Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan

PERSENTASE RENDEMEN BERAT WOL DOMBA GARUT
DAN DOMBA BATUR SELAMA PROSES PENGOLAHAN
SERTA KUALITAS BENANG YANG DIHASILKAN

DAROJAT ULIL AMRI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persentase Rendemen
Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta
Kualitas Benang yang Dihasilkan adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2014
Darojat Ulil Amri
NIM D14090112

ABSTRAK
DAROJAT ULIL AMRI. Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan
Domba Batur Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan.
Dibimbing oleh MOHAMAD YAMIN dan TOTONG.
Wol pada domba lokal merupakan produk sampingan domba yang dapat
dimanfaatkan untuk beberapa produk kerajinan. Tujuan dari penelitian ini adalah
untuk mempelajari rendemen berat wol selama pengolahan dan kualitas
benangnya. Parameter yang diamati adalah rendemen berat wol tahap penyortiran,
pencucian, pemisahan, penyisiran dan pemintalan serta kualitas benang, yaitu
kekuatan dan kemuluran. Penelitian ini menggunakan uji T. Pengulangan
dilakukan sebanyak 5 kali untuk pengamatan rendemen berat wol saat
pengolahan, 2 kali untuk kekuatan dan kemuluran benang wol domba garut dan 5
kali untuk kekuatan dan kemuluran benang wol domba batur. Hasil penelitian

menunjukkan bahwa rendemen berat wol domba antar bangsa domba garut dan
domba batur tidak berbeda nyata kecuali pada pemintalan yang cenderung nyata.
Kualitas benang juga tidak berbeda nyata pada kedua bangsa domba ini kecuali
pada kemuluran yang cenderung berbeda nyata. Perbedaan bangsa domba tidak
berpengaruh pada rendemen wol dan kualitas benangnya sehingga wol domba
garut dapat dimanfaatkan untuk diolah menjadi benang seperti wol domba batur.
Kata kunci: domba batur, domba garut, kualitas benang, rendemen berat wol

ABSTRACT
DAROJAT ULIL AMRI. Wool Weight Yield Percentage of Garut and Batur
Sheep During Processing and its Yarn Quality. Supervised by MOHAMAD
YAMIN and TOTONG.
The wool of local sheep is still a by-product that can be used for some craft
products. The aims of this research were to study the wool weight yield during the
processing and to know quality of the wool yarn. Parameters were consisted of
wool weight yield percentage during sorting I, washing, sorting II, carding and
during spinning, and the quality of yarn, i.e, strength and elongation of the yarn.
This research used the T-test analysis. There were 5 repetitions for observed wool
weight yield during the process; 2 repetitions for strength and elongation of the
wool yarn from garut sheep; and 5 repetitions for strength and elongation of the

wool yarn from batur sheep. The results showed that percentage of wool weight
yield from garut and batur sheep was not significantly different, except for the
yield in spin stage that tended to be different. The yarn quality was statistically
similar between two types of wool, but for the elongation they tended to be
different. Sheep breed difference was not significant on wool weight yield and
yarn quality. It is concluded that wool of garut sheep can be processed to make
yarn, as same as wool of batur sheep.
Key words: batur sheep, garut sheep, wool weight yield, yarn quality

PERSENTASE RENDEMEN BERAT WOL DOMBA GARUT
DAN DOMBA BATUR SELAMA PROSES PENGOLAHAN
SERTA KUALITAS BENANG YANG DIHASILKAN

DAROJAT ULIL AMRI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan


DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur
Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan
Nama
: Darojat Ulil Amri
NIM
: D14090112

Disetujui oleh

Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc
Pembimbing I

Diketahui oleh


Prof Dr Ir Muladno, MSA
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

Totong, AT MT
Pembimbing II

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah wol domba,
dengan judul Persentase Rendemen Berat Wol Domba Garut dan Domba Batur
Selama Proses Pengolahan serta Kualitas Benang yang Dihasilkan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Mohamad Yamin, MAgrSc dan
Totong, AT MT selaku pembimbing yang telah banyak memberi saran dalam
proses penelitian dan penulisan skripsi ini. Di samping itu, penghargaan penulis
sampaikan kepada Bapak Haji Yudi dari peternakan domba di Garut, Bapak
Mishat dari peternakan domba di Batur dan Ibu Euis yang telah membantu selama

pengumpulan data. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman satu
tim penelitian saya (Aang Hudaya, Dhini Nova Widyasari dan Kiki Umizakiah)
serta teman-teman lainnya yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan
penelitian ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakakkakak dan adikku serta seluruh keluarga, atas segala doa, semangat dan kasih
sayang yang telah diberikan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014
Darojat Ulil Amri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
METODE
Waktu dan Tempat
Bahan

Alat
Prosedur
Analisis Data
Parameter yang Diamati
HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen
Kekuatan dan Kemuluran Benang
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
viii
1
1
2
2
2

2
2
3
3
4
4
7
7
9
11
12
13
14

DAFTAR TABEL
1 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat
pembersihan
2 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat
penggabungan
3 Kekuatan dan kemuluran benang wol


7
8
10

DAFTAR GAMBAR
1 TensoLab Strength Tester alat uji kekuatan dan kemuluran benang
2 Cara pengujian kekuatan dan kemuluran benang

3
6

DAFTAR LAMPIRAN
1 Persentase rendemen berat wol domba saat pengolahan menjadi benang
2 Kualitas benang wol dari bangsa domba garut dan domba batur

13
14

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara terbesar di Asia Tenggara dalam
bidang peternakan. Banyak jenis ternak yang dibudidayakan di negara ini, salah
satu ternak tersebut adalah domba. Populasi ternak ini sangat banyak di Indonesia,
yaitu mencapai 14 560 juta ekor pada tahun 2013. Populasi domba tersebut setiap
tahun selalu mengalami peningkatan, rata-rata peningkatan pupulasi domba dari
tahun 2003 hingga 2013 mencapai 6.48% per tahun (Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan 2013). Peningkatan ini menunjukkan bahwa masyarakat
Indonesia sangat membutuhkan jenis ternak ini. Domba mempunyai peran yang
sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Produk utama usaha
domba di Indonesia adalah daging. Disamping itu sebagai hasil ikutan ternak,
domba juga menghasilkan kulit dan bulu domba (wol).
Peternak umumnya masih menganggap bahwa bulu domba tidak bermanfaat
dan dibuang begitu saja sehingga dapat menyebabkan pencemaran lingkungan
karena bulu domba mengandung keratin yang sulit untuk didegradasi. Peternak
belum banyak mengetahui bahwa bulu domba memiliki nilai ekonomis yang
cukup tinggi jika dimanfaatkan dengan baik. Bulu domba dapat dipintal dan
menghasilkan benang wol. Pemanfaatan bulu domba tersebut belum banyak
dilakukan karena keterbatasan pengetahuan peternak.
Wol merupakan salah satu hasil dari ternak domba yang sangat potensial

untuk dimanfaatkan. Wol dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan tekstil.
Wol telah memberi peran bagi dunia tekstil sejak beberapa abad lalu karena
karakteristik unik yang dimilikinya (elastis, ringan, tahan lama, kuat, tahan api
dan dapat menahan panas). Serat wol memiliki sifat-sifat yang sangat bagus
sehingga memungkinkan wol dapat bersaing dengan serat lain sebagai bahan
utama pembuatan barang tekstil (Nuruddin 2006).
Negara-negara maju yang memiliki bangsa domba dengan tipe wol
memanfaatkan wol domba sebagai produk utama hasil ternak tersebut. Bulu
domba di Indonesia memiliki karakter berbeda dengan domba tipe wol. Domba di
Indonesia umumnya memiliki bulu yang jumlahnya lebih sedikit dan bulunya
tidak halus dengan diameter besar. Domba di Indonesia umumnya memiliki
karakter bulu yang rata-rata diameternya antara 26-65 µm (Gatenby 1991). Wol
domba lokal cenderung lebih kasar, kecuali pada domba lokal yang berasal dari
persilangan dengan domba tipe wol. Masyarakat Indonesia mulai
mengembangkan domba-domba penghasil wol dengan cara persilangan. Domba
tipe wol dari negara lain seperti domba merino mulai banyak disilangkan dengan
domba lokal di Indonesia sehingga saat ini di negara ini sudah lebih mudah untuk
mendapatkan domba dengan tipe wol.
Mutu produk kerajinan berbahan wol selama ini masih sangat bervariasi
terutama dalam hal kebersihan, warna dan bau yang muncul. Pengembangan
teknik pembersihan dalam pengolahan belum banyak dilakukan, padahal hal ini
akan sangat membantu untuk meningkatkan mutu produk tenunan wol, terutama
yang berkaitan dengan kebersihan, warna dan bau produk (Nuruddin 2006).

2
Ketidakseragaman hasil tenunan wol tersebut mengakibatkan bulu domba di
Indonesia hanya cocok digunakan sebagai bahan pembuatan produk non sandang.
Penelitian bidang ini di Indonesia masih sangat terbatas. Penelitian yang
telah dilakukan oleh Syamyono (2002) menunjukkan hasil benang wol dari domba
garut memiliki kualitas yang cukup baik, padahal domba jenis ini bukan
merupakan domba tipe wol. Oleh karena itu, akan dilakukan penelitian tentang
bulu domba yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk benang wol dari domba lokal
jenis wol (domba batur) dengan domba lokal bukan tipe wol (domba garut) yang
telah diteliti sebelumnya untuk dibadingkan kualitas yang dihasilkan. Penelitian
ini dilakukan agar diketahui keuntungan dan efisiensi pengolahan hasil ikutan
ternak domba persilangan di Indonesia.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan: (1) menguji persentase rendemen berat bulu domba
garut dan domba batur selama dilakukan pengolahan menjadi benang, (2) menguji
kualitas benang yang dihasilkan dari pengolahan wol kedua bangsa domba
tersebut.

Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi pengkajian persentase rendemen wol
saat pengolahan dan kualitas benang yang dihasilkan dari pengolahan tersebut.
Penelitian ini dibatasi pada subjek domba garut dengan domba batur.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian dilakukan pada bulan Juni 2013 hingga bulan November 2013.
Lokasi penelitian di Peternakan Domba di Kabupaten Garut dan Banjarnegara,
Laboratorium Teknologi Hasil Ternak Fakultas Peternakan IPB dan Laboratorium
Evaluasi Fisika Tekstil Sekolah Tinggi Teknologi Tekstil Bandung.

Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah bulu domba garut
dan domba batur. Bulu ini diperoleh dari hasil pencukuran domba tersebut yang
terdiri dari 5 ekor domba betina garut dan 5 ekor domba betina batur. Domba yang
digunakan berumur sekitar 11-12 bulan. Bahan kimia yang digunakan saat
pemintalan adalah detergen dan desinfektan.

3
Alat
Alat yang digunakan untuk pencukuran sampai pembuatan benang wol dan
pengamatannya adalah pencukur bulu elektrik, kantong plastik, carder (hand
carder dan drum carder), alat pintal, ember plastik, pengaduk, gunting, alat uji
kekuatan dan mulur (Tensolab Strength Tester) (Gambar 1) serta timbangan
digital.

Gambar 1 TensoLab Strength Tester alat uji kekuatan dan kemuluran benang

Prosedur
Metode pembuatan benang wol yang pertama dilakukan adalah persiapan
bahan utama, yaitu bulu domba yang didapatkan dari hasil pencukuran domba
garut dan domba batur. Bulu atau wol yang telah dicukur kemudian dimasukkan
ke dalam kantong plastik berlabel sesuai bangsanya. Wol hasil pencukuran
tersebut kemudian ditimbang untuk mengetahui produksi wol yang dihasilkan dan
selanjutnya dibuat benang (Yamin et al. 1994).
Proses Pembuatan Benang
Prosedur pengolahan bulu domba menjadi benang yang dilakukan menurut
Yamin dan Rahayu (2012) adalah sebagai berikut:
Penyortiran. Pembuatan benang wol yang harus dilakukan adalah bulu domba
hasil pencukuran harus dibersihkan. Wol tersebut dibersihkan atau disortir dari
kotoran-kotoran yang menempel pada bulu tersebut seperti feses, daun, rumput
kering, tanah dan biji-bijian (Syamyono 2002). Wol yang telah disortir kemudian
ditimbang untuk mendapatkan berat wol sortir I.
Pencucian. Wol setelah disortir kemudian direndam dalam air bersih selama 24
jam. Wol yang telah direndam kemudian dibilas lagi dengan air bersih. Rendam
lagi wol yang telah dibilas dengan menggunakan cairan deterjen (100 g detergen

4
per 10 L air) selama 2-3 jam. Bilas kembali wol tersebut menggunakan air bersih.
Bulu domba kemudian dicelupkan ke dalam larutan desinfektan sebanyak (10 cc
per 10 L air). Keringkan bulu yang telah didesinfektan dengan cara diperas lalu
dijemur sampai kering. Penjemuran dilakukan di luar ruangan dengan
menggunakan sinar matahari langsung. Wol kering kemudian ditimbang.
Pemisahan. Wol yang telah kering setelah penjemuran kemudian dibersihkan
kembali dari kotoran-kotoran yang menempel saat penjemuran. Pembersihan bulu
domba tersebut dilakukan dengan cara disuir-suir. Wol kemudian ditimbang
kembali untuk mendapatkan berat wol sortir II.
Penyisiran. Wol yang telah bersih kemudian disisir dengan alat hand carder dan
dilanjutkan dengan drum carder beberapa kali sehingga didapatkan 2 lembaran
bulu berserat yaitu lembaran serat pendek dan lembaran serat panjang. Wol
kemudian ditimbang kembali untuk mendapatkan jumlah rendemen berat wol
setelah penyisiran.
Pemintalan. Lembaran wol kemudian dipintal dengan menggunakan alat pintal
sampai terbentuk benang mentah atau benang tunggal. Benang tunggal diukur
panjangnya. Benang tersebut kemudian dipintal lagi hingga menjadi benang gintir
atau plied yarn. Benang gintir diukur panjangnya dan kemudian ditimbang untuk
mendapatkan berat benang wol hasil pemintalan.

Analisis Data
Perbandingan persentase rendemen berat wol saat diolah serta kualitas
benang yang dihasilkan dari bangsa domba yang berbeda diolah menggunakan uji
T dengan contoh bebas (independent samples test) (Walpole 1995). Setiap
perlakuan mendapat ulangan sebanyak 5 kali, kecuali pada uji kekuatan dan
kemuluran benang wol domba garut (dilakukan sebanyak 2 kali). Model
matematika yang akan digunakan:
̅

Keterangan:
̅
: rata-rata pengukuran 1
̅
: rata-rata pengukuran 2
Sp
: standar deviasi
n1
: jumlah data 1
n2
: jumlah data 2



̅

Parameter yang Diamati
Produksi Wol Segar
Wol domba garut memiliki masa pertumbuhan lebih lama daripada wol
domba batur. Wol domba garut rata-rata dicukur satu tahun sekali sedangkan wol
domba batur dicukur tiga bulan sekali. Produksi wol segar diperoleh dari
penimbangan wol setelah pencukuran. Wol yang dicukur langsung ditimbang

5
tanpa dipisahkan dari kotoran atau lemak terlebih dahulu. Produksi wol dihitung
berdasarkan banyaknya wol yang dihasilkan dari setiap ekor masing-masing
bangsa dan jenis kelamin.
Rendemen selama Proses Pengolahan
Penyortiran I. Rendemen dari hasil penyortiran didapatkan dengan mengukur
berat wol hasil penyortiran I. Berat wol hasil penyortiran I didapatkan setelah
melalui proses penyortiran I.

Keterangan:
RWSor = Rendemen wol hasil penyortiran I (%)
WS
= Berat wol segar (g)
WSor = Berat wol hasil penyortiran I (g)

Pencucian. Rendemen dari hasil pencucian didapatkan dengan mengukur berat
wol hasil pencucian. Berat wol hasil pencucian ini didapatkan setelah melalui
proses pencucian.

Keterangan:
RWCu = Rendemen wol hasil pencucian (%)
WCu = Berat wol hasil pencucian (g)

Pemisahan. Rendemen dari hasil pemisahan didapatkan dengan mengukur berat
wol hasil pemisahan. Berat wol hasil pemisahan didapatkan setelah wol melalui
proses penyortiran II atau pemisahan (suir-suir).

Keterangan:
RWPis = Rendemen wol hasil pemisahan (%)
WPis = Berat wol hasil pemintalan (g)

Penyisiran. Rendemen dari hasil penyisiran didapatkan dengan mengukur berat
wol hasil penyisiran. Berat wol hasil penyisiran didapatkan setelah wol melalui
proses penyisiran dengan menggunakan alat hand carder dan drum carder.

Keterangan:
RWSi = Rendemen wol hasil penyisiran (%)
WSi
= Berat wol hasil penyisiran (g)

Pemintalan. Rendemen dari hasil pemintalan didapatkan dengan mengukur berat
wol hasil pemintalan. Berat wol hasil pemintalan didapatkan setelah wol melalui
proses pemintalan dengan menggunakan alat jantra sehingga didapatkan benang
tunggal. Selanjutnya dilakukan pemintalan kedua hingga didapat benang ganda.

6

Keterngan:
RWPin = Rendemen wol hasil pemintalan (%)
WPin = Berat wol hasil pemintalan (g)

Kekuatan dan Kemuluran Benang
Menurut SNI 7650 (2010), kekuatan benang adalah perbandingan beban
putus dengan nomor benang. Syamyono (2002) menjelaskan bahwa beban putus
adalah kekuatan atau gaya maksimal yang diberikan benang untuk menahan beban
saat ditarik hingga benang tersebut putus. Kekuatan benang diketahui dengan
melihat nomor benang terlebih dahulu. Menurut SNI ISO 2060 (2010), nomor
benang dihitung berdasarkan panjang dan berat contoh uji yang sesuai. Pengujian
nomor benang dilakukan dengan menggunakan sistem langsung, yang
menyatakan kekasaran atau kehalusan benang dalam berat per satuan panjang
(linier density, sering disebut yarn count atau yarn titre) (SNI ISO 1144 2010).
Kekuatan dapat dinyatakan dalam tenacity (tegangan spesifik), yaitu kekuatan
tarik benang yang dinyatakan dalam gaya per kehalusan contoh uji. Menurut SNI
7650 (2010), kemuluran adalah pertambahan panjang contoh uji sampai putus
pada uji kekuatan tarik. Berikut ini adalah rumus untuk menghitung kekuatan dan
kemuluran benang :

Uji kekuatan dan kemuluran benang wol dilakukan di Laboratorium
Evaluasi Fisika Tekstil Sekolah Tinggi Tekstil Bandung. Benang yang diuji
adalah benang hasil olahan bulu domba dari dua bangsa (domba garut dan domba
batur). Pengukuran benang dilakukan sebanyak 2 kali ulangan untuk domba garut
dan 5 kali ulangan untuk domba batur. Cara pengujian kekuatan dan kemuluran
benang dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2 Cara pengujian kekuatan dan kemuluran benang

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rendemen
Rendemen adalah jumlah persentase sampel akhir setelah pengolahan dan
dinyatakan dalam persen (%). Rendemen juga dapat diartikan sebagai sisa dari
suatu penyusutan berat wol domba saat pengolahan. Penyusutan merupakan
berkurangnya berat wol domba saat pengolahan akibat hilangnya kotoran yang
menempel dan sebagian wol yang terbuang. Hasil rendemen biasanya dinyatakan
dalam persen. Jumlah yang dihasilkan dari penyusutan dengan rendemen wol
yang dihasilkan adalah 100% (Ensminger 1991). Penelitian ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar rendemen berat dari wol domba yang berbeda bangsa
sehingga dapat diketahui tingkat efisiensi produksi benang wol dari masingmasing domba. Setiap tahap pengolahan saat penelitian selalu mengalami
penyusutan berat wol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Syamyono (2002) bahwa
setiap tahap pengolahan wol menjadi benang akan selalu mengalami penyusutan.
Besar persentase rendemen yang terjadi tidak sama setiap tahapnya. Rendemen
hasil pengamatan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat
pembersihan
Persentase rendemen pada setiap tahap pembersihan (%)
Bangsa Domba
Sortir
Pencucian
Pemisahan
Garut
96.58 ± 4.64
64.60 ± 11.00
91.50 ± 4.87
Batur
97.38 ± 2.17
61.50 ± 4.89
92.43 ± 4.77
Nilai P
0.741
0.592
0.769
Tabel 1 menunjukkan hasil rendemen berat wol domba saat pembersihan.
Rendemen yang terjadi pada setiap pengolahannya tidak menunjukkan hasil
perbedaan yang nyata (P>0.05). Hasil di atas sesuai dengan pernyataan dari
Yamin dan Rahayu (1995) bahwa perbedaan bangsa tidak berpengaruh nyata
(P>0.05) terhadap persentase wol kering atau hasil pemisahan. Pernyataan di atas
juga diperkuat oleh pendapat Syamyono (2002) bahwa besarnya persentase
penyusutan wol saat pengolahan tidak dipengaruhi dari bangsanya, melainkan dari
kotoran yang melekat, terutama lemak yang terdapat dalam wol. Kotoran-kotoran
yang menempel tersebut adalah kotoran berminyak, tanah, kerikil, rumput, debu,
dan feses dari domba.
Penyortiran adalah tahap pembuangan kotoran seperti feses, rumput atau
kerikil yang masih menempel pada wol segar. Tahap ini menunjukkan hasil
rendemen yang tidak begitu besar perbedaannya, yaitu 96.58 ± 4.64% pada domba
garut dan 97.38 ± 2.17% pada domba batur. Hal ini dikarenakan kotoran-kotoran
jenis tersebut tidak begitu banyak terdapat pada wol segar.
Rendemen terkecil pada tahap pengolahan awal adalah saat pencucian dan
penjemuran. Tahap ini menunjukkan rendemen sebesar 64.60 ± 11.00% pada
domba garut dan 61.50 ± 4.89% pada domba batur. Lemak dan minyak pada wol
kedua bangsa ini banyak sekali terbuang saat proses pencucian. Hal ini
menunjukkan kandungan lemak yang terdapat pada wol sangat tinggi sehingga

8
sangat berpengaruh pada berat wol. Perbedaan yang tidak nyata pada rendemen
diakibatkan karena berkurangnya lemak atau minyak tersebut. Hal ini sesuai
dengan yang dinyatakan oleh Kammlade dan Kammlade (1955) bahwa
penyusutan terbesar diakibatkan karena hilangnya lemak dan minyak pada domba.
Banyaknya lemak dan minyak yang terkandung pada wol juga tidak begitu
berbeda antar bangsa domba. Kandungan lemak dan minyak pada setiap bangsa
domba cenderung sama sehingga rendemen yang dihasilkan tidak begitu berbeda.
Kondisi wol sebelum pencucian merupakan wol kotor (grease wool). Wol
kotor mengandung beberapa komponen seperti zat lilin, keringat, kotoran-kotoran
yang menempel, cat atau cairan lain yang digunakan untuk penanda atau identitas
domba (Irma 2009). Zat lilin merupakan zat seperti lemak. Zat ini tidak larut
dalam air dan dikeluarkan oleh kelenjar minyak, sedangkan keringat merupakan
zat larut dalam air dan dikeluarkan oleh kelenjar keringat (Leeder 1984). Oleh
karena itu, pencucian sengaja dilakukan dengan menambahkan deterjen agar zat
lilin yang ada pada wol dapat dihilangkan.
Hampir semua serat memiliki struktur yang terdiri dari 3 bagian, yaitu
kutikula di lapisan luar, korteks di bagian dalam dan medulla di bagian tengah
berupa ruang kosong. Setiap bagian tersebut terbentuk dari sel yang berasal dari
folikel (Soeprijono et al. 1973). Folikel adalah pangkal serat dan merupakan
tempat bermuaranya kelenjar apocrine. Adelson (1995) menyatakan bahwa setiap
domba memiliki kelenjar apocrine. Kelenjar apocrine terdapat di bawah kulit dan
merupakan kelenjar lemak di dalam folikel wol. Kelenjar ini merupakan bahan
untuk terbentuknya lemak atau minyak pada wol. Menurut Ensminger (1991)
setiap serat wol dilapisi lemak dari pangkal hingga ujung. Lemak tersebut
melapisi serat wol sejak serat tersebut tumbuh. Lemak yang terkandung ini sangat
diperlukan oleh wol karena memiliki fungsi untuk melindungi serat wol selama
pertumbuhan dan agar serat wol tidak mudah berikatan antara satu dengan
lainnya.
Tahap selanjutnya adalah tahap pemisahan. Tahap ini dilakukan untuk
memisahkan wol-wol yang masih menggumpal atau membuang sisa kotoran yang
masih menempel setelah pencucian seperti feses yang masih melekat pada wol.
Penyusutan pada tahap ini sangat kecil sehingga rendemen yang dihasilkan cukup
tinggi. Hal ini dikarenakan kotoran-kotoran dan gumpalan pada wol setelah
pencucian ini tidak begitu besar. Rendemen yang dihasilkan pada tahap ini
sebesar 91.50 ± 4.87% pada domba garut dan 92.43 ± 4.77% pada domba batur.
Tahap penyisiran atau carding adalah tahap awal saat penggabungan seratserat wol. Tahap ini merupakan tahap lanjutan setelah tahap pembersihan selesai.
Hasil dari tahap ini dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Persentase rendemen berat wol domba yang berbeda bangsa saat
penggabungan
Persentase rendemen pada setiap tahap penggabungan (%)
Bangsa Domba
Penyisiran
Pemintalan
Garut
63.20 ± 14.40
35.20 ± 48.20
Batur
59.40 ± 25.90
83.06 ± 5.00
Nilai P
0.781
0.091

9
Tabel 2 menunjukkan perbedaan rendemen pada tahap ini tidak begitu jauh
antara wol domba garut dengan domba batur. Banyak sekali wol yang terbuang
pada tahap ini. Hal ini dikarenakan terjadinya 2 hal yang berbeda, namun
menghasilkan rendemen yang hampir sama besar, yaitu 63.20 ± 14.40% pada
domba garut dan 59.40 ± 25.90% pada domba batur. Rendemen terjadi akibat
banyaknya serat wol domba garut yang kasar sehingga tidak mudah menyatu saat
drum carding, sedangkan serat wol domba batur memiliki sifat sebaliknya yaitu
banyak yang menggumpal dan mengakibatkan serat sulit untuk disisir saat hand
carding. Hasil ini sesuai dengan pendapat dari Syamyono (2002) bahwa pada
tahap penyisiran ini banyak serat yang terbuang akibat sulitnya serat untuk disisir.
Serat yang berbuang umumnya adalah serat yang memiliki ukuran pendek dan
berdiameter besar.
Tahap selanjutnya adalah pemintalan. Rendemen yang didapat pada tahap
ini sebesar 35.20 ± 48.20% pada domba garut dan 83.06 ± 5.00% pada domba
batur. Persentase rendemen berat wol antar kedua bangsa pada tahap ini
cenderung berbeda nyata karena nilai P yang dihasilkan sebesar 0.091. Hal ini
dikarenakan struktur yang ada pada serat wol domba garut dengan domba batur
berbeda. Menurut Syamyono (2002), serat wol domba garut cenderung lebih kasar
dibandingkan dengan serat wol domba batur yang mengakibatkan serat wol
domba garut saat dipintal sulit berikatan dengan serat yang halus. Sulitnya
pemintalan wol domba garut juga diakibatkan diameter wol tersebut cukup besar
dan berukuran pendek. Semakin besar diameter dan semakin pendek ukuran serat
maka semakin sulit pula wol tersebut dipintal. Karakteristik tersebut berbeda
dengan wol domba batur. Wol domba batur memiliki struktur lembut, penuh
kerutan, halus, elastis dan permukaannya bersisik. Menurut Kammlade dan
Kammlade (1955) sisik yang berdekatan menyebabkan wol mudah dipilin menjadi
benang dan tenunan. Sifat yang terdapat pada wol inilah yang menyebabkan serat
wol dari domba dengan tipe wol seperti domba batur dapat dipintal dan
dimanfaatkan menjadi berbagai bahan sandang dan non sandang.
Data yang dihasilkan juga menunjukkan keragaman pada pemintalan domba
garut juga sangat tinggi, yaitu 48.20% yang jauh perbedaannya dengan domba
batur. Kemungkinan perbedaan panjang serat wol domba garut pada setiap bagian
tubuhnya serta banyaknya sampel yang tidak dapat dipintal merupakan salah satu
faktor tingginya nilai keragaman tersebut. Sampel wol domba garut yang dapat
dipintal menjadi benang hanya sebanyak 2 sampel, sedangkan yang 3 sampel
lainnya tidak dapat dipintal.

Kekuatan dan Kemuluran Benang
Kekuatan dan kemuluran menunjukkan kualitas suatu benang. Pengujian
kekuatan dan kemuluran benang ini dilakukan untuk mengetahui kualitasnya agar
digunakan sesuai dengan karakteristik benangnya. Pengujian kekuatan dan
kemuluran benang dilakukan dengan menggunakan alat Tensolab Strength Tester.
Alat tersebut dapat mengukur kekuatan dan kemuluran benang dalam sekali uji
secara otomatis. Hasil uji kualitas benang tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

10

Bangsa Domba
Garut
Batur
Nilai P

Tabel 3 Kekuatan dan kemuluran benang wol
Kekuatan (cN tex-1)
Kemuluran (%)
3.09 ± 0.51
21.26 ± 3.50
4.10 ± 0.57
33.74 ± 8.86
0.148
0.056

Hasil uji kekuatan dan kemuluran benang menunjukkan perbedaan yang
tidak nyata antara kedua bangsa (P>0.05). Hasil ini tidak sesuai dengan yang
dinyatakan Syamyono (2002) bahwa bangsa sangat berpengaruh nyata terhadap
kekuatan dan kemuluran benang wol yang dihasilkan. Menurut Johnston (1983),
kekuatan benang dapat dipengaruhi oleh serat wol. Perbedaan kekuatan dan
kemuluran benang yang tidak nyata kemungkinan terjadi karena karakteristik
antara wol domba garut dengan wol domba batur tidak begitu berbeda sehingga
menyebabkan kekuatan dan kemuluran benang masing-masing domba tidak
begitu berbeda.
Tabel 3 menunjukkan hasil uji kekuatan benang dari bangsa domba garut
dan domba batur, yaitu sebesar 3.09 ± 0.51 cN tex-1 pada domba garut dan 4.10 ±
0.57 cN tex-1 pada domba batur. Hasil tersebut bertentangan dengan hasil
penelitian Syamyono (2002) bahwa bangsa domba sangat berpengaruh nyata
terhadap kekuatan benang. Hasil yang tidak berbeda nyata ini mungkin terjadi
karena panjang serat halus dan diameter dari masing-masing bangsa domba
tersebut hampir sama.
Menurut Syamyono (2002), kekuatan serat wol dapat dipengaruhi oleh
crimp (kerutan) pada staple, adanya titik rapuh serat, pakan, defisiensi sulfur atau
faktor stress. Titik rapuh serat wol dapat terjadi pada domba yang memiliki
tingkat kesehatan atau pemberian pakan yang kurang baik. Kerapuhan ini dapat
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah serat yang pendek pada saat
penyisiran. Serat pendek dapat terjadi akibat pengguntingan yang lebih dari sekali
saat pencukuran sehingga meningkatkan jumlah serat-serat yang berukuran
pendek.
Harmsworth dan Sharp (1970) menyatakan bahwa kekuatan hasil
pemintalan dipengaruhi oleh sisik dari serat wol. Wol yang berbentuk sisik akan
menghasilkan benang yang kuat karena sisik tersebut menyebabkan tautan antara
wol saat pemintalan. Sisik juga dapat melindungi serat wol saat pencucian. Serat
dapat menjadi rapuh akibat pencucian. Sisik yang terdapat pada serat wol akan
melindungi serat tersebut karena sisik tahan terhadap reaksi kimia yang terdapat
pada sabun atau deterjen pencucian. Menurut Kammlade dan Kammlade (1955),
larutan alkali keras yang terdapat pada sabun atau deterjen dapat menyebabkan
wol menjadi rapuh, sehingga sisik pada wol tersebut sangat diperlukan.
Hasil uji kemuluran menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata, yaitu
21.26 ± 3.50% pada domba garut dan 33.74 ± 8.86% pada domba batur. Namun,
dilihat dari nilai P yang dihasilkan (P=0.056) maka kemuluran benang kedua jenis
wol tersebut cenderung berbeda, yaitu mendekati P