Bobot, komposisi fisik, dan kualitas interior telur puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang diberi suplemen omega-3

BOBOT, KOMPOSISI FISIK, DAN KUALITAS INTERIOR
TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) YANG
DIBERI SUPLEMEN OMEGA-3

SKRIPSI
BENING ISMAWATI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

1

RINGKASAN
BENING ISMAWATI. D14070264. Bobot, Komposisi Fisik, dan Kualitas
Interior Telur Puyuh (Coturnix-coturnix Japonica) yang Diberi Suplemen
Omega-3. Skripsi. Departemen Ilmu Produksi Peterenakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama
Pembimbing Anggota


: Dr. Rudi Afnan, S. Pt., M.Sc.Agr.
: Ir. Niken Ulupi, MS.

Omega-3 merupakan asam lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan rangkap
pada rantai atom karbonnya dan asam lemak esensial yang sangat berguna bagi tubuh
manusia.Omega-3 pada telur dapat dihasilkan dengan cara memasukkan asam lemak
Omega-3 ke dalam pakan unggas. Salah satu efek adalah dengan menghasilkan telur
yang kaya akan asam lemak esensial terutama asam lemak Omega-3 dengan
kandungan kolesterol yang rendah tetapi dalam batas tidak mengganggu
produktivitas ternak. Omega-3 yang dicampurkan merupakan suplemen dengan
Paten ID P0023652 yang diperoleh dari proses dispersi minyak ikan Lemuru dengan
ampas tahu sebagai filler. Minyak ikan Lemuru berpotensi sebagai sumber asam
lemak Omega-3 sehingga minyak tersebut dapat digunakan sebagai bahan penyusun
ransum unggas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian
suplemen Omega-3 dalam pakan puyuh (Coturnix-coturnix japonica) terhadap bobot,
komposisi fisik, dan kualitas interior telur.
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang B Bagian Unggas dan
Laboratorium Unggas Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan dari

pertengahan Desember 2010 sampai dengan akhir Januari 2011. Penelitian ini
menggunakan 293 ekor puyuh berumur 12 minggu berjenis kelamin betina yang
dipelihara selama 6 minggu. Kandang yang digunakan adalah 2 unit kandang baterai
dari kawat berukuran 3 m x 3 m, terdiri dari 5 tingkat dan masing-masing tingkat
disekat dengan triplek menjadi 20 blok dengan masing-masing blok rata-rata berisi
13-15 ekor.
Rancangan yang digunakan adalah Acak Lengkap (RAL) terdiri dari 5 perlakuan
dengan 4 ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah penambahan bahan pakan
mengandung Omega-3 pada ransum komersial pada masing-masing perlakuan yaitu
P1 (0%), P2 (1,5%), P3 (3%), P4 (4,5%), dan P5 (6%). Komposisi fisik dan kualitas
telur yang diamati adalah bobot telur, persentase bobot kuning, putih, dan kerabang
telur, tebal kerabang, indeks kuning telur, nilai HU,dan warna kuning telur. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa penambahan Omega-3 pada ransum sampai level 6%
secara umum tidak berpengaruh terhadap peubah yang diamati. Kesimpulan yang
dapat diambil adalah penambahan suplemen Omega-3 pada pakan puyuh tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot telur, komposisi fisik, dan kualitas interior telur
puyuh. Penambahan suplementasi Omega-3 tidak memberikan dampak buruk
terhadap bobot, komposisi fisik, dan kualitas interior telur puyuh. Telur puyuh yang
dihasilkan tergolong kualitas AA berdasarkan nilai Haugh Unit.
Kata-kata kunci: puyuh, kualitas telur, komposisi fisik, suplemen Omega-3


ABSTRACT
Weight, Physic Composition and Interior Quality of Quails Eggs (Coturnixcoturnix japonica) with Feeding are Contain Omega-3 Supplement
B. Ismawati, R. Afnan., and N. Ulupi
The quality of the egg can be improved by spesific feeding, such as Omega-3
supplementation. The experiment was conducted to determine the effect of Omega-3
supplementation in ration on the physical composition and the quality of quails eggs.
The experiment used two hundred and ninety three female Japanese quails of 12
weeks of age and were raised in cages for 6 weeks. The experiment used Completely
Randomized Design with 5 treatments of ration, with 4 replications. Each replication
consisted of 13-15 quails. The treatments were the different level of Omega-3
supplementation, P1 (0%), P2 (1,5%), P3 (3%), P4 (4,5%), and P5 (6%).The
observed traits were egg shell weight, egg weight, yolk weight, albumen weight,
eggshell thickness, yolk colour, yolk index and albumen index. The results showed
that omega-3 supplementation average in the ration up to 6% has no significally
effect on was overall egg quality. The average egg shell weight score was 20,96; egg
weight score was 10,15; yolk weight score was 32,07; albumen weight score was
46,97; eggshell thickness was 0,17; yolk index score was 0,45; Haugh Unit score
was 95,41; and egg yolk colour score was 3,9.


Keywords :egg quality, quails, physic composition, omega-3 supplement

ii

BOBOT, KOMPOSISI FISIK, DAN KUALITAS INTERIOR
TELUR PUYUH (Coturnix-coturnix japonica) YANG
DIBERI SUPLEMEN OMEGA-3

BENING ISMAWATI
D14070264

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
Memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011


iii

Judul
Nama

: Bobot, Komposisi Fisik, dan Kualitas Interior Telur Puyuh
(Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3
: Bening Ismawati

Nrp

: D14070264

Menyetujui,

Pembimbing Utama,

(Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.)
NIP. 19680625 200801 1 010


Pembimbing Anggota

(Ir. Niken Ulupi, MS.)
NIP. 19570129 198303 2 001

Ketua Departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.
NIP.19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian:

12 Agustus2011Tanggal Lulus :
iv

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Juli 1989 di Sukabumi, Jawa Barat.Penulis
adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak H. Solichin dan Ibu Hj.

Neneng Permanasari.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di TK. R.A. Baitul
Makmur Malang, setelah 6 bulan kemudian pindah ke TK Negeri SriwedariMalang
dan diseleseaikan tahun 1995, pendidikan dasar diselesaikan di SD Muhammadiyah
Negeri Malang I pada tahun 1995-2001. Selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan
di SLTP N 1 Malang selama satu tahun periode 2001-2002 kemudian pindah ke
SLTP N 1 Bogor dan selesai pada tahun 2004. Pendidikan lanjutan menengah atas
diselesaikan di SMA N 8 Bogor selama satu tahun periode 2004-2005 kemudian
pindah ke SMA N 7 Bogor dan selesai pada tahun 2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur
Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) dan diterima di Departemen Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan pada tahun 2008. Selama
mengikuti perkuliahan di IPB, penulis aktif di beberapa kegiatan, antara lain dalam
bentuk seminar nasional dan berbagai kepanitiaan dalam lingkungan Fakultas
Peternakan.

vi

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim,

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
rahmat, karunia, rizki dan nikmat-Nya sehingga penulis mampu untuk menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Bobot, Komposisi Fisik, dan Kualitas Interior Telur
Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi Suplemen Omega-3”. Shalawat
dansalam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW.
Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Peternakan di Fakultas Peternakan IPB. Skripsi ini ditulis berdasarkan hasil
penelitian yang dilakukan penulis beserta tim pada bulan Desember 2010 sampai
Februari 2011 bertempat di Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak
Unggas, Fakultas Peternakan, IPB. Pengujian kualitas interior telur puyuh (Coturnixcoturnix japonica) dilakukan di Laboratorium Unggas Ilmu Produksi dan teknologi
Peternakan, Fakultas Peternakan, IPB. Penelitian dilakukan untuk mengetahui
pengaruh pemberian suplemen Omega-3 dalam ransum burung puyuh Coturnixcoturnix japonica terhadap bobot, komposisi fisik, dan kualitas interior telur.
Penggunaan suplemen Omega-3 dimaksudkan untuk mendapatkan keunggulan dari
telur puyuh yang dihasilkan atau tanpa menurunkan bobot, komposisi fisik, dan
kualitas interior.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
berpastisipasi dalam kelancaran penelitian ini serta kepada semua pihak yang
membantu dalam proses penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam
penulisan skripsi ini masih banyak terdapat kekurangan dan belum bisa dikatakan
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis

harapkan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada
umumnya dan peternak puyuh pada khususnya.

Bogor, Agustus 2011

Penulis
vii

DAFTAR ISI
Halaman

RINGKASAN ..................................................................................................

i

ABSTRACT ....................................................................................................

ii

LEMBAR PERNYATAAN ...........................................................................


iii

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP ........................................................................................

v

PENDAHULUAN ..........................................................................................

1

Latar Belakang .....................................................................................
Tujuan ..................................................................................................

1
2


TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................

3

Klasifikasi Burung Puyuh ..................................................................
Karakteristik Burung Puyuh ..............................................................
Kebutuhan Pakan ...............................................................................
Produksi Telur ...................................................................................
Struktur dan Komposisi Telur ...........................................................
Komposisi Kimia Telur .....................................................................
Kuning Telur ........................................................................
Putih Telur ...........................................................................
Kerabang Telur ....................................................................
Tebal Kerabang . .................................................................................
Kualitas Telur .....................................................................................
Indeks Telur ........................................................................................
Haugh Unit ........................................................................................
Warna Kuning Telur .........................................................................
Asam Lemak Omega-3 .....................................................................

3
3
4
5
5
6
6
8
8
9
10
10
11
11
12

MATERI DAN METODE ............................................................................

15

Lokasi dan Waktu ..............................................................................
Materi dan Alat ..................................................................................
Bahan ....................................................................................
Alat .......................................................................................
Rancangan dan Analisis Data ...........................................................
Prosedur .........................................................................................
Persiapan Kandang ..............................................................
Pemeliharaan .......................................................................
Pengujian Komposisi Fisik dan Kualitas Interior ................
Pengukuran Peubah ...............................................................

15
15
15
15
16
17
17
17
17
18

HASIL DAN PEMBAHASAN ....................................................................

19

Bobot dan Komposisi Fisik Telur .......................................................

19

viii

Persentase Putih Telur ...........................................................
Persentase Kuning Telur .......................................................
Persentase Kerabang Telur ...................................................
Kualitas Interior ...............................................................................
Haugh Unit ...........................................................................
Indeks Kuning Telur .............................................................
Warna Kuning Telur .............................................................
Tebal Kerabang Telur ...........................................................

19
21
22
23
23
25
26
27

KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................

29

Kesimpulan ......................................................................................
Saran .................................................................................................

29
29

UCAPAN TERIMA KASIH ........................................................................

30

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................

31

LAMPIRAN .................................................................................................

xiii

ix

DAFTAR TABEL

Nomor

Halaman

1. Kebutuhan Nutrisi Puyuh ..................................................................

4

2. Komposisi Zat Makanan Putih Telur, Kuning Telur dan Telur
Utuh ..................................................................................................

6

3. Komposisi Asam Lemak Kuning Telur (dari % Total Asam
Lemak) ..............................................................................................

7

4. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian .....................................

15

5. Rataan Bobot dan Komposisi Fisik Telur Puyuh yang Diberi
Pakan dengan Suplementasi Omega-3 ...............................................

19

6. Rataan Kualitas Interior Telur Puyuh yang Diberi Pakan
dengan Suplementasi Omega-3 ..........................................................

23

x

DAFTAR GAMBAR

Nomor
1. Struktur Telur

Halaman
...................................................................................

5

2. Rumus Molekul Asam Lemak Linolenat, EPA, dan DHA ...............

13

xi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor

Halaman

1. Hasil Analisis Ragam Bobot Telur Puyuh .........................................

35

2. Hasil Analisis Ragam Bobot Putih Telur Puyuh ..............................

35

3. Hasil Analisis Ragam Bobot Kuning Telur Puyuh

............................ 35

4. Hasil Analisis Ragam Bobot Kerabang Telur Puyuh .......................

35

5. Hasil Analisis Ragam Haugh Unit Telur Puyuh ................................

36

6. Hasil Analisis Ragam Indeks Kuning Telur Puyuh ...........................

36

7. Hasil Analisis Ragam Warna Kuning Telur Puyuh ...........................

36

8. Hasil Analisis Ragam Tebal Kerabang Telur Puyuh .........................

36

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang sedang dikembangkan dan
ditingkatkan produksinya. Selain menghasilkan daging, puyuh juga menghasilkan
telur dengan produktivitas yang cukup tinggi. Telur puyuh merupakan sumber
protein hewani yang potensial. Dilihat dari komposisi fisiknya, telur puyuh terdiri
dari 31,9% kuning telur, 47,4% putih telur, dan 20,7% kerabang telur (Nugroho dan
Mayun, 1981). Nutrien yang paling tinggi pada putih telur adalah air, yaitu sebesar
87%, sementara pada kuning telur adalah lemak, yaitu sebesar 32,20% (Buckle et al.,
1987).
Omega-3 merupakan asam lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan rangkap
pada rantai karbonnya. Posisi ikatan rangkap terakhir terletak pada atom karbon ketiga dari gugus metil. Asam lemak esensial yang terdapat pada Omega-3 adalah αlinolenic acid (ALA), eicosapentaenoic acid (EPA), dan docosahexaenoic acid
(DHA). Asam lemak ini banyak terdapat di dalam minyak ikan terutama ikan laut
seperti ikan Lemuru dan ikan Tuna.
Asam lemak Omega-3 yang terdapat dalam pakan akan dideposisi di dalam
telur, terutama di kuning telur. Kandungan lemak pada kuning telur dapat diubah
dengan mengubah susunan ransum.Penelitian tentang penambahan asam lemak tidak
jenuh dalam pakan dapat menghasilkan telur dengan kuning telur yang lebih besar
(Stadelman dan Cotterril, 1995).Saerang et al. (1997) menunjukkan bahwa
penambahan asam lemak tidak jenuh (Omega-3) dalam ransum puyuh dapat
meningkatkan bobot telur puyuhpada komposisi kuning telur.
Berdasarkan uraian di atas, maka penambahan suplemen Omega-3 ke dalam
pakan puyuh diharapkan dapat meningkatkan bobot, komposisi fisik, dan kualitas
interior telur puyuh, yaitu pada nilai Haugh Unit. Nilai HU merupakan korelasi
antara bobot telur dan tinggi putih telur, serta dapat digunakan sebagaisalah satu
indikasi dalam menentukan kualitas telur. Nilai HU yang semakin tinggi,
menandakan kualitas telur yang dihasilkan semakin baik.

1

Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh pemberian suplemen
Omega-3 dalam pakan puyuh (Coturnix-coturnix japonica) terhadap bobot,
komposisi fisik, dan kualitas interior telur.

2

TINJAUAN PUSTAKA
Klasifikasi Burung Puyuh
Klasifikasi zoologi puyuh (Coturnix-coturnix japonica) menurut Nugroho
dan Mayun (1986) adalah sebagai berikut :
Kerajaan

: Animalia

Filum

: Chordata

Kelas

: Aves

Ordo

: Galliformes

Subordo

: Phasianoidea

Famili

: Phasianidae

Genus

: Coturnix

Spesies

: Coturnix-coturnix japonica
Coturnix-coturnix japonica adalah puyuh yang telah lama didomestikasi

sehingga kehilangan naluri untuk mengerami telurnya. Puyuh merupakan plasma
nutfah Indonesia dan disebut Gemak. Jenis puyuh yang dipelihara di Indonesia
diantaranya Coturnix-coturnix japonica, Cortunix chinensis, Turnix succiator,
Arborophila javanica,dan Rollulusroulroul yang dipelihara sebagai burung hias
karena memiliki jambul yang indah (Listyowati dan Roospitasari, 2004).
Karakteristik Burung Puyuh
Ciri puyuh (Coturnix-coturnix japonica) adalah bentuk badannyarelatif lebih
besar dari jenis puyuh lainnya, badan bulat dengan panjang badan19 cm, ekor
pendek, dan jari kaki empat buah. Warna bulu coklat kehitaman, alis betina agak
putih sedang panggul dan dada bergaris.
Jantan dewasa diidentifikasi dengan bulu-bulu berwarna coklat muda
(cinnamon) pada bagian atas kerongkongan dan dada yang merata. Puyuh betina
dewasa berwarna mirip dengan jantan kecuali bulu pada kerongkongan dan dada
bagian atas warna cinnamon lebih terang dan dihiasi „totol-totol‟ coklat tua serta
bentuk badan puyuh betina kebanyakan lebih besar dibanding jantan. Suara puyuh
jantan seperti kastanet yang keras berbunyi “pick per awick” atau “koturio neex”.
Puyuh muda mulai bersiul pada umur 5-6 minggu sementara puyuh jantan akan
berkicau setiap malam selama puncak kawin normal (Nugroho danMayun, 1986).

3

Kebutuhan Pakan
Ransum yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur dan
kebutuhan ternak untuk efisiensi penggunaan ransum.Pakan yang diberikan untuk
puyuh dapat berbentuk pellet, crumble (remah), atau tepung. Pakan tepung
merupakan bentuk paling cocok bagi burung puyuh karena tingkah laku aktif puyuh
yang sering mematuk. Konsumsi ransum puyuh dipengaruhi oleh beberapa faktor
antara lain: umur, palatabilitas ransum, energi ransum, kuantitas dan kualitas ransum,
kesehatan ternak, jenis ternak, aktivitas ternak, dan tingkat produksi (Wahju, 1982).
Protein, karbohidrat, vitamin, mineral, dan air harus tersedia dalam jumlah
yang cukup.Kekurangan salah satu zat nutrisi tersebut mengakibatkan gangguan
kesehatan dan penurunan produktivitas.Konsumsi pakan puyuh pada umur lebih dari
enam minggu membutuhkan 14-18 gram/ekor dengan kandungan protein 20% dan
energi 2600 Kkal/kg (Nugroho dan Mayun, 1981).
Kebutuhan nutrisi puyuh dapatdilihat secara terperinci pada Tabel 1.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Puyuh
Starter
2900

Periode
Grower
2600

Layer
2600

Protein (%)

25

20

20

Kalsium (%)

1

1

1

0,8

0,8

0,8

5

5

5

4,80

5,50

5,30

Zat Nutrisi
Energi Metabolis (kkal/kg)

Fosfor (%)
Serat Kasar (%)
Lemak (%)
Sumber :NRC (1997)

Puyuh mempunyai 2 fase pemeliharaan, yaitu fase pertumbuhandan fase
produksi (bertelur). Fase pertumbuhan dibagi menjadi fase starter (0-3 minggu) dan
grower (3-5 minggu) (Listyowati dan Roospitasari, 2004). Fase produksi dimulai
saat umur di atas 5 minggu. Menurut SNI 01-3906-2006 (BSN, 2006), persyaratan
mutu untuk pakan puyuh dara umur 3-7 minggu, yaitu maksimum 14% kadar
air,minimum 17% protein kasar, minimum7% lemak kasar, 0,9-1,2% kalsium, 0,61% fosfor, maksimum 8% abu, dan maksimum 7% lemak kasar.

4

Produksi Telur
Puyuh merupakan jenis unggas yang cukup produktif dan mulai bertelur pada
umur 35-42 hari atau 5-6 minggu dan akan berproduksi penuh pada umur 50 hari.
Puyuh akan produktif sampai umur 16 bulan jika terawat baik dan dapat bertelur
sebanyak 250-300 butir/tahun. Puyuh yang kurang terpelihara masa produktif hanya
sampai enam atau delapan bulan saja (Listyowati dan Roospitasari, 2004).
Produksi telur akan terus mengalami kenaikan secara drastis hingga mencapai
puncak produksi (sebesar 98,5%) pada umur 4-5 bulan. Produksi telur secara
perlahan-lahan akan menurun hingga 70% pada umur 9 bulan. Puncak produksi (egg
production peak) pada puyuh lebih lama dibandingkan ayam. Produksi telur puyuh
dipengaruhi oleh faktor genetikdan lingkungan seperti: ransum, kandang, temperatur,
lingkungan, penyakit, dan stres (Listyowati dan Roospitasari, 2004).
Struktur dan Komposisi Telur
Struktur telur puyuh secara umum tidak berbeda dengan struktur telur ayam
yang terdiri tiga komponen pokok, yaitu putih telur (58%), kuning telur (31%), dan
kerabang telur (11%) (Ensminger dan Nesheim, 1992). Struktur telur secara lengkap
dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Telur (Stadelman dan Cotterill, 1995)
Bobot telur akan meningkat seiring dengan pertambahan umur puyuh dengan
pemberian protein 18-24% dan memperlihatkan respon linier yang sangat nyata pada
bobot telur (Indah, 1989).

5

Komposisi Kimia Telur
Telur unggas merupakan suatu material yang terbentuk dari komposisi bahanbahan yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan embrio. Nilai nutrisi telur
sangat bervariasai tergantung dari nilai nutrisi pakan. Dilihat dari keseluruhan telur
termasuk kerabang, telur mempunyai kandungan air yang tinggi. Telur puyuh juga
mengandung bahan-bahan organik, seperti protein, lemak, dan karbohidrat, serta
bahan anorganik, yaitu mineral. Bahan-bahan tersebut terkandung dalam telur
melalui proses sintesis, transportasi, dan deposisi yang terutama terjadi pada kuning
telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Komposisi zat makanan putih telur, kuning telur, dan telur utuh disajikan
pada Tabel 2.
Tabel 2. Komposisi Zat Makanan Putih Telur, Kuning Telur dan Telur Utuh
Komponen Telur

Protein

Lemak

Karbohidrat

Abu

------------------------% Bobot Telur-----------------------Putih Telur

9,7-10,6

0,03

0,4-0,6

0,5-0,6

Kuning Telur

15,7-16,6

31,8-35,5

0,2-1,0

1,1

Telur Utuh

12,8-13,4

10,5-11,8

0,3-1,0

0,8-1,0

Sumber : Stadelman dan Cotterill (1995)

Kuning Telur
Kuning telur adalah bagian terdalam dari telur yang terdiri dari membran
vitelin, saluran latebra, lapisan kuning telur gelap, dan lapisan kuning telur terang.
Lemak kuning telursebagian besar terdiri dari trigliserida, yaitu sekitar 65,5%.
Komponen lain dari lemak kuning telur adalah 28,3% fosfolipida dan 5,2%
kolesterol. Asam lemak yang terdapat dalam kuning telur sebagian besar terdiri dari
asam oleat (oleic acid). Migrasi air dari bagian putih telur ke kuning telur selama
penyimpanan akan mengakibatkan penurunan persentase bahan padat (Stadelman
dan Cotterill, 1995).

6

Komposisi asam lemak kuning telur unggas selengkapnya tercantum pada
Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Asam Lemak Kuning Telur (dari % Total Asam Lemak)
Jenis Asam Lemak

Jumlah (%)

Asam Palmitat

32,5

Asam Stearat

8,78

Asam Palmitoleat

1,9

Asam Oleat

33,7

Asam Linoleat

14,2

Asam Linolenat

0,2

Asam Arakidonat

3,1

Asam Eikosapentaenoat

0

Asam Dokosapentaenoat

0,2

Asam Dokosaheksaenoat

2,8

Sumber : Jiang et al. (1991)
Menurut Stadelman dan Cotterill (1995), kuning telur mempunyai rataan
persentase 27,50% dari bobot telur utuh. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963),
persentase kuning telur tidak selalu sama tetapi untuk spesies yang sama umumnya tidak
berbeda. Hal ini disebabkan oleh pengaruh berbagai faktor seperti bobot telur, perbedaan
bangsa, umur, dan perbedaan cuaca. Menurut hasil penelitian Heranita (1998), rataan

bobot kuning telur yang telah diberi perlakuan konsentrat asam lemak Omega-3
sebesar 3,35±0,24 g. Menurut Sihombing et al. (2006), rataan persentase kuning telur
yang diberi perlakuan penambahan zeolit sampai dengan 10% dalam ransum pada
puyuh umur 6 minggu atau siap bertelur, yaitu sebesar 29,67%. Wiradimaja et al.
(2004) mengukur rataan bobot kuning telur yang diberi ransum mengandung tepung
daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) dengan umur puyuh 4 minggu adalah
sebesar 3,12 g dengan kandungan lemak kasar sebesar 7,6%. Menurut penelitian
terdahulu tentang pengaruh penambahan sumber asam lemak Omega-3 terhadap
persentase kuning telur oleh Hazim et al. (2011) memiliki rataan sebesar 34,52%
dengan kandungan lemak kasar sebesar 9%, sedangkan Hazim et al. (2010)
menemukan rataan sebesar 33,92% dengan kandungan lemak kasar sebesar 4%.

7

Putih Telur
Putih telur terdiri dari empat bagian, berturut-turut dari bagian luar sampai
bagian dalam adalah lapisan putih telur encer bagian luar, lapisan putih telur kental
bagian luar, lapisan putih telur encer bagian dalam, dan lapisan calazaferous.
Lapisan calazaferous merupakan lapisan tipis yang kuat yang mengelilingi kuning
telur dan membentuk ke arah dua sisi yang berlawanan membentuk calaza (Buckle et
al., 1987). Penamaan putih telur disebabkan oleh tampilan setelah terjadi
koagulasi.Warna kekuningan disebabkan oleh pigmen ovoflavin. Albumen sebesar 40%
merupakan cairan kental yang terdiri atas gelatinous dan bahan semi padat (Romanoff
dan Romanoff, 1963).

Putih telur yang mengelilingi kuning telur merupakan bagian yang terbesar
(lebih kurang 60%) dari telur utuh (Stadelman dan Cotterill, 1995). Komposisi putih
telur terutama terdiri dari 88% air, protein ovalbumin, conalbumin, ovomucoid,
ovoglobulin, dan lisozym sedangkan protein lainnya adalah flavoprotein, ovomucin,
ovoinhibitor, dan avidin. Kandungan air putih telur lebih banyak dibandingkan
dengan bagian lainnya sehingga selama penyimpanan bagian ini paling mudah rusak
(Romanoff dan Romanoff, 1963).
Menurut hasil penelitian Sihombinget al. (2006), rataan persentase putih telur
yang diberi perlakuan penambahan zeolit sampai dengan 10% dalam ransum dengan
umur puyuh 6 minggu atau siap bertelur, yaitu sebesar 62,35% dan tidak
berpengaruh nyata. Wiradimaja et al. (2004) mengukur rataan bobot putih telur yang
diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada
puyuh umur 4 minggu adalah sebesar 50,96 g. Hazim et al. (2011) mengukur rataan
persentase putih telur sebesar 53,10% dengan kandungan protein kasar sebesar 40%.
Kerabang Telur
Kerabang telur unggas terdiri atas beberapa lapisan.Bagian-bagian tersebut
secara berurutan dari lapisan terluar adalah kutikula, lapisan bunga karang, lapisan
mamilaris, dan membran telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Komponen dasar
kerabang telur adalah 98,2% kalsium, 0,9% magnesium, dan 0,9% fosfor. Umumnya
setiap butir telur memiliki 7.000-17.000 buah pori yang menyebar di seluruh permukaan
kerabang telur (Stadelman dan Cotterill, 1995). Susunan kimiawi kerabang telur terdiri

dari membran mammiler, cone dasar, membran palisadik, kutikula, dan pigmen

8

kerabang telur. Warna pada kerabang telur berasal dari pigmen porphyrin yang
disekresi oleh bagian oviduk dari unggas. Pigmen porphyrin terikat pada kristal
kalsium karbonat yang menjadi komponen utama dari kerabang telur (Yuwanta,
2004).
Menurut hasil penelitian Sihombing et al. (2006), rataan persentase kerabang
telur yang diberi perlakuan penambahan zeolit sampai dengan 10% dalam ransum
pada puyuh umur 6 minggu atau siap bertelur, yaitu sebesar 8,02% dan tidak
berpengaruh nyata. Wiradimaja et al. (2004) mengukur rataan bobot kerabang telur
yang diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr)
pada puyuh umur 4 minggu adalah sebesar 1,306 g. Hazim et al. (2011) mengukur
rataan persentase kerabang telur sebesar 12,3% dengan kandungan kalsium sebesar
2,3%.
Tebal Kerabang
Kualitas kerabang telur terutama ditentukan oleh tebal dan struktur kulit telur.
Tebal dari kerabang telur dipengaruhi genetik, musim, pakan, dan umur induk puyuh
(Romanoff dan Romanoff, 1963).Kualitas kerabang menurun seiring dengan
peningkatan umur.Kerabang telur yang paling tebal dicapai pada awal produksi dan
kemudian menurun seiring dengan berakhirnya masa produksi (Ewing, 1963).
Stadelman dan Cotterill (1995) menemukan hubungan korelasi positif antara tebal
kerabang dengan persentase bobot kerabang. Peningkatan tebal kerabang akan
meningkatkan persentase bobot kerabang dan sebaliknya dengan koefisien korelasi
sebesar 0,78.
Menurut hasil penelitian Heranita (1998), rataan tebal kerabang yang diberi
perlakuan konsentrat asam lemak Omega-3 sebesar 0,1750±0,0071 mm dan tidak
berpengaruh nyata. Menurut Sihombing et al. (2006), rataan tebal kerabang telur
puyuh yang diberi perlakuan penambahan zeolit sampai dengan 10% dalam ransum
pada puyuh umur 6 minggu atau siap bertelur, yaitu sebesar 0,12 mm. Suprijatna et
al. (2008) mengukur rataan tebal kerabang telur pada pakan berkadar protein rendah
disuplementasi enzim komersial pada puyuh umur 7 minggu, yaitu sebesar 0,302
mm. Wiradimaja et al. (2004) mengukur tebal kerabang telur yang diberi ransum
mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada puyuh umur 4

9

minggu adalah sebesar

0,225 mm. Hazim et al. (2011) mengukur rataan tebal

kerabang telur sebesar 0,234 dengan kandungan kalsium sebesar 2,3%.
Kualitas Telur
Kualitas telur merupakan kumpulan faktor-faktor yang mempengaruhi
penilaian dan selera konsumen terhadap mutu telur. Kualitas telur dapat ditentukan
dengan melihat kualitas eksterior dan interior telur. Kualitas eksterior ditentukan oleh
warna, bentuk, tekstur, keutuhan, dan kebersihan kerabang telur. Kualitas interior
meliputi kekentalan putih telur, bentuk kuning telur,dan ada tidaknya noda pada
putihmaupun kuning telur (USDA, 2000). Kualitas telur dapat ditentukan melalui
peneropongan (candling) atau pemecahan (Buckle et al., 1987).
Silversides dan Scott (2000) melaporkan bahwa tinggi putih telur mencapai
maksimum pada saat telur dikeluarkan dan nilai tersebut menurun seiring dengan
peningkatan lama penyimpanan. Penurunan kualitas bukan hanya disebabkan oleh
faktor lama waktu penyimpanan, tetapi juga disebabkan oleh faktor penanganan dan
kondisi lingkungan. Kualitas dalam telur dipengaruhi oleh musim, temperatur
lingkungan, dan umur ayam. Perbedaan kualitas telur konsumsi yang dihasilkan oleh
strain yang sama disebabkan perbedaan umur, perbedaan tatalaksana, dan pakan
yang diberikan (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Indeks Kuning Telur
Pengukuran indeks kuning telur secara tidak langsung mengukur kekuatan
membran dan bentuk kuning telur. Indeks kuning telur merupakan perbandingan
antara tinggi kuning telur dengan diameter yang diukur setelah dipisahkan dari
telurnya.
Menurut Wotton (1978), indeks kuning telur ditentukan dengan rumus :
T
IKT =
(P+L)/2
Keterangan :
IKT

= Indeks kuning telur

T

= Tinggi kuning telur

P

= Diameter kuning telur yang terpanjang

L

= Diameter kuning telur yang terpendek

10

Nilai indeks kuning telur menurut SNI 01-3926-2008 berkisar antara 0,4580,521 mm (BSN, 2008). Menurut hasil penelitian Sihombing et al. (2006), rataan
indeks kuning telur yang diberi perlakuan penambahan zeolit sampai dengan 10%
dalam ransum pada puyuh umur 6 minggu atau siap bertelur, yaitu sebesar 0,462
mm. Suprijatna et al. (2008) mengukur rataan indeks telur yang diberi suplementasi
enzim komersial dalam ransum protein rendah pada puyuh umur 7 minggu, yaitu
sebesar 0,414 mm. Komposisi zat makanan ransum pada perlakuan tersebut adalah
20,1% protein kasar, 3,38% lemak, 8,96% serat kasar, 1,19% kalsium, dan 0,53%
fosfor. Hazim et al. (2011) mengukur rataan indeks kuning telur sebesar 0,46 mm.
Haugh Unit
Haugh Unit (HU) merupakan nilai yang mencerminkan keadaan albumen
telur yang berguna untuk menentukan kualitas telur. Nesheim dan Card (1972)
mengemukakan rumus Haugh Unit yang dibuat oleh Raymound Haugh pada tahun
1937 yaitu :
Haugh unit = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W

0,37

)

Keterangan : H : tinggi putih telur kental (mm)
W : bobot telur (gram/butir)
USDA (2000) menyatakan bahwa telur yang berkualitas AA mempunyai nilai
HU lebih dari 72, kualitas A 60-72, kualitas B 31-60, dan kualitas C kurang dari 31.
Putih telur adalah salah satu indikasi dalam menentukan kualitas telur yang
berhubungan dengan nilai HU. Semakin tinggi bagian putih telur kental, semakin
tinggi nilai HU dan semakin tinggi kualitas telur (Stadelman dan Cotterill, 1995).
Menurut hasil penelitian Suprijatna et al. (2008), nilai HU telur yang diberi
suplementasi enzim komersial dalam ransum protein rendah pada puyuh umur 7
minggu, yaitu sebesar 62,83. Hazim et al. (2011) rataan mengukur nilai HU telur
puyuh sebesar 87,57.
Warna Kuning Telur
Kuning telur memiliki warna yang sangat bervariasi, mulai dari kuning pucat
sampai jingga. Konsumen pada umumnya lebih menyukai telur dengan warna kuning
yang berkisar antara kuning emas sampai oranye (skor warna kuning telur 912).Warna kuning telur merupakan kriteria kualitas telur yang penting dalam

11

pemasaran.Pigmen yang berpengaruh terhadap warna kuning telur adalah pigmen
karoten (Yuwanta, 2004). Unggas yang mengkonsumsi pigmen karotenoid lebih
tinggi akan menghasilkan intensitas warna kuning telur yang lebih tinggi.
Sumber pigmen terpenting bagi unggas petelur adalah jagung kuning, tepung
alfalfa, dan tepung rumput. Karotenoid juga ditemukan pada berbagai bungabungaan, bagian hijau dari tanaman (rumput, alfalfa), biji-bijian, buah, fungi, umbi
(wortel), tanaman air (algae), dan tanaman pangan seperti tomat, lombok, ubi, cabe
(Yuwanta, 2004). Wiradimaja et al. (2004) mengukur rataan warna kuning telur yang
diberi ransum mengandung tepung daun katuk (Sauropus androgynus L. Merr) pada
puyuh umur 4 minggu, yaitu dengan skor 8. Adanya peranan tepung daun katuk
dalam meningkatkan intensitas warna kuning telur yang berindikasi pada
kemampuan meningkatkan kandungan vitamin A (β-karoten). Tipe dan jumlah
pigmen karotenoid yang dikonsumsi unggas petelur merupakan faktor utama dalam
pigmentasi kuning telur (Chung, 2002). Tepung daun katuk mempunyai peranan
yang besar dalam meningkatkan kandungan vitamin A telur. Kandungan tepung daun
katuk yang terdapat dalam ransum adalah sebesar 15% Wiradimaja et al. (2004).
Asam Lemak Omega-3
Asam lemak Omega-3 adalah asam lemak tidak jenuh yang memiliki ikatan
rangkap pada rantai atom karbonnya dan merupakan asam lemak esensial.Posisi
ikatan rangkap pertama terletak setelah atom karbon (C) ke-3 dihitung dari ujung
netral atau gugus metil (CH3).Asam lemak omega-3 seperti asam linolenat termasuk
dalam asam lemak tidak jenuh (polyunsaturated fatty acid) karena memiliki ikatan
rangkap lebih dari dua, yaitu tiga ikatan rangkap.
Asam lemak Omega-3 memiliki rantai karbon yang panjang yaitu 12-26 atom
karbon, seperti asam linolenat yang memiliki atom karbon sebanyak 18 atom.Asam
lemak Omega-3 disebut juga asam lemak rantai panjang karena memiliki lebih dari
12 atom karbon (Montgomery et al., 1993). Dalam sel tubuh, asam lemak Omega-3
yang berada dalam bentuk asam lemak linolenat (C18:3, n-3) akan mengalami
desaturasi

dan

elongasi

menghasilkan

senyawa

turunannya

yaitu

asam

eikosapentaenoat (EPA atau C20:5, n-3), asam dokosaheksaenoat (DHA atau C22:6,
n-3) yang mempunyai rantai karbon yang panjang.

12

Rumus molekul dari asam lemak Omega-3 (asam linolenat, EPA, dan DHA)
dapat dilihat pada Gambar 2.
CH3-CH2CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-(CH2)7-COOH

Asam linolenat (C18:3, n-3)
CH3-CH2CH=CH-CH2CH= CH-CH2CH= CH-CH2CH=CH-CH2CH=CH-(CH2)3-COOH

Asam Eikosapentaenoat (C20:5, n-3)
CH3-CH2-CH= CH-CH2-CH=CH-CH2-CH=CH-CH2-CH= CH-CH2-CH= CH-CH2-CH=CH-(CH2)2-COOH.

Asam Dokosaheksaenoat (C22:6, n-3)

Gambar 2. Rumus Molekul Asam Lemak Linolenat, EPA, dan DHA
Asam lemak Omega-3 dihasilkan oleh tanaman yang tumbuh di laut. Ikan
yang memakan organisme ini dalam jaringannya banyak mengandung Omega-3
seperti minyak ikan Sarden atau ikan Lemuru (Sardinella longiceps) yang diperoleh
dari hasil ekstrasi limbah industri pengalengan maupun penepungan ikan Lemuru
(Cahyanto et al., 1997). Asam eikosapentanoat dan asam dokosaheksaenoat secara
normal didapatkan sedikit dalam jaringan lemak dan konsentrasinya tinggi dalam
minyak ikan Lemuru dan ikan Tuna (Montgomery et al., 1993). Hasil rendeman
berupa minyak dari proses pengalengan ikan Lemuru sebesar 5% sedangkan dari
proses penepungan sebesar 10%. Pengalengan berupa minyak ikan Lemuru sebanyak
satu ton ikan akan diperoleh 50 kg dan dari satu ton bahan mentah sisa-sisa atau hasil
samping berupa minyak ikan Lemuru akan diperoleh kurang lebih 100 kg (Setiabudi,
1990 dan Murdinah, 2008).
Kandungan asam lemak eikosapentanoat (EPA, C20:5n-3) pada minyak ikan
Lemuru hasil ekstrasi dengan cara penepungan adalah sebesar 11,98% sedangkan
pada asam lemak dokosaheksaenoat (DHA, C22:6-n3) sebanyak 9,21% dan Omega-3
(n-3) sebesar 22,08% (Cahyanto et al., 1997). Penelitian terdahulu yang dilakukan
oleh Suripta dan Astuti (2006) menunjukkan bahwa kandungan Omega-3 (ALA,
EPA, dan DHA) meningkat cukup signifikan seiring meningkatnya penambahan
minyak ikan Lemuru.
Menurut Griffin (1992), penambahan suplemen Omega-3 dalam pakan
bertujuan untuk menghambat biosintesis kolesterol dan menurunkan VLDL
kolesterol serta trigliserida plasma. Kolesterol dalam tubuh diperoleh dari absorbsi
pakan dan biosintesis terutama dalam hati. Pencernaan asam lemak Omega-3 terjadi
di usus halus, yaitu duodenum. Di usus halus terjadi pencernaan yang paling aktif

13

dengan hidrolisis dari nutrien kasar yang berupa pati lemak dan protein. Pemecahan
lemak memerlukan adanya garam-garam empedu yang dihasilkan hati dan disimpan
dalam kantung empedu. Garam empedu dilepaskan karena adanya rangsangan bahan
makanan dalam usus. Garam-garam empedu mengemulsikan lemak dalam lekukan
duodenum. Selanjutnya lemak yang berbentuk emulsi tersebut dipecah menjadi asam
lemak dan gliserol dengan bantuan lipase, yaitu enzim dari kelenjar pankreas. Asam
lemak dan gliserol merupakan hasil akhir dari pencernaan lemak (Wahju, 1992).
Pengangkutan lemak dan kolesterol tidak larut dalam air sehingga
membutuhkan protein transport, yaitu High Density Lippoprotein (HDL) yang
mengangkut kolesterol keluar jaringan tubuh, Very Low Density Lippoprotein
(VLDL) yang merangsang pembentukan lipida darah, yaitu tigilserida, kolesterol dan
ester-ester kolesterol, serta Low Density Lippoprotein (LDL) yang mengangkut lipida
darah ke dalam sel-sel tubuh. Lipoprotein yang terbentuk dipasokkan ke dalam aliran
darah sampai di hati, lalu di dalam hati dimetabolisasi dan produk yang dihasilkan
didistribusikan ke seluruh kelenjar endokrin, organ dan jaringan tubuh sampai habis
semuanya dalam bentuk energi (Duthie dan Barlow, 1992). Kolesterol pada kuning
telur disintesis dalam hati unggas, kemudian ditransportasi oleh darah dalam bentuk
lipoprotein dan tersimpan dalam folikel ovarium (Hammad et al., 1996).
Menurut Leeson dan Summer (1991), berat telur dipengaruhi oleh asam
linoleat dan metionin. Asam linoleat mengontrol protein dan lipida yang diperlukan
untuk perkembangan folikel dan secara langsung mengontrol ukuran telur (March
dan McMillan, 1990). Asam linoleat termasuk ke dalam asam lemak Omega-6 yang
sudah terdapat dalam pakan, sedangkan asam linolenat termasuk ke dalam asam
lemak Omega-3 yang terdapat dalam bahan suplemen. Aktivitas enzim yang terdapat
dalam asam lemak Omega-6, yaitu enzim delta 6 desaturase. Enzim tersebut mudah
terganggu oleh faktor nutrisi maupun non-nutrisi. Sementara aktivitas enzim dalam
asam linolenat tidak terganggu. Selain itu, asam linolenat dapat meningkatkan
hormon insulin, dan menurunkan hormon kortisol dan tiroksin, yaitu glukagon dan
epineprin yang memacu terjadinya stres (Griffin, 1992). Menurut Stadellman dan
Cotterill (1995), penambahan Omega-3 dapat berpengaruh terhadap bobot telur dan
bobot kuning telur akibat keberadaan asam lemak yang merupakan penyusun utama
dari kuning telur.

14

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B dan pengujian
komposisi fisik serta kualitas interior telur dilakukan di Laboratorium Unggas,
Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama 2 bulan, yaitu pada pertengahan
Desember 2010 sampai akhir Januari 2011.

Bahan dan Alat
Bahan
Penelitian ini menggunakan 293 ekor puyuh (Coturnix-coturnix japonica)
berumur 12 minggu yang diperoleh dari peternakan puyuh Bapak Slamet di daerah
Sukabumi, suplemen omega 3 ( -3 ) dengan Paten ID P0023652, dan pakan
komersial SP-22 dengan komposisi zat makanan disajikan dalam Tabel 4.
Tabel 4. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian
Zat Makanan
Kadar Air (maksimal)

Jumlah (%)
12

Protein Kasar

20-22

Lemak Kasar

4-7

Serat Kasar (maksimal)

5,5

Abu (maksimal)

13,5

Kalsium

3,2-3,4

Fosfor

0,6-0,8

Sumber : PT.Sinta Prima Feedmill

Alat
Peralatan yang digunakan saat pemeliharaan di lapang adalahkandang sistem
baterai bertingkat lima sebanyak 2 unit dengan ukuran masing-masing unit adalah 3
x 3 m. Setiap kandang terdiri atas 5 tingkat dan masing-masing tingkat disekat
dengan triplek menjadi 20 blok yang berukuran 50 x 50 cm. Setiap blok kandang
diisi oleh 13-15 ekor puyuh betina berumur 80 hari atau 12 minggu. Kawat

15

berukuran 1 x 1 cm digunakan sebagai alas sangkar. Tiap sangkar dilengkapi dengan
satu tempat pakan dan satu tempat minum yang ditempatkan di pinggir luar sangkar.
Kandang diberi penerangan dua buah lampu pijar kecil berdaya 40 watt.
Kotoran burung puyuh ditampung di bagian bawah kandang dengan karung.
Peralatan lainyang digunakan pada saat pemeliharaan adalah timbangan dan
egg tray. Peralatan yang digunakan saat analisis di laboratorium adalah jangka
sorong, tripod micrometer, calliper micrometer, dan yolk colour fan.
Rancangan dan Analisis Data
Rancangan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
dari lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan ialah pemberian
suplemen Omega-3 pada pakan yang terdiri dari lima taraf perlakuan, yaitu:
P1 : Pakan komersil tanpa penambahan suplemen Omega-3
P2 : Pakan komersil dengan penambahan 1,5% suplemen mengandung Omega-3
P3 : Pakan komersil dengan penambahan 3% suplemen mengandung Omega-3
P4 : Pakan komersil dengan penambahan 4,5% suplemen mengandung Omega-3
P5 : Pakan komersil dengan penambahan 6% suplemen mengandung Omega-3
Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
Yij =

+

i+ ij

Keterangan:
Yij : Nilai pengamatan pada pemberian suplemen pakan mengandung Omega-3
perlakuanke-i dan ulangan ke-j
: Nilai rataan umum hasil pengamatan
I

: Pengaruh perlakuan ke-i (i = 0%; 1,5%; 3%;4,5%; dan 6%)

ijn

: Pengaruh galat pemberian suplemen pakan mengandung Omega-3 ke-i dan
ulangan ke-j

Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis ragam (Steel dan Torrie, 1993). Peubah yang
diamati pada penelitian ini adalah bobot telur (g), komposisi fisik telur (kuning telur,

16

putih telur, dan kerabang telur), dan kualitas interior telur (Haugh Unit, tebal
kerabang, indeks kuning telur, dan warna kuning telur).
Prosedur
Persiapan Kandang
Kandang dibersihkan terlebih dahulu dari sampah, kotoran, dan debu sebelum
penelitian dimulai. Dinding kandang dikapur hingga merata. Kandang disiram secara
merata dengan wipol setelah kering untuk membersihkan sisa–sisa kotoran yang
masih menempel di dalam kandang. Kandang puyuh yang telah datang disiapkan dan
didesinfeksi terlebih dahulu kemudian dibiarkan selama beberapa hari. Kandang
puyuh diperbaiki dan dimodifikasi sesuai rancangan dengan penambahan pintu,
tempat pakan, tempat air minum, dan tempat keluar telur.
Pemeliharaan
Puyuh yang datang diistirahatkan selama satu minggu di dalam kandang dan
segera diberi vitamin (Vitastress) yang dilarutkan dalam air minum untuk
mengurangi stres.Puyuh dipelihara selama 6 minggu sampai berumur 18 minggu.
Pemberian jumlah pakan tetap didasarkan pada kebutuhan sesuai periode
pemeliharaan untuk puyuh yang berumur lebih dari enam minggu, yaitu sebanyak 20
g/ekor/hari. Pakan diberikan satu kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 07.00
WIB.Air minum diberikan secara adlibitum. Kotoran dibersihkan dari kandang setiap
hari untuk menghindari penumpukan kotoran. Pengambilan telur dilakukan setiap
sore hari pada pukul 16.00 WIB kemudian disimpan di tempat telur (eggtray).
Pengujian Komposisi Fisik dan Kualitas Interior
Pengujian kualitas interior telur puyuh dilakukan setiap seminggu sekali.
Sampel yang diuji berasal dari sampel telur yang diambil pada saat pengujian
dilakukan. Variabel yang diukur untuk komposisi fisik adalah persentase putih telur,
persentase kuning telur, dan persentase kerabang telur. Variabel yang diukur untuk
kualitas interior adalah Haugh Unit, indeks kuning telur, warna kuning telur, dan
tebal kerabang telur.

17

Pengukuran Peubah
1.

Bobot telur (gram/butir), diperoleh dengan menimbang setiap telur yang
diambil dari tray dan sudah dikelompokkan berdasarkan perlakuan dan
ulangan.

2.

Proporsi kuning telur (%) diperoleh dengan cara memisahkan kuning dan
putih telur terlebih dahulu kemudian kuning telur ditimbang dan dilakukan
pengitungan dengan membagi bobot kuning telur dengan bobot telur dan
dikalikan 100%.

3.

Proporsi putih telur (%) diperoleh dengan cara menimbang putih telur dan
dilakukan pengitungan dengan membagi bobot putih telur dengan bobot telur
dan dikalikan 100%.

4.

Proporsi kerabang (%) diperoleh dengan cara menimbang kerabang terlebih
dahulu lalu dilakukan penghitungan dengan membagi bobot kerabang dengan
berat telur dan dikalikan 100%.

5.

Haugh unit untuk menentukan kualitas telur dihitung dengan rumus
Stadelman dan Cotterill (1995): HU = 100 log (H+7,57-1,7W0,37)
Keterangan :
H = tinggi putih telur kental (mm)
W= berat telur (g/butir)
Hasil nilai HU:
> 72 = Kualitas AA
60-72 = Kualitas A
31-60 = Kualitas B
< 31 = Kualitas C

6.

Indeks kuning telur merupakan indeks kesegaran mutu telur yang dihitung
dengan mengukur tinggi kuning telur dibandingkan dengan diameter atau
rataan dari panjang dan lebar kuning telur.

7.

Warna kuning telur diukur berdasarkan warna standar kuning telur dengan
menggunakan Roche Egg Yolk Colour Fan yang mempunyai kisaran nilai 115. Telur dipecah kemudian dibandingkan warna kuning telur dengan warna
kuning pada Roche Egg Yolk Colour Fan.

18

8.

Tebal kerabang (mm) diperoleh dari hasil rataan pengukuran kerabang telur
bagian runcing, tumpul, dan bagian tengah kerabang telur.

19

HASIL DAN PEMBAHASAN
Bobot dan Komposisi Fisik Telur
Rataan bobot dan komposisi fisik telur meliputi bobot telur, persentase putih
telur, persentase kuning telur, dan persentase kerabang telur puyuh (Coturnixcoturnix japonica) dengan penambahan Omega-3 dalam pakan disajikan pada Tabel
5.
Tabel 5. Rataan Bobot dan Komposisi Fisik Telur Puyuh yang Diberikan Pakan
dengan Suplementasi Omega-3
Konsentrasi Penambahan Omega-3

Peubah

0%

1,5%

3%

4,5%

6%

Bobot Telur (g/butir)

10,04±0,17

10,16±0,21

10,32±0,19

10,20±0,16

10,04±0,21

Putih Telur (%)

44,03±1,85

47,14±2,47

47,54±3,90

49,36±2,81

46,80±1,86

Kuning Telur (%)

32,62±1,34

32,78±1,93

32,31±2,29

31,2±2,07

31,43±2,39

Kerabang Telur (%)

23,35±0,97

20,70±2,31

20,15±4,76

19,45±2,60

21,77±3,49

Bobot telur merupakan akumulasi dari bobot kerabang, putih telur, dan
kuning telur (Stadelman dan Cotteril, 1995). Rataan bobot telur pada penelitian ini
adalah sebesar 10,15 g. Analisis statistik menunjukkan bahwa bobot telur tidak
dipengaruhi oleh taraf suplementasi Omega-3 dalam pakan puyuh. Bobot yang tidak
berbeda dari penelitian ini disebabkan rataan produksi telur yang tidak berbeda pula
(Achmad, 2011). Produksi yang tidak berbeda disebabkan jenis puyuh yang diteliti
sama, umur puyuh seragam, pakan yang diberikan berasal dari sumber yang sama
dengan tingkat konsumsi pakan yang tidak berbeda, dan ditempatkan dalam
lingkungan kandang yang tidak berbeda. Faktor-faktor yang mempengaruhi bobot
telur adalah pola alami produksi telur, pakan dan pemeliharaannya, dan genetik. Pola
alami produksi telur yaitu telur yang dihasilkan ketika baru mulai bertelur berukuran
kecil dan semakin besar sampai bobot telur yang stabil.
Persentase Putih Telur
Menurut Campbell et al. (2003), putih telur bersifat elastis, penahan
goncangan, dan penyekat. Albumen terdiri dari empat lapisan, yaitu putih telur encer
sebelah luar (outer thin white), putih telur kental (thick white), putih telur encer
sebelah dalam (inner thin white), dan putih telur kental di sekeliling kuning telur atau
20

lapisan chalaziferous (Campbell et al., 2003). Persentase putih telur pada penelitian
ini berkisar antara 44,03-49,36% dengan rataan sebesar 46,97%. Analisis ragam
persentase putih telur pada penelitian menunjukkan bahwa penambahan Omega-3
dalam pakan tidak berpengaruh terhadap persentase putih telur. Komponen penyusun
putih telur menurut Stadelman dan Cotterill (1995) adalah air (88%), protein (9,710,6