Sistem Pendukung Keputusan Implementasi Sistem Inferensi Fuzzy Dalam Proses Pendukung Keputusan Pemilihan Smartphone Menggunakan Metode Mamdani

BAB 2 LANDASAN TEORI

2.1 Sistem Pendukung Keputusan

Sistem Pendukung Keputusan dapat diartikan sebagai sebuah sistem yang dimaksudkan untuk mendukung para pengambil keputusan dalam situasi tertentu. Sistem pendukung keputusan dimaksudkan untuk menjadi alat bantu bagi para pengambil keputusan untuk memperluas kapabilitas mereka, namun tidak untuk menggantikan penilaian mereka [10]. Menurut Herbert A.Simon, keputusan berada pada suatu rangkaian kesatuan, dengan keputusan terprogram terstruktur pada satu ujungnya dan keputusan tak terprogram tak terstruktur pada satu ujung lainnya. Keputusan terprogram merupakan keputusan yang biasanya bersifat berulang dan rutin, sehingga telah ada suatu prosedur pasti untuk menanganinya yang membuat keputusan tersebut tidak perlu diperlakukan sebagai sesuatu yang baru tiap kali terjadi. Berbeda dengan keputusan terprogram, untuk keputusan tidak terprogram biasanya selalu bersifat baru, tidak terstruktur dan jarang konsekuen, Untuk masalah seperti ini biasanya tidak ada metode yang pasti dalam menanganinya atau biasanya diperlukan perlakuan khusus untuk memecahkannya [9]. Pengaruh teknologi komputer terhadap organisasi dan masayarakat terus meningkat, dan semakin banyak aktivitas yang melibatkan manusia dan mesin. Perubahan ini terlihat dari penggunaan komputer yang biasanya bersifat tradisional seperti penggajian, dan tatabuku ke arah komputerisasi yang jauh lebih kompleks. Aplikasi komputer beralih dari aktivitas pemrosesan dan monitoring transaksi ke analisis masalah dan aplikasi solusi. Ada beberapa alasan dibutuhkannya komputer dalam membantu pengambilan keputusan [9], antara lain: 1. Lingkungan yang terus berubah dengan cepat, menyebabkan pengambilan keputusan semakin kompleks. 2. Alternatif yang tersedia semakin banyak karena teknologi dan komunikasi meningkat. 3. Biaya akibat kesalahan dalam pengambilan keputusan dapat menjadi besar karena kompleksitas operasi dan banyaknya automasi di masing-masing bagian organisasi. 4. Kemajuan dan kemudahan dalam mengakses internet memudahkan pencarian dan penerimaan informasi untuk membuat keputusan. Universitas Sumatera Utara keputusan untuk menggunakan data dan berbagai model untuk memecahkan masalah-masalah tidak terstruktur.

2.1.1 Tujuan dan Prinsip Dasar Sistem Pendukung Keputusan

Tujuan dari penggunaan Sistem Pendukung Keputusan diutarakan oleh salah satu perintis, yaitu Peter G.W.Keen yang bekerja sama dengan Scott Morton. Keen dan Scott Morton mengemukakan bahwa Sistem Pendukung Keputusan merupakan suatu sistem sumber daya intelektual dari individu dengan kemampuan komputer untuk meningkatkan kualitas keputusan yang dihasilkan [3]. Menurut Kosasi ada 3 hal yang harus dicapai oleh sistem pendukung keputusan [3], yaitu: 1. Membantu manajer dalam membuat keputusan untuk memecahkan masalah semi terstruktur. 2. Mendukung penilaian manajer, bukan mencoba menggantikannya. 3. Meningkatkan efektifitas pengambilan keputusan manajer. Untuk mencapai tujuan dari sistem pendukung keputusan, maka prinsip dari sistem pendukung keputusan juga harus diterapkan [9], antara lain: 1. Struktur masalah, sistem pendukung keputusan harus diarahkan pada area dimana sebagian besar masalah berada. 2. Dukungan keputusan, sistem pendukung keputusan tidak dimaksudkan untuk menggantikan peran manajer, jadi sistem akan ditempatkan di area masalah yang terstruktur, sedangkan manajer tetap harus bertanggung jawab pada masalah yang tidak terstruktur. 3. Efektivitas keputusan, manfaat utama dari sistem pendukung keputusan adalah keputusan yang baik tanpa membuang waktu dari manajer.

2.1.2 Proses Pengambilan Keputusan

Menurut Herbert A. Simon terdapat tiga fase dalam pengambilan keputusan [9], yaitu: 1. Fase Penalaran Intelligence Phase Tujuan dari fase ini adalah mengenali permasalahan, situasi dan peluang untuk mendapatkan rumusan masalah. Aktivitas yang dilakukan pada fase ini adalah: a. Identifikasi masalah, pada tahap ini dicari ketidakselarasan antara harapan dan kenyataan, penentuan masalah dengan melakukan pengamatan dan analisa terhadap produktifitas organisasi. b. Klasifikasi masalah, pada tahap ini setelah masalah berhasil diidentifikasi, maka dilakukan pengelompokan apakah masalah termasuk yang terstruktur atau yang tidak terstruktur. Hal ini dapat diketahui dari repetitif tidaknya masalah tersebut. c. Dekomposisi masalah, pada tahap ini masalah dipecahkan ke dalam sub masalah. Universitas Sumatera Utara apakah masalah tersebut ada di dalam kendali perusahaan atau tidak. 2. Fase Perancangan Tujuan dari fase ini untuk menghasilkan dan menganalisa kemungkinan solusi untuk setiap masalah yang muncul. Aktivitas pada fase ini adalah: a. Pemodelan, pada tahap ini dilakukan pemodelan masalah dan menentukan abstraksi dari masalah apakah bersifat kualitatif dan kuantitatif. Tahap ini juga dimaksudkan untuk menyederhanakan masalah dengan cara membangun model dari masalah tersebut. Pada saat pembangunan model, harus ada keseimbangan, yaitu sederhana tapi tetap memenuhi kriteria masalah tersebut. b. Penentuan kriteria pemilihan, ada dua prinsip pemilihan yang paling sering digunakan, yaitu model normatif yang mencari solusi terbaik dari banyaknya kemungkinan solusi, dan model deskriptif yang mencari solusi dengan kategori cukup baik atau memuaskan tanpa harus optimal. c. Pencarian alternatif solusi, tahapan ini dilakukan setelah penentuan kriteria evaluasi alternatif untuk meminimalisir waktu dan tenaga dalam memilih aternatif solusi. d. Prediksi dan pengukuran dampak, berdasarkan penelitian, dikategorikan tiga situasi dalam pengambilan keputusan, yaitu: 1. Pengambilan keputusan dalam situasi pasti, umumnya terjadi dalam jangka waktu pendek. 2. Pengambilan keputusan dalam situasi beresiko, merupakan situasi di mana pembuat keputusan harus mempertimbangkan beberapa kemungkinan dampak untuk setiap alternatif, yang masing- masing mempunya probabilitas untuk terjadi. Analisis resiko dilakukan dengan menghitung nilai harapan untuk setiap alternatif dengan nilai harapan yang baik. 3. Pengambilan keputusan dalam situasi tidak pasti, merupakan situasi di mana pembuat keputusan harus mempertimbangkan beberapa kemungkinan dampak untuk setiap alternatif, di mana probabilitas kejadian untuk masing-masing alternatif tidak diketahui dan tidak dapat diperkirakan. Pemodelan dalam kondisi ini menuntut pengambil keputusan untuk berani ambil resiko. 3. Fase Pemilihan Pada fase pemilihan dilakukan pencarian alternatif solusi yang sesuai dan dapat dipakai untuk memecahkan masalah yang nyata. Pada saat pencarian alternatif ada beberapa 2 pendekatan yang dilakukan, yaitu normatif, dimana pendekatan dilakukan dengan rumus dan algoritma, dan deksriptif, dimana pendekatan dilakukan dengan melakukan pencarian heuristic atau pencarian buta. Universitas Sumatera Utara Konsep mengenai logika fuzzy diperkenalkan pertama kali oleh Prof. Lotfi Astor Zadeh pada tahun 1962. Pada saat diperkenalkan, dijelaskan bahwa logika fuzzy merupakan metodologi sistem kontrol untuk memecahkan masalah yang cocok diterapkan pada sistem, baik itu sistem yang sederhana, sistem kecil, jaringan PC, multi-channel dan atau workstation berbasis akuisisi data, dan termasuk sistem kontrol. Metodologi tersebut tidak hanya terbatas untuk diterapkan pada perangkat lunak saja, tetapi juga pada perangkat keras, dan bahkan kombinasi dari keduanya. Logika fuzzy merupakan perluasan dari logika klasik, dimana pada logika klasik dinyatakan segala sesuatu bersifat biner, yang artinya hanya memiliki dua kemungkinan, yaitu “Ya” atau “Tidak”, “Benar” atau “Salah”, “Baik” atau “Buruk”, dan 0 atau 1. Sedangkan, logika fuzzy didasarkan pada gagasan untuk memperluas jangkauan fungsi karakteristik sedemikian sehingga fungsi tersebut akan mencakup bilangan real pada interval [0,1]. Nilai keanggotaan menunjukkan bahwa suatu item dalam semesta pembicaraan tidak hanya berada pada 0 atau 1, namun juga nilai yang terletak di antaranya. Dengan kata lain, nilai kebenaran suatu item tidak hanya bernilai benar dan salah. Nilai 0 menunjukkan salah, nilai 1 menunujukkan benar, dan masih ada nilai-nilai yang terletak antar benar dan salah dengan derajat keanggotaan tertentu [4]. Logika fuzzy memiliki kelebihan tersendiri yang menyebabkan logika ini lebih sering digunakan, yaitu kemampuan dari logika fuzzy itu sendiri untuk melakukan penalaran secara bahasa, sehingga pada saat tahapan perancangan tidak diperlukan persamaan matematika yang rumit. Selain kelebihan di atas, logika fuzzy juga dikenal sebagai salah satu logika yang mudah dimengerti, memiliki toleransi terhadap data yang tidak tepat, mampu memodelkan fungsi non-linear yang kompleks, serta dapat membangun dan mengaplikasikan pengalaman para pakar secara langsung tanpa harus melalui proses pelatihan. Secara umum, dalam sistem logika Fuzzy ada tiga elemen dasar menurut Kusumadewi [4], yaitu: 1. Fuzzification Merupakan proses mengubah masukan-masukan yang nilai keluarannya bersifat pasti ke dalam bentuk fuzzy input. 2. Inference Merupakan proses penalaran dengan menggunakan nilai Fuzzy input dan Fuzzy rules yang telah ditentukan sebelumnya untuk menghasilkan Fuzzy output. Inferensi terdiri dari knowledge penalaran yang dinyatakan dalam aturan tertentu, pencarian fakta dan penentuan konklusi keputusan berdasarkan ilmu pengetahuan dan fakta. 3. Deffuzification Universitas Sumatera Utara

2.2.1 Dasar Logika Fuzzy

Untuk menerapkan logika fuzzy, terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan [4], antara lain: 1. Variabel fuzzy, adalah variabel yang akan dibahas dalam penerapan sistem fuzzy. Contoh: ukuran layar, RAM, kamera, dsb. 2. Himpunan fuzzy, adalah kelompok yang mewakili keadaan tertentu dalam suatu variabel fuzzy. Contoh: variabel kamera dibagi menjadi 3 himpunan fuzzy, yaitu: rendah, normal, dan tinggi. 3. Semesta pembicaraan, adalah seluruh nilai yang diizinkan untuk dioperasikan dalam suatu variabel fuzzy. 4. Domain himpunan fuzzy, adalah seluruh nilai yang diizinkan dalam semesta pembicaraan dan boleh dioperasikan dalam suatu himpunan fuzzy.

2.3 Fungsi Keanggotaan