar 1 Hasil pengujian dekomposer pada media CMC (a) Myrothecium sp., (b) Trichoderma
viride, (c) Aspergillus niger, (d) Penicillium, dan (e) dekomposer komersial

Hasil uji perombakan selulosa pada dekomposer komersial menunjukkan
mikrob perombak selulosa yang tumbuh hanya bakteri (1 koloni) dan tidak
menunjukkan pertambahan populasi selama diinkubasi. Selain bakteri juga
terdapat fungi yang populasinya lebih banyak tetapi tidak menunjukkan aktivitas
perombakan selulosa.

13

Proses Dekomposisi Bahan Organik

Perubahan Nilai C/N dan Tingkat Kemasaman (pH) Bahan Organik selama
Proses Dekomposisi
Nilai C/N merupakan salah satu indikator yang menandakan berjalannya
proses dekomposisi dan menunjukkan tingkat kematangan bahan organik (Smith
dan Peckenpaugh 1986; Kausar et al. 2010). Selama proses dekomposisi bahan
organik yang berbeda-beda terjadi perubahan total kandungan C-organik. Pupuk
organik yang sudah matang memiliki nilai C/N kurang atau sama dengan 20
(Goyal et al. 2005). Atkinson et al. (1996) menambahkan bahwa perubahan
C-organik disebabkan oleh hilangnya karbon sebagai karbondioksida.

30
25
C/N

20
D0

15
10

D1

5

D2

0
0

Gambar 2

1

2

3
4
5
6
Minggu kePenurunan nilai C/N bahan organik (
:kontrol,
:dekomposer Prof Dr Iswandi
Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB,
: dekomposer komersial)

Pemberian dekomposer baik koleksi Prof Dr Iswandi Anas Lab.
Bioteknologi Tanah IPB (D1) maupun komersial (D2), dan kontrol tidak berbeda
dalam percepatan proses dekomposisi bahan organik (jerami padi) karena kondisi
jerami padi yang digunakan baik yang diberi perlakuan dekomposer maupun
kontrol (tanpa dekomposer) sudah disimpan selama 10 hari setelah panen dan
dalam keadaan lembab, sedangkan pada kontrol diduga juga terdapat mikrob
dekomposer. Jerami padi sudah mengalami dekomposisi dan terlihat banyak
jamur yang tumbuh pada jerami. Hal ini ditunjukkan oleh nilai C/N yang sudah
rendah (26.86) (Gambar 2). Jerami padi segar memiliki nilai C/N yang tinggi
seperti hasil pengukuran nilai C/N jerami padi varietas IR 64 (46.26) berlokasi di
Desa Situ Gede Kecamatan Bogor Barat dan jerami padi varietas Ciherang (38.00)
berlokasi di Desa Cihideung Ilir Kecamatan Ciampea. Gambar 2 juga
menunjukkan mulai minggu ke-3 sampai ke-6 nilai C/N bahan organik telah
mencapai < 20.
Di samping terjadinya penurunan nilai C/N, selama proses dekomposisi
juga terjadi perubahan pH bahan organik, yaitu pH bahan organik selama 6
minggu sedikit bervariasi (Tabel 5). Namun, ada kecenderungan bertambahnya
waktu dekomposisi baik bahan organik perlakuan D0, D1, dan D2 meningkatkan

14
pH, kecuali pH bahan organik pada perlakuan D0 sedikit menurun pada minggu
ke-6.
Tabel 5 Tingkat Kemasaman (pH) bahan organik
Perlakuan
D0
D1
D2
a

pH bahan organik pada minggu ke0
7.5
7.5
7.5

1
7.48
7.45
7.38

2
7.75
7.65
7.60

3
7.73
7.83
7.60

4
7.48
7.63
7.45

5
7.60
7.75
7.58

6
7.48
7.55
7.65

D0:kontrol, D1: dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB, dan
D2:dekomposer komersial

Penurunan dan peningkatan pH terjadi seperti yang telah dijelaskan Misra
et al. (2003). Allison (1973) menambahkan selama proses dekomposisi bahan
tanaman terjadi suatu pelepasan asam, termasuk karbonat, nitrat, fosfat sulfat,
sitrat, format, asetat, butirat. Sebagian besar adalah asam lemah yang hadir dalam
konsentrasi yang sangat rendah dan asam organik segera terurai menjadi
karbondioksida dan air. Peningkatan pH disebabkan adanya perubahan asam
organik menjadi CO 2 . Informasi dari Peraturan Menteri Pertanian No 70 (2011)
pH ideal dalam proses dekomposisi adalah antara 4-9.
Perubahan Suhu dan Volume Bahan Organik selama Proses Dekomposisi
Hasil pengukuran suhu bahan organik selama proses dekomposisi pada
Gambar 3 menunjukkan suhu setiap perlakuan mencapai nilai maksimum pada
minggu pertama. Bahan organik yang diinokulasi dengan mikrob koleksi Prof Dr
Iswandi Anas Laboratorium Bioteknologi Tanah IPB memiliki pencapaian suhu
tertinggi yaitu 44.13 °C. Bahan organik yang diinokulasi dengan dekomposer
komersial memiliki pencapaian suhu tertinggi yaitu 43.63 °C sedangkan bahan
organik tanpa dekomposer memiliki pencapaian suhu tertinggi sebesar 43.34 °C.
Selanjutnya, mulai minggu ketiga sampai minggu keenam suhu relatif konstan
pada kisaran 20-30 °C. Meskipun tetap dilakukan pembalikan hingga minggu
keenam suhu pupuk organik tidak meningkat lagi. Hal ini menunjukkan aktivitas
perombakan bahan pupuk organik sudah berlangsung sangat lambat sehingga
energi panas yang dihasilkan tidak meningkatkan suhu bahan organik.
Hasil pengukuran suhu tersebut menunjukkan bahwa semua perlakuan baik
perlakuan D2, D1 maupun D0 (tanpa dekomposer) berada dalam fase mesofilik.
Hal ini dapat disebabkan jumlah/volume jerami yang digunakan terlalu
sedikit/kecil sehingga menyebabkan panas mudah menguap. Pengaruh lainnya
diduga karena cuaca lokasi penelitian yang hampir setiap hari hujan disertai angin
kencang sehingga suhu lingkungan rendah. Menurut Misra et al. (2003), cuaca
juga merupakan faktor yang memengaruhi proses dekomposisi. Timbunan yang
lebih besar cocok untuk cuaca dingin yang bertujuan meminimalkan kehilangan
panas.

15
50
40
30
D0

°C
20

D1

10

D2

0
0 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 32 34 36 38 40 42
Hari
Gambar 3

Suhu bahan organik selama 6 minggu proses dekomposisi (
: kontrol,
: dekomposer koleksi Lab. Bioteknologi Tanah IPB, : dekomposer komersial)

Proses perombakan bahan organik juga menyebabkan penyusutan volume
bahan organik. Penyusutan volume terjadi akibat perubahan ukuran partikel bahan
organik yang semakin kecil. Semakin besar penyusutan volume bahan organik
maka akan menghasilkan bahan organik yang lebih sedikit. Persen volume sisa
bahan pupuk organik selama proses dekomposisi disajikan pada Gambar 4.

Volume (%)

30
20
10
0
D0
Gambar 4

D1

D2

Persen volume sisa pupuk organik setelah 6 minggu proses dekomposisi
(D0:kontrol, D1: dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah
IPB, D2: dekomposer komersial)

Penyusutan volume terbesar terdapat pada perlakuan D2 sehingga
menyebabkan persen sisa volume pupuk organik paling rendah sebesar 20.59%
tetapi tidak jauh berbeda dengan persen volume sisa pada perlakuan D1 sebesar
21.38%, dan persen sisa volume pupuk organik pada kontrol sebesar 24.77%.

Kandungan Unsur Hara Pupuk Organik
Kandungan hara pupuk organik juga mencerminkan kualitas pupuk
organik. Saat proses dekomposisi berlangsung, sebagian unsur hara akan
dilepaskan melalui proses mineralisasi. Komposisi bahan organik, kondisi
lingkungan, sifat mikroflora maupun fauna akan menentukan kandungan hara
dalam bahan organik (Allison 1973).
Hasil analisis (Tabel 6) menunjukkan kualitas ketiga pupuk organik jerami
padi dari kandungan haranya tidak berbeda karena berasal dari sumber bahan
organik yang sama. Berdasarkan tabel di bawah (D0) pupuk organik yang

16
dihasilkan per ton mampu menyumbangkan 19.6 kg N setara 42.6 kg Urea, 9.6 kg
P setara 61 kg SP 36, 22.2 kg K setara 44.6 kg KCl, 10 kg Ca, 9 kg Mg, 2.7 kg Fe,
0.02 kg Cu, 0.06 kg Zn, dan 0.75 kg Mn.
Tabel 6
Perlakuan

Kandungan unsur hara pupuk organik setelah 6 minggu proses
dekomposisi
N

P

K

Ca

Mg

Fe

(%)
D0
D1
D2
a

1.96
1.97
1.99

0.96 2.22
0.96 2.30
0.96 2.54

Cu

Zn

Mn

65.1
71.5
84.1

751
703
699

(ppm)
1.0
1.3
1.1

0.9
0.9
0.9

2690
2500
2300

20.8
21.3
21.8

D0:kontrol, D1: dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB, dan D2:
dekomposer komersial

Pengaruh Aplikasi Pupuk Organik terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Padi

Pertumbuhan Padi
Hasil percobaan lapang menunjukkan perlakuan 50% NPK yang ditambah
pupuk organik tidak berbeda terhadap 100% NPK yang berarti NPK yang
diberikan pada lokasi penelitian sudah cukup 50% sedangkan NPK dengan dosis
100% adalah kelebihan. Akibatnya dalam penelitian ini pengaruh penambahan
pupuk organik tidak bisa dievaluasi secara signifikan.
Pengaruh pupuk organik (Tabel 7) menunjukkan pada 4 MST, perlakuan
NPK 50% + PO1 menghasilkan tinggi tanaman tertinggi, meskipun tidak berbeda
dengan NPK 100% dan NPK 50% + PO2 + PB, tetapi nyata lebih tinggi daripada
perlakuan NPK 50%, sedangkan pada 8 MST NPK 100% tertinggi yang tidak
berbeda dengan NPK 50% + PO1, NPK 50% + PO2 + PB tetapi nyata lebih tinggi
daripada perlakuan NPK 50%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa penambahan
pupuk organik PO1 maupun (PO2 + PB) efektif dalam meningkatkan tinggi
tanaman, karena dengan dosis NPK yang lebih rendah (50%) bila ditambah pupuk
organik dapat meningkatkan tinggi tanaman yang relatif sama dengan perlakuan
NPK 100%.
Penambahan pupuk organik menyumbangkan hara-hara makro maupun
mikro yang dibutuhkan tanaman. Selain itu bahan organik juga dapat
memperbaiki sifat biologi, sifat fisik, dan kimia tanah terutama KTK tanah
sehingga efisiensi pemupukan menjadi meningkat (Lin et al. 1996; Rachman et al.
2008). Hasil penelitian Sutardjo (1995) menunjukkan penambahan pupuk organik
cenderung meningkatkan KTK tanah antara 3.00-4.57 me/100 g.

17
Tabel 7 Pengaruh aplikasi pupuk organik terhadap pertumbuhan padi
Perlakuan

Pertumbuhan tanaman pada minggu ke4
8
Tinggi (cm)

NPK 100%
NPK 50%
NPK 50% + PO 1
NPK50% + PO 2 + PB

38.99ab
37.43b
39.82a
39.01ab

72.23a
63.57b
68.97a
69.04a

NPK 100%
NPK 50%
NPK 50% + PO 1
NPK 50% + PO 2 + PB

Jumlah anakan rumpun-1 (batang)
9.65a
27.72a
10.55a
25.88a
10.93a
27.77a
11.16a
30.18a

a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
berdasarkan uji Duncan
b
PO1: dekomposisi jerami menggunakan dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah
IPB), PO2: dekomposisi jerami menggunakan dekomposer komersial, PB: pupuk bioorganik

Namun demikian, jumlah anakan rumpun-1 tidak nyata dipengaruhi oleh
penambahan pupuk organik baik pada 4 MST maupun 8 MST. Hal ini
menunjukkan penggunaan 50% NPK ditambah pupuk organik 4 ton/ha sudah
dapat menyamai jumlah anakan rumpun-1 100% NPK. Pupuk organik selain
menyumbangkan hara makro (NPK) juga mengandung Ca, Mg, dan unsur-unsur
mikro (Tabel 6) sehingga unsur-unsur esensial yang dibutuhkan tanaman
terpenuhi untuk meningkatkan pertumbuhan dan produksinya.
Tabel 7 juga menunjukkan bahwa perlakuan NPK 50% + PO2 + PB
memiliki jumlah anakan rumpun-1 yang paling tinggi. Walaupun peningkatannya
hanya sedikit (9%) dibandingkan perlakuan NPK 100%. Hal ini disebabkan pupuk
bioorganik mengandung mikrob pengurai bahan organik, yaitu Azotobacter,
Azospirillum, Rhizobium, Aspergillus, dan Bacillus serta mengandung unsur hara
makro dan mikro. Mikrob-mikrob tersebut mampu menambat N, melarutkan hara
P, penghasil fito hormon, vitamin, asam amino sehingga dapat memperbaiki
pertumbuhan dan produksi tanaman. Azotobacter, Azospirillum, dan Rhizobium
merupakan bakteri penambat N. Azotobacter dapat menghasilkan hormon Indole
Acetic Acid (IAA) di daerah perakaran yang berfungsi meningkatkan biomassa
akar. Sebagian genus Bacillus memiliki kemampuan untuk melarutkan P tidak
larut dalam tanah menjadi larut dengan mengeluarkan asam-asam organik (Rao
1994). Azospirillum merupakan salah satu genus Plant Growth Promoting
Rhizobacteria (PGPR). Bakteri ini mampu mensintesis hormon pemacu
pertumbuhan tanaman seperti IAA, giberelin,dan sitokinin, mampu melarutkan P,
dan sebagai agen pengendali hayati (Salisbury et al. 1995).
Pada fase vegetatif, beberapa rumpun tanaman padi setiap perlakuan juga
terserang hama belalang dan wereng hijau (vektor penyakit tungro) sehingga daun
padi berwarna kuning sampai kuning oranye, penurunan jumlah anakan dan
pertumbuhan tanaman yang terhambat/memendek (Syam et al. 2007).

18

Produksi padi
Beberapa faktor yang memengaruhi potensi hasil pada tanaman padi, antara
lain jumlah anakan produktif, jumlah gabah hampa, dan bobot gabah kering
panen. Jumlah anakan produktif berhubungan dengan jumlah anakan rumpun-1
saat fase vegetatif. Anakan produktif adalah anakan yang menghasilkan malai.
Pengaruh pemberian pupuk organik terhadap jumlah anakan produktif, bobot
gabah kering panen, bobot gabah kering giling dan jumlah gabah hampa disajikan
pada Tabel 8.
Aplikasi pupuk organik tidak nyata memengaruhi jumlah batang produktif,
bobot gabah kering panen, bobot gabah kering giling, dan jumlah gabah hampa.
Pada Tabel 8 terlihat parameter produksi untuk perlakuan NPK 50% tidak berbeda
dengan perlakuan NPK 100%. Hal ini menunjukkan bahwa pemupukan NPK di
lokasi percobaan cukup dengan dosis NPK 50%. Namun, pada Tabel 8 terlihat
bahwa perlakuan NPK 50% + PO2 + PB memiliki jumlah batang produktif, gabah
kering panen (GKP), dan gabah kering giling (GKG) yang relatif sama dengan
perlakuan NPK 100% dan sedikit lebih tinggi daripada perlakuan NPK 50%. Hal
ini menunjukkan pupuk organik efektif meningkatkan produksi tanaman seperti
yang telah dijelaskan pada pengaruh aplikasi pupuk organik terhadap
pertumbuhan padi.
Tabel 8 Pengaruh penggunaan pupuk organik terhadap produksi padi
Perlakuan

Gabah
Kering
Panen
(tonha-1)

NPK 100%

Jumlah
anakan
Produktif
(batang
rumpun-1)
17.83a

NPK 50%

Perbedaan
produksi

Perbedaan
produksi

Gabah
Hampa

(%)

Gabah
Kering
Giling
(tonha-1)

(%)

(%)

8.04a

100

6.63a

100

5.63a

15.70a

6.29a

78

5.39a

81

4.91a

NPK 50% + PO1

16.68a

7.06a

88

5.99a

90

4.11a

NPK 50% + PO2 + PB

17.43a

7.73a

96

6.40a

97

4.91a

a

Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 0.05
berdasarkan uji Duncan
b
PO1: dekomposisi jerami menggunakan dekomposer Prof Dr Iswandi Anas Lab. Bioteknologi Tanah IPB),
PO2: dekomposisi jerami menggunakan dekomposer komersial, PB: pupuk bioorganik

Berdasarkan hasil analisis kandungan hara pupuk organik (N, P, K) pada
Tabel 6, pupuk organik dosis 4 tonha-1 mampu menyamai suplai NPK dari dosis
50% NPK. Namun, unsur hara pupuk organik sifatnya lambat tersedia karena
ketersediaan hara pupuk organik ditentukan oleh proses mineralisasinya (Mandal
et al. 2004). Pupuk organik dapat memperbaiki perkembangan perakaran
tanaman, sehingga perbaikan sifat kimia dan perkembangan akar tanaman dapat
meningkatkan efisiensi pupuk anorganik. Dengan demikian, meskipun dosis NPK
lebih rendah (50%) pada perlakuan NPK 50% + PO2 + PB mampu menyamai
pengaruh perlakuan NPK 100%.

19
Hasil penelitian Yigit dan Dikilitas (2008) menunjukkan aplikasi asam
humik yang dihasilkan oleh perombakan bahan organik dapat meningkatkan
aktivitas mikrob di dalam tanah, meningkatkan bobot dan panjang akar tanaman.
Begitu juga dengan hasil penelitian Yusnaini et al (2004) menunjukkan populasi
dan keragaman fungi pembentuk mikoriza dipengaruhi oleh pemberian pupuk
organik dan kombinasinya dengan pupuk anorganik, sehingga keberadaan fungi di
dalam tanah dapat meningkatkan produksi tanaman agronomi.
Data dari Suprihatno (2007) menunjukkan bahwa potensi jumlah anakan
produktif padi varietas Ciherang adalah 14 sampai 17 batang dan potensi produksi
mencapai 5 sampai 8.5 tonha-1. Bobot gabah kering panen (GKP) dan bobot gabah
kering giling (GKG) tidak ada perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan
pemupukan baik perlakuan pupuk anorganik maupun perlakuan kombinasi pupuk
anorganik dengan pupuk organik.
Peningkatan hasil tertinggi dicapai oleh perlakuan NPK 100%. Namun, jika
produksi GKP perlakuan 100% NPK adalah 100% maka penggunaan NPK
dengan dosis yang lebih rendah (50%) yang dikombinasikan dengan pupuk
organik 4 ton/ha mampu menghasilkan produksi GKP sebasar 88% dan GKG
sebesar 90% pada perlakuan NPK 50% + PO1, sedangkan pada perlakuan
NPK 50% + PO2 + PB menghasilkan produksi GKP sebesar 96% dan GKG
sebasar 97%.
Bobot GKG perlakuan NPK 100% merupakan bobot yang paling besar
dibandingkan dengan semua perlakuan. Tingginya bobot gabah kering giling pada
perlakuan NPK 100% berhubungan dengan data gabah kering panen yang relatif
lebih tinggi. Namun, secara statistik kombinasi penggunaan NPK 50% dengan
pupuk organik tidak berbeda. Hal ini menunjukkan penggunaan dosis NPK yang
lebih rendah (50%) bila dikombina