HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA DAN RAS TERHADAP RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(1)

ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN CULTURAL AND RACE TOWARD CHRONIC ENERGY MALNUTRITION (CEM) RISK ON WOMEN OF CHILDBEARING AGE IN TERBANGGI BESAR DISTRICTS CENTRAL

LAMPUNG REGENCY

By

Meti Destriyana

Chronic energy malnutrition (CEM) on women of childbearing age is the high– risk of health problem (morbidity, mortality, disability). Within wide scale, CEM could be a threat apply to nation strength and viability. The objective of thi study was to determine the relationship between cultural perceptions (food taboo, marriageable age, parity) and race toward CEM risk in Terbanggi Besar, Central Lampung Regency.

This study used cross sectional design with cluster sampling method in October– November 2016. The sample came from women of childbearing age (20–45 years old) in Terbanggi Besar, Central Lampung Regency with total 73 respondents obtained by independent category analysis formula. Cultural perception variable was gained by filling questionnaire and CEM risk was measured by upper arm circumtance (UAC). Data was analyzed by univariate and bivariate using Fisher test.

The results showed 4.1% of respondents CEM risk; 16,4% food taboo respondents; 29% high–risk mariageable age respondents; 4.1% high parity respondents; 74% Java race respondents. Results showed no significant relation between food taboo, marriageable age, parity, race with CEM risk (p–value = > 0.05). The study conclusion was the absence of significant relationship between perception of culture and race toward CEM risk on women of childbearing age in Terbanggi Besar, Central Lampung regency.

Keywords: chronic energy malnutrition, cultural, race, women of childbearing age


(2)

ABSTRAK

HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA DAN RAS TERHADAP RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA WANITA USIA SUBUR (WUS)

DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

Meti Destriyana

Kurang energi kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS) merupakan risiko timbulnya masalah kesehatan (morbiditas, mortalitas dan disabilitas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi budaya (pantang makan, usia menikah, paritas) dan ras terhadap KEK pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan metode pengambilan sampel berupa cluster sampling pada bulan Oktober–November 2016. Sampel adalah WUS (20–45 tahun) di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah yang berjumlah 73 responden yang didapatkan dari rumus analitik kategorik tidak berpasangan. Variabel persepsi budaya didapatkan dengan menggunakan kuesioner dan KEK didapatkan dengan mengukur lingkar lengan atas (LiLA). Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji mutlak Fisher.

Hasil penelitian menunjukkan 4,1% responden KEK; 16,4% responden memiliki pantang makan; 29% responden menikah pada usia risiko tinggi; 4,1% responden dengan paritas tinggi; 74% responden dengan ras Jawa. Hasil uji mutlak Fisher menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara pantang makan, usia menikah, paritas, ras dengan KEK (p–value = > 0,05). Kesimpulan dari penelitian adalah tidak terdapatnya hubungan bermakna antara persepsi budaya dan ras terhadap KEK pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.


(3)

HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA DAN RAS TERHADAP RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA WANITA USIA SUBUR (WUS)

DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

(Skripsi)

Oleh:

METI DESTRIYANA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDARLAMPUNG 2017


(4)

HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA DAN RAS TERHADAP RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA WANITA USIA SUBUR (WUS)

DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh Meti Destriyana

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA KEDOKTERAN

Pada

Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2017


(5)

ABSTRACT

RELATIONSHIP BETWEEN CULTURAL AND RACE TOWARD CHRONIC ENERGY MALNUTRITION (CEM) RISK ON WOMEN OF CHILDBEARING AGE IN TERBANGGI BESAR DISTRICTS CENTRAL

LAMPUNG REGENCY

By

Meti Destriyana

Chronic energy malnutrition (CEM) on women of childbearing age is the high– risk of health problem (morbidity, mortality, disability). Within wide scale, CEM could be a threat apply to nation strength and viability. The objective of thi study was to determine the relationship between cultural perceptions (food taboo, marriageable age, parity) and race toward CEM risk in Terbanggi Besar, Central Lampung Regency.

This study used cross sectional design with cluster sampling method in October– November 2016. The sample came from women of childbearing age (20–45 years old) in Terbanggi Besar, Central Lampung Regency with total 73 respondents obtained by independent category analysis formula. Cultural perception variable was gained by filling questionnaire and CEM risk was measured by upper arm circumtance (UAC). Data was analyzed by univariate and bivariate using Fisher test.

The results showed 4.1% of respondents CEM risk; 16,4% food taboo respondents; 29% high–risk mariageable age respondents; 4.1% high parity respondents; 74% Java race respondents. Results showed no significant relation between food taboo, marriageable age, parity, race with CEM risk (p–value = > 0.05). The study conclusion was the absence of significant relationship between perception of culture and race toward CEM risk on women of childbearing age in Terbanggi Besar, Central Lampung regency.

Keywords: chronic energy malnutrition, cultural, race, women of childbearing age


(6)

ABSTRAK

HUBUNGAN PERSEPSI BUDAYA DAN RAS TERHADAP RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA WANITA USIA SUBUR (WUS)

DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

Oleh

Meti Destriyana

Kurang energi kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS) merupakan risiko timbulnya masalah kesehatan (morbiditas, mortalitas dan disabilitas). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara persepsi budaya (pantang makan, usia menikah, paritas) dan ras terhadap KEK pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan metode pengambilan sampel berupa cluster sampling pada bulan Oktober–November 2016. Sampel adalah WUS (20–45 tahun) di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah yang berjumlah 73 responden yang didapatkan dari rumus analitik kategorik tidak berpasangan. Variabel persepsi budaya didapatkan dengan menggunakan kuesioner dan KEK didapatkan dengan mengukur lingkar lengan atas (LiLA). Data dianalisis secara univariat dan bivariat menggunakan uji mutlak Fisher.

Hasil penelitian menunjukkan 4,1% responden KEK; 16,4% responden memiliki pantang makan; 29% responden menikah pada usia risiko tinggi; 4,1% responden dengan paritas tinggi; 74% responden dengan ras Jawa. Hasil uji mutlak Fisher menunjukkan tidak adanya hubungan bermakna antara pantang makan, usia menikah, paritas, ras dengan KEK (p–value = > 0,05). Kesimpulan dari penelitian adalah tidak terdapatnya hubungan bermakna antara persepsi budaya dan ras terhadap KEK pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.


(7)

(8)

(9)

(10)

RIWAYAT HIDUP

Peneliti dilahirkan di Kota Palembang, Provinsi Sumatera Selatan pada tanggal 07 Desember 1995, sebagai anak bungsu dari Bapak H. Mezition NS, S.E. dan Ibu Hj. Susilawati Mursi, Am.Keb., S.ST.Klinik.

Pendidikan peneliti dimulai dari Taman Kanak–kanak (TK) Nurul Jannah Palembang, diselesaikan pada tahun 2001, sekolah dasar (SD) diselesaikan di SD Negeri 115 Palembang yang diselesaikan pada tahun 2007, sekolah menengah pertama (SMP) yang diselesaikan di SMP Negeri 9 Palembang yang diselesaikan pada tahun 2010 dan sekolah menengah atas (SMA) yang diselesaikan di SMA Plus Negeri 17 Palembang pada tahun 2013. Pada tahun 2013, peneliti diterima di Prodi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Peneliti terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN) Undangan. Selama menjadi mahasiswa, peneliti pernah menjadi asisten praktikum Patologi Anatomi pada tahun 2015–2016.

Peneliti juga pernah menerima beasiswa Dikti PPA periode 2013–2014 dan beasiswa Yayasan Rachmat A&A Kasih periode 2016–2017. Organisasi yang pernah peneliti ikuti adalah Forum Studi Islam Ibnu Sina periode 2013─2015 sebagai anggota Bidang Kaderisasi dan Perhimpunan Mahasiswa Pecinta Alam &


(11)

Tanggap Darurat (PMPATD) Pakis Rescue Team periode 2013–2016 sebagai anggota tetap Divisi Pengabdian Masyarakat.


(12)

i

“Dan perintahkanlah kepada keluargamu

mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam

mengerjakannya. Kami tidak meminta rezeki

kepadamu, Kamilah yang memberi rezeki

kepadamu. Dan akhirat (yang baik) itu adalah

bagi orang yang bertakwa” (QS. Thaha: 132)

“No Guilty Pleasure”

Dengan Mengucapkan

Alhamdulillah. . .

Ku persembahkan sebuah

karya kepada

Alm. Kajong Mursi Zen

bin Muhammad Zen

(alfatihah)

Papa & Mama

Terima kasih atas doa dan dukungan yang diberikan selama ini

Terima kasih atas kasih sayang yang diberikan

Terima kasih sudah melahirkan, membesarkan, membimbing, dan menemani dalam perjuangan hidup ini


(13)

ii

SANWACANA

Puji syukur tak hentinya peneliti ucapkan atas kehadirat Allah swt. karena berkat rahmat, nikmat, dan karunia–Nya jua peneliti dapat menyelesaikan proposal skripsi ini. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada nabi besar Muhammad saw. dan keluarga, serta para sahabat yang telah mendahului kita. Semoga kita semua yang membaca termasuk dalam umatnya yang mendapat syafa’at kelak di hari akhir, aamin yarabbal’alamin.

Skripsi dengan judul “Hubungan Persepsi Budaya dan Ras terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Kedokteran di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada wanita usia subur di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah yang telah bersedia menjadi responden dalam penelitian ini, serta pengalaman berharga selama penelitian sehingga proses penyusunan skripsi ini dapat berjalan tepat pada waktu yang telah ditentukan.


(14)

iii

Kepada Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P., selaku rektor Universitas Lampung; Dr. dr. Muhartono, S.Ked., M.Kes., Sp.PA., selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung; dr. Dian Isti Angraini, S.Ked., M.P.H., selaku pembimbing utama dan pembimbing akademik; dr. Rika Lisiswanti, S.Ked., M.Med.Ed., selaku pembimbing kedua; dr. Rizki Hanriko, S.Ked., Sp.PA., selaku dosen penguji dan dosen ahli pengampu praktikum Patologi Anatomi; seluruh dosen, staf, karyawan, dan civitas akademik Fakultas Kedokteran Universitas Lampung yang telah meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran serta nasihat dalam penyusunan skripsi ini, juga motivasi, ilmu pengetahuan, dan bantuan selama peneliti menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

Terima kasih sebanyak-banyaknya kepada Papa, Mama, Udo, Abang, Kaka Cika, Nakan Gaza, Tamong, Nenek, Keluarga besar Mursi (Pakngah Zuhaidi, Makngah Minar, Pakwo Mirson, Makwo Nancy, Pakngah Dedi, Makngah Novi, Cek Idir, Cek Desi, Cek Yus, Cek Ria, Cek Jon, Cek Dilah, Cek Tikno, Cek Nevi, Paksu Aldi, adik–adik sepupu), dan Abang Hezariman Alvarizi yang selalu ada untuk memberikan segenap kasih sayang, motivasi, perhatian sepenuh hati, materi, dan doa yang tak terhingga banyaknya;

Kepada semua sahabatku, Nabilah Nazalika, Naurah Nadzifah, Safitri Mukhlisah, Deastya Arrini, Winda Pamela, Dea Ivana, Yurico Putri Noveza, Dina Septiana, Dian Lestari, Analia Refsi Yusnita, Anugerah Indah Sari, Indira Malahayati; Kuah Ketoprak (Sayyidatun Nisa, Faridah Alatas, Indrani Nur W.P, Nida Nabillah Nur, Fauziah Lubis, Wahidatur Rohmah, Zahra Wafiyatunisa, Zulfa Labibah,


(15)

iv

Hanifah Hanum, Christine Yohana, Marco Manza A, Firza Syailindra, Fadel Muhammad, Tito Tri Saputra, dan Fuad Iqbal); teman–teman tim skripsi Wanita Subur (Meriska Cesia Putri, Mentari Olivia, dan Sutria Nirda Syati); teman– teman asisten praktikum Patologi Anatomi periode 2015–2016 (Serafina Subagio, Irfan Silaban, Wulan Noventi, Annisa Mardhiyyah, Dani Kartika Sari, M Agung Yudistira, dan Nidya Tiaz Putri); BG Family (Kak Diah, Kak Marizka, Kak Indri, Kak Radita, Ulfa, Bundo, Tipan, Widi, Lala, dan Rani); teman–teman seperjuangan FK UNILA 2013 juga kepada kakak–kakak 2010–2012 serta adik– adik angkatan 2014–2016; yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu, terima kasih sudah mengajarkan arti persahabatan, saling mendukung dan menemani di kehidupan peneliti. Semua akan membosankan tanpa kalian! Semoga kita semua menggapai cita–cita yang diinginkan dan menjadi dokter yang bermanfaat bagi lingkungan.

Terakhir kepada alamamaterku tercinta (SDN 115 Palembang, SMPN 9 Palembang, SMA Plus N 17 Palembang, dan Universitas Lampung) atas semua ilmu akademik dan non–akademik yang telah diajarkan selama ini, semoga ilmu yang telah peneliti miliki dapat diaplikasikan sebaik–baiknya di kemudian hari dan turut membanggakan nama almamater.

Peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih banyak kekurangan. Akan tetapi peneliti berharap agar skripsi ini dapat digunakan sebaik–baiknya dan dapat bermanfaat bagi orang banyak.


(16)

v

Peneliti

Meti Destriyana

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI v

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN x

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.3.1 Tujuan Umum 5

1.3.2 Tujuan Khusus 6

1.4 Manfaat Penelitian 6

1.4.1 Manfaat Praktis 6

1.4.2 Manfaat Teoritis 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wanita Usia Subur (WUS) 8

2.2 Status Gizi dan Kurang Energi Kronis 10 2.3 Faktor–Faktor yang Memengaruhi KEK pada WUS 13

2.3.1 Persepsi Budaya 16

2.3.2 Ras 19

2.4 Hubungan antara Persepsi Budaya dan Ras terhadap

Risiko KEK pada WUS 19

2.5 Kerangka Teori 27

2.6 Kerangka Konsep 28


(17)

vi

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian 29

3.2 Desain Penelitian 29

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian 29

3.4 Subjek Penelitian 30

3.4.1 Populasi 30

3.4.2 Sampel 30

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian 33

3.5.1 Variabel Bebas 33

3.5.2 Variabel Terikat 33

3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian 34 3.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data 35

3.7.1 Instrumen Penelitian 35

3.7.2 Metode Pengumpulan Data 35

3.8 Alur Penelitian 36

3.9 Pengolahan dan Analisis Data 37

3.9.1 Pengolahan Data 37

3.9.2 Analisis Data 37

3.9.2.1 Analisis Univariat 37

3.9.2.2 Analisis Bivariat 38

3.10 Etika Penelitian 38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Penelitian 39

4.1.1 Analisis Univariat 39

4.1.2 Analisis Bivariat 43

4.2 Pembahasan 46

4.2.1 Uji Univariat 46

4.2.1.1 Kurang Energi Kronis 46

4.2.1.2 Pantang Makan 47

4.2.1.3 Usia Menikah 48

4.2.1.4 Paritas 49

4.2.1.5 Ras 49

4.2.2 Uji Bivariat 50

4.2.2.1 Hubungan antara Pantang Makan dan KEK 50 4.2.2.2 Hubungan antara Usia Menikah dan KEK 53 4.2.2.3 Hubungan antara Paritas dan KEK 55 4.2.2.4 Hubungan antara Ras dan KEK 57

4.3 Keterbatasan Penelitian 62

BAB V SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan 63

5.2 Saran 64

DAFTAR PUSTAKA 65


(18)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Klasifikasi KEK Dewasa berdasarkan IMT 11 2. Definisi Operasional Variabel Penelitian 34 3. Distribusi Frekuensi Responden berdasarkan Sosio–Demografi

Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 39 4. Distribusi Frekuensi Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada

WUS di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 40 5. Distribusi Frekuensi Pantang Makan pada WUS di Kecamatan

Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 41 6. Distribusi Frekuensi Usia Menikah WUS di Kecamatan

Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 41 7. Distribusi Frekuensi Paritas WUS di Kecamatan

Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 42 8. Distribusi Frekuensi Ras WUS di Kecamatan

Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah 42 9. Hubungan Pantang Makan dengan Risiko Kurang Energi

Kronis (KEK) pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar

Kabupaten Lampung Tengah 43

10.Hubungan Usia Menikah dengan Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar


(19)

viii

11.Hubungan Paritas dengan Risiko Kurang Energi

Kronis (KEK) pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar

Kabupaten Lampung Tengah 45

12.Hubungan Ras dengan Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada


(20)

ix

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Teori Modifikasi Faktor Risiko (Ekologi) terhadap

Status Gizi/KEK 27

2. Kerangka Konsep Hubungan Persepsi Budaya dan Ras

terhadap Risiko KEK pada WUS 28


(21)

x

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1. Ethical Clearance 2. Surat Izin Penelitian

3. Lembar Informasi & Informed Consent 4. Kuesioner

5. Data Responden 6. Hasil Uji Validitas

7. Hasil Pengolahan Data Komputer 8. Dokumentasi Penelitian


(22)

(23)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang Masalah

Angka Kematian Ibu (AKI) di Indonesia sejak tahun 1991 hingga 2007 mengalami penurunan dari 390 menjadi 228 per 100.000 kelahiran hidup. Namun, Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) kembali mencatat kenaikan AKI yang signifikan pada tahun 2012, yakni dari 228 menjadi 359 kematian ibu per 100.000 kelahiran hidup. Di samping itu, Angka Kematian Bayi (AKB) mengalami penurunan sejak tahun 1991 dari 68 per 1.000 kelahiran hidupmenjadi 34 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2007, sedangkan tahun 2012 mencapai 32 per 1.000 kelahiran hidup. Baik AKI maupun AKB tidak berhasil mencapai target Millenium Depelopment Goals (MDGs) pada tahun 2015, yaitu AKI 102 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB 23 per 1.000 kelahiran hidup (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2015; Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015; Badan Pusat Statistik dkk, 2013).

Salah satu penyebab tingginya AKI dan AKB adalah meningkatnya risiko kurang energi kronis (KEK). KEK merupakan suatu keadaan ibu menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) sehingga menimbulkan gangguan kesehatan pada wanita usia subur dan ibu hamil


(24)

2

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2002). Sedangkan wanita usia subur (WUS) merupakan wanita dengan keadaan reproduksinya yang berfungsi dengan baik antara umur 20–45 tahun (Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional, 2015).

Kekurangan energi kronis pada WUS sedang menjadi fokus pemerintah dan tenaga kesehatan sekarang ini. Hal ini dikarenakan seorang WUS memiliki risiko tinggi untuk melahirkan anak yang akan menderita KEK dikemudian hari. Selain itu, kekurangan gizi menimbulkan masalah kesehatan (morbiditas, mortalitas dan disabilitas), juga menurunkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) suatu bangsa. Dalam skala yang lebih luas, kekurangan gizi dapat menjadi ancaman bagi ketahanan dan kelangsungan hidup suatu bangsa (Mboi, 2013).

Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 didapatkan angka prevalensi risiko KEK di Indonesia adalah 31,3% pada wanita hamil dan 20,8% pada WUS. Di Provinsi Lampung sendiri 21,3% pada wanita hamil dan 17,6% pada WUS. Sedangkan di Kabupaten Lampung Tengah sendiri risiko KEK sangat tinggi, bahkan melebihi angka nasional yaitu 52,8% pada wanita hamil dan 21,3% pada WUS (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2013; Oemiati dkk, 2013). Kecamatan Terbanggi Besar merupakan kecamatan yang memiliki potensi di bidang pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan. Terbanggi Besar memiliki wilayah sebesar 208,65 km2 dan penduduk 106.234 jiwa dengan kepadatan 509 jiwa/km2 (Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah, 2012). Kemudian yang menjadi alasan dipilihnya sebagai lokasi


(25)

3

penelitian adalah jumlah WUS terbanyak berdasarkan data sekunder, yaitu sebanyak 19.506 WUS berusia 15–49 tahun di wilayah Puskesmas Bandar Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah. Peneliti berasumsi akan lebih mudah untuk menjaring responden penelitian di wilayah tersebut (data sekunder, 2016).

Faktor–faktor yang memengaruhi KEK pada WUS terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Internal (individu/keluarga) yaitu genetik, obstetrik, seks. Sedangkan eksternal adalah gizi, obat–obatan, lingkungan, dan penyakit (Supariasa dkk, 2012).

Salah satu faktor internal berupa genetik dengan ras termasuk di dalamnya. Ras merupakan sifat–sifat dan karakteristik yang diturunkan secara genetik dari generasi ke generasi yang dipercaya menjadi penting oleh orang dengan dan berpengaruh kuat dalam masyarakat (White, 2012). Sedangkan faktor eksternal mencakup lingkungan yang secara luas meliputi budaya. Persepsi budaya adalah pemikiran yang melalui tahapan seleksi, organisasi, dan interpretasi meliputi nilai–nilai, keyakinan, strategi, harapan berlangsung secara komprehensif yang menentukan tindakan, sikap dan kebiasaan seseorang (Kastanakis dan Voyer, 2014).

Penelitian mengenai faktor–faktor yang berhubungan dengan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kecamatan Kamoning dan Tambelangan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 mendapatkan hasil bahwa 69,2% ibu hamil dengan KEK menikah pada usia < 20 tahun. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia menikah


(26)

4

dengan kejadian KEK. Namun, hampir semua ibu hamil dengan KEK menikah pada usia < 20 tahun dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya yang dimaksud adalah menikah muda (< 16 tahun) dengan alasan takut jadi perawan tua (Mahirawati, 2014).

Disamping itu, Hidayati (2011) dalam penelitiannya mengenai hubungan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2011 memperoleh hasil bahwa ibu hamil memiliki pantang makanan selama kehamilan yaitu sebesar 30,6%. Dari hasil analisis bivariat diperoleh hubungan yang bermakna antara risiko KEK dengan budaya pantang makanan.

Hasil ini sesuai dengan Rahmaniar (2011) dalam penelitiannya mengenai faktor–faktor yang berhubungan dengan kejadian kekurangan energi kronis pada ibu hamil di Puskesmas Tampa Padang Kec. Kalukku Kab. Mamuju Provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara KEK dan pantang makanan. Pantang makanan juga menjadi variabel paling dominan berdasarkan hasil uji multivariat. Hasil penelitian kualitatif dari Alwi (2007) mengenai tema budaya yang melatarbelakangi perilaku ibu–ibu penduduk asli (Suku Amugme dan Kamoro) dalam pemeliharaan kehamilan dan persalinan di Kabupaten Mimika pada tahun 2007, mendapatkan hasil bahwa kurang gizi pada wanita selama kehamilan dan persalinan dipengaruhi oleh budaya– budaya yang melekat pada suku–suku pedalaman di Timika.


(27)

5

Kesimpulan umum yang ditemukan bersadarkan penelitian–penelitian terdahulu bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara pantang makan, paritas, ras terhadap risiko KEK, sedangkan untuk usia menikah tidak memiliki hubungan bermakna dengan risiko KEK meskipun sebagian besar ibu dengan KEK menikah pada usia muda (< 20 tahun). Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai Hubungan Persepsi Budaya dan Ras terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

1.2Rumusan Masalah

Apakah terdapat hubungan antara persepsi budaya (pantang makan, usia menikah, paritas) dan ras terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu tujuan umum dan tujuan khusus.

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan antara persepsi budaya (pantang makan, usia menikah, paritas) dan ras terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.


(28)

6

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui gambaran risiko kurang energi kronis (KEK), persepsi budaya (pantang makan, usia menikah, paritas), dan ras pada wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

2. Mengetahui hubungan persepsi budaya (pantang makan, usia menikah, paritas) terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

3. Mengetahui hubungan ras terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

1.4 Manfaat

Manfaat penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu manfaat praktis dan manfaat teoritis.

1.4.1 Manfaat Praktis

1. Manfaat bagi peneliti adalah peneliti dapat belajar cara berpikir ilmiah yang baik dan benar dalam pengerjaan skripsi ini.

2. Bagi instansi pendidikan, diharapakan dapat menjadi sumber pembelajaran yang valid, meningkatkan kualitas lulusan instansi, dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya.


(29)

7

3. Bagi masayarakat, umumnya masyarakat Indonesia dan terkhusus bagi masyarakat Kabupaten Lampung Tengah diharapkan untuk mengubah persepsi budaya dan kepercayaan terkait ras yang salah mengenai gizi yang dapat menjadi faktor risiko KEK pada WUS. 4. Bagi pemerintah daerah, peneliti berharap agar dapat

merencanakan kebijakan/program yang mempermudah masyarakat dalam memperoleh pengetahuan tentang gizi seimbang.

1.4.2 Manfaat Teoritis

Bagi ilmu pengetahuan bidang kedokteran khususnya ilmu gizi diharapkan dapat menjadi landasan pengetahuan bahwa terdapat hubungan persepsi budaya dan ras terhadap risiko KEK.


(30)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Wanita Usia Subur (WUS)

Wanita usia subur (WUS) merupakan wanita dengan keadaan reproduksinya yang berfungsi dengan baik antara umur 20–45 tahun (Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2015). Perkembangan fisiologis tubuh pada wanita usia subur ditandai dengan munculnya tanda seks primer dan sekunder. Tanda seks primer adalah terjadinya haid pada usia remaja, sedangkan tanda–tanda seks sekunder meliputi: pinggul melebar, pertumbuhan rahim dan vagina, payudara membesar, tumbuhnya rambut di ketiak dan sekitar kemaluan (Bakar, 2014).

Menurut Suparyanto (2011) mengenai tanda–tanda WUS antara lain:

1. Siklus Haid

Wanita yang mempunyai siklus haid teratur setiap bulan biasanya subur. Putaran haid dimulai dari hari pertama keluar haid hingga sehari sebelum haid datang kembali, biasanya berlangsung selama 28 hingga 30 hari. Siklus haid dapat dijadikan indikasi pertama untuk menandai seorang wanita subur atau tidak. Siklus menstruasi dipengaruhi oleh hormon seks perempuan yaitu esterogen dan progesteron. Hormon esterogen dan progesteron menyebabkan perubahan fisiologis pada tubuh perempuan


(31)

9

yang dapat dilihat melalui beberapa indikator klinis seperti, perubahan suhu basal tubuh, perubahan sekresi lendir leher rahim (serviks), perubahan pada serviks, panjangnya siklus mestruasi (metode kalender), dan indikator minor kesuburan seperti nyeri perut dan perubahan payudara.

2. Alat pencatat kesuburan

Ovulation thermometer merupakan alat yang dapat mencatat perubahan suhu badan saat wanita mengeluarkan benih atau sel telur. Bila benih keluar, biasanya termometer akan mencatat kenaikan suhu sebanyak 0,20 C selama 10 hari.

3. Tes darah

Wanita dengan siklus haid tidak teratur, seperti datangnya haid tiga bulan sekali atau enam bulan sekali, biasanya tidak subur. Jika dalam kondisi seperti ini, beberapa tes darah perlu dilakukan untuk mengetahui penyebab dari tidak lancarnya siklus haid. Tes darah dilakukan untuk mengetahui kandungan hormon yang berperan pada kesuburan wanita.

4. Pemeriksaan fisik

Untuk mengetahui seorang wanita subur, maka dapat dilihat melalui perubahan–perubahan pada organ tubuh, seperti buah dada, kelenjar tiroid pada leher, dan organ reproduksi. Kelenjar tiroid yang mengeluarkan hormon tiroksin berlebihan akan mengganggu proses pelepasan sel telur. Pemeriksaan buah dada ditujukan untuk mengetahui hormon prolaktin dimana kandungan hormon prolaktin yang tinggi akan mengganggu proses


(32)

10

pengeluaran sel telur. Selain itu, pemeriksaan sistem reproduksi juga perlu dilakukan untuk mengetahui sistem reproduksinya normal atau tidak.

5. Track record

Wanita yang pernah mengalami keguguran, baik disengaja ataupun tidak, akan berpeluang tinggi untuk terjangkit kuman pada saluran reproduksi. Kuman ini akan menyebabkan kerusakan dan penyumbatan saluran reproduksi.

Fungsi reproduksi seorang wanita menjadi tanda bahwa kesuburannya baik atau tidak, hal ini menjadi pertimbangan penting dalam persiapan pranikah sebagaimana diatur dalam persiapan pranikah adalah wanita harus cukup umur, minimal 20 tahun. Usia menikah penting dalam kesehatan reproduksi karena usia kehamilan yang optimal berada pada rentang usia 20 sampai 35 tahun, sedangkan usia < 20 tahun atau > 35 tahun memiliki risiko tinggi KEK serta komplikasi lebih lanjut (Mahirawati, 2014; Bakar, 2014).

2.2 Status Gizi dan Kurang Energi Kronis

Status gizi adalah ekspresi atau perwujudan dari nutrisi seseorang dalam bentuk variabel tertentu. Variabel yang dimaksud berupa angka yang diinterpretasikan dalam kriteria khusus untuk menentukan status gizi lebih, baik, atau kurang (Supariasa dkk, 2012; Almatsier, 2009).

Pengertian penilaian status gizi (PSG) menurut Hartriyanti dan Triyanti (2007) adalah interpretasi dari data yang didapatkan dari berbagai metode untuk mengidentifikasi populasi atau individu yang berisiko status gizi buruk. Metode untuk PSG dibagi ke dalam tiga kelompok. Pertama, metode secara


(33)

11

langsung yang terdiri dari penilaian tanda klinis, tes laboratorium, metode biofisik, dan antropometri. Kedua, penilaian dengan statistik kesehatan (tidak langsung). Kelompok terakhir adalah penilaian dengan melihat variabel ekologi. Dari sekian banyak metode PSG, metode langsung yang paling sering digunakan adalah antropometri.

Antropometri adalah pengukuran terhadap dimensi/komposisi tubuh (Hartriyanti dan Triyanti, 2007; Supariasa dkk, 2012). Indeks antropometri yang umum digunakan pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) adalah indeks massa tubuh (IMT). Indeks massa tubuh merupakan alat sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan. IMT tidak dapat digunakan pada bayi, anak, remaja, ibu hamil, olahragawan, dan orang dengan keadaan khusus seperti edema, asites, dan hepatomegali (Supariasa dkk, 2012). Dalam menghitung IMT digunakan parameter berat badan dan tinggi badan yang dimasukkan ke dalam rumus berikut:

Berikut ini klasifikasi KEK berdasarkan IMT dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi KEK Dewasa bersadarkan IMT Arisman (2009)

IMT Derajat KEK

> 18,5 Normal

17,0–18,4 Ringan

16,0–16,9 Sedang


(34)

12

Berdasarkan penelitian di Iran, diketahui bahwa terdapat hubungan yang kuat antara lingkar lengan atas (LiLA) dengan IMT dalam mendeteksi KEK (Khadivzadeh, 2002). Pengukuran LiLA dimaksudkan untuk mengetahui prevalensi wanita usia subur usia 15–45 tahun dan ibu hamil yang menderita kurang energi kronis (KEK). LiLA diukur dengan menggunakan pita LiLA sepanjang 33 cm dengan ketelitian 0,1 cm (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2007).

Parameter nasional untuk menilai WUS dengan risiko KEK di Indonesia adalah LiLA < 23,5 cm (Supariasa dkk, 2012; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1996). Bertolak dari pernyataan di atas, penelitian mengenai validitas ukuran LiLA terhadap IMT dalam mendeteksi risiko kekurangan energi kronis pada wanita (20–45 tahun) di Indonesia (analisis data Riskesdas 2007), diperoleh hasil bahwa cut–off LiLA yang paling optimal berada pada titik 24,95 cm dengan nilai sensitivitas 85% dan spesifisitas 75%. Nilai ini lebih besar bila dibandingkan dengan cut–off point LiLA yang digunakan Depkes RI hingga saat ini di Indonesia dalam mendeteksi risiko KEK, yaitu 23,5 cm (Ariyani, 2012; Ariyani dkk, 2012).

Selain IMT dan LiLA, kriteria lain yang dapat mengindikasikan seorang WUS berisiko tinggi menderita KEK adalah berat badan (BB) < 42 kg saat sebelum hamil, BB < 40 kg pada kehamilan trimester I, dan tinggi badan (TB) < 145 cm karena WUS yang pendek cenderung memiliki ukuran panggul yang kecil (disprporsi cephalo pelvic), anatomi tubuh yang pendek akan membatasi ruang maksimal untuk pertumbuhan janin dan risiko ini


(35)

13

bertambah jika kebutuhan gizi WUS selama kehamilan tidak terpenuhi (Kalanda, 2007; Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1996).

Kurang energi kronis (KEK) merupakan keadaan dimana ibu menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) sehingga menimbulkan gangguan kesehatan pada WUS dan ibu hamil (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1996). Tanda atau gejala seseorang menderita KEK antara lain badan lemah, muka pucat, serta perut membuncit akibat pembesaran hepar (Adriani dan Wirjatmadi, 2012; Podja dan Kelley, 2000).

2.3 Faktor–Faktor yang Memengaruhi KEK pada WUS

Faktor–faktor yang memengaruhi KEK pada WUS terbagi menjadi dua, yaitu faktor internal dan eksternal. Internal (individu/keluarga) yaitu genetik, obstetrik, dan seks. Sedangkan eksternal adalah gizi, obat–obatan, lingkungan, dan penyakit (Supariasa dkk, 2012). Genetik memegang peranan penting seseorang menderita KEK dikarenakan kekurangan gizi pada ibu hamil akan melahirkan anak dengan berat badan lahir rendah (BBLR), jika sudah begitu anak akan sulit untuk tumbuh dengan status gizi baik, berdasarkan hasil penelitian bahwa anak BBLR berisiko tinggi untuk menderita KEK di masa dewasa (Supariasa dkk, 2012; Marlenywati, 2010; Arisman, 2009).

Obstetrik dalam hal ini usia pernikahan, usia kehamilan, paritas, jarak kehamilan, dan kesehatan ibu berperan aktif dalam menimbulkan risiko KEK pada WUS. Usia pernikahan saat remaja maka akan menimbulkan konsekuensi kehamilan di usia remaja pula. Wanita yang hamil pada usia


(36)

14

< 20 tahun merupakan kelompok paling rawan untuk terjadinya risiko KEK dikarenakan terjadinya kompetisi nutrisi antara ibu hamil dan janin yang dikandungnya, hal ini berkaitan dengan proses pertumbuhan ibu hamil yang masih berlangsung karena usia remaja serta kebutuhan janin dalam kandungan. Selain itu, paritas tinggi (lebih dari 3 kali) menandakan jarak kehamilan yang pendek, hal ini berbahaya untuk ibu hamil dikarenakan waktu pemulihan bagi rahim untuk menyokong janin berikutnya tidak optimal begitu juga dengan kebutuhan gizi WUS yang terkuras habis selama masa hamil dan meyusui sehingga jarak kehamilan yang berikutnya dianjurkan saat usia anak sebelumnya minimal dua tahun (Adriani dan Wirjatmadi 2012; Wallace et al, 2006 dalam Marlenywati, 2010). Gizi atau asupan makanan yang kurang, baik dalam hal ketersediaan pangan atau susunan variasi makanan yang salah serta absorpsi (metabolisme) yang buruk dapat menyebabkan KEK pada WUS dikarenakan ketidaksesuaian antara kebutuhan dan pemenuhan nutrisi (Almatsier, 2009).

Jika membahas tentang faktor lingkungan terhadap risiko KEK pada WUS tentu tidak akan ada habisnya. Karena cakupannya sangatlah luas, meliputi sosio–ekonomi, ketersediaan pangan (alam), teknologi dan budaya. Sosio– ekonomi meliputi pendidikan, pekerjaan, dan pengeluaran pangan. Pendidikan merupakan hal utama dalam peningkatan sumber daya manusia (Puli, 2014; Arisman, 2009).


(37)

15

Tingkat pendidikan merupakan salah satu faktor yang dapat memengaruhi kualitas dan kuantitas makanan, karena tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan dan informasi yang dimiliki tentang gizi khususnya konsumsi makanan yang lebih baik. Kemudian, WUS yang berperan sebagai ibu rumah tangga (IRT) memiliki tingkat kesehatan yang lebih rendah dibandingkan wanita yang memiliki pekerjaan dan rutinitas di luar rumah selain berperan sebagai IRT, seperti wanita karir dan pekerja swasta aktif. Selain itu, pola pengeluaran rumah tangga dapat mencerminkan tingkat suatu kehidupan masyarakat, indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan adalah komposisi pengeluaran untuk makanan dan non makanan. Kesejahteraan dikatakan baik jika persentase pengeluaran untuk makanan semakin kecil dibandingkan dengan total pengeluaran (Puli, 2014).

Menurut Schaible dan Kauffman (2007) dalam Hidayati (2011) mengenai hubungan antara kurang gizi dengan penyakit infeksi tergantung dari besarnya dampak yang ditimbulkan terhadap status gizi itu sendiri. Artinya jika infeksi masih akut dan derajat keparahannya masih rendah, maka tidak akan terlalu berpengaruh terhadap status gizi seseorang. Sebaliknya, jika infeksi sudah kronis dan berlangsung lama akan dapat memengaruhi status gizi orang tersebut sehingga dengan kata lain penyakit apapun yang bersifat kronis akan berpengaruh terhadap status gizi seseorang.


(38)

16

Faktor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya kebiasaan makan terhadap jenis makanan tertentu, sehingga tidak jarang menimbulkan berbagai masalah gizi apabila faktor makanan itu tidak diperhatikan secara baik bagi yang mengonsumsinya. Faktor sosial budaya memegang peranan penting dalam memahami sikap dan perilaku dalam menanggapi kehamilan, kelahiran, serta perawatan bayi dan ibunya. Pandangan budaya tersebut telah diwariskan turun–temurun dalam kebudayaan masyarakat yang bersangkutan. Oleh karena itu, sekalipun petugas kesehatan menemukan bentuk perilaku atau sikap yang terbukti kurang menguntungkan bagi kesehatan, akan tidak mudah bagi mereka untuk mengadakan perubahan terhadapnya (Pasaribu, 2005 dalam Rahmaniar, 2011).

2.3.1 Persepsi Budaya

Persepsi budaya adalah pemikiran yang melalui tahapan seleksi, organisasi, dan interpretasi meliputi nilai–nilai, keyakinan, strategi, harapan berlangsung secara komprehensif yang menentukan tindakan, sikap dan kebiasaan seseorang (Kastanakis dan Voyer, 2014). Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya yang terbentang dari Sabang sampai Merauke, dengan latar belakang etnis, suku, dan tata kehidupan sosial yang berbeda satu dengan yang lain. Telah banyak penemuan ahli sosiolog dan ahli gizi menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan dalam proses terjadinya kebiasaan makan dan menu makanan itu sendiri, sehingga tidak jarang menimbulkan masalah gizi apabila faktor makanan itu tidak diperhatikan secara baik oleh masyarakat. Budaya di masyarakat


(39)

17

tidak terlepas dari agama dan kepercayaan yang dianutnya, hal ini turut memengaruhi jenis makanan yang dikonsumsi. Sebagai contoh, agama Islam dan Yahudi Ortodoks mengharamkan daging babi, agama Roma Katolik melarang makan daging setiap hari, dan Protestan melarang pemeluknya mengonsumsi teh, kopi atau alkohol (Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

Terkadang faktor budaya turut memengaruhi faktor lain untuk menimbulkan KEK pada WUS. Faktor–faktor yang dimaksud adalah faktor obstetrik seperti usia kehamilan, paritas, jarak kehamilan, dan jumlah anak karena adanya beberapa kepercayaan, seperti tabu mengonsumsi makanan tertentu oleh kelompok usia tertentu yang sebenarnya makanan tersebut justru bergizi dan dibutuhkan oleh kelompok usia tersebut, seperti ibu hamil yang tabu mengonsumsi ikan (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014; Adriani dan Wirjatmadi, 2012).

Pantangan makan yang salah, tetapi umum terjadi di masyarakat adalah tidak diperbolehkannya mengonsumsi susu, kopi, atau berpuasa. Hal ini sungguh keliru karena susu merupakan makanan yang diperlukan untuk mencukupi kebutuhan tambahan makanan ibu hamil dengan adanya penambahan nutrisi penting, seperti asam folat, zat besi, kalsium, dan vitamin. Selain itu, kopi atau makanan lain yang mengandung kafein (teh dan cokelat) boleh dikonsumsi selama usia


(40)

18

kehamilan > 12 minggu dan terbatas untuk dua cangkir per hari karena dapat menyebabkan efek samping yang merugikan tubuh. Disamping itu, berpuasa diperbolehkan bagi ibu hamil di trimester I selama daya tahan tubuh ibu kuat, begitu juga trimester II dan III dengan tetap memperhatikan penambahan 300 kkal per harinya. Disamping itu, terdapat kepercayaan bahwa permintaan ibu hamil yang aneh–aneh (ngidam) merupakan permintaan anak yang dikandungnya. Bila permintaan tidak dipenuhi, maka akan terjadi sesuatu yang buruk terhadap janin yang dikandung. Berbagai bentuk ngidam diantaranya tidak menyukai rasa dan bau dari benda tertentu seperti alkohol, asap rokok, kafein, bau masakan, bau parfum, dan lain–lain. Selama keinginan ngidam tersebut tidak merugikan bagi ibu dan janin yang dikandung maka tidak ada salahnya untuk dipenuhi (Fathonah, 2016).

Ketidaktahuan akan hubungan makanan dan kesehatan, prasangka buruk terhadap bahan makanan tertentu, adanya kebiasaan/pantangan yang merugikan, kesukaan berlebihan terhadap jenis makanan tertentu, keterbatasan penghasilan keluarga, dan jarak kelahiran yang rapat juga berpengaruh pada pengetahuan tentang gizi di masyarakat Indonesia (Indra dan Wulandari, 2014). Namun, menurut Wade dan Tavris (2007) bahwa perubahan budaya merupakan salah satu faktor yang menyebabkan peningkatan berat badan di berbagai belahan dunia, seperti peningkatan jumlah konsumsi makanan cepat saji, tingginya kesibukan, penggunaan alat praktis seperti remote control,


(41)

19

kecenderungan mengendari mobil, kebiasaan menonton TV, dan lain– lain.

2.3.2 Ras

Ras merupakan sifat–sifat dan karakteristik yang diturunkan secara genetik dari generasi ke generasi yang dipercaya menjadi penting oleh orang dan memiliki pengaruh kuat dalam masyarakat (White, 2012). Peranan ras terhadap kesukaan makanan akan berbeda dari satu bangsa ke bangsa lain, dan dari daerah ke daerah, atau suku ke suku lain. Makanan di negara tropik akan berbeda dengan makanan di negara empat musim, begitu juga di Eropa, semakin ke selatan maka ciri makanan semakin berbumbu. Begitu juga di Indonesia, kesukaan makanan antar daerah/suku sangat beragam. Sudah terkenal jika makanan Sumatera (khususnya Sumatera Barat) lebih pedas daripada Jawa (khususnya Jawa Tengah) yang suka makanan manis. Sebaliknya wilayah Timor selalu menyukai yang asin–asin (Adriani dan Wirjatmadi, 2012; Almatsier, 2009).

2.4 Hubungan antara Persepsi Budaya dan Ras terhadap Risiko KEK pada WUS

Penelitian mengenai risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Indonesia tahun 2009 mendapatkan hasil bahwa terdapat korelasi positif antara prevalensi risiko KEK pada WUS dan ibu hamil, juga antara prevalensi risiko KEK pada ibu hamil dengan prevalensi BBLR, dan prevalensi risiko KEK yang lebih tinggi pada ibu hamil di daerah pedesaan. Juga terdapat


(42)

20

korelasi negatif antara usia, tingkat pendidikan, tinggi badan ibu terhadap risiko KEK (Sandjaja, 2009).

Berdasarkan penelitian Ravishankar mengenai akibat KEK pada WUS (15–49 tahun) terhadap status gizi anak di Tamilnadu mendapatkan hasil bahwa sebanyak 26,7% WUS dengan KEK. Meskipun begitu, terdapat hasil yang bermakna dari pengaruh faktor tempat tinggal, pendidikan, agama, kasta, dan kondisi standar hidup terhadap KEK pada WUS. Hasil yang kontras ditunjukkan bahwa prevalensi KEK pada wanita kelompok hidup standar tinggi (36,9%), perempuan Muslim (32,9%), wanita yang berpendidikan tinggi (32,5%), dan perempuan perkotaan (25,7%). Lebih lanjut, Penelitian ini sangat mendukung bahwa status gizi ibu bermakna memengaruhi berat badan bayi saat lahir, yaitu 70% ibu dengan IMT rendah berpotensi untuk melahirkan bayi dengan BBLR (2000–2500 g) (Ravishankar, 2003).

Serupa dengan penelitian di atas, penelitian Venkaiah mengenai determinan dan tren malnutrisi pada anak dan orang dewasa di India pada bulan Februari tahun 2004 menjelaskan bahwa faktor kasta dan suku sangat berpengaruh terhadap angka kejadian KEK di negara–negara bagian di India terutama daerah pedesaan, baik pada anak–anak maupun orang dewasa. Proporsi KEK pada WUS di wilayah Madhya Pradesh, Maharashtra dan Bengal Barat mencapai > 40%. Pada dasarnya ibu yang menderita KEK akan melahirkan anak dengan gizi kurang, begitu pula anak yang sejak kecil sudah kurang gizi akan menjadi orang dewasa dengan KEK. Sejalan dengan hal tersebut, pola


(43)

21

makan yang tidak cukup nutrisi (pola makan spesifik) berhubungan erat dengan status gizi orang dewasa di India pedesaan (Venkaiah et al, 2011).

Penelitian mengenai pengaruh ibu dengan KEK terhadap status gizi anak pra sekolah di negara–negara bagian India pada tahun 2012 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan usia ibu, tempat tinggal, agama, kasta, pendidikan, pekerjaan, dan indeks kekayaan. Karakteristik sosial–budaya dan ekonomi berperan penting dalam membentuk status gizi wanita di India. Kecenderungan proporsi menderita masalah KEK relatif lebih tinggi pada ibu pedesaan (40,8%) daripada ibu di perkotaan (22,3%). Namun, agama tidak memainkan peran penting apapun dalam tingkat prevalensi KEK, kecuali Islam. Semua agama dilaporkan hampir memiliki proporsi yang sama dari kejadian KEK (sekitar 33%) (Radhakrishna dan Ravi, 2004).

Hasil penelitian mengenai faktor risiko KEP pada balita di Provinsi Luangprabang, Laos tahun 2007 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan bermakna antara anak etnis Khmu dan kejadian. Hubungan bermakna antara kurang gizi dan pendidikan ibu yang rendah. Hubungan bermakna antara kurang gizi dan pengetahuan gizi ibu yang buruk dengan odds ratio sebesar 1,40 (Phengxay et al, 2007).

Di lain pihak, Telake dan Bitew (2010) dalam penelitiannya tentang kesenjangan antara pedesaan–perkotaan pada wanita dengan KEK di Ethiopia pada bulan November tahun 2010 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan bermakna antara KEK pada WUS dengan faktor usia, paritas,


(44)

22

status pernikahan, pendidikan, pekerjaan, indeks kesejahteraan, pendidikan pasangan, pekerjaan pasangan. Hubungan bermakna antara KEK pada WUS dengan agama (Orthodox, Islam, Protestan, dan lain–lain). WUS usia 15–19 tahun dan 40–49 tahun terutama yang tinggal di pedesaan memiliki risiko tinggi untuk terkena KEK. Hal ini disebabkan karena ketidaksadaran remaja perempuan akan kesehatannya. Selain itu, status gizi kurang di antara perempuan pedesaan dapat dijelaskan sebagian oleh fakta bahwa perempuan pedesaan usia 15–19 lebih rentan terhadap pernikahan dini dan melahirkan anak lebih dini dibandingkan dengan perempuan di perkotaan. Disamping itu, wanita usia 40–49 tahun relatif kurang berpendidikan dibanding wanita yang lebih muda dan karena itu mungkin memiliki kekuatan yang rendah dalam pengambilan keputusan sehingga menghambat kontrol mereka atas pendapatan dan aset rumah tangga. Selain itu, wanita yang lebih tua memiliki tingkat paritas relatif lebih tinggi yang bisa mewajibkan mereka untuk merawat anak–anak daripada melindungi kesehatan mereka sendiri dan status gizi nya.

Penelitian mengenai budaya pantang makan, status ekonomi dan pengetahuan zat gizi ibu hamil dengan status gizi pada ibu hamil trimester III di Puskesmas Welahan I Kota Jepara Provinsi Jawa Tengah pada bulan Januari tahun 2013 mendapatkan hasil bahwa terdapatnya hubungan bermakna antara budaya pantang makan dengan status gizi ibu hamil trimester III. Namun, tidak terdapat hubungan bermakna antara status ekonomi dan pengetahuan zat gizi ibu hamil dengan status gizi pada ibu hamil trimester III (Susanti dkk, 2013).


(45)

23

Penelitian tentang perilaku Suku Paser terhadap pola makan pada ibu hamil dan menyusui di Desa Lomu Kecamatan Batu Engau Kabupaten Paser Kalimantan Timur pada bulan Juni–Juli tahun 2013 mendapatkan hasil bahwa jenis pantangan makanan yang berasal dari makanan hewani adalah ikan kerapu, telur, daging kambing dan daging kijang. Sedangkan makanan nabati yang dipantangkan adalah sayur keladi dan lombok. Di satu sisi, pantangan makanan pada ibu menyusui yang berasal dari makanan hewani adalah ikan yang diberi es batu selama 44 hari. Sedangkan dari lauk nabati, ibu menyusui dipantang untuk mengonsumsi kacang panjang, bayam dan buah–buahan, terutama labu dan semangka. Penyebab lahirnya pantangan dan anjuran makanan pada ibu hamil dan menyusui adalah karena adanya keyakinan tentang dampak dari makanan tersebut terhadap kesehatan ibu dan bayinya, kekhawatiran tentang adanya kutukan dari nenek moyang/leluhur dan juga kekhawatiran dikucilkan atau digunjingkan oleh keluarga dan masyarakat (Daniyah, 2014).

Hasil penelitian kualitatif dari Alwi (2007) mengenai tema budaya yang melatarbelakangi perilaku ibu–ibu penduduk asli (Suku Amugme dan Kamoro) dalam pemeliharaan kehamilan dan persalinan di Kabupaten Mimika pada tahun 2007 mendapatkan hasil bahwa perempuan harus lebih mengutamakan kecukupan makanan untuk laki–laki. Meskipun ibu–ibu kedua suku ini bekerja sangat keras demi kelanjutan hidup keluarganya, tetapi tetap dianggap rendah 'sejajar dengan babi' dan memperoleh asupan makanan 'sisa' paling belakangan. Budaya ini sangat merugikan kesehatan ibu dan janin/bayi karena kuantitas dan kualitas makanan ibu yang sedang hamil atau


(46)

24

sedang menyusui seharusnya ditingkatkan. Ibu dapat mengalami kelelahan fisik dan kekurangan gizi yang dapat mengakibatkan terjadinya partus lama dan perdarahan persalinan. Di samping itu, adanya kepercayaan untuk mematuhi berbagai jenis makanan pantang selama kehamilan. Hampir semua jenis makanan yang dipantangkan tersebut mengandung protein tinggi misalnya; ikan belut yang dipercayai dapat menyebabkan bayi cacat, burung kasuari dapat membuat mata bayi kerjap–kerjap, penyu dapat membuat jari tangan dan kaki bayi seperti jari kura–kura, dan kelapa putih dapat membuat tubuh bayi besar. Di satu sisi mereka hanya mau makan jenis makanan yang biasa dimakan.

Dari hasil penelitian diketahui masih banyak tema budaya penduduk asli Timika yang merugikan kesehatan ibu karena masih sarat dengan diskriminasi gender dan mengabaikan hak–hak reproduksi perempuan. Cara– cara pengobatan tradisional pun kadang bertentangan dengan pengobatan ilmiah dan perilaku ibu–ibu dalam masa kehamilan, persalinan dan nifas dilandasi oleh beberapa tema budaya yang sangat diskriminatif dan kurang mendukung kesehatan ibu (Alwi, 2007).

Penelitian mengenai faktor–faktor yang berhubungan dengan risiko kekurangan energi kronik pada ibu hamil di Puskesmas Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah pada Desember 2013 hingga Januari 2014 mendapatkan hasil bahwa terdapat hubungan bermakna antara paritas dengan KEK dan peningkatan risiko terjadi pada paritas sebanyak lebih dari tiga kali, juga terdapat hubungan bermakna antara usia ibu (< 20 tahun dan > 35


(47)

25

tahun) terhadap risiko KEK. Demikian pula terdapat hubungan bermakna antara KEK dengan pendapatan. Namun, tidak didapatkan hubungan bermakna antara KEK dengan tingkat pendidikan ibu (Wasiso, 2014).

Penelitian mengenai faktor–faktor yang berhubungan dengan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kecamatan Kamoning dan Tambelangan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur pada tahun 2013 mendapatkan hasil bahwa 69,2% ibu hamil dengan KEK menikah pada usia < 20 tahun. Tidak terdapat hubungan yang bermakna antara usia menikah dengan risiko KEK. Namun, hampir semua ibu hamil dengan KEK menikah pada usia < 20 tahun dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya yang dimaksud adalah menikah muda (< 16 tahun) dengan alasan takut jadi perawan tua (Mahirawati, 2014).

Penelitian mengenai analisis faktor risiko kekurangan energi kronis (KEK) pada wanita prakonsepsi di Kota Makassar pada bulan Maret–Juni tahun 2014 diperoleh hasil bahwa penyakit infeksi memiliki hubungan dan besar risiko yang bermakna dengan KEK. Pengetahuan gizi memiliki hubungan dan besar risiko yang bermakna dengan KEK. Variabel yang paling besar pengaruhnya terhadap risiko KEK adalah penyakit infeksi. Kesimpulan dari penelitian ini bahwa penyakit infeksi merupakan faktor risiko KEK pada wanita prakonsepsi dan pengetahuan gizi merupakan faktor protektif KEK pada wanita prakonsepsi (Hamid dkk, 2014).


(48)

26

Bertentangan dengan penelitian di atas, penelitian mengenai hubungan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan tahun 2011 diperoleh hasil bahwa ibu hamil memiliki pantang makanan selama kehamilan yaitu sebesar 30,6%. Dari hasil analisis bivariat diperoleh variabel yang memiliki hubungan yang bermakna dengan risiko KEK adalah pola konsumsi makanan pokok, lauk hewani , lauk nabati, dan pantang makanan. Di samping itu, variabel pola konsumsi sayuran, konsumsi buah, penyakit tuberculosis, dan penyakit diare tidak terdapat hubungan yang bermakna dengan risiko KEK (Hidayati, 2011).

Penelitian mengenai hubungan tingkat sosial ekonomi dengan kurang energi kronis ( KEK ) pada ibu hamil di Kecamatan Sedayu Kabupaten Bantul pada bulan Maret–Mei tahun 2014 mendapatkan hasil bahwa tidak terdapat hubungan antara tingkat sosial ekonomi seperti pendidikan, pekerjaan, pengetahuan ibu dengan risiko KEK pada ibu hamil. Namun, terdapat hubungan yang bermakna antara pendapatan keluarga dengan ibu hamil dengan risiko KEK dan tidak KEK (Indriany dkk, 2014).


(49)

27

Keterangan

: terdapat faktor yang diteliti 2.5 Kerangka Teori

Berdasarkan teori–teori yang dipaparkan di atas, maka peneliti menggambarkan kerangka teori yang berhubungan pada penelitian ini pada bagan berikut ini:

Gambar 1. Kerangka Teori Modifikasi Faktor Risiko (Ekologi) terhadap Status Gizi/KEK (sumber: Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas

Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 2014; Supariasa dkk, 2012; Arisman, 2009; Brown, 2005).

Mikrosistem - Keluarga - Rekan - Agama - Yankes - Sekolah/ pekerjaan Eksosistem - Sosial - Industri - Media massa - Politik - Ekonomi Makrosistem

Budaya

Individu

- Jenis kelamin - Usia

- Penyakit

- Obstetri (usia menikah, paritas, jarak kehamilan) - Ras - etnis Persepsi Budaya Pantangan Makan KEK pada WUS BBLR AKB AKI Tumbuh kembang Produktivitas Risiko kehamilan Mortalitas


(50)

28

2.6 Kerangka Konsep

Variabel Bebas Variabel Terikat

Gambar 2. Kerangka Konsep Hubungan Persepsi Budaya dan Ras terhadap Risiko KEK pada WUS

2.7 Hipotesis

Adapun hipotesis yang peneliti temukan berdasarkan kepustakaan teori yang telah dipaparkan sebelumnya adalah sebagai berikut:

Ho: tidak terdapat hubungan antara persepsi budaya (pantang makan, usia menikah, paritas) dan ras terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah. Ha: terdapat hubungan antara persepsi budaya (pantang makan, usia menikah,

paritas) dan ras terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

Ras Persepsi Budaya (pantang makan, usia menikah,

paritas) KEK pada


(51)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif observasional dengan pendekatan studi analitik.

3.2 Desain Penelitian

Rancangan penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional, yaitu dengan cara pengumpulan data (pengukuran variabel independen dan dependen) sekaligus pada suatu waktu bersamaan (Notoatmodjo, 2012; Sastroasmoro dan Ismael, 2011). Tujuannya untuk mencari hubungan antara persepsi budaya dan ras terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada wanita usia subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di enam kelurahan (Nambahdadi, Karang Endah, Indra Putra Subing, Bandar Jaya Timur, Bandar Jaya Barat, dan Adi Jaya) yang ada di Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung, Indonesia pada bulan Oktober–November 2016.


(52)

3.4 Subjek Penelitian 3.4.1 Populasi

Populasi dalam penelitian adalah sejumlah subjek besar yang mempunyai karakteristik tertentu. Karakteristik subjek ditentukan sesuai dengan ranah dan tujuan penelitian. Populasi terjangkau (accessible population) suatu penelitian adalah bagian dari populasi yang dapat dijangkau oleh peneliti. Dengan kata lain, populasi terjangkau adalah bagian populasi yang dibatasi oleh tempat dan waktu (Sastroasmoro dan Ismael 2007; Budiarto 2003). Populasi terjangkau untuk penelitian ini adalah semua WUS usia 20–45 tahun yang datang ke posyandu–posyanduyang ada di wilayah Puskesmas Bandar Jaya, Kecamatan Terbanggi Besar, Kabupaten Lampung Tengah.

3.4.2 Sampel

Dengan menggunakan teknik tersebut, maka populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dilakukan penelitian yang memenuhi kriteria inklusi dijadikan sebagai sampel penelitian.

Kriteria inklusi pada penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Menandatangani informed consent.

2. WUS usia 20–45 tahun.

3. Pernah menikah dan melahirkan anak.

Kriteria eksklusi sebagai berikut: 1. Menopause


(53)

2. Riwayat PTM/kronis (gagal ginjal, DM, hipertensi, keganasan, dan lain–lain)

3. Riwayat penyakit infeksi (diare, tuberculosis, AIDS, dan lain–lain) 4. Hamil

Menurut Dahlan (2012) bahwa rumus besar sampel untuk penelitian analitik kategorik tidak berpasangan, adalah:

Keterangan:

n = Besar sampel

Zα = Nilai Z pada derajat kepercayaan α pada uji dua sisi (two tail), yaitu 95% = 1,96.

Zβ = Nilai Z pada kekuatan uji 1–β, yaitu 80% = 0,842. P = Proporsi rata–rata = (P1+P2)/2

P1 = 57% (Hidayati, 2011). P2 = 33% (Hidayati, 2011).

Q = 1-P

Q1 = 1-P1 Q2 = 1-P2


(54)

Dari hasil perhitungan diatas, maka diperoleh jumlah sampel minimal sebanyak 66 orang. Jumlah ini ditambahkan dengan 10% dari sampel minimal (tujuh orang) untuk meminimalisir sampel drop out atau loss to follow up sehingga diperoleh sampel sebanyak 73 orang dari perhitungan sebagai berikut:

Teknik penarikan sampel yang digunakan adalah probability sampling yaitu setiap unsur/elemen dalam populasi memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih menjadi sampel penelitian. Metode yang digunakan adalah cluster sampling method yaitu sampel dipilih secara acak pada kelompok individu dalam populasi yang terjadi secara alamiah, cara ini


(55)

dinilai sangat efisien bila populasi tersebar luas sehingga tidak memungkinkan bagi peneliti untuk membuat daftar seluruh populasi tersebut. Cluster yang diambil berasal dari kelompok–kelompok Posyandu di bawah naungan Puskesmas Bandar Jaya. Pengambilan sampel dipilih dengan metode simple random sampling sehingga dimungkinkan semua subjek dalam populasi mendapat kesempatan yang sama untuk terpilih menjadi responden sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan dalam penelitian.

3.5 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel bebas adalah variabel yang apabila nilainya berubah akan memengaruhi variabel yang lain (Sopiyudin, 2012). Variabel terikat adalah variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas. Variabel dalam penelitian ini yaitu:

3.5.1 Variabel Bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah persepsi budaya (pantang makan, usia menikah, paritas) dan ras.

3.5.2 Variabel Terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Risiko kurang Energi Kronis (KEK) pada Wanita Usia Subur (WUS) di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.


(56)

3.6 Definisi Operasional Variabel Penelitian

Tabel 2. Definisi Operasional Variabel Penelitian

Variabel Definisi Alat Ukur Cara

Ukur

Hasil Skala

Persepsi Budaya a. Pantang Makan Larangan tertentu untuk mengonsumsi jenis makanan tertentu karena ancaman hukuman apabila melanggar.

Kuesioner Observasi dan

Wawancara

1 = ada 2 = tidak ada

Nominal

b. Usia Menikah

Usia WUS

pertama kali menikah.

Kuesioner Observasi dan

Wawancara

1 = risiko tinggi (< 20 atau > 35 tahun) 2 = tidak risiko

tinggi (20– 35 tahun)

Nominal

c. Paritas Jumlah WUS melahirkan, baik hidup maupun meninggal

Kuesioner Observasi dan

Wawancara

1 = tinggi (lebih dari 3) 2 = rendah (1–

3)

Ordinal

Ras Suku bangsa

yang diturunkan dari generasi ke generasi

Kuesioner Observasi dan

Wawancara

1 = Lampung 2 = non–Lam

pung Nominal Kurang Energi Kronis (KEK) menderita kekurangan makanan yang berlangsung menahun (kronis) sehingga menimbulkan gangguan kesehatan

Pita LiLA Pengukuran 1 = KEK (< 23,5 cm)

2 = tidak KEK (≥ 23,5 cm)


(57)

3.7 Instrumen Penelitian dan Metode Pengumpulan Data 3.7.1 Instrumen Penelitian

a) Alat Tulis

Adalah alat yang digunakan untuk mencatat, melaporkan hasil penelitian. Alat tersebut adalah pulpen, kertas, pensil dan komputer. b) Kuesioner Terstruktur

Adalah alat yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian yang terdiri dari data demografi responden dan kuesioner pantang makan yang telah dilakukan uji validitas dan reliabilitas terhadap 30 responden. Didapatkan delapan butir pertanyaan yang valid (nilai r– hitung lebih besar dari r–tabel (0,361) dan dinyatakan reliabel dengan nilai cronbach’s alpha > 0,6 (0,627).

c) Lembar informed consent

Adalah lembar persetujuan untuk menjadi responden penelitian. d) Alat Ukur

Adalah alat yang digunakan untuk mengukur lingkar lengan atas (LiLA) menggunakan pita LiLA dengan ketelitian 0,1 cm dan panjang 33 cm.

3.7.2 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, seluruh data diambil secara langsung dari responden (data primer) yang meliputi:

a) Penjelasan mengenai maksud dan tujuan penelitian b) Pengisian informed consent


(58)

d) Pengukuran LiLA (screening KEK)

e) Pencatatan hasil pengukuran pada formulir lembar penelitian. Selain itu, peneliti juga mengambil data sekunder berupa data demografi wanita usia subur (WUS) di wilayah Kecamatan Terbanggi Besar.

3.8 Alur Penelitian

Gambar 3. Alur Penelitian

Pemilihan subjek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi Tahap

persiapan

Tahap pelaksanaan

Tahap pengolahan

data

Pembuatan proposal, pengurusan surat izin etik

Pengisian informed consent

Penyebaran dan pengisian kuesioner persepsi budaya

dan ras Pengukuran LiLA untuk deteksi KEK Pencatatan hasil dan

pengumpulan data

Pengolahan dan analisis data

Analisis univariat dan bivariat

Pembahasan hasil dan simpulan penelitian


(59)

3.9 Pengolahan dan Analisis Data 3.9.1 Pengolahan Data

Dalam pengolahan data dilakukan beberapa tahap, yaitu sebagai berikut:

1. Editing yaitu memeriksa kembali kelengkapan data penelitian yang telah dikumpulkan.

2. Coding adalah proses pemberian kode pada setiap jawaban yang terdiri variabel risiko KEK, persepsi budaya (pantang makan, usia menikah, paritas), dan ras sebelum dilakukan input data ke komputer.

3. Entry yaitu memasukkan data dengan menggunakan komputer untuk analisa lebih lanjut menggunakan komputer.

3.9.2 Analisis Data

3.9.2.1 Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk menyajikan dan menggambarkan distribusi frekuensi data demografi, variabel dependen dan independen yang diteliti dalam bentuk presentase yang disajikan dalam bentuk tabel. Analisis univariat dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran sosio–demografi, variabel kurang energi kronis (KEK), persepsi budaya (pantang makan, usia menikah, paritas), dan ras.


(60)

3.9.2.2 Analisis Bivariat

Analisa bivariat digunakan untuk melihat kemungkinan hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen. Pada analisis ini digunakan Uji multak Fisher sehingga akan diperoleh nilai P, dimana dalam penelitian ini digunakan tingkat kemaknaan sebesar 0,05. Penelitian antara dua variabel dikatakan berhubungan jika mempunyai nilai p < 0,05 dan dikatakan tidak berhubungan jika mempunyai nilai p ≥ 0,05 yang disajikan dalam jenis tabel 2 x 2. Uji multak Fisher adalah uji hipotesis untuk proporsi dua kelompok dengan jumlah subyek yang sedikit. Uji ini digunakan bila pada tabel 2 x 2 didapatkan jumlah n total < 20 atau bila jumlah n total antara 20–40 dan terdapat nilai expected kurang dari lima (lebih dari 20%) sehingga syarat uji Chi–Square tidak terpenuhi (Sastroasmoro dan Ismael, 2007).

3.10 Etika Penelitian

Penelitian ini sudah mendapatkan persetujuan dari Komite Etik Penelitian Kesehatan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung dengan Nomor Surat: 064/UN26.8/DL/2017, izin dari Dinas Kesehatan Kabupaten Lampung Tengah, Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Kabupaten Lampung Tengah, Puskesmas Bandar Jaya, serta informed consent dari subyek penelitian.


(61)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Adapun simpulan yang didapatkan berdasarkan kepustakaan dan hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Karakteristik WUS di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah yaitu yang mengalami KEK sebanyak 4,1%; yang melakukan pantang makan sebanyak 16,4%; yang menikah pada usia risiko tinggi sebanyak 26%; yang memiliki paritas tinggi sebanyak 26%; ras terbanyak adalah Jawa dengan persentase 75,3%.

2. Tidak terdapat hubungan bermakna antara persepsi budaya (pantang makan, usia menikah, paritas) dengan risiko KEK pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.

3. Tidak terdapat hubungan bermakna antara ras dengan risiko KEK pada WUS di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah.


(62)

64

5.2 Saran

Berdasarkan hasil dan simpulan yang telah dipaparkan sebelumnya, maka peneliti dapat memberikan saran kepada beberapa pihak terlibat, sebagai berikut:

1. Bagi peneliti sendiri, diharapkan penelitian ini dapat menjadi suatu pembelajaran dalam meneliti yang baik dan benar di kemudian hari. Bagi peneliti lain, diharap untuk melanjutkan penelitian di skup yang lebih luas mengingat Kabupaten Lampung Tengah merupakan wilayah yang paling luas dengan penduduk paling padat di Provinsi Lampung sehingga tidak menutup kemungkinan akan memberikan hasil yang berbeda.

2. Bagi instansi pendidikan, diharapkan penelitian ini dapat menjadi sumber pembelajaran yang valid dan menjadi dasar bagi penelitian selanjutnya. 3. Bagi masayarakat, umumnya wanita usia subur (WUS) untuk

meningkatkan pengetahuan dengan membedakan antara fakta dan mitos dalam pantang makan serta melaksanakan keluaga berencana (KB) sejak awal pernikahan untuk mengurangi risiko KEK.

4. Bagi pemerintah daerah, peneliti sangat berharap untuk merencanakan kebijakan/program yang mempermudah masyarakat dalam memperoleh pengetahuan tentang gizi seimbang.


(63)

65

DAFTAR PUSTAKA

Adriani M, Wirjatmadi B. 2012. Pengantar gizi masyarakat. Jakarta: Kencana. Almatsier S. 2009. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Alwi Q. 2007. Tema budaya yang melatarbelakangi perilaku ibu–ibu penduduk

asli dalam pemeliharaan kehamilan dan persalinan di kabupaten Mimika. Bulletin Penelitian Kesehatan. 35(3):137–147.

Angkupi P. 2015. Formulasi perkawinan adat Lampung dalam bentuk peraturan daerah dan relevansinya terhadap hak asasi manusia. Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum. 49(2):315–327.

Arisman. 2009. Buku ajar ilmu gizi: gizi dalam daur kehidupan ed.2. Jakarta: EGC.

Ariyani DE. 2012. Validitas ukuran lingkar lengan atas terhadap indeks massa tubuh dalam mendeteksi risiko kekurangan energi kronis pada wanita (20–45 tahun) di Indonesia (analisis data Riskesdas 2007) [skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.

Ariyani DE, Achadi EL, Irawati A. 2012. Validitas lingkar lengan atas mendeteksi risiko kekurangan energi kronis pada wanita Indonesia. Kesehatan Masyarakat. 7(2):83–90.

Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Survei demografi dan kesehatan Indonesia 2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bakar SA. 2014. Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana (dalam tanya jawab). Jakarta: Rajawali Pers.

Brown J. 2005. Nutrition through the life cycle ed.2. USA: Thomson Wadsworth. Budiarto E. 2003. Metodologi penelitian kedokteran: sebuah pengantar. Jakarta:


(64)

66

Dahlan S. 2012. Seri 3 evidence based medicine: langkah–langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan ed.2. Jakarta: Sagung Seto.

Daniyah. 2014. Perilaku suku Paser terhadap pola makan ibu hamil dan menyusui di desa Lomu kecamatan Batu Engau kabupaten Paser Kalimantan Timur [tesis]. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2014. Gizi dan kesehatan masyarakat ed.9. Jakarta: Rajawali Pers.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1996. Pedoman penanggulangan ibu hamil kekurangan energi kronis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman pengukuran dan pemeriksaan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ensara T. 2008. Kedudukan Anak Angkat pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun Siwo Migo Buai Subing Studi di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Fathonah S. 2016. Gizi dan kesehatan ibu hamil: kajian teori dan aplikasinya. Jakarta: Erlangga.

Hamid F, Thaha AR, Salam A. 2014. Analisis faktor risiko kekurangan energi kronik (KEK) pada wanita prakonsepsi di kota Makassar.

Hartriyanti Y, Triyanti. 2007. Penilaian status gizi dalam gizi dan kesehatan masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Haryani FD, Darmono SS, Maya DR. 2013. Hubungan karakteristik, tingkat konsumsi energi, tingkat konsumsi protein, dan frekuensi periksa kehamilan dengan pertambahan berat badan ibu hamil trimester II. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah: 1(2):32–41.

Hidayati F. 2011. Hubungan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di puskesmas Ciputat kota Tangerang Selatan tahun 2011 [skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Adriani M, Wirjatmadi B. 2012. Pengantar gizi masyarakat. Jakarta: Kencana. Almatsier S. 2009. Prinsip dasar ilmu gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Alwi Q. 2007. Tema budaya yang melatarbelakangi perilaku ibu–ibu penduduk

asli dalam pemeliharaan kehamilan dan persalinan di kabupaten Mimika. Bulletin Penelitian Kesehatan. 35(3):137–147.

Angkupi P. 2015. Formulasi perkawinan adat Lampung dalam bentuk peraturan daerah dan relevansinya terhadap hak asasi manusia. Jurnal Ilmu Syari’ah dan Hukum. 49(2):315–327.

Arisman. 2009. Buku ajar ilmu gizi: gizi dalam daur kehidupan ed.2. Jakarta: EGC.

Ariyani DE. 2012. Validitas ukuran lingkar lengan atas terhadap indeks massa tubuh dalam mendeteksi risiko kekurangan energi kronis pada wanita (20–45 tahun) di Indonesia (analisis data Riskesdas 2007) [skripsi]. Jakarta: Universitas Indonesia.

Ariyani DE, Achadi EL, Irawati A. 2012. Validitas lingkar lengan atas mendeteksi risiko kekurangan energi kronis pada wanita Indonesia. Kesehatan Masyarakat. 7(2):83–90.

Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Survei demografi dan kesehatan Indonesia2012. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

Bakar SA. 2014. Kesehatan reproduksi dan keluarga berencana (dalam tanya jawab). Jakarta: Rajawali Pers.

Brown J. 2005. Nutrition through the life cycle ed.2. USA: Thomson Wadsworth. Budiarto E. 2003. Metodologi penelitian kedokteran: sebuah pengantar. Jakarta:


(2)

Dahlan S. 2012. Seri 3 evidence based medicine: langkah–langkah membuat proposal penelitian bidang kedokteran dan kesehatan ed.2. Jakarta: Sagung Seto.

Daniyah. 2014. Perilaku suku Paser terhadap pola makan ibu hamil dan menyusui di desa Lomu kecamatan Batu Engau kabupaten Paser Kalimantan Timur [tesis]. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. 2014. Gizi dan kesehatan masyarakat ed.9. Jakarta: Rajawali Pers.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1996. Pedoman penanggulangan ibu hamil kekurangan energi kronis. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Pedoman pengukuran dan pemeriksaan. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia.

Ensara T. 2008. Kedudukan Anak Angkat pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun Siwo Migo Buai Subing Studi di Kecamatan Terbanggi Besar Kabupaten Lampung Tengah Provinsi Lampung [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.

Fathonah S. 2016. Gizi dan kesehatan ibu hamil: kajian teori dan aplikasinya. Jakarta: Erlangga.

Hamid F, Thaha AR, Salam A. 2014. Analisis faktor risiko kekurangan energi kronik (KEK) pada wanita prakonsepsi di kota Makassar.

Hartriyanti Y, Triyanti. 2007. Penilaian status gizi dalam gizi dan kesehatan masyarakat. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Haryani FD, Darmono SS, Maya DR. 2013. Hubungan karakteristik, tingkat konsumsi energi, tingkat konsumsi protein, dan frekuensi periksa kehamilan dengan pertambahan berat badan ibu hamil trimester II. Jurnal Kedokteran Muhammadiyah: 1(2):32–41.

Hidayati F. 2011. Hubungan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di puskesmas Ciputat kota Tangerang Selatan tahun 2011 [skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.


(3)

Indra D, Wulandari Y. 2014. Prinsip–prinsip dasar ahli gizi. Jakarta: Dunia Cerdas.

Indriany, Helmyati S, Astria PB. 2014. Tingkat sosial ekonomi tidak berhubungan dengan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil. Jurnal Gizi dan Dietetik Indonesia. 2(3):131–138.

Kalanda B. 2007. Maternal antropometry and weight gain as risk factor for poor pregnancy outcomes in a rural area of Southern Malawi. Malawi Medical Journal. 19(4):149–153.

Kartasapoetra, Marsetyo. 2010. Ilmu gizi, korelasi gizi, kesehatan dan produktivitas kerja. Jakarta: Rineka Cipta.

Kastanakis MN, Voyer BG. 2014. The effect of culture on perception and cognition฀ : a conceptual framework.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2015. Profil kesehatan Indonesia 2014. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2013. Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional. 2015. Laporan pencapaian tujuan pembangunan milenium di Indonesia 2014. Jakarta: Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional.

Khadivzadeh T. 2002. Mid upper arm and calf circumferences as indicators of nutritional status in women of reproductive age. Eastern Mediterranean Health Journal. 4–5.

Mahirawati VK. 2014. Faktor–faktor yang berhubungan dengan kekurangan energi kronis (KEK) pada ibu hamil di kecamatan Kamoning dan Tambelangan kabupaten Sampang provinsi Jawa Timur. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 17(2):193–202.

Marlenywati. 2010. Risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil remaja (usia 15–19 tahun) di kota Pontianak tahun 2010 [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.

Mboi N. 2013. Gizi seimbang atasi masalah gizi ganda. Departemen Kesehatan Rrepublik Indonesia [Artikel Online] [diunduh 23 Mei 2016]. Tersedia dari: http://www.depkes.go.id/article/view/2239/gizi–seimbang–atasi– masalah–gizi–ganda.html.


(4)

Notoatmodjo S. 2012. Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineke Cipta. Oemiati R, Rini KF, Utami NH, Narendro. 2013. Riskesdas dalam angka 2013

provinsi Lampung. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Pasaribu. 2005. Dalam: Rahmaniar MBA. 2011. Faktor–faktor yang berhubungan dengan kejadian kekurangan energi kronis pada ibu hamil di puskesmas Tampa Padang kec. Kalukku kab. Mamuju provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 [tesis]. Makassar: Universitas Hassanudin.

Pemerintah Kabupaten Lampung Tengah. 2012. Terbanggi Besar. [Artikel

Online] [diunduh 25 Desember 2016]. Tersedia dari:

http://www.lampungtengahkab.go.id.

Phengxay M, Ali M, Yagyu F, Soulivanh P, Kuroiwa C, Ushijima H. 2007. Risk factors for protein–energy malnutrition in children under 5 years: study from Luangprabang province, Laos. Pediatric International. (49):260– 265.

Podja K, Kelley L. 2000. International low birth weight: simposium and workshop. in Low Birth Weight.

Puli T. 2014. Hubungan sosial ekonomi dengan kekurangan energi kronik pada wanita prakonsepsi di kota Makassar tahun 2014 [skripsi]. Makassar: Universitas Hassanudin.

Radhakrishna R, Ravi C. 2004. Malnutrition in India trends and determinants. Economic and Political Weekly. 39(7):671–676.

Rahmaniar MBA. 2011. Faktor–faktor yang berhubungan dengan kejadian kekurangan energi kronis pada ibu hamil di puskesmas Tampa Padang kec. Kalukku kab. Mamuju provinsi Sulawesi Barat tahun 2011 [tesis]. Makassar: Universitas Hasanuddin.

Ravishankar AK. 2003. The consequence of chronic energy deficiency (CED) on children’s nutritional status in Tamilnadu: Evidence from NFHS–II. 1– 26.

Rosmelina. 2008. Sistem Pewarisan pada Masyarakat Lampung Pesisir yang Tidak Mempunyai Anak Laki-Laki (Studi pada Marga Negara Batin di Kecamatan Kota Agung Kabupaten Tanggamus Provinsi Lampung [tesis]. Semarang: Universitas Diponegoro.


(5)

Sandjaja. 2009. Risiko kurang energi kronis (KEK pada ibu hamil di Indonesia. Gizi Indon. 32(2):128–138.

Saputra LY. 2015. Pernikahan amalgamasi (studi pada pasangan nikah antara suku Jawa dan Lampung di kecamatan Metro Timur) [skripsi]. Bandarlampung: Universitas Lampung.

Sastroasmoro S, Ismael S. 2007. Dasar–dasar metodologi penelitian klinis, Jakarta: Binarupa Aksara.

Sastroasmoro S, Ismael S. 2011. Dasar–dasar metodologi penelitian klinis ed.4. Jakarta: Sagung Seto.

Schaible dan Kauffman. 2007. Dalam: Hidayati F. 2011. Hubungan antara pola konsumsi, penyakit infeksi dan pantang makanan terhadap risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di puskesmas Ciputat kota Tangerang Selatan tahun 2011 [skripsi]. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Supariasa IDN, Bakri B, Fajar I. 2012. Penilaian status gizi. Jakarta: EGC.

Suparyanto. 2011. Wanita Usia Subur. [Artikel Online] [diunduh 30 Mei 2016]. Tersedia dari: http://www.wordpress.com.

Surasih H. 2006. Faktor–faktor yang berhubungan dengan keadaan kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil di Kabupaten Banjarnegara tahun 2005 [skripsi]. Semarang: Universitas Negeri Semarang.

Susanti A, Rusnoto, Asiyah N. 2013. Budaya pantang makan, status ekonomi dan pengetahuan zat gizi ibu hamil pada ibu hamil trimester III dengan status gizi. JIKK. 4(1):1–9.

Susanti LM. 2014. Kedudukan Istri dalam Perkawinan Jujur pada Masyarakat Adat Lampung Pepadun di Desa Tiuh Balak di Kecamatan Baradatu Kabupaten Way Kanan [skripsi]. BandarLampung: Universitas Lampung

Telake DS, Bitew FH. 2010. Undernutrition among women in Ethiopia: rural– urban disparity. DHS Working Papers. (77):1–25.

Venkaiah K, Brahmam GNV, Vijayaraghavan K. 2011. Application of factor analysis to identify dietary patterns and use of factor scores to study their relationship with nutritional status of adult rural populations. Journal of Health, Population and Nutrition: 29(4):327–338.


(6)

Wade C, Tavris C. 2007. Psychology ed.9. Jakarta: Penerbit Erlangga.

Wallace JM et al. 2006. Dalam: Marlenywati. 2010. Risiko kurang energi kronis (KEK) pada ibu hamil remaja (usia 15–19 tahun) di kota Pontianak tahun 2010 [tesis]. Jakarta: Universitas Indonesia.

Wasiso DE. 2014. Faktor–faktor yang berhubungan dengan resiko kekurangan energi kronik pada ibu hamil di puskesmas Gunung Sugih kabupaten Lampung Tengah [skripsi]. BandarLampung: Universitas Malahayati. White K. 2012. Pengantar sosiologi kesehatan dan penyakit ed.3. Jakarta:


Dokumen yang terkait

Hubungan Pengetahuan Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Keluarga Berencana (KB) dengan Pelaksanaan KB di Kecamatan Sei Kanan Kabupaten Labuhanbatu Selatan

1 62 79

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Usia Menikah Pada Wanita Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

19 88 123

Pengaruh Dukungan Sosial terhadap Partisipasi Wanita Usia Subur dalam Upaya Deteksi Dini Penyakit Kanker Leher Rahim di Kecamatan Perbaungan Kabupaten Serdang Bedagai

1 84 110

Analisa Pengaruh Pasangan Usia Subur Dan Pengguna Alat/Cara Kb Terhadap Angka Kelahiran Di Kabupaten Tapanuli Utara Tahun 1995-2009

0 27 72

Pengaruh Persepsi Wanita Pasangan Usia Subur (PUS) Tentang Kanker Leher Rahim (KLR) dan Program Inspeksi Visual Asetat (IVA) Terhadap Pemanfaatan Pelayanan IVA Di Wilayah Kerja Puskesmas Bandar Khalifah Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Tah

6 57 85

Hubungan Antara Pola Konsumsi, Penyakit Infeksi Dan Pantang Makanan Terhadap Risiko Kurang Energi Kronis (Kek) Pada Ibu Hamil Di Puskesmas Ciputat Kota Tangerang Selatan Tahun 2011

2 14 169

HUBUNGAN ASUPAN MAKAN DENGAN KEJADIAN KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA WANITA USIA SUBUR (WUS) DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

12 100 76

HUBUNGAN STATUS SOSIOEKONOMI DAN STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN ANEMIA PADA WANITA USIA SUBUR PRAKONSEPSI DI KECAMATAN TERBANGGI BESAR KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

0 6 64

HUBUNGAN TEMAN SEBAYA DAN CITRA TUBUH TERHADAP STATUS GIZI WANITA USIA SUBUR PRANIKAH DI MAN 1 LAMPUNG TENGAH KECAMATAN TERBANGGI BESAR, KABUPATEN LAMPUNG TENGAH

3 11 59

RISIKO KURANG ENERGI KRONIS (KEK) PADA IBU HAMIL DI INDONESIA Sandjaja

0 3 11