Hubungan Pengetahuan Gizi serta Tingkat Konsumsi terhadap Status Gizi Santri Putri di Dua Pesantren Modern di Kabupaten Bogor

(1)

RINGKASAN

AOMI HAZELIA DEWI. Hubungan Pengetahuan Gizi serta Tingkat Konsumsi terhadap Status Gizi Santri Putri di Dua Pesantern Modern di Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan AHMAD SULAEMAN.

Sejak tahun 1990-an kata kunci pembangunan bangsa-bangsa dunia berkembang, termasuk Indonesia, adalah sumber daya manusia (SDM). Pondok pesantren merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan keagamaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan berperan penting dalam pengembangan sumberdaya manusia (Depkes 2007). Hurlock (1980) mengemukakan bahwa perkembangan remaja berlangsung mulai umur tiga belas tahun sampai delapan belas tahun. Kelompok umur remaja menunjukkan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “adolescence growth spurt”. Pada fase pertumbuhan ini, tubuh memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya, yang dapat dipenuhi dari konsumsi pangan sehari-hari.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi santri serta tingkat konsumsi terhadap status gizi santri di pesantren Kabupaten Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1) Mengetahui pola penyelenggaraan makanan di Pesantren; 2) Mengetahui pengetahuan gizi santri; 3) Mengetahui tingkat konsumsi dan kecukupan zat gizi serta status gizi santri; 4) Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi santri; dan 5) Menganalisis hubungan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi santri.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan persyaratan: (1) terdaftar di Kabupaten Bogor, (2) mengadakan penyelenggaraan makanan untuk santri, (3) tiap santri mendapatkan porsi makanan sendiri, (4) belum pernah dijadikan sebagai tempat penelitian sejenis, dan (5) bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian. Penelitian dilakukan di Pesantren Modern Sahid (Sahid) pada bulan April 2011 dan di Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (UQI) pada bulan September-Oktober 2011.

Contoh dalam penelitian ini adalah santri putri di pondok pesantren yang terpilih. Santri putri yang akan dijadikan contoh yaitu santri putri yang tidak sedang menghadapi ujian akhir nasional atau santri baru. Pemilihan santri putri dilakukan secara simple random sampling. Berdasarkan perhitungan, jumlah calon contoh dari PP Sahid sebanyak 78 orang dan dari PP UQI sebanyak 94 orang. Tidak semua calon responden mengumpulkan data record secara lengkap, sehingga jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 155 orang terdiri dari 68 responden PP Sahid dan 87 responden PP UQI.

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excell 2007, Software Nutrisurvey 2007, dan Software Anthroplus WHO 2007 dan dianalisis lebih lanjut menggunakan SPSS versi 16,0. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mencari hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi dan antara tingkat konsumsi dengan status gizi.

Santri putri Sahid Tahun Ajaran 2010-2011 sebanyak 346 orang. Pada Tahun Ajaran 2011-2012 santri putri UQI berjumlah 1556 orang. Sebagian besar umur santri putri contoh Pesantren Sahid berada pada kategori remaja tengah (14-16 tahun) sebanyak 39 orang (57.4%). Umur contoh Pesantren UQI sebagian


(2)

besar juga berada pada kategori remaja tengah (14-16 tahun) sebanyak 38 orang (43.7 %).

Besaran uang saku tertinggi pada contoh Sahid (55.9%) berada pada kisaran nominal lebih besar sama dengan Rp 500.000 dan besaran uang saku tertinggi pada contoh UQI (57.5%) berada pada kisaran nominal Rp 200.000-499.999.

Sebagian besar pendidikan ayah pada contoh dari Sahid adalah tamat sarjana (51.5%), sementara pendidikan ibu adalah tamat SLTA/sederajat (39.7%). Pendidikan ayah dan ibu pada contoh UQI adalah tamat SLTA/sederajat dengan persentase masing-masing sebesar 42.5% dan 35.6%. Sebagian besar pekerjaan ayah pada kedua contoh adalah berwiraswasta dengan persentase masing-masing sebesar 47.1% dan 49.4%, sedangkan sebagian besar pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga dengan persentase masing-masing sebesar 48.5% dan 63.2%. Sebagian besar pendapatan orang tua contoh Sahid (47.1%) adalah lebih besar sama dengan Rp 6.000.000, sedangkan sebagian besar (50.6%) pendapatan orang tua contoh UQI berada pada kisaran Rp 2.000.000-Rp5.999.999.

Penyelenggaraan makan di Pesantren Sahid dan Ummul Quro Al-Islami memiliki penyelenggaraan makanan yang berbeda. Pesantren Sahid diserahkan kepada pihak katering, sedangkan pada Pesantren Ummul Quro Al-Islami (UQI) dikelola oleh pihak pesantren sendiri. Pesantren Sahid dan Pesantren UQI menggunakan pola on-site meal preparation-local food.

Pengetahuan gizi contoh Sahid dan UQI sebagian besar (49%) dan (48%) termasuk dalam kategori sedang. Sebaran contoh di Pesantren Sahid maupun UQI berdasarkan jawaban yang benar bahwa aspek umum tentang zat gizi cukup baik diketahui oleh contoh, meskipun pengetahuan yang berfungsi mengatur proses metabolisme dalam tubuh paling tidak dimengerti oleh kedua contoh.

Keseluruhan contoh (67.1%) memiliki frekuensi makan 3 kali per harinya. Kebiasaan jajan contoh di kedua pesantren sebanyak 46.5% memiliki frekuensi jajan sebanyak 2 kali per hari. Jenis jajanan yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh yaitu snack (89%) seperti chiki-chikian dan gorengan.

Sebagian besar contoh Sahid (55.9%) dan UQI (40.2%) memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Sebagian besar contoh Sahid (57.4%) dan UQI (35.6%) memiliki tingkat kecukupan protein defisit tingkat berat. Tingkat kecukupan vitamin A sebagian besar contoh Sahid (83.8%) adalah defisit dan contoh UQI seluruhnya defisit. Lebih dari separuh contoh Sahid memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 cukup (54.4%) sedangkan pada contoh UQI sebagian besar defisit (55.2%). Tingkat kecukupan vitamin C pada contoh Sahid sebagian besar adalah defisit yaitu sebesar 88.2% dan pada contoh UQI seluruhnya defisit. Tingkat kecukupan kalsium contoh Sahid adalah defisit (63.2%), sedangkan pada contoh UQI adalah defisit (69%). Seluruh contoh Sahid memilki tingkat kecukupan fosfor dan zat besi defisit dan sebagian besar contoh UQI memilki tingkat kecukupan fosfor dan zat besi defisit sebesar 71.3% dan 93.1%. Secara umum rata-rata status gizi pada kedua kelompok contoh berada pada kategori normal atau status gizi baik.

Berdasarkan Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat konsumsi energi dan kalsium dengan status gizi (IMT/U) contoh (p<0,05). Tetapi, tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat konsumsi protein, vitamin (A, B1, dan C), fosfor dan zat besi dengan status gizi (IMT/U) contoh. Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi vitamin C (p<0.05), tetapi tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi zat gizi lainnya (p>0,05). Uji korelasi Spearman


(3)

menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan status gizi (p>0.05). Namun, apabila dilihat berdasarkan hasil penelitian yang didapat, rendahnya konsumsi terhadap angka kecukupan contoh dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan gizi yang sedang.


(4)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sejak tahun 1990-an kata kunci pembangunan bangsa-bangsa dunia berkembang, termasuk Indonesia, adalah sumber daya manusia (SDM). Sejak itu investasi pembangunan tidak lagi terbatas pada sarana dan prasarana ekonomi untuk membangun industri, jalan, jembatan, pembangkit listrik, irigasi dan sebagainya, meskipun tetap disadari bahwa pembangunan ekonomi memang perlu. Pembangunan ekonomi akan bermanfaat bagi setiap anggota keluarga dan masyarakat suatu bangsa, apabila mereka semuanya dapat hidup sejahtera. Sesuai dengan Deklarasi Universal PBB tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948, yaitu setiap orang berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik dan pangan yang cukup sehingga terbebas dari kelaparan dan kurang gizi.

Untuk memenuhi hak asasi tersebut, pemerintah, masyarakat dan keluarga harus berusaha untuk menanam modal atau investasinya tidak hanya untuk sarana dan prasarana ekonomi dalam arti sempit, tetapi dalam arti luas dan modern yaitu mencakup investasi di bidang kesehatan dan gizi (Soekirman 2000).

Pondok pesantren merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan keagamaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan berperan penting dalam pengembangan sumberdaya manusia (Depkes 2007). Pondok pesantren pada umumnya memiliki program pendidikan yang disusun sendiri (mandiri). Program pada umumnya mengandung proses pendidikan formal, non formal maupun informal yang berlangsung sepanjang hari dalam satu pengkondisian di asrama (Depag 2003). Siswa yang belajar di pondok pesantren dinamakan santri. Pada umumnya santri yang belajar di pondok pesantren berusia 7-19 tahun, dan di beberapa pondok pesantren lainnya menampung santri berusia dewasa.

Hurlock (1980) mengemukakan bahwa perkembangan remaja berlangsung mulai umur tiga belas tahun sampai delapan belas tahun. Kelompok umur remaja menunjukkan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “adolescence growth spurt”. Pada fase pertumbuhan ini, tubuh memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya, yang dapat dipenuhi dari konsumsi pangan sehari-hari.

Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas serta kuantitas hidangan. Kualitas hidangan menunjukkan keberadaan semua zat gizi yang diperlukan


(5)

tubuh di dalam susunan hidangan dengan perbandingan yang tepat antara zat gizi yang satu terhadap zat gizi yang lainnya. Kuantitas menunjukkan kadar masing-masing zat gizi yang dibandingkan terhadap kebutuhan masing-masing zat gizi oleh tubuh. Suatu susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh, baik dari sudut kualitas maupun kuantitasnya, akan menyediakan untuk tubuh dengan kondisi kesehatan gizi yang terbaik (Sediaoetama 2008).

Angka kecukupan energi terbesar remaja wanita terjadi pada usia 13 – 15 tahun mencapai angka kecukupan 2350 kkal. Hal ini dikarenakan terjadinya puncak growth spurt pada wanita terjadi lebih dahulu dibandingkan pria dan berkisar pada usia 12 – 13 tahun (WNPG 2004).

Sedikit sekali informasi mengenai asupan pangan remaja. Kebiasaan makan yang diperoleh semasa remaja akan berdampak pada kesehatan dalam fase kehidupan selanjutnya, setelah dewasa dan berusia lanjut. Oleh karena itu masa remaja dikategorikan sebagai suatu masa yang rentan. Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi, di samping itu tidak sedikit remaja yang makan secara berlebihan dan akhirnya mengalami obesitas (Arisman 2009).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Hermina (1996) di Pesantren Modern Darussalam Kabupaten Ciamis, Jawa Barat serta Pesantren Tebu Ireng dan Walisongo Kabupaten Jombang, Jawa Timur, menunjukkan rendahnya asupan energi dari kecukupan. Dari penelitian tersebut didapat rata-rata asupan energi sebesar 87.0% (Jawa Barat) dan 70.9% (Jawa Timur) dari kecukupan yang dianjurkan. Rendahnya konsumsi zat gizi di pesantren tidak akan terjadi apabila santri memiliki: (1) wawasan yang cukup tentang gizi sehingga mempunyai kemampuan dalam memilih makanan yang lebih bergizi dan seimbang, dan (2) adanya ketersediaan makanan atau bahan makanan yang cukup (Hermina 1996).

Pentingnya pengetahuan gizi terhadap konsumsi didasari atas tiga kenyataan: (1) status gizi yang cukup adalah penting bagi kesehatan dan kesejahteraan; (2) setiap orang hanya akan cukup gizi yang diperlukan jika makanan yang dimakan mampu menyediakan zat gizi yang diperlukan untuk


(6)

pertumbuhan tubuh yang optimal dan, pemeliharaan; (3) ilmu gizi memberikan fakta-fakta yang perlu sehingga penduduk dapat belajar menggunakan pangan dengan baik bagi perbaikan gizi (Suhardjo 2003).

Oleh karena itu, dalam rangka meningkatkan kualitas manusia dan kualitas kehidupan masyarakat perlu dilakukan upaya perbaikan gizi yang terpadu. Salah satunya dengan adanya penyelenggaraan makanan yang sehat dan memadai di pesantren yang dapat memenuhi kebutuhan dan kecukupan gizi santri dan didukung dengan pengetahuan santri akan kebutuhan zat-zat gizi sehingga tercapainya status gizi yang optimal. Berdasarkan hal tersebut di atas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai tingkat konsumsi dan pengetahuan gizi santri di pesantren.

Tujuan Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi santri serta tingkat konsumsi terhadap status gizi santri di dua Pesantren di Kabupaten Bogor.

Tujuan Khusus

1.Mengetahui pola penyelenggaraan makanan di Pesantren 2.Mengetahui pengetahuan gizi santri

3.Mengetahui tingkat konsumsi dan kecukupan zat gizi serta status gizi santri 4.Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi santri 5.Menganalisis hubungan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi santri

Hipotesis

Ho1 : Adanya hubungan korelatif antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi para santri.

Ho2 : Adanya hubungan korelatif antara tingkat konsumsi dengan status gizi para santri.

Kegunaan

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang pengetahuan gizi dan penyelenggaraan makan untuk para santri di pesantren serta pengaruhnya terhadap status gizi para santri. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi pemerintah dan pimpinan pesantren dalam menetapkan kebijakan konsumsi pangan para santri dalam rangka peningkatan kualitas gizi para santri.


(7)

TINJAUAN PUSTAKA

Pondok Pesantren

Istilah pondok pesantren terdiri dari dua kata yaitu pondok dan pesantren. Ada yang menyebut pondok saja, atau pesantren saja, namun kebanyakan menyebut dengan lengkap yaitu pondok pesantren. Pondok pesantren merupakan perpaduan antara konsep pendidikan Islam dengan model pendidikan yang merupakan budaya lokal yang sudah berkembang sebelumnya khususnya di Pulau Jawa pada saat datangnya agama Islam pertama kali (Gitosardjono 2006).

Gitosardjono (2006) menyatakan bahwa meskipun pada zaman sekarang model pondok pesantren berbeda-beda, tetapi para peneliti sepakat bahwa sebuah lembaga pendidikan dapat dikategorikan sebagai pondok pesantren apabila memiliki lima unsur utama yaitu Kyai, Santri, Pondok, Masjid, dan Kitab Kuning.

Sebagai sub sistem pendidikan nasional, pesantren dalam keberadaannya diupayakan tidak saja mendalami kajian keagamaan semata, tetapi melaksanakan kegiatan yang bersifat sosial dan juga melaksanakan wajib belajar pendidikan dasar melalui pengembangan sistem pembelajaran yang pada gilirannya mengupayakan pemberdayaan santri melalui pengembangan bakat, minat, sekaligus jenjang pendidikan formal. Oleh sebab itu, dalam perkembangannya pesantren selain memberikan pendidikan agama juga memberikan bekal keterampilan kepada santri, sehingga lulusannya memiliki keterampilan dan kemandirian lebih baik dibandingkan dengan lulusan lembaga pendidikan lainnya (Habibah 2007).

Sebuah pesantren digolongkan kecil bila memiliki santri dibawah 1000 orang dan pengaruhnya hanya sebatas kabupaten. Pesantren sedang memiliki antara 1000-2000 orang yang pengaruh dan rekruitmen santrinya meliputi beberapa kabupaten. Pesantren besar memiliki santri lebih dari 2000 orang dan biasanya berasal dari beberapa kabupaten dan propinsi (Maftukha 2006). Menurut Departemen Agama (2003), terdapat beberapa model pesantren yaitu: 1. Pesantren Tradisional.

Pesantren tradisional adalah pesantren yang masih mempertahankan sistem pengajaran tradisional, dengan materi pengajaran kitab-kitab klasik. Diantara pesantren ini ada yang mengelola madrasah, bahkan juga sekolah-sekolah umum. Murid dan mahasiswa boleh tinggal di pondok atau di luar, tetapi


(8)

mereka diwajibkan mengikuti pengajaran kitab-kitab dengan cara sorogan maupun bandongan, sesuai dengan tingkatan masing-masing.

2. Pesantren Modern.

Pesantren modern adalah lembaga pesantren yang mengintegrasikan secara penuh sistem klasikal pondok dan sekolah ke dalam pondok pesantren. Semua santri masuk pondok dan terbagi dalam tingkatan kelas. Pengajian kitab tidak lagi menonjol, tetapi berubah menjadi mata pelajaran atau bidang studi. Demikian pula cara sorogan dan bandongan mulai berubah bentuk menjadi bimbingan individual dalam belajar dan kuliah ceramah umum, atau stadium general. Jadi selain menyelenggarakan kegiatan kepesantrenan juga menyelenggarakan kegiatan pendidikan formal atau jalur sekolah.

Perkembangan pesantren saat ini sangat diperhitungkan oleh masyarakat, selain mempertahankan kekhasannya juga dapat mengembangkan pengetahuan lain sebagai kegiatan tambahan bagi para santrinya. Menurut catatan Depag (2008), pondok pesantren di Indonesia berjumlah 21521 yang terdiri atas 8001 (37.18%) tradisional, 3881 (18.03%) modern, dan 9639 (44.79%) kombinasi keduanya, dengan jumlah total santri sebanyak 3818469.

Jumlah tersebut menunjukkan bahwa pesantren sangat potensial dalam bidang pendidikan yang keberadaannya makin diminati masyarakat. Secara kuantitatif pesantren cukup besar dalam memberikan sumbangsihnya terhadap pengembangan SDM karena pesantren telah mengakar di tanah air dan bangsa Indonesia. Demikian dengan perubahan masyarakat baik akibat perkembangan ilmu pengetahuan maupun modernisasi, keberadaan pesantren harus mampu menyesuaikan diri dengan tuntutan zaman, termasuk menerapkan aspek-aspek manajerial kearah yang lebih baik (Habibah 2007).

Remaja

Remaja merupakan periode yang penting pada pertumbuhan dan kematangan manusia. Pada periode ini banyak terjadi perubahan unik, serta banyak pula pemantapan pola-pola dewasa. Dekatnya masa remaja dengan kematangan biologi dan orang dewasa memberikan peluang untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang dirancang untuk mencegah munculnya masalah-masalah kesehatan pada masa dewasa nanti (Riyadi 2001).

Remaja dimulai dengan masa pubertas, yaitu tanda-tanda awal dari perkembangan karakteristik seksual sekunder, dan terus berlanjut sampai terjadi perubahan-perubahan morfologi dan fisiologi pada masa dewasa, yaitu


(9)

mendekati akhir dasawarsa kedua kehidupan. Menurut kriteria World Health Organization (WHO), yang mencakup dalam umur remaja yaitu 10-19 tahun (Riyadi 2001).

Perkembangan fisiologis, perubahan sosiofisiologis muncul dan mempengaruhi perilaku konsumsi gizi remaja; diantaranya adalah ekspresi kebebasan, kebutuhan untuk memperoleh kekuasaan, penerimaan dan tekanan teman sejawat, perhatian terhadap image tubuh (body image) dan kesegaran fisik tubuh, dan peningkatan aktivitas tubuh khususnya partisipasi olahraga dan aktivitas atletis lainnya (Garrow et al. 2000)

Spear (2004) menyatakan bahwa kebutuhan akan keseluruhan zat gizi pada masa remaja sangat bergantung pada tingkat kematangan fisik per individu dibanding dengan usia kronologis akibat dari beragamnya kebutuhan untuk pertumbuhan. Oleh karena itu, penanganan masalah gizi baik gizi lebih maupun kurang pada masa remaja bersifat spesifik dan berbeda antar individu.

Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang merupakan suatu sistem yang mencakup kegiatan atau sub-sistem penyusunan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, pembuatan taksiran bahan makanan, penyediaan atau pembelian bahan makanan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan dan pemasakan makanan, penilaian dan distribusi makanan, pencatatan pelaporan dan evaluasi yang dilaksanakan delam rangka penyediaan makanan bagi kelompok masyarakat di institusi (Depkes 1991). Moehyi (1992) menyebutkan bahwa ciri-ciri penyelengaraan makanan institusi adalah sebagai berikut:

a. Penyelenggaraan makanan dilakukan oleh institusi itu sendiri dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan.

b. Dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan makanan sudah ditetapkan jumlahnya sehingga penyelenggaraan makanan harus menyesuaikan pelaksanaannya dengan dana yang tersedia.

c. Makanan yang diolah dan dimasak berada di lingkungan tempat institusi itu berada.

d. Makanan yang disajikan diatur menggunakan menu induk (master menu) dengan siklus mingguan atau sepuluh harian.

e. Makanan yang disajikan tidak banyak berbeda dengan hidangan yang biasa disajikan dilingkungan keluarga.


(10)

Adanya keterbatasan dalam penyelenggaraan makanan institusi menimbulkan berbagai kelemahan yang merugikan konsumen dan penyelenggaraan itu sendiri. Kelemahan itu berasal dari pengelolaan yang tidak dilakukan secara profesional. Kelemahan tersebut antara lain tidak memperhatikan citarasa makanan, variasi makanan, dan porsi makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan karena tidak ada risiko untung atau rugi. Hal ini akan menyebabkan konsumen tidak berselera memakannya, sehingga terdapat sisa makanan dalm jumlah yang cukup banyak (Moehyi 1992).

Kebutuhan Zat Gizi Remaja

Penentuan kebutuhan akan zat gizi remaja secara umum didasarkan pada Recommended Daily Allowances (RDA). Untuk praktisnya, RDA disusun berdasarkan perkembangan kronologis, bukan kematangan. Karena itu, jika konsumsi energi remaja kurang dari jumlah yang dianjurkan, tidak berarti kebutuhannya belum tercukupi. Status gizi remaja harus dinilai secara perorangan, berdasarkan data yang diperoleh dari pemeriksaan klinis, biokimiawi, antropometris, diet serta psikososial (Arisman 2009)

Banyaknya energi yang dibutuhkan oleh remaja dapat diacu dalam tabel RDA. Kebutuhan remaja putri memuncak pada usia 12 tahun (2550 kkal), untuk kemudian menurun menjadi 2200 kkal pada usia 18 tahun. Perhitungan ini didasarkan pada stadium perkembangan fisiologis, bukan usia kronologis. Arisman (2004), menganjurkan penggunaan kkal per cm tinggi badan sebagai penentu kebutuhan akan energi yang lebih baik. Perkiraan energi untuk remaja putri berusia 11-18 tahun yaitu 10-19 kkal/cm (Arisman 2009).

Penghitungan besarnya kebutuhan akan protein berkaitan dengan pola tumbuh, bukan usia kronologis. Untuk remaja putri hanya 0.27-0.29 g/cm. Kebutuhan akan semua jenis mineral juga meningkat. Peningkatan kebutuhan akan besi dan kalsium paling mencolok karena kedua mineral ini merupakan komponen penting pembentukan tulang dan otot. Asupan kalsium yang dianjurkan sebesar 800 mg (pra-remaja) sampai 1200 mg (remaja) (Arisman 2009).

Peningkatan kebutuhan akan energi dan zat gizi sekaligus memerlukan tambahan vitamin di atas kebutuhan masa bayi dan anak. Kebutuhan akan Thiamin, Riboflavin dan Niacin didasarkan atas fungsinya terhadap metabolisme energi sehingga kebutuhan akan meningkat secara langsung apabila terjadi peningkatan konsumsi kalori (Mahan & Stump 2004). Vitamin ini diketahui


(11)

berperan dalam proses pelepasan energi dari karbohidrat. Percepatan sintesis jaringan mengisyaratkan pertambahan asupan vitamin B6, B12 dan asam folat. Ketiga jenis vitamin ini berperan dalam sintesis Ribo Nucleic Acid (RNA) dan Dianosin Nucleic Acid (DNA). Untuk menjaga agar sel dan jaringan baru tidak cepat rusak, asupan vitamin A, C dan E juga perlu ditingkatkan di samping vitamin D karena perannya dalam proses pembentukan tulang. Kadar vitamin C dalam serum remaja cukup rendah, terutama mereka yang tidak menyukai sayur dan buah serta perokok (Arisman 2004).

Angka Kecukupan Gizi

Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi esensial yang harus dipenuhi dari makanan mencakup hampir semua orang sehat untuk mencegah defisiensi zat gizi. AKG dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin, aktivitas, berat badan, tinggi badan, genetika, dan keadaan fisiologis, seperti hamil atau menyusui. Angka kecukupan gizi berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary requirements). Angka kebutuhan gizi menggambarkan banyaknya zat gizi minimal yang dibutuhkan seseorang untuk mempertahankan status gizi baik. Berbagai faktor memengaruhi angka kebutuhan gizi seperti genetika aktivitas, dan berat badan. Oleh karena itu, ada angka kebutuhan gizi rendah dan ada pula angka kebutuhan gizi tinggi (Syafiq et al. 2009). Kebutuhan zat gizi remaja secara rinci dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Kecukupan gizi yang dianjurkan untuk remaja wanita

Zat gizi Perempuan (tahun)

13-15 16-18

Energi (kkal) 2350 2200

Protein (g) 57 55

Kalsium (mg) 1000 1000

Besi (mg) 26 26

Fosfor (mg) 1000 1000

Vitamin A (RE) 600 600

Vitamin B1 (mg) 1.1 1.1

Vitamin C (mg) 65 75

Sumber: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004)

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan gizi adalah pemahaman seseorang tentang ilmu gizi, zat gizi, serta interaksi antara zat gizi terhadap status gizi dan kesehatan. Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi


(12)

pangan yang salah atau buruk. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pendidikan formal maupun informal. Selain itu juga dapat diperoleh dengan melihat, mendengar sendiri atau melalui alat-alat komunikasi seperti membaca surat kabar dan majalah, mendengar siaran radio dan menyaksikan siaran televisi ataupun melalui penyuluhan kesehatan atau gizi (Suhardjo 1989).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk pertanyaan pilihan berganda (multiple choice test). Instrumen ini merupakan bentuk tes objektif yang paling sering digunakan. Kelebihan multiple choice test ini adalah bahwa bentuk soal ini mempunyai reliabilitas yang tinggi. Adanya opsi jawaban sebanyak empat butir pilihan mengurangi kesempatan menebak. Kelemahannya adalah tes ini hanya mengukur apa yang diketahui atau dipahami oleh responden (Khomsan 2000).

Kebiasaan Makan

Kebiasaan makan ialah tingkah laku manusia atau kelompok manusia dalam memenuhi kebutuhannya akan makan yang meliputi sikap, kepercayaan dan pemilihan makanan. Sikap orang terhadap makanan dapat bersifat positif atau negatif. Sikap positif dan negatif terhadap makanan bersumber pada nilai-nilai affective yang berasal dari lingkungan (alam, budaya, sosial, ekonomi) dimana manusia atau kelompok manusia itu tumbuh.Demikian juga halnya dengan kepercayaan (belief) terhadap makanan, yang meliput wilayah kejiwaannya dengan nilai-nilai cognitive yang berkaitan dengan kualitas baik atau buruk, menarik atau tidak menarik.dan pemilihan adalah proses psychomotor untuk memilih makanan sesuai dengan sikap dan kepercayaannya (Khumaidi 1989). Kebiasaan makan secara umum meliputi frekuensi makan per hari, kebiasaan sarapan, keteraturan makan, susunan hidangan makan, orang yang berperan dalam memillih dan mengolah makanan dalam keluarga, makanan pantangan dan kebiasaan makan bersama dalam keluarga (Ulfah & Latifah 2007).

Konsumsi Makanan

Konsumsi makanan oleh masyarakat atau oleh keluarga bergantung pada jumlah dan jenis pangan yang dibeli, pemasakan, distribusi dalam keluarga, dan kebiasaan makan secara perorangan. Hal ini bergantung pula pada pendapatan, agama, adat kebiasaan dan pendidikan masyarakat (Almatsier 2004).

Menurut Nasoetion dan Riyadi (1995), konsumsi suatu zat gizi yang rendah atau yang kurang dalam jangka waktu tertentu dapat menimbulkan


(13)

konsekuensi berupa penyakit defisiensi. Sebaliknya konsumsi suatu zat gizi yang berlebihan juga dapat membahayakan kesehatan, seperti kegemukan, keracunan zat gizi.

Status Gizi

Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan utilisasi (utilization) zat gizi makanan. Dengan menilai status gizi seseorang atau sekelompok orang, maka dapat diketahui apakah seseorang atau sekelompok orang tersebut status gizinya baik atau buruk (Riyadi 2001).

Parameter antropometri merupakan salah satu dasar dari penilaian status gizi. Kombinasi antara beberapa parameter disebut Indeks Antropometri. Beberapa indeks antropometri yang sering digunakan yaitu berat badan menurut umur (BB/U), tinggi badan menurut umur (TB/U), dan berat badan menurut tinggi badan (BB/TB). Indeks BB/U menggambarkan status gizi seseorang saat pengamatan atau pengukuran (current nutritional status). Indeks TB/U selain menggambarkan status gizi masa lalu juga lebih erat kaitannya dengan status sosial-ekonomi, sementara indeks BB/TB merupakan indikator yang baik untuk menilai status gizi saat pengamatan atau pengukuran. Indeks BB/TB merupakan indeks yang independen terhadap umur (Supariasa et al. 2002).

Prista et al. (2003) mengemukakan bahwa di Negara berkembang, kesehatan dan kesejahteraan juga diukur oleh kapasitas seseorang untuk melakukan pekerjaan dan melawan penyakit. Namun, pengaruh status gizi sebagai indikator kesehatan dan penyakit belum dapat diketahui.


(14)

KERANGKA PEMIKIRAN

Remaja merupakan fase transisi sebelum anak menjadi dewasa. Selama remaja perubahan-perubahan hormon mempercepat pertumbuhan tinggi badannya. Dalam era pembangunan ini diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Oleh karena itu remaja yang mempunyai status gizi yang baik diharapkan akan menjadi penerus bangsa yang berkualitas.

Status gizi yang baik dapat diperoleh dari konsumsi makan sehari-hari, yang sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan gizi. Penyelenggaran makanan yang dilakukan pesantren secara langsung dapat mempengaruhi status gizi santri putri. Kualitas penyelenggaraan yang baik akan secara umum terlihat dari ketersediaan dan kandungan gizi makanan yang disediakan oleh pihak penyelenggaraan makanan, walaupun terdapat pula faktor-faktor tidak langsung yang dapat mempengaruhi status gizi santri tersebut antara lain pengetahuan gizi dan aktivitas fisik.

Pengetahuan gizi yang baik sebagai penunjang dalam pemilihan makanan untuk dikonsumsi sangat diperlukan oleh setiap santri. Tersedianya makanan di luar penyelenggaraan makanan yang disediakan oleh pesantren menjadikan santri harus mengetahui makanan yang baik untuk dikonsumsi untuk mencukupi kebutuhan gizinya yang dapat dijadikan sebagai sumber tenaga dan penunjang pertumbuhan. Pengetahuan gizi yang baik akan berpengaruh terhadap status gizi yang baik pula sehingga tidak terjadi malnutrisi gizi pada santri.

Status gizi dipengaruhi oleh tingkat konsumsi yang ditentukan oleh frekuensi makan, kecukupan energi, dan kebiasaan makan. Menurut Nasoetion dan Riyadi (1995) seorang remaja biasanya mempunyai pilihan sendiri terhadap makanan yang ia senangi. Umumnya pada remaja telah terbentuk kebiasaan makan sendiri. Oleh karena itu adanya kebiasaan makan ini lah diperlukan pengetahuan gizi yang baik, sehingga para remaja mengenal jenis-jenis makanan bergizi sekaligus mengenal fungsi umum gizi untuk menghasilkan status gizi yang baik.

Secara sistematis pola penyelenggaraan makan, tingkat konsumsi, dan pengetahuan gizi santri putri dijabarkan dalam kerangka pemikiran yang dapat dilihat pada Gambar 1 sebagai variabel bebas adalah tingkat konsumsi dan pengetahuan gizi, sedangkan variabel terikat adalah status gizi.


(15)

Keterangan :

= Variabel yang diteliti

= Variabel yang tidak diteliti

= Hubungan yang diteliti

Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran penelitian Makanan

Asrama

Makanan Luar Asrama

Kebiasaan Makan

Tingkat Kecukupan Energi dan Zat Gizi Pengetahuan

Gizi

Konsumsi Energi dan Zat Gizi Pola Penyelenggaraan

Makanan

Ketersediaan dan Kandungan Gizi Makanan Asrama

Status Kesehatan


(16)

METODE PENELITIAN

Desain, Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengambilan data dilakukan pada suatu waktu. Penelitian dilaksanakan di Pesantren di Kabupaten Bogor, penentuan lokasi penelitian dilakukan secara purposive dengan alasan kemudahan jangkauan dan dengan pertimbangan bahwa pondok pesantren telah menyelenggarakan makan bagi para santrinya.

Penelitian ini dilakukan dalam dua tahap. Tahap pertama adalah survei pendahuluan (penimbangan berat badan dan tinggi badan santri putri). Tahap kedua adalah pengumpulan data. Penelitian dilakukan pada bulan April 2011 untuk Pondok Pesantren Modern Sahid (Sahid) dan pada bulan September-Oktober 2011 untuk pondok Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (UQI).

Cara Pemilihan Contoh

Kriteria utama pemilihan kedua pondok pesantren modern tersebut di atas yaitu keduanya melaksanakan penyelenggaraan makanan untuk para santri. Kriteria inklusi dari pemilihan pondok pesantren tersebut yaitu: (1) terdaftar di Kabupaten Bogor, (2) tiap santri mendapatkan porsi makanan sendiri, (3) belum pernah dijadikan sebagai tempat penelitian sejenis, dan (4) bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian.

Responden dalam penelitian ini disebut contoh, yang merupakan santri putri tsanawiyah dan aliyah. Contoh tinggal di pondok pesantren yang terpilih, dan tidak sedang atau akan menghadapi ujian akhir nasional serta santri yang baru masuk dan mengisi data record (7x24) jam secara lengkap. Pemilihan contoh dilakukan secara simple random sampling dengan menggunakan rumus dari (Notoatmodjo 2005) sebagai berikut:

n = ____N____ 1+ N (d2) keterangan :

N = besar populasi n = besar sampel

d = tingkat kepercayaan/ketepatan yang diinginkan

Berdasarkan rumus tersebut dapat ditentukan masing-masing jumlah contoh dari jumlah populasi di dua tempat penelitian, yaitu 78 orang untuk Pesantren Sahid dan 94 orang untuk Pesantren UQI. Namun contoh santri


(17)

Pesantren Sahid yang mengisi data dan mengembalikan record secara lengkap hanya 68 orang dan contoh santri Pesantren UQI hanya 87 orang, sehingga didapatkan total contoh berjumlah 155 orang santri.

Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi proses penyelenggaraan makanan, karakteristik contoh (umur, berat badan, tinggi badan, kelas, dan uang saku), karakteristik sosial ekonomi keluarga (pendidikan ayah dan ibu, pekerjaan ayah dan ibu), serta pendapatan keluarga, pengetahuan gizi, kebiasaan makan, dan konsumsi pangan.

Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data penelitian

No Jenis Data Cara Pengumpulan Data Alat

1. Pola penyelenggaraan makanan 1. Pelaksanaan pola

- Wawancara

- Pengamatan langsung

Kuesioner, timbangan makanan digital 2. Karakteristik responden (santri)

1. Umur 2. Berat badan 3. Tinggi badan 4. Kelas 5. Uang saku

- Pengisian kuesioner - Wawancara

- Pengukuran langsung

Kuesioner, timbangan badan digital, microtoise

4. Karakteristik sosial-ekonomi keluarga

1. Pendidikan ayah dan ibu 2. Pekerjaan ayah dan ibu 3. Pendapatan keluarga

- Pengisian kuesioner - Wawancara

Kuesioner

5. Konsumsi makanan (food record 7x24 jam)

- Pengisian kuesioner - Wawancara

- Pengukuran langsung

Kuesioner, timbangan makanan digital 6. Pengetahuan Gizi - Pengisian kuesioner

- Wawancara

Kuesioner

7. Kebiasaan Makan 1. Frekuensi makan

- Pengisian kuesioner - Wawancara

Kuesioner

8. Kebiasaan Jajan 1. Frekuensi Jajan 2. Jenis jajanan

- Pengisian Kuesioner - Wawancara

Kuesioner

9. Karakteristik Pesantren

1. Gambaran umum pesantren 2. Jumlah santri, guru, dan

karyawan

3. Fasilitas secara umum

- Pengisian kuesioner - Wawancara

- Pengamatan langsung

Kuesioner

Data primer mengenai proses penyelenggaraan makanan diperoleh dengan melakukan wawancara kepada pengelola, penjamah makanan, dan


(18)

pihak pesantren. Data sekunder diperoleh dengan melakukan wawacara dengan pihak pesantren mengenai karakteristik pondok pesantren yang meliputi gambaran umum pesantren, jumlah santri, guru dan karyawan. Selain melakukan wawancara dengan pihak pesantren juga melakukan pengamatan langsung terhadap fasilitas yang tersedia di pondok pesantren.

Pengolahan dan Analisis Data

Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning), dan analisis data. Tahapan pengkodean (coding) dilakukan dengan cara menyusun codebook sebagai panduan entry dan pengolahan data. Kemudian data dimasukan ke dalam tabel yang sudah disediakan.Setelah itu dilakukan pengecekan ulang (cleaning) untuk memastikan tidak ada kesalahan dalam memasukan data. Tahapan terakhir adalah analisis data yang diolah dengan menggunakan program komputer Microsoft Excell 2007 dan Statistical Program for social Sciences (SPSS) versi 16.0.untuk menguji hubungan antar variabel dengan menggunakan uji korelasi Spearman. Variabel yang akan diuji adalah pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi zat gizi dan tingkat konsumsi zat gizi dengan status gizi.

Data status gizi diperoleh dengan melakukan penimbangan berat badan (kg) menggunakan timbangan berat badan digital. Kemudian pengukuran tinggi badan (cm) dilakukan dengan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0.1 cm. Data status gizi contoh ditentukan berdasarkan data yang sudah diperoleh yaitu usia contoh, berat badan, dan tinggi badan dengan parameter Indeks Massa Tubuh (IMT) menurut umur (IMT/U) dan indeks Tinggi Badan menurut umur (TB/U). Penentuan status gizi dilakukan dengan menggunakan software Anthroplus 2007 dan analisis indeks Berat Badan menurut umur (BB/U) dilakukan dengan menggunakan software Nutrisurvey 2007. Nilai IMT menurut umur (IMT/U) dalam WHO (2007), dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Nilai IMT menurut umur (IMT/U)

Klasifikasi Z-score

Sangat kurus < -3 SD

Kurus -3 SD ≤ Z-score < -2 SD

Normal -2 SD ≤ Z-score ≤ +1 SD

Overweight +1 SD < Z-score ≤ +2 SD

Obesitas > +2 SD

Data konsumsi pangan diketahui melalui metode food record (pencatatan makanan) selama seminggu. Data konsumsi pangan yang diperoleh


(19)

dikonversikan untuk menentukan zat gizi contoh yang terdiri dari energi, protein, karbohidrat, lemak, vitamin A, vitamin B1, vitamin C, kalsium, fosfor, dan zat besi, dengan menggunkan Daftar Konsumsi Bahan Makanan (DKBM) dengan rumus sebagai berikut (Hardinsyah dan Briawan 1994):

Keterangan:

Kgij = Kandungan zat gizi –i dalam bahan makanan –j Bj = Berat makan –j yang dikonsumsi (g)

Gij = Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan ke-j BDD j = Bagian bahan makanan -j yang dapat dimakan

Tingkat konsumsi zat gizi dihitung dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi contoh (aktual) (KI) dengan angka kebutuhan yang dianjurkan (AKG). Untuk menghitung angka kebutuhan energi dan protein harus dikoreksi dengan berat badan, yaitu menggunakan berat badan aktual selama dalam kisaran kategori normal sedangkan untuk kebutuhan vitamin dan mineral tidak diperlukan koreksi terhadap berat badan. Rumus yang digunakan untuk menghitung angka kebutuhan zat gizi adalah (Hardinsyah et al 2002):

Keterangan:

AKGI = Angka kebutuhan zat gizicontoh yang dicari Ba = Berat badan aktual sehat (kg)

Bs = Berat badan yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2004) (kg)

AKG = Angka kecukupan energi atau protein yang dianjurkan Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2004)

Selanjutnya, tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan kecukupannya yaitu dengan menggunakan rumus tingkat kecukupan zat gizi yang di bawah ini:

Keterangan:

TKGI = Tingkat kecukupan zat gizi

KGij = (Bj/100) X Gij X (BDDj/100)

AKGI = (Ba/Bs) x AKG


(20)

KI = Konsumsi zat gizi contoh (Food record) AKGI = Angka kecukupan zat gizi contoh yang dicari

Data pengetahuan gizi diukur dengan 20 (dua puluh) pertanyaan, yang masing-masing pertanyaan diberi skor 1 untuk jawaban yang benar dan skor 0 untuk jawaban yang salah. Total skor dijumlahkan dan dikelompokkan menjadi tiga kategori yaitu: 1) kategori baik apabila skor >80%, 2) kategori sedang apabila skor berkisar antara 60 dan 80%, dan 3) kategori kurang apabila skor <60% (Khomsan 2000).

Data frekuensi makan dihitung dari berapa kali biasanya contoh mengonsumsi makanan utama. Data jenis jajanan makanan pada penelitian ini dikelompokkan menjadi empat jenis berdasarkan Winarno (2004), yaitu makanan sepinggan, snack, minuman, dan buah segar. Selain itu, diukur juga konsumsi jajanan dengan menghitung berapa banyak jenis dan berapa kali jajanan tersebut dikonsumsi contoh. Variabel dan kategori pengukuran variabel dapat dilihat pada Lampiran 1.


(21)

Definisi Operasional

Status gizi santri putri adalah keadaan kesehatan santri putri yang dilihat dari konsumsi pangan serta penggunaannya oleh tubuh dan diukur berdasarkan berat badan dibagi tinggi badan dalam meter dikuadratkan. Konsumsi makanan adalah jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi

santri dalam satu hari yang dilihat dari total energi dan zat gizi lain.

Penyelenggaraan makanan adalah proses yang meliputi pengadaan, penyimpanan, pemasakan dan penghidangan makanan untuk mengetahui susunan menu, frekuensi makan, waktu makan, jenis makanan dan jumlah makanan.

Tingkat kecukupan adalah perbandingan jumlah zat gizi yang dikonsumsi (aktual) per hari dengan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan per hari yang dinyatakan dalam persen.

Frekuensi makan adalah kebiasaan berapa kali jumlah makan santri selama masa penelitian.

Pengetahuan gizi adalah tanggapan atau jawaban tentang jenis-jenis bahan makanan berdasarkan penggolongannya dan fungsinya yang diberikan oleh santri putri.

Umur santri putri adalah usia yang dihitung pada saat responden dilahirkan sampai saat penelitian berlangsung.

Santri adalah siswa tsanawiyah dan aliyah yang tinggal di pesantren.

Kecukupan gizi adalah jumlah masing-masing zat gizi yang sebaiknya dipenuhi santri agar hampir semua santri hidup sehat.


(22)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum Lokasi Penelitian Pesantren Modern Sahid

Sahid merupakan pondok pesantren modern dengan sistem tiga pusat pendidikan yaitu pendidikan keluarga, sekolah, dan lingkungan di dalam satu kompleks yang Islami. Untuk merealisasi idealisme pendidikan pesantren tersebut, Pondok Pesantren Modern Sahid melaksanakan pendidikan keluarga melalui asrama, pendidikan sekolah melalui madrasah, dan pendidikan lingkungan yang berpusat pada masjid. Dengan demikian pendidikan berlangsung 24 jam setiap hari dalam suasana Islami yang dinamis dan humanis di bawah bimbingan para kyai, ustadz/ustadzah, dan murabbi/murabbiyah yang mukhlish dan profesional.

Lokasi pondok pesantren modern Sahid terletak di jalan KH. Abdul Hamid KM 6, Gunung Menyan Pamijahan Bogor, Jawa Barat. Pondok pesantren ini berdiri diatas tanah seluas 70 hektar (700000 m2). Fasilitas yang terdapat di Sahid diantaranya yaitu dua komplek bangunan yang disediakan untuk asrama putra dan putri yang terpisah, yang masing-masing terdiri dari empat unit asrama terdiri dari 80 kamar yang masing-masing kamar dilengkapi dengan kamar mandi, dihuni oleh enam orang santri. Selain itu terdapat masjid, gedung, sekolah, perkantoran, auditorium, perpustakaan, dapur, ruang makan, kantin, anjungan telepon di asrama, klinik, dan mini market. Fasilitas lainnya yaitu sarana olah raga, laboratorium ilmu pengetahuan alam (IPA), laboratorium komputer, dan lahan pertanian dan peternakan yang luas. Santri putra dan putri Sahid tahun ajaran 2010-2011 berjumlah 775 orang, terdiri dari 429 santri putra (55.4%) dan 346 santri putri (44.6%)

Pesantren modern sahid diresmikan pada tanggal 27 Mei 2000, setelah mendapat ijin operasional dari Departemen Agama Propinsi Jawa Barat dengan nama Pesantren Sahid Mandiri. Nama tersebut kemudian diubah menjadi Pondok Pesantren Modern Sahid. Pada tahun pelajaran 2003/2004 Pondok Pesantren Modern Sahid membuka Madrasah Tsanawiyah (MTs) yaitu salah satu jenjang pendidikan formal tingkat menengah pertama Islam sesuai UU SISDIKNAS nomor 20 tahun 2003 pasal 17 ayat 2.

Sejak didirikan pada tanggal 27 Mei 2000, Sahid telah mencanangkan visi dan misi yang jelas. Visi dari Sahid adalah menjadi pusat pendidikan Islam yang modern dan bertaraf Internasional, guna menyiapkan generasi unggul,


(23)

berbudaya, Islami dalam rangka mengimplementasikan ajaran Islam sebagai “rahmatan lil’Alamin”. Untuk mencapai visi tersebut di siapkan sarana prasarana secara bertahap, sumber daya manusia (SDM) dan sistem yang selalu diperbaharui sesuai dengan tuntutan zaman. Adapun misinya di rumuskan sebagi berikut :

1. Menyelenggarakan pendidikan Islam yang modern dan bertaraf Internasional mulai tingkat Raudhatul Athfal Ibtidaiyyah, Tsanawiah, sampai Aliyah.

2. Menyelenggarakan dakwah dan pengembangan potensi umat 3. Berperan aktif dalam pengembangan pendidikan Islam

Pengajar Sahid sebagian berasal dari alumni beberapa pesantren modern di Jawa serta sebagian lagi adalah berasal dari perguruan tinggi seperti IKIP, IPB, UGM, UNS, UIN, dan ISID. Selain itu didatangkan Syeikh dari Universitas Al-Azhar Kairo, Mesir.

Santri diwajibkan membayar uang sumbangan penyelenggaraan pendidikan (SPP) pada setiap bulannya sesuai jumlah yang telah ditentukan sebelumnya oleh pihak pesantren. Santri dapat dikunjungi oleh orang tua/keluarga di luar jam belajar atau kegiatan wajib lainnya. Selain itu santri diizinkan keluar pesantren untuk keperluan pribadi/organisasi, berobat atau acara keluarga dengan cara mengikuti prosedur perizinan yang ditentukan asrama serta saat liburan pesantren yang ditentukan berdasarkan kalender pendidikan Sahid.

Tabel 4 Sebaran jumlah santri putri Sahid

Kelas n %

Tsanawiyah (SLTP) 224 64.7 Aliyah (SLTA) 122 35.3 Total 346 100.0

Berdasarkan Tabel 4, jumlah santri putri Sahid pada tahun 2010/2011 yang tertampung keseluruhannya berjumlah 346 orang yang terbagi dalam tiga kelas Tsanawiyah dan lima kelas Aliyah.

Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami

Pondok Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (UQI) adalah lembaga pendidikan dengan menggunakan sistem asrama. Dewan guru dan para santri belajar dan bermukim didalam pesantren dengan nuansa kekeluargaan.

Pondok pesantren ini berdiri di atas tanah seluas 10 hektar (100000 m2). UQI menyediakan dua komplek bangunan untuk asrama putra dan putri yang terpisah, khusus untuk asrama putri terdapat tujuh gedung dengan jumlah


(24)

keseluruhan kamar yaitu 40 kamar untuk tiap kamar berisi antara 35-40 orang dengan empat orang pengurus kamar. Fasilitas lain yaitu, terdapat asrama guru, tempat peristirahatan tamu, kamar mandi putra dan putri, masjid, gedung serba guna (GSG), sekolah, perkantoran, perpustakaan, dapur pusat dan dua dapur khusus, ruang makan guru, kantin, wartel, klinik, dan koperasi, serta terdapat lapangan serba guna, laboratorium IPA, laboratorium bahasa, dan laboratorium komputer. Pada tahun ajaran 2011-2012 santri putra dan putri UQI berjumlah 3332 orang, yang terdiri dari 1776 santri putra (53.3%) dan 1556 santri putri (46.7%).

UQI didirikan pada tanggal, 1 Muharram 1414 H/21 Juni 1993 M. Di Kampung Banyusuci, Desa Leuwimekar, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Tanggal ini dikenang sebagai tanggal peletakan batu pertama pondok. Setelah satu tahun, UQI kemudian beroperasi sebagai lembaga pendidikan dan pengajaran, tepatnya pada tanggal, 10 Juli 1994 M. Masa pendidikan di Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami adalah enam tahun untuk lulusan SD/MI, dan empat tahun untuk yang tamatan SLTP/MTs dan SLTA/MA.

Visi dari UQI adalah terwujudnya generasi Islam yang unggul dalam prestasi, berakhlak mulia, beramal shaleh dan tekun beribadah berdasarkan paham “akhlussunnah wal jamaah”.Adapun misinya di rumuskan sebagi berikut :

1. Menyelenggarakan pendidikan yang berkualitas dalam pencapaian prestasi akademik dan non akademik.

2. Menyiapkan kader-kader ulama dan pemimpin umat yang mutafaqih fi addin

berfaham akhlussunnah waljamaah.

3. Mempersiapkan generasi Islam yang kompeten (science, skill, social, behaviour) untuk berkiprah di dunia intrenasional.

4. Mendidik generasi Islam yang taat kepada Allah dan RasulNya serta memiliki rasa tanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa.

Pengasuh dan guru UQI sebagian berasal dari alumni beberapa pesantren di Jawa dan alumni dari UQI serta sebagian lagi adalah berasal dari perguruan tinggi seperti IKIP,UIN, STAI, IPB, PAKUAN, UHAMKA, dan beberapa universitas di Timur Tengah.

Pondok Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami mencoba menerapkan kurikulum yang utuh dalam mendidik dan mengajar para santrinya. Bentuk pengajarannya dikemas dalam nama Garis-Garis Besar Program Pengajaran (GBPP) yang merupakan perpaduan antara kurikulum Nasional dan kurikulum


(25)

yang berlaku di pondok pesantren pada umumnya. Di bawah tanggung jawab dan pengawasan bagian Pendidikan dan Pengajaran pesantren, GBPP meliputi Ulum Tanziliyah (ilmu-ilmu yang bersumber langsung dari Allah dan Rasul-Nya) serta Ulum Kauniyah dan Tathbiqiyah (ilmu-ilmu yang bersumber dari manusia, alam serta ilmu-ilmu terapan dan teknologi). Untuk kedua jenis ilmu yang disebut terakhir, digunakan kurikulum yang mengacu kepada Kurikulum Nasional yang berlaku. Selain itu, ada pula Petunjuk Pelaksanaan (Juklak) Khusus yang dilaksanakan di luar jam sekolah di bawah bimbingan guru-guru dan para pengurus.

Sama halnya dengan pondok pesantren modern Sahid dan pondok-pondok lainnya, santri diwajibkan membayar uang SPP pada setiap bulannya. Orang tua santri dapat mengunjungi santridi luar jam belajar atau kegiatan wajib lainnya. Perizinan keluar pesantren diperbolehkan hanya untuk berobat atau acara keluarga dengan ketentuan dari pihak asrama. Serta terdapat jadwal libur sekolah sesuai dengan kalender pendidikan UQI.

Tahun ajaran 2011/2012, jumlah santri putri UQI secara keseluruhan berjumlah 1556 orang yang dibagi kedalam tiga kelas tsnawiyah dan enam kelas aliyah (Tabel 5).

Tabel 5 Sebaran jumlah santri putri UQI

Kelas n %

Tsanawiyah (SLTP) 810 52.1 Aliyah (SLTA) 746 47.9 Total 1556 100.0

Kedua pesantren yang diamati merupakan pesantren yang baru dan mempunyai potensi untuk lebih maju lagi jika dibandingkan dengan umumnya pesantren-pesantren yang ada di pulau Jawa. Penyediaan sarana belajar yang memadai dengan modal operasional yang tidak sedikit, kiranya akan menjadi daya tarik pesantren untuk diminati para orang tua pada saat ini yang sangat menginginkan anak-anaknya mempunyai akhlak yang baik.

Karekteristik Contoh Umur

Santri putri yang menjadi contoh penelitian dari Pondok Pesantren Modern Sahid (Sahid) adalah siswa Tsanawiyah (SLTP) dan Aliyah (SLTA) kelas 1 dan kelas 2, sementara dari Pondok Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (UQI) adalah siswa Tsanawiyyah (SLTP) dan Aliyah


(26)

(SLTA) kelas 2 dan kelas 3. Sebagian besar umur contoh Pesantren Sahid berada pada kategori remaja tengah (14-16 tahun) sebanyak 57.4%. Contoh Sahid yang berada pada kategori remaja awal (10-13 tahun) sebanyak 30.9% dan contoh Sahid yang berada pada kategori remaja akhir (17-19 tahun)sebanyak 11.8%. Umur contoh Pesantren UQI sebagian besar juga berada pada kategori remaja tengah (14-16 tahun) sebanyak 43.7 %. Contoh UQI yang berada pada kategori remaja awal (10-13 tahun) sebanyak 21.8% dan contoh UQI yang berada pada kategori remaja akhir (17-19 tahun) sebanyak 34.5.% (Tabel 6).

Tabel 6 Sebaran contoh berdasarkan umur

Umur Sahid UQI

n % n %

Remaja awal (10-13 tahun) 21 309 19 21.8

Remaja tengah (14-16 tahun) 39 57.4 38 43.7

Remaja akhir (17-19 tahun) 8 11.8 30 34.5

Total 68 100.0 87 100.0

Pengelompokan usia tersebut disesuaikan dengan Depkes (2005) yang menyatakan bahwa masa remaja dibedakan dalam tiga tahap, yaitu masa remaja awal (10-13 tahun), masa remaja tengah (14-16 tahun), dan masa remaja akhir (17-19 tahun). Masa remaja menjadi masa yang begitu khusus dalam hidup manusia, karena pada masa tersebut terjadi proses awal kematangan organ reproduksi manusia yang disebut sebagai masa pubertas.

Secara umum, kelompok umur remaja tengah contoh di kedua pesantren adalah lebih besar dibanding dua kelompok umur lainnya. Indikasi ini akan memberikan suatu informasi untuk penyelenggaraan makan, yang penyediaan jenis makanan dan kualitas gizinya diprioritaskan untuk kelompok umur remaja tengah. Namun, tentunya agak sulit bagi penyelenggara makan, karena sistem penyelenggaraan makan para santri putri dijadikan satu untuk semua kelompok umur. Risiko penyelenggaraan komunal ini, tentunya akan terjadi kelebihan gizi bagi para santri putri. Oleh karena itu suatu kurikulum khusus mengenai pengetahuan gizi yang diajarkan kepada para santri adalah suatu anjuran yang sangat baik, sehingga para santri sedikit banyak akan berusaha untuk mengukur sendiri kebutuhannya sekaligus mereka akan mengetahui berbagai risiko salah makan.

Kurikulum pengetahuan tentang status gizi tentunya akan memberikan pengetahuan umum yang dapat dipraktekan selama hidupnya dalam rangka


(27)

mempertahankan sekaligus meningkatkan status gizi keluarga santri kelak. Pengetahuan ini sangat dianjurkan mengingat perkembangan keanekaragaman kuliner di negara Indonesia, terutama di perkotaan dan pinggiran kota sangat pesat dan cenderung tidak memperhatikan kesehatan dan keserasian gizi pangan yang disajikannya.

Tabel 7 Sebaran contoh berdasarkan kelas

Kelas Sahid UQI

n % n %

Tsanawiyah

1 17 25 - -

2 16 24 23 26

3 - - 23 26

Aliyah

1 18 26 - -

2 17 25 22 25

3 - - 19 22

Total 68 100 87 100

Berdasarkan Tabel 7, contoh tersebar hampir merata pada setiap kelasnya. Namun, pada contoh sahid tidak diambil contoh yang berasal dari kelas 3 karena pada saat penelitian kelas 3 sedang menghadapi Ujian Akhir Nasional (UAN). Pada contoh UQI, tidak diambil contoh yang berasal dari kelas 1 karena penelitian dilakukan pada saat semester baru, dikhawatirkan santri yang baru masuk masih beradaptasi dengan lingkungan pesantren.

Uang Saku

Setiap anak yang bersekolah dibekali uang saku oleh orang tuanya sebagai uang untuk pegangan anak selama di sekolah. Uang saku tersebut umumnya digunakan anak sekolah untuk membeli jajanan sekolah baik berupa makanan maupun non makanan (Muasyaroh 2006).

Tabel 8 Sebaran contoh berdasarkan besarnya uang saku Jumlah uang saku

Rp/bulan

Sahid UQI

n % n %

< 200.000 200.000-499.999

≥ 500.000 Total 1 29 38 68 1.5 42.6 55.9 100.0 28 50 9 87 32.2 57.5 10.3 100.0

Sebaran contoh menurut besarnya uang saku dapat diketahui pada Tabel 8 bahwa persentase tertinggi pada contoh Sahid (55.9%) berada pada kisaran nominal lebih besar sama dengan Rp 500000 dan persentase tertinggi pada contoh UQI (57.5%) berada pada kisaran nominal Rp 200000-Rp 499999.


(28)

Keadaan ini tentunya akan mempengaruhi pola makan, sekaligus status gizi santri. Oleh karena itu sejalan dengan bahasan di atas yang berhubungan dengan kelompok umur, pengetahuan akan status gizi oleh para santri perlu ditingkatkan.

Karakteristik Orang Tua Contoh Pendidikan

Karakteristik orang tua santri putri contoh dikelompokkan atas pendidikan, pekerjaan dan pendapatan. Sebagian besar pendidikan ayah pada contoh dari Sahid adalah tamat sarjana (51.5%), sementara pendidikan ibu adalah tamat SLTA/sederajat (39.7%). Pendidikan ayah dan ibu pada contoh UQI adalah tamat SLTA/sederajat dengan persentase masing-masing sebesar 42.5% dan 35.6% (Tabel 9).

Tabel 9 Sebaran orang tua contoh berdasarkan pendidikan

Pekerjaan

Sebagian besar pekerjaan ayah pada kedua contoh adalah berwiraswasta dengan persentase masing-masing sebesar 47.1% dan 49.4%, sedangkan sebagian besar pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga dengan persentase masing-masing sebesar 48.5% dan 63.2% (Tabel 10).

Pendidikan orang tua contoh Sahid UQI

n % n %

Pendidikan ayah

Tamat SD/sederajat 1 1.5 10 11.5

Tamat SLTP/sederajat 2 2.9 9 10.3 Tamat SLTA/sederajat 20 29.4 37 42.5 Tamat Diploma/Akademi 10 14.7 8 9.2

Tamat Sarjana 35 51.5 23 26.4

Total 68 100.0 87 100.0

Pendidikan ibu

Tamat SD/sederajat 0 0.0 20 23.0

Tamat SLTP/sederajat 1 1.5 11 12.6 Tamat SLTA/sederajat 27 39.7 31 35.6 Tamat Diploma/Akademi 14 20.6 7 8.0

Tamat Sarjana 26 38.2 18 20.7


(29)

Tabel 10 Sebaran orang tua contoh berdasarkan pekerjaan

Pendapatan

Sebagian besar pendapatan orang tua contoh Sahid (47.1%) adalah lebih besar sama dengan Rp 6000000, sedangkan sebagian besar pendapatan orang tua contoh UQI berada pada dua kisaran (<Rp 2000000 dan Rp 2000000 – Rp 299999) dengan persentase yang sama (masing-masing 34.5%) (Tabel 11). Karakteristik sosial ekonomi orang tua pada kedua kelompok contoh menunjukkan bahwa keluarga contoh berada pada status ekonomi menengah, artinya hanya keluarga-keluarga golongan ekonomi dan sosial menengah yang mampu menyekolahkan anak-anaknya pada kedua pesantren modern ini, meskipun uang masuk dan SPP tidak terdata.

Tabel 11 Sebaran orang tua contoh berdasarkan pendapatan

Pola Penyelenggaraan Makanan

Penyelenggaraan makan di Pesantren Sahid dan Ummul Quro Al-Islami memiliki penyelenggaraan makanan yang berbeda. Pesantren Sahid diserahkan kepada pihak katering, sedangkan pada Pesantren Ummul Quro Al-Islami (UQI) dikelola oleh pihak Pesantren sendiri. Menurut Del Rosso (1999) berdasarkan

Pekerjaan orang tua contoh Sahid UQI

n % n %

Pekerjaan ayah

PNS 11 16.2 13 14.9

Pegawai Swasta 20 29.4 20 23.0

Bekerja Di BUMN 3 4.4 1 1.1

TNI/Polri 2 2.9 2 2.3

Berwiraswasta 32 47.1 43 49.4

Petani 0 0.0 2 2.3

Pedagang 0 0.0 1 1.1

Lainnya 0 0.0 4 5.7

Total 68 100.0 87 100.0

Pekerjaan ibu

PNS 10 14.7 10 11.5

Pegawai Swasta 5 7.4 2 2.3

Berwiraswasta 15 22.1 6 6.9

Ibu Rumah Tangga 33 48.5 55 63.2

Petani 0 0.0 1 1.1

Pedagang 0 0.0 4 4.6

Buruh 0 0.0 1 1.1

Lainnya 5 7.4 8 9.2

Total 68 100.0 87 100.0

Pendapatan orang tua contoh Sahid UQI

n % n %

< Rp 2.000.000 9 13.2 30 34.5

Rp 2.000.000 – Rp 5.999.999 27 39.7 44 50.6

>Rp 6.000.000 32 47.1 13 14.9


(30)

cara persiapan dan pengolahan makanan, pola penyelenggaraan makan di sekolah terdiri dari lima pola yaitu (a) pola on-site meal preparation-donated food yaitu pola penyelenggaraan makanan di sekolah yang persiapan dan pengolahan menunya dilakukan di dapur sekolah dengan bahan baku yang berasal dari sponsor, (b) pola on-site meal preparation-local food yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang persiapan dan pengolahan menunya dilakukan di dapur sekolah dengan bahan baku pangan lokal, (c) pola off-site prepared meal/snack-private sector participation yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang bekerjasama dengan swasta/katering dalam penyediaan makanannya, (d) pola on-site prepared meal/snack-local food vendors yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang bekerjasama dengan usaha jasa boga lokal/pedagang makanan, (e) pola take-home coupons or cash or food in bulk yaitu pola penyelenggaraan makan di sekolah yang menggunakan kupon atau diberikan uang tunai atau bahan baku.

Pesantren Sahid dan Pesantren UQI menggunakan pola on-site meal preparation-local food. Menurut Del Rosso (1999) pola on-site meal preparation-local food memerlukan jumlah dan kualifikasi sarana dan prasarana serta tenaga kerja yang tidak terlalu besar dan spesifik (jika metode penyajiannya desentralisasi). Waktu yang dibutuhkan untuk pengolahan sampai dengan disajikan cukup singkat karena tidak ada proses pengiriman. Bahan baku yang digunakan berasal dari pangan lokal sehingga variasi menu sangat tergantung dengan ketersediaan bahan pangan tersebut. Kelemahan pola ini adalah pengontrolan kualitas menu yang masih lemah dan tidak adanya ahli gizi. Selain itu, pembangunan dapur sekolah memerlukan investasi yang besar, waktu cukup lama dan memerlukan lokasi yang khusus di dalam sekolah. Luasan wilayah sekolah yang tidak memadai menjadikan pembangunan dapur di sekolah bukan hal yang prioritas.

Pesantren UQI, seluruh tahapan penyelenggaraan makan dilakukan di dalam lingkungan sekolah. Sekolah memiliki dapur katering yang berada di dalam wilayah sekolah. Proses perencanaan menu, persiapan dan pengolahan serta penyajian dan distribusi makanan dilakukan di sekolah. Proses distribusi dilakukan dengan metode desentralisasi dimana setiap santri putri akan mengambil makan di tempat penyajian dekat dengan dapur. Namun, tidak terdapat ruang khusus untuk makan. Setiap santri putri diharuskan membawa peralatan makan sendiri yang terdiri dari piring, sendok/garpu dan gelas.


(31)

Pencucian alat makan dilakukan oleh masing-masing santri putri di tempat pencucian peralataan yang berbarengan dengan tampat cuci tangan. Sedangkan pencucian alat saji dilakukan oleh petugas katering sekolah

Setiap Pesantren menyediakan makan tiga kali dalam sehari, untuk makan pagi, siang dan malam. Proses makan pagi dilakukan pada pukul 05.30-07.00, makan siang dilakukan pada pukul 13.00-14.00, dan makan malam dilakukan pada pukul 18.00-19.00. Tidak ada pengawasan ketika santri putri makan, karena tidak ada perlakuan khusus dari pihak penyelenggara baik untuk menu-menu tertentu atau tujuan-tujuan tertentu seperti penyedian khusus untuk santri-santri dalam perawatan.

Penyelenggaraan makan di Pesantren Sahid memiliki persamaan dengan Pesantren UQI. Pada Pesantren Sahid penyelenggaraan makan pun dilakukan di lingkungan sekolah. Proses persiapan dan pengolahan dilakukan di dapur katering. Walaupun penyelenggaraan makan masih dilaksanakan di lingkungan sekolah tetapi pelaksanaan penyelenggaraan makan tersebut diserahkan tanggung jawabnya kepada katering yang berasal dari luar sekolah. Terdapat sedikit perbedaan dengan Pesantren UQI, yaitu tersedianya ruang khusus untuk makan. Pesantren Sahid, untuk makan pagi, makanan disajikan di dua ruang makan, yaitu dekat dengan dapur dan ruang makan yang jauh dari dapur, di dekat asrama santri. Untuk makan siang, makanan disajikan di tiga ruang makan, yaitu di dekat taman Darul Maqomah dan di dekat dengan dapur (untuk sebagian santri tsanawiyah), dan untuk santri aliyah di ruang makan dekat masjid dan dapur putra. Untuk makan malam, makanan disajikan di dua ruang makan, yaitu dekat dengan dapur dan di dekat asrama santri (seperti makan pagi).

Di tempat makan yang dekat/sebelah dapur, makanan langsung ditata di meja saji tidak menggunakan alat maupun tempat khusus untuk distribusi. Distribusi makanan yang dilakukan untuk tempat makan yang jauh dari dapur, makanan didistribusikan pada pukul 05.30 untuk makan pagi. Untuk makan siang, makanan didistribusikan pada pukul 11.00 dan untuk makan malam, makanan didistribusikan pada pukul 17.00. Distribusi dilakukan secara desentralisasi, langsung dihidangkan ketika sampai di tempat makan. Makanan disajikan di box makanan tiap jenis makanan atau dengan baskom aluminium di meja saji pada setiap ruang makan. Lauk-pauk, sayur, buah ditata di baki atau nampan oleh pramusaji, sedangkan untuk nasi, kerupuk dan sambal santri mengambil sendiri. Selanjutnya untuk sayur maupun buah, santri boleh


(32)

menambah jika masih tersisa. Sendok dan garpu makan tidak disediakan karena pada awal masuk masing-masing santri sudah menerima peralatan makan. Namun, peralatan makan ini banyak yang hilang sehingga santri makan menggunakan tangan. Khusus untuk santri-santri yang akan menggunakan jarinya untuk makan, sebaiknya disediakan tempat cuci tangan yang memadai.

Minuman disajikan pada teko-teko minuman yang ditata oleh pramusaji di masing-masing meja makan dan disediakan dispenser di tengah ruang makan dan besar. Proses pencucian alat dilakukan di dapur katering.

Berdasarkan hasil pengamatan langsung, pelaksanaan pola penyelenggaraan makan di Pesantren Sahid dan Pesantren UQI masih ditemukan kekurangan. Hal tersebut antara lain tidak adanya pengawasan secara langsung terhadap sanitasi dan hygiene proses pengolahan makan. Tempat pengolahan pun masih terbatas.

Pengetahuan Gizi

Tabel 12 memperlihatkan bahwa pengetahuan gizi contoh yang berasal dari Pesantren Sahid dan Ummul Quro Al-Islami sebagian besar (49%) dan (48%) termasuk dalam kategori sedang. Menurut Syarief (2001), pengetahuan pangan dan gizi sangat relevan dan penting untuk diberikan kepada para siswa secara terus menerus sejak dini. Pengetahuan gizi memberikan keuntungan untuk memperbaiki pola makan contoh. Seperti telah dikemukakan dalam pembahasan di atas, bahwa sangat disarankan untuk memberikan satu kurikulum mengenai pengetahuan gizi yang memadai. Tingkat pengetahuan gizi yang mengelompok terbesar pada kategori sedang, besar kemungkinan disebabkan oleh adanya pengetahuan gizi yang diperoleh dari keluarga para santri, mengingat keluarga mereka berasal sebagian besar dari keluarga dengan tingkat sosial ekonomi menengah.

Tabel 12 Sebaran contoh berdasarkan pengetahuan gizi

Kategori Nilai Sahid UQI

n % n %

Baik 19 28 19 22

Sedang 33 49 42 48

Kurang 16 24 26 30

Total 68 100 87 100

Pengetahuan gizi juga sangat erat hubungannya dengan baik buruknya kualitas gizi dari makanan yang dikonsumsi. Dengan pengetahuan yang benar


(33)

mengenai gizi, maka orang tahu dan berupaya untuk mengatur pola makanannya sedemikian rupa sehingga seimbang, tidak kekurangan dan tidak berlebihan. Tabel 13 Sebaran contoh berdasarkan jawaban yang benar dari pertanyaan tentang

pengetahuan gizi

No. Pengetahuan Gizi Sahid UQI Total

n % n % n %

1. Definisi Makanan yang sehat 59 86.8 72 82.8 131 84.5 2 Sebutkan zat-zat gizi yang

dibutuhkan oleh tubuh

47 69.1 52 59.8 99 63.9 3 Fungsi makanan bagi tubuh 35 51.5 36 41.4 71 45.8 4 Manakah sumber zat pembangun 30 44.1 35 40.2 65 41.9 5 Manakah sumber zat tenaga 43 63.2 35 40.2 78 50.3 6 Manakah sumber zat pengatur 28 41.2 35 40.2 63 40.6 7 Bahan makanan yang berfungsi

untuk pertumbuhan

40 58.8 56 64.4 96 61.9 8 Zat gizi yang berfungsi mengatur

proses-proses dalam tubuh

18 26.5 31 35.6 49 31.6 9 Kelompok zat gizi berikut, yang

banyak terdapat pada buah-buahan

64 94.1 83 95.4 147 94.8

10 Sumber energi yang paling murah 28 41.2 42 48.3 70 45.2 11 Yang tergolong pangan sumber

protein nabati

44 64.7 52 59.8 96 61.9 12 Yang tergolong pangan sumber

protein hewani

62 91.2 85 97.7 147 94.8 13 Yang tergolong pangan sumber

karbohidrat

41 60.3 42 48.3 83 53.5 14 Yang manakah makanan sumber

lemak

65 95.6 87 100.0 152 98.1 15 Dampak akibat kekurangan zat

besi

33 48.5 38 43.7 71 45.8 16 Dampak akibat kekurangan

vitamin A

41 60.3 56 64.4 97 62.6 17 Manakah yang paling banyak

mengandung vitamin C

62 91.2 78 89.7 140 90.3 18 Dampak akibat kekurangan

vitamin C

65 95.6 77 88.5 142 91.6 19 Dampak akibat kekurangan

kalsium

63 92.6 77 88.5 140 90.3 20 Dampak akibat kekurangan

vitamin B

55 80.9 65 74.7 120 77.4

Berdasarkan Tabel 13 dapat dilihat bahwa aspek umum tentang zat gizi cukup baik diketahui oleh contoh, meskipun pengetahuan yang berfungsi mengatur proses-proses dalam tubuh paling tidak dimengerti oleh kedua contoh, hal tersebut ditunjukkan sedikitnya contoh Sahid yang menjawab dengan benar yaitu hanya sebesar 26.5% dan contoh UQI sebesar 35.6%. Aspek tentang makanan yang sumber lemak dan dampak akibat kekurangan vitamin C paling banyak yang menjawab benar pada contoh Sahid yaitu sebesar 95.6%.Aspek


(34)

tentang makanan yang sumber lemak, contoh UQI 100% menjawab dengan benar dan pangan yang tergolong sumber hewani sebesar 97.7%.

Antisipasi tingkat pengetahuan umum tentang status gizi oleh para santri putri contoh seperti yang sudah dibahas pada bab-bab sebelumnya ternyata tidak begitu menghawatirkan, namun sebagaimana dikemukakan oleh Syarief (2001), pengetahuan status gizi harus terus menerus diberikan. Pengetahuan gizi ini dapat diberikan dalam bentuk pengajaran formal maupun non formal seperti menempelkan berbagai poster pengetahuan gizi yang menarik di ruang makan para santri, akan memberikan dampak baik yang luas dan lama.

Kebiasaan Makan

Setiap masyarakat mengembangkan cara yang turun-temurun untuk mencari, memilih, menangani, menyiapkan, menyajikan dan mengkonsumsi makanan yang dihidangkan. Disadari atau tidak disadari, masyarakat telah mengembangkan kebiasaan makan, mempelajari cara yang berhubungan dengan konsumsi pangan dan menerima atau menolak jenis pangan tertentu secara turun temurun (Suhardjo 1989).

Kebiasaan makan yang diteliti menggunakan kuesioner meliputi frekuensi makan sehari. Tabel 14 menyajikan sebaran contoh berdasarkan kebiasaan makan.

Tabel 14 Sebaran Contoh berdasarkan Kebiasaan Makan

Kebiasaan Makan Sahid UQI Total

n % n % n %

Frekuensi Makan

1 kali 0.0 0.0 3.0 3.4 3 1.9

2 kali 22.0 32.4 21.0 24.1 43.0 27.7 3 kali 42.0 61.8 62.0 71.3 104.0 67.1

>3 kali 4.0 5.9 1.0 1.1 5.0 3.2

Total 68 100 87 100 155 100

Berdasarkan Tabel 14 dapat diketahui bahwa secara keseluruhan contoh memiliki keragaman kebiasaan makan yang hampir sama. Keseluruhan contoh (67.1%) memiliki frekuensi makan 3 kali per harinya dengan persentase sebesar 61.8% pada contoh Sahid dan 71.3% pada contoh UQI. Kondisi ini menunjukkan bahwa kebiasaan makan contoh umumnya baik dengan frekuensi makan sebanyak tiga kali per hari. Menurut Khomsan (2002) bahwa frekuensi makan yang baik adalah tiga kali per hari. Frekuensi makan satu atau dua kali per hari sulit secara kualitas dan kuantitas memenuhi kebutuhan gizi. Frekuensi makan


(35)

yang baik tersebut jika diimbangi dengan keberagaman pangan, makan akan kebutuhan gizi akan terpenuhi.

Kebiasan Jajan

Makanan jajanan dan kebiasaan jajan anak sekolah merupakan dua hal yang sulit untuk dipisahkan. Makanan jajanan mampu memberikan kontribusi energi dan protein untuk anak-anak. Kebiasaan jajan yang baik tentunya dapat memberikan pengaruh yang positif bagi kesehatan anak dan sebaliknya (Andarwulan 2009). Kebiasaan jajan contoh di kedua pesantren sebanyak 46.5% memiliki frekuensi jajan sebanyak 2 kali per hari. Pada contoh Sahid dan UQI masing-masing sebesar 50.0% dan 43.7% yang memiliki frekuensi jajan sebanyak 2 kali per hari (Tabel 15).

Tabel 15 Sebaran contoh berdasarkan kebiasaan jajan

Kebiasaan Jajan Sahid UQI Total

n % n % n %

Frekuensi Jajan

1 kali 13.0 19.1 10.0 11.5 23.0 14.8 2 kali 34.0 50.0 38.0 43.7 72.0 46.5 3 kali 13.0 19.1 31.0 35.6 44.0 28.4 >3 kali 8.0 11.8 8.0 9.2 16.0 10.3

Total 68 100 87 100 155 100

Makanan jajanan banyak sekali jenisnya dan sangat bervariasi dalam bentuk, keperluan dan harga. Jenis makanan atau minuman yang disukai siswa-siswa adalah makanan yang mempunyai rasa manis, enak, dengan warna-warna menarik, dan bertekstur lembut (Nuraini 2007). Jenis jajanan yang paling sering dikonsumsi oleh contoh Sahid (79,1%) dan contoh UQI (96,4%) yaitu snack. Snack yang paling banyak dikonsumsi contoh Sahid adalah chiki-chikian. Snack yang paling banyak dikonsumsi contoh UQI adalah gorengan. Hal tersebut didukung dengan pernyataan menurut Nuraini (2007), yang menyatakan bahwa jenis makanan seperti cokelat, permen, jeli biskuit dan snack merupakan produk makanan favorit bagi sebagian besar siswa-siswa. Sebaran contoh berdasarkan jenis jajanan dapat dilihat pada Gambar 2.


(36)

Gambar 2 Sebaran contoh berdasarkan jenis jajanan

Menurut Winarno (2004) pada umumnya makanan jajanan dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu makanan utama atau sepinggan contohnya nasi rames, nasi rawon, nasi pecel dan sebagainya. Kelompok yang kedua adalah snacks contohnya kue-kue, onde-onde, pisang goreng. Kelompok yang ketiga adalah golongan minuman, es teler, es buah, teh, kopi, dan kelompok yang keempat adalah buah-buahan segar seperti pepaya, melon, dan lain sebagainya. Uang jajan adalah uang yang dibelikan oleh contoh untuk membeli jajanan. Sebagian besar contoh Sahid (55.9%) dan contoh UQI (63.2%) membeli jajanan dengan uang jajan berkisar antara Rp 3.000-Rp 7.000/hari. Berikut disajikan data secara rinci sebaran uang jajan contoh Sahid dan UQI.

Tabel 16 Sebaran contoh berdasarkan uang jajan

Uang jajan Sahid UQI

n % n %

Rendah (<Rp 3.000/hari) 5 7,4 23 26,4

Sedang (Rp 3.000-Rp 7.000/hari) 38 55,9 55 63,2

Tinggi (≥Rp 7.000/hari) 25 36,8 9 10,3

Total 68 100,0 87 100,0

Rata-rata ± SD Rp 6.925 ± Rp 3.727 Rp 2.575 ± Rp 2.354 Konsumsi dan Tingkat Kecukupan

Konsumsi pangan seseorang dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap terhadap makanan yang juga dipengaruhi oleh lingkungan baik masyarakat

Sepinggan Snack Minuman

7,5%

79,1%

13,4% 2,4%

96,4%

1,2%

Jenis jajanan


(37)

maupun keluarga. Konsumsi pangan dapat dilihat dari aspek kuantitas dan kualitasnya. Aspek kuantitas berkaitan dengan jumlah zat gizi yang dianjurkan, sedangkan aspek kualitas berkaitan dengan keragaman dan jenis konsumsi pangan dan nilai mutu gizinya (Suhardjo 1989).

Konsumsi dan Tingkat Kecukupan Energi dan Protein

Energi dibutuhkan oleh tubuh untuk memelihara fungsi dasar tubuh yang disebut metabolisme basal sebesar 60-70% dari kebutuhan energi total. Selain itu, energi juga diperlukan untuk fungsi lain seperti mencerna, mengolah, dan menyerap makanan dalam alat pencernaan (Soekirman 2000). Rata-rata konsumsi energi dan protein contoh di Pesantren Sahid adalah 1528 kkal dan 35.54 gram dan dan untuk contoh di Pesantren UQI adalah 1555 kkal dan 39.11 gram (Tabel 17). Rata-rata konsumsi makanan asrama di Sahid menyumbangkan energi dan protein yang lebih banyak dibandingkan rata-rata konsumsi makanan luar asrama sedangkan rata-rata konsumsi makanan asrama contoh di UQI menyumbangkan energi dan protein lebih sedikit dibandingkan rata-rata konsumsi makanan luar asrama. Hal tersebut karena contoh di UQI banyak yang tidak menyantap makanan yang disediakan asrama sebanyak 3 kali, dengan alasan bosan dengan menu yang disediakan oleh asrama sehingga contoh di UQI lebih memilih mengonsumsi makanan luar asrama yang lebih beragam jenis makanannya.

Santri yang merasa bosan terhadap menu makanan asrama karena menu makanan kurang bervariasi.

Tabel 17 Rata-rata konsumsi dan tingkat kecukupan energi dan protein contoh Zat Gizi

Rata-rata konsumsi Tingkat Kecukupan Makanan

asrama

Makanan

luar asrama Total Sahid

Energi

(kkal/hari/orang) 1170 357 1528

71.26 Protein

(gram/hari/orang) 27.29 8.24 35.54

70.20

UQI

Energi

(kkal/hari/orang) 764 792 1555

74.92 Protein

(gram/hari/orang) 19.31 19.81 39.11

79.39

Makanan luar asrama yang menjadi sumber asupan energi dan protein pada kedua contoh tidak jauh berbeda, yaitu mie, bakso, batagor, roti, biskuit, kentang, berbagai jenis kue dan lain-lain. Hanya saja konsumsi makanan luar asrama pada contoh UQI lebih banyak dibandingkan dengan contoh Sahid.


(1)

58

12. Uji korelasi Spearman antara TKF dengan status gizi Correlations

SG TKF

Spearman's rho SG Correlation Coefficient 1.000 -.084

Sig. (2-tailed) . .296

N 155 155

TKF Correlation Coefficient -.084 1.000

Sig. (2-tailed) .296 .

N 155 155

13. Uji korelasi Spearman antara TKFE dengan status gizi Correlations

SG TKFE

Spearman's rho SG Correlation Coefficient 1.000 -.010

Sig. (2-tailed) . .903

N 155 155

TKFE Correlation Coefficient -.010 1.000

Sig. (2-tailed) .903 .

N 155 155

14. Uji korelasi Spearman antara TKVITA dengan status gizi Correlations

SG TKVITA Spearman's rho SG Correlation Coefficient 1.000 .037

Sig. (2-tailed) . .651

N 155 155

TKVITA Correlation Coefficient .037 1.000

Sig. (2-tailed) .651 .

N 155 155

15. Uji korelasi Spearman antara TKVITB dengan status gizi Correlations

SG TKVITB Spearman's rho SG Correlation Coefficient 1.000 .095

Sig. (2-tailed) . .241

N 155 155

TKVITB Correlation Coefficient .095 1.000

Sig. (2-tailed) .241 .


(2)

59

16. Uji korelasi Spearman antara TKVITC dengan status gizi Correlations

SG TKVITC Spearman's rho SG Correlation Coefficient 1.000 -.037

Sig. (2-tailed) . .648

N 155 155

TKVITC Correlation Coefficient -.037 1.000

Sig. (2-tailed) .648 .

N 155 155

17. Uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan status gizi Correlations

SG PEGI

Spearman's rho SG Correlation Coefficient 1.000 -.137

Sig. (2-tailed) . .089

N 155 155

PEGI Correlation Coefficient -.137 1.000

Sig. (2-tailed) .089 .


(3)

60

Lampiran 7 Foto

Gambar 1 Penyajian Makanan Sahid Gambar 2 Penyajian UQI

Gambar 3 Suasana Makan Sahid Gambar 4 Suasana Makan UQI


(4)

RINGKASAN

AOMI HAZELIA DEWI. Hubungan Pengetahuan Gizi serta Tingkat Konsumsi terhadap Status Gizi Santri Putri di Dua Pesantern Modern di Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan AHMAD SULAEMAN.

Sejak tahun 1990-an kata kunci pembangunan bangsa-bangsa dunia berkembang, termasuk Indonesia, adalah sumber daya manusia (SDM). Pondok pesantren merupakan salah satu bentuk lembaga pendidikan keagamaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan berperan penting dalam pengembangan sumberdaya manusia (Depkes 2007). Hurlock (1980) mengemukakan bahwa perkembangan remaja berlangsung mulai umur tiga belas tahun sampai delapan belas tahun. Kelompok umur remaja menunjukkan

fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut “adolescence growth spurt”. Pada fase pertumbuhan ini, tubuh memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya, yang dapat dipenuhi dari konsumsi pangan sehari-hari.

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan pengetahuan gizi santri serta tingkat konsumsi terhadap status gizi santri di pesantren Kabupaten Bogor.Tujuan khususpenelitian ini adalah : 1) Mengetahui pola penyelenggaraan makanan di Pesantren; 2) Mengetahui pengetahuan gizi santri; 3) Mengetahui tingkat konsumsi dan kecukupan zat gizi serta status gizi santri; 4) Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi santri; dan 5) Menganalisis hubungan tingkat konsumsi gizi dengan status gizi santri.

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Lokasi penelitian ditentukan secara purposive dengan persyaratan: (1) terdaftar di Kabupaten Bogor, (2) mengadakan penyelenggaraan makanan untuk santri, (3) tiap santri mendapatkan porsi makanan sendiri, (4) belum pernah dijadikan sebagai tempat penelitian sejenis, dan (5) bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian. Penelitian dilakukan di Pesantren Modern Sahid (Sahid) pada bulan April 2011 dan di Pesantren Modern Ummul Quro Al-Islami (UQI) pada bulan September-Oktober 2011.

Contoh dalam penelitian ini adalah santri putri di pondok pesantren yang terpilih. Santri putri yang akan dijadikan contoh yaitu santri putri yang tidak sedang menghadapi ujian akhir nasional atau santri baru. Pemilihan santri putri dilakukan secara simple random sampling. Berdasarkan perhitungan, jumlah calon contoh dari PP Sahid sebanyak 78 orang dan dari PP UQI sebanyak 94 orang. Tidak semua calon responden mengumpulkan data record secara lengkap, sehingga jumlah responden pada penelitian ini berjumlah 155 orang terdiri dari 68 responden PP Sahid dan 87 responden PP UQI.

Jenis data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excell 2007, Software Nutrisurvey 2007, dan Software Anthroplus WHO 2007 dan dianalisis lebih lanjut menggunakan SPSS versi 16,0. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif. Uji korelasi Spearman digunakan untuk mencari hubungan antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi dan antara tingkat konsumsi dengan status gizi.

Santri putri Sahid Tahun Ajaran 2010-2011 sebanyak 346 orang. Pada Tahun Ajaran 2011-2012 santri putri UQI berjumlah 1556 orang. Sebagian besar umur santri putri contoh Pesantren Sahid berada pada kategori remaja tengah (14-16 tahun) sebanyak 39 orang (57.4%). Umur contoh Pesantren UQI sebagian


(5)

besar juga berada pada kategori remaja tengah (14-16 tahun) sebanyak 38 orang (43.7 %).

Besaran uang saku tertinggi pada contoh Sahid (55.9%) berada pada kisaran nominal lebih besar sama dengan Rp 500.000 dan besaran uang saku tertinggi pada contoh UQI (57.5%) berada pada kisaran nominal Rp 200.000-499.999.

Sebagian besar pendidikan ayah pada contoh dari Sahid adalah tamat sarjana (51.5%), sementara pendidikan ibu adalah tamat SLTA/sederajat (39.7%). Pendidikan ayah dan ibu pada contoh UQI adalah tamat SLTA/sederajat dengan persentase masing-masing sebesar 42.5% dan 35.6%. Sebagian besar pekerjaan ayah pada kedua contoh adalah berwiraswasta dengan persentase masing-masing sebesar 47.1% dan 49.4%, sedangkan sebagian besar pekerjaan ibu adalah ibu rumah tangga dengan persentase masing-masing sebesar 48.5% dan 63.2%. Sebagian besar pendapatan orang tua contoh Sahid (47.1%) adalah lebih besar sama dengan Rp 6.000.000, sedangkan sebagian besar (50.6%) pendapatan orang tua contoh UQI berada pada kisaran Rp 2.000.000-Rp5.999.999.

Penyelenggaraan makan di Pesantren Sahid dan Ummul Quro Al-Islami memiliki penyelenggaraan makanan yang berbeda. Pesantren Sahid diserahkan kepada pihak katering, sedangkan pada Pesantren Ummul Quro Al-Islami (UQI) dikelola oleh pihak pesantren sendiri. Pesantren Sahid dan Pesantren UQI menggunakan pola on-site meal preparation-local food.

Pengetahuan gizi contoh Sahid dan UQI sebagian besar (49%) dan (48%) termasuk dalam kategori sedang. Sebaran contoh di Pesantren Sahid maupun UQI berdasarkan jawaban yang benar bahwa aspek umum tentang zat gizi cukup baik diketahui oleh contoh, meskipun pengetahuan yang berfungsi mengatur proses metabolisme dalam tubuh paling tidak dimengerti oleh kedua contoh.

Keseluruhan contoh (67.1%) memiliki frekuensi makan 3 kali per harinya. Kebiasaan jajan contoh di kedua pesantren sebanyak 46.5% memiliki frekuensi jajan sebanyak 2 kali per hari. Jenis jajanan yang paling sering dikonsumsi oleh kedua contoh yaitu snack (89%) seperti chiki-chikian dan gorengan.

Sebagian besar contoh Sahid (55.9%) dan UQI (40.2%) memiliki tingkat kecukupan energi defisit tingkat berat. Sebagian besar contoh Sahid (57.4%) dan UQI (35.6%) memiliki tingkat kecukupan protein defisit tingkat berat. Tingkat kecukupan vitamin A sebagian besar contoh Sahid (83.8%) adalah defisit dan contoh UQI seluruhnya defisit. Lebih dari separuh contoh Sahid memiliki tingkat kecukupan vitamin B1 cukup (54.4%) sedangkan pada contoh UQI sebagian besar defisit (55.2%). Tingkat kecukupan vitamin C pada contoh Sahid sebagian besar adalah defisit yaitu sebesar 88.2% dan pada contoh UQI seluruhnya defisit. Tingkat kecukupan kalsium contoh Sahid adalah defisit (63.2%), sedangkan pada contoh UQI adalah defisit (69%). Seluruh contoh Sahid memilki tingkat kecukupan fosfor dan zat besi defisit dan sebagian besar contoh UQI memilki tingkat kecukupan fosfor dan zat besi defisit sebesar 71.3% dan 93.1%. Secara umum rata-rata status gizi pada kedua kelompok contoh berada pada kategori normal atau status gizi baik.

Berdasarkan Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara tingkat konsumsi energi dan kalsium dengan status gizi (IMT/U) contoh (p<0,05). Tetapi, tidak terdapat hubungan yang nyata antara tingkat konsumsi protein, vitamin (A, B1, dan C), fosfor dan zat besi dengan status gizi (IMT/U) contoh. Uji korelasi Spearman menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi vitamin C (p<0.05), tetapi tidak menunjukkan adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan tingkat konsumsi zat gizi lainnya (p>0,05). Uji korelasi Spearman


(6)

menunjukkan tidak adanya hubungan yang nyata antara pengetahuan gizi dengan status gizi (p>0.05). Namun, apabila dilihat berdasarkan hasil penelitian yang didapat, rendahnya konsumsi terhadap angka kecukupan contoh dipengaruhi oleh tingkat pengetahuan gizi yang sedang.


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Gizi dan Pola Makan Remaja Putri Dengan Kejadian Anemia Di SMP Negeri 2 Kota Pinang Kabupaten Labuhan Batu Selatan Tahun 2014

18 197 134

Hubungan Konsumsi Lemak Dengan Pengetahuan Gizi Serta Status Gizi Anak Usia Sekolah Di Kota Dan Desa Bogor

0 9 78

Hubungan Tingkat Kecukupan Konsumsi dan Status Kesehatan terhadap Status Gizi Santri Putri di Dua Pondok Pesantren Modern di Kabupaten Bogor

2 6 217

Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Santri Putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor

1 5 137

Hubungan Konsumsi pangan, tingkat kecukupan gizi dan status gizi dengan tingkat kebugaran atlet futsal putri

0 5 62

Tingkat Pengetahuan Gizi dan Konsumsi Serat serta Status Gizi pada Anak Sekolah Dasar Mardi Yuana 3 Bogor

0 3 39

NASKAH PUBLIKASI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI PENGASUH DENGAN Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Pengasuh dengan Tingkat Konsumsi Energi Protein dan Status Gizi Batita di Wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus.

0 2 15

HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN GIZI PENGASUH DENGAN TINGKAT KONSUMSI ENERGI PROTEIN DAN STATUS GIZI BATITA Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Pengasuh dengan Tingkat Konsumsi Energi Protein dan Status Gizi Batita di Wilayah Puskesmas Undaan Kabupaten Kudus.

0 2 18

HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI LEMAK DAN SERAT DENGAN STATUS GIZI ANAK REMAJA PUTRI HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, KONSUMSI LEMAK DAN SERAT DENGAN STATUS GIZI ANAK REMAJA PUTRI DI SMK BATIK 1 SURAKARTA.

0 1 14

HUBUNGAN ANTARA PENGETAHUAN GIZI IBU, TINGKAT KONSUMSI PANGAN DENGAN STATUS GIZI ANAK DI BAWAH DUA TAHUN DI Hubungan Antara Pengetahuan Gizi Ibu, Tingkat Konsumsi Pangan Dengan Status Gizi Anak Di Bawah Dua Tahun Di Kelurahan Kestalan Kecamatan Banjarsa

0 1 16