Petilasannya pun yang sekarang dijadikan panembahan dirawat oleh warga secara ikhlas. Jadi, amanat yang dapat diambil yaitu harus ikhlas dan bekerja sama.
4.2 Rekonstruksi Cerita Rakyat Asal-usul Girilangan
Rekonstruksi adalah pengembalian kembali atau penggambaran kembali. Maksud dari makna tersebut yaitu kegiatan penyusunan penggambaran kembali
cerita rakyat dengan menggunakan teori dan teknik tertentu serta pendekatan yang sesuai pula. Rekonstruksi adalah mengulang kembali kejadian masa lalu dengan
mempertimbangkan dari sumber-sumber yang telah ada. Di dalam cerita rakyat terdapat fakta cerita dan sarana cerita. Kedua unsur
tersebut sangat berperan penting, karena merupakan unsur yang akan direkonstruksi untuk memperoleh gambaran baru mengenai cerita tersebut. Hasil
rekonstruksi terlampir.
4.2.1 Rekonstruksi Fakta Cerita Rakyat Asal-usul Girilangan
Fakta cerita terdiri dari alur, tokoh, latar setting, dan amanat. Fakta cerita tersebut dapat dicari menggunakan teori strukturalisme yaitu dengan mencari
urutan tekstual sekuen terlebih dahulu.
4.2.1.1 Urutan Tekstual Cerita Rakyat Asal-usul Girilangan
Urutan tekstual dalam cerita rakyat Asal-usul Girilangan merupakan urutan sekuen-sekuen inti. Urutan sekuen-sekuen inti tersebut nantinya akan
dijadikan acuan dalam merekonstruksi cerita rakyat menjadi sebuah wacana yang akan dijadikan sebagai suplemen bahan ajar SMP, tidak hanya membaca teks
sastra, tetapi diharapkan dapat dijadikan suplemen bahan ajar untuk semua aspek dalam pembelajaran bahasa Jawa. Urutan tekstual dalam cerita rakyat Asal-usul
Girilangan adalah sebagai berikut. 1.
Ki Ageng Giring mendapatkan wahyu berupa kelapa muda. 1.
Kelapa muda dibawa pulang 2.
Kelapa muda diminum oleh Ki Ageng Pemanahan 3.
Ki Ageng Pemanahan meminta maaf. 1.1
Ki Ageng Giring mengalah dan memutuskan untuk mengembara. Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo,
dikarenakan beliau yang mengetahui cerita masa kecil Ki Ageng Giring.
2. Ki Ageng Giring mengembara ke Pegunungan Kidul dan Kendeng tlatah
Gumelem, dengan ditemani oleh Dewi Nawangsasi dan para punggawa. 1.
Ki Ageng Giring dan Dewi Nawangsasi serta para punggawa sampai di Pegunungan Kidul dan Kendeng.
Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo, karena beliau yang menceritakan awal mula pengembaraan Ki Ageng
Giring
3. Pada abad 15, Raja Mataram Sutawijaya turun ke pedesaan.
1. Sutawijaya bertemu dengan Dewi Nawangsasi.
2. Sutawijaya jatuh cinta pada Dewi Nawangsasi.
3.1 Dewi Nawangsasi dinikahi oleh Sutawijaya
Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo, karena beliau yang menceritakan awal pertemuan Dewi Nawangsasi
dengan Sutawijaya
4. Dewi Nawangsasi hamil 3 bulan.
1. Sutawijaya pulang ke Mataram
4.1 Dewi Nawangsasi melahirkan bayi laki-laki bernama Jaka Umbaran
tanpa ditemani oleh suaminya. Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo
dan Bapak Sariyun, karena keduanya menceritakan kehamilan Dewi Nawangsasi
5. Jaka Umbaran berumur 12 tahun.
1. Jaka Umbaran menanyakan siapa bapaknya.
2. Dewi Nawangsasi memberitahu bahwa bapak dari Jaka Umbaran
adalah seorang Raja di Mataram. 5.1
Jaka Umbaran pergi ke Mataram. Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo
dan Bapak Sariyun, karena keduanya menceritakan hal yang sama
6. Jaka Umbaran sampai di Keraton Mataram.
1. Jaka Umbaran menjelaskan kepada Sutawijaya mengenai tujuannya.
2. Sutawijaya memberi syarat agar Jaka Umbaran memberi wrangkan
pada pusaka yang berupa keris menggunakan kayu purwasari. 6.1
Jaka Umbaran pulang ke rumah kakeknya. Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo
dan Bapak Sariyun, karena keduanya menceritaka hal yang sama
7. Jaka Umbaran menceritakan kejadian ketika di Mataram kepada kakeknya.
1. Ki Ageng Giring menjelaskan mengenai syarat tersebut.
2. Ki Ageng Giring memberi amanat kepada cucunya
7.1 Ki Ageng Giring dan Dewi Nawangsasi serta para punggawa
mengembara, sedangkan Jaka Umbaran ke Mataram untuk menyampaikan amanat.
Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo dan Bapak Sariyun, karena keduanya menceritakan hal yang sama
8. Ki Ageng Giring, Dewi Nawangsasi, dan para punggawa mengembara ke
arah barat sampai di Desa Salamerta. 1.
Warga Desa Salamerta meminta agar Dewi Nawangsasi tinggal di desa tersebut.
8.1 Dewi Nawangsasi tinggal di Desa Salamerta untuk mengajarkan ilmu
agama. Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo,
karena cerita beliau pada peristiwa ini lebih legkap dari narasumber lain
9. Ki Ageng Giring beserta para punggawanya tanpa ditemani oleh Dewi
Nawangsasi meneruskan perjalanan ke arah utara menyeberangi Sungai Serayu dan sampai di Desa Buaran.
1. Ki Ageng Giring mulai sakit-sakitan.
2. Para punggawa melarang Ki Ageng Giring berjalan, mereka sepakat
untuk menggotong Ki Ageng Giring dan meneruskan perjalanan ke arah selatan.
9.1 Ki Ageng Giring meminta istirahat dan memberi nama daerah tersebut
Dukuh Larangan. Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo,
karena beliau menceritakan pengembaraan Ki Ageng Giring secara detail
10. Ki Ageng Giring meneruskan perjalanannya kembali.
1. Penglihatan Ki Ageng Giring agak kurang jelas.
2. Ki Ageng Giring meminta kepada para punggawa untuk beristirahat
terlebih dahulu. 10.1Ki Ageng Giring memberi nama daerah tersebut dukuh Karang
Lewas. Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo,
karena beliau menceritakan pengembaraan Ki Ageng Giring secara detail
11. Ki Ageng Giring beserta para punggawa meneruskan perjalanan lagi ke
arah selatan dan timur sampai di Desa Karang Tiris.
1. Ki Ageng Giring melihat ada sumur.
2. Ki Ageng Giring beserta para punggawa beristirahat dan sesuci.
3. Ki Ageng Giring gumun heran ketika melihat pohon delem di pinggir
sumur. 11.1
Ki Ageng Giring memberi nama sumur tersebut dengan nama “sumur beji”. Dan menghubungkan pohon delem dengan dusun Karang Tiris
sehingga menamakan desa tersebut Gumelem. Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo,
karena beliau menceritakan pengembaraan Ki Ageng Giring secara detail
12. Ki Ageng Giring akan meneruskan perjalanan kembali.
1. Ki Ageng Giring jatuh sakit.
12.1 Ki Ageng Giring memberi amanat kepada para punggawa bahwa jika beliau wafat, maka:
1. Jasadnya kelak dimakamkan di sumur beji. 2. Jasadnya digotong ke arah timur.
3.Jika jasadnya tidak kuat diangkat oleh 40 orang, maka beristirahatlah.
Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo, karena beliau menceritakan pengembaraan Ki Ageng Giring secara detail.
Narasumber lain juga menceritakan peristiwa ini namun dengan versi yang berbeda
13. Ki Ageng Giring wafat.
1. Para punggawa menjalankan amanat Ki Ageng Giring.
2. Jasad digotong ke arah timur menyeberangi sungai sampai di Gunung
Wuluh. 3.
Para penggotong merasa lelah dan beristirahat sejenak. 4.
Peti dibuka oleh salah satu punggawa namun ternyata sudah tidak ada jasad Ki Ageng Giring, hanya ada kain kafan saja di dalamnya.
13.1Peti dikuburkan di tempat tersebut Gunung Wuluh, Gumelem, dan daerah tersebut dinamakan Girilangan= Giri + ilang.
Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo, Bapak Sariyun, dan Bapak Rochadi. karena ketiganya menceritakan
peristiwa yang sama
14. Jaka Umbaran kembali ke Mataram karena tidak berhasil melaksanakan
tugas dari bapaknya. 1.
Jaka Umbaran menyampaikan kepada bapaknya bahwa kakek dan ibunya sudah pergi ke arah barat.
14.1Sutawijaya mengutus Ki Ageng Wanakusuma untuk mencari Ki Ageng Giring dan Dewi Nawangsasi.
Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo dan Bapak Sariyun, karena keduanya menceritakan peristiwa ini
15. Ki Ageng Wanakusuma melaksanakan perintah raja untuk mencari
keberadaan Ki Ageng Giring dan Dewi Nawangsasi ke arah barat sampai di desa Purwareja.
1. Mendapat kabar dari warga setempat bahwa Ki Ageng Giring sudah
wafat dan dimakamkan di desa Gumelem. 15.1Ki Ageng Wanakusuma kembali ke Mataram untuk menyampaikan
kabar tersebut. Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo dan
Bapak Sariyun, karena keduanya menceritakan peristiwa yang sama
16. Jaka Umbaran meminta agar Ki Ageng Wanakusuma merawat makam Ki
Ageng Giring. 1.
Raja mengijinkan Ki Ageng Wanakusuma kembali ke Gumelem, namun dengan syarat jika sewaktu-waktu Mataram membutuhkan Ki
Ageng Wanakusuma, maka beliau harus siap kembali ke Kerajaan Mataram.
16.1Ki Ageng Wanakusuma hidup di Desa Gumelem. Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo
dan Bapak Sariyun, karena keduanya menceritakan peristiwa yang sama namun tokohnya berbeda
17. Raja Danang Sutawijaya mendapatkan ilham dari Tuhan, bahwa Mataram
harus mempunyai pusaka yang bernama “bendeara dan tombak”.
1. Raja memanggil Ki Ageng Wanakusuma supaya menangani hal
tersebut. 2.
Ki Ageng Wanakusuma dan Singakerti juru kunci makam Ki Ageng Giring bertapa di tempat yang berbeda.
17.1Ki Ageng Wanakusuma dan Singakerti bertemu lagi, Ki Ageng Wanakusuma membawa bendera merah putih, sedangkan Singakerti
membawa tombak. Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo
dan Bapak Sariyun, karena keduanya menceritakan peristiwa yang sama
18. Ki Ageng Wanakusuma dan Singakerti berdiskusi.
1. Ki Ageng Wanakusuma menyerahkan pusaka kepada raja.
2. Raja mengutus agar tombak dan bendera dibawa ke Girilangan tempat
Ki Ageng Giring dimakamkan. 18.1Tanah di sekitar makam Ki Ageng Giring menjadi hak Ki Ageng
Wanakusuma. Daerah Girilangan Gunung Wuluh disebut tanah merdeka, karena tanah tidak boleh diperjualbelikan, siapapun boleh
tinggal dan bercocok tanam di tempat tersebut, asalkan selalu berbagi dengan warga sekitarnya.
Sekuen ini dikutip berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Komo dan Bapak Sariyun, karena keduanya menceritakan peristiwa yang sama
4.2.1.2 Alur