Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Usia Menikah Pada Wanita Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

(1)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI USIA MENIKAH PADA WANITA USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

SEI MENCIRIM KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2012

TESIS

Oleh

ADE REZEKI 107032174/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(2)

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI USIA MENIKAH PADA WANITA USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

SEI MENCIRIM KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2012

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat

Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat

Universitas Sumatera Utara

Oleh

ADE REZEKI 107032174/IKM

PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

Judul Tesis : FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI USIA MENIKAH PADA WANITA USIA SUBUR DI

WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI MENCIRIM KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012

Nama Mahasiswa : Ade Rezeki Nomor Induk Mahasiswa : 107032174

Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi

Menyetujui Komisi Pembimbing

(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes)

Ketua Anggota

(Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes)

Dekan

(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)


(4)

Telah diuji

Pada tanggal : 15 Februari 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes

Anggota : 1. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes 2. dr. Muhammad Rusda, Sp.OG 3. dr. Ria Masniari Lubis, M.Si


(5)

PERNYATAAN

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI USIA MENIKAH PADA WANITA USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS

SEI MENCIRIM KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG

TAHUN 2012

TESIS

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, April 2013

Ade Rezeki 107032174/IKM


(6)

ABSTRAK

Pernikahan merupakan hubungan yang bersifat suci/sakral antara seorang pria dan seorang wanita yang telah menginjak umur cukup dewasa dan hubungan tersebut telah diakui secara sah dalam hukum dan secara agama. Namun kenyataannya banyak ditemukan remaja yang sudah melakukan pernikahan dini.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi usia menikah pada wanita usia subur. Jenis penelitian merupakan survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh Wanita Usia Subur (WUS) di wilayah kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang sebanyak 371 orang, sampel berjumlah 154 dan dipilih dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner dan dianalisis dengan tahapan univariat, bivariat menggunakan uji chi-square dan multivariat menggunakan uji analisis regresi logistik berganda pada taraf kemaknaan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menikah pada usia ≥ 20 tahun sebesar 68,8% dan yang menikah pada usia < 20 tahun sebesar 31,2%. Ada pengaruh pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan dan nilai virginitas terhadap usia menikah. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah pendidikan dengan nilai koefisien B = 10,196. Variabel pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan, dan nilai virginitas dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap usia menikah pada wanita usia subur sebesar 80,5%. Sedangkan sisanya sebesar 19,5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Disarankan kepada Puskesmas Sei Mencirim agar dapat bekerjasama dengan pemerintah daerah melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan tentang usia perkawinan dan dapat mencegah masalah komplikasi kehamilan pada WUS. Perlu adanya upaya peningkatan pendapatan keluarga agar pendidikan anak tinggi, pengetahuannya baik, dan terhindar dari pergaulan bebas.

Kata Kunci : Usia Menikah, Pendidikan, Sosial Ekonomi, Pengetahuan, Nilai Virginitas


(7)

ABSTRACT

Marriage is a holy/sacred relationship between a man and a woman had stepped on the mature enough age and the relationship has been legally recognized in law and religion. But in fact, many teens have early marriage.

The study aimed to analyze factors influenced age at marriage among fertile age women. The research was a cross sectional survey. Population were fertile age women at Sei Mencirim Health Center, Sunggal Subdistrict, Deli Serdang District amounted 371 women, with sample size of 154 women taken by simple random sampling. Data were obtained through interviews and analyzed with the steps univariate, bivariate using chi-square test and multivariate using multiple logistic regression test at 5% significance level.

The results showed that respondent married at age > 20 years was 68.8% and married at age < 20 years was 31.2%. There was an influence education, socio- economic, knowledge and value of virginity on age at marriage. The variable that most influenced on age at marriage was education with the coefficient of B = 10.196. The variables of education, socio-economic, knowledge, and the value of virginity explained their effect on age at marriage among fertile age women amounted 80.5%. While the remaining was influenced by other factors.

It is suggested to the Sei Mencirim Health Center to cooperate with the local government by conducting extension to improve knowledge about age at marriage, and can prevent pregnancy complication. It is necessary to increase family income so that their children will have higher education, good knowledge and can avoid promiscuity.

Keywords : Age at Marriage, Education, Socio-Economic, Knowledge, Value of Virginity


(8)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Faktor-faktor yang Memengaruhi Usia Menikah pada Wanita Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012”

Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Kesehatan Reproduksi Universitas Sumatera Utara.

Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) dan Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatra Utara.

2. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat.

3. Ibu Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes selaku Anggota Komisi Pembimbing dengan

penuh perhatian dan kesabaran dalam memberikan bimbingan sehingga tesis ini dapat terselesaikan.


(9)

4. Dr. Muhammad Rusda, Sp.OG dan dr.Ria Masniari Lubis, M.Si selaku penguji tesis yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing dan meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis ini. 5. Terima kasih kepada Kepala Puskesmas Sei Mencirim yang telah memberikan

ijin dan dukungan moril kepada penulis dalam rangka menyelesaikan penelitian. 6. Ucapan terima kasih yang tulus dan ikhlas kepada Ayahanda Alm. Baijuri Jafar

dan Ibunda Asmurni telah membantu dan member dukungan moril serta restu dan doa.

7. Teristimewa buat suami tercinta, Hairil Sani dan buah hatiku Wahyu Pradana, Holydina Fiddin, Oriza Sativa Umroh, Rizky Hauzan Insani yang penuh pengertian, dorongan pengorbanan serta kesabaran dan doa restu memotivasi dalam penyelesaian pendidikan ini.

8. Rekan- rekan dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah banyak memberikan bantuan moril dan materil selama mengikuti pendidikan, penelitian dan penulisan tesis.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan, sehingga saran dan kritik yang membangun dari berbagai pihak sangat di harapkan dan diucapkan terimakasih.

Medan, April 2013 Penulis

Ade Rezeki 107032174/IKM


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Ade Rezeki, lahir pada tanggal 17 Juni 1973 di Muara Sipongi Kabupaten Tapanuli Selatan, anak ke tiga dari lima bersaudara bersaudara dari pasangan Alm. Baijuri Jafar dan Ibunda Asmurni.

Pendidikan formal penulis dimulai dari pendidikan sekolah dasar di SD Negeri, menamatkan sekolah lanjutan pertama di SMP Negeri 1 di Tangerang, menamatkan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK) Sembiring Delitua, menamatkan Program Pendidikan Bidan (PPB-A) Malahayati, menamatkan pendidikan DIII Kebidanan Takasima Kabanjahe, selanjutnya meneruskan pendidikan Diploma IV Bidan Pendidik Universitas Depkes RI.


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

RIWAYAT HIDUP ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 10

1.3 Tujuan Penelitian ... 10

1.4 Hipotesis Penelitian ... 10

1.5 Manfaat Penelitian ... 11

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 12

2.1 Pernikahan ... 12

2.1.1 Pengertian Pernikahan ... 12

2.1.2 Tujuan Pernikahan ... 14

2.1.3 Usia yang Ideal dalam Pernikahan ... 15

2.2 Pernikahan Usia Dini ... 18

2.2.1 Penyebab Pernikahan Usia Dini ... 19

2.2.2 Akibat dari Pernikahan Usia Dini ... 22

2.3 Alasan Menikah ... 23

2.4 Wanita Usia Subur ... 24

2.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Usia Menikah ... 25

2.5.1 Pendidikan ... 25

2.5.2 Sosial Ekonomi ... 27

2.5.3 Budaya ... 28

2.5.4 Pengetahuan ... 29

2.5.5 Persepsi Keluarga (orangtua) ... 31

2.5.6 Nilai Virginitas ... 32

2.6 Landasan Teori ... 33

2.7 Kerangka Konsep ... 36

BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37

3.1 Desain Penelitian ... 37

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37


(12)

3.3.1 Populasi ... 38

3.3.2 Sampel ... 38

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 40

3.4.1 Data Primer ... 40

3.4.2 Data Sekunder ... 40

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 40

3.5 Variabel dan Definisi Operasional ... 43

3.5.1 Variabel Penelitian ... 44

3.6 Metode Pengukuran ... 45

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Dependen ... 45

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Independen ... 45

3.7 Metode Analisis Data ... 47

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 48

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 48

4.2 Analisis Univariat ... 48

4.2.1 Usia Menikah ... 49

4.2.2 Pendidikan ... 49

4.2.3 Sosial Ekonomi ... 50

4.2.4 Budaya ... 50

4.2.5 Pengetahuan ... 51

4.2.6 Persepsi Anak terhadap Sikap Orangtua ... 54

4.2.7 Nilai Virginitas ... 56

4.3 Analisis Bivariat ... 57

4.3.1 Hubungan Pendidikan dengan Usia Menikah ... 57

4.3.2 Hubungan Sosial Ekonomi dengan Usia Menikah ... 58

4.3.3 Hubungan Budaya dengan Usia Menikah ... 59

4.3.4 Hubungan Pengetahuan dengan Usia Menikah ... 59

4.3.5 Hubungan Persepsi Orang tua dengan Usia Menikah ... 60

4.3.6 Hubungan Nilai Virginitas dengan Usia Menikah ... 61

4.4 Analisis Multivariat ... 61

BAB 5. PEMBAHASAN ... 65

5.1 Pengaruh Pendidikan terhadap Usia Menikah pada Wanita Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 65

5.2 Pengaruh Sosial Ekonomi terhadap Usia Menikah pada Wanita Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012... 66

5.3 Pengaruh Pengetahuan terhadap Usia Menikah pada Wanita Usia Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 69


(13)

5.4 Pengaruh Nilai Virginitas terhadap Usia Menikah pada Wanita Usia Usia Subur di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan

Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012 ... 72

5.5 Keterbatasan Penelitian ... 74

BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 75

6.1 Kesimpulan ... 75

6.2 Saran ... 75

DAFTAR PUSTAKA ... 78 LAMPIRAN


(14)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1 Distribusi Perhitungan Besar Sampel Penelitian di Puskesmas Sei

Mencirim Kecamatan Sunggal ... 38 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Budaya ... 40 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan ... 41 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Persepsi Orangtua . 41 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Nilai Virginitas .... 42 4.1 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Menikah ... 48 4.2 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Usia Menikah ... 49 4.3 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Sosial Ekonomi .. 49 4.4 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Budaya ... 49 4.5 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden Berdasarkan Budaya . 50 4.6 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Pengetahuan ... 51 4.7 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden berdasarkan

Pengetahuan ... 51 4.8 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Persepsi Orang Tua 53 4.9 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden berdasarkan Persepsi . 53 4.10 Distribusi Frekuensi Responden Berdasarkan Nilai Virginitas ... 55 4.11 Distribusi Frekuensi Jawaban Responden berdasarkan

Nilai Virginitas ... 55 4.12 Hubungan Pendidikan dengan Usia Menikah pada Wanita


(15)

4.13 Hubungan Sosial Ekonomi dengan Usia Menikah pada Wanita

Usia Subur ... 58 4.14 Hubungan Budaya dengan Usia Menikah pada Wanita Usia Subur 58 4.15 Hubungan Pengetahuan dengan Usia Menikah pada Wanita

Usia Subur ... 59 4.16 Hubungan Persepsi Orang Tua dengan Usia Menikah pada Wanita

Usia Subur ... 59 4.17 Hubungan Nilai Virginitas dengan Usia Menikah pada Wanita

Usia Subur ... 60 4.18 Hasil Akhir Uji Regresi Logistik Berganda ... 61


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman 2.1 Teori Determinan Kematian Maternal ... 34 2.2 Kerangka Konsep Penelitian ... 35


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. Kuesioner Penelitian ... 83

2. Master Data ... 87

3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas ... 91

4. Hasil Analisis Univariat ... 96

5. Hasil Analisis Bivariat ... 103

6. Hasil Analisis Multivariat ... 109

7. Surat Permohonan Izin Penelitian ... 111


(18)

ABSTRAK

Pernikahan merupakan hubungan yang bersifat suci/sakral antara seorang pria dan seorang wanita yang telah menginjak umur cukup dewasa dan hubungan tersebut telah diakui secara sah dalam hukum dan secara agama. Namun kenyataannya banyak ditemukan remaja yang sudah melakukan pernikahan dini.

Tujuan penelitian adalah untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi usia menikah pada wanita usia subur. Jenis penelitian merupakan survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh Wanita Usia Subur (WUS) di wilayah kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang sebanyak 371 orang, sampel berjumlah 154 dan dipilih dengan teknik simple random sampling. Data diperoleh melalui wawancara dengan kuesioner dan dianalisis dengan tahapan univariat, bivariat menggunakan uji chi-square dan multivariat menggunakan uji analisis regresi logistik berganda pada taraf kemaknaan 5%.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden yang menikah pada usia ≥ 20 tahun sebesar 68,8% dan yang menikah pada usia < 20 tahun sebesar 31,2%. Ada pengaruh pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan dan nilai virginitas terhadap usia menikah. Variabel yang paling besar pengaruhnya adalah pendidikan dengan nilai koefisien B = 10,196. Variabel pendidikan, sosial ekonomi, pengetahuan, dan nilai virginitas dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap usia menikah pada wanita usia subur sebesar 80,5%. Sedangkan sisanya sebesar 19,5% dipengaruhi oleh faktor-faktor lain.

Disarankan kepada Puskesmas Sei Mencirim agar dapat bekerjasama dengan pemerintah daerah melakukan penyuluhan untuk meningkatkan pengetahuan tentang usia perkawinan dan dapat mencegah masalah komplikasi kehamilan pada WUS. Perlu adanya upaya peningkatan pendapatan keluarga agar pendidikan anak tinggi, pengetahuannya baik, dan terhindar dari pergaulan bebas.

Kata Kunci : Usia Menikah, Pendidikan, Sosial Ekonomi, Pengetahuan, Nilai Virginitas


(19)

ABSTRACT

Marriage is a holy/sacred relationship between a man and a woman had stepped on the mature enough age and the relationship has been legally recognized in law and religion. But in fact, many teens have early marriage.

The study aimed to analyze factors influenced age at marriage among fertile age women. The research was a cross sectional survey. Population were fertile age women at Sei Mencirim Health Center, Sunggal Subdistrict, Deli Serdang District amounted 371 women, with sample size of 154 women taken by simple random sampling. Data were obtained through interviews and analyzed with the steps univariate, bivariate using chi-square test and multivariate using multiple logistic regression test at 5% significance level.

The results showed that respondent married at age > 20 years was 68.8% and married at age < 20 years was 31.2%. There was an influence education, socio- economic, knowledge and value of virginity on age at marriage. The variable that most influenced on age at marriage was education with the coefficient of B = 10.196. The variables of education, socio-economic, knowledge, and the value of virginity explained their effect on age at marriage among fertile age women amounted 80.5%. While the remaining was influenced by other factors.

It is suggested to the Sei Mencirim Health Center to cooperate with the local government by conducting extension to improve knowledge about age at marriage, and can prevent pregnancy complication. It is necessary to increase family income so that their children will have higher education, good knowledge and can avoid promiscuity.

Keywords : Age at Marriage, Education, Socio-Economic, Knowledge, Value of Virginity


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pernikahan dini banyak terjadi pada kelompok masyarakat miskin yang ditandai dengan pendapatan yang rendah, kurangnya pendidikan, kurangnya kesehatan, dan kurangnya aset (Oyortey & Pobi, 2003). Menikah dini di negara berkembang termasuk Indonesia berkaitan dengan aspek ekonomi, pendidikan, kependudukan dan sosio kultural.

Dalam aspek pernikahan, Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007 melaporkan bahwa dari 6.341 perempuan usia 15-19 tahun, 12,8% dari mereka sudah menikah dan dari 6.681 perempuan usia 20-24 tahun, 59,2% diantaranya sudah menikah. Usia 15-24 tahun oleh UNFPA dianggap sebagai pemuda dan 15-19 tahun sebagai remaja akhir, sehingga jelas bahwa remaja berdasarkan SDKI 2007 menikah pada usia yang lebih muda.

Menurut laporan SDKI 2007 juga, sebanyak 4,3% perempuan pada umur 15 tahun telah menikah pertama kali. Menurut UU No 1 Perkawinan tahun 1974 bahwa usia hukum minimum yang ditetapkan untuk menikah bagi perempuan 16 tahun dan 18 tahun untuk laki-laki.

Untuk kasus Indonesia sebagai salah satu negara berkembang di Asia Tenggara, di bagian yang paling, usia kawin untuk perempuan secara tradisional sangat rendah, dan meskipun usia kawin telah meningkat universal seluruh Tenggara


(21)

dan Asia Timur, meningkat di Indonesia telah ditandai kurang dibandingkan di banyak negara lain (Jones, 2001). Selain itu, Gokce et al. (2007) juga menemukan bahwa, sebuah penelitian menggunakan data dari 40 Demografi dan Survei Kesehatan menunjukkan bahwa sebagian besar perempuan di negara-negara berkembang terus menikah sebagai remaja.

Sementara pernikahan dini mengambil bentuk yang berbeda dan memiliki berbagai penyebab, salah satu masalah adalah yang terpenting. Apakah itu terjadi pada seorang gadis atau laki-laki, pernikahan dini merupakan pelanggaran hak asasi manusia. Hak-hak ini sesudahnya, seperti telah terdaftar pada tahun 1948 sesuai Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan banyak berhasil mengimplementasikan hak asasi manusia, termasuk hak untuk persetujuan bebas dan penuh untuk pernikahan. Selain itu, menegaskan persetujuan yang tidak dapat 'bebas dan penuh' ketika setidaknya salah satu pasangan sangat dewasa. Karena itu, namun, untuk sama-sama pria dan perempuan menikah muda, memiliki wawasan dini fisik, dampak akademik, emosional dan ekspresif, interupting kesempatan pendidikan dan prospek pengembangan individu. Untuk perempuan muda

Perkawinan dini dan kehamilan remaja menyebabkan rendahnya tingkat pendidikan perempuan karena terputusnya sekolah serta rendahnya tingkat partisipasi kerja perempuan dan pendapatan keluarga muda yang rendah. Hal ini berdampak , uga, itu hanya akan sekitar diragukan lagi menyiratkan kehamilan dan melahirkan sebelum waktunya, dan diperkirakan akan mengakibatkan adanya pengabdian keluarga dan seksual lebih dari yang mereka dimiliki kekuatan (UNICEF, 2001).


(22)

pada krisis keluarga dan taraf kesejahteraan yang kurang menguntungkan (Grogger & Bronars, 1993). Permasalahan remaja termasuk didalamnya masalah pernikahan dini melalui program kesehatan reproduksi remaja (WHO, 2006).

Pemerintah telah menunjuk Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana (BkkbN) dalam mengatasi permasalahan remaja dengan mengembangkan program Kesehatan Reproduksi Remaja (KRR). Program KRR termasuk salah satu program pokok yang tercantum dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM 2004-2009). Diharapkan melalui program ini setiap Kecamatan memiliki Pusat Informasi dan Konseling Kesehatan Reproduksi Remaja (PIK-KRR) yang dapat mengatasi dan menanggulangi permasalahan remaja termasuk pernikahan dini.

Perempuan yang menikah pada usia dini mempunyai waktu yang lebih panjang berisiko untuk hamil dan angka kelahiran juga lebih tinggi (Wilopo, 2005). Sebagaimana tertera dalam Undang-Undang No. 12 tahun 1992 tentang Perkembangan Penduduk dan Pembangunan Keluarga Sejahtera, perlunya pengendalian kuantitas, peningkatan kualitas dan pengarahan mobilitas penduduk agar mampu menjadi sumber daya yang tangguh bagi pembangunan dan ketahanan nasional. Untuk mengatasi angka kelahiran tinggi dan pengendalian jumlah penduduk, BkkbN tahun 2008 meluncurkan program baru yaitu Pendewasaan Usia Perkawinan (PUP) (Muadz dkk, 2008).

Permasalahan kesehatan reproduksi remaja termasuk pernikahan dini di Indonesia masih dijumpai pada daerah pedesaan. Perkawinan dini di pedesaan dipengaruhi oleh karakteristik lingkungan fisik, ekonomi dan sosial budaya


(23)

masyarakat (Hanum, 1997). Median usia kawin pertama Indonesia berada pada usia 19,8 tahun, sedangkan median usia kawin pertama di pedesaan adalah 17,9 tahun (BPS & ORC Marco, 2007). Angka ini mengindikasikan bahwa separuh dari pasangan usia subur di Indonesia menikah di bawah usia 20 tahun.

Prevalensi tinggi kasus pernikahan pada usia dini tercatat di Nigeria (79%), Kongo (74%), Afganistan (54%), dan Bangladesh (51%). Sedangkan negara Amerika Latin dan Karabia, 29% perempuan muda menikah saat mereka berusia 18 tahun. Secara umum pernikahan dini lebih sering terjadi pada anak perempuan dibandingkan dengan anak laki-laki, sekitar 5% anak laki-laki menikah sebelum mereka berusia 19 tahun (Fadlyana dkk, 2009)

Penelitian di Jeddah Saudi Arabia tentang menikah usia muda dan konsekuensi kehamilan, menunjukkan 27,2% remaja yang menikah sebelum berusia 16 tahun adalah buta huruf (57,1%), atau pekerja rumah tangga (92,4%), yang berisiko 2 kali untuk mengalami keguguran spontan dan 4 kali risiko mengalami kematian janin dan kematian bayi (Shawky dkk, 2000).

Penelitian Choe, Thapa, dan Achmad di Indonesia dan Nepal (2001) yang ditinjau dari segi demografis menunjukkan bahwa pernikahan sebelum usia 18 tahun pada umumnya terjadi pada perempuan di Indonesia terutama di pedesaan. Hal ini dikarenakan tingkat ekonomi serta pendidikan yang rendah serta faktor akses informasi yang tidak memadai.

Di Indonesia pernikahan usia dini masih ada terutama di daerah pedesaan. Pusat Penelitian Kependudukan UNPAD bekerja sama dengan BkkbN Jawa Barat


(24)

melaporkan umur kawin muda di daerah pantai masih tinggi yaitu 36,7% kawin pertama antara umur 12-14 tahun, 56,7% umur 15-19 tahun dan 6,6% umur 20-24 tahun, dengan faktor yang melatarbelakangi adalah rendahnya tingkat pendidikan dan budaya (Nurwati, 2003).

Terjadinya pernikahan dini tidak terlepas dari tradisi dan pandangan masyarakat terhadap pernikahan dan keluarga. Tradisi pernikahan termasuk juga usia yang diharapkan untuk menikah dan bagaimana pemilihan istri tergantung pada pandangan masyarakat terhadap sebuah keluarga yaitu mengenai peran, struktur, pola hidup dan tanggung jawab individu terhdap keluarganya. Alasan penyebab terjadinya pernikahan dini juga tergantung pda kondisi dan kehidupan sosial masyarakatnya. Terdapat dua alasan utama terjadinya pernikahan dini, pertama, pernikahan dini sebagai strategi untuk bertahan secara ekonomi. Kemiskinan adalah salah satu factor utama yang menjadi tiang pondasi munculnya pernikahan dini. Pernikahan dini meningkat ketika tingkat kemiskinan juga meningkat. Penyebab kedua adalah untuk melindungi anak gadisnya. Pernikahan adalah salah satu cara untuk memastikan anak perempuan mereka terlindungi sebagai sitri, melahirkan anak yang sah dimata hokum dan akan lebih aman jika memiliki suami yang dapat menjaga mereka secara teratur (UNICEF, 2005).

Menurut Undang-undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974 pasal 7 bahwa perkawinan diizinkan bila laki-laki berumur 19 tahun dan perempuan berumur 16 tahun. Namun pemerintah mempunyai kebijakan tentang perilaku reproduksi manusia yang ditegaskan dalam UU No 10 Tahun 1992 yang menyebutkan bahwa pemerintah


(25)

menetapkan kebijakan upaya penyelenggaraan Keluarga Berencana. Oleh karena itu perkawinan diizinkan bila laki-laki berumur minimal 21 tahun dan perempuan minimal berumur 19 tahun, sehingga perkawinan usia muda adalah perkawinan yang dilakukan bila pria kurang dari 21 tahun dan perempuan kurang dari 19 tahun.

Penelitian pada masyarakat Jawa di Bengkulu Utara menunjukkan bahwa faktor yang mengkondisikan berlangsungnya perkawinan di usia belia adalah rendahnya akses pada pendidikan, kemiskinan penduduk, isolasi daerah, terbatasnya lapangan pekerjaan dan rendahnya mobilitas (Hanum, 1997). Menurut Sukamdi (2005), kemiskinan penduduk erat kaitannya dengan pendidikan rendah, pendapatan rendah dan daya beli masyarakat rendah. Mereka banyak tinggal di daerah lereng bukit, pegunungan atau gunung yang memiliki tempat tinggal semi permanen.

Perempuan muda dianggap sebagai beban ekonomi keluarga, oleh karena itu pernikahan dini dianggap suatu solusi untuk melepaskan diri dari kemiskinan. Pernikahan dini bertujuan untuk meningkatkan taraf ekonomi keluarganya dengan mendapatkan mas kawin dari pihak laki-laki (Subiantoro, 2002). Pola perkawinan masyarakat Indonesia sangat beragam, sesuai dengan budaya dan norma yang berlaku di masyarakat. Faktor budaya erat kaitannya dengan kebiasaan setempat. Di Indonesia, masing-masing daerah memiliki adat kebiasaan, antara lain: pada masyarakat Jawa, mereka lekas-lekas menikahkan anak gadisnya dengan alasan malu kalau anaknya dianggap perawan tua (Budioro, 1978).

Di negara-negara kurang berkembang, termasuk Indonesia, praktek pernikahan dini dari Pemuda dan Remaja sering umum terutama di daerah pedesaan.


(26)

Kondisi ekonomi yang buruk kadang-kadang menjadi pembenaran mengapa orang tua yang hanya sebagian dari gelar pendidikan yang lebih rendah (misalnya sekolah dasar) dengan menikahi putri mereka untuk membantu penghasilan keluarga keuangan. Ini 'praktek pernikahan dini' secara teratur pergi di daerah pedesaan yang orang tergantung terutama pada sumber daya pertanian. Mereka sangat membutuhkan anggota keluarga yang dapat mendukung pekerjaan mereka di lapangan, dan satu pilihan yang mereka dapat memperoleh adalah untuk menikah anak perempuan mereka tanpa memperhitungkan usia.

Pada saat yang sama, di beberapa wilayah Indonesia, sesuai dari pernikahan dini biasa bergaul dengan budaya tradisional yang praktek ini bertujuan untuk menjaga keturunan keluarga. Para orang tua di daerah ini percaya bahwa jika anak-anak lebih lama untuk menikah maka garis keturunan nenek moyang akan mati pergi karena keturunan menikah dengan orang lain.

Selanjutnya, pada Dewasa Muda Indonesia Survei Kesehatan Reproduksi (SKRRI) 2007 ada informasi di mana sebagian besar responden percaya bahwa usia ideal bagi perempuan untuk menikah adalah antara 20-24 tahun. Kenyataan ini bagaimanapun, menunjukkan bahwa ada kesempatan terutama untuk BkkbN dalam merumuskan strategi yang optimal untuk mencapai program mereka. SKRRI 2007 lainnya dilaporkan itu, latar belakang pendidikan responden memiliki hubungan yang kuat dalam persepsi mereka tentang pernikahan. Misalnya, sebagai laporan menunjukkan, para perempuan lebih berpendidikan, kemudian berpikir usia terbaik menikah lebih dari 25 tahun. Jadi, dalam konteks ini, profil orang dewasa


(27)

muda (misalnya pendidikan) berpengaruh cukup signifikan terhadap persepsi muda dan remaja tentang perkawinan dan preferensi anak-anak

Pendidikan mempengaruhi kesuburan melalui penundaan usia kawin, meningkatkan pengetahuan dan akses ke metode keluarga berencana yang efektif dan kemampuan pengambilan keputusan pada jumlah anak yang diperlukan. Perempuan yang berpendidikan kurang mungkin untuk menyusui daripada perempuan berpendidikan tinggi yang mempengaruhi kesuburan dalam arah sebaliknya. Variabel lain yang telah menunjukkan efek campuran pada kesuburan adalah akses ke media, status ekonomi, status kerja, agama, dan etnis (Alemayehu, et.al, 2010).

.

Puskesmas Sei Mencirim memiliki wilayah kerja yaitu 7 desa, dengan jumlah perempuan usia subur yang berkunjung pada tahun 2011 yaitu 11216 orang (Data profil Puskesmas Sei Mencirim). Dari informasi bidan koordinator di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim, banyak ditemukan remaja yang sudah melakukan pernikahan dini dan hasil wawancara ditemukan 15 WUS yang sudah menikah pada umur < 20 tahun.

Berdasarkan uraian dan penelitian terdahulu yang dikemukan di atas maka peneliti merasa perlu untuk melakukan penelitian tentang ”Faktor-faktor yang memengaruhi usia menikah pada perempuan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.”


(28)

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan dalam penelitian ini adalah faktor-faktor apa yang memengaruhi usia menikah pada perempuan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi usia menikah pada perempuan usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.

1.4 Hipotesis Penelitian

Ada pengaruh sosio demografi (pendidikan, sosial ekonomi, budaya), pengetahuan, persepsi anak terhadap sikap orang tua dan nilai virginitas terhadap usia menikah pada Perempuan Usia Subur di wilayah kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.

1.5. Manfaat Penelitian

1. Memberikan masukan bagi Puskesmas Sei Mencirim di Kabupaten Deli Serdang dalam memberikan konseling kepada masyarakat berkaitan dengan kesehatan reproduksi, khususnya perkawinan usia dini yang menyebabkan komplikasi kehamilan.


(29)

2. Bagi kalangan akademik, penelitian ini diharapkan sebagai kontribusi untuk memperkaya khasanah keilmuan tentang kesehatan reproduksi dan pengembangan penelitian sejenis di masa yang akan datang.


(30)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pernikahan

2.1.1 Pengertian Pernikahan

Pernikahan merupakan salah satu bentuk interaksi antara manusia. Menurut Duvall dan Miller (1985), pernikahan dapat dilihat sebagai suatu hubungan dyadic

atau berpasangan antara pria dan wanita, yang juga merupakan bentuk interaksi antara pria dan wanita yang sifatnya paling intim dan cenderung diperhatikan. Menikah juga didefinisikan sebagai hubungan pria dan wanita yang diakui dalam masyarakat yang melibatkan hubungan seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak, dan saling mengetahui tugas masing-masing sebagai suami dan istri. juga menyatakan bahwa pernikahan merupakan upacara pengakuan dan pernyataan menerima suatu kewajiban baru dalam tata susunan masyarakat. Menikah adalah memasuki jenjang rumah tangga atas dasar membangun dan membina bersama (Hanum, 1997).

Menurut Dariyo (2003) menambahkan bahwa menikah merupakan hubungan yang bersifat suci/sakral antara pasangan dari seorang pria dan seorang wanita yang telah menginjak atau dianggap telah memiliki umur cukup dewasa dan hubungan tersebut telah diakui secara sah dalam hukum dan secara agama. Menurutnya, kesiapan mental untuk menikah mengandung pengertian kondisi psikologis emosional untuk siap menanggung berbagai risiko yang timbul selama hidup dalam


(31)

pernikahan, misalnya pembiayaan ekonomi keluarga, memelihara dan mendidik anak-anak dan membiayai kesehatan keluarga.

Pernikahan merupakan salah suatu aktivitas individu. Aktivitas individu umumnya akan terkait pada suatu tujuan yang ingin dicapai oleh individu yang bersangkutan, demikian pula dalam hal perkawinan. Karena pernikahan merupakan suatu aktivitas dari satu pasangan, maka sudah selayaknya merekapun juga mempunyai tujuan tertentu. Tetapi karena perkawinan itu terdiri dari dua individu, maka adanya kemungkinan bahwa tujuan mereka itu tidak sama. Bila hal tersebut terjadi, maka tujuan itu harus dibulatkan agar terdapat suatu kesatuan dalam tujuan tersebut (Walgito, 2004).

Berdasarkan beberapa penjelasan diatas maka dapat ditarik kesimpulan bahwa pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh individu yang berusia di bawah 19 tahun dan merupakan suatu hubungan dydic atau berpasangan dan interaksi antar pria dan wanita yang bersifat suci aau sakral yang melibatkan melibatkan hubungan seksual, adanya penguasaan dan hak mengasuh anak, dan saling mengetahui tugas masing-masing sebagai suami dan istri.

Menurut Munajat (2000) berpendapat bahwa pernikahan muda kehidupan seksual lebih membahagiakan dan bervariasi, tidak sama dengan pernikahan pertengahan (middle marriage), yakni usia 28 - 45 tahun. Ketidakpuasan seksual lebih mudah terjadi pada pernikahan pertengahan. Kehidupan seksual terasa lebih gersang sehingga mudah mencapai kebosanan dan aktivitas seksual terasa monoton karena kurang bervariasi.


(32)

2.1.2 Tujuan Pernikahan

Tujuan perkawinan yang ditegaskan dalam pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa, sehingga suami istri perlu saling membantu dan melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya membantu dalam mencapai kesejahteraan spiritual dan material maka demi terwujudnya tujuan perkawinan.

Menurut Chariroh (2004) perkawinan merupakan perbuatan yang suci dan agung di dalam memenuhi perintah dan anjuran Tuhan Yang Maha Esa memiliki tujuan-tujuan sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh keturunan yang sah dan tujuan ini merupakan tujuan pokok dari perkawinan. Setiap orang yang melaksanakan perkawinan menginginkan untuk memperoleh anak / keturunan.

b. Untuk memenuhi tuntutan naluriah / hajat tabiat kemanusiaan secara syali. Apabila tidak ada penyaluran yang syah maka manusia banyak melakukan perbuatan-perbuatan yang menimbulkan hal-hal yang tidak baik dalam masyarakat.

c. Untuk membentuk dan mengatur rumah tangga yang merupakan basis pertama dari masyarakat yang besar di atas dasar kecintaan dan kasih sayang. Ikatan dalam perkawinan merupakan ikatan lahir dan bathin antara calon suami dan calon istri yang didasari oleh rasa cinta kasih yang mendalam diantara keduanya. Dengan didasarkan pada rasa kasih sayang tersebut maka individu tersebut berusaha untuk membentuk suatu rumah tangga yang kekal dan bahagia.


(33)

d. Untuk menumbuhkan aktifitas dalam usaha mencari rezeki yang halal dan memperbesar rasa tanggung jawab terhadap keluarga. Kewajiban suami untuk mencari nafkah bagi istri dan anak-anaknya maka perasaan tanggung jawab pada diri suami semakin besar. Suami mulai berpikir bagaimana cara mencari nafkah rezeki yang halal untuk memenuhi kehidupan rumah tangganya dan seorang istri harus bisa mengatur kehidupan dalam rumah tangganya.

e. Untuk menjaga manusia dari kejahatan dan kerusakan. Pengaruh hawa nafsu sedemikian besarnya sehingga manusia kadang-kadang sampai lupa untuk menilai mana yang baik dan mana yang buruk. Manusia memiliki sifat yang lemah dalam mengendalikan hawa nafsu sehingga untuk menghindari pemuasan secara tidak syah yang banyak mendatangkan kerusakan dan kejahatan maka dilakukan suatu perkawinan.

2.1.3 Usia yang Ideal dalam Penikahan

Dalam hubungan dengan hukum menurut UU, usia minimal untuk suatu perkawinan adalah 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria (Pasal 7 UU No. 1/1974 tentang perkawinan). Jelas bahwa UU tersebut menganggap orang di atas usia tersebut bukan lagi anak-anak sehigga mereka sudah boleh menikah, batasan usia ini dimaksud untuk mencegah perkawinan terlalu dini. Walaupun begitu selama seseorang belum mencapai usia 21 tahun masih diperlukan izin orang tua untuk menikahkan anaknya.

Setelah berusia di atas 21 tahun boleh menikah tanpa izin orang tua (Pasal 6 ayat 2 UU No. 1/1974). Tampaklah di sini, bahwa walaupun UU tidak menganggap


(34)

mereka yang di atas usia 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria bukan anak-anak lagi, tetapi belum dianggap dewasa penuh. Sehingga masih perlu izin untuk mengawinkan mereka. Ditinjau dari segi kesehatan reproduksi, usia 16 tahun bagi wanita, berarti yang bersangkutan belum berada dalam usia reproduksi yang sehat. Meskipun batas usia kawin telah ditetapkan UU, namun pelanggaran masih banyak terjadi di masyarakat terutama dengan menaikkan usia agar dapat memenuhi batas usia minimal tersebut (Sarwono, 2006).

Tidak terdapat ukuran yang pasti mengenai penentuan usia yang paling baik dalam melangsungkan pernikahan, akan tetapi untuk menentukan umur yang ideal dalam pernikahan, dapat dikemukakan beberapa hal sebagai bahan pertimbangan : a. Kematangan fisiologis dan kejasmanian

Keadaan jasmani yang cukup matang dan sehat diperlukan dalam melakukan tugas dalam pernikahan.

b. Kematangan psikologis.

Terdapat banyak hal yang timbul dalam pernikahan yang membutuhkan pemecahannya dari segi kematangan psikologis. Walgito (1984), mengemukakan bahwa didalam pernikahan dituntut adanya kematangan emosi agar seseorang dapat menjalankan pernikahan dengan baik. Beberapa tanda kematangan emosi tersebut adalah mempunyai tanggung jawab, memiliki toleransi yang baik dan dapat menerima keadaan dirinya maupun keadaan orang lain seperti apa adanya. Kematangan seperti ini pada umumnya dapat dicapai saat seseorang mencapai usia 21 tahun.


(35)

c. Kematangan sosial, khususnya sosial-ekonomi.

Kematangan sosial khususnya sosial-ekonomi diperlukan dalam pernikahan, karena hal ini merupakan penyangga dalam memutar roda ekonomi keluarga karena pernikahan. Usia yang masih muda pada umumnya belum mempunyai pegangan dalam hal sosial-ekonomi, padahal jika seseorang telah menikah, maka keluarga tersebut harus dapat berdiri sendiri untuk kelangsungan keluarga tersebut, tidak bergantung lagi pada pihak lain termasuk orang tua.

d. Tinjauan masa depan atau jangkauan kedepan.

Keluarga pada umumnya menghendaki adanya keturunan yang dapat melanjutkan keturunan keluarga, disamping usia seseorang yang terbatas dimana pada suatu saat akan mengalami kematian. Sejauh mungkin diusahakan bila orang tua telah lanjut usianya, anak-anaknya telah dapat berdiri sendiri dan tidak lagi menjadi beban orangtuanya sehingga pandangan kedepan perlu dipertimbangkan dalam pernikahan.

e. Perbedaan perkembangan antara pria dan wanita.

Perkembangan wanita dan pria tidaklah sama. Seorang wanita yang usianya sama dengan seorang pria tidak berarti bahwa kematangan psikologisnya juga sama. Sesuai dengan perkembangannya, pada umumnya wanita lebih dahulu mencapai kematangan daripada pria.


(36)

2.2 Pernikahan Usia Dini

Pernikahan dan kedudukan sebagai orang tua sebelum orang muda menyelesaikan pendidikan mereka dan secara ekonomis independen membuat mereka tidak mempunyai kesempatan untuk mempunyai pengalaman yang dipunyai oleh teman-teman yang tidak kawin atau orang-arang yang telah mandiri sebelum kawin, hal ini mengakibatkan sikap iri hati dan halangan bagi penyesuaian perkawinan (Hurlock, 2000).

Pernikahan dalam umur belasan tahun adalah berdasarkan keputusan-keputusan yang sesaat. Kemungkinannya akan sangat buruk buat mereka, biasanya kedua anak laki-laki dan perempuan tidak dewasa secara emosi dan sering dimanjakan. Mereka ingin segera memperoleh apa yang dikehendakinya, tidak peduli apakah itu berakibat bencana (Shappiro, 2000).

Hal-hal yang mempengaruhi perkawinan di usia muda antara lain (Al Ghifari, 2000; Ikhsan, 2004) :

a. Rendahnya tingkat pendidikan terutama bagi masyarakat yang tinggal di pedesaan. b. Minimnya pengetahuan dan pemahaman tentang arti dan makna sebuah

perkawinan.

c. Karena tekanan ekonomi yang semakin sulit berakibat timbulnya rasa frustasi, sehingga pelariannya adalah kawin.

d. Sempitnya lapangan kerja, sementara angkatan kerja semakin membludak e. Hamil semasa sekolah/sebelum nikah.


(37)

g. Mengikuti trend yang sedang berkembang saat ini, ikut-ikutan meramaikan suasana yang menurutnya membahagiakan.

2.2.1 Penyebab Pernikahan Usia Dini

Penyebab pernikahan dini tergantung pada kondisi dan kehidupan sosial masyarakatnya. UNICEF (2005) mengemukakan 2 alasan utama terjadinya pernikahan dini (early marriage):

a. Pernikahan dini sebagai sebuah strategi untuk bertahan secara ekonomi (early marriage as a strategy for economic survival).

Kemiskinan adalah faktor utama yang menyebabkan timbulnya pernikahan dini. Ketika kemiskinan semakin tinggi, remaja putri yang dianggap menjadi beban ekonomi keluarga akan dinikahkan dengan pria lebih tua darinya dan bahkan sangat jauh jarak usianya, hal ini adalah strategi bertahan sebuah keluarga.

b. Untuk melindungi (protecting girls)

Pernikahan dini adalah salah satu cara untuk memastikan bahwa anak perempuan yang telah menjadi istri benar-benar terlindungi, melahirkan anak yang sah, ikatan perasaan yang kuat dengan pasangan dan sebagainya. Menikahkan anak diusia muda merupakan salah satu cara untuk mencegah anak dari perilaku seks pra-nikah. Kebanyakan masyarakat sangat menghargai nilai keperawanan dan dengan sendirinya hal ini memunculkan sejumlah tindakan untuk melindungi anak perempuan mereka dari perilaku seksual pranikah.


(38)

Mathur, dkk (2003) juga mengungkapkan beberapa penyebabpernikahan dini, yaitu:

a. Peran gender dan kurangnya alternatif (Gender roles and a lack of alternatives).

Remaja adalah peralihan dari masa kanak-kanak ke masa dewasa, adalah suatu periode ketika anak laki-laki dan anak perempuan menghadapi sejumlah tekanan yang menuntut mereka untuk menyesuaikan diri, menyelidiki, dan mengalami kehidupan seperti yang telah budaya definisikan. Anak laki-laki pada sebagian besar masyarakat menghadapi tekanan sosial dan budaya selama masa remaja untuk berhasil di sekolah, membuktikan seksualitasnya, ikut serta dalam olahraga dan aktivitas fisik, mengembangkan kelompok sosial dengan teman sebayanya, menunjukkan kemampuan mereka mereka dalam menangani ekonomi keluarga dan tanggung jawab finansial. Remaja putri mengalami hal yang berlawanan, pengalaman masa remaja bagi para remaja putri di banyak negara berkembang lebih difokuskan pada masalah pernikahan, menekankan pada pekerjaan rumah tangga dan kepatuhan, serta sifat yang baik untuk menjadi istri dan ibu.

b. Nilai virginitas dan ketakutan mengenai aktivitas seksual pranikah (value of virginity and fears about premarital sexual activity) Beberapa budaya di dunia, wanita tidak memiliki kontrol terhadap seksualitasnya, tetapi merupakan properti bagi ayah, suami, kelurga atau kelompok etnis mereka. Oleh karena itu, keputusan untuk menikah, melakukan aktivitas seksual, biasanya anggota keluarga yang menentukan, karena perawan atau tidaknya Ia sebelum menikah menentukan harga diri keluarga. Ketika anak perempuan mengalami menstruasi, ketakutan


(39)

akan aktivitas seksual sebelum menikah dan kehamilan menjadi perhatian utama keluarga. Penelitian di Indonesia menunjukkan bahwa terkadang pernikahan di usia muda terjadi sebagai solusi untuk kehamilan yang terjadi di luar pernikahan (Bennet, 1997).

c. Pernikahan sebagai usaha untuk menggabungkan dan transaksi (marriage

alliances and transactions). Tekanan menggunakan pernikahan untuk

memperkuat keluarga, kasta, atau persaudaraan yang kemudian membentuk penggabungan politik, ekonomi, dan sosial cenderung menurunkan usia untuk menikah pada beberapa budaya. Transaksi ekonomi juga menjadi bagian integral dalam proses pernikahan.

d. Kemiskinan (the role of poverty). Kemiskinan dan tingkat ekonomi lemah juga merupakan alasan yang penting menyebabkan pernikahan dini pada remaja putri. Remaja putri yang tinggal di keluarga yang sangat miskin, sebisa mungkin secepatnya dinikahkan untuk meringankan beban keluarga.

Menurut Sarwono (2006), pernikahan muda atau pernikahan dini banyak terjadi pada masa pubertas, hal ini terjadi karena remaja sangat rentan terhadap perilaku seksual yang membuat mereka melakukan aktivitas seksual sebelum menikah sehingga menyebabkan kehamilan, yang kemudian solusi yang diambil adalah dengan menikahkan mereka. Sedangkan Sanderowitz dan Paxman (dalam Sarwono, 2006) menyatakan bahwa pernikahan muda juga sering terjadi karena remaja berfikir secara emosional untuk melakukan pernikahan, mereka berfikir telah saling mencintai dan siap untuk menikah. Faktor penyebab lain terjadinya pernikahan


(40)

muda adalah perjodohan orang tua, perjodohan ini sering terjadi akibat putus sekolah dan akibat dari permasalahan ekonomi.

2.2.2 Akibat dari Pernikahan Usia Dini

a. Kematian ibu yang melahirkan Kematian karena melahirkan banyak dialami oleh ibu muda di bawah umur 20 tahun. Penyebab utama karena kondisi fisik ibu yang belum atau kurang mampu untuk melahirkan.

b. Kematian bayi, Bayi yang dilahirkan oleh ibu yang berusia muda, banyak yang mengalami nasib yang tidak menguntungkan. Ada yang lahir sebelum waktunya (prematur), ada yang berat badanya kurang dan ada pula yang langsung meninggal.

c. Hambatan terhadap kehamilan dan persalinan. Selain kematian ibu dan bayi, ibu yang kawin pada usia muda dapat pula mengalami perdarahan, kurang darah, persalinan yang lama dan sulit, bahkan kemungkinan menderita kanker pada mulut rahim di kemudian hari.

d. Persoalan ekonomi. Pasangan-pasangan yang menikah pada usia muda umumnya belum cukup memiliki pengetahuan dan keterampilan, sehingga sukar mendapatkan pekerjaan dengan penghasilan yang memadai, penghasilan yang rendah dapat meretakkan keutuhan dan keharmonisan keluarga.

e. Persoalan kedewasaan. Kedewasaan seseorang sangat berhubungan erat dengan usianya, usia muda (12-19 tahun) memperlihatkan keadaan jiwa yang selalu berubah (BkkbN, 2004).


(41)

2.3 Alasan Menikah

Terdapat beberapa alasan seseorang untuk menikah seperti mendapatkan jaminan ekonomi, membentuk keluarga, mendapatkan keamanan emosi, harapan orang tua, melepaskan diri dari kesepian, menginginkan kebersamaan, mempunyai daya tarik seksual, untuk mendapatkan perlindungan, memperoleh posisi sosial dan

prestise, dan karena cinta. Ada beberapa alasan seseorang untuk menikah yakni untuk melepaskan diri dari beban hidup, untuk mengatasi perasaan trauma terhadap pengalaman berhubungan dengan lawan jenis, tekanan dari lingkungan keluarga, karena daya tarik seks, untuk merasakan kesenangan dan untuk status (Dariyo, 2003).

Dariyo (2003) menyatakan bahwa terdapat beberapa motivasi seseorang untuk menikah, yakni :

a. Motif cinta

Cinta dan komitmen merupakan dasar utama pasangan untuk menikah. Banyak pasangan yang melangsungkan pernikahan karena memiliki kecocokan dan kesamaan minat.

b. Motif untuk memperoleh legitimasi terhadap pemenuhan kebutuhan biologis. Dengan menikah mereka dianggap tidak melanggar aturan dan norma masyarakat jika ingin melakukan hubungan seksual.

c. Untuk memperoleh legitimasi status anak.

Anak yang lahir dari hubungan antar laki-laki dan wanita yang terikat dalam lembaga perkawinan akan memperoleh pengakuan yang sah dihadapan ajaran agama maupun hukum negara.


(42)

d. Merasa siap secara mental

Keadaan siap untuk menikah akan membawa pasangan untuk menikah sesegera mungkin.

e. Peran Usia Dalam Pernikahan

Usia adalah salah satu hal yang memiliki peran besar dalam pernikahan, sebagaimana yang disampaikan Walgito (1984) mengenai beberapa kaitan usia pasangan dalam keluarga yang terbentuk sebagai akibat dari pernikahan.

2.4 Wanita Usia Subur

WUS (Wanita Usia Subur) berdasarkan konsep Departemen Kesehatan (2006) adalah wanita dalam usia reproduktif, yaitu usia 15-49 tahun baik yang berstatus kawin, janda maupun yang belum menikah. Pada wanita usia subur ini berlangsung lebih cepat dari pada pria. Puncak kesuburan ada pada rentang usia 20-29 tahun. Pada usia ini wanita memiliki kesempatan 95% untuk hamil. Pada usia 30-an persentasenya menurun hingga 90%. Sedangkan memasuki usia 40, kesempatan hamil berkurang hingga menjadi 40%. Setelah usia 40 wanita hanya punya maksimal 10% kesempatan untuk hamil. Masalah kesuburan alat reproduksi merupakan hal yang sangat penting untuk diketahui. Dimana dalam masa wanita subur ini harus menjaga dan merawat personal hygiene yaitu pemeliharaan keadaan alat kelaminnya dengan rajin membersihkannya.oleh karena itu WUS dianjurkan untuk merawat diri.


(43)

2.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Usia Menikah

Dalam penelitian ini sebagian besar unit keluarga dan fitur pemuda perorangan diukur menunjukkan asosiasi cukup dengan waktu pernikahan pertama seksual, interaksi dan kehamilan. Penelitian ini kemudian laporan, keluarga status sosial ekonomi dan tingkat pendidikan remaja terbukti asosiasi yang sangat kuat dengan semua pencapaian pendidikan remaja terbukti asosiasi yang sangat kuat dengan semua mereka tiga evolusi tindakan. Ini berarti, remaja dari rumah tangga kelas sosial ekonomi atas atau orang-orang yang telah mencapai pada tahap pendidikan menengah sedikit dipraktekkan tindakan evolusi drastis dan tak lama daripada rekan-rekan mereka dari keluarga miskin atau status sosial ekonomi dengan pencapaian pendidikan minor.

Magadi et.al, (2009) juga menyoroti bahwa, faktor sosial ekonomi lainnya yang penting termasuk 'pencapaian pendidikan (terutama ibu' orang tua), perkotaan/ pedesaan tinggal dan daerah tempat tinggal. Ada hubungan antara pendidikan dan pencapaian kehamilan remaja. Oleh karena itu, pentingnya status sosial ekonomi rumah tangga setelah mengendalikan pendidikan dan faktor-faktor penting lainnya mungkin menyarankan kerentanan meningkat karena kemiskinan, juga terlihat di tempat lain dalam studi sebelumnya (Magadi et.al, 2009

2.5.1 Pendidikan

).

Pendidikan merupakan faktor kuat yang berhubungan dengan waktu pernikahan pertama di Indonesia (Williams, 1990). Menurut Grogger & Bronars (1993), tingkat pendidikan seseorang berkaitan dengan usia kawin yang pertama.


(44)

Semakin dini seseorang melakukan perkawinan semakin rendah tingkat pendidikannya. Tingkat pendidikan orangtua erat kaitannya dengan status ekonomi keluarga. Penelitian yang dilakukan oleh Choe dkk. (2007) di Nepal menyebutkan bahwa tingkat pendidikan orang tua yang lebih tinggi lebih berhasil menunda pernikahan di usia dini.

Penelitian yang dilakukan oleh Choe dkk (2007) di Indonesia dan Nepal menyatakan bahwa pendidikan orang tua berpengaruh pada pernikahan dini. Lebih lanjut dijelaskan bahwa tingkat pendidikan orang tua yang tinggi akan menunda perkawinan anak perempuannya sampai mereka menyelesaikan pendidikan yang lebih tinggi. Orang tua yang lebih berpendidikan lebih dapat menerima nilai-nilai modern dan memberikan kebebasan kepada anak mereka untuk menentukan jodohnya sendiri.

Dengan demikian, Gokce et al (2006) telah menemukan perbedaan statistik penting telah diidentifikasi antara orang dewasa dan wanita muda hamil dengan memperhatikan tingkat pendidikan, tingkat pendidikan suami mereka, status pekerjaan dan kelas sosial ayah mereka. Selain itu, Gokce et al (2006), melaporkan bahwa resiko pernikahan remaja ada dua lebih tinggi antara remaja yang tinggal di keluarga inti dibandingkan mereka yang tinggal dalam keluarga yang luas. Sebuah perbedaan sangat besar statistik jelas antara kasus dan kontrol dalam kondisi perilaku keluarga ke arah pernikahan pada usia dini. Resistensi terhadap kehamilan sebelum waktunya jauh lebih tinggi dalam keluarga remaja hamil daripada keluarga wanita hamil dewasa.


(45)

2.5.2 Sosial Ekonomi

Pernikahan dini erat kaitannya dengan kemiskinan. Kemiskinan ditandai dengan pendapatan yang rendah, kurangnya pendidikan, kurangnya kesehatan, dan kurangnya aset (Oyortey & Pobi, 2003). Menurut Vue (2000) pernikahan dini terjadi pada masyarakat yang memiliki pendapatan di bawah tingkat kemiskinan. Penduduk miskin didefinisikan sebagai penduduk dengan pendapatan perkapita di bawah garis standar pendapatan yang harus dipenuhi, dalam hal senilai dengan 1 US $ atau Rp 10.000,00 per hari atau Rp 300.000,00 selama satu bulan (Listyaningsih, 2004).

Dari hasil penelitian Rahman dkk (2005), pernikahan remaja terjadi karena kemiskinan. Orang tua menganggap anak gadis merupakan beban ekonomi bagi keluarga. Jika anak gadis mereka menikah lebih cepat, mereka beranggapan anak gadis mereka akan dapat membantu biaya keluarganya. Menurut Hanum (1997), faktor ekonomi yang berkenaan dengan lapangan pekerjaan dan kemiskinan penduduk memberikan andil bagi berlangsungnya perkawinan usia dini. Taraf ekonomi penduduk yang rendah, tidak cukup untuk menjamin kelanjutan pendidikan anak. Jika seorang anak perempuan telah menamatkan pendidikan dasar dan tidak melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi, ia hanya tinggal di rumah. Selain itu keterbatasan lapangan pekerjaan menyebabkan mereka sulit untuk mendapatkan pekerjaan.

Penelitian yang dilakukan Chariroh (2004) di Kabupaten Pasuruan didapatkan bahwa salah satu faktor yang menyebabkan perkawinan di usia muda adalah ekonomi yang rendah (miskin).


(46)

2.5.3 Budaya

Di Indonesia, bagi perempuan menikah adalah hal yang sarat dengan berbagai nilai yang telah lama ada dikondisikan dengan budaya, agama dan lingkungan sekitar yang membuat perempuan wajib memasuki jenjang dalam lembaga perkawinan. Dalam budaya patriarkis, menikah tidak hanya berfungsi sebagai identitas sosial dan peningkatan status sosial tetapi juga agar perempuan kelihatan menjadi sempurna, yakni menjadi seorang istri dan kemudian ibu (Kartika, 2002).

Pola perkawinan masyarakat Indonesia sangat beragam, sesuai dengan budaya dan norma yang berlaku masyarakat. Faktor budaya erat kaitannya dengan kebiasaan setempat. Di Indonesia, masing-masing daerah memiliki adat kebiasaan, antara lain: pada masyarakat Jawa, mereka lekas-lekas menikahkan anak gadisnya dengan alasan malu kalau anaknya dianggap perawan tua. Menurut Goode (1983), perubahan status seseorang dari belum kawin menjadi kawin, akan membawa perubahan peranannya dalam masyarakat atau secara ritual telah memasuki kedudukan kedewasaan dengan hak-hak baru.

Di Mojokerto, diungkapkan oleh Geerzt (1982), seorang anak perempuan, perkawinan pertama segera dipersiapkan setelah haid pertama karena seorang ayah akan mendapatkan malu kalau seorang gadis yang telah dewasa belum ada jodohnya. Menurut Nurwati (2003), di Jawa Barat khususnya masyarakat yang tinggal di pedesaan bila wanita sudah berusia 16 tahun belum menikah maka keluarganya akan merasa malu. Pernikahan biasanya dilakukan pada saat musim panen (bulan


(47)

2.5.4 Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (overt behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers 1974 dalam Notoatmodjo (2007) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku di dalam diri orang tersebut terjadi proses berurutan yakni:

a. Awareness (kesadaran) yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui

stimulus (objek) terlebih dahulu.

b. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

c. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

d. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran

dan sikapnya terhadap stimulus.

Penelitian Rogers dalam Notoatmojo (2007) menyimpulkan bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap diatas. Apabila penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif (long lasting). Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.

Menurut Notoatmojo (2007), pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif dengan 6 tingkatan yaitu:


(48)

a. Tahu (know). Diartikan sebagai mengingat sesuatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

b. Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

c. Aplikasi (application). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi real

(sebenarnya).

d. Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen tetapi masih dalam suatu struktur organisasi tersebut.

e. Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan pada suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada.

f. Evaluasi (evaluation). Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek penilaian berdasarkan suatu kriteria yang telah ada.

Ketidak bahagiaan dalam perkawinan sebagian besar pasangan yang memasuki jenjang perkawinan tidak mempunyai persiapan jiwa dalam arti yang


(49)

sesungguhnya. Mereka tidak dibekali dengan cukup, hanya sekedar petuah-tuah dan kalimat-kalimat pendek. Mereka berpikir bahwa dengan hubungan-hubungan cinta dan seks akan dapat memuaskan semua keinginan dan kebutuhan istrinya. Perempuan juga berpikir seperti itu (Nurwati, 2003).

2.5.5 Persepsi Keluarga (Orang Tua)

Keluarga terdiri dari ibu dan bapak dengan anak-anaknya; orang seisi rumah yang menjadi tanggungan; sank saudara; kaum kerabat; satuan kerabat yang sangat mendasar dalam masyarakat (Santoso, 1995). Keluarga dapat dikatakan sebagai suatu badan suatu badan sosial yang berfungsi mengarahkan kehidupan efektif seseorang didalam keluarga seseorang dapat mengalami kekecewaan, mendapatkan kasih sayang bahkan mungkin celaan-celaan.

Lingkungan sosial yang berperan dalam meneruskan dan menanamkan nilai pedoman hidup pada anggota masyarakat adalah keluarga, teman sebaya, guru dan sebagainya. Keluarga mengambil tempat penting dalam sosialisasi anak, karena anggota keluarga; orang tua dan saudara kandung melakukan kontak sosial pertama bahkan mungkin satu-satunya kontak sosial bagi anak pada tahun-tahun pertamanya. Keluarga adalah tempat pertama bagi anak, lingkungan pertama yang memberi penampungan baginya, tempat anak akan memperoleh rasa aman (Gunarsah, 2004).

Suasana keluarga yang tenang dan penuh curahan kasih sayang dari orang-orang dewasa yang ada di sekelilingnya, akan menjadikan remaja dapat berkembang secara wajar dan mencapai kebahagiaan. Sedangkan suasana rumah tangga yang penuh konflik akan berpengaruh negatip terhadap kepribadian dan kebahagiaan


(50)

remaja yang pada ahirnya mereka melampiaskan perasaan jiwa dalam berbagai pergaulan dan perilaku yang menyimpang (Al-Mighwar, 2006).

Kemauan orang tua, dengan kata lain ada unsur dijodohkan untuk menikah dimasa kuliah. Perjodohan semasa anak masih kuliah bukanlah hal yang baru. Orang tua sebelumnya telah membuat komitmen dengan koleganya untuk mengawainkan anaknya, meskipun anak- anaknya masih sama- sama kuliah (Ikhsan, 2004).

Mayoritas laki-laki dan perempuan yang kawin dibawah umur 20 tahun akan menyesali perkawinan mereka. Sayang sekali orang tua sendiri sering mendorong perkawinannya dalam usia sangat muda. Orang tua menganggap bahwa perkawinwn dalam usia muda mempunyai suatu faktor pematangan. Dibalik motivasi orang tua yang ingin sekali untuk segera mengawinkan anak-anaknya ialah demi melepaskan mereka dari tanggung jawab atas perilaku kejahatan dan kenakalan anaknya (Walgito, 2004).

2.5.6 Nilai Virginitas

Nilai virginitas untuk melakukan apa saja, termasuk hubungan intim. Berpacaran sebagai proses perkembangan kepribadian seseorang remaja karena ketertarikan antara lawan jenis. Namun dalam perkembangan budaya justru cenderung tidak mau tahu terhadap gaya pacaran remaja. Akibatnya, para remaja cenderung melakukan hubungan seks pranikah. Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya pergaulan bebas dikalangan remaja yaitu; faktor agama dan iman, faktor lingkungan seperti orang tua, teman, tetangga dan media, faktor pengetahuan yang


(51)

minim ditambah rasa ingin tahu yang berlebihan, dan juga faktor perubahan jaman (Dina, 2006).

Kebebasan pergaulan antar jenis kelamin pada remaja, dengan mudah bisa disaksikan dalam kehidupan sehari-hari, khususnya di kota-kota besar. Perkawinan pada usia remaja pada akhirnya menimbulkan masalah tidak kalah peliknya. Jadi dalam situasi apapun tingkah laku seksual pada remaja tidak pernah menguntungkan, pada hal masa remaja adalah periode peralihan ke masa dewasa (Sarwono, 2006).

2.6 Landasan Teori

Menurut Hurlock (1999) dalam WHO (2006), penikahan usia dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh pasangan yang berusia dibawah 19 tahun. Pernikahan dini terkait dengan kesiapan-kesiapan, terutama pada diri wanita yang menikah dini tersebut. Kesipan tersebut antara lain adalah kesiapan mental, materi, dan kesiapan system reproduksi. Kita ketahui bahwa wanita usia di bawah 19 tahun belum memiliki kematangan dalam reproduksinya. Pada saat ini jika terjadi pernikahan, maka akan berpengaruh terhadap kesehatan wanita tersebut serta anak yang dikandungnya. Tak menutup kemungkinan hal ini merupakan salah satu penyebab penting kematian ibu dan bayi di Indonesia.

Faktor risiko yang memengaruhi kematian maternal dibagi menjadi faktor– faktor determinan dekat, determinan antara dan determinan jauh. Faktor yang terjadi selama kehamilan, merupakan determinan dekat yang meliputi kejadian kehamilan, dimana wanita hamil memiliki risiko untuk mengalami komplikasi pada masa


(52)

kehamilan, persalinan dan nifas, seperti komplikasi perdarahan, preeklamsia/ eklamsia, infeksi, partus lama, dan ruptura uterus akan berpengaruh terhadap terjadinya kematian maternal.

Determinan antara yang meliputi status kesehatan ibu (status gizi, riwayat penyakit, riwayat komplikasi pada kehamilan sebelumnya, riwayat persalinan sebelumnya), status reproduksi (usia, paritas, jarak kehamilan, status perkawinan), akseske pelayanan kesehatan (lokasi pelayanan kesehatan: KB, pelayanan antenatal, pelayanan obstetri emergensi, jangkauan pelayanan yang tersedia, kualitas pelayanan,akses informasi tentang pelayanan kesehatan), perilaku kesehatan (perilaku KB, pemeriksaan antenatal, penolong persalinan, tempat persalinan, pelaksanaan aborsi yangtidak aman, penggunaan fasilitas kesehatan ketika terjadi masalah kesehatan) secaralangsung mempengaruhi kehamilan, dimana wanita hamil memiliki risiko untuk terjadinya komplikasi kehamilan dan persalinan yang akhirnya akan berpengaruhterhadap terjadinya kematian maternal.

Determinan jauh yang meliputi status wanita dalam keluarga dan masyarakat (pendidikan, pekerjaan, pendapatan), status keluarga dalam masyarakat (pendapatan keluarga, tempat tinggal, pendidikan anggota keluarga, pekerjaan anggota keluarga) dan status masyarakat (kesejahteraan, sumber daya di masyarakat) secara langsung memengaruhi determinan antara dan secara tidak langsung mempengaruhi determinan dekat


(53)

Bagian teori faktor risiko yang memengaruhi komplikasi kehamilan terhadap kematian maternal dibagi menjadi faktor–faktor determinan dekat, determinan antara dan determinan jauh.

Determinan jauh Determinan antara Determinan Dekat

Gambar 2.1 Teori Determinan Kematian Maternal Sumber : McCarthy dan Maine (1992).

Status wanita dalam keluarga dan masyarakat 1. Pendidikan

2. Pekerjaan 3. Pendapatan

Status keluarga dalam masyarakat 1. Pendidikan 2. Pekerjaan 3. Pendapatan Status masyarakat 1. Kesejahteraan

2. Sumber daya

masyarakat

Status Kesehatan Ibu

1. Status gizi 2. Penyakit ibu

3. Riwayat komplikasi kehamilan

sebelumnya

Status Reproduksi

1. Umur

2. Paritas

3. Jarak kehamilan

Kehamilan

Akses ke pelayanan kesehatan 1. Lokasi pelayanan kesehatan 4. Jangkauan pelayanan kesehatan 5. Kualitas pelayanan kesehatan

Perilaku kesehatan

1. Penggunaan KB

2. Pemeriksaan antenatal 3. Penolong persalinan 4. Tempat persalinan

5. Pelaksanaan aborsi yang tidak aman 6. Penggunaan fasilitas kesehatan

ketika terjadi masalah kesehatan

Komplikasi 1. Kehamilan 2. Persalinan 3. Nifas Kematian Maternal

Faktor lain yang tidak diketahui


(54)

2.7 Kerangka Konsep

Kerangka konsep dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.2 berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan Gambar 2.2 di atas, didapat variabel independen dalam penelitian ini adalah pendidikan, sosial ekonomi, budaya, pengetahuan, persepsi anak terhadap sikap orang tua dan nilai virginitas, sedangkan variabel dependen dalam penelitian ini adalah usia menikah.

Usia Menikah 1. Pendidikan

2. Sosial ekonomi 3. Budaya

4. Pengetahuan

5. Persepsi anak terhadap sikap orangtua


(55)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei dengan pendekatan cross

sectional yang dimaksudkan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi

usia menikah pada wanita usia subur di wilayah kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang tahun 2012, dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan pada data variabel independen dan dependen (sekali waktu).

3.2Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di wilayah kerja Puskesmas Sei Mencirim Kabupaten Deli Serdang yang terdiri dari 7 desa. Adapun alasan pemilihan lokasi ini karena dari wanita usia subur yang berada di wilayah kerja Puskesmas Sei Mencirim ditemukan 15 ibu yang usia menikah <20 tahun.

Waktu penelitian ini berlangsung dari bulan Februari 2012 sampai Februari 2013. Tahapan dilaksanakan mulai pra survei, pembuatan proposal penelitian dan konsultasi dosen pembimbing sampai dengan ujian komprehensif.


(56)

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Populasi adalah seluruh Wanita Usia Subur di Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang yang berjumlah 371 orang.

3.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini yaitu Wanita Usia Subur adalah sebagian dari populasi yang diambil berdasarkan teknik tertentu dan mampu mewakili populasi atau bersifat representatif (Nawawi, 1995). Pengambilan sampel dalam penelitian ini ditentukan berdasarkan rumus besar sampel uji hipotesis satu populasi dikutip oleh Hidayat (2010) sebagai berikut:

n =

{

2

}

2 0 1 2 / 1 ) ( ) 1 ( ) 1 ( o a a o P P P P Z P P Z − − − + −

− α β

Keterangan:

n = besarnya sampel minimum

2 / 1−α

Z

= nilai distribusi normal baku pada α 5% = 1,96 β

1

Z

= nilai distribusi normal baku pada β 20% = 0,842 Po

P

= proporsi usia menikah sebesar 0,302 (Data profil Puskesmas Sei Mencirim tahun 2011)

a P

= perkiraan proporsi usia menikah yang diharapkan = 0,202 a – Po = perkiraan selisih proporsi yang diteliti (10%).


(57)

n =

{

2

}

2 0 1 2 / 1 ) ( ) 1 ( ) 1 ( o a a o P P P P Z P P Z − − − + −

− α β

n = 154 orang

Berdasarkan rumus perhitungan sampel diatas maka diperoleh besar sampel minimal dalam penelitian ini adalah 154 orang. Pengambilan sampel pada masing-masing desa dilakukan secara proporsional random sampling dengan menghitung

sample fraction. Sample fraction adalah proporsi sampel dengan perbandingan

jumlah sampel terpilih dengan jumlah populasi.

Tabel 3.1 Distribusi Perhitungan Besar Sampel Penelitian di Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal

Pengambilan sampel yang terpilih dari setiap desa dilakukan dengan metode

simple random sampling yaitu mengambil secara acak dengan menggunakan tabel

random sampai memenuhi besar sampel yang dibutuhkan.

3.4Metode Pengumpulan data

No Nama Desa Jumlah

WUS Perhitungan Besar Sampel

1. Desa Sei Mencirim 85 85/371x154 35

2. Desa Sunggal Kanan 70 70/371x154 29

3. Desa Tanjung Selamat

41 41/371x154 17

4. Desa Medan Krio 28 28/371x154 12

5. Desa Sei Braskata 52 52/371x154 22

6. Desa Suka Maju 31 31/371x154 13

7. Desa Telaga Sari 64 64/371x154 26


(58)

3.4.1 Data Primer

Data primer diperoleh melalui penyebaran kuesioner kepada responden dan mengisi sendiri dengan berpedoman pada kuesioner yang telah disiapkan terlebih dahulu. Sebelumnya kuesioner telah diuji coba terlebih dahulu pada populasi yang memiliki karakteristik hampir sama di tempat yang berbeda.

3.4.2 Data sekunder

Data Sekunder diperoleh dari catatan atau dokumen WUS berjumlah 371 orang di Puskesmas Sei Mencirim Kabupaten Deli Serdang dan data lainnya yang mendukung hasil penelitian misal gambaran umum tempat penelitian.

3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas

Kelayakan dalam menggunakan instrumen yang akan dipakai untuk penelitian diperlukan uji validitas dan reliabilitas. Validitas berasal dari kata validity yang mempunyai arti sejauh mana ketepatan dan kemaknaan suatu alat ukur dalam mengukur suatu pertanyaan, bahwa instumen dikatakan valid, apabila instumen tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur. Demikian juga kuesioner sebagai alat ukur harus mengukur apa yang akan diukur. Uji validitas suatu instumen (dalam kuesioner) dilakukan dengan cara melakukan korelasi antar skor variabel atau item dengan skor total variabel (Corrected Item Total Correlation), jika nilai

Corrected item total Correlation > nilai r tabel (0,361) pada α 5% dan df= 28, maka dinyatakan valid dan sebaliknya apabila Corrected item total Correlation < r tabel maka dinyatakan tidak valid (Hidayat, 2010).


(59)

Uji reliabilitas dilakukan setelah semua data dinyatakan valid, analisis dilanjutkan dengan uji reliabilitas. Reliabilitas data merupakan indeks yang menunjukkan sejauhmana suatu alat ukur dapat dipercaya dengan tepat dengan menggunakan metode Cronbach’s Alpha dengan ketentuan jika nilai r- alpha > 0,60 maka pernyataan dikatakan reliabel ( Nursalam, 2008).

Uji coba kuesioner dilakukan kepada 30 orang penduduk Sei Semayang dengan karakteristik relatif sama dengan penduduk di lokasi penelitian. Hasil uji coba kuesioner ditemukan seluruh item pertanyaan dengan nilai Corrected Item Total Correlation > 0,361 dan nilai Cronbach Alpha > 0,6. Dengan demikian seluruh item pertanyaan untuk mengukur variabel penelitian dinyatakan valid dan reliabel sehingga layak digunakan untuk penelitian.

Tabel 3.2 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Budaya Item Pernyataan n Corrected

item-Total correlation

Hasil Uji

Cronbach’s Alpha

Hasil Uji

1. Budaya1 30 0,468 Valid

2. Budaya2 30 0,713 Valid

3. Budaya3 30 0,685 Valid 0,792 Reliabel

4. Budaya4 30 0,550 Valid

5. Budaya5 30 0,476 Valid

Tabel 3.2 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected Item-Total correlation

lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya kelima item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel budaya semuanya valid.. Memerhatikan nilai

Cronbach’s Alpha sebesar 0,792 dan lebih besar dari 0,60. Hal ini menunjukkan


(60)

Tabel 3.3 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Pengetahuan Item Pernyataan n Corrected

item-Total correlation Hasil Uji Cronbach’ s Alpha Hasil Uji 1. Pengetahuan1 30 0,475 Valid

2. Pengetahuan2 30 0,835 Valid 3. Pengetahuan3 30 0,825 Valid 4. Pengetahuan4 30 0,677 Valid

5. Pengetahuan5 30 0,800 Valid 0,891 Reliabel 6. Pengetahuan6 30 0,414 Valid

7. Pengetahuan7 30 0,437 Valid 8. Pengetahuan8 30 0,667 Valid 9. Pengetahuan9 30 0,629 Valid 10. Pengetahuan10 30 0,636 Valid

Tabel 3.3 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation

lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya sepuluh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel pengetahuan semuanya valid..

Tabel 3.4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Persepsi Anak terhadap Sikap Orangtua

Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,891 dan lebih besar dari 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa sepuluh item pertanyaan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

Item Pernyataan n Corrected item-Total correlation Hasil Uji Cronbach’s Alpha Hasil Uji

1. Persepsi1 30 0,494 Valid

2. Persepsi2 30 0,656 Valid

3. Persepsi3 30 0,400 Valid

4. Persepsi4 30 0,803 Valid

5. Persepsi5 30 0,742 Valid 0,882 Reliabel

6. Persepsi6 30 0,712 Valid

7. Persepsi7 30 0,650 Valid

8. Persepsi8 30 0,603 Valid

9. Persepsi9 30 0,697 Valid


(61)

Tabel 3.4 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation

lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya sepuluh item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel persepsi semuanya valid..

Tabel 3.5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Variabel Nilai Virginitas Memerhatikan nilai

Cronbach’s Alpha sebesar 0,882 dan lebih besar dari nilai 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa sepuluh item pertanyaan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

Item Pernyataan n Corrected item-Total correlation

Hasil Uji

Cronbach’s Alpha

Hasil Uji 1. Virginitas1 30 0,470 Valid

2. Virginitas2 30 0,679 Valid

3. Virginitas3 30 0,679 Valid 0,789 Reliabel 4. Virginitas4 30 0,606 Valid

5. Virginitas5 30 0,411 Valid

Tabel 3.4 di atas dapat menunjukkan nilai Corrected item-Total correlation

lebih besar dari nilai rtabel yang besarnya 0,361, artinya lima item pertanyaan yang digunakan untuk mengukur variabel nilai virginitas semuanya valid.. Memerhatikan nilai Cronbach’s Alpha sebesar 0,789 dan lebih besar dari 0,60. Hal ini menunjukkan bahwa lima item pertanyaan ini sudah reliabel sebagai alat ukur.

3.5Variabel dan Definisi Operasional 3.5.1Variabel Penelitian

a. Variabel terikat (dependent variable), yaitu usia menikah.

b. Variabel bebas (independent variable), yaitu pendidikan, sosial ekonomi, budaya, pengetahuan, persepsi anak terhadap sikap orang tua, dan nilai virginitas.


(62)

3.5.2Definisi Operasional

1. Usia menikah adalah pernikahan yang dilakukan oleh Wanita Usia Subur di bawah 20 tahun yang tercatat di kartu status Puskesmas Sei Mencirim Kabupaten Deli Serdang tahun 2012.

2. Pendidikan adalah pendidikan terakhir yang ditamatkan oleh responden sebelum menikah.

3. Sosial ekonomi adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan, yang berkaitan dengan penghasilan. Untuk melihat kedudukan sosial ekonomi dapat diukur.

4. Budaya adalah adat istiadat atau tradisi kebiasaan yang turun temurun yang dianut oleh responden.

5. Pengetahuan adalah pemahaman responden tentang usia menikah yang mencakup batasan usia menikah, penyebab dan akibat menikah.

6. Persepsi anak terhadap sikap orang tua adalah pendapat anak terhadap orang tua tentang usia menikah.

7. Nilai virginitas adalah pergaulan responden yang menganut perilaku melakukan hubungan seksual pranikah.


(63)

3.6 Metode Pengukuran

3.6.1 Metode Pengukuran Variabel Dependen

Usia menikah terdiri dari 1 pertanyaan yaitu dengan kategori ; 0 Usia menikah ; jika usia ≥20 tahun

1 Usia menikah ; jika usia <20 tahun

3.6.2 Metode Pengukuran Variabel Independen 1. Pendidikan, dikategorikan menjadi 2 kelompok yaitu :

Kategori : 0 = tinggi, jika ijazah terakhir SLTA, D3, S1 dan S2 1 = Rendah, jika ijazah terakhir SD, dan SLTP Skala Ordinal

2. Sosial ekonomi, dibagi atas : Kategori :

0 = Tinggi (≥UMR, Rp 1.290.000 (SK GUBSU No.188.44/06/KPTS/Th 2012)) 1 = Rendah (<UMR, Rp 1.290.000 (SK GUBSU No.188.44/06/KPTS/Th 2012)) Skala Ordinal

3. Budaya, dikategorikan menjadi 2 (baik, buruk) dari 5 pernyataan yang diajukan menggunakan skala Guttman dengan pertanyaaan pilihan jawaban “ya” dan “tidak. Untuk jawaban pertanyaan “ya” diberi skor 0 dan untuk jawaban “tidak” diberi skor 1. Dengan kategori :

0 = Baik, jika total skor 4-5 1 = Buruk, jika total skor 0-3 Skala Ordinal


(1)

Budaya dengan Usia Menikah

Crosstab

umur

Total >=20 tahun <20 tahun

Budaya Baik Count 50 20 70

% within Budaya 71.4% 28.6% 100.0%

% within umur 47.2% 41.7% 45.5%

% of Total 32.5% 13.0% 45.5%

Buruk Count 56 28 84

% within Budaya 66.7% 33.3% 100.0%

% within umur 52.8% 58.3% 54.5%

% of Total 36.4% 18.2% 54.5%

Total Count 106 48 154

% within Budaya 68.8% 31.2% 100.0%

% within umur 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 68.8% 31.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square .404a 1 .525

Continuity Correctionb .212 1 .645

Likelihood Ratio .405 1 .525

Fisher's Exact Test .601 .323

Linear-by-Linear Association .401 1 .527

N of Valid Casesb 154

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 21.82. b. Computed only for a 2x2 table


(2)

Pengetahuan dengan Usia Menikah

Crosstab

umur

Total >=20 tahun <20 tahun

Pengetahuan baik Count 76 25 101

% within Pengetahuan 75.2% 24.8% 100.0%

% within umur 71.7% 52.1% 65.6%

% of Total 49.4% 16.2% 65.6%

kurang baik Count 30 23 53

% within Pengetahuan 56.6% 43.4% 100.0%

% within umur 28.3% 47.9% 34.4%

% of Total 19.5% 14.9% 34.4%

Total Count 106 48 154

% within Pengetahuan 68.8% 31.2% 100.0%

% within umur 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 68.8% 31.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 5.632a 1 .018

Continuity Correctionb 4.796 1 .029

Likelihood Ratio 5.512 1 .019

Fisher's Exact Test .027 .015

Linear-by-Linear Association 5.595 1 .018

N of Valid Casesb 154

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.52. b. Computed only for a 2x2 table


(3)

Persepsi Orang tua dengan Usia Menikah

Crosstab

umur

Total >=20 tahun <20 tahun

Persepsi Orang Tua baik Count 69 32 101

% within Persepsi Orang Tua 68.3% 31.7% 100.0%

% within umur 65.1% 66.7% 65.6%

% of Total 44.8% 20.8% 65.6%

buruk Count 37 16 53

% within Persepsi Orang Tua 69.8% 30.2% 100.0%

% within umur 34.9% 33.3% 34.4%

% of Total 24.0% 10.4% 34.4%

Total Count 106 48 154

% within Persepsi Orang Tua 68.8% 31.2% 100.0%

% within umur 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 68.8% 31.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided) Pearson Chi-Square .036a

1 .849

Continuity Correctionb .000 1 .994

Likelihood Ratio .036 1 .849

Fisher's Exact Test 1.000 .500

Linear-by-Linear Association .036 1 .850

N of Valid Casesb 154

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 16.52. b. Computed only for a 2x2 table


(4)

Nilai Virginitas dengan Usia Menikah

Crosstab

umur

Total >=20 tahun <20 tahun

Nilai Virginitas baik Count 75 22 97

% within Nilai Virginitas 77.3% 22.7% 100.0%

% within umur 70.8% 45.8% 63.0%

% of Total 48.7% 14.3% 63.0%

buruk Count 31 26 57

% within Nilai Virginitas 54.4% 45.6% 100.0%

% within umur 29.2% 54.2% 37.0%

% of Total 20.1% 16.9% 37.0%

Total Count 106 48 154

% within Nilai Virginitas 68.8% 31.2% 100.0%

% within umur 100.0% 100.0% 100.0%

% of Total 68.8% 31.2% 100.0%

Chi-Square Tests

Value df

Asymp. Sig. (2-sided)

Exact Sig. (2-sided)

Exact Sig. (1-sided)

Pearson Chi-Square 8.802a 1 .003

Continuity Correctionb 7.765 1 .005

Likelihood Ratio 8.653 1 .003

Fisher's Exact Test .004 .003

Linear-by-Linear Association 8.745 1 .003

N of Valid Casesb 154

a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 17.77. b. Computed only for a 2x2 table


(5)

Lampiran 6. Analisis Multivariat

Logistic Regression

Case Processing Summary

Unweighted Casesa N Percent

Selected Cases Included in Analysis 154 100.0

Missing Cases 0 .0

Total 154 100.0

Unselected Cases 0 .0

Total 154 100.0

a. If weight is in effect, see classification table for the total number of cases.

Block 0: Beginning Block

Classification Tablea,b

Observed

Predicted umur

Percentage Correct >=20 tahun <20 tahun

Step 0 umur >=20 tahun 106 0 100.0

<20 tahun 48 0 .0

Overall Percentage 68.8

a. Constant is included in the model. b. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

Step 0 Constant -.792 .174 20.737 1 .000 .453

Variables not in the Equation

Score df Sig.

Step 0 Variables didik 39.976 1 .000

sosek 14.729 1 .000

pgthn 5.632 1 .018

virgin 8.802 1 .003


(6)

Block 1: Method = Enter

Omnibus Tests of Model Coefficients

Chi-square df Sig.

Step 1 Step 57.719 4 .000

Block 57.719 4 .000

Model 57.719 4 .000

Model Summary

Step -2 Log likelihood

Cox & Snell R Square

Nagelkerke R Square

1 133.378a .313 .440

a. Estimation terminated at iteration number 5 because parameter estimates changed by less than .001.

Classification Tablea

Observed

Predicted umur

Percentage Correct >=20 tahun <20 tahun

Step 1 umur >=20 tahun 93 13 87.7

<20 tahun 17 31 64.6

Overall Percentage 80.5

a. The cut value is .500

Variables in the Equation

B S.E. Wald df Sig. Exp(B)

95.0% C.I.for EXP(B)

Lower Upper

Step 1a didik

2.322 .450 26.592 1 .000 10.196 4.218 24.643

sosek .885 .440 4.045 1 .044 2.422 1.023 5.734

pgthn 1.173 .464 6.408 1 .011 3.233 1.303 8.019

virgin 1.203 .452 7.079 1 .008 3.329 1.373 8.073

Constant -3.042 .483 39.618 1 .000 .048


Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Wanita Yang Sudah Menikah Melakukan Pemeriksaan IVA Di Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 18

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Wanita Yang Sudah Menikah Melakukan Pemeriksaan IVA Di Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 2

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Wanita Yang Sudah Menikah Melakukan Pemeriksaan IVA Di Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 10

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Wanita Yang Sudah Menikah Melakukan Pemeriksaan IVA Di Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 2 25

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Wanita Yang Sudah Menikah Melakukan Pemeriksaan IVA Di Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 1 4

Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Wanita Yang Sudah Menikah Melakukan Pemeriksaan IVA Di Puskesmas Mulyorejo Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2016

0 0 41

B. PETUNJUK - Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Usia Menikah Pada Wanita Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 24

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pernikahan 2.1.1 Pengertian Pernikahan - Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Usia Menikah Pada Wanita Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 25

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Usia Menikah Pada Wanita Usia Subur Di Wilayah Kerja Puskesmas Sei Mencirim Kecamatan Sunggal Kabupaten Deli Serdang Tahun 2012

0 0 10

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI USIA MENIKAH PADA WANITA USIA SUBUR DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SEI MENCIRIM KECAMATAN SUNGGAL KABUPATEN DELI SERDANG TAHUN 2012 TESIS Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam

0 0 17