Performa produksi burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang diberi pakan dengan suplementasi omega-3

PERFORMA PRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix
japonica) YANG DIBERI PAKAN DENGAN
SUPLEMENTASI OMEGA-3

SKRIPSI
DEVIANTI HERY ACHMAD

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

RINGKASAN
Devianti Hery Achmad. D14070074. 2011. Performa Produksi Burung Puyuh
(Coturnix-coturnix japonica) yang Diberi Pakan dengan Suplementasi Omega-3.
Skripsi. Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc.Agr.
Pembimbing Anggota : Ir. Niken Ulupi, MS
Asam lemak tidak jenuh Omega-3 dapat menurunkan kadar kolesterol pada
telur ayam. Asam lemak ini beserta turunannya EPA dan DHA banyak terdapat

dalam minyak ikan Tuna atau ikan laut lainnya seperti ikan Sarden atau ikan
Lemuru. Penambahan Omega-3 pada penelitian ini diharapkan dapat menurunkan
kadar kolesterol pada telur puyuh dan meningkatkan kandungan Omega-3 pada
kuning telur tanpa mempengaruhi performa produksi.
Penelitian ini dilaksanakan selama enam minggu (pertengahan Desember
2010 sampai akhir Januari 2011) bertempat di Laboratorium Lapang Blok B bagian
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan Unggas dan di Laboratorium Unggas Ilmu
Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Ternak yang digunakan adalah burung puyuh (Coturnix-coturnix japonica) berumur
12 minggu sebanyak 293 ekor milik Bapak Slamet dari Sukabumi yang dipelihara
selama enam minggu. Peubah yang diamati meliputi produksi telur, bobot telur,
konversi pakan, dan indeks telur. Percobaan ini menggunakan Rancangan Acak
Lengkap dengan lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan tersebut adalah P1:
Ransum basal; P2: Ransum + 1,5% Omega-3; P3: Ransum + 3% Omega-3; P4:
Ransum + 4,5% Omega-3; dan P5: Ransum + 6% Omega-3. Setiap taraf perlakuan
diulang empat kali, dengan masing-masing ulangan terdiri dari 13-15 ekor puyuh dan
Analisis dilakukan secara deskriptif
Penambahan Omega-3 pada taraf 4,5% merupakan penambahan Omega-3
tebaik karena dapat menghasilkan produksi telur yang lebih tinggi dengan nilai
konversi pakan lebih kecil.

Kata-kata kunci : burung puyuh, Omega-3, telur puyuh, performa produksi.

ABSTRACT
The Effect of Omega-3 Supplementation in Ration on Production Performances
of Japanese Quail (Coturnix-coturnix japonica)
Achmad, D.H., R. Afnan., and N.Ulupi.
Supplementation of Omega-3 in ration may enhance Omega-3 and lower the
cholesterol contents in quail eggs. However, its impact to productive performances
has not been clearly proved. This current experiment aimed to study the influence of
Omega-3 supplementation in ration on productive performances of Japanese quail
(Coturnix-coturnix japonica). This study was carried out for two months in the field
laboratory of Poultry Production and Technology, Faculty of Animal Science, Bogor
Agricultural University. This study involved 298 Japanese quail age 10 weeks and
designed completely randomized in 5 treatments with 4 replications. The applied
treatments were Omega-3 supplementation in the ration: P1 (control), P2 (1.5%
Omega-3), P3 (3% Omega-3), P4 (4.5% Omega-3), and P5 (6% Omega-3). The
observed traits were feed consumption, egg production, egg weight, feed conversion,
mortality, and index of quail egg. All data were collected and descriptively analyzed.
This study revealed no influence of Omega-3 supplementation to the production
performance and index of quail egg.

Keywords : Omega-3 supplement, quail Japanese, quail egg.

PERFORMA PRODUKSI BURUNG PUYUH (Coturnix-coturnix
japonica) YANG DIBERI PAKAN DENGAN
SUPLEMENTASI OMEGA-3

DEVIANTI HERY ACHMAD
D14070074

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

Judul


: Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) yang
Diberi Pakan dengan Suplementasi Omega-3

Nama : Devianti Hery Achmad
NIM

: D14070074

Menyetujui,
Pembimbing Utama

(Dr. Rudi Afnan, S.Pt., M.Sc. Agr.)
NIP. 19680625 200801 1 010

Pembimbing Anggota

(Ir. Niken Ulupi, MS.)
NIP. 19570129 198303 2 001


Mengetahui :
Ketua departemen
Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan

(Prof. Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr. Sc.)
NIP.19591212 198603 1 004

Tanggal Ujian

: 28 Juni 2011

Tanggal Lulus :

v

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 23 Desember 1988 di Cimahi, Jawa Barat.
Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Hery Achmad
dan Ibu Lilis Maliah.
Penulis mengawali pendidikan dasar pada tahun 1994 di TK. R.A. Al-Ikhlas

kota Bandung dan diselesaikan tahun 1995, pendidikan dasar diselesaikan di SDN
PASKAL II Kota Bandung pada tahun 1995-2001, pendidikan lanjutan menengah
pertama diselesaikan di SLTPN 47 Bandung pada tahun 2001-2004 dan pendidikan
lanjutan menengah atas diselesaikan di SMUN 3 Cimahi pada tahun 2004-2007.
Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2007 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di Departemen Ilmu Produksi
dan Teknologi Peternakan, Fakultas Petternakan pada tahu 2008.
Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis aktif di beberapa kegiatan
diantaranya Paguyuban Mahasiswa Bandung (PAMAUNG), Koperasi Mahasiswa
(KOPMA), dan Kegiatan kesenian Gentra Kaheman IPB. Penulis berkesempatan
menjadi penerima beasiswa BUMN pada tahun 2010-2011.

vi

KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,
Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
SWT atas segala nikmat dan karunia yang telah diberikan kepada penulis hingga
saat ini. Atas Petunjuk-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini
ditulis berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis bertempat di kandang

B, Laboratorium Lapang Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor, pada bulan Oktober 2010 sampai Februari
2011. Pengujian kualitas eksterior telur puyuh (Coturnix-coturnix japonica)
dilakukan di Laboratorium Unggas Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Penelitian yang berjudul Performa Produksi Burung Puyuh (Coturnixcoturnix japonica) yang Diberi Pakan dengan Suplementasi Omega-3 ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Berbagai kendala penulis hadapi
dalam penelitian ini yaitu terhambatnya pakan yang disuplai dari Sukabumi,
pergantian beberapa macam pakan sehingga akhirnya pakan harus dibeli dari
daerah Cimahpar. Penulis dapat menghadapi kendala tersebut berkat dukungan
dan motivasi dari Dr. Rudi Afnan, S.Pt. M.Sc. Agr. selaku pembimbing utama dan
Ir. Niken Ulupi, MS. selaku pembimbing anggota, dan bantuan dari semua pihak.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan
peternak burung puyuh pada khususnya. Penulis merasa skripsi ini belum
sempurna, oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan.

Bogor, Juli 2011


Penulis

7

DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ....................................................................................................

i

ABSTRACT .......................................................................................................

ii

LEMBAR PENGESAHAN ...............................................................................

iv

RIWAYAT HIDUP ...........................................................................................


v

KATA PENGANTAR .......................................................................................

vi

DAFTAR ISI ......................................................................................................

vii

DAFTAR TABEL ..............................................................................................

iv

DAFTAR GAMBAR .........................................................................................

x

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..........................................................................................

Tujuan .......................................................................................................

1
1

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Burung Puyuh .....................................................................
Performa Produksi
Konsumsi Pakan ..............................................................................
Produksi Telur .................................................................................
Bobot Telur .......................................................................................
Konversi Pakan ................................................................................
Mortalitas .........................................................................................
Indeks Telur .....................................................................................
Lingkungan Mikro .....................................................................................
Omega-3 ....................................................................................................

2
4
5

8
9
9
10
10
11

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu .....................................................................................
Materi
Bahan ...............................................................................................
Alat ..................................................................................................
Rancangan Percobaan
Rancangan .......................................................................................
Analisis Data ...................................................................................
Prosedur
Persiapan Kandang ..........................................................................
Pemberian Pakan dan Minum ..........................................................
Pengambilan Telur dan Penyimpanan .............................................
Penimbangan dan Pengukuran .........................................................

13
13
13
13
14
14
14
15
15
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Konsumsi Pakan ........................................................................................

16

vii

Produksi Telur ..........................................................................................
17
Bobot Telur ..............................................................................................
20
Konversi Pakan ........................................................................................
22
Indeks Telur .............................................................................................. 24
2

KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan ...............................................................................................
Saran .........................................................................................................

28
28

UCAPAN TERIMA KASIH .............................................................................

29

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................

30

DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................

33

viii

DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1. Perbedaan Burung Puyuh Jantan dan Betina Dewasa Kelamin .............
3
2. Kebutuhan Zat Makanan Burung Puyuh Layer .....................................

5

3. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian .........................................

13

4. Rataan performa Produksi Puyuh yang Diberikan Pakan dengan
Suplementasi Omega-3 ..........................................................................

16

5. Rataan Indeks Telur Puyuh (Coturnix-coturnix japonica) ....................

25

ix

DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Burung Puyuh Jantan (Kiri) dan Betina (Kanan) .................................
3
2. Organ Reproduksi Unggas Betina .........................................................

8

3. Perbedaan Struktur Molekul Omega-3 dan Omega-6 ...........................

11

4. Skema Proses Metabolisme EPA dan DHA ..........................................

12

5. Rataan Produksi Telur Selama Penelitian ..............................................

19

6. Rataan Bobot Telur Puyuh Selama penelitian .......................................

22

7. Rataan Konversi Pakan Burung Puyuh Selama Penelitian ....................

24

8. Rataan Indeks Telur Puyuh Selama Penelitian ......................................

25

9. Kerabang Telur ......................................................................................

26

x

DAFTAR LAMPIRAN
Nomor

Halaman

1. Analisis Ragam Produksi TelurPuyuh ...................................................

30

2. Analisis Ragam Bobot TelurPuyuh ......................................................

30

3. Analisis Ragam Konversi Pakan Puyuh .................................................

30

4. Analisis Ragam Indeks Telur Puyuh .....................................................

30

5. Gambar Dokumentasi Penelitian ............................................................

31

xi

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Telur puyuh merupakan bahan makanan sumber protein hewani yang bernilai
gizi tinggi, mudah diperoleh dan diolah serta harga relatif terjangkau. Kondisi
eksternal dan internal telur menentukan kualitas telur. Kualitas telur secara umum
dipengaruhi oleh pakan yang diberikan, kesehatan dan penyakit, serta penanganan
telur.
Komposisi fisik telur terdiri dari putih telur (albumen) dan kuning telur (yolk)
serta kerabang telur (shell) dan membran tipis telur. Putih telur tersusun dari protein
sebagai komponen utama, sementara kuning telur tersusun dari lemak. Omega-3
merupakan asam lemak tidak jenuh yang terkandung dalam kuning telur. Asam
lemak Omega-3 memiliki ikatan rangkap pada rantai atom karbon pada posisi atom
karbon ketiga dari gugus metil. Asam lemak Omega-3 yang banyak dikenal adalah
asam linolenat, eicosapentaenoat acid (EPA) dan docosahexaenoat acid (DHA).
Asam lemak tidak jenuh Omega-3 beserta turunannya EPA dan DHA banyak
terdapat dalam minyak ikan Tuna atau ikan laut lainnya seperti ikan Sarden dan ikan
Lemuru.
Penelitian penambahan Omega-3 ke dalam pakan sudah dilakukan pada
unggas petelur. Penambahan asam lemak tidak jenuh dalam pakan menghasilkan
kuning telur yang lebih besar sehingga berpengaruh terhadap bobot telur (Stadellman
dan Cotterril, 1995). Peningkatan produksi telur puyuh dilaporkan oleh Suripta dan
Astuti (2006). Pengaruh suplementasi terhadap tingkat produksi telur tidak
menunjukkan hasil yang konsisten.
Peningkatan kandungan Omega-3 dalam kuning telur telah banyak dilaporkan
tetapi inkonsistensi pengaruh suplementasi Omega-3 terhadap produksi telur
merupakan dasar dilakukannya penelitian ini.

Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui performa produksi telur puyuh
(Coturnix-coturnix japonica) yang diberi pakan dengan suplementasi Omega-3.

TINJAUAN PUSTAKA
Karakteristik Burung Puyuh
Burung puyuh adalah unggas darat berukuran kecil namun gemuk dengan
ekor sangat pendek, bersarang di permukaan tanah, memiliki kemampuan untuk
berlari dan terbang dengan kecepatan tinggi namun dengan jarak tempuh yang
pendek. Butung puyuh memakan biji-bijian dan serangga serta mangsa berukuran
kecil lainnya.
Beberapa jenis burung puyuh yang dipelihara di Indonesia diantaranya
Coturnix-coturnix japonica, Coturnix chinensis (Blue Breasted quail), Turnic susciator,
Arborophila javanica, dan Rollus roulroul yang dipelihara sebagai burung hias karena

memiliki jambul yang indah. Burung puyuh yang umum dipelihara di Indonesia
adalah Coturnix-coturnix japonica yang pada awalnya diimpor dari Taiwan,
Hongkong, dan Jepang. Coturnix-coturnix japonica mempunyai panjang badan
sekitar 19 cm, berbadan bulat, berekor pendek, berparuh pendek dan kuat, serta
berjari kaki empat dan berwarna kekuning-kuningan. Burung puyuh yang dipelihara di
Amerika disebut dengan Bob White Quail (Colinus virgianus) sedangkan di China
disebut dengan Blue Breasted Quail (Coturnix chinensis). Klasifikasi burung puyuh

menurut Nugroho dan Mayun (1981) sebagai berikut :
Kingdom

: Animalia

Filum

: Chordata

Class

: Aves (bangsa burung)

Ordo

: Galiformes

Sub Ordo

: Phasianoidae

Famili

: Phasianidae

Sub Famili

: Phasianidae

Genus

: Coturnix

Species

: Coturnix-coturnix japonica

Penentuan jenis kelamin dapat dilakukan dengan memperhatikan warna bulu.
Umumnya pertumbuhan bulu lengkap pada burung puyuh dicapai pada umur 2-3
minggu. Bulu puyuh umur 3 minggu sudah tumbuh sempurna terutama pada puyuh
Jepang. Perbedaan karakteristik morfologi antara jantan dan betina disajikan pada
Tabel 1 dan Gambar 1.

Tabel 1. Perbedaan Burung Puyuh Jantan dan Betina Dewasa Kelamin
Morfologi

Jantan

Betina

Kepala (Muka)

Berwarna coklat gelap dan Berwarna terang dan rahang
rahang bawah gelap
bawah putih.

Bulu Dada

Coklat kekuning-kuningan dan Terdapat bercak hitam atau
tanpa garis
coklat

Dubur (Anus)

Terdapat benjolan berwarna Tidak terdapat benjolan
merah di atas dubur dan jika
ditekan akan mengeluarkan
busa berwarna putih

Suara

Cekeker

Cekikik

Sumber : Nugroho dan Mayun (1981)

Gambar 1. Burung Puyuh Jantan (Kiri) dan Betina (Kanan)

3

Performa Produksi Burung Puyuh
Konsumsi Pakan
Konsumsi pakan merupakan kegiatan masuknya sejumlah nutrisi yang ada di
dalam ransum yang telah tersusun dari bahan pakan untuk memenuhi kebutuhan
nutrisi ternak. Pakan yang diberikan pada ternak harus disesuaikan dengan umur dan
kebutuhan ternak. Pakan yang dapat diberikan untuk burung puyuh dapat berbentuk
pellet, crumble (remah), atau tepung. Pakan tepung merupakan bentuk pakan paling
cocok bagi burung puyuh karena tingkah laku aktif burung puyuh yang sering
mematuk. Protein, karbohidrat, vitamin, mineral, dan air mutlak harus tersedia dalam
jumlah yang cukup. Kekurangan salah satu nutrisi tersebut mengakibatkan gangguan
kesehatan dan penurunan produktivitas (Nugroho dan Mayun,1981).
Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan zat-zat makanan berhubungan
dengan: (1) genetik; (2) makanan dan penyakit serta cekaman-cekaman lain, dan (3)
fungsi-fungsi khusus, seperti mempertahankan kualitas telur (Wahju, 1982).
Konsumsi pakan burung puyuh pada umur lebih dari enam minggu membutuhkan
14-18 gram/ekor dengan kandungan protein 20% dan energi 2600 Kkal/kg (Nugroho
dan Mayun, 1981), sedangkan konsumsi burung puyuh yang memperoleh ransum
rendah protein dengan suplementasi enzim komersial adalah sebesar 17,27-18,61
gram/ekor (Suprijatna et al., 2008)
Konsumsi pakan dipengaruhi oleh kuantitas dan kualitas pakan yang
diberikan dan faktor lain seperti energi ransum, palatabilitas ransum, umur,
kesehatan, jenis dan aktivitas ternak serta tingkat produksi. Puyuh membutuhkan
unsur nutrisi protein, energi, vitamin, mineral, dan air. Anak burung puyuh (DOQ)
yang baru berumur 0-3 minggu membutuhkan protein 25% dan energi metabolis
2900 kkal/kg. Kadar protein dikurangi menjadi 20% dan energi metabolis menjadi
2600 kkal/kg pada umur 3-5 minggu. Burung puyuh berumur lebih dari 6 minggu
membutuhkan energi dan protein yang sama dengan kebutuhan pada umur 3-5
minggu (Listyowati dan Roospitasari, 2004). Burung puyuh yang mendapat ransum
dengan kadar protein 24% mempunyai konversi makanan yang sama dengan ransum
yang menandung protein 22% tetapi memberikan pertumbuhan yang lebih baik.
Kebutuhan zat makanan puyuh disajikan pada Tabel 2.

4

Tabel 2. Kebutuhan Zat Makanan Burung Puyuh Layer
Zat-zat makanan

NRC

SNI

-

Maks. 14

2600

Min. 2700

Protein (%)

20

Min. 17

Lemak (%)

3,96

Maks. 7

Serat Kasar (%)

4,40

Maks. 7

Kalsium (%)

3,75

2,50-3,50

Fosfor (%)

1,00

0,40

Kadar Air (%)
Energi Metabolis (Kkal/kg)

Sumber : NRC (1997); SNI (2006)

Produksi Telur
Telur puyuh Jepang (Coturnix-coturnix japonica) berwarna cokelat lurik dan
sering tertutup zat berwarna biru seperti kapur dengan berat 7-8 % dari berat induk
(Nugroho dan Mayun, 1981). Tingkat produksi telur dapat ditentukan melalui dua
metode, hen day production (HD) dan hen housed production (HH). HD adalah
jumlah telur yang dihasilkan kelompok unggas dalam periode tertentu berdasarkan
jumlah unggas aktual yang hidup pada periode tersebut dan dihitung dalam persen.
HH dihitung berdasarkan jumlah telur yang diproduksi oleh jumlah unggas pada saat
awal pemeliharaan dan dihitung dalam persen. HD merupakan metode yang sering
dipakai karena dapat menentukan tingkat produksi telur sesuai dengan jumlah unggas
yang ada.
Produksi telur burung puyuh cukup baik dan bervariasi disebabkan oleh
faktor pemeliharaan dan makanan. Burung puyuh akan mulai berproduksi pada saat
bobot badan sekitar 90-100 gram di umur 6 minggu (35-42 hari) dan produktif
sampai umur 16 bulan pada kondisi pemeliharaan yang baik. Masa produktif burung
puyuh hanya berlangsung sampai enam atau delapan bulan saja jika kondisi kurang
terpelihara. Telur yang dihasilkan pada permulaan fase bertelur berjumlah sedikit dan
akan cepat meningkat seiring dengan pertambahan umur. Burung puyuh betina dapat
menghasilkan telur sebanyak 200-300 butir per tahun. Produksi telur tertinggi dan

5

terbaik adalah 80,2%, hal ini dapat dicapai bila pada periode grower mendapat
ransum dengan protein 24% dan selama periode bertelur mendapat ransum dengan
kadar protein 20% (Nugroho dan Mayun, 1981). Kemampuan berproduksi meningkat
dengan cepat hingga mencapai puncak produksi 98% pada umur 4-5 bulan dan
secara perlahan-lahan akan menurun hingga 70% pada umur 9 bulan. Puncak
produksi telur lebih dari 80% dapat dicapai pada minggu ke-13 tahun. Telur yang
dihasilkan di masa awal produksi berukuran lebih kecil dibandingkan dengan telur
yang dihasilkan pada akhir produksi. (Wahju, 1982). Produksi telur burung puyuh
hampir mirip dengan produksi telur ayam. Perbedaannya pada burung puyuh puncak
produksi lebih lama dari pada ayam (Nugroho dan Mayun, 1981).
Protein penting untuk pembentukan telur karena sebanyak 50% dari bahan
kering yang terkandung dalam telur adalah protein. Pemberian asam amino
menjamin kelangsungan sintesis protein yang sangat diperlukan untuk produksi telur
(Wahju, 1982). Pada periode layer cahaya berperan dalam pematangan dan
pelontaran ovum yang pada akhirnya mempengaruhi produksi telur. Cahaya yang
diterima oleh mata unggas akan dilanjutkan ke bagian otak yang disebut
hypotalamus. Hypotalamus ini berperan sebagai pengatur fungsi organ-organ tubuh
yang menggerakkan aktivitas-aktivitas hidup seperti makan, minum, tingkah laku
seksual serta sekresi kelenjar anterior pituitary. Setelah cahaya diterima oleh
hypothalamus maka akan merangsang anterior pituitary untuk mensekresikan
hormon LH (Luteinizing Hormone) dan FSH (Follicle Stimulating Hormone) serta
gonadotropin. Setelah mencapai dewasa kelamin, LH (Luteinizing Hormone)
merangsang pelontaran ovum. Hormon FSH merangsang folikel dalam ovarium
sehingga tumbuh dan berkembang dengan cepat serta menghasilkan hormon
estrogen, progesteron dan androgen. Hormon estrogen berfungsi untuk merangsang
perkembangan oviduct, sedangkan progesteron dan androgen penting untuk
merangsang oviduct dalam pembentukan albumen telur (North dan Bell, 1990).
Intensitas cahaya, panjang periode hari terang, dan pola pergantian hari
menghasilkan respon biologi yang berhubungan dengan produksi telur. Intensitas
cahaya minimal sekitar seperempat footcandle (2,69 lux) memberikan peluang bagi
burung puyuh untuk menemukan tempat pakan dan melakukan aktivitas makan.
North dan Bell (1990) mengemukakan bahwa pemberian cahaya 16 jam per hari

6

pada ayam selama periode pertumbuhan menghasilkan kinerja yang optimal selama
periode pertumbuhan maupun periode bertelur. Peningkatan jumlah cahaya sampai
20 jam perhari dapat menigkatkan produksi telur dan konversi ransum pada ayam.
Pada puyuh umur 6-12 minggu membutuhkan lama pencahayaan 22 jam/hari
(Triyanto, 2007)
Pembentukan telur yang terjadi dan dimulai di dalam alat reproduksi unggas
betina merupakan proses panjang dan kompleks serta melalui tenggang waktu yang
relatif konstan. Menurut Yuwanta (2004), tahap-tahap pembentukan telur diawali
dari pelepasan kuning telur (ovum) dari ovarium yang mengandung sekitar 10003000 folikel dengan ukuran sangat bervariasi (mikroskopis sampai sebesar satu
kuning telur). Kuning telur mulai tumbuh dengan cepat sekitar 10 hari sebelum
dilepaskan ke dalam infundibulum. Kuning telur tersebut diselimuti oleh suatu
membran folikuler yang menempel pada ovarium. Membran folikuler ini memiliki
bagian yang disebut stigma yang mengandung sedikit pembuluh darah. Stigma robek
dan melepaskan ovum pada saat ovulasi. Kuning telur selanjutnya ditangkap oleh
infundibulum dan langsung menuju ke magnum yang merupakan saluran terpanjang
pada oviduk. Pada saat kuning telur berada di dalam infundibulum memungkinkan
terjadinya proses pembuahan apabila terjadi perkawinan.
Albumen disekresikan dalam magnum untuk membalut kuning telur. Proses
tersebut memerlukan waktu kurang lebih 3 jam. Kuning telur melakukan penetrasi ke
dalam magnum 15-20 menit setelah ovulasi. Putih telur terdiri atas 88% air, protein
(90% bahan kering), mineral (6% bahan kering), glukosa bebas (3,5% bahan kering),
dan sama sekali tidak terdapat lipida. Selain pembentukan putih telur juga terjadi
mekanisme plumping yaitu mekanisme penyerapan air bersama-sama dengan protein
di dalam proses pembentukan telur. Kalasa terbentuk setelah terjadinya proses
plumping. Setelah berada di dalam magnum maka telur akan memasuki isthmus
untuk pembentukan selaput telur kemudian masuk ke dalam uterus. Uterus adalah
tempat pembentukan kerabang telur, telur berada pada waktu yang cukup lama di
dalam uterus yaitu 18-20 jam. Cangkang telur dibentuk selama 20 jam pada bagian
uterus. Lapisan terakhir dari cangkang yang terbentuk adalah kutikula yang
merupakan material organik pelindung telur.

7

Bagian terkahir dari oviduk adalah vagina yang merupakan tempat telur
ditahan untuk sementara dan akan dikeluarkan melalui kloaka (bagian ujung luar dari
oviduk). Organ reproduksi unggas betina disajikan pada Gambar 2.

Gambar 2. Organ Reproduksi Unggas Betina (Romanoff dan Romanoff, 1963)

Bobot Telur
Faktor yang menyebabkan variasi bobot telur antara lain pola alami produksi
telur, pakan, dan menajemen serta faktor lain yang berhubungan dengan genetik.
Bobot telur diturunkan secara genetik. Pengaruh lingkungan seperti lingkungan
kandang, besar tubuh induk, tahap kedewasaan, umur, obat-obatan, jenis pakan,
jumlah pakan, dan zat makanan dalam pakan seperti kecukupan protein dan asam
amino linoleat sangat mempengaruhi bobot telur yang dihasilkan (Wahju, 1982).
Kekurangan protein ransum menyebabkan telur berukuran kecil.
Waktu produksi telur dapat mempengaruhi bobot telur. Produksi pertama dari
siklus bertelur menghasilkan telur berbobot lebih rendah dibanding telur berikutnya
pada siklus yang sama dan secara berangsur-angsur meningkat seiring pertambahan
umur dan mencapai bobot maksimum ketika mendekati akhir masa bertelur
merupakan pola alami produksi telur. Telur puyuh saat permulaan bertelur berukuran

8

kecil dan membesar sesuai pertambahan umur dan akan mencapai ukuran yang stabil
(Wahju, 1982). North dan Bell (1990) menyatakan bahwa variasi bobot telur
biasanya kecil, variasi besar terjadi pada telur double yolk dan telur abnormal
lainnya.
Burung puyuh yang dipelihara pada suhu 22,5-32 oC dengan kandungan
protein pakan sebesar 22% menghasilkan bobot telur sebesar 9,2 gram, 10,1 gram,
dan 11,0 gram, berturut-turut pada umur 8-9 minggu, 20-21, dan 31-32 minggu
(Eishu, 2005).
Konversi Pakan
Konversi adalah jumlah pakan yang dihabiskan untuk tiap satuan produksi
(pertambahan bobot badan atau telur dan produksi lainnya). Perhitungan konversi
pakan menurut Ensminger (1992) adalah jumlah pakan yang dihabiskan dibagi
dengan jumlah bobot telur pada periode tersebut. Angka konversi pakan
menunjukkan

tingkat

efisiensi

penggunaan

pakan.

Angka

konversi

kecil

menunjukkan penggunaan pakan yang efisien dan sebaliknya angka konversi besar
menandakan penggunaan pakan tidak efisien. Semakin banyak pakan yang
dikonsumsi untuk menghasilkan satu satuan produksi, maka semakin buruk pakan
tersebut. Tingkat konversi pakan dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti mutu
pakan, tata cara pemberian pakan, dan kesehatan ternak yang berkaitan dengan
tingkat konsumsi (Ensminger,1992)
Rataan konversi pakan puyuh dengan penambahan Omega-3 dan Omega-6
adalah sebesar 3,68 (Suripta dan Astuti, 2006) dan sebesar 3,59 tanpa penambahan
Omega-3 dengan sistem penjatahan pakan (Widjastuti dan Kartasudjana, 2006).
Mortalitas
Persentase kematian burung puyuh secara kumulatif meningkat terus secara
linier sampai umur 100 minggu. Woodard et al. (1973) menyatakan bahwa burung
puyuh betina lebih banyak mengalami kematian pada umur muda dibandingkan
jantan khususnya pada peternakan pembibitan. Burung puyuh jantan hidup lebih
lama daripada betina. Kematian burung puyuh dipengaruhi oleh faktor pemeliharaan,
pakan, pemberian pakan, sanitasi, temperatur, kelembaban, dan bibit. Romanoff dan
Romanoff (1963) menyatakan bahwa mortalitas kelompok antar ayam petelur akan
berhubungan dengan produksi telur. Mortalitas banyak terjadi setelah melewati

9

puncak produksi. Penurunan produksi telur terjadi akibat rendahnya vitalitas.
Mortalitas burung puyuh dengan
Indeks Telur
Romanoff dan Romanoff (1963) menyatakan bahwa indeks telur merupakan
perbandingan lebar dan panjang telur untuk mengetahui bentuk telur. Telur yang
relatif panjang dan sempit (lonjong) pada berbagai ukuran memiliki indeks telur yang
rendah sedangkan telur yang relatif pendek dan lebar (hampir bulat) memiliki indeks
telur yang tinggi. Setiap burung puyuh menghasilkan bentuk telur yang khas karena
bentuk telur merupakan sifat yang diwariskan.
Telur dianggap memiliki bentuk yang baik apabila indeks telur berukuran
70%-79%. Indeks telur yang ideal adalah 74%. Korelasi antara indeks telur dan daya
tetas ditemukan pada telur ayam (Yuwanta, 2004). Indeks telur yang dihasilkan
puyuh dari peternakan di daerah Ciampea adalah sebesar 79,2% (Elvira et.al., 1994).
Lingkungan Mikro
Suhu lingkungan pada 16-24 oC merupakan suhu ideal bagi burung puyuh
untuk menjamin konsumsi pakan sehingga berproduksi maksimal dan kelembaban
relatif sekitar 70% (Nugroho dan Mayun, 1981). Suhu lingkungan kandang terkait
erat dengan stocking density. Burung Puyuh mempunyai sifat kanibalisme yang
tinggi apabila kepadatan kandang cukup tinggi, sehingga akan mematuk puyuh yang
lain. Besar atau ukuran kandang yang akan digunakan harus sesuai dengan jumlah
puyuh yang akan dipelihara. Apabila luas kandang yang digunakan untuk puyuh
kurang maka dapat menurunkan produktivitas puyuh. Hal ini dapat menyebabkan
puyuh berdesak-desakan dan peluang untuk mendapatkan pakan tidak sama. Luas
lantai bagi burung puyuh disarankan sebesar 100 cm2/ekor, 150 cm2/ekor, dan 250
cm2/ekor berturut-turut untuk burung puyuh umur 0-7 hari, 7-42 hari, dan umur 42
hari atau lebih. Tinggi kotak dalam kandang kira-kira 25 cm dan tidak lebih dari 30
cm. Kondisi atap lebih tinggi agar tidak mengakibakan luka benturan pada kepala
burung puyuh saat terbang ke atas akibat stres (Siregar dan Samosir, 1981).
Ventilasi merupakan pergerakan udara melalui bangunan. Ventilasi
merupakan faktor penting lainnya dalam struktur bangunan perkandangan. Faktorfaktor lingkungan seperti kecepatan angin, suhu luar dan dalam kandang,
kelembaban, serta perubahan keseimbangan panas dapat menimbulkan naik turunnya

10

fluktuasi laju ventilasi udara. Udara segar yang dibutuhkan puyuh akan semakin
meningkat apabila suhu meningkat dan bobot puyuh meningkat.
Omega-3
Asam lemak Omega-3 dan asam lemak linolenat adalah asam lemak rantai
panjang karena memiliki rantai atom karbon panjang. Asam lemak Omega-3
memiliki 12-26 rantai karbon dengan posisi ikatan rangkap terletak pada karbon ketiga dari gugus metil (CH3). Asam lemak linolenat memiliki panjang atom karbon
sebanyak 18 dengan tiga ikatan rangkap. Asam linolenat dan asam lemak Omega-3
merupakan asam lemak esensial tidak jenuh (polyunsaturated fatty acid) karena
memiliki ikatan rangkap lebih dari dua pada rantai karbonnya (Montgomery et al.,
1993).
Asam lemak esensial yang terdapat pada Omega-3 adalah α-linolenic acid
(ALA), docosahexaenoic acid (DHA), dan eicosapentaenoic acid (EPA). ALA
memiliki 3 ikatan rangkap, DHA 6 ikatan rangkap, dan EPA 5 ikatan rangkap dan
masing-masing ikatan rangkap pertama terletak pada atom C ke-tiga.

Gambar 3. Perbedaan Struktur Molekul Omega-3 dan Omega-6
(Montgomery et al., 1993).

Penambahan Omega-3 terhadap puyuh petelur dapat mempengaruhi performa
produksi burung puyuh. Suplementasi Omega-3 dapat menurunkan produksi telur
karena terkait penurunan konsumsi pakan, asupan protein dan asam lemak yang

11

terkandung di dalam pakan (Suripta dan Astuti, 2006). Menurut Stadellman dan
Cotteriil (1995), penambahan Omega-3 dapat berpengaruh terhadap bobot telur
karena Omega-3 merupakan asam lemak yang merupakan penyusun utama dari
kuning telur. Stabilisasi ikatan rangkap Omega-3 dapat dipengaruhi oleh oksidasi,
pemanasan, dan lama penyimpanan.
DHA dan EPA merupakan hasil metabolit dari asam lemak linolenat yang
diperoleh melalui proses elongasi dan desaturasi dengan bantuan enzim elongase dan
desaturase (Montgomery et al., 1993). Gambar 4 menunjukkan tahapan proses
metabolisme asam linolenat yang menghasilkan metabolit berupa DHA dan EPA.

α-linolenat
6-desaturase
Oktadeka tetraenoat
elongase
Eikosatetraenoat
5-desaturase
Eikosapentaenoat
elongase
Dokosapentaenoat
4-desaturase
Dokosaheksaenoat

Gambar 4. Skema Proses Metabolisme EPA dan DHA
(Montgomery et al., 1993).

12

MATERI DAN METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Lapang Blok B Unit Unggas dan
Laboratorium Unggas Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilakukan selama enam
minggu yang dimulai dari pertengahan Desember 2010 sampai akhir Januari 2011.
Materi
Bahan
Penelitian ini menggunakan 293 ekor burung puyuh (Coturnix-coturnix
japonica) berumur 80 hari yang diperoleh dari peternakan burung puyuh Bapak
Slamet di daerah Sukabumi, suplemen Omega-3 dengan Paten ID P0023652, dan
pakan komersial SP-22 dengan komposisi seperti disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3. Komposisi Zat Makanan Ransum Penelitian
Zat Makanan
Kadar Air (maksimal)

Jumlah (%)
12

Protein Kasar

20-22

Lemak Kasar

4-7

Serat Kasar (maksimal)

5,5

Abu (maksimal)

13,5

Kalsium

3,2-3,4

Fosfor

0,6-0,8

Sumber : PT. Sinta Prima Feedmill

Alat
Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah 2 unit kandang battery.
Setiap kandang terdiri atas 5 tingkat dan masing-masing tingkat disekat dengan
triplek sehingga terdapat 20 blok dengan ukuran 50 cm x 50 cm. Setiap blok kandang
diisi oleh 13-15 ekor puyuh betina berumur 80 hari. Kandang diberi penerangan
dengan dua lampu pijar kecil berdaya 40 watt. Kotoran burung puyuh ditampung di
bagian bawah kandang dengan karung. Alat utama yang digunakan adalah jangka
sorong dan timbangan digital

Rancangan Percobaan
Rancangan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri
dari lima perlakuan dan empat ulangan. Perlakuan yang diberikan adalah pemberian
suplemen Omega-3 pada pakan yang terdiri dari lima taraf perlakuan, yaitu:
P1 : Pakan komersil tanpa penambahan suplemen Omega-3
P2 : Pakan komersil dengan penambahan 1,5% Omega-3
P3 : Pakan komersil dengan penambahan 3% Omega-3
P4 : Pakan komersil dengan penambahan 4,5% Omega-3
P5 : Pakan komersil dengan penambahan 6% Omega-3
Model matematika yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :
Yij =  + i + ij
Keterangan:
Yij : Nilai pengamatan pada pemberian suplemen pakan Omega-3 perlakuan ke-i
dan ulangan ke-j


: Nilai rataan umum hasil pengamatan

I : Pengaruh perlakuan ke-i (i = 0%; 1,5%; 3%; 4,5%; dan 6%)
ij : Pengaruh galat pemberian suplemen pakan Omega-3 ke-i dan ulangan ke-j
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif. Peubah yang diamati pada
penelitian ini adalah produksi telur (% HD), bobot telur (g/butir), konversi pakan dan
indeks telur (%).
Prosedur
Persiapan Kandang
Kandang postal dengan ukuran 3 m x 3 m dibersihkan terlebih dahulu dari
sampah, kotoran, dan debu. Lantai dan dinding kandang dikapur hingga merata.
Kandang disiram secara merata dengan wipol setelah kandang kering untuk
membersihkan sisa-sisa bakteri di dalam kandang. Kandang puyuh (battery)
diperbaiki dan dimodifikasi dengan penambahan pintu, tempat pakan, dan tempat

14

keluar telur. Kandang puyuh yang telah siap didesinfeksi terlebih dahulu dan
dibiarkan selama beberapa hari.
Pemberian Pakan dan Air Minum
Pemberian jumlah pakan tetap didasarkan pada kebutuhan sesuai periode
pemeliharaan untuk umur lebih dari enam minggu, yaitu sebanyak 20 g/ekor/hari.
Pakan diberikan satu kali sehari, yaitu pada pagi hari pukul 07.00 WIB. Pemberian
air minum dilakukan secara bebas ditambah dengan Vitastress yang dilarutkan dalam
air minum hanya pada saat kedatangan puyuh.
Pengambilan Telur dan Penyimpanan
Pengambilan telur dilakukan setiap sore hari pukul 16.00-18.00 WIB. Telur
hasil koleksi disimpan di tempat telur (tray).
Penimbangan dan Pengukuran
Bobot badan setiap burung puyuh ditimbang menggunakan timbangan OHause pada awal dan akhir penelitian. Telur yang sudah disimpan di tray
dikelompokkan berdasarkan perlakuan dan ulangan. Telur ditimbang menggunakan
timbangan O-Hause untuk memperoleh bobot telur per butir. Panjang dan lebar telur
diukur pada tahap selanjutnya untuk mengetahui indeks telur pada setiap akhir
minggu selama enam minggu. Persentase telur kotor dan telur bersih dihitung pada
akhir minggu. Telur dinyatakan bersih apabila kotoran yang menempel pada
kerabang tidak lebih dari 1/32 bagian telur jika kotoran memusat pada satu daerah
dan tidak boleh lebih dari 1/16 bagian telur apabila kotoran menyebar (USDA,
2000).

15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Rataan performa produksi meliputi produksi telur, bobot telur, dan konversi
pakan) Coturnix-coturnix japonica dengan penambahan Omega-3 dalam pakan
ditampilkan pada Tabel 4.
Tabel 4. Rataan Performa Produksi Puyuh yang Diberikan Pakan dengan
Suplementasi Omega-3
Peubah

P1

P2

P3

P4

P5

Henday (%)

63,28±6,36

66,29±8,51

70,57±6,54

71,6±9,08

64,49±12,43

Bobot Telur (g)

10,04±0,17

10,16±0,21

10,32±0,19

10,20±0,16

10,04±0,21

Konversi Pakan

3,35

3,29

3,10

3,02

3,56

Konsumsi Pakan
Pakan memiliki peranan penting untuk menjamin kelangsungan hidup puyuh
dan produksi telur. Konsumsi pakan burung puyuh berhubungan dengan jumlah
energi yang diperlukan untuk hidup pokok serta konversi pakan untuk produksi telur.
Konsumsi pakan dipengaruhi oleh umur, palatabilitas ransum, kesehatan ternak, jenis
ternak, dan aktivitas ternak. Pakan yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan
puyuh (keseimbangan energi dan protein).
Pakan yang digunakan dalam penelitian untuk seluruh perlakuan (Tabel 3)
memiliki kandungan nutrien yang sama dan telah memenuhi rekomendasi SNI
(2006) dan NRC (1997) serta sesuai dengan anjuran Listyowati dan Roospitasari
(2004). Pakan yang diberikan dalam penelitian mengandung 20-22% protein dan
telah sesuai dengan kebutuhan puyuh petelur berumur lebih dari enam minggu
sebesar 18-20% seperti direkomendasikan oleh NRC (1997) atau minimal 17%
sesuai rekomendasi SNI (2006).
Pakan diberikan melalui sistem pembatasan sebesar 20 g/ekor/hari. Penyedian
jumlah pakan puyuh fase bertelur disesuaikan dengan kebutuhan agar tidak
kekurangan atau berlebihan. Pembatasan pakan 20 gram/ekor/hari bagi puyuh fase
bertelur tidak mengakibatkan kekurangan pakan dan jumlah protein yang dibutuhkan
puyuh karena seluruh pakan yang diberikan habis dikonsumsi oleh puyuh. Suprijatna
et al. (2008) mengukur tingkat konsumsi burung puyuh adalah sebesar 17,27-18,61

16

gram/ekor pada pakan berkadar protein rendah yang disuplementasi dengan enzim
komersial.
Pembatasan pakan umumnya dilakukan dalam jumlah pemberian pakan per
hari dan metode pemberian makanan dengan cara sehari diberi pakan dan sehari
tidak diberi pakan. Pembatasan yang dilakukan dalam penelitian ini bertujuan untuk
mengurangi konsumsi kalori. Pemberian pakan secara ad libitum umumnya akan
mengakibatkan kelebihan konsumsi pakan dan energi, sehingga kelebihan konsumsi
pakan tersebut akan diubah menjadi lemak tubuh yang menyebabkan kegemukan dan
akan menurunkan produksi telur. Kebutuhan nutrien unggas petelur lebih tinggi
dibandingkan dengan unggas pedaging. Produksi telur yang tinggi dan bernilai gizi
tinggi memerlukan nutrisi yang lebih tinggi diantaranya protein, energi, dan kalsium
(Cheeke, 2005). Menurut Simopoulos (2006), penambahan Omega-3 dalam pakan
dapat meningkatkan konsumsi pakan.
Omega-3 yang digunakan diperoleh dari hasil dispersi dan emulsi limbah
ikan lemuru dengan campuran ampas tahu yang difermentasikan dengan Rhizopus Sp
dengan nomor Paten ID P0023652. Penambahan Omega-3 dalam pakan dilakukan
setelah umur puyuh mencapai 80 hari atau 12 minggu karena pada saat puyuh
berproduksi 5% terjadi pergantian pakan sehingga puyuh harus melakukan adaptasi
terlebih dahulu terhadap pakan. Tingkat konsumsi dalam penelitian adalah sebanyak
20 gram/ekor/hari karena pakan yang diberikan habis dikonsumsi oleh puyuh. Pakan
yang tercecer akibat tingkah laku makan puyuh pada setiap perlakuan relatif sama
dan dalam jumlah sedikit. Pakan yang tercecer pada penelitian disebabkan oleh
desain tempat pakan yang kurang baik. Dinding tempat pakan tidak terlalu tinggi dan
tidak diberikan alas pada bagian bawah tempat pakan sehingga pakan yang tercecer
akan langsung terjatuh menyatu dengan pakan yang tercecer dari blok kandang yang
lainnya.
Produksi Telur
Produksi telur yang terkait erat dengan jumlah konsumsi dan kandungan
nutrisi pakan merupakan indikator keberhasilan produksi unggas petelur. Pakan yang
diberikan pada puyuh dibatasi dalam jumlah yang sama sehingga asupan protein
tidak berbeda. Kandungan protein yang tinggi disertai kecukupan energi dan kalsium
lebih memberikan pengaruh terhadap produksi telur (Cheeke, 2005). Hasil sintesis

17

protein dalam pakan menyediakan hormon-hormon di dalam tubuh unggas yang
digunakan untuk produksi telur (Wahju, 1982). Pemberian asam amino yang rendah
mengakibatkan protein telur yang terkomposisi dari asam amino tidak terbentuk.
Kandungan nutrisi yang berbeda antar perlakuan terdapat pada konsumsi
Omega-3. Omega-3 merupakan asam lemak dan bukan merupakan sumber protein,
sehingga penambahan Omega-3 tidak memberikan pengaruh yang banyak terhadap
produksi telur. Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian Suripta dan Astuti
(2006) yang menemukan bahwa penambahan Omega-3 menurunkan produksi telur.
Hal ini dapat disebabkan oleh kandungan protein pada penelitian lebih tinggi
dibandingkan pada penelitian tersebut. Asam lemak esensial yang banyak
mempengaruhi produksi telur adalah asam lemak Omega-6 (Wahju, 1982).
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa produksi telur paling tinggi terdapat
pada perlakuan ke-empat yaitu dengan taraf penambahan Omega-3 4,5% dan
produksi telur terendah terdapat pada perlakuan kontrol. Peningkatan produksi
hingga taraf ke-empat merupakan efek penambahan kalori yang diberikan oleh
penambahan Omega-3 sehingga dapat meningkatkan produksi telur, namun pada
taraf 6% penambahan Omega-3 mengalami kejenuhan dan produksi telur menurun
kembali mendekati perlakuan kontrol. Produksi telur dalam penelitian berkisar
63,28-71,6% dengan rata-rata 67,25%. Hasil ini masih tergolong cukup baik karena
puyuh dengan umur 10-20 minggu yang diberi kadar protein 20-22% tanpa
penambahan Omega-3 dengan lama pencahayaan 22 jam/hari memiliki produksi
telur berkisar 63-71,7% (Eishu, 2005)
Faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi produksi telur adalah cahaya
yang berperan dalam pematangan dan ovulasi ovum untuk produksi telur. Cahaya
yang diterima oleh retina mata unggas akan dilanjutkan ke bagian otak
(hypothalamus) dan merangsang anterior pituitary untuk mensekresikan hormon
reproduksi yaitu FSH dan LH. Hormon FSH berfungsi untuk pematangan folikel
sedangkan hormon LH berfungsi untuk merobek stigma sehingga telur dapat
diovulasikan. Cahaya yang diberikan dalm penelitian ini tidak berbeda pada setiap
perlakuan, yaitu menggunakan lampu pijar berdaya 40 watt sehingga perbedaan
produksi telur pada tiap perlakuan tidak terlalu besar.

18

Pada dasarnya burung puyuh dan ayam memiliki kekerabatan yang cukup
dekat karena masih dalam famili yang sama sehingga memiliki kesamaan dalam
fungsi fisiologis seperti lama pembentukan telur pada puyuh sama dengan

Produksi Telur

pembentukan telur pada ayam yaitu 24-27 jam.

Umur (minggu)

Gambar 5. Rataan Produksi Telur Selama Penelitian
Gambar 5 menunjukkan produksi telur ke-lima perlakuan mengalami
peningkatan sampai minggu ke-tiga namun terjadi sedikit penurunan pada minggu
ke-empat. Penelitian ini belum menunjukkan penurunan produksi secara signifikan
karena belum mencapai puncak produksi. Penurunan produksi yang terjadi pada
minggu ke-empat disebabkan oleh pemberian cahaya yang kurang karena pada
minggu ke-empat penerangan pada kandang mengalami gangguan serta manajemen
pemeliharaan yang kurang baik sehingga suhu di dalam kandang pada minggu
tersebut meningkat.
Puyuh yang telah mencapai berat badan 90-100 gram akan segera mulai
bertelur pada umur 35-42 hari. Kemampuan berproduksi mulai awal produksi akan
terus mengalami kenaikan secara drastis hingga mencapai puncak produksi lebih dari
80% pada umur 4-5 bulan dan secara perlahan-lahan akan menurun hingga 70% pada
umur 9 bulan (Nugroho dan Mayun, 1981). Menurut hasil penelitian Triyanto (2007),
produksi telur puyuh dengan lama pencahayaan 22 jam/hari adalah 67,47%.
Penelitian ini menemukan produksi telur pada umur 16 minggu belum mencapai 80%

19

karena lama pencahayaan pada minggu tersebut sangat kurang, penyinaran dalam
penelitian adalah 12-13 jam dan kepadatan kandang yang terlalu tinggi, yaitu 0,25 m2
untuk 13-15 ekor. Menurut Siregar dan Samosir (1981), kepadatan kandang untuk
puyuh berumur lebih dari 42 hari adalah 0,25 m2 untuk 10 ekor puyuh. Tingkat
kepadatan yang lebih tinggi dapat mengakibatkan peningkatan suhu dalam kandang
yang mempengaruhi produksi telur.
Bobot Telur
Bobot telur merupakan sifat kualitatif yang dapat diturunkan. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi bobot telur adalah jenis pakan, jumlah pakan, genetik,
lingkungan kandang, masa bertelur, dan ukuran tubuh induk (Yuwanta, 2004). Faktor
penting yang sangat mempengaruhi bobot telur adalah kecukupan protein dan asam
amino dalam pakan serta kandungan asam linoleat (Wahju, 1982). Bobot telur
dipengaruhi oleh asupan asam amino terutama metionin dan asam lemak linoleat dari
pakan yang diberikan (Leeson dan Summer, 1991). Asam linoleat mengontrol
protein dan lipida yang diperlukan untuk perkembangan folikel dan secara langsung
mengontrol ukuran telur (March dan McMillan, 1994).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa penambahan Omega-3 sangat sedikit
sekali mempengaruhi bobot telur bahkan hampir tidak mempengaruhi. Hal ini sesuai
dengan penelitian Suripta dan Astuti (2006) yang melaporkan bahwa penambahan
Omega-3 tidak mempengaruhi bobot telur. Ukuran kuning telur disebabkan oleh
kandungan metionin dan asam linoleat yang terdeposit dalam kuning telur. Proses
deposisi asam linoleat dalam kuning telur (vitelogeni) memerlukan waktu yang
cukup lama dan merupakan proses akumulasi kuning telur dari sebuah folikel di
ovarium. Asam linoleat yang terdeposit pada kuning telur pada berasal dari
kandungan pakan bukan dari panambahan Omega-3 sehingga penambahan Omega-3
tidak terlalu mempengaruhi terhadap bobot telur.
Proses pembentukan telur dimulai saat unggas masih dara dan berakhir
beberapa saat sebelum ovulasi. Proses pencernaan makanan terjadi sebelum
memasuki proses vitelogeni. Omega-3 akan mengalami proses pemecahan lemak di
dalam hati karena pemecahan lemak memerlukan kehadiran garam-garam empedu
yang dihasilkan hati dan disimpan dalam kantung empedu. Garam empedu
dilepaskan karena rangsangan bahan makanan dalam usus dan mengemulsikan lemak

20

dalam lekukan duodenum. Lemak yang berbentuk emulsi selanjutnya dipecah
menjadi asam lemak dan gliserol dengan bantuan enzim lipase dari kelenjar
pankreas. Asam lemak dan gliserol merupakan hasil akhir dari pencernaan lemak.
Bahan penyusun kuning telur termasuk Omega-3 disintesis dalam hati dan
ditransportasikan oleh darah menuju oocyt untuk perkembangan folikel sehingga
Omega-3 akan terdeposit pada kuning telur. Proses lipogenesis di hati meningkat
antara 15-20 kali saat unggas mencapai dewasa kelamin.
Suplementasi Omega-3 dalam pakan merupakan sumber asam lemak
linolenat dan bukan asam linoleat yang dapat mengontrol bobot kuning telur. Kisaran
bobot telur pada penelitian adalah 10,04-10,32 dengan rata-rata bobot telur yang
dihasilkan adalah 10,15 gram/butir. Bobot telur tertinggi terdapat pada penambahan
Omega-3 taraf 3% sedangkan bobot telur terendah terdapat pada penambahan
Omega-3 taraf 6% yang hampir sama dengan kontrol. Hasil ini masih tergolong
cukup baik dan sedikit lebih tinggi dari hasil penelitian Suripta dan Astuti (2006)
yang menghasilkan bobot telur puyuh dengan suplementasi Omega-3 dan Omega-6
sebesar 9,44 gram karena kandungan protein yang digunakan pada penelitian ini
sedikit lebih tinggi (20-22%) dibandingkan dengan hasil penelitian Suripta dan
Astuti (2006) (20%) meskipun diimbangi dengan Omega-6 yang dapat mengontrol
bobot telur. Menurut Nugroho dan Mayun (1981), bobot telur puyuh sekitar 7-8%
dari bobot telur.

Bobot induk dalam penelitian ini sekitar 120-150 gram/ekor,

dengan demikian bobot telur yang dihasilkan sedikit lebih tinggi dari pernyataan
tersebut.
Bobot telur biasanya seragam, hanya pada telur double yolk dan telur
abnormal lainnya yang tidak seragam. Faktor yang menyebabkan variasi bobot telur
antara lain pola