Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Santri Putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor
Chyntiarama Fajriyantika Food Service Management, Food Consumption and Nutritional Status of Students in Darusalaam Islamic Boarding School. Under the guidance Yayuk Farida Baliwati.
The objective of this study was to assess of food service management, food consumption and nutritional status among Darussalam Boarding School‟s students. A cross sectional study was conducted in this study through observational survey methods. The samples were chosen purposively, both students and food handler. The number of students were 85 and food handler whose 10 people.
The percentage of food handler hygiene and sanitation of food processing were 57.7%. It was included in lack cathegories. The average of energy adequacy of students include in mild deficiency, while protein adequacy of students more than normal standard. Based on Spearman test, there is no correlation between energy intake and nutritional status (p=0,599 r=0,058). The similar result also showed on protein intake and nutritional status (p=0,990 r=0,001).
Key words: hygiene, sanitation, nutritional status, students, energy and protein intake, Islamic boarding school.
(2)
RINGKASAN
CHYNTIARAMA FAJRIYAN TIKA. Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Santri Putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor. Dibimbing oleh YAYUK FARIDA BALIWATI.
Tujuan umum penelitian ini adalah mengetahui penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan dan status gizi pada santri putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor. Tujuan khusus penelitian ini adalah menganalisis krakteristik penjamah makanan, menganalisis karakteristik santri putri, menganalisis higiene penjamah makanan, menganalisis sanitasi makanan, menganalisis ketersediaan pangan, menganalisis konsumsi santri putri, menganalisis status gizi santri putri, menganalisis hubungan antara tingkat kecukupan emergi dan protein dengan status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.
Desain penelitian adalah cross sectional study dengan metode survey observational. Tempat penelitian yaitu Pondok Pesantren Darusalaam yang terletak di Ciomas Kabupaten Bogor. Pertimbangan pengambilan tempat penelitian antara lain santri tinggal dalam satu lingkungan dan tinggal bersama di sebuah asrama yang disediakan oleh Pondok Pesantren, Pondok Pesantren menyelenggarakan makanan untuk para santri dan pihak pondok bersedia untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Pengumpulan data penelitian dilakukan pada bulan Juli sampai Agustus 2011.
Contoh dalam penelitian ini adalah santri putri SMP, SMA dan penjamah makanan di Pondok Pesantren Darusalaam Bogor. Populasi santri putri sebanyak 136 santri. Pemilihan contoh menggunakan metode purposive sampling. Pertimbangan yang digunakan untuk pemilihan santri putri sebagai contoh yaitu santri putri tidak memiliki catatan khusus atau pelanggaran, bersedia dijadikan sebagai contoh dalam penelitian dan dalam keadaan sehat. Jumlah santri putri dalam penelitian ini sebesar 85 santri. Pertimbangan yang digunakan dalam pengambilan contoh pada tenaga pengelola makanan adalah contoh merupakan karyawan Pondok Pesantren yang bertugas mengolah makanan pada saat penelitian berlangsung, bersedia dijadikan contoh dan diwawancara saat penelitian dan contoh dalam keadan sehat. Total penjamah makanan adalah 10 orang, yang seluruhnya diambil sebagai contoh penelitian.
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan adalah keadaan umum Pondok Pesantren dan daftar menu makanan yang disediakan. Data primer diperoleh melalui wawancara dan pengamatan secara langsung kepada contoh. Data primer meliputi data karakteristik penjamah makanan (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama berkerja), karakteristik santri putri (tanggal lahir, berat badan dan tinggi badan), higiene penjamah makanan, sanitasi makanan, praktek higiene penjamah makanan dan sanitasi makanan diukur dengan pertanyaan yang menggunakan dua tingkatan jawaban memiliki jawaban yaitu jika jawaban dari pertanyaan adalah “ya” skornya 1, sedangkan untuk jawaban “tidak” memiliki skor 0, ketersediaan makanan, konsumsi pangan menggunakan metode food recall 2x24 jam dan frekuensi konsumsi pangan, dan status gizi santri putri menggunakan software WHO Anthroplus 2007.
Penjamah makanan di Pondok Pesantren Darussalaam terdiri dari 6 juru masak yang memiliki tugas menerima belanjaan bahan makanan,mengolah dan memorsikan makanan untuk santri putra. Penjamah makanan yang lainnya adalah 2 santri putri yang bertugas memorsikan makanan dan 2 pengurus santri putri yang bertugas mengawasi pemorsian makanan. Rata-rata umur penjamah makanan 52 tahun, pendidikan terakhir penjamah makanan tidak tamat SD (50%) dan rata-rata contoh lama bekerja 15 tahun. Persentase santri putri dalam
(3)
penelitian ini adalah 51%, masuk kedalam kategori remaja awal (11-13 tahun), rata-rata umur santri putri adalah 13 tahun. Persentase higiene tenaga penjamah dan sanitasi lingkungan pengolahan makanan adalah 57,7% termasuk kedalam kategori kurang. Konsumsi pangan santri putri Pondok Pesantren Darusalaam berasal dari penyelenggaraan makanan Pesantren Darusalaam dan dari Luar Pesantren Darusalaam. Ketersediaan pangan dari penyelenggaraan makan Pondok Pesantren menyumbang energi 1186 kkal dan protein 18,9 gram seluruhnya dikonsumsi oleh santri putri Pondok Pesantren Darusalaam. Konsumsi pangan dari luar Pondok Pesantren berasal dari kantin dan bekal dari orangtua santri pada saat berkunjung. Konsumsi pangan dari luar Pondok Pesantren menyumbang energi dan protein yang hampir sama besar dengan konsumsi dari dalam Pondok Pesantren yaitu 1168 kkal dan protein sebesar 26.8 gram dengan persentase dan dikonsumsi seluruhnya oleh santri putri Pondok Pesantren Darusalaam, sehingga konsumsi energi santri putri Pesantren Darusalaam sebesar 2036 kkal dan protein 45,7 gram. Rata-rata kebutuhan santri putri untuk energi adalah 2036 kkal dan protein 59 gram, sehingga tingkat kecukupan energi terhadap kebutuhan santri putri Pondok Pesantren Darusalaam untuk energi adalah 86% termasuk dalam kategori defisit tingkat ringan dan protein 129% termasuk kedalam kategori kelebihan.
Sebagian besar yaitu 77 santri putri memiliki status gizi normal (90,6%), namun adapula 3 santri putri yang memiliki status gizi kurang (3,5%), 4 santri putri berstatus gizi gemuk (4,7%) dan 1 santri putri mempunyai status gizi obese (1,2%). Hasil uji korelasi spearman, korelasi antara tingkat konsumsi energi dan status gizi p=0,599 r=0,058, sedangkan tingkat konsumsi protein dengan status gizi p=0,990 r=0,001, hal ini menunjukan bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat konsumsi energi dan protein dengan status gizi.
(4)
PENDAHULUAN
Latar BelakangSemenjak dasawarsa 1990-an kata kunci pembangunan bangsa-bangsa di dunia berkembang, termasuk Indonesia, adalah sumber daya manusia atau SDM. Investasi pembangunan tidak lagi terbatas pada sarana dan prasarana ekonomi untuk membangun industri seperti: jalan, jembatan, pembangkit listrik, irigasi dan lainnya. Makin disadari bahwa pembangunan ekonomi baru bermanfaat bagi setiap anggota keluarga dan masyarakat suatu bangsa, apabila mereka semuanya dapat hidup sejahtera, Deklarasi Universal Persyerikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hak Asasi Manusia tahun 1948, menyatakan bahwa setiap orang berhak untuk memperoleh kesehatan yang baik dan pangan yang cukup sehingga terbebas dari kelaparan dan kurang gizi. Untuk memenuhi hak asasi tersebut pemerintah, masyarakat, dan keluarga harus menanam modal atau investasinya tidak hanya untuk sarana dan prasarana ekonomi dalam arti sempit, tetapi dalam arti yang luas dan modern yaitu mencakup investasi di bidang kesehatan dan gizi (Soekirman, 2000).
Kecukupan gizi dan pangan merupakan salah satu faktor terpenting dalam mengembangkan kualitas sumber daya manusia, sehingga merupakan faktor kunci dalam pembangunan suatu bangsa. Gizi sangat berpengaruh juga terhadap produktivitas manusia (Almatsier, 2002). Remaja merupakan salah satu sumberdaya manusia yang harus diperhatikan karena remaja merupakan generasi penerus bangsa yang berperan penting dalam pembangunan nasional dimasa yang akan datang. Dengan demikian, kualitas manusia dimasa yang akan datang sangat dipengaruhi oleh kualitas remaja masa kini. Masa remaja memiliki masa pertumbuhan yang cepat dan sangat aktif yang disebut
”adolescence growth spurt”, sehingga memerlukan zat gizi yang relatif besar jumlahnya (Sediaoetama, 2000).
Banyak faktor yang mempengaruhi status gizi pada remaja, diantaranya adalah pendidikan, umur, jenis kelamin, wilayah tempat tinggal, aktifitas fisik, kebiasaan merokok, kebiasaan minum minuman keras, kebiasaan sarapan pagi, konsumsi obat modern, konsumsi obat tradisional, kecukupan asupan zat gizi, sakit diderita satu tahun lalu, keluhan sakit satu bulan lalu dan anemi (Permaisih, 2003). Dalam beberapa hal masalah gizi pada remaja merupakan kelanjutan dari masalah gizi pada usia anak, yaitu anemia defisiensi besi, kelebihan dan kekurangan berat badan (Arisman, 2004).
(5)
Data Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) (2007) menyebutkan, presentase remaja berdasarkan IMT di provinsi Jawa Barat memiliki status gizii kurus yaitu 15%, sedangkan 2% remaja di Jawa Barat memiliki status gizi sangat kurus dan 8% status gizi remaja kurus (RISKESDAS 2010), sehingga dapat disimpulkan bahwa status gizi pada remaja di Jawa Barat yang tergolong kurus menurun 7%, meskipun status gizi pada remaja menurun, namun Data RISKESDAS (2010) menyebutkan persentase konsumsi energi pada remaja di Indonesia sebesar 54,4%, hal ini menunjukan bahwa konsumsi energi pada remaja di bawah minimal. Remaja merupakan penentu kualitas SDM yang diharapkan dapat meneruskan cita-cita pembangunan, untuk itu aspek kesehatan dan gizi pada masa remaja perlu diperhatikan. Masalah gizi pada remaja dapat terjadi pada setiap remaja, tidak terkecuali pada remaja yang menuntut ilmu di Pondok Pesantren. Santri merupakan siswa atau siswi yang saat itu sedang menuntut ilmu di Pondok Pesantren.
Jumlah Pondok Pesantren di Indonesia sebanyak 24.206 (Departemen Agama RI Direktorat Jenderal Pendidikan Islam, 2009), dan propinsi Jawa Barat memiliki Pondok Pesantren terbanyak yaitu 7.691 lembaga atau 31% dari total Pondok Pesantren di Indonesia. Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah di Indonesia dengan populasi pesantren tertinggi se-Jawa Barat maupun di Indonesia. Kabupaten Bogor memiliki jumlah pesantren hingga 2.500 lembaga atau 10% dari total Pondok Pesantren di Indonesia dan 33% total pesantren di Jawa Barat. Jumlah yang terbilang sangat tinggi, bahkan dibandingkan dengan kabupaten atau kota di Jawa Timur atau Jawa Tengah yang notabene dikenal sebagai basis kuat pesantren (Fahir 2011). Di Indonesia, jumlah remaja atau santri yang belajar di Pondok Pesantren adalah sebanyak 3.647.719 (Departemen Agama, 2009). Jumlah santri yang tersebar di berbagai pesantren di kabupaten Bogor sebanyak 9.199 santri atau 0,25% dari seluruh santri di Indonesia.
Remaja putri rentan mengalami kurang gizi pada periode puncak tumbuh kembang, kurangnya asupan zat gizi karena pola makan yang salah, pengaruh dari lingkungan pergaulan (ingin langsing). Laporan Riset Kesehatan Dasar prevalensi anemia pada perempuan (>15 tahun) sebesar 20% (Depkes, 2008). Remaja putri yang kurang gizi tidak dapat mencapai status gizi yang optimal (kurus, pendek dan pertumbuhan tulang tidak proposional), kurang zat besi dan gizi lain yang penting untuk tumbuh kembang (Pardede, 2002). Menurut Arisman (2004), perempuan mengalami pertumbuhan lebih dahulu (usia 10-12 tahun)
(6)
daripada laki-laki, karena tubuhnya memerlukan persiapan menjelang usia reproduksi. Oleh karena itu remaja juga membutuhkan zat gizi yang cukup untuk mejamin pertumbuhan optimal (Khomsan, 2004). Konsumsii pangan merupakan informasi tetang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi atau dimakan seseorang atau kelompok orang pada waktu tertentu. Berdasarkan definisi ini hal yang harus diperhatikan dalam perhitungan konsumsi adalah jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi (Hardinsyah & Dodik, 1994). Menurut Suhardjo (1989) Konsumsi pangan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi status gizi. Malnutrisi selalu menjadi masalah ekologi, hal itu merupakan hasil akhir dari faktor-faktor interaksi dari himpunan ekologi yang terdiri dari lingkungan fisik, lingkungan biologi, sosial dan lingkungan budayanya. Dua faktor penting dalam pemeliharaan kesehatan adalah higiene dan sanitasi, keduanya ini penting baik bagi masing-masing individu maupun bagi seluruh masyarakat. Oleh sebab itu, wajarlah apabila setiap institusi memperhatikan dengan benar masalah higiene dan sanitasi di lingkungannya masing-masing (Soerjodibroto & Mackiligin, 1985). Dengan adanya penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren, sehingga memudahkan santri putri untuk memenuhi kebutuhan pangannya. Berdasarkan pemaparan yang sudah diuraikan sebelumnya, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang ”Penyelenggaraan Makanan, Konsumsi Pangan dan Status Gizi Santri Putri Pondok Pesantren Darussalaam Bogor”.
Tujuan
Tujuan Umum:
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan dan status gizi pada santri putri Pondok Pesantren Darusalaam Bogor.
Tujuan Khusus:
1. Menganalisis krakteristik penjamah makanan dan santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.
2. Menganalisis higiene penjamah makanan di Pondok Pesantren Darusalaam.
3. Menganalisis sanitasi makanan di Pondok Pesantren Darusalaam. 4. Menganalisis ketersediaan pangan di Pondok Pesantren Darusalaam. 5. Menganalisis konsumsi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam 6. menganalisis status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam. 7. Menganalisis hubungan antara tingkat konsumsi santri putri dengan
(7)
Hipotesis
Konsumsi pangan santri putri berhubungan dengan status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.
Kegunaan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan gambaran mengenai sumbangan konsumsi pangan dan penyelenggaraan makanan terhadap status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam. Penelitian ini juga diharapkan dapat memberikan masukan dalam usaha untuk memperbaiki dan meningkatkan pelayanan makanan di Pondok Pesantren Darusalaam.
(8)
TINJAUAN PUSTAKA
RemajaRemaja merupakan kelompok usia tertentu yang definisinya berbeda diantara banyak negara, bahkan berbeda-beda disuatu negara tergantung pada sosial budaya dan kondisi masing-masing. World Health Organitation (WHO) mendifinisikan remaja sebagai periode antara umur 10-19 tahun, sedangkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) difinisi orang muda (youth) adalah periode 15-24 tahun (Surjadi, 2002). Remaja adalah seseorang yang sedang mengalami perkembangan yang pesat menuju kedewasaan dan berusia 12-19 tahun (Ackhir, 1991).
Dalam tumbuh kembang menuju dewasa, berdasarkan kematangan psikososial dan seksual semua remaja akan melewati tahapan berikut, yaitu masa remaja awal (early adolsence) umur 11-13 tahun, masa remaja pertengahan (middle adolsence) umur 14-16 tahun , dan masa remaja lanjut (late adolsence) umur 17-20 tahun (Soetjiningsih, 2004). Menurut Mar‟at (2009) batasan usia remaja yang umum digunakan oleh para ahli adalah antara 12 hingga 21 tahun, rentan waktu usia remaja di bedakan atas tiga, yaitu 12-15 tahun merupakan masa remaja awal, 15-18 tahun merupakan masa remaja pertengahan, dan 18-21 tahun merupakan masa remaja akhir. Menurut Soesilowidradini (1990) dalam Puspitawati (2009) ciri-ciri remaja masa remaja awal (13-17 tahun) adalah sebagai berikut:
1. Rasa emosional yang tinggi seperti cepat marah, takut, cemas, ingin tahu, iri hati, sedih dan kasih sayang.
2. Perasaan yang tidak stabil seperti kesedihan yang tiba-tiba berganti dengan kegembiraan, rasa percaya diri berganti dengan keraguan, rasa ”alruisme” atau berkorban diri demi mementingkan orang lain dibandingkan dengan diri sendiri, berganti dengan ”sikap acuk tak acuh”.
3. Mempunyai banyak masalah berhubungan dengan : (a) keadaan jasmani, (b) kebebasan, (c) nilai-nilai yang dianut dan (d) peranan pria dan wanita dewasa, (e) lawan jenis, (f) masyarakat dan (g) kemampuan mengerjakan sesuatu yang terkadang sukar untuk diselesaikan karena menganggap orangtua dan guru terlalu tua untuk mengerti pikiran dan perasaannya.
(9)
Briawan (2008) mengatakan remaja putri adalah kelompok populasi yang rawan terhadap defisiensi gizi. Ada tiga alasan mengapa remaja dikategorikan rentan. Pertama, percepatan pertumbuhan dan perkembangan tubuh memerlukan energi dan zat gizi yang lebih banyak. Kedua, perubahan gaya hidup dan kebiasaan pangan menuntut penyesuaian masukan energi dan zat gizi. Ketiga, kehamilan, keikutsertaan dalam olahraga, kecanduan alkohol dan obat, meningkatkan kebutuhan energi dan zat gizi (Arisman, 2004). Hasil penelitian Pratiwi (2010) pada remaja di Kabupaten Bogor frekuensi konsumsii pangan sumber protein nabati, protein hewani, sayuran, dan buah bila dibandingkan dengan anjuran PUGS masih belum terpenuhi yaitu untuk pangan sumber protein hewani hanya empat per tujuh kali, sumber protein nabati, sayuran, dan buah hanya dua pertujuh dari anjuran PUGS. Berdasarkan tingkat kecukupan energi dan zat gizi, hampir seluruh contoh terkategori defisit tingkat berat untuk tingkat kecukupan energi dan protein serta terkategori kurang untuk tingkat kecukupan zat besi.
Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan merupakan suatu proses rangkaian kegiatan yang melibatkan orang banyak sehingga diperlukan pengorganisasian yang baik guna mendapatkan hasil yang memuaskan (Latifah dkk, 1996). Penyelenggaraan makanan adalah suatu proses kegiatan kelompok manusia, alat dan dana untuk menghasilkan makanan yang layak dan bermutu (Uripi, 1993). Penyelenggaraan makanan bagi orang banyak adalah pengolahan makanan dalam jumlah lebih besar dari keluarga (6-10 orang). Sehingga dapat disimpulkan bahwa batas 50 porsi merupakan batas penyelenggaraan makanan bagi orang banyak (mukrie 1983 mengacu pada Uripi, 1993).
Pelaksanaan penyelenggaraan makanan meliputi perencanaan anggaran belanja makanan, perencanaan menu, perencanaan kebutuhan makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran kebutuhan makanan, penyediaan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan, pengolahan hingga pencatatan dan pelaporan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.manajemen penyelenggaraan makanan sendiri sebenarnya berfungsiuntuk menghasilkan makanan yang berkualitas baik (Mukrie,1990).
(10)
1. Perencanaan Menu
Menu berasal dari bahasa perancis le menu yang berarti daftar makanan yang disajikan kepada tamu di ruang makan. Menu merupakan pedoman bagi yang menyiapkan makanan atau hidangan, pedoman bagi yang menyiapkan makanan atau hidangan, bahkan merupakan penuntun bagi mereka yang menikmatinya karena akan tergambar tentang apa dan bagaimana makanan tersebut dibuat (Arnawa & Astina, 1995). Salah satu tanggung jawab yang besar dari manajer penyelenggaraan makanan untuk orang banyak adalah perencanaan menu. Perencanaan menu merupakan serangkaian kegiatan penyusanan berbagai hidangan dengan variasi, komposisi yang serasi dan kombinasi warna, untuk memenuhi pelaksanaan manajemen pelayanan makanan di Institusi. Prinsip-prinsip penyusunan menu adalah makanan yang disajikan harus memenuhi kebutuhan gizi sesuai dengan dana yang tersedia dan disukai serta memuaskan orang yang mengkonsumsinya (Departemen pertanian 1987 dalam Latifah, 1996).
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam perencanaan menu berupa prinsip perencanaan makanan seimbang atau makanan sehat, yaitu:
1. Jumlah yang cukup, berarti jumlah yang dikonsumsi memenuhi kecukapan gizi yang dianjurkan.
2. Terdiri dari beragam makanan, berarti keragaman makanan yang dipilih sesuai dengan konsep makanan beragam dan seimbang.
3. Pertimbangan gizi, selera dan ekonomi, berarti makanan dipilih berdasarkan pertimbangan gizi, selera dan ekonomi agar terhindar dari makanan yang voluminous.
4. Penyajian, sangat perlu diperhatikan yaitu dalam porsi dan komposisi penyajian, waktu penyajian atau waktu makan dan pendistribusian makanannya (Hardinsyah, 1990).
2. Perencanaan kebutuhan bahan makanan
Perencanaan kebutuhan makanan adalah kegiatan untuk menetapkan jumlah, macam atau jenis dan kualitas bahan makanan yang dibutuhkan untuk kurun waktu tertentu. Setelah menu direncanakan dengan baik, kemudian dibuat daftar kebutuhan bahan makanan. Daftar ini berisi jenis-jenis bahan makanan, jumlah (volume atau dalam satuan berat), tipe (standar), bentuk dan sebagainya. Berdasarkan daftar ini disusun daftar belanja, yang berisi catatan semua kebutuhan untuk menu yang direncanakan tersebut, termasuk jenis, jumlah dan perkiraan harga bahan makanan. Sebagai salah satu tahap dari kegiatan ini
(11)
adalah taksiran kebutuhan bahan makanan yang sangat diperlukan untuk kegiatan pembelian bahan makanan (Uripi, 1993). Perencanaan anggaran belanja makanan adalah kegiatan penyususnan biaya yang diperlukan untuk penyediaan makanan (Latifah, 1996).
Petugas yang bertanggung jawab dibagian pembelian harus mempertimbangkan beberapa hal antara lain: jumlah bahan makaann yang diperlukan untuk tiap-tiap porsi, karena berdasarkan kebutuhan perporsi kita dapat menentukan banyaknya bahan yang harus dibeli untuk keseluruhan, berapa lama bahan makanan tersebut dapat bertahan tetapi tetap dalam kondisi baik dan pastikan bahwa makanan tersebut baik dan aman untuk dimakan. Selain itu, petugas juga harus memiliki pengetahuan tentang bahan makanan dan pengetahuan tentang bagaimana bahan makanan tersebut setelah ditangani setelah dibeli (Widyawati & Yuliarsih, 2002). Pembelian bahan makanan dapat dilakukan dengan cara pelelangan atau langsung dibeli dari pasar. Pembelanjaan dalam jumlah besar dapat dilaksanakan melalui leveransir atau pemborong (Uripi, 1994).
3. Pembelian, penerimaan dan penyimpanan bahan makanan
Pembelian bahan makanan merupakan sebuah proses pengadaan suatu produk pada waktu yang tepat dengan jumlah, kualitas dan harga yang sesuai. Pembelian bahan pangan dibedakan menjadi dua tipe yaitu cetralized purchasing
(pembelian terpusat) dan group and corporate purchasing (pembelian kelompok) (Palacio & Theis, 2009). Penerimaan bahan makanan adalah suatu legiatan yang meliputi pemeriksaan, pencatatan dan pelaporan tentang macam, kualitas dan kuantitas bahan makanan yang diterima sesuai dengan pesanan serta spesifikasi yang ditetapkan (Departemen kesehatan, 2006).
Setelah bahan makanan diterima dengan baik, maka bahan tersebut harus disimpan menurut jenisnya. Bahan makanan tersebut harus segera diberi kode tanggal penerimaan, agar sistem pengeluaran dilakukan menurut tanggal yang diterima terlebih dahulu, serta tidak boleh terjadi pengeluaran secara acak. Faktor penyimpanan sangat penting dalam penyelenggaraan makanan, terutama dalam hal pembelanjaan yang berjumlah banyak dimana tidak semua bahan dapat diolah dengan segera. Penyimpanan bahan makanan basah disimpan diruang pendingin atau lemari es.
(12)
4. Pengolahan bahan makanan
Pengolahan bahan makanan menangani bahan-bahan makanan mulai dari persiapan, pengolahan, pemasakan, sampai menjadi hidangan yang lezat. Pengolahan bahan makana dimulai dari persiapan bahan, pembersihan, pengupasan, pembuangan bagian makanan yang tidak dapat dipergunakan, pemotongan, serta pemberian bentuk dengan perlakuan tertentu terhadap bahan makanan sebelum dimasak dan menyediakan bumbu.
Tujuan memasak bahan makanan adalah untuk mempertahankan nilai gizi bahan makanan, mempertinggi nilai cerna, menambah rasa, memperindah rupa, warna dan kekerasan asli dari bahan makanan, membebaskan dan menghilangkan kuman yang berbahaya yang mungkin ada dalam makanan. 5. Pelayanan dan pendistribusian makanan
Sistem pelayanan makanan dibedakan atas empat macam, yaitu sistem pelayanan siap dipiring, sistem pelayanan siap di lodor, sistem pelayanan meja samping, dan sistem pelayanan siap di meja hidangan (Uripi, 1993). Menghidangkan atau mendistribusikan makanan merupakan tigas akhir dari petugas penyelenggaraan makanan. Terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menghidangkan makanan yaitu:
a. Kebersihan ruangan, tempat dan alat makan b. Kerapihan mengatur meja makan
c. Pemakaian alat hidang yang cocok
d. Sifat masakan (perlu dihidangkan panas atau dingin) e. Waktu atau saat makan
f. Jumlah orang yang makan
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa penyelenggaraan makanan orang banyak merupakan suatu proses kegiatan penyediaan makanan bagi orang banyak yang layak dan bermutu. Serangkaian tindakan harus dilakukan oleh setiap penyelenggaraan makanan dalam pemeliharaan higiene dan sanitasi makanan guna mencegah terjadinya pencemaran makanan. Tindakan pemeliharaan tersebut dapat dibagi dalam dua kelompok berikut:
1. Pemeliharaan higiene dan sanitasi perorangan, yaitu setiap pekerja yang terlibat dalam proses pengolahan, pemasakan, dan penyajian makanan. 2. Pemeliharaan higiene dan sanitasi makanan itu sendiri (Moehyi, 1992).
(13)
Higiene penjamah makanan
Menurut troller dalam Uripi (1994), hygiene lebih dititik beratkan pada kebiasaan atau cara hidup seseorang untuk pencegahan terjadinya penyakit, baik pada dirinya maupun pada orang lain. Dan akan lebih tepat apabila kita pergunakan istilah “higiene perorangan”. Higiene adalah sikap bersih perilaku petugas penyelenggara makanan yang ditangani tidak tercemar oleh petugas penyelenggara makanan karena dalam kegiatannya menyangkut kesehatan orang banyak (widyati dan yuliarsih, 2002).
Petugas kantin dan dapur harus bebas dari segala macam penyakit, dan dianjurkan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan yang teratur guna menjaga agar jangan sampai petugas kantin menjadi pembawa penyakit (carrier) typhus, disentri dan penyakit-penyakit menular atau parasit-parasit lainnya. Mereka harus mendapatkan penyuluhan dan latihan di bidang kebersihan, sanitasi dan higiene (Soerjodibroto & Mackiligin, 1985). Untuk menjadi tenaga pengolah harus mendapatkan syarat-syarat tertentu. Syarat-syarat tersebut antara lain adalah mempunyai sertifikat kesehatan, serta mengetahui tentang higiene dan sanitasi makanan (Uripi 1994). Menurut widyati dan yuliarsih (2002) beberapa hal yang harus diperhatikan dan dilakukan oleh petugas dalam menangani makanan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan kesehatan
Pada saat pengolahan makanan tidak sedang sakit dan bukan carrier suatu penyakit, memeriksakan kesehatannya secara berkala (Uripi, 1994).
2. Kebersihan tangan dan jari tangan
Dianjurkan agar setiap kali keluar dari kamar mandi atau kamar kecil sebaiknya tangan dibersihkan dengan air hangat dan sabun, lalu dikeringkan dengan serbet kertas (tisu) untuk tangan atau pengeringan tangan (hand dryer). Karyawan yang menyelenggarakan makanan secara langsung tidak diperbolehkan menggunakan cincin, baik yang bermata maupun tidak, juga jam tangan karena bakteri-bakteri dapat tertinggal di cincin yang tidak mungkin dapat dibersihkan pada saat bekerja. Kuku harus dipotong pendek karena sumber kotoran/penyakit, serta tidak perlu menggunakan pewarna kuku yang kemungkinan besar akan mengelupas dan jatuh ke dalam makanan.
(14)
Sewaktu mencicipi makanan yang telah matang harus menggunakan sendok, dan bila makanan-makanan tersebut diporsikan harus menggunakan alat pengambil, misalnya sendok, penjepit, garpu. Namun, bila situasi tidak memungkinkan menggunakan alat tersebut, dianjurkan menggunakan sarung tangan dari pelastik transparan yang tipis dan sekali pakai.
3. Kesehatan rambut
Pencucian rambut dilaksanakan secara teratur karena rambut yang kotor akan menimbulkan rasa gatal pada kulit kepala yang dapat mendorong karyawan untuk menggaruknya dan dapat mengakibatkan kotoran-kotoran dari kepala jatuh berterbangan ke dalam makanan serta kuku menjadi kotor. Pada saat bekerja para karyawan diharuskan menggunakan penutup kepala (hair cap).
4. Kebersihan hidung
Selama bekerja usahakan jangan mengorek hidung karena pada hidung manusia terdapat banyak sekali bakteri. Dalam keadaan terpaksa, pergunakan sapu tangan atau tisu yang langsung dapat dibuang. Setelah itu, tangan harus dicuci. Apabila bersin, hidung harus ditutup dengan sapu tangan sambil wajah dipalingkan dari arah makanan yang sedang dipersiapkan, untuk menghindari bakteri-bakteri yang berasal dari hidung. 5. Kebersihan mulut dan gigi
Dalam rongga mulu terdapat banyak sekali bakteri terutama pada gigi yang berlubang.
Menurut widyawati dan yuliarsih (2002) adapun hal-hal yang perlu diperhatikan selain kebersihan personal juga perlu memerhatikan perlengkapan yang di pakai oleh tenaga penjamah, antara lain:
1. Pakaian karyawan
Pakaian yang digunakan di dapur harus pakaian khusus. Pakaian karyawan di dapur selayaknya dipilih model yang dapat melindungi tubuh pada waktu memasak, mudah dicuci, berwarna terang/putih, terbuat dari bahan yang kuat, dapat menyerap keringat, tidak panas, dan ukurannya tidak begitu ketat sehingga dapat mengganggu pada waktu bekerja. 2. Sepatu
Sepatu yang digunakan adalah sepatu kerja, artinya haknya pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai.
(15)
Sanitasi makanan
Sanitasi adalah usaha pencegahan penyakit atau pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan, yang dapat merupakan mata rantai hubungan dari penyebaran penyakit. Dengan demikian sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan penyakit yang menitik beratkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala macam bahaya yang dapat merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi hingga siap dikonsumsi (Uripi, 1994).
Tempat pengolahan yang baik adalah tempat dimana kebersihannya terjaga, mempunyai persediaan air bersih yang cukup, alat-alat dapur yang digunakan harus selalu bersih, tersedia tempat sampah, tersedia saluran pembuangan air limbah, pertukaran udara selalu segar atau ventilasi udara cukup, penerangan yang cukup, tersedia bak pencuci tangan, bumbu masakan ditempatkan pada tempat khusus, sehingga terhindar dari debu, tidak terjangkau oleh serangga, racun serangga tidak ditempatkan ditempat pengolahan (Uripi, 1994).
Menurut widyati dan yuliarsih (2002), sanitasi makanan tidak dapat dipisahkan dari sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat dan aman. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh beberapa faktor, salahsatunya adalah faktor fisik, faktor fisik adalah ruangan yang kurang mendapat pertukaran udara yang kurang lancar, suhu yang panas atau lembab, dan lain-lain. Untuk menghindari kerusakan makanan maka perlu diperhatikan beberapa hal, seperti berikut ini:
1. sanitasi ruang dapur
sanitasi ruang dapur dipengaruhi oleh susunan dan kontraksi dapur, seperti berikut:
a) Lantai dapur
Hendaknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tidak menyerap minyak goreng atau bahan makanan lain yang berlemak, dan tidak retak.
b) Dinding
Dinding harus terbuat dari bahan yang kuat agar mudah dibersihkan. Pada umumnya, dinding terbuat dari keramik.
(16)
c) Langit-langit
Sebaiknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan sederhana desainnya.
d) Ventilasi
Ventilasi yang baik berperan penting dalam penyelenggaraan makanan dalam jumlah yang besar. Dengan ventilasi yang baik asap yang timbul pada waktu mengolah makanan dapat keluar dari dapur. Ventilasi yang baik dapat dilakukan dengan menyediakan jendela, lubang angin, extractor fan, dan pengisap asap (exhauster hood) yang diletakan tergantung di langit-langit yang posisinya tepat berada di atas pusat pengolahan.
e) Cahaya
Cahaya yang baik sangat baik penting bagi penyelenggaraan makanan untuk orang banyak. Ada dua macam cahaya, yaitu cahaya alam dan cahaya buatan. Dengan ruangan yang cukup terang maka kotoran dan benda-benda yang halus yang masuk ke dalam masakan atau hidangan dapat terlihat.
f) Saluran air
Saluran pembuangan air, baik air sisa pencucian bahan makanan maupun pembuangan sisa makanan yang cair serta air kotor dari pencucian alat dapur dan alat saji sedapat mungkin berjalan lancar. Apabila saluran tersebut terletak didalam dapur maka sebaiknya sepanjang saluran tersebut ditutup dengan alat yang dapat dibuka atau ditutup, misalnya dengan menggunakan pelat baja. Selain itu, dengan menggunakan alat tersebut akan memudahkan perbaikan apabila terjadi kemacetan aliran air. 2.1. Sanitasi dan kebersihan peralatan
Menurut Uripi (1994) kebersihan alat yang digunakan dalam penyelenggaraan makanan harus selalu dijaga, agar konsumen yang menggunakan terhindar dari hal-hal yang tidak diinginkan. Peralatan didalam penyelenggaraan makanan meliputi peralatan untuk memasak seperti panci, piring, wajan dan sebagainya, dan peralatan untuk makan seperti plato, gelas sendok, garpu dan sebagainya, peralatan-peralatan tersebut haruslah dibersihkan dan dicuci setelah di gunakan.
(17)
Hal-hal yang perlu diperhatikan didalam penggunaan peralatan penyelenggaraan makanan meliputi: pencucian, pengeringan setelah pencucian, dan penyimpanan. Selain itu bahan dari peralatan untuk memasak harus disesuaikan dengan kegunaannya.
1. Pencucian peralatan
pencucian alat-alat pengolahan masakan 2. Pengeringan peralatan setelah pencucian
Setelah dicuci, peralatan sebaiknya diletakan pada rak-rak yang khusus, yang terhindar dari pengotoran oleh debu dan serangga. Sebaiknya penempatan tersebut adalah pada ruangan yang sirkulasi udaranya segar, akan lebih baik kena sinar matahari. 3. Penyimpanan peralatan
Setelah kering, peralatan disimpan didalam lemari yang tertutup, pada rak-rak yang telah ditetapkan sehingga memudahkan untuk mengambil pada hari atau pekerjaan selanjutnya.
4. Bahan perlatan untuk memasak
Perlatan yang digunakan untuk memasak makanan harus terbuat dari bahan-bahan yang tidak berbahaya, seperti barang-barang stainless steel, poselein dan pelastik. Peralatan yang terbuat dari tembaga, arsen, timah hitam, tidak diperbolehkan untuk digunakan didalam memasak makanan.
2.2. Sanitasi air
Air merupakan kebutuhan utama dalam penyelenggaraan makanan karena mulai dari persiapan penyimpanan bahan mentah sampai dengan membersihkan kembali setelah dihidangkan air selalu digunakan. Oleh karena itu, air yang bersih dan aman untuk digunakan harus mendapat perhatian pula dan air merupakan media yang baik untuk perkembangan jasad renik. Syarat air yang baik dan layak digunakan untuk diminum ialah tidak berwarna, tidak berbau, tidak keruh (jernih), tidak mempunyai rasa tertentu (netral), dan tidak mengandung bakteri coli (Widyati & Yuliarsih, 2002).
Menurut Saksono (1986) Air yang digunakan di dalam pemrosesan dan penyiapan makanan sepatutnya memiliki mutu yang dapat diminum. Air yang digunakan dalam makanan sebagai bahan utama dan sebagai agensia pembersih untuk bahan-bahan dan perlengkapan. Air harus bebas dari jasad renik yang bisa menimbulkan penyakit. Bilamana di
(18)
dalam suatu tempat penyediaan makanan tidak menerima air minum melalui pipa penyalur, bisa juga mengangkut air dari sumber di luar yang sudah di perbolehkan dengan memakai wadah yang disetujui pula. Dalam keadaan darurat, pendidihan bisa digunakan untuk menghancurkan jasad renik yang menimbulkan penyakit yang berada di alam air.
3. Sanitasi pembuangan sampah
Umumnya bak sampah terbuat dari pelastik ringan lengkap dengan penutupnya. Sebelum digunakan terlebih dahulu dilapisi dengan kantong pelastik sampah agar bila telah penuh ujung dari kantong pelastik tersebut diikat lalu diangkat keluar dari bak sampah tersebut dan diganti dengan kantong pelastik yang baru. Karena sampah terbungkus dalam kantong pelastik maka sampah tersebut tidak terlalu banyak mengundang lalat dan sekaligus tidak berbau (Widyati & Yuliarsih, 2002).
Menurut Saksono (1986) Komposisi sampah terdiri dari barang-barang hasil buangan atau kotoran atau sisa-sisa makanan manusia yang banyak bercampur dengan air dan air-air buangan lainnya seperti bekas cucian, air bekas mandi dan residu yang dihasilkan dari sisa-sisa makanan dan barang-barang yang tidak berguna, yang hampir semuanya barang-barang sayuran dan sebangsanya. Komposisi sampah rata-rata 99% air dan tingkat keasamannya netral.
Cara-cara perlakuan terhadap sampah mentah diamankan dengan beberapa tahap, antara lain:
1) Pengumpulan ke dalam tangki pembusukan atau pusat penghancuran sampah yang berasal dari tanaman.
2) Pemisahan benda-benda organik dengan sungguh-sungguh seperti sampah dihadirkan untuk beberapa jam.
3) Memahami benar-benar tentang masalah Lumpur melalui jasad renik anaerob.
4) Pemrosesan Lumpur menjadi bubur dan memperlakukannya sebagai suatu penyubur.
5) Memperlakukan bagian yang berair dengan aerasi atau mengangin-anginkan dan oksidasi dengan menolong bakteri aerob.
(19)
4. Sanitasi pada produksi makanan
Menurut Uripi (1994) adapun sanitasi pada produk makanan meliputi: 1. Sanitasi pada pengadaan bahan makanan
Didalam pengadaan bahan makanan terutama kita harus memperhatikan tentang sumber bahan makanan dan keadaan bahan makanana itu sendiri. Disini pengawasan mutu bahan makanan memegang peranan penting (Uripi, 2004).
2. Sanitasi pada penyimpanan bahan makanan
Menurut widyati dan yuliarsih (2002) untuk menjaga ruang penyimpanan bahan makanan maka ada dua hal yang perlu mendapat perhatian, yaitu bahan makanan yang disimpan dan ruang penyimpannya.
a) bahan makanan yang akan disimpan harus dalam keadaan bersih. b) Ruang penyimpanan dibersihkan secara rutin, dan bila ada yang
tumpah harus dibersihkan segera mungkin untuk menghindari datangnya binatang-binatang dan serangga, misalnya semut dan kecoa.
c) Seandainya bahan makanan yang disimpan ada yang busuk harus cepat dibuang dan sebaiknya ruang penyimpanan disemprot dengan desinfektan pada waktu-waktu tertentu.
d) Perlu diperhatikan bahwa pada saat penyemprotan bahan makanan tidak boleh berada di dalam gudang.
5. Sanitasi makanan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam higiene dan sanitasi pengolahan makanan antara lain adalah sanitasi tempat pengolahan, higiene tenaga pengolah, serta higiene dan sanitasi cara pengolahan. Menurut Fardiaz (1992) Mikroorganisme yang dapat digunakan sebagai indikator sanitasi dalam pengolahan pangan adalah mikroorganisme yang umum terdapat didalam kotoran manusia atau hewan. Adanya mikroorganisme indikator di dalam suatu makanan menunjukan terjadinya polusi kotoran dan kondisi sanitasi yang tidak baik selama persiapan maupun pengolahannya.
(20)
Makanan yang dikonsumsi hendaknya memenuhi kriteria bahwa makanan tersebut layak untuk dimakan dan tidak menimbulkan penyakit, diantaranya:
1. Berada dalam derajat kematangan yang dikendaki
2. Bebas dari pencemaran disetiap tahap produksi dan penanganan selanjutnya.
3. Bebas dari perubahan fisik, kimia yang tidak dikehendaki, sebagai akibat dari pengaruh enzym, aktifitas mikroba, hewan pengerat, serangga, parasit, dan kerusakan-kerusakan karena tekanan, pemasakan dan pengeringan.
4. Bebas dari mikroorganisme dan parasit yang menimbulkan penyakit yang dihantarkan oleh makanan (food borne illness).
Ketersediaan pangan
Menurut Moehyi (1992) makanan yang disediakan oleh penyelenggaraan makanan haruslah dapat menghasilkan keadaan gizi dan kesehatan yang optimal. Oleh karena itu, faktor gizi dalam penyelenggaraan makanan tidak dapat diabaikan. Untuk menjamin terlaksananya berbagai fungsi faal normal dalam tubuh dan untuk memperoleh tingkat gizi dan kesehatan yang optimal, tubuh memerlukan sejumlah zat gizi. Oleh sebab itu, setiap jenis zat gizi diperlukan dalam jumlah tertentu pula. Kelengkapan zat gizi diperlukan dalam jumlah yang sesuai dengan kebutuhan setiap orang merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh makanan yang dimakan setiap hari. Ada tiga aspek dalam penyelenggaraan makanan yang erat kaitannya dengan faktor gizi, yaitu sebagai berikut:
1. Kelengkapan dan kecukupan zat gizi yang diperoleh dari makanan 2. Penanaman kebiasaan makanan yang sehat
3. Penganekaragaman makanan yang menguntungkan
Konsumsi Pangan
Menurut almatsir (2004), pangan adalah salah satu kebutuhan pokok yang diperlukan tubuh setiap hari dalam jumlah tertentu sebagai sumber energi dan zat-zat gizi, kekurangan dan kelebihan dalam jangka waktu yang lama akan berakibat buruk terhadap kesehatan. Kebutuhan akan energi dan zat gizi bergantung pada berbagai faktor sepeti umur, gender, berat badan, iklim dan aktivitas fisik.
Konsumsi pangan adalah suatu informasi mengenai jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu,
(21)
sehingga penilaian konsumsi pangan dapat berdasarkan jumlah maupun jenis makanan yang dikonsumsi. Meningkatkan jumlah dan mutu konsumsi makanan memerlukan peningkatan pengetahuan masyarakat tentang makanan yang bergizi, perubahan sikap serta perubahan perilaku sehari-hari dalam menentukan, memilih dan mengkonsumsi makanannnya. Kebutuhan gizi adalah sejumlah zat gizi minimum yang harus dipenuhi dari konsumsi pangan (Hardinsyah & Martianto, 1992).
Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan seperti menghasilkan energi, mengganti jaringan aus serta rusak, memproduksi substansi tertentu misalnya enzim, hormon dan antibodi. Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak serta protein, dan kelompok mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono, 2004).
Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat kecukupan gizi. Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut depkes (1996) diacu dalam sukandar (2007) adalah : (1) defisit tingkat berat (<70% AKG) ; (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKG) ; (3) defiisit tingkat ringan (80-89% AKG) ; (4) normal (90-119% AKG) ; kelebihan (≥120% AKG).
Energi
Kebutuhan energi seseorang menurut FAO/WHO (1985) adalah konsumsi energi berasal dari makanan yang diperlukan untuk menutupi pengeluaran energi seseorang bila ia mempunyai ukuran dan komposisi tubuh dengan tingkat aktivitas yang sesuai dengan kesehatan jangka-panjang, dan yang memungkinkan pemeliharaan aktifitas fisik yang dibutuhkan secara sosial dan ekonomi. Menurut Almatsier (2005) pada anak-anak, ibu hamil, dan ibu menyusukan kebutuhan energi termasuk kebutuhan untuk pembentukan jaringan-jarigan baru.
Protein
Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air (Almatsier, 2005). Soehardi (2004) menyatakan jika tidak terdapat cukup karbohidrat dan lemak, protein di bakar di dalam tubuh untuk memberikan kalori. Tetapi, fungsi protein yang utama adalah membangun dan memperbaiki jaringan-jaringan tubuh yang sudah rusak. Protein membantu sel-sel otak baru untuk menggantikan sel-sel lama yang sudah mati. Protein adalah nutrisi untuk perkembangan, pertumbuhan, dan hidupnya tubuh. Protein
(22)
juga berfungsi sebagai pengatur, yaitu pengatur tubuh, penghasil enzim, pemikat sistem imun, dan menstimulasi kelenjar endokrin.
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Almatsier, 2001). Gibson (2005) menyatakan bahwa status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh seseorang atau sekelompok orang yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan (absorbsi), dan penggunaan zat gizi makanan didalam tubuh. Gizi membicarakan makanan dalam hubungannya dengan kesehatan dan proses dimana organisme menggunakan makanan untuk pemeliharaan kehidupan, pertumbuhan, bekerjanya anggota dan jaringan tubuh secara normal dan produksi tenaga (Suhardjo dkk, 1986).
Antropometri sangat umum digunakan untuk menukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara asupan protein dan energi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot dan jumlah air dalam tubuh (Supariasa et al, 2001). Berdasarkan Supariasa et al. (2001) pengukuran status gizi dengan menggunakan metode antropometri memiliki kekurangan dan kelebihan. Kekurangan dari metode ini adalah (a) tidak sensitif, (b) faktor di luar gizi (penyakit, genetik dan penurunan penggunanaan energi) dapat menurunkan spesifikasi dan sensitivitas pengukuran antropometri, (c) kesalahan yang terjadi pada saat pengukuran dapat mempengaruhi presisi, akurasi dan validitas pengukuran antropometri gizi. Sedangkan kelebihannya adalah (a) relatif tidak membutuhkan tenaga ahli, (b) metode ini tepat dan akurat, (c) dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat gizi dimasa lampau, (d) umumnya dapat mengidentifikasi status gizi sedang, kurang dan gizi buruk, (e) dapat mengevaluasi perubahan status gizi pada periode tertentu.
Antropometri merupakan salah satu alat yang dapat digunakan untuk menilai status gizi dan merupakan indikator yang tepat dan efisien untuk menilai pertumbuhan remaja. Menurut WHO (2007) pengukuran status gizi pada anak usia 5 hingga 19 tahun sudah tidak menggunakan indikator BB/TB akan tetapi menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). Kategori status gizi berdasarkan IMT/U dapat dilihat pada Tabel berikut ini.
(23)
Tabel 1 Kategori status gizi berdasarkan IMT/U
Variabel Kategori
-3 ≤ z ≤ -2 Kurus
-2 ≤ z ≤ +1 Normal
+1 ≤ z ≤ +2 Gemuk
z > +2 Obese
Sumber : WHO 2007
Remaja membutuhkan energi dan nutrien untuk melakukan deposisi jaringan. Peristiwa ini merupakan suatu fenomena pertumbuhan tercepat yang terjadi kedua kali setelah yang pertama dialami pada tahun pertama kehidupannya. Nutrisi dan pertumbuhan mempunyai hubungan yang sangat erat. Jika asupan nutrisi berlangsung optimal maka pertumbuhan potensialnya akan terpenuhi atau berlangsung optimal pula. Total nutrien yang dibutuhkan jauh lebih tinggi pada masa remaja daripada ketika menjalani siklus kehidupannya yang lain (Suandi, 2004).
Kelompok umur remaja menunjukan fase pertumbuhan yang pesat, yang disebut „’adolescene growth spurt”, sehingga memerlukan zat-zat gizi yang relatif besar jumlahnya. Pada remaja laki-laki kegiatan jasmaniah sangat meningkat, karena pada umur inilah perhatian untuk berolahraga sedang meningkat. Bila konsumsi zat gizi tidak ditingkatkan, mungkin akan terjadi defisiensi relatif terutama defisiensi vitamin-vitamin. Defisiensi sumber sumber energi akan menyebabkan anak-anak kelompok ini langsing, bahkan sampai kurus. Pada remaja perempuan mulai terjadi menarche dan mensis disertai pembuangan sejumlah Fe (Djaeni, 2004).
(24)
KERANGKA PEMIKIRAN
Penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Darusalaam terdiri dari penjamah makanan dan proses penyelenggaraan makanan. Penjamah makanan merupakan input dari penyelenggaraan makanan, penjamah makanan makanan terdiri dari karakteristik penjamah makanan dan higiene penjamah makanan. Proses penyelenggaraan makanan terdiri dari jumlah dan jenis makanan yang tersedia dan sanitasi lingkungan. Proses penyelenggaraan terdiri dari sanitasi dan jenis dan jumlah makanan yang tersedia di Pondok Pesantren Darusalaam. Konsumsi pangan Pondok Pesantren Darusalaam berasal dari penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren dan dari luar Pondok Pesantren Darusalaam. Remaja merupakan masa transisi dari anak menuju dewasa, pada masa inilah remaja mulai menyelektif makanan apa saja yang akan dikonsumsi, hal ini terkait dengan pencitraan pada penampilan (body image), sehingga dapat mempengaruhi konsumsi atau asupan pada remaja dan berujung pada status gizi seseorang. Status kesehatan pada penelitian ini tidak dilihat namun status kesehatan saling berhubungan langsung terhadap status gizi dan konsumsi pangan santri. Gambar 1 merupakan penggambaran dari kerangka pikir penyelenggaraan makanan, konsumsi dan status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.
(25)
Keterangan :
: variabel yang di teliti : variabel yang tidak diteliti : berhubungan langsung : Saling berhubungan
Gambar 1 Kerangka pikir penyelenggaraan makanan, konsumsi pangan dan status gizi santri putri Pondok Pesantren Darusalaam.
Konsumsi pangan - Di dalam Pondok
Pesantren
- Di luar Pondok Pesantren
Status gizi
Status kesehatan
Penyelenggaraan makanan Penjamah makanan
Karakteristik penjamah
makanan
Hygiene penjamah
makanan
Proses penyelenggaraan makanan
Sanitasi Jenis dan jumlah makanan
yang tersedia di Pondok Pesantren
Karakteristik santri putri
- Umur
- Berat badan
- Tinggi badan
Jenis dan jumlah makanan yang tersedia di luar Pondok Pesantren
(26)
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat, dan Waktu PenelitianPenelitian ini menggunakan desain penelitian Cross sectional study
dengan metode survey observational. Tempat penelitian dipilih dengan metode purposive yaitu di Pondok Pesantren Darusalaam yang terletak di Ciomas Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi berdasarkan jumlah santri yang tinggal dalam satu lingkungan dan tinggal bersama di sebuah asrama yang disediakan oleh Pondok Pesantren, total santri sebesar 340 santri, Pondok Pesantren menyelenggarakan makanan untuk para santri dan pihak pondok bersedia untuk dijadikan sebagai tempat penelitian. Pengumpulan data penelitian dilakukan bulan Juli sampai Agustus 2011.
Jumlah dan Cara Penarikan Contoh
Contoh dalam penelitian ini adalah santri putri SMP, SMA dan karyawan penjamah makanan di Pondok Pesantren Darusalaam bogor. Populasi santri putri sebanyak 136 santri. Pemilihan contoh menggunakan metode purposive sampling. Kriteria pengambilan contoh antara lain berjenis kelamin perempuan, tidak memiliki catatan khusus atau pelanggaran, bersedia dijadikan sebagai contoh dalam penelitian dan dalam keadaan sehat. Jumlah santri putri dalam penelitian ini adalah 85 santri.
Kriteria yang digunakan untuk pengambilan contoh penjamah makanan antara lain contoh merupakan karyawan ponpes yang bertugas mengolah makanan pada saat penelitian berlangsung, bersedia dijadikan contoh dan diwawancara saat penelitian dan contoh dalam keadan sehat. Jumlah penjamah makanan dalam penelitian ini adalah 10 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Jenis data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi keadaan umum Pondok Pesantren dan daftar menu makanan yang di sediakan. Data primer diperoleh melalui wawancara menggunakan alat bantu kuesioner dan pengamatan secara langsung kepada santri putri dan penjamah makanan. Wawancara yang dilakukan yaitu kepada tenaga penyelenggara makanan, santri putri Pondok Pesantren dan pengurus Pondok Pesantren. Data primer meliputi data karakteristik penjamah makanan (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama berkerja), karakteristik santri putri Pondok Pesantren (umur, tanggal lahir, berat badan dan tinggi badan), sanitasi makanan, higiene tenaga penjamah,
(27)
konsumsi pangan, dan status gizi santri putri Pondok Pesantren. Adapun jenis data dan cara pengumpulan data dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data
Variabel Jenis data Cara pengumpulan data
Karakteristik penjamah makanan
- Umur
- Jenis kelamin - Tingkat pendidikan - Lama bekerja
Wawancara langsung
kepada tenaga pengelola
makanan dengan
menggunakan kuesioner. Karakteristik
santri putri
- Umur - Kelas
- Tanggal lahir
Pengisian kuesioner
Higiene penjamah makanan
- Kondisi kesehatan tenaga penjamah
- Perlengkapan kerja inividu saat mengolah makanan
Wawancara dan
pengamatan langsung
dengan menggunakan
kuesioner yang teriri dari 16 pertanyaan.
Sanitasi - Sanitasi ruang pengolahan - Sanitasi dan kebersihan
peralatan
- Penanganan dan
penyimpanan makanan dan minuman
- Sanitasi sarana, fasilitas dan sanitasi air
Wawancara dan
pengamatan langsung
dengan menggunakan
kuesioner yang terdiri dari 36 pertanyaan.
Ketersediaan pangan
Ketersediaan bahan makanan : - Jenis bahan makanan
- Frekuensi pembelian - Jumlah
- Pemakaian bahan/bulan - Tempat pembelian dan cara
membeli bahan makanan
Ketersediaan makanan,
meliputi : - Waktu makan - Menu makanan
- Bahan/komposisi makanan
Kuesioner
Penimbangan makanan selama 2 hari dengan menggunakan timbangan digital ketelitian 1
Konsumsi pangan
- Metode food recall 2x24 jam, makanan dari dalam Pondok Pesantren dan dari luar Pondok Pesantren.
- Frekuensi konsumsi pangan (7 hari kebelakang)
Kuesioner
Status gizi - Berat badan (BB)
- Tinggi Badan (TB)
- Status gizi (IMT/U)
Penimbangan
menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 0,1 kg.
Pengukuran tinggi badan menggunakan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Perhitungan berdasarkan WHO 2007
(28)
Data penyelenggaraan makanan Pesantren diketahui dengan menggunakan wawancara dan observasi langsung. Data menu makanan yang disediakan dilihat berdasarkan daftar standar menu. Ketersediaan makanan yang disediakan oleh Pondok Pesantren diperoleh melalui penimbangan satu porsi makanan yang akan disajikan (sebelum dikonsumsi) dengan timbangan digital selama dua hari dan juga melalui wawancara dengan tenaga penjamah makanan yang memorsikan makanan, sehingga didapat standar porsi yang digunakan untuk menghitung kebutuhan makanan. Higiene dan sanitasi didapat dari hasil wawancara dengan penjamah makanan, observasi langsung di tempat pengolahan makanan. Wawancara dan observasi pada higiene penjamah makanan dan sanitasi makanan mengacu terhadap kuesioner yang terdiri dari 16 pertanyaan terkait dengan higiene penjamah makanan dan 36 pertanyaan sanitasi makanan dan lingkungan pengolahan makanan.
Penilaian konsumsi pangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara kuantitatif yaitu recall 2x24 jam. Data konsumsi pangan yang diperoleh dengan cara food recall 2x24 jam yaitu dengan meminta santri putri untuk menyebutkan jumlah makanan yang dimakan selama dua hari dengan ukuran rumah tangga. Makanan yang dimakan adalah makanan utama, makanan selingan, jenis pangan dan jumlah yang dikonsumsi dalam bentuk matang, kemudian dikonversikan kedalam bentuk bahan pangan mentah dan dihitung kandungan zat gizi energi, protein, lemak dan karbohidrat dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Selanjutnya data konsumsi pangan dievaluasi menjadi angka kecukupan menggunakan data tabel Angka Kecukupan Gizi (AKG) 2004.
Pengukuran antropometri dilakukan untuk mengetahui status gizi dengan menggunakan indeks masa tubuh berdasarkan umur (IMT/U). data yang diperlukan adalah berat badan, tinggi badan dan tanggal lahir santri putri (untuk mengetahui umur santri putri dalam bulan dan tahun). Pengukuran berat badan dilakukan dengan cara santri putri berdiri di atas timbangan dengan ketelitian 0,1 kg dengan cara melepaskan sepatu atau alas kaki dan barang-barang yang ada di dalam saku dengan tetap menggunakan pakaian. Pengukuran tinggi badan dilakukan dengan menggunakan alat pengukur tinggi badan microtoise dengan ketelitian 0,1 cm. Data tanggal lahir santri putri didapat dari kuesioner yang diisi oleh santri putri.
(29)
Pengolahan dan Analisis Data
Tahapan pengolahan data dimulai dari pengkodean (coding), pemasukan data (entry), pengecekan ulang (cleaning) dan selanjutnya dilakukan analisis. Data yang telah dikumpulkan disajikan dalam bentuk tabel dan dianalisis secara deskriptif dan statistika menggunakan program SPSS 16.0 for windows.
Data karakteristik penjamah makanan meliputi jenis kelamin dikategorikan menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan, umur, tingkat pendidikan yang meliputi tidak tamat SD, tamat SD, SMP, SMA, Diploma, Sarjana dan lama berkerja. Sementara untuk data karakteristik santri putri (umur) dijelaskan secara deskriptif.
Praktek hygiene penjamah makanan dan sanitasi mengacu pada 52 pertanyaan di dalam kuesioner, masing-masing pernyataan pada kuesioner higiene tenaga penjamah sebanyak 16 pernyataan, sedangkan jumlah pernyataan pada kuesioner sanitasi terdapat 36 pernyataan, kemudian dijelaskan secara deskriptif. Praktek hygiene penjamah makanan dan sanitasi diukur dengan pertanyaan yang menggunakan dua tingkatan skala jawaban yaitu “ya” dan “tidak”, penilaian Dikelompokkan kedalam tiga kategori yaitu untuk yang memiliiki skor baik (>80%), sedang (60%-80%), dan kurang (<60%) (Totelesi, 2011).
Data konsumsi pangan yang diperoleh dari recall 2x24 jam dan FFQ, data hasil recall yang diperoleh dalam ukuran rumah tangga (URT) dikonversi ke dalam ukuran berat (gram). Dalam menaksirkan atau memperkirakan ke dalam ukuran berat (gram) menggunakan beberapa alat bantu seperti ukuran rumah tangga (sendok nasi, sendok makan, dan lain-lain) dan dengan menimbang langsung contoh makanan yang dimakan. Kemudian data konsumsi dalam ukuran gram dihitung kandungan energi (kkal) dan protein (g) dengan menggunakan DKBM.
Data tersebut diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh contoh setelah mendapat penjelasan dari peneliti. Kemudian dikonversikan dalam bentuk satuan energi (kal) dan protein (g) menggunakan DKBM. Rumus yang digunakan adalah :
KEj = Bi X GjX BDDj
100
100
(30)
Keterangan:
Kej : Kandungan energi bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Bj : Berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g)
Gj : Kandungan energi dalam 100 g BDD bahan makanan BDDj : Persen bahan makanan yang dapat dimakan (%BDD)
Angka Kecukupan Gizi kemudian digunakan untuk menghitung tingkat kecukupan zat gizi. Tingkat kecukupan zat gizi santri putri diperoleh menggunakan rumus (Hardinsyah & Tambunan, 2004):
Tingkat kecukupan zat gizi : konsumsi zat gizi aktual angka kecukupan gizi
Penggolongan tingkat konsumsi dilakukan berdasarkan Depkes (1996) menjadi lima kategori yaitu defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), Normal (90-120% AKG), dan kelebihan (>120% AKG).
Angka ketersediaan pangan asrama diketahui dengan menimbang bahan pangan satu porsi makan selama dua hari dengan timbangan digital dengan ketelitian 1. Kemudian dikonversi kedalam bentuk energi dan protein dengan Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Pengukuran status gizi dengan metode antropometri melalui perhitungan indeks massa tubuh dibandingkan dengan umur (IMT/U) dengan menggunakan
software WHO Anthroplus 2007. Kemudian hasilnya disesuaikan dengan nilai yang telah ditentukan oleh WHO 2007. Kategori status gizi pada anak yang berumur 5 – 19 tahun yaitu kurus (-3 ≤ z ≤ -2), normal (-2 ≤ z ≤ +1), gemuk (+1 ≤ z ≤ +2) dan obese (z > +2). Analisis yang digunakan adalah analisis spearman untuk melihat hubungan antara tingkat konsumsi terhadap status gizi
(31)
Definisi Operasional
Santri putri adalah siswi SMP dan SMA Pondok Pesantren yang sedang menjalani proses pendidikan di Pondok Pesantren Darusalaam Bogor.
Penyelenggaraan makanan adalah kegiatan yang bertujuan menyediakan makanan pada santri degan memperhatikan higiene tenaga penjamah, sanitasi makanan dan ketersediaan pangan.
Karakteristik tenaga penjamah adalah identitas tenaga penjamah yang meliputi usia, jenis kelamin (laki-laki atau Perempuan), tingkat pendidikan (Tidak lulus SD, lulus SD, SMP, SMA, Diploma dan Sarjana), dan lama bekerja.
Higiene penjamah makanan adalah kondisi kebersihan penjamah makanan pada saat mengelola makanan dan minuman karena merupakan syarat untuk mencapai derajat kesehatan. Praktek hygiene penjamah makanan mengacu pada kuesioner sebanyak 16 pernyataan, kemudian di jelaskan secara deskriptif.
Sanitasi makanan adalah tindakan penjamah makanan saat mengelola makanan meliputi penjagaan kebersihan ruang pengolahan, kebersihan peralatan pengolahan makanan, kebersihan penanganan dan penyimpanan makanan minuman dan penjagaan kebersihan sarana, fasilitas dan sanitasi air, dengan tujuan mencegah segala macam penyakit dan bahaya yang ditimbulkan oleh makanan sehingga merusak kesehatan. Penjelasan sanitasi lingkungan mengacu pada kuesioner yang terdiri dari 36 pernyataan, kemudian dijelaskan secara deskriptif.
Ketersediaan pangan adalah jumlah makanan yang disediakan oleh dapur Pondok Pesantren Darusalaam per porsi makanan yang ditimbang dengan timbangan digital kemudian dikonversikan ke dalam energi dan protein dengan DKBM 2004.
Konsumsi makan adalah jumlah makanan dan minuman yang dihabiskan oleh siswa-siswi dari porsi yang telah disajikan, sehingga dapat dilihat tingkat konsumsi makanan yang di nilai dari zat gizi, tingkat konsumsi zat gizi dihitung berdasarkan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan menurut umur dan berat badan (WNKPG 2004). Tingkat konsumsi energi diperoleh dengan menggunakan cut-off point Depkes (1996) yang dibedakan menjadi defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan kelebihan (≥ 120%).
(32)
Status gizi adalah kondisi santri putri yang dapat diukur ditentukan melalui WHO 2007 dengan Kategori status gizi pada anak yang berumur 5 – 19 tahun yaitu kurus (-3 ≤ z ≤ -2), normal (-2 ≤ z ≤ +1), gemuk (+1 ≤ z ≤ +2) dan obese (z >+2).
(33)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Dapur Penyelenggaraan Makanan Pondok Pesantren Darusalaam
Pondok Pesantren Darusalaam berdiri diatas tanah seluas 6.400 m2, berlokasi di kampung Bubulak Desa Padasuka Ciomas Kabupaten Bogor, merupakan wakaf dari H. Harun Jazhar (almarhum). Secara geografis, lokasi pesantren Darusalaam dikelilingi oleh perumahan dengan radius rata-rata 150 meter dari pesantren. Pondok Pesantren Darusalaam memiliki dapur sebagai salah satu perolehan makanan para santri putra dan putri. Dapur seluas ± 200m2 itu setiap harinya menyediakan ± 400 porsi. Di dalam dapur Pondok Pesantren Darusalaam terbagi menjadi lima ruangan yang terdiri dari ruangan penyimpanan bahan makanan kering, mushola, kamar mandi, ruang pengolahan makanan, dan pencucian alat-alat dan bahan makanan. Di ruangan yang terpisah terdapat satu ruang seluas ± 200m2, ruangan tersebut merupakan ruang makan untuk santri putra.
Ruang penyimpanan bahan makanan kering hanya diperuntukan menyimpan bahan makanan kering seperti beras, bumbu-bumbu dan kerupuk. Di samping ruang penyimpanan bahan makanan adalah mushola, selain sebagai tempat beribadah digunakan juga sebagai tempat istirahat penjamah makanan, disamping mushola adalah kamar mandi yang khusus digunakan oleh para penjamah makanan. Alur penyelenggaraan makanan dimulai dari penerimaan bahan makanan mentah sampai pemorsian dilakukan diruang pengolahan. Ruang pencucian bahan makanan disatukan dengan pencucian alat-alat pengolahan makanan, di ruangan tersebut juga terdapat rak-rak penyimpanan alat-alat bersih. Sistem penyelenggaraan makanan menggunakan sistem desentralisasi, yaitu dapur menyediakan makanan untuk santri putra dan putri dalam porsi besar setelah itu makanan di bagiakan perindividu oleh pengurus Pondok Pesantren bagian kesehatan.
Penyelenggaraan Makanan
Penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Darusalaam bersifat nonkomersial, yaitu tidak memiliki tujuan mencari keuntungan. Alur kerja penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Darusalaam dapat dilihat pada gambar 2
.
(34)
Gambar 2 Alur kerja penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Darusalaam.
Penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Darusalaam Berdasarkan tempat memasak dan menyajikan makanan penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Darusalaam merupakan penyelenggaraan makanan institusi, karena tempat memasak dan menyajikan makanan berada di suatu tempat. Dalam alur proses penyelenggaraan makanan, salah satu aspek dalam penyelenggaraan makanan yang harus diperhatikan adalah higiene penjamah makanan, sanitasi makanan dan ketersediaan pangan sehingga menghasilkan konsumsi pangan yang baik.
Karakteristik penjamah makanan
Contoh dalam penelitian ini terdiri dari penjamah makanan dan siswi Pondok Pesantren, pada penjamah makanan data yang didapat adalah usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan dan lama bekerja. Data karakteristik pada santri putri Pondok Pesantren yaitu umur.
Terdapat 10 orang penjamah makanan di Pondok Pesantren Darussalaam yang terdiri dari enam juru masak yang memiliki tugas menerima belanjaan bahan makanan,mengolah dan memorsikan makanan untuk santri putra. Sedangkan empat penjamah makanan yang lainnya adalah dua santri putri yang bertugas memorsikan makanan dan diawasi oleh dua pengurus santri putri. Sebagian besar jenis kelamin penjamah makanan adalah perempuan. Rata-rata umur penjamah makanan 52 tahun, sebanyak 50% penjamah makanan tidak tamat SD dan rata-rata contoh lama bekerja 15 tahun. Jam kerja penjamah makanan adalah enam hari kerja dengan satu kali libur secara bergiliran.
Proses penyelenggaraan makanan
Hygiene penjamah makanan
Sanitasi makanan
Ketersediaan pangan
(35)
Karakteristik santri putri
Karakteristik santri putri terdiri dari usia, berat badan, tinggi badan dan tanggal lahir. Data berat badan, tinggi badan dan tanggal lahir diperoleh untuk menghitung status gizi santri putri, sedangkan usia santri putri dipaparkan pada tabel 3.
Tabel 3 Karakteristik santri putri Pondok Pesantren Darusalaam
Usia (Tahun) N %
10-12 26 30,6
13-15 51 60
16-19 8 9,4
Total 85 100
Rata-rata±SD 13,6±1,5
Usia contoh santri putri Pondok Pesantren beragam, sebanyak 51% siswi Pondok Pesantren masuk kedalam kategori remaja awal (11-13 tahun) dan masa remaja pertengahan (14-16 tahun), dan rata-rata umur contoh siswi 13 tahun masuk ke dalam remaja awal.
Dua faktor penting dalam pemeliharaan kesehatan adalah higiene dan sanitasi,keduanya penting baik bagi masing-masing individu maupun seluruh masyarakat. Higiene sanitasi yang buruk akan menimbulkan kesehatan yang buruk bagi para pekerja dan juga konsumennya.
Higiene penjamah makanan
Hygiene penjamah makanan merupakan sikap atau perilaku para penjamah (pengolah dan penyaji makanan). Aspek-aspek penilaian higiene penjamah makanan terdiri dari kondisi para penjamah seperti kondisi kesehatan penjamah makanan pada saat terpapar langsung oleh makanan, seragam ataupun perlengkapan masak yang dikenakan seperti sepatu, baju masak ataupun penutup kepala khusus memasak, dan perilaku pejamah makanan.
Pada saat penelitian berlangsung kondisi kesehatan penjamah makanan dalam keadaan sehat dan bersih. Penjamah makanan tidak memiliki seragam khusus namun mereka memakai celemek bersih, tiap tiga hari sekali di ganti dengan yang baru, penjamah makanan tidak memiliki sepatu khusus, melainkan memakai sandal jepit yang sudah dipakai dari rumah. Penjamah makanan tidak merokok, tidak menggunakan perhiasan, tidak menggaruk anggota tubuh khususnya telinga saat mengolah makanan, selalu mencuci tangan sebelum mengolah makanan, tidak menyetuh makananan secara langsung, tidak bersin atau batuk kearah makanan dan mengeringkan tangan dengan lap tangan sebelum menyajikan makanan. Namun saat mengolah makanan para penjamah makanan terlihat berbicara dengan sesama penjamah
(36)
makanan tanpa menggunakan masker atau penutup mulut. Penjamah makanan tidak memiliki penutup kepala khusus, tetapi memakai kerudung, kerudung yang dipakai diganti setiap hari.
Sanitasi makanan
Sanitasi merupakan salah satu aspek penting selain hygiene penjamah makanan. Dapur penyelenggaraan makanan Pondok Pesantren Darusalaam memiliki Lantai dapur dan dinding terbuat dari semen. Saluran pembuangan air hanya terdapat ditempat cuci piring yaitu terletak di luar dapur pengolahan, pada saat penelitian berlangsung terlihat sesaat binatang pengerat seperti tikus melintas di sekitar dapur, namun tidak ada penanganan khusus untuk menangani binatang pengerat. Pencucian alat-alat pengolahaan langsung dilakukan setelah pengolahan makanan selesai, pencucian peralatan menggunakan air yang mengalir. Setelah penyucian alat-alat masak dilakukan pengelapan oleh lap bersih khusus untuk peralatan. Setelah itu, alat-alat diletakan di rak-rak yang yang tidak tertutup. Rak penyimpanan alat-alat terbuat dari bahan anti karat, bidangnya rata dan selalu dijaga kebersihannya.
Dapur pengolahan tidak memiliki kulkas, karena bahan-bahan basah seperti sayuran, minyak dan gula dibeli setiap hari, bahan-bahan kering seperti garam dan gula terletak di dalam toples khusus bahan sehingga terhindar dari bahan-bahan makanan yang lain khususnya bahan makanan basah. Wadah makanan yang bersih disiapkan untuk meletakan makanan/ minuman, namun setelah makanan diporsikan, makanan tidak ditutupi sehingga makanan berpotensi dihinggapi lalat. Disekitar dapur pengolahan tidak didapatkan bahan-bahan beracun seperti obat nyamuk.
Penyelenggaraan makanan di Pondok Pesantren Darusalaam dipanatau oleh ustadz bagian keuangan, selain mengawasi tugas lainya adalah merencanakan menu, belanja dan mendistribusikan bahan mentah. Luas bangunan dapur penyelenggaraan makanan sebesar ± 200 m2, terdiri dari ruang penyimpanan bahan kering, toilet dan mushola. Sarana pencucian peralatan memasak berada di samping dapur, tidak ada tempat pencucian khusus sarana pencucian peralatan hanya ada satu kran air dan satu ember besar, tidak terdapat kotak obat-obatan P3K di ruang dapur, jika ada yang terluka, pegawai langsung menuju ruang kesehatan yang letaknya berseberangan dari dapur pengolahan. Alat-alat masak yang digunakan cukup sederhana antara lain: kompor, dandang, wajan, panci, pisau, talenan dan ulekan.
(37)
Terdapat satu tempat sampah yang tersedia di dapur penyelenggaraan makan, tempat sampah terbuat karung plastik, semua jenis sampah dibuang ke dalam tempat sampah tersebut, tidak ada pemisahan jenis sampah. Sampah yang sudah penuh kemudian di bakar, waktu pembakaran dilakukan sore hari oleh petugas kebersihan pesantren, hal ini dapat mengurangi penumpukan sampah yang berlebihan. Sumber air minum adalah air galon isi ulang, setiap hari dilakukan pengisian ulang.
Tabel 4 Perbandingan standar higiene dan sanitasi terhadap hasil pengamatan
Standar hygiene dan sanitasi Hasil pengamatan
Hygiene penjamah makanan
Penjamah makanan pada saat pengolahan makanan tidak sedang sakit.
Penjamah makanan dalam
kondisi sehat dan bersih
Pakaian yang digunakan adalah pakaian khusus dengan model yang dapat melindungi tubuh pada
waktu memasak, mudah dicuci, berwarna
terang/putih agar terlihat kebersihannya, terbuat dari bahan yang kuat/tidak mudah sobek, dapat menyerap keringat, tidak panas, dan ukurannya tidak begitu ketat sehingga dapat mengganggu pada waktu bekerja.
Penjamah makanan tidak
memiliki sergam khusus namun
memakai celemek saat
mengolah makanan, namun baju yang digunkan adalah baju yang bersih.
Sepatu yang digunakan adalah sepatu kerja, artinya memakai hak pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai.
Penjamah makanan tidak
memiliki sepatu khusus/sepatu kerja saat mengolah makanan
Penjamah makanan tidak memiliki luka yang terbuka dan tidak merokok saat mengolh makanan.
Penjamah tidak memiliki luka yang terbuka dan tidak merokok.
Penjamah makanan secara langsung tidak
diperbolehkan menggunakan cincin, baik yang bermata maupun tidak, juga jam tangan. Kuku harus dipotong pendek, tidak menggunakan pewarna kuku yang kemungkinan besar akan mengelupas dan jatuh ke dalam makanan.
Penjamah makanan tidak
menggunakan perhiasan, tidak
berkuku panjang dan tidak
mengecat kuku.
Sewaktu mencicipi makanan yang telah matang harus menggunakan sendok, dan bila makanan-makanan tersebut diporsikan harus menggunakan alat seperti sendok, penjepit, garpu atau sarung tangan dari pelastik transparan sekali pakai.
Penjamah makanan tidak
menyentuh langsung pangan
dalam mengolah makanan
maupun sewaktu menyajikan. Mempergunakan sendok makan apabila ingin mencicipi makanan yang matang
Pada saat bekerja para karyawan diharuskan menggunakan penutup kepala
Penjamah makanan menutup
kepala atau tidak membiarkan rambut tergerai.
Penjamah makanan tidak menggaruk telinga saat mengolah makanan. Tidak bersin atau batuk kearah makanan, jika ingin bersin atau batuk sebaiknya memalingkan wajah dari arah makanan.
Tidak menggruk telingan dan tidak bersin atau batuk kearah makanan.
Sanitasi ruang pengolahan
Lantai dapur hendaknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tidak menyerap minyk goreng atau bahan makanan lain yang berlemak, dan tidak retak.
Lantai dapur terbuat dari tanah liat yang tidak dialasi keramik.
(38)
Dinding harus terbuat dari bahan yang kuat dan mudah dibersihkan. Pada umumnya dinding terbuat dari keramik.
Dinding terbuat dari semen namun tidak dialasi keramik.
Sebaiknya langit-langit dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan sederhana desainnya.
Langit-langit tidak terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan.
Ventilasi yang baik dapat dilakukan dengan menyediakan jendela, lubang angin, extractor fan, dan pengisap asap (exhauster hood) yang diletakan tergantung di langit-langit yang posisinya tepat berada di atas pusat pengolahan.
Tidak adanya ventilasi yang baik (seperti jendela, lubang angin,
extractor fan, dan penghisap asap) yang diletakan tergantung di langit-langit yang posisinya tepat berada di atas pusat pengolahan.
Cahaya yang baik sangat baik penting bagi penyelenggaraan makanan untuk orang banyak. Ada dua macam cahaya, yaitu cahaya alam dan cahaya buatan. Dengan ruangan yang cukup terang maka kotoran dan benda-benda yang halus yang masuk ke dalam masakan atau hidangan dapat terlihat.
Tidak memiliki pencahayaan yang baik. Hanya mengandalkan sinar matahari yang masuk dari sela-sela ventilasi dapur.
Apabila saluran tersebut terletak didalam dapur maka sebaiknya sepanjang saluran tersebut ditutup dengan alat yang dapat dibuka atau ditutup, misalnya dengan
menggunakan pelat baja. Selain itu, dengan
menggunakan alat tersebut akan memudahkan perbaikan apabila terjadi kemacetan aliran air.
Pengolahan makanan berdekatan dengan saluran pembuangan air.
Sebaiknya pencucian alat-alat pengolahan sesaat setelah peralatan selesai digunakan.
Peralatan pengolahan alat-alat
langsung dibersihkan.
Setelah dicuci, peralatan sebaiknya diletakan pada rak-rak yang khusus, yang terhindar dari pengotoran oleh debu dan serangga. Sebaiknya penempatan tersebut adalah pada ruangan yang sirkulasi udaranya segar, akan lebih baik kena sinar matahari.
Setelah dicuci peralatan diletakan dirak khusus yang terhindar dari
debu dan serangga. Rak
penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan bersih.
Setelah kering, peralatan disimpan didalam lemari yang tertutup, pada rak-rak yang telah ditetapkan sehingga memudahkan untuk mengambil pada hari atau pekerjaan selanjutnya.
Setelah alat-alat kering peralatan
disimpan dilemari yang tidak
tertutup.
Perlatan yang digunakan untuk memasak makanan harus terbuat dari bahan-bahan yang tidak berbahaya, seperti barang-barang stainless steel, poselein dan pelastik.
Peralatan yang digunakan untuk memasak tebuat dari bahan-bahan yang tidak berbahaya.
Penanganan dan penyimpanan makanan dan minuman Sebaiknya makanan atau minuman yang tidak dikemas selalu tertutup untuk menghindari kotorn masuk kedalam makanan.
Makanan / minuman yang tidak dikemas dan tidak selalu tertutup.
Sebaiknya makanan / minuman disajikan atau dikemas
dalam pengemas bersih untuk menghindari
terkontaminasi makanan.
Makanan / minuman disajikan atau dikemas dalam pengemas bersih
Plastik bekas tidak digunakan sebagai kemasan makanan / minuman
Menggunakan pelastik beks untuk kemasan makanan dan minuman
Tidak terdapat bahan pangan yang berserakan Terdapat bahan pangan yang
berserakan, seperti sampah
sayuran dan bungkus pelastik. Sarana, fasilitas dan sanitasi air
Pada pengolahan makanan terdapat air bersih, tempat cuci tngan, lap tangan, tempat sampah yang tertutup, dan sampah dibuang pada tempatnya.
Sudah terdapat air bersih, tempat cuci tngan, lap tangan, tempat sampah yang tertutup, dan sampah
(1)
12 Penjamah makanan tidak menyentuh langsung pangan dalam mengolah maupun sewaktu menyajikan
13 Penjamah makanan tidak bersin atau batuk kearah makanan selama mengolah makanan. 14 Penjamah makanan tidak mengobrol ketika mengolah makanan
15 Mempergunakan sendok makan apabila ingin mencicipi makanan yang matang 16
Penjamah makanan mengeringkan tangan dengan lap tangan sebelum menyajikan pangan
II Sanitasi ruang pengolahan Ya Tidak
17 Lantai dapur terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan tidak menyerap bahan makanan yang berminyak dan tidak retak
18 Dinding terbuat dari bahan yang kuat
19 Langit-langit terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan sederhana desainnya
20 Adanya ventilasi yang baik (seperti jendela, lubang angin, extractor fan, dan penghisap asap) 21 Memiliki pencahayaan yang baik
22 Saat pengolahan tidak berdekatan dengan saluran pembuangan air
23 Tidak ada binatang pengerat, serangga dan binatang lainnya ditempat pengolahan makanan dan minuman
III Sanitasi dan kebersihan peralatan
24 Pencucian alat-alat pengolahan sesaat setelah pengolahan makanan selesai
25 Setelah dicuci peralatan diletakan dirak khusus yang terhindar dari debu dan serangga 26
Rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan bersih.
27 Setelah alat-alat kering peralatan disimpan dilemari yang tertutup
28 Peralatan yang digunakan untuk memasak tebuat dari bahan-bahan yang tidak berbahaya (steiless steel, porselin dan pelastik)
29 Pencucian peralatan dengan air yang mengalir/ selalu diganti 30 Terdapat lap khusus yang bersih untuk peralatan
31 Peralatan disimpan dalam keadaan bersih dan kering IV Penanganan dan Penyimpanan Makanan dan Minuman
32 Bahan-bahan makanan yang cepat rusak seperti susu atau santan disimpan di kulkas/ termos es
33 Bahan-bahan kering seperti gula disimpan terpisah dengan bahan-bahan basah 34
Penggunaan minyak goreng tidak lebih dari 3 kali
35
Makanan / minuman yang tidak dikemas selalu ditutup
36 Tidak terdapat bahan-bahan beracun (misalnya obat nyamuk) di area makanan 37
Makanan / minuman diletakkan di wadah yang bersih (tidak dialasi koran / benda lain yang berpotensi menimbulkan cemaran)
38
(2)
39
Plastik bekas tidak digunakan sebagai kemasan makanan / minuman
40 Tidak terdapat bahan pangan yang berserakan
V Sarana, Fasilitas dan sanitasi air Ya Tidak
41 Tersedia air bersih
42 Tersedia tempat cuci tangan 43 Tersedia lap tangan
44 Tersedia tempat sampah dan tertutup 45 Sampah dibuang pada tempatnya
46 Terdapat pengelolaan tempat sampah dan air limbah sendiri
47 Kualitas air (tidak berwarna, tidak berbau, tidak keruh (jernih) dan tidak mempunyai rasa tertentu (netral)
49 Air minum dan air bersih tersedia pada setiap tempat kegiatan yang membutuhkan 50 Tidak terdapat air tergenang disekitar tempat pengolahan
51 Air sabun pencuci piring selalu diganti
52 memiliki saluran pembuangan air yang dapat dibuka dan ditutup C Penyelenggaraan makanan
C.2 Manajemen penyelenggaraan makanan
1. Apakah sudah ada struktur organisasi/manajemen di penyelenggaraan makanan anda? 2. Berapa jumlah karyawan yang anda miliki?
- Koki/tukang masak/chef :…. Ora g
- Bagian pembelian :….ora g
- Bagia pe yi pa a /guda g :…. Ora g
- Lain-lain :…. Ora g
Ha
ri ke- Waktu Makan Menu Makanan Bahan/ komposisi/ food item
Jumlah makanan yang diolah
URT gram
Pagi
Selingan 1
Siang
Selingan 2
Sore/Malam
(3)
3. Bagaimanakah alur/jalannya proses pengolahan dimulai dari bahan mentah hingga menjadi makanan jadi?
4. Kapan pembelian bahan makanan/bahan baku dilakukan? 5. Siapa yang membeli bahan baku?
6. Dimana anda membeli bahan baku? - Pasar, u tuk baha aka a ….
- Supermarket/swalaya , u tuk baha aka a ….. - Supplier, u tuk baha aka a ….
7. Siapa yang merencanakan menu? Contoh menu? 8. Apakah makanan yang disajikan sudah beragam?
9. Bagaimana dengan Penyajian makanan, porsi dan komposisi penyajian, waktu penyajian atau waktu makan dan pendistribusian makanannya
(4)
Kuesioner Penelitian
PENYELENGGARAAN MAKANAN, KONSUMSI PANGAN DAN STATUS GIZI
SANTRI PUTRI PONDOK PESANTREN DARUSALAAM BOGOR
Tanggal wawancara :
Pewawancara
:
A. Identitas santri putri
1. Nama
:
2. Kelas
:
3. Tanggal lahir :
4. Berat badan : kg
5. Tinggi badan : cm
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
(5)
D. Kuesioner Konsumsi
D. 1 Food Recall
Konsumsi Pangan 1x24 jam
(Hari ke- )
Nama responden/ subyek : ... Pondok Pesantren...
Jenis kelamin : L/P Tgl wawancara : ...
Umur : …………tahun Nama pewawancara : ...
Berat badan : ……...kg
Tinggi badan : ...cm Data berikut adalah makanan yang dikonsumsi dari jam 00.00 hingga jam 24.00, pada hari ...
Waktu
Makan
Menu Makanan
Bahan/ komposisi/
food item
Kode Pangan
Jumlah makanan yang
dikonsumsi
URT
gram
Pagi
Selingan 1
Siang
Selingan 2
(6)
60
Lampiran 2
Hasil uji statistik
Test distribution is Normal.
Correlations
BAZ tingk_kons_E Tkt kons_P
N 85 85 85
Normal Parametersa Mean -.4462 60.2491 44.8250
Std. Deviation 1.07607 16.58550 15.77877
Most Extreme Differences Absolute .065 .174 .159
Positive .054 .174 .159
Negative -.065 -.080 -.120
Kolmogorov-Smirnov Z .596 1.607 1.469
Asymp. Sig. (2-tailed) .869 .011 .027
BAZ tingk_kons_E tkt_kons_P Spearman's rho BAZ Correlation
Coefficient 1.000 .058 .001 Sig. (2-tailed) . .599 .990
N 85 85 85
tingk_kons_E Correlation
Coefficient .058 1.000 .905 **
Sig. (2-tailed) .599 . .000
N 85 85 85
tkt_kons_P Correlation
Coefficient .001 .905
** 1.000
Sig. (2-tailed) .990 .000 .
N 85 85 85
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Lampiran 3
Contoh menu Pondok Pesantren Darusalaam Bogor
Waktu makan
Senin Selasa Rabu Kamis Jumat Sabtu Minggu
Pagi Nasi
Bihun goring Nasi Sayur tahu Nasi Mie goring Nasi Tempe bacem Nasi Telur goreng Nasi Sayur buncis Nasi Tahu bacem
Siang Nasi
Sayur sop Kerupuk Nasi Sayur asem Nasi Tahu goreng Sayur sawi Nasi Tempe goreng Sayur asem Nasi Opor ayam Nasi Sayur buncis Nasi Tahu bacem
malam Nasi Sayur sop Ikan asin Nasi Sayur asem kerupuk Nasi Sayur tahu Kerupuk Nasi Sayur asem Tempe Nasi Sayur sop Kerupuk Nasi Sayur kangkung Nasi Sayur gambas kerupuk