Komisi Pembimbing Analisis Struktur Kristal

MENGESAHKAN 1. Tim Penguji Ketua : Dr. Rudy T. M. Situmeang, M.Sc. ........................... Sekretaris : Wasinton Simanjuntak, Ph.D. ........................... Penguji Bukan pembimbing : Prof. Sutopo Hadi, Ph.D ........................... 2. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Prof. Suharso, Ph.D. NIP. 19690530 199512 1001 Tanggal Lulus Ujian Skripsi : 27 Febuari 2013 Memanjakan diri untuk mendewasakan pikiran Harus santai saat berpikir dan serius dalam berpenampilan Merphin Seseorang yang optimis akan melihat adanya kesempatan dalam setiap malapetaka, sedangkan orang pesimis melihat malapetaka dalam setiap kesempatan Muhammad SAW. Tuhan itu maha penyayang, itu sebabnya yang baik bagi kita akan diharuskan-Nya. Meskipun Tuhan memberikan kita kebebasan untuk memilih, sesungguhnya Tuhan lebih berpihak kepada pilihan baik kita Mario Teguh . Terkadang kita terlalu terpaku pada orbit dan tidak berani keluar untuk sedikit berimprovisasi dalam kehidupan, padahal dunia ini sangat luas. Begitu khawatirnya, seolah – olah ada ikatan yang tak bisa terlepaskan. Kemudian kita terdiam dan sIbuin terpaku yang membuat hidup tak ada seni untuk dapat kita nikmati. JS Dengan menyebut nama Allah yang maha pengasih lagi maha penyayang dan dengan segala rasa syukur kepada Allah SWT, aku persembahkan karya ku ini untuk : Bapak dan Ibu tersayang, yang senantiasa mendo’akan, mendukung, memberi semangat, dan kegigihan serta perjuangan dan pengorbanan Ibu dan Bapak untuk ku sampai bisa seperti ini semoga kasih sayang dan lindungan Allah SWT tak lepas dari kalian. Kakak ku, Rudy Agustaria dan Lely Myutiara Susanti serta seluruh keluarga besar ku yang tidak dapat ku sebutkan satu persatu yang senantiasa mendoa’kan, mendukung dan memberi semangat, tanpa kalian aku tak akan pernah meraih semua ini. Zeniaana, terima kasih untuk kesabaran dan pacuan semangat serta doa yang selalu diberikan. Seluruh Sahabat terbaiku Almamater tercinta Universitas Lampung. Guru-guru yang telah menjadi pembangkit semangatku. Rekan-rekan seperjuangan. RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Branti Raya pada tanggal 27 September 1989, anak ke tiga dari tiga bersaudara, yang merupakan buah kasih dari pasangan Ayahanda Soebandi dan Ibunda Sulistiyati. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SD Negeri 2 Branti Raya pada tahun 2001, Sekolah Lanjutan Tingkat Perama SLTP Negeri 1 Natar pada tahun 2004, dan Sekolah Menengah Kejuruan SMK Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2007. Penulis diterima sebagai mahasiswa Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung pada tahun 2007 melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru SPMB. Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif dalam organisasi kemahasiswaan Himpunan Mahasiswa Kimia HIMAKI periode 2007 - 2008 sebagai anggota Biro Usaha Mandiri BUM HIMAKI periode 2008 – 2009. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Dasar untuk mahasiswa Jurusan Agroekoteknologi Fakultas Pertanian periode 2010 – 2011, asisten praktikum Kimia Dasar untuk mahasiswa Jurusan Geofisika Fakultas Teknik periode 2010 – 2011, asisten praktikum Kimia Dasar untuk mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian periode 2011 – 2012, asisten praktikum Kimia Medik untuk mahasiswa jurusan Pendidikan Kedokteran Fakultas Kedokteran dan asisten Kimia Fisika untuk mahasiswa Jurusan FMIPA Kimia periode 2010 – 2011 dan periode 2011 – 2012. Pada bulan Januari 2011 penulis menyelesaikan Praktik Kerja Lapangan di Laboratorium Kimia Fisika dengan judul ‘’ Analisis Kuantitatif Padatan NiFe 2 O 4 Menggunakan Metode Rietveld ’’. SANWACANA Alhamdulillah i robbil’alamin. Segala puji dan syukur hanya milik Allah SWT, Dzat yang senantiasa menganugerahkan ilmu pengetahuan kepada manusia dengan perantara kalam, sehingga atas kehendak dan izin-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul ʻ ʻ Studi Pendahuluan Pembuatan dan Karakterisasi Nanokatalis Ni y Cu x Fe 1-x-y O 4±δ Serta Uji Aktivitas Pada Konversi CO 2 +H 2 ’’ dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat serta pengikutnya yang setia hingga Yaumil Akhir. Amin. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains pada Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Lampung. Tidak sedikit kendala yang dihadapi penulis dalam pelaksanaan serta dalam penulisan skripsi ini, tapi Alhamdulillah, Allah menunjukkan kemurahan-Nya melalalui orang-orang yang dipercaya untuk membantu penulis, sehingga kendala tersebut dapat ditaklukkan. Dalam kesempatan ini, penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada : 1. Bapak dan Ibu, yang memberikan pendidikan pertama di dunia ini, motivasi, pengorbanan, serta do’a yang tiada henti-hentinya demi kelancaran penulis dalam menuntut ilmu. 2. Bapak Dr. Rudy TM Situmeang, M.Sc., selaku pembimbing utama, guru, rekan, sekaligus ayah bagi penulis yang dengan sabar memberikan bimbingan dan dukungan kepada penulis. 3. Bapak Wasinton Simanjuntak, Ph.D., selaku pembimbing II penulis, atas saran, masukan dan diskusi-diskusinya hingga selesainya skripsi ini. 4. Bapak Prof. Sutopo Hadi, Ph.D., selaku pembahas, atas semua kritik, saran dan masukan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 5. Bapak Andi Setiawan, Ph.D., selaku Ketua Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 6. Bapak Prof. Suharso, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahua Alam Universitas Lampung. 7. Bapak Sonny Widiarto, S.Si. M.Sc., selaku pembimbing Akademik yang telah memberikan motivasi dan arahan selama masa kuliah. 8. Segenap staf pengajar dan karyawan Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung. 9. Keluarga besar penulis yang selalu memberikan saran, motivasi, dukungan, keceriaan dan canda tawa yang tercipta selama ini. 10. My Special One Ana, atas motivasi dan pacuan semangat yang diberikan kepada penulis. 11. Sahabat-sahabat terbaik ku, Heriyanto Jaulax, Pep, Pepi, Mitra mitro, Afriorawan Mou, Gunadi ,Wikan Gembul S.Si., M.Ishom, S.Si., Hady N, S.Si., Aprian AB, Merphin Tulang dan Iwan. 12. Teman-teman Kimia angkatan 2007 : Kimia Fisik : Mitra Septanto, S.Si., Sunardi Sutrisna, S.Si., Gia Asmoro, S.Si., Sudarmono, Riri Napitupulu, Kartika Sari, Sari Handayani, S.Si., Organik : Eka Epriynati, S.Si., Astri Rahayu, Dewi Puspa NC, S.Si., Gunadi Senang, Heriyanto, Aprian AB, Yulistiawan. Anorganik : M. Ishom, S.Si., Dwi FS, Halimah, S.Si., Mega Dewi FS, S.Si., Andi Yuli Fitriani, S.Si., Murdiyah, Dewi Asmarani, S.Si., Rivera Sialagan, S.Si., Yuni Rahmania, S.Si. Analitik : Hady Novadianto, S.Si., Yohanes Wikan AN, S.Si., Nurtika Kurniati, S.Si., Clara Citra Resmie, S.Si., Tristian Martika, S.Si., Dwi Puji Astuti, S.Si., Yanti Lianita, Refi Indarosa. Biokimia : Putri Amalia, S.Si., Eka Sulis Sundari, S.Si., Feby Dwi Indri, S.Si., Ratna Maulina Dewi, S.Si., Hade Sastra Wiyana, S.Si., Sartika Putri F, S.Si., Winda Rahma Wati, Nova Budiani, Asih Yuni Astuti. 13. Catalyst Crew : Kak Sukmawibowo, S.Si., yang telah banyak memberi masukan, saran, semangat, motivasi dan diskusi-diskusinya kepada penulis, Mb. Nova F, S.Si yang belum sempat membantu kerja dalam penelitian penulis, M.Subari lanjutin perjuangan, Kiki jangan putus asa penelitianany memang lama jangan terburu-buru nanti hasilnya jelek dan Dani jangan malas ke lab ajak adik-adiknya, harus banyak belajar sama kakak-kakanya jangan malu bertanya. 14. Teman-teman Kimia angkatan 2006, 2008, 2009, 2010, dan 2011. 15. Teman-teman lab Biomassa Universitas Lampung. 16. Teman-teman Kantin Bude. 17. Teman-teman Kosan Aprian dan Angsa Putih. 18. Teman-teman di bengkel Malau. 19. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis berharap semoga Allah SWT mencatat dan membalas semua kebaikan yang diberikan kepada penulis. Amin. Akhir kata penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, namun demikian penulis berharap semoga skripsi yang sangat ssederhana ini dapat bermanfaat dan memiliki nilai guna khususnya bagi rekan-rekan mahasiswa dan pembaca pada umumnya. Amin. Bandar Lampung, Febuari 2013 Septhian Try Sulistiyo

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perubahan iklim global mendapat perhatian yang sangat besar dalam beberapa dekade terakhir. Perubahan iklim sebagai akibat pemanasan global yang terjadi akhir-akhir ini semakin mengkhawatirkan dan tidak dapat dihindari. Ini disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca GRK yang ada di lapisan atmosfer bumi . Apabila dibiarkan akan semakin mengancam terhadap keberadaan semua makhluk yang hidup di muka bumi ini, tanpa terkecuali manusia. Pemanasan global tersebut disebabkan oleh gas polutan seperti CO 2 , NO 2, dan SO 2 yang dibuang sebagai hasil pembakaran bahan bakar fosil dan aktivitas lainya Santoso dan Yudiartono,2006. Karbon dioksida merupakan salah satu gas rumah kaca, memiliki pengaruh sangat besar terhadap terjadinya pemanasan global. Sumber utama emisi CO 2 adalah penggunaan bahan bakar fosil untuk berbagai kegiatan manusia, terutama industri yang menyumbangkan 74 dari total emisi gas CO 2 Sugiyono, 2006 dan setiap tahunnya jumlah gas CO 2 yang diemisikan ke atmosfer dapat mencapai 22 x 10 6 ton Rataq et al., 1998. Emisi gas CO 2 diperkirakan akan terus meningkat karena masih besarnya ketergantungan terhadap bahan bakar fosil sebagai pemenuh kebutuhan energi http:www.co2now.org. Salah satu upaya untuk menanggulangi gas rumah kaca adalah melalui konversi, khususnya konversi gas CO 2 yang merupakan komponen utama terbesar dalam gas rumah kaca Indala, 2004. Dengan metode konversi, gas CO 2 diubah menjadi senyawa-senyawa kimia yang bermanfaat seperti olefin ringan atau hidrokarbon cair Jun et al., 2006, metanol dan senyawa alkohol lainnya Cabrera et al., 1998 ; Joo, 1999 ; Olah et al., 2009, dimetil eter Olah et al., 2009, LPG, etilen dan propilen Fujiwara et al., 1995. Salah satu metode konversi gas CO 2 yang telah banyak dikembangkan adalah hidrogenasi katalitik untuk menghasilkan alkohol. Metode konversi ini dilakukan dengan bantuan katalis. Menurut Joo dan Jung 2003, katalis yang digunakan dalam reaksi hidrogenasi katalitik CO 2 harus memiliki keaktifan dan kestabilan terhadap reaksi pergeseran terbalik air dan gas Reverse Water-Gas Shift, RWGS dan reaksi Fischer-Tropsch. Karena CO 2 akan diubah menjadi CO melalui reaksi RWGS, dan selanjutnya diubah menjadi produk yang diinginkan melalui reaksi sintesis Fischer-Tropsch Joo, 1999. Wokaun et al 1999 menunjukan bahwa katalis dengan rumus umum XZrO 2 dimana X = Cu, Ni, Ag, Rh, Pd, Pt, dan Au dapat digunakan dalam hidrogenasi katalitik untuk menghasilkan alkohol , meskipun hasil konversi sangat kecil dan selektifitas berkisar 30 sampai 97. Selain itu suhu dan tekanan reaksi yang dibutuhkan cukup tinggi yaitu 490-570 o C dan tekanan 100 bar. Udron 1997 menunjukan katalis berbasis Cu memiliki aktivitas katalitik pada reaksi konversi CO 2 H 2 menjadi metanol dan senyawa alkohol lainya pada suhu 250-350 o C dan tekanan 30-90 bar dengan selektifitas 60 sampai 70. Hal ini menunjukan aktivitas katalitik katalis berbasis Cu lebih beik karena terjadi pada suhu dan tekanan lebih rendah. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Situmeang et al 2010 konversi CO 2 H 2 dengan katalis NiFe 2 O 4 dimana perbandingan mol Ni terhadap Fe 0,1 – 0,5 yang dipreparasi menggunakan metode sol-gel sitrat dengan ukuran partikel ≤ 50μm, serta uji aktivitas katalitik dilakukan pada kondisi suhu 100 – 400 o C dan tekanan 1 atm, diperoleh senyawa alkohol metanol, etanol, propanol dan butanol. Pada penelitian ini katalis Ni 0,2 Fe 0,8 O 4 adalah katalis yang memiliki aktivitas paling tinggi terhadap konversi CO 2 H 2 menjadi alkohol pada suhu 200 o C dan 400 o C dengan rendemen alkohol 793,62 ppm. Selain pengembangan jenis katalis upaya lain yang potensial untuk meningkatkan konversi CO 2 + H 2 adalah menggunakan nanokatalis. Nanokatalis memiliki aktivitas yang lebih baik sebagai katalis karena material nanokatalis memiliki area permukaan yang luas dan rasio-rasio atom yang tersebar secara merata pada permukaanya. Sifat ini menguntungkan untuk transfer massa di dalam pori-pori dan juga menyumbangkan antar muka yang besar untuk reaksi-reaksi adsorpsi dan katalitik Widegren et al., 2003. Menurut El-Kherbawi 2010, katalis dengan berbagai macam campuran oksida logam dalam suatu sistem katalis mempunyai keaktifan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan logam tunggal itu sendiri. Berdasarkan penjelasan di atas dan mengacu pada penelitian sebelumnya, maka dalam penelitian ini dilakukan preparasi nanokatalis Ni y Fe 1-x-y Cu x O 3± ᵹ dimana x = 0,1 - 0,4 dengan metode sol-gel, serta uji aktivitas katalitiknya terhadap reaksi konversi CO 2 + H 2 menjadi alkohol pada suhu 100 o C – 400 o C.

B. Tujuan Penelitian

Mendapatkan nanokatalis Ni y Fe 1-x-y Cu x O 3± ᵹ , dan menguji keaktifan nanokatalis Ni y Fe 1-x-y Cu x O 3± ᵹ terhadap reaksi konversi CO 2 + H 2 pada suhu 100 – 400 o C dan melihat pengaruh penambahan logam Cu dalam aktivitas katalitiknya.

C. Manfaat Penelitian

Memberi gambaran tentang penggunaan nanokatalis Ni y Fe 1-x-y Cu x O 3± ᵹ pada reaksi hidrogenasi katalitik yang merupakan penanganan efek gas rumah kaca dan pemanfaatan gas CO 2 menjadi alkohol dalam bidang industri.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Gas Rumah Kaca

Gas Rumah Kaca GRK merupakan gas di udara di atas lapisan permukaan bumi atmosfer yang secara alami memungkinkan sebagian panas dari matahari ditahan di atas permukaan bumi. Dengan adanya gas rumah kaca di atmosfer, sinar matahari yang masuk atmosfer dapat diserap dan menghangatkan udara. Energi matahari dalam bentuk panas dan cahaya memanaskan bumi sehingga suhu meningkat. Sebagian dari panas ini dikembalikan ke angkasa,tetapi sebagian besar terperangkap oleh molekul- molekul gas rumah kaca seperti CO 2 , CH 4 dan N 2 O Sugiyono, 2006. Suhu rata-rata dipermukaan bumi naik 33°C lebih tinggi menjadi 15°C dari seandainya tidak ada gas rumah kaca -18°C, suhu yang terlalu dingin bagi kehidupan manusia. Dengan demikian gas rumah kaca membuat suhu di bumi pada titik yang layak huni bagi makhluk hidup Santoso dan Yudiartono, 2006.

B. Karbon Dioksida CO

2 CO 2 merupakan molekul linear yang simetris, dengan panjang ikatan C – O sebesar 1,16 Å Volpin and Kolomnikov, 1972. Beberapa sifat fisika dan kimia dari CO 2 dirangkum dalam Tabel 1 berikut. Tabel 1. Sifat-sifat fisika dan kimia dari CO 2 Song et al., 2002 Sifat-sifat Nilai dan Satuan Panas pembentukkan pada 25 o C -393,5 kJmol Entropi pembentukkan pada 25 o C 213,6 JK.mol Energi bebas Gibbs pembentukkan pada 25 o C -394,3 kJmol Titik sublimasi pada 1 atm -78,5 o C Titik tripel pada 5,1 atm -56,5 o C Temperatur kritis 31,04 o C Tekanan kritis 72,85 atm Densitas kritis 0,468 gcm 3 Densitas gas pada 0 o C dan 1 atm 1,976 gL Densitas cair pada 0 o C dan 1 atm 928 gL Densitas padat 1560 gL Panas terkandung dalam penguapan pada 0 o C 231,3 Jg Kelarutan dalam air Pada 0 o C dan 1 atm Pada 25 o C dan 1 atm 0,3346 g CO 2 100 g H 2 O 0,1449 g CO 2 100 g H 2 O Dari Tabel 1 di atas, panas pembentukkan ∆H˚ dan energi bebas Gibbs pembentukkan ∆G˚ dari CO 2 adalah dua sifat penting. Nilai-nilai tersebut secara luas digunakan untuk memperkirakan panas pembentukkan dan energi bebas Gibbs standar dari berbagai reaksi Indala, 2004. CO 2 adalah molekul yang sangat stabil, akibatnya sejumlah energi harus diberikan untuk mendorong reaksi ke arah yang diinginkan Creutz and Fujita, 2000. Namun, berdasarkan energi bebas Gibbs-nya, energi yang diberikan untuk melangsungkan reaksi akan lebih kecil jika CO 2 digunakan sebagai ko-reaktan bersama dengan reaktan lain yang memiliki energi bebas Gibbs yang lebih besar seperti metana, karbon grafit, atau hidrogen Song et al., 2002. Karbon dioksida menunjukkan beberapa model koordinasi dengan senyawa logam transisi, yang pertama melalui donasi pasangan elektron bebas dari oksigen ke orbital kosong dari logam. Kedua melalui donasi elektron dari logam ke orbital karbon dengan membentuk turunan asam logam. Dan ketiga melalui pembentukkan kompleks- π melalui ikatan ganda C = O. Ketiga model koordinasi tersebut ditunjukkan pada Gambar 1 berikut. M O C O M  C O O  M O C O I II III Gambar 1. Model koordinasi antara CO 2 dengan logam I melalui donasi elektron bebas oksigen ke orbital kosong dari logam II melalui donasi elektron dari logam ke orbital karbon III melalui pembentukkan kompleks-π melalui ikatan ganda C = O Dari ketiga model koordinasi di atas, model II dan III adalah model yang paling disukai. Model pertama hanya akan terjadi jika senyawa logam merupakan asam Lewis yang kuat Volpin and Kolomnikov, 1972. C. Material Nanopartikel Nanopartikel didefinisikan sebagai partikulat yang terdispersi atau partikel- partikel padatan dengan ukuran partikel berkisar 10 – 100 nm Mohanraj and Chen, 2006 ; Sietsma et al., 2007 ; Abdullah dkk., 2008. Material nanopartikel menarik banyak peneliti karena material nanopartikel menunjukkan sifat fisika dan kimia yang sangat berbeda dari bulk materialnya, seperti kekuatan mekanik, elektronik, magnetik, kestabilan termal, katalitik dan optik Mahaleh et al., 2008; Deraz et al., 2009. Ada dua hal utama yang membuat nanopartikel berbeda dengan material sejenis dalam ukuran besar bulk yaitu : a karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat nanopartikel bersifat lebih reaktif. Reaktivitas material ditentukan oleh atom-atom di permukaan, karena hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan material lain; b ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, hukum fisika yang berlaku lebih didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum Abdullah et al., 2008. Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel biasanya berkaitan dengan fenomena- fenomena berikut ini. Pertama adalah fenomena kuantum sebagai akibat keterbatasan ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel. Fenomena ini berimbas pada beberapa sifat material seperti perubahan warna yang dipancarkan, transparansi, kekuatan mekanik, konduktivitas listrik dan magnetisasi. Kedua adalah perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total atom. Fenomena ini berimbas pada perubahan titik didih, titik beku, dan reaktivitas kimia. Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat menjadi keunggulaan nanopartikel dibandingkan partikel sejenis dalam keadaan bulk Abdullah et al., 2008. Material nanopartikel menunjukkan potensi sebagai katalis karena material nanopartikel memiliki area permukaan yang luas dan rasio-rasio atom yang tersebar secara merata pada permukaanya, sifat ini menguntungkan untuk transfer massa di dalam pori-pori dan juga menyumbangkan antar muka yang besar untuk reaksi-reaksi adsorpsi dan katalitik Widegren et al., 2003. Selain itu, material nanopartikel telah banyak dimanfaatkan sebagai katalis untuk menghasilkan bahan bakar dan zat kimia serta katalis untuk mengurangi pencemaran lingkungan Sietsma et al., 2007. Banyak metode yang telah dikembangkan untuk preparasi material nanopartikel, seperti metode pemanasan sederhana dalam larutan polimer. Secara sederhana prinsip kerja dari metode ini adalah mencampurkan logam nitrat dalam air dengan larutan polimer dengan berat molekul tinggi yang disertai dengan pemanasan Abdullah et al., 2008. Metode sintesis koloid, prinsip kerja dari metode ini adalah membuat suatu larutan koloid yang kemudian ditambahkan surfaktan, yang akan mendeaktivasi pertumbuhan partikel koloid dan melindungi permukaan koloid Soderlind, 2008. Metode pembakaran, dalam metode ini logam nitrat dicampurkan dengan suatu asam amino glisin dalam air, kemudian dipanaskan sampai mendidih dan sampai terbentuk bubur kering yang produknya berupa oksida logam soderlind, 2008. Metode kopresipitasi, prinsip kerja dari metode ini adalah dengan mengubah suatu garam logam menjadi endapan dengan menggunakan pengendap basa hidroksida atau karbonat, yang kemudian diubah ke bentuk oksidanya dengan cara pemanasan Pinna, 1998. Metode Sol-Gel, prinsip kerja dari metode ini adalah hidrolisis garam logam menjadi sol, yang kemudian sol ini mengalami kondensasi membentuk gel Ismunandar, 2006.

D. Katalis

Katalis didefinisikan oleh Berzelius sebagai suatu senyawa yang dapat meningkatkan laju dari suatu reaksi kimia, tapi tanpa terkonsumsi selama reaksi Stoltze, 2000. Katalis dapat membentuk ikatan dengan molekul-molekul yang bereaksi, dan membiarkan mereka bereaksi untuk membentuk produk kemudian terlepas dari katalis. Suatu reaksi terkatalisis digambarkan sebagai suatu siklus peristiwa dimana katalis berpartisipasi dalam reaksi dan kembali ke bentuk semula pada akhir siklus. Siklus tersebut digambarkan pada Gambar 2 berikut Chorkendroff and Niemantsverdriet, 2003. Gambar 2. Siklus reaksi terkatalisis Gambar 2. Siklus reaksi katalisis Dari Gambar 2 di atas, siklus diawali dengan pengikatan molekul-molekul A dan B reaktan pada katalis. Kemudian A dan B bereaksi dalam bentuk kompleks ini katalis katalis katalis Pemisahan Pengikatan Reaksi membentuk produk P, yang juga terikat pada katalis. Pada tahap akhir, P terpisah dari katalis sehingga siklus kembali ke bentuk semula. Secara umum, katalis dikelompokkan menjadi dua kelompok yaitu katalis homogen dan katalis heterogen. Untuk katalis homogen, katalis dan reaktan berada dalam fase yang sama. Sedangkan untuk katalis heterogen, katalis dan reaktan berada pada fase yang berbeda. Untuk tujuan praktis, penggunaan katalis heterogen saat ini lebih disukai dibandingkan dengan katalis homogen Chorkendroff and Niemantsverdriet, 2003 Saat ini, proses katalitik heterogen dibagi menjadi dua kelompok besar, reaksi- reaksi reduksi-oksidasi redoks, dan reaksi-reaksi asam-basa. Reaksi-reaksi redoks meliputi reaksi-reaksi dimana katalis mempengaruhi pemecahan ikatan secara homolitik pada molekul-molekul reaktan menghasilkan elektron tak berpasangan, dan kemudian membentuk ikatan secara homolitik dengan katalis melibatkan elektron dari katalis. Sedangkan reaksi-reaksi asam-basa meliputi reaksi-reaksi dimana reaktan membentuk ikatan heterolitik dengan katalis melalui penggunaan pasangan elektron bebas dari katalis atau reaktan Li, 2005.

E. Spinel Ferite

Spinel ferite adalah material magnetik yang sangat penting, karena sifat magnetik, elektrik dan kestabilan termal dari material tersebut sangat menarik. Spinel ferite ini secara teknologi penting dan telah banyak digunakan dalam berbagai aplikasi seperti media perekam magnetik, pemindai magnetik resonansi MRI, katalis, sistem pembawa obat dan zat pewarna Maensiri et al., 2007; Kasapoglu et al., 2007. Spinel ferite memiliki rumus umum AB 2 O 4 dimana A adalah kation-kation bervalensi 2 seperti Fe, Ni, Co, dll., yang menempati posisi tetrahedral dalam struktu kristalnya dan B adalah kation-kation bervalensi 3 seperti Fe, Mn, Cr dll., yang menempati posisi oktahedral dalam struktur kristalnya, serta terdistribusi pada lattice fcc yang terbentuk oleh ion O 2- Kasapoglu et al., 2007 ; Almeida et al ., 2008 ; Iftimie et al., 2006. Gambar 3 berikut adalah struktur kristal spinel ferite. Gambar 3. Struktur Kristal Spinel Ferite Kation – kation yang terdistribusi dalam struktur spinel terdapat dalam tiga bentuk yaitu normal, terbalik inverse dan diantara normal dan terbalik. Pada posisi normal ion – ion logam bervalensi 2 terletak pada posisi tetrahedral posisi A atau dapat dituliskan M 2+ A [M 2 3+ ] B O 4, pada posisi terbalik inverse ion – ion logam bervalensi 2 terletak pada posisi oktahedral posisi B atau dapat dituliskan M 3+ A [M 2+ M 3+ ] B O 4 dan posisi diantara normal dan terbalik, setengah dari ion - ion logam bervalensi 2 dan 3 menempati posisi tetrahedral dan oktahedral atau dapat dituliskan M 2+ M 3+ A [M 1-x 2+ M 2- λ 3+ ] B O 4 Manova et al.,2005. Nikel ferite NiFe 2 O 4 merupakan salah satu material spinel ferite yang sangat penting. Nikel ferite ini memiliki struktur spinel terbalik inverse dimana setengah dari ion Fe mengisi pada posisi tetrahedral posisi A dan sisanya menempati posisi pada oktahedral posisi B hal ini dapat dituliskan dengan rumus Fe 3+ 1.0 [Ni 2+ 1.0 Fe 3+ 1.0 ]O 2- 4 Kasapoglu et al., 2007 ; Maensiri et al., 2007. NiFe 2 O 4 telah banyak digunkan sebagai katalis untuk benzoilasi toluen dengan benzil klorida dan kemampuan sebagai sensor gas klorin pada konsentrasi rendah Ramankutty and Sugunan, 2001 ; Reddy et al., 1999 ; Iftimie et al., 2006 untuk reaksi hidrogenasi CO 2 + H 2 menjadi senyawa alkohol Situmeang et al., 2010.

F. Hidrogenasi Katalitik CO

2 Hidrogenasi katalitik CO 2 merupakan gabungan dua tahap reaksi yaitu pergeseran terbalik air dan gas RWGS dan reaksi sintesis Fischer-Tropsch Joo dan Jung, 2003. RWGS adalah reaksi antara CO 2 dengan H 2 untuk menghasilkan CO dan H 2 O. Konversi CO 2 menjadi CO ini memainkan peran yang sangat penting dalam hidrogenasi CO 2 , karena kestabilan CO 2 tidak memungkinkan untuk melakukan hidrogenasi secara langsung Joo, 1999. Persamaan reaksi untuk RWGS adalah O H CO H CO katalis 2 2 2       mol G mol H kJ 29 , kJ 41     CO yang dihasilkan dari RWGS kemudian mengalami reaksi hidrogenasi melalui reaksi sintesis Fischer-Tropsch. Produk yang dihasilkan dapat berupa parafin- parafin linear, α-olefin, ataupun hidrokarbon mengandung oksigen seperti alkohol dan eter Bakhtiari et al., 2008. Konversi gas CO 2 menjadi senyawa alkohol dapat dilakukan dengan mereaksikan gas CO 2 dengan gas H 2 , yang mana gas H 2 merupakan agen reduksi yang terbaik. Reaksi pembentukan senyawa alkohol dari gas CO 2 dan H 2 seperti metanol 1 juga dapat diikuti dengan pembentukan produk-produk senyawa kimia lainnya seperti reaksi Sabatier 2, reaksi Bosch 3, reaksi pergeseran air dan gas 4 dimetileter 5, dan asam format 6. Mekanisme reaksi di atas dapat dituliskan di bawah ini : CO 2 + 3H 2 → CH 3 OH + H 2 O ∆H 298 = -49,4 Kj mol -1 1 CO 2 + 4H 2 → CH 4 + H 2 O ∆H 298 = -164,1 Kj mol -1 2 CO 2 + 2H 2 → C + 2H 2 O ∆H 298 = -14,6 Kj mol -1 3 CO 2 + H 2 → CO + H 2 O ∆H 298 = +42,3 Kj mol -1 4 CO 2 + 6H 2 → CH 3 OCH 3 + 3H 2 O ∆H 298 = -112,2 Kj mol -1 5 CO 2 + H 2 → HCOOH ∆H 298 =+16,7 Kj mol -1 6 Reaksi 1, 2, 3,dan 5, adalah reaksi eksotermis sedangkan reaksi 4 dan 6 adalah reaksi endotermis. Pada reaksi di atas seluruh reaksi sebanding dan bersaing Atkins, 2004. Mekanisme reaksi sintesis Fischer-Tropsch secara garis besar dikelompokkan menjadi 3 yaitu, mekanisme karbida, mekanisme enol, dan mekanisme penyisipan CO. Mekanisme karbida diajukan oleh Fischer dan Tropsch pada tahun 1926. Dalam mekanisme ini, CO yang teradsorpsi dipisahkan menjadi C dan O, karbida yang terbentuk kemudian terhidrogenasi menjadi CH x monomer. Monomer metilen terpolimerisasi spesies alkil permukaan kemudian mengalami terminasi membentuk produk. Mekanisme ini digambarkan pada Gambar 4 berikut Fischer dan Tropsch, 1926. Gambar 4. Mekanisme karbida Mekanisme enol diajukan oleh Storch et al., 1951. Dalam mekanisme ini, pertumbuhan rantai diinisiasi melalui kondensasi dua spesies hidroksikarbena teradsorpsi CHOH ads dengan mengeliminasi air. Mekanisme enol ini ditunjukkan dalam Gambar 5 berikut. Gambar 5. Mekanisme enol Mekanisme yang terakhir, mekanisme penyisipan CO diajukan oleh Pichler and Schulz 1970. Mekanisme ini melibatkan penyisipan CO yang teradsorpsi ke dalam ikatan alkil metil. Karbon teroksigenasi kemudian mengalami hidrogenasi untuk menghilangkan oksigen. Gambar 6 berikut menunjukkan mekanisme penyisipan CO. Gambar 6. Mekanisme penyisipan CO

G. Karakterisasi Katalis

Karakterisasi adalah hal yang sangat penting dalam bidang katalisis. Beberapa metode seperti difraksi, spektroskopi, dan mikroskopi memberikan kemudahan dalam menyelidiki sifat-sifat suatu katalis, sehingga diharapkan kita dapat mendapatkan pemahaman yang lebih baik tentang katalis agar kita dapat meningkatkan atau mendesain suatu katalis yang memiliki aktivitas yang lebih baik Chorkendorf and Niemantsverdriet, 2003.

1. Analisis Struktur Kristal

Analisis struktur kristal katalis dilakukan menggunakan instrumentasi difraksi sinar-X X-ray DifractionXRD. XRD merupakan salah satu metode karakterisasi material yang paling tua dan paling sering digunakan hingga saat ini. Teknik ini digunakan untuk mengidentifikasi suatu material berdasarkan fasa kristalin dalam material dengan cara menentukan parameter kisi serta untuk mendapatkan ukuran partikel suatu material Auda, 2009. Metode XRD didasarkan pada fakta bahwa pola difraksi sinar-X untuk masing- masing material kristalin adalah karakteristik. Dengan demikian, bila pencocokan yang tepat dapat dilakukan antara pola difraksi sinar-X dari sampel yang tidak diketahui dengan sampel yang telah diketahui, maka identitas dari sampel yang tidak diketahui itu dapat diketahui Skoog dan Leary, 1992. Difraksi sinar-X terjadi pada hamburan elastis foton-foton sinar-X oleh atom dalam sebuah kisi periodik. Hamburan monokromatis sinar-X dalam fasa tersebut memberikan interferensi yang konstruktif. Dasar dari penggunaan XRD untuk mempelajari kisi kristal adalah berdasarkan persamaan Bragg Ismunandar, 2006:   n d  sin . 2 dimana : d = jarak antara dua bidang kisi nm θ = sudut antara sinar datang dengan bidang normal n = bilangan bulat yang disebut sebagai orde pembiasan λ = panjang gelombang sinar-X yang digunakan nm Gambar 7 berikut menunjukkan proses terjadinya pembentukkan puncak-puncak difraksi pada XRD. Gambar 7. Proses pembentukkan puncak pada XRD Berdasarkan persamaan Bragg, jika seberkas sinar-X dijatuhkan pada sampel kristal, maka bidang kristal itu akan membiaskan sinar-X yang memiliki panjang gelombang yang sama dengan jarak antar kisi dalam kristal tersebut. Sinar yang dibiaskan akan ditangkap oleh detektor, kemudian diterjemahkan sebagai puncak difraksi. Semakin banyak bidang kristal yang sama terdapat dalam sampel, semakin kuat intensitas pembiasan yang dihasilkan. Tiap puncak yang muncul pada pola XRD mewakili satu puncak bidang kristal yang memiliki orientasi tertentu dalam sumbu tiga dimensi Auda, 2009. Gambar 8 berikut adalah contoh difraktogram sinar-X NiFe 2 O 4 yang dipreparasi menggunakan metode EDTA-assited hydrothermally. Gambar 8. Difraktogram nanokristal NiFe 2 O 4 Kasapoglu et al., 2007. Difraktogram di atas diinterpretasikan melalui pencocokan dengan difraktogram standar. Gambar 9 berikut adalah difraktogram standar yang digunakan dalam pencocokan difraktogram di atas. Gambar 9. Difraktogram standar NiFe 2 O 4 PDF 10-0325 PCPDFwin, 1997 Dari Gambar 9 di atas, puncak-puncak yang mewakili NiFe 2 O 4 terdapat pada 2θ 35,73 o , 62,974 o , 57,409 o dan 30,319 o .

2. Keasaman Katalis

Keasaman katalis dapat dikategorikan menjadi dua yaitu jumlah situs asam dan jenis situs asam. Jumlah situs asam memberikan informasi tentang banyaknya situs asam yang terkandung pada katalis, yang pada umumnya berbanding lurus dengan situs aktif pada katalis yang menentukan keaktifan suatu katalis. Penentuan jumlah situs asam dalam katalis dapat dilakukan dengan menggunakan metode gravimetri melalui adsorpsi basa adsorbat dalam fasa gas pada permukaan katalis ASTM, 2005. Basa adsorbat yang dapat digunakan untuk menentukan jumlah situs asam katalis antara lain amoniak atau piridin. Jumlah situs asam menggunakan adsorpsi amoniak sebagai basa adsorbat merupakan penentuan jumlah situs asam total katalis, dengan asumsi bahwa ukuran molekul amoniak yang kecil sehingga memungkinkan masuk sampai ke dalam pori-pori katalis. Sedangkan penentuan jumlah situs asam menggunakan piridin sebagai basa adsorbat merupakan penentuan jumlah situs asam yang terdapat pada permukaan katalis, dengan asumsi bahwa ukuran molekul piridin yang relatif besar sehingga hanya dapat teradsorpsi pada permukaan katalis Rodiansono dkk., 2007. Penetuan jenis situs asam pada katalis dapat ditentukan menggunakan spektroskopi infra merah FTIR dari katalis yang telah mengadsorpsi basa adsorbat Seddigi, 2003. Spektroskopi inframerah adalah metode analisis yang yang didasarkan pada absorpsi radiasi inframerah oleh sampel yang akan menghasilkan perubahan keadaan vibrasi dan rotasi sampel. Frekuensi yang diabsorpsi tergantung pada frekuensi vibrasi dari molekul karakteristik. Instumen FTIR menggunakan sistem yang disebut dengan interferometer untuk mengumpulkan spektrum. Interferometer terdiri atas sumber radiasi, pemisah berkas, dua buah cermin, laser dan detektor. Intensitas absorpsi bergantung pada seberapa efektif energy foton inframerah dipindahkan ke molekul, yang dipengaruhi oleh perubahan momen dipol yang terjadi akibat vibrasi molekul Åmand and Tullin, 1999. Skema lengkap dari instrumentasi FTIR ditunjukan pada Gambar 10. Gambar 10. Skema instrumentasi FTIR. Berdasarkan Gambar 10 cara kerja dari instrumentasi FTIR adalah sebagai berikut: Energi inframerah diemisikan dari sumber bergerak melalui celah sempit untuk mengontrol jumlah energi yang akan diberikan ke sampel. Di sisi lain, berkas laser memasuki interferometer dan kemudian terjadi “pengkodean spektra” menghasilkan sinyal interferogram yang kemudian keluar dari interferogram. Berkas laser kemudian memasuki ruang sampel, berkas akan diteruskan atau dipantulkan oleh permukaan sampel tergantung dari energinya, yang mana merupakan karakteristik dari sampel. Berkas akhirnya sampai ke detektor Bradley, 2008. Dari spektra yang dihasilkan dari FTIR, jenis situs asam Brønsted-Lowry atau Lewis yang terdapat pada katalis dapat diketahui melalui puncak-puncak serapan yang dihasilkan dari interaksi basa adsorbat dengan situs-situs asam tersebut. Pada penggunaan piridin sebagai basa adsorbat, situs asam Brønsted-Lowry akan ditandai dengan puncak serapan pada bilangan-bilangan gelombang 1485 – 1500, ~1620, dan ~1640 cm -1 . Sedangkan untuk situs asam Lewis ditandai dengan puncak-puncak serapan pada bilangan-bilangan gelombang 1447 – 1460, 1488 – 1503, ~1580, dan 1600 – 1633 cm -1 Tanabe, 1981. Gambar 11 berikut adalah contoh spektra FTIR dalam analisis penentuan jenis situs asam dalam katalis.