Tingkah Laku Domba Garut Akibat Pencukuran Serta Produksi Wol pada Status Fisiologis yang Berbeda.

TINGKAH LAKU DOMBA GARUT AKIBAT PENCUKURAN
SERTA PRODUKSI WOL PADA STATUS FISIOLOGIS
YANG BERBEDA

SKRIPSI
AAN MA’ANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
i

RINGKASAN
AAN MA’ANI. D14070216. 2011. Tingkah Laku Domba Garut Akibat
Pencukuran Serta Produksi Wol pada Status Fisiologis yang Berbeda. Skripsi.
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Ir Moh. Yamin, M.Agr.Sc.
Pembimbing Anggota : Ir. Sri Rahayu, MSi.
Domba Garut tipe pedaging banyak berkembang di Indonesia terutama di

Jawa Barat. Domba Garut merupakan salah satu domba lokal yang memiliki
produksi wol yang lebih banyak, sehingga memungkinkan dilakukannya pemanenan
wol Domba Garut. Pemanenan dilakukan dengan pencukuran, pencukuran wol selain
mempengaruhi tingkat infasi ektoparasit juga diduga akan menyebabkan pengaruh
terhadap tingkah laku domba tersebut. Selain itu setelah pencukuran wol akan
mengalami pertumbuhan kembali yang diduga akan berbeda pada status fisiologis
domba yang berbeda. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan tingkah
laku Domba Garut sebelum, saat dan sesudah pencukuran dan pertumbuhan panjang,
pertumbuhan berat dan diameter wol Domba Garut.
Penelitian dilakukan selama enam minggu dari bulan Agustus hingga
September 2010 di peternakan PT Indocement Tunggal Prakarsa, Tbk Domba yang
digunakan sebanyak 24 ekor yang terdiri atas 8 ekor jantan I0, 8 ekor betina I0 dan 8
ekor induk kering. Pengamatan tingkah laku menggunakan metode one zero
sampling yaitu dengan memberikan nilai satu apabila domba melakukan tingkah laku
yang diamati dan nilai nol apabila domba tidak melakukan tingkah laku tersebut.
Pengukuran produksi wol dilakukan dengan cara mengukur berat, panjang, dan
diameter wol. Pengukuran diawali dengan mencukur bagian midside domba dan
dibiarkan hingga 28 hari kemudian dicukur kembali untuk mengukur produksi
wolnya. Peubah yang diamati adalah tingkah laku agonistic, ingestive, membuang
kotoran, merawat diri dan vokalisasi. Data tingkah laku dianalisis menggunakan

Analisis Deskriptif dan data pertumbuhan wol dianalisis dengan Analysis of Variance
(ANOVA).
Tingkah laku yang sering muncul saat pencukuran adalah tingkah laku
aginistic (16,13±3,37 kali/pencukuran) dengan cara menendang dan berusaha untuk
berdiri. Pencukuran menimbulkan kecenderungan peningkatan frekuensi tingkah
laku ingestive satu hari sebelum dan setelah pencukuran pada jantan (3,50±3,11 dan
8,50±5,26 kali/10 menit) dan betina (8,00±5,89 dan 8,75±5,32 kali/10 menit) serta
cenderung menurunkan frekuensi ingestive pada induk kering (8,25±2,63 dan
5,00±5,48 kali/10 menit) selain itu pencukuran juga menurunkan frekuensi tingkah
laku merawat diri pada betina (4,00±1,73 dan 0,75±0,96 kali/10 menit) dan jantan
(5,25±5,19 dan 1,50±1,00 kali/10 menit) namun meningkatkan frekuensi merawat
diri pada induk kering (2,50±2,38 dan 4,75±6,60 kali/10 menit). Pencukuran
mengakibatkan kecenderungan kenaikan frekuensi tingkah laku ingestive pada jantan
dan betina hingga minggu ketiga setelah pencukuran dan mengalami penurunan
kembali pada minggu keempat setelah pencukuran, namun pencukuran hanya
menaikkan frekuensi tingkah laku ingestive pada induk kering hingga satu minggu
setelah pencukuran. Pencukuran pada jantan cenderung menurunkan frekuensi
i

tingkah laku merawat diri setelah dua minggu pencukuran, dan pada betina frekuensi

tingkah laku merawat diri setelah pencukuran cenderung terus meningkat setelah
minggu dua, tiga dan empat. Pada induk kering frekuensi tingkah laku merawat diri
semakin menurun pada minggu kedua, tiga dan empat setelah pencukuran. Status
fisiologis domba yang berbeda tidak berpengaruh nyata (P>0,05) terhadap partumbuhan kembali wol setelah pencukuran. Rataan pertumbuhan wol dalam panjang,
pertumbuhan dalam berat segar dan diameter wol berturut-turut 0,39 ± 0,02 mm/hari,
0,43 ± 0,01 mg/cm2/hari dan 124,37 ± 22,73 µm.
Hasil Penelitian menunjukkan bahwa pencukuran cenderung meningkatkan
frekuensi tingkah laku ingestive pada jantan dan betina namun menurunkan tingkah
laku ingestive pada induk kering dan menurunkan frekuensi tingkah laku merawat
diri pada jantan dan betina serta meningkatkan frekuensi tingkah laku merawat diri
pada induk kering. Status fisiologis domba tidak berpengaruh terhadap pertumbuhan
kembali wol Domba Garut setelah pencukuran. Berdasarkan hal tersebut secara
umum dapat disimpulkan pencukuran wol dapat direkomendasikan sebagai
manajemen rutin dalam peternakan domba, khususnya pada Domba Garut.
Kata-kata kunci : domba, produksi wol, tingkahlaku, pencukuran

ii

ABSTRACT
Garut Sheep Behavior Consequence Shearing and Wool Production

in Different Status Physiology
Ma’ani A., M. Yamin, S, Rahayu.
Garut Sheep have been well developed especially in West Java. Sheep production
can be increased by good management practices. One of these is shearing program.
Shearing hasn’t been implemented routinely in Indonesia because the shearing is
aimed to keep sanitation of sheep, not for wool production. In Indonesian climate
and for local sheep, effect of shearing on sheep behavior and wool growth have not
been studied intensively. It is therefore this research was conducted to study
responses before, during, and after shearing on sheep behavior and wool production
as first indicator to sheep normal production. There were 24 Garut sheep from PT
Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. that have been used in this research. They
consisted of 8 male, 8 female of I0 and 8 dry ewe I1. The behavior of agonistic,
ingestive, eliminative, care giving, and vocalization were observed before, during,
and after shearing by using one zero sampling method. Wool production observed
with shorn in midside and than reshorn after 28 days to observe wool growth.
Behavior data were analyzed by using Descriptive Analysis and wool production
data were analyzed by using Analysis of Variance (ANOVA). The results show that
status physiology did not give significant effects (P>0,05) on wool production.
Average of wool growth in length, weight and diameter were 0,39 ± 0,02 mm/day,
0,43 ± 0,01 mg/cm2/day and 124,37 ± 22,73 µm respectively. Agonistic behavior was

the most frequently behavior during shearing, 16,13±3,37 times/shearing. Frequency
of eliminative and agonistic behaviors were very rarely shown during observation.
Frequency of ingestive behavior increase after the shearing. However frequency of
care giving behavior decreased after the shearing. It is concluded that shearing is
recommended to become routinely good farming practices in Garut sheep is regard
of normal sheep behavior and wool production.
Keywords : sheep, wool production, behavior, shearing.

iii

TINGKAH LAKU DOMBA GARUT AKIBAT PENCUKURAN
SERTA PRODUKSI WOL PADA STATUS FISIOLOGIS
YANG BERBEDA

AAN MA’ANI
D14070216

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
iv

Judul Skripsi : Tingkah Laku Domba Garut Akibat Pencukuran Serta
Produksi Wol pada Status Fisiologis yang Berbeda
Nama

: Aan Ma’ani

NIM

: D14070216

Menyetujui,


Pembimbing Utama,

Pembimbing Anggota,

(Dr. Ir. Moh. Yamin, M.Agr.Sc.)
NIP. 19630928 198803 1 002

(Ir. Sri Rahayu, M.Si.)
NIP. 19570611 198703 2 001

Mengetahui
Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.)
NIP. 19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian : 22 Agustus 2011


Tanggal Lulus :
v

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 12 Januari 1989 di Brebes, Jawa Tengah.
Penulis adalah anak terakhir dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Ko’id dan
Ibu Khalimah. Pendidikan dasar penulis diselesaikan di Madrasah Ibtidaiyah Nurul
Islam Kalijurang, Tonjong pada tahun 2001. Pendidikan SMP diselesaikan di MTs
Al Ittihadiyah Kalijurang, Tonjong pada tahun 2004. Pendidikan SMA diselesaikan
pada tahun 2007 di SMA Bustanul Ulum Nahdlatul Ulama Bumiayu.
Penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor pada bulan
Juli 2007 melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) tahun 2007. Kemudian
setelah selesai menempuh tingkat persiapan bersama penulis masuk sebagai
mahasiswa Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan (IPTP), Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor (2008-2011).
Selama menjadi mahasiswa Institut Pertanian Bogor, penulis bergabung
dalam Forum Mahasiswa Muslim Bumiayu (Formmasibumi). Selain itu penulis juga
pernah mengikuti berbagai kepanitian seperti DEKAN CUP, Olimpiade Mahasiswa
IPB (OMI), dan Makrab IPTP 45. Di akhir masa studi penulis juga bergabung
sebagai asisten praktikum Mata Kuliah Tingkah Laku dan Kesejahteraan Ternak dan

Mata Kuliah Teknik Pengolahan Hasil Ikutan Ternak.

vi

KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
limpahan berkah, hidayah dan inayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
Skripsi yang berjudul Tingkah Laku Domba Garut Akibat Pencukuran Serta
Produksi Wol pada Status Fisiologis yang Berbeda. Shalawat serta salam semoga
tetap tercurahkan kepada junjungan nabi besar kita Muhammad SAW, beserta
keluarga, sahabat dan kita selaku umatnya.
Domba Garut tipe pedaging merupakan salah satu domba yang banyak
dibudidayakan di Jawa Barat. Domba Garut selain sebagai penghasil daging juga
dapat menghasilkan wol yang lebih banyak dibandingkan domba lokal lainnya yang
dapat dimanfaatkan untuk kerajinan atau pemanfaatan lainnya. Pemanenan wol
domba dilakukan dengan cara mencukur wol. Pencukuran membutuhkan penanganan
ternak yang dapat mengakibatkan stress, sehingga diperlukan penelitian mengenai
pengaruh pencukuran terhadap tingkah laku Domba Garut. Selain itu pengukuran
pertumbuhan kembali wol setelah pencukuran perlu dilakukan untuk mengetahui
apakah setelah pencukuran wol tetap tumbuh normal. Penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi mengenai tingkah laku dan pertumbuhan wol setelah
pencukuran.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun
penulis berharap semoga penelitian ini memberikan informasi dan pengetahuan yang
bermanfaat bagi pembaca.

Bogor, Agustus 2011

Penulis

vii

DAFTAR ISI
RINGKASAN ................................................................................................
ABSTRACT ................................................................................................

i
iii

LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

v

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................ vi
KATA PENGANTAR ................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................ viii
DAFTAR TABEL ..........................................................................................

x

DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xii
PENDAHULUAN .........................................................................................

1

Latar Belakang ...................................................................................
Tujuan ................................................................................................

1
2

TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

3

Domba ................................................................................................ 3
Pencukuran Wol .................................................................................. 4
Wol ................................................................................................
5
Sifat-sifat Wol .................................................................................... 5
Laju Pertumbuhan dan Produksi Wol ................................................ Laju
6 Pertumbuhan dan Pr
Tingkah Laku ..................................................................................... 7
Tingkah Laku Domba .......................................................................... 8
Tingkah Laku Makan .............................................................. 8
Tingkah Laku Agonistic ......................................................... 9
Tingkah Laku Membuang Kotoran ........................................ 10
Kesejahteraan Hewan …………………………………………..
11
MATERI DAN METODE ............................................................................. 12
Lokasi dan Waktu ..............................................................................
Materi ................................................................................................
Prosedur .............................................................................................
Rancangan dan Anlisis Data ………….………………………...
Tingkah Laku Domba ............................................................
Pertumbuhan Wol ................................................................
HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................

12
12
12
16
16
16
19

Keadaan Umum .................................................................................. 19
Kondisi Ternak ................................................................
19
viii

Kondisi Lingkungan ...............................................................
Tingkah Laku Saat Pencukuran .........................................................
Tingkah Laku Satu Hari Sebelum dan Sesudah Pencukuran .............
Tingkah Laku Sesudah Pencukuran ...................................................
Tingkah Laku Jantan I0 .........................................................
Tingkah Laku Betina I0 .........................................................
Tingkah Laku Induk Kering .................................................
Produksi Wol ......................................................................................

19
20
22
28
28
31
34
36

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................

39
Kesimpulan ......................................................................................... 39
Saran ................................................................................................ 39

UCAPAN TERIMAKASIH ........................................................................... 40
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 41
LAMPIRAN ................................................................................................

44

ix

DAFTAR TABEL
Nomor

Halaman

1.

Ciri-ciri Fisik dan Fisiologis Dasar pada Domba ................................3

2.

Ukuran Diameter Wol pada Berbagai Bangsa Domba ................................
6

3.

Etogram atau Gambaran Tingkah Laku Domba dan
Kambing ................................................................................................
8

4.

Tingkah Laku Makan Harian Domba ................................................................
9

5.

Contoh Tabel Pengamatn Tingkah Laku Domba ................................14

6.

Rataan Suhu dan Kelembaban Udara Saat Penelitian ................................
20

7.

Rataan Frekuensi Tingkah Laku Domba Garut Saat
Pencukuran ................................................................................................
21`

8.

Rataan Frekuensi Tingkah Laku Jantan, Betina dan Induk
Kering Satu Hari Sebelum dan Satu Hari Sesudah
Pencukuran ................................................................................................
22

9.

Rataan Tingkah Laku Domba Garut Jantan I0 Setelah
28
Beberapa Minggu Pencukuran ................................................................

10.

Rataan Tingkah Laku Domba Garut Betina I0 Setelah
31
Beberapa Minggu Pencukuran ................................................................

11.

Rataan Tingkah Laku Domba Garut Induk Kering Setelah
Beberapa Minggu Pencukuran ................................................................
34

12.

Rata-rata Pertumbuhan Wol (Panjang, Diameter, dan Berat
Segar) Domba Garut pada Status Fisiologis yang Berbeda ................................
37

x

DAFTAR GAMBAR
Nomor

Halaman

1

Domba Garut Jantan ................................................................................................
4

2

Bagian Midside Tubuh Domba yang Dicukur untuk
Pengukuran Pertumbuhan Wol Domba................................................................
16

xi

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1.

Halaman
Analisis Pertumbuhan Berat Wol Domba pada Status
Fisiologis yang Berbeda ................................................................

45

2.

Analisis Diameter Wol Domba pada Status Fisiologis yang
Berbeda ................................................................................................45

3.

Analisis Panjang Wol Domba pada Status Fisiologis yang
Berbeda ................................................................................................ 45

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Domba Garut tipe pedaging merupakan salah satu bangsa domba yang
berkembang di Indonesia terutama di Jawa Barat. Domba Garut tipe pedaging selain
menghasilkan daging juga dapat menghasilkan wol yang lebih banyak dibandingkan
dengan domba lokal lainnya. Hal ini disebabkan Domba Garut berasal dari
persilangan antara Domba Merino (domba penghasil wool), domba lokal dan
Kaapstad yang berasal dari Afrika (Devendra dan McLorey, 1982). Tingginya
produksi wol Domba Garut tersebut maka memungkinkan untuk dilakukan
pemanenan wol, namun pencukuran wol di Indonesia belum dilakukan secara rutin
oleh semua peternak. Hal ini disebabkan sampai saat ini pencukuran wol di Indonesia
masih sebatas untuk keperluan sanitasi dan kesehatan ternak dari berbagai
ektoparasit. Sementara itu produksi wol memang jarang diukur karena umumnya wol
hasil pencukuran dibuang begitu saja karena penggunaan wol belum banyak
diketahui. Wol dapat dimanfaatkan untuk diolah sebagai bahan tambahan dalam
pembuatan papan partikel yang mampu meningkatkan kemampuan insulasi panas
dan absorpsi serta stabilitas dimensi papan partikel (Abid, 2010) dan berbagai produk
kerajinan lainnya yang memiliki nilai jual tinggi.
Teknik pencukuran wol domba selain dapat menghasilkan efek terhadap
penurunan ektoparasit diduga dapat menyebabkan perubahan terhadap tingkah laku.
Pencukuran diduga akan menyebabkan adanya perubahan tingkah laku normal
sehingga pengamatan tingkah laku Domba Garut saat, satu hari setelah dan beberapa
minggu setelah pencukuran perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh dari
pencukuran terhadap tingkah laku Domba Garut.
Pencukuran wol selain diduga berpengaruh terhadap tingkat kebersihan dan
tingkah laku juga diduga akan berpengaruh terhadap produksi wol. Wol akan tumbuh
kembali setelah dicukur meskipun bagian atas wol domba telah dipotong. Hal ini
karena batas pemotongan wol domba pada bagian pilary canal. Selain itu adanya
bagian dermal papilla yang dapat mensintesis protein yang menyebabkan terjadinya
pertumbuhan panjang bulu domba. Atas dasar hal tersebut sehingga pengukuran
pertumbuhan kembali wol Domba Garut setelah pencukuran perlu dilakukan.
Pertumbuhan wol dapat dilihat dari pertumbuhan panjang, pertumbuhan berat segar
1

dan diameter wol. Pertumbuhan wol kemungkinan akan berbeda pada status
fisiologis domba yang berbeda.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari perubahan (i). tingkah laku
Domba Garut sebelum, saat dan sesudah pencukuran wol. Pertumbuhan kembali wol
dalam pertumbuhan panjang, pertumbuhan berat segar, serta diameter wol domba
setelah pencukuran Domba Garut yang dipelihara secara semi intensif pada satatus
fisiologis yang berbeda.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Domba
Domba diperkirakan didomestikasi pada tahun 7.200 SM, pusat domba yang
pertama kali didomestikasi di daerah Asia Tengah dan Eropa Bagian Tenggara (Hart,
1985). Domba yang pertama kali di domestikasi adalah Ovis Orientalis yang
termasuk kedalam tipe domba penghasil wool. Menurut Ensminger (1991),
taksonomi domba yang ada di dunia saat ini adalah sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Philum

: Chordata

Class

: Mamalia

Ordo

: Arthiodactila

Family

: Bovidae

Genus

: Ovis

Spesies

: Ovis aries

Menurut Johnston (1983), domba merupakan hewan mamalia yaitu hewan
berdarah panas (warm blooded animal) dengan ciri fisik dan fisiologi dasar dapat
dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Ciri-ciri Fisik dan Fisiologis Dasar pada Domba
Aspek Fisik dan Fisiologis

Besar dan Lama

Temperatur tubuh rata-rata

40oC

Rata-rata jumlah denyut nadi

75-80 / menit

Rata-rata jumlah pernafasan

20-30 / menit

Siklus estrus

16 hari

Periode kebuntingan

147 hari

Litter size

1-3 ekor (normal), sampai 7 ekor

Umur dewasa kelamin
a. Pejantan

7 bulan

b. Betina

7 bulan

Waktu hidup alami

8-10 tahun

Sumber : Johnston (1983)

3

Devendra dan McLorey (1982) menyatakan Domba Garut merupakan hasil
persilangan antara domba lokal, Domba Kaap dan Domba Merino. Dijelaskan pula
bahwa ciri pengenal Domba Garut adalah sifat pembentukkan lemak pada pangkal
ekor, yang mengakibatkan ekor domba kelihatan lebar. Menurut Departemen
Pertanian (1995), Domba Garut mempunyai ciri-ciri khusus:
a. Jantan bertanduk besar, melengkung kebelakang berbentuk spiral, pangkal
tanduk kanan dan kiri hampir bersatu.
b. Betina sama sekali tidak mempunyai tanduk.
c. Bentuk telinga ada yang panjang, sedang dan pendek terletak dibelakang
pangkal tanduk. Banyak dijumpai yang berbentuk kecil, kuat dan agak
meruncing (ngadaun hiris), dan ada pula yang tidak berdaun telinga
(rumpung).
d. Ekor pendek dan pangkalnya agak besar.
e. Bobot tubuh dewasa jantan 60-80 kg dan betina 30-40 kg.
f. Warna wol bermacam-macam putih, hitam, coklat warna campuran (belangbelang) dari warna-warna tersebut.
g. Kualitas bulu relatif cukup baik dibandingkan bulu domba lokal lainnya.

Gambar 1. Domba Garut Jantan
Sumber : www.dombagarut.com

Pencukuran Wol
Menurut Williamson dan Payne (1978) warna dan ketebalan wol domba
merupakan mekanisme yang terjadi dalam adaptasi terhadap keadaan iklim. Wol
yang halus dan pendek akan menyebabkan ternak lebih toleran terhadap cuaca yang
4

panas. Selanjutnya dikatakan oleh Yeates et, al., (1975) bahwa bulu pendek, warna
terang, tekstur halus dan mengkilap akan meminimalkan penyerapaan panas oleh
tubuh ternak. Menurut Hafez (1968) mencukur wol domba dapat menurunkan
insulasi wol dan meningkatkan pelepasan panas oleh angin dan meningkatkan
kualitas semen pejantan pada musim panas.
Pencukuran wol domba biasa dilakukan oleh peternak rakyat untuk tujuan
menjaga kebersihan dan kesehatan ternak. Selanjutnya Tomazweska et, al., (1993)
menyatakan bahwa pencukuran akan menambah kenyamanan ternak dan penurunan
infasi ektoparasit pada ternak yang di kandangkan.
Wol
Serat wol umumnya mengandung dua lapisan sel yaitu sel epidermis dan sel
korteks, tetapi beberapa serat wol domba memiliki lapisan sel yang ketiga yaitu sel
medulla. Sel epidermis menutupi sebagian keratan-keratan longitudinal yang
berakhir diujung serat. Sel korteks yang tidak teratur merupakan penyebab terjadinya
crimp yaitu bentuk wol domba yang bergelombang dan berpengaruh terhadap sifat
elastis (Johnston, 1983). Sel medulla digambarkan sebagai bentuk globuler dan dapat
ditemukan sepanjang serat wol domba atau pada beberapa bagian serat wol. Serat
yang mengandung medulla umumnya kasar dan diameternya tidak sama. Serat wol
demikian sulit penanganannya karena elastisitasnya rendah (Ensminger, 1991).
Wol domba terdiri dari keratin yang juga merupakan bahan utama dari
rambut, kuku, tanduk dan wol. Keratin adalah komposisi dari asam-asam amino yang
mengandung sulfur. Unsur-unsur kimia dari keratin adalah Karbon 50%, Oksigen 2225%, Nitrogen 16-17% dan Sulfur 3-4% (Ensminger, 1991).
Sifat-Sifat Wol
Banyak sifat yang mempengaruhi wol, karakteristik utama wol yang
diinginkan dan harus diperhatikan oleh peternak adalah, berat segar, panjang,
kerapatan dan diameter wol. Karakteristik wol akan berbeda pada bangsa domba
yang berbeda dan individu yang berbeda (Ensminger, 1991).
Bobot Segar
Bobot segar wol domba adalah berat wol domba termasuk semua bahan lain
bukan wol domba yang terkandung dalam wol, seperti yolk dan kotoran bukan
5

rumput. Banyaknya kotoran yang terkandung dalam wol disebut sebagai penyusutan
wol. Penyusutan bobot segar terhadap bobot bersih sangat bervariasi yaitu antara 3075% dan rata-rata yang terjadi di Amerika Serikat adalah 52,3% (Ensminger, 1991).
Panjang Wol
Panjang wol merupakan masalah penting yang menjadi perhatian peternak
dan perusahaan pengolahan wol. Panjang wol juga berarti kemampuan produksi wol
dari seekor domba. Panjang wol dijadikan dasar dalam klasifikasi dan seleksi ternak
penghasil wool. Panjang wol sangat bervariasi antara 1-20 inci pertahun, rata-rata
pertumbuhan wol pada Domba Merino adalah 0,2 mm/hari. (Ensminger, 1991).
Diameter Wol
Diameter wol diartikan sebagai tingat kehalusan wol, digunakan sebagai
parameter dalam menseleksi domba penghasil wool dan digunakan pula dalam
klasifikasi wol. Wol domba dianggap baik kehalusannya jika memiliki diameter
17,70 µm ± 3,59 dan dikategorikan sebagai wol yang sangat kasar (kemp) jika
memiliki diameter lebih dari 40,20 µm. Tingkat kehalusan wol dijadikan dasar untuk
menentukan untuk apa wol domba tersebut akan digunakan seperti dikategorikan
untuk pakaian atau wol untuk karpet (Ensminger, 1991). Rataan diameter wol domba
pada berbagai bangsa domba dapat dilihat pada Tabel 2.
Table 2. Ukuran Diameter Wol Domba pada Berbagai Bangsa Domba
Bangsa Domba

Bulu Halus

Bulu kasar

Kemp/bulk

-----------------------------------mm----------------------------------Rambouillet

0,0118

0,0239

-

Southdown

0,0183

0,0273

-

Hampshire

0,0298

0,0272

-

Suffolk

0,0236

0,0351

-

Priangan

-

0,0310

0,0900

Merino

0,0117

0,0241

-

Sumber : Yeats et, al., 1975

Laju Pertumbuhan dan Produksi Wol
Laju pertumbuhan wol dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya bangsa,
umur, nutrisi dan lingkungan. Ensminger (1991) menyatakan, bahwa kualitas pakan
6

yang mempengaruhi pertumbuhan wol adalah pakan yang mengandung protein,
mineral, sulfur, dan energi, baik dalam bentuk konsentrat maupun hijauan. Menurut
Wiradarya (1989) pertumbuhan wol tidak dipengaruhi oleh tingkat protein ransum
akan tetapi dipengaruhi oleh tipe domba.
Faktor yang berpengaruh terhadap produksi wol diantaranya adalah bangsa,
jenis ternak dan lingkungan. Bangsa dan jenis ternak yang berbeda akan
menghasilkan produksi wol yang berbeda baik jumlahnya maupun kualitasnya.
Faktor lingkungan yang mempengaruhi meliputi iklim dan nutrisi.
Tingkah Laku
Ilmu yang mempelajari tingkah laku hewan disebut ethology, yang berasal
dari kata ethos yang berarti karakter atau alam dan logos yang berarti ilmu.
Mempelajari tingkah laku hewan berarti menentukan karakter hewan dan bagaimana
responnya terhadap lingkungan. Selama interaksi tersebut ternak akan menimbulkan
respon berupa tingkah laku terhadap lingkungan yang dihadapinya (Gonyou,1991).
Menurut Goin dan Goin (1978), perilaku suatu hewan dipengaruhi oleh beberapa
variabel seperti genetik, proses belajar dari pengalaman dan beberapa faktor
fisiologis termasuk kedalamnya umur dan jenis kelamin.
Menurut Prijono (1997), perilaku dapat diartikan sebagai ekspresi seekor
hewan yang dituangkan dalam bentuk gerakan-gerakan. Faktor yang mempengaruhi
perilaku dinamakan rangsangan (Tanudimadja dan Kusumamihardja, 1985). Menurut
Grier (1984) tingkah laku hewan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor dalam dan
faktor luar individu yang bersangkutan, faktor dalam antara lain hormon dan sistem
syaraf sedangkan faktor luar antara lain cahaya, suhu dan kelembaban.
Menurut Scott (1987), pola perilaku dikelompokkan kedalam sistem
informasi, yaitu kumpulan pola perilaku-perilaku yang memiliki satu fungsi umum.
Menurut Tinberger (1979), praktisnya tingkah laku dapat diartikan sebagai gerakgerik organisme untuk memenuhi rangsangan dalam tubuhnya dengan memanfaatkan
rangsangan dari lingkungannya. Terjadinya tingkah laku makan, disebabkan adanya
makanan (rangsangan dari lingkungan) dan adanya kebutuhan atau lapar (rangsangan
dari dalam). Demikian juga terjadinya tingkah laku kawin, disebabkan oleh adanya
rangsangan dari dalam, kemudian baru terjadi perkawinan jika ada rangsangan dari
lawan jenisnya.
7

Tingkah Laku Domba
Domba dapat melakukan berbagai tingkah laku untuk merespon rangsangan
yang diberikan, baik rangsangan dari dalam maupun dari luar tubuh domba tersebut.
Keseluruhan tingkah laku domba dan kambing dapat dilihat pada Tabel 3 yang
berbentuk etogram.
Tabel 3. Etogram atau Gambaran Tingkah Laku Domba dan Kambing.
Tingkah Laku

Gambaran Karakteristik

Ingestive

Merumput, makan tunas-tunas, mengunyah, menjilati garam,
minum, menyusui, mendorong dengan hidung.

Shelter Seeking

Bergerak kebawah pohon, kedalam kandang, berkumpul bersama
untuk menjauhkan lalat, saling berdesakkan pada saat keadaan
iklim dingin, membuat lubang ditanah dan berbaring.

Investigatory

Mengangkat kepala, mengarahkan mata, telinga dan hidung kearah
gangguan. Mencium domba atau benda lainnya.

Allelomimetic

Berjalan berlari merumput dan tidur bersama. Menumbuk
rintangan dengan kaki tegap bersamaan.

Agonistic

Mengkais, mendorong dengan bahu, menanduk, lari bersama dan
menerjang,

bunching,

lari,

kedinginan,

mendengus

dan

membungkukkan

punggung

dan

menghentakkan kaki.
Eliminatif

Posisi

buat

kencing,

membengkokkan kaki pada anak domba.
Care giving

Menjilati

dan

menggigit

membran

plasenta

pada

anak.

Membungkukkan punggung untuk memberikan anak menyusu,
menjilat anak domba mulai dari ekor. Mengembik atau berteriak
bila mana dipisahkan dari ternak lainnya.
Sexual

Perkawinan

Sumber : Hafez. et al., (1969)

Tingkah Laku Makan
Tingkah laku makan masing-masing ternak berbeda-beda tiap bangsa yang
berbeda. Ternak tidak dapat hidup tanpa makan dan minum. Peningkatan produksi
dapat dicapai jika ternak makan dengan baik sehingga memakan pakan lebih banyak,
(Ensminger, 2002). Tingkah laku makan diawali pada saat domba baru dilahirkan
8

yaitu suckling. Tingkah laku makan lain adalah merumput, makan pakan hasil
pemotongan atau penyimpanan dan konsentrat.
Cara makan pada domba di padang penggembalaan adalah dengan merenggut
rumput dengan bibir bagian atas hingga memotong bagian bawah rumput
(Ensminger, 2002). Selama siang hari domba dapat merumput hingga 4-7 kali,
dengan waktu merumput sekitar 9-11 jam dengan jangkauan wilayah mencapai 1-8
mil. Lama makan di padang penggembalaan berkaitan dengan periode terang dan
gelap, selain hal tersebut juga di pengaruhi oleh kualitas dan ketersediaan dari pakan
atau rumput (Frasser dan Broom, 1990). Tingkah laku makan lain adalah regurgitasi,
regurgitasi menurut Ensminger (2002) adalah proses mengunyah kembali pakan yang
dikeluarkan dari retikulorumen, kemudian dikunyah dengan bantuan saliva. Domba
melakukan ruminasi sebanyak 15 kali/hari dengan lama waktu per ruminasi sekitar
1-120 menit, sehingga dalam satu hari total waktu yang digunakan untuk ruminasi
adalah antara 8-10 jam. Tingkah laku makan harian domba di padang penggembalaan dapat dilihat pada Tabel 4:
Tabel 4. Tingkah Laku Makan Harian Domba
Karakter

Nilai rata-rata per hari

Periode merumput (kali)

4-7

Waktu total merumput (jam)

9-11

Periode ruminasi (kali)

15

Waktu total ruminasi (jam)

8-10

Lama per ruminasi (min)

1-120

Konsumsi air pada pastura kering (l)
Jarak yang ditempuh (km)

2-5
1,5-12

Sumber : Ensminger (2002)

Tingkah Laku Agonistic
Agonistic berasal dari kata latin yang berarti berjuang (WodzickaTomazweska et al., 1991). Selanjutnya dipaparkan, bahwa agonistic mempunyai
pengertian yang cukup luas menonjolkan postur, melakukan pendekatan, menakutnakuti, berkelahi dan terbang, juga meliputi seluruh tingkah laku yang ada
hubungannya dengan agresivitas, kepatuhan dan pertahanan. Hafez et, al., (1969)
menyatakan, agonistic merupakan suatu kegiatan mengais, menanduk, mendorong
9

dengan bahu. Lari bersama dan menerjang (menendang dan berkelahi, melarikan diri,
menanduk, pada kambing), bergerombol dan lari. Terlentang sambil tidak bergerak,
menggigil (pada anak yang masih muda) mendengus dan menghentakkan kaki pada
kambing.
Pola tingkah laku agonistic merupakan interaksi sosial antara satwa yang
dikategorikan beberapa tingkat konflik, yaitu dalam memperoleh makanan, pasangan
seksual dan perebutan wilayah istirahat dengan melakukan tindakkan yang bersifat
ancaman menyerang dan perilaku patuh (Hart,1985). Selanjutnya dikatakan pula
bahwa tingkah laku agonistic ini merupakan hal yang penting dalam menetapkan dan
mempertahankan hubungan dominan dan subordinat antara tingkatan sosial spesies.
Menurut, Wodzicka-Tomazweska et, al., (1991), jika sistem penggembalaan
dipadang rumput dengan sumber makanan dan air banyak tersedia, keadaan perilaku
dominan tidak begitu jelas terlihat, tetapi hal ini akan terlihat dengan nyata dan
penting pada keadaan berdesakkan.
Menurut Ensminger (1991), tingkah laku yang termasuk dalam tingkah laku
agonistic adalah berkelahi, berlari atau terbang dan tingkah laku lain yang
mempunyai hubungan dengan konflik. Hewan mamalia jantan memiliki tingkah laku
berkelahi lebih tinggi dibandingkan dengan betina, hal ini dipengaruhi oleh hormon,
terutama oleh hormon testosteron. Menurut Craig (1981), tingkah laku agonistic juga
dimiliki oleh hewan betina namun frekuensinya sangat kecil hal ini disebabkan
hewan betina juga dapat memproduksi hormon androgen yang dihasilkan oleh ovari
dan pituitary glan, namun jumlahnya tidak sebanyak yang diproduksi oleh jantan.
Menurut Frazer (1975), tingkah laku agonistic merupakan tingkah laku yang
memperlihatkan tingkah laku aktif dan pasif, tingkah laku aktif seperti berkelahi,
berlari atau terbang serta tingkah laku agresif. Menurut Ensminger (1991), tingkah
laku agonistic pada domba jantan diperlihatkan pada saat berkelahi dengan mundur
terlebih dahulu kemudian menyerang dengan cara menumbukkan kepalanya atau
tanduknya pada kepala lawan, domba akan terus berkelahi sampai salah satu dari
mereka berhenti dan menyerah, biasanya domba sebelum berkelahi akan mendengus.
Tingkah Laku Membuang Kotoran
Tingkah laku membuang kotoran berkaitan dengan usaha untuk mengeluarkan kotoran dan urin. Pada umumnya tingkah laku membuang kotoran ini terjadi
10

beberapa jam setelah makan maupun sedang makan. Tingkah laku membuang
kotoran ini dipengaruhi oleh pakan yang dimakan serta karakter fisiologis dari tiap
hewan tersebut (Hart, 1985). Tingkah laku membuang kotoran berbeda-beda diantara
hewan lainnya. Sapi, domba, ayam dan kambing memiliki tingkah laku yang
berbeda-beda, baik dalam bentuk feses dan urin yang berbeda dan cara pengeluarannya pun berbeda-beda (Taylor dan Field, 1977). Domba memiliki ciri khas
dalam bentuk fesesnya, yaitu berbentuk bulat. Domba membuang feses dan urin
dengan variasi postur yang berbeda, pada jantan cara pembuangan kotoran dilakukan
dengan cara berdiri tegak sedangkan pada betina saat akan membuang kotoran tubuh
bagian belakang dibungkukkan sehingga bagian belakang tubuhnya lebih rendah.
Kesejahteraan Hewan
Kesejahteraan hewan selalu dikaitkan dengan tingkatan stres yang diderita
oleh hewan. Stres sendiri didefinisikan sebagai respon yang tidak spesifik dari tubuh
terhadap setiap permintaan yang diminta darinya. Penyebab stres adalah kejadian
yang menghasilkan stres dan ketegangan atau siksaan sebagai efek akhirnya
(Wodzicka-Tomazweska et al.,1991). Appleby dan Hauges (1997), rasa sakit dan
senang merupakan elemen penting yang secara alami dapat digunakan sebagai
kriteria penilaian terhadap kesejahteraan pada hewan. Moss (1992) menyatakan,
hewan atau ternak dinyatakan sejahtera apabila, hewan atau ternak sehat dan bebas
dari luka, berproduksi secara normal dan tingkah laku yang diperlihatkan normal
Menurut peraturan dan undang-undang peternakan pasal 22 no 6 tahun 1967
untuk kepentingan kesejahteraan hewan, maka ditetapkan ketentuan-ketentuan
tentang tempat dan perkandangan, pemeliharaan dan perawatan, pengangkutan,
penggunaan dan pemanfaatan, cara pemotongan dan pembunuhan, perlakuan dan
pengayoman oleh manusia terhadap hewan atau ternak. Hewan atau ternak dikatakan
sejahtera apabila hewan atau ternak tersebut terpenuhi kebutuhan dasarnya, yang
meliputi bebas dari kelaparan, kehausan dan mal nutrisi. Mendapatkan kandang dan
tempat yang nyaman. Mendapatkan pencegahan atau diagnosa cepat, pengobatan
luka penyakit atau infasi parasit. Bebas dari perlakuan yang menyebabkan stress,
penderitaan dan kesakitan. Memperoleh kebebasan untuk bergerak sesuai dengan
pola perilaku hewan normal.
11

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini telah dilaksanakan di peternakan Domba Garut kerjasama PT.
Indocement Tunggal Prakasa dengan Fakultas Peternakan IPB, Desa Tajur,
Citeureup, Bogor, Serta di Laboratorium Teknologi Hasil Ternak. Penelitian
dilaksanakan pada bulan Agustus sampai dengan September 2010
Materi
Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini adalah 24 ekor Domba Garut
jantan dan betina, yang terdiri atas 8 ekor Domba Garut jantan berumur 0.5-1 tahun
(I0), 8 ekor Domba Garut betina berumur 0.5-1 tahun (I0), dan 8 betina induk kering
umur lebih dari 1 tahun (I1).
Peralatan dan Perkandangan
Peralatan yang digunakan meliputi pencatat waktu, thermohigrometer,
kamera, tali, label, kalung nomor leher, gunting cukur, pinset, mikroskop, jangka
sorong, timbangan digital, plastik, penggaris serta alat tulis. Kandang yang
digunakan adalah kandang kelompok tiap kelompok terdiri dari 5 ekor domba.
Kandang berbentuk panggung yang terbuat dari papan kayu dan atap berupa genting
dengan model atap monitor.
Pakan
Pakan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pakan yang biasa
digunakan di peternakan ini yaitu dua jenis pakan. Pada saat domba di kandangkan
pakan yang diberikan adalah pakan konsentrat komersial, diberikan pada pagi hari
pukul 08.00 WIB. Padang penggembalaan yang digunakan untuk menggembalakan
Domba Garut disiang hari merupakan padang rumput Brachiaria humidicola. Domba
digembalakan pada siang hari pukul 13.00 WIB sampai 16.00 WIB. Domba di
kandangkan kembali setelah pukul 16.00 WIB dan diberi konsentrat kembali.
Prosedur
Ternak dikelompokkan sesuai dengan status fisiologis ternak tersebut,
kemudian dilakukan penimbangan bobot badan domba. Penimbangan dilakukan
12

untuk mengetahui keseragaman bobot badan Domba Garut tersebut. Identifikasi
domba dilakukan dengan memberi nomor kalung leher dengan warna yang berbeda
tiap status fisiologis yang berbeda. Pencukuran domba dilakukan pada empat domba
jantan I0, betina I0 dan induk kering. Pencukuran dilakukan pada pagi hari pukul
08.00-12.00 WIB. Pencukuran diawali pada domba jantan I0, kemudian dilanjutkan
domba betina I0 dan terakhir induk kering.
Pengambilan data dibagi menjadi dua bagian yaitu bagian pertama adalah
pengambilan data tingkah laku dan kedua adalah pengambilan data pertumbuhan
wol.
Pengambilan Data Tingkah Laku
Pengamatan tingkah laku dilakukan dengan mengamati tingkah laku Domba
Garut di kandang sebelum, saat, satu hari sesudah dan beberapa minggu sesudah
pencukuran Domba Garut jantan I0, betina I0 dan induk kering yang dipelihara secara
semi intensif. Pengamatan tingkah laku dibagi menjadi empat tahap yaitu,
a. Tahap pertama pengamatan tingkah laku Domba Garut satu hari sebelum
pencukuran, dilakukan di kandang kelompok tiap kandang terdiri dari 5 ekor
domba. Pengamatan dilakukan di kandang pada saat pagi hingga siang hari
(pukul 09.00-12.00 WIB). Pengamatan tingkah laku Domba Garut saat di
kandang dilakukan tiap ekor selama 10 menit dan jeda antara pengamatan
individu yang berbeda adalah 5 menit.
b. Tahap kedua adalah pengamatan tingkah laku pada saat pencukuran.
Pengamatan dilakukan selama pencukuran berlangsung dari mulai hingga
pencukuran selesai. Semua tingkah laku yang muncul selama pencukuran
diamati. Pencukuran domba dilakukan pada pagi hingga siang hari pukul
08.00-12.00 WIB.
c. Pengamatan tahap ketiga dilakukan satu hari setelah pencukuran wol domba.
Pengamatan dilakukan di kandang kelompok tiap kandang terdiri dari 5 ekor
domba. Pengamatan dilakukan di kandang pada saat pagi hingga siang hari
(pukul 09.00-12.00 WIB). Pengamatan tingkah laku Domba Garut saat di
kandang dilakukan tiap ekor selama 10 menit dan jeda antara pengamatan
individu yang berbeda adalah 5 menit
d. Pengamatan tingkah laku tahap keempat adalah pengamatan tingkah laku
13

Domba Garut setelah satu, dua, tiga dan empat minggu setelah pencukuran.
Pengamatan dilakukan pada pukul 09.00-12.00 WIB. Pengamatan tingkah
laku Domba Garut saat di kandang dilakukan tiap ekor selama 10 menit dan
jeda antara pengamatan individu yang berbeda adalah 5 menit
Pengamatan tingkah laku Domba Garut dilakukan menggunakan metode one
zero sampling (Altman, 1973) yaitu diberikan nilai 1 (satu) apabila domba
melakukan tingkah laku ingestive, agonistic, membuang kotoran, merawat diri, dan
vokalisasi serta diberi nilai nol apabila domba tidak melakukan tingkah laku tersebut.
Nilai 1 diberikan apabila domba mulai melakukan suatu tingkah laku hingga domba
tersebut melakukan tingkah laku lain. Tabel 5 menunjukkan contoh form pengamatan
yang digunakan untuk pengamatan tingkah laku.
Tabel 5. Contoh Tabel Pengamatan Tingkah Laku Domba
No Domba……
Tingkah Laku

……………………..0-10 menit………………...

Agonistic

1

0

0

0

0

1

1

0

1

0

0

4

Ingestive

0

1

1

0

0

0

0

0

0

0

1

3

Membuang kotoran

0

0

0

0

0

0

0

1

0

1

0

2

Merawat diri

0

0

0

1

1

0

0

0

0

0

0

2

Vokalisasi

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

1

Total

Peubah-peubah yang diamati pada pengamatan tingkah laku Domba Garut
saat di kandang adalah sebagai berikut:
1.

Tingkah laku Melawan (agonistic), yaitu perilaku agresivitas yang mengarah
pada pertentangan atau temperamental pada seekor domba yang diperlihatkan
dengan cara menumbukkan tanduk, menghentakkan kaki dan mendengus. Nilai
1 diberikan pada tingkah laku agonistic apabila domba tersebut melakukan salah
satu dari tingkah laku agonistic sampai tingkah laku agonistic tersebut selesai.

2.

Tingkah laku makan (ingestive), yaitu tingkah laku mengkonsumsi pakan baik
dalam bentuk padatan maupun cairan serta tingkah laku ruminasi yaitu suatu
proses memamah kembali makanan yang berasal dari lambung dan masih kasar
kemudian dikeluarkan lagi dan dikunyah di mulut, kemudian ditelan kembali.
Nilai satu diberikan pada poin ingestive apabila domba mulai menunjukkan
14

tingkah laku ingestive dan diberi nilai 0 apabila domba telah melakukan tingkah
laku yang lain.
3.

Tingkah laku membuang kotoran (eliminatif), yaitu perilaku membuang kotoran
baik feses maupun urin. Nilai 1 diberikan apabila domba terebut melakukan
tingkah laku membuang feses atau urin dan diberi nilai 0 apabila domba telah
berhenti melakukan tingkah laku tersebut.

4.

Tingkah laku merawat diri (care giving), yaitu perilaku domba memelihara atau
merawat tubuhnya yang ditunjukkan dengan menjilati tubuhnya dan domba lain,
menggaruk tubuhnya serta menggosok tubuhnya sendiri kedinding kandang
(auto self grooming) ataupun saling menjilati (social grooming). Nilai 1
diberikan apabila domba melakukan tingkah laku merawat diri dan diberikan
nilai 0 apabila domba telah selesai melakukan tingkah laku tersebut.

5.

Vokalisasi, yaitu tingkah laku mengeluarkan suara. Nilai 1 diberikan apabila
domba melakukan tingkah laku vokalisasi dan diberikan nilai 0 apabila domba
telah selesai melakukan tingkah laku tersebut.

Pengambilan Data Pertumbuhan Wol
Pengukuran pertumbuhan wol dilakukan setelah domba dicukur. Domba
yang telah dicukur kemudian bagian midside sebelah kanan seluas 5x5 cm dicukur
kembali hingga bersih untuk mengetahui pertumbuhan wol (pertumbuhan berat segar
dan pertumbuhan panjang wol). Saat pencukuran pertama wol dibuang, setelah umur
pertumbuhan berumur empat minggu (28 hari) dilakukan pencukuran kedua pada
bagian midside yang telah dicukur tersebut, wol diambil dan di masukkan dalam
plastik berlabel sebagai bahan untuk pengukuran pertumbuhan wol (Yeates, 1975).
Pertumbuhan wol diukur dengan mengambil empat helai wol secara acak. Peubah
yang diamati dalam pertumbuhan wol adalah sebagai berikut :
Pertumbuhan dalam panjang wol. Dari setiap domba diambil masing-masing
empat helai wol yang diperoleh dari hasil pencukuran pada bagian midside. Masingmasing wol dilakukan pengukuran panjang wol dengan menggunakan jangka sorong
skala mm dengan ketelitian 0,1 mm.
Pertumbuhan Panjang wol = L28(mm)
28 hari
Keterangan : L28 = panjang wol selama umur 28 hari dalam mm
15

Pertumbuhan dalam bobot segar wol. Wol hasil pencukuran seluas 5x5 cm di
bagian midside yang dilakukan setelah umur pertumbuhan 28 hari ditimbang di
Laboratorium Teknologi Hasil Peternakan Fakultas Peternakan IPB, menggunakan
timbangan digital skala 0,01 mg.
Pertumbuhan dalam bobot segar dapat dihitung dengan rumus :
Pertumbuhan dalam bobot segar = W28 (g)/25cm2
28 hari
Keterangan W28 = berat wol selama umur 28 hari dalam gram

Gambar 2. Bagian Midside Tubuh Domba yang Dicukur untuk Pengukuran
Pertumbuhan Domba
Diameter wol domba kasar dan wol domba halus. Pengukuran diameter wol
domba dilakukan dengan menggunakan mikroskop yang dilengkapi dengan skala
mikrometer. Wol yang diambil dari bagian midside kemudian diambil empat helai
kemp dan empat helai wol halus kemudian dilakukan pengukuran pada kemp (wol
kasar) dan wol halus. Pengukuran dilakukan dengan cara memotong wol kemudian
diukur diameternya menggunakan Mikroskop Mikrometer. Satuan yang digunakan
pada pengukuran ini adalah µm.
Data Kelembaban dan Suhu Lingkungan
Peubah-peubah lain yang diamati sebagai data pendukung adalah mengukur
dan mencatat suhu dan kelembaban di lingkungan kandang menggunakan alat
thermohigrometer. Pencatatan dilakukan pada pagi, siang dan sore hari.
16

Rancangan dan Analisis Data
a. Tingkah Laku Domba
Data tingkah laku dianalisis menggunakan analisis Deskriptif, yaitu dengan
menjelaskan tingkah laku yang dilakukan oleh domba. Data yang dianalisis dibagi
menjadi tiga percobaan yaitu:
1. Percobaan pertama yaitu membandingkan antara tingkah laku Domba Garut
jantan I0, betina I0 dan induk kering yang muncul saat pencukuran.
2. Percobaan dua yaitu membandingkan antara tingkah laku Domba Garut satu
hari sebelum dan satu hari sesudah pencukuran pada jantan I0, betina I0 dan
induk kering.
3. Percobaan tiga yaitu membandingkan antara tingkah laku Domba Garut yang
dicukur dengan Domba Garut yang tidak dicukur pada minggu satu, dua, tiga
dan empat setelah pencukuran untuk melihat perubahan tingkah laku setelah
bbeberapa minggu pencukuran. Serta membandingkan antara minggu satu,
dua, tiga dan empat masing-masing pada domba yang dicukur dan tidak
dicukur.
b. Pertumbuhan Wol
Rancangan yang digunakan untuk menganalisis pertumbuhan wol, adalah
Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan tiga taraf perlakuan yaitu status fisiologis
(jantan I0 betina I0 dan induk kering I1).
Model yang digunakan menurut Mattjik dan Sumertajaya (2002) adalah
sebagai berikut:
Yij

= µ + αi + εij

Keterangan :
Yij

: Nilai pengamatan dari perlakuan status fisiologis ke-i dan
ulangan ke-j

µ

: Nilai tengah umum

αi

: Pengaruh status fisiologis pada level ke-i

εij

: Pengaruh galat percobaan perlakuan ke-i pada ulangan ke-j

i

: Perlakuan ke-i

j

: Ulangan ke-j
17

Data Pertumbuhan wol dianalisis menggunakan ANOVA untuk mengetahui
pengaruh perlakuan. Jika perlakuan berpengaruh nyata terhadap peubah yang diamati
maka dilakukan uji lanjut Tukey.

18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum
Kondisi Ternak
Ternak yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 24 ekor Domba
Garut, milik PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk. yang terdiri atas tiga kelompok
yaitu jantan I0, betina I0 dan induk kering. Jantan I0 dan betina I0 yang digunakan
berumur lebih dari 6 bulan. Jantan dan betina I0 keturunan dari induk yang
dikawinkan di peternakan tersebut. Induk kering merupakan domba yang telah
melahirkan dan telah menyapih anaknya serta belum bunting kembali. Domba induk
kering yang digunakan berumur lebih dari 1 tahun. Domba yang terdapat di
peternakan ini berasal dari daerah Wanaraja Garut dan sekitarnya. Domba Garut
yang dipelihara terdiri atas 15 ekor domba pejantan, 100 ekor domba betina dan 150
ekor domba anakan.
Kondisi Lingkungan
Lahan yang digunakan di peternakan ini adalah lahan bekas penambangan
bahan baku semen, sehingga lahan yang dijadikan kebun rumput sangatlah kering
dan tidak terdapat pepohonan yang tinggi. Luas lahan yang digunakan sebagai
peternakan ini adalah 4 ha yang digunakan untuk kandang, mess, gudang dan padang
penggembalaan yang ditanami rumput Brachiaria humidicola. Domba dipelihara
dengan sistem semi intensif, dan di kandangkan berkelompok. Kandang yang
terdapat di peternakan ini dibagi menjadi 4 kelompok yaitu kandang pejantan,
kandang induk dan anak, kandang induk dan kandang isolasi. Kandang isolasi
digunakan untuk memisahkan ternak yang sakit, agar tidak menular ke ternak yang
lain. Kandang jantan berbentuk kandang individu dan dibuat berhadap-hadapan antar
ternak yang satu dengan yang lainnya. Kandang induk dan anak, dan induk satu
kandang terdapat 20 petak yang tiap petak berisi 5-7 ekor domba dewasa. Satu petak
kandang berukuran 2,5 x 3 m. Kandang terbuat dari papan kayu dan bagian lantai
kandang terbuat dari bilah bambu dengan jarak 2-3 cm. Model atap kand